Pemisahan Emulsi Minyak dari Air Menggunakan Teknologi Membran Ricky Febrianto Situmorang Teknik Kimia, ITB, Jl. Ganesha No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Air merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat karena air digunakan di setiap segi kehidupan. Sebagian besar dari tubuh kita juga mengandung air. Oleh karena itu, dibutuhkan air yang bersih agar kita terhindar dari berbagai wabah penyakit. Kebutuhan air bersih akan selalu meningkat setiap harinya. Untuk memenuhi hal ini dibutuhkan suatu teknologi yang dapat mendaur ulang air bekas pakai atau limbah dari suatu pabrik. Air daur ulang yang diharapkan adalah air yang bersih, bebas dari pengotor-pengotornya serta layak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan air daur ulang seperti ini, limbah yang keberadaannya sangat menganggu masyarakat dan lingkungan dapat berkurang. Pengolahan limbah emulsi minyakair dengan metode konvensional belum mampu untuk menerapkan prinsip reuse dan recycle karena hasil pengolahan limbah hanya akan dibuang ke perairan. Teknologi pemisahan yang diharapkan adalah teknologi membran. Proses pemisahan menggunakan membran adalah sebuah teknologi baru dalam pengolahan air limbah berminyak. Efisiensi yang tinggi serta proses operasionalnya yang relatif lancar merupakan kelebihan utama yang perlu dilirik dalam pemisahan menggunakan membran. Ulasan ini akan menyoroti perkembangan teknologi membran seperti modifikasi permukaan, penambahan partikel anorganik dalam membran polimer, pengembangan membran keramik serta efek dari parameter operasi terhadap kinerja membran. Dengan segala kelebihan yang dimiliki membran, pemanfaatan teknologi ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi lingkungan maupun secara ekonomi. Kata kunci: membran, pengolahan air, pengolahan limbah air berminyak.
1. Pendahuluan Pertumbuhan industri yang pesat, seperti minyak dan gas, petrokimia, farmasi, industri metalurgi dan makanan, telah menyebabkan produksi air limbah berminyak yang besar. Di industri perminyakan contohnya, air diumpankan ke minyak untuk membantu proses pengangkutan minyak mentah ke permukaan. Akan tetapi, air bekas pakai ini akan timbul di permukaan sebagai air yang terkontaminasi minyak, sehingga tidak dapat lagi digunakan atau langsung dibuang ke badan air. Oleh sebab itu, emulsi minyak dalam air ini harus diolah sebelum akhirnya dibuang atau digunakan lagi melalui proses daur ulang [1]. Melihat kondisi seperti itu, pengolahan air limbah yang berminyak merupakan tantangan yang tidak dapat dihindari. Pertumbuhan populasi dan ekonomi yang cepat telah berujung pada permintaan air bersih yang lebih besar terutama di wilayah yang sedikit mengandung air. Oleh karena itu, sumber daya air permukaan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang yang semakin banyak. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan air daur ulang yang membutuhkan teknologi canggih, seperti teknologi membran. Teknologi membran merupakan teknologi yang sangat efisien untuk memisahkan campuran minyak dengan air karena teknologi membran dapat menghilangkan tetesan minyak secara efektif apabila dibandingkan dengan teknologi konvensional. Penggunaan teknologi membran bahkan dalam beberapa pengolahan limbah menggeser anggapan “limbah sebagai cost” menjadi “limbah sebagai profit” [2]
Ada beberapa metode pemurnian air limbah yang berminyak, baik metode fisik maupun kimia yang konvensional. Tabel 1 menunjukkan metode kimia dan fisik untuk pengolahan air limbah berminyak disertai dengan kelebihan dan kekurangannya. Adsorpsi (karbon aktif, organoclay, kopolimer, zeolit dan resin), sandfilter, cyclones dan evaporasi adalah metode secara fisik sedangkan oksidasi, proses elektro-kimia, fotokatalitis, proses Fenton, ozonisasi, cairan ionik pada suhu kamar dan pemisahan emulsi adalah metode secara kimia. Kelemahan metode-metode konvensional adalah biaya yang tinggi, penggunaan senyawa beracun, kebutuhan ruang yang besar untuk instalasi dan menghasilkan polutan sekunder. Kelemahan ini dijawab oleh proses pemisahan menggunakan membran [3]. Keuntungannya yang lain adalah tidak melibatkan perubahan fasa, efisiensi tinggi dan potensi daur ulang by-product, dan ukurannya yang dapat dikurangi [4]. Disamping keuntungan tersebut, masalah yang dijumpai dalam pemisahan dengan membran adalah adanya penyumbatan (fouling) dan terjadinya polarisasi konsentrasi. Fouling masih tetap menjadi salah satu tantangan yang paling teknis di industri pemisahan. Oleh karena itu, dalam artikel ini, kemajuan terbaru dalam teknologi membran untuk pemisahan minyak-air akan ditinjau secara rinci. 2. Karakteristik air limbah berminyak Minyak dan lemak yang mencemari air akan mengapung di atas permukaan air. Minyak tersebut dapat berasal dari berbagai sumber seperti pembersihan dan 1
pencucian kapal-kapal di laut, kecelakaan tanker, pengeboran minyak di dekat atau ditengah laut, terjadinya kebocoran kapal pengangkut minyak, atau buangan pabrik, seperti pabrik kelapa sawit dan pabrik industri lainnya. Minyak bersifat tidak larut di dalam air karena perbedaan sifat kepolaran kedua materi tersebut. Jika air tercemar oleh minyak, minyak akan berada di atas air karena densitasnya yang lebih kecil dibandingkan dengan air. Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Minyak dalam air akan mengalami proses-proses seperti membentuk lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), evaporasi, polimerasi, emulsifikasi, foto oksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh plankton dan bentukan gumpalan [5]. Semua jenis minyak mengandung senyawa-senyawa volatile yang dapat menguap dengan segera. Sebanyak 25% dari volume minyak akan menguap setelah beberapa hari. Sisa minyak yang tidak menguap akan mengalami emulsifikasi [6]. Emulsi adalah gabungan dua atau lebih komponen yang tidak saling melarut
dengan salah satu cairan terdispersi di dalam cairan lainnya. Sebagai contoh emulsi minyak dengan air. Jika minyak merupakan fase terdispersi dalam larutan maka air merupakan fase pembawa. Sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Emulsi bisa berbentuk O/W (oil in water) atau W/O (water in oil) tergantung dari rasio minyak terhadap air, konsentrasi elektrolit, jenis surfaktan, temperatur dan sebagainya. Surfaktan yang mudah larut ke dalam air cenderung menbentuk O/W sedangkan yang mudah larut ke minyak cenderung membentuk W/O. Sebagian besar emulsi minyak tersebut kemudian akan mengalami degradasi melalui foto oksidasi spontan dan oksidasi oleh mikroorganisme yang merupakan organisme paling berperan dalam dekomposisi minyak di laut. Senyawa utama yang terdapat dalam minyak bumi adalah alifatik (paraffinic hydrocarbon), alisiklik (napthenic hydrocarbon) dan aromatik [7]. Komponen alifatik (paraffinic hydrocarbon) mengandung 1-78 atom karbon. Bentuk fisiknya tergantung pada jumlah karbon yang dikandung.
Tabel 1. Metode pemisahan air limbah berminyak secara fisik maupun kimia [3] Metode Pemisahan Ekstraksi Pelarut
Keuntungan Metode yang efisien dengan proses yang sangat cepat
Sentrifugasi
Mudah untuk diproses, tidak memerlukan pelarut dan ramah lingkungan
Flotasi
Mudah untuk diterapkan dan membutuhkan energi yang sedikit Cepat dan efektif, tidak membutuhkan zat kimia
Ultrasonic irradiation Surfaktan EOR
Mudah untuk diproses dan terbatas untuk aplikasi logam berat
Pembekuan
Proses yang singkat dan sesuai untuk daerah yang dingin Sangat cepat dan efisien, tidak membutuhkan zat kimia Proses cepat dan tidak membutuhkan penambahan zat kimia Kapasitas yang besar, cepat dan efektif
Microwave irradiation Electrokinetic Pirolisis Incineration Stablisasi/solidifikasi Oksidasi Land farming Landfill Biopile/compositing Bioslurry
Penghilangan Petroleum Hidrocarbon yang cepat dalam oily sludge Cepat dan efisien memproduksi senyawa PHC yang stabil, biaya rendah dan bisa menangkap logam berat Penghilangan Petroleum Hidrocarbon yang cepat dalam oily sludge Biaya murah dan tidak memerlukan perawatan yang banyak, dapat diterapkan untuk kuantitas yang banyak Biaya kurang dan kapasitas perawatan yang besar Kapasitas perawatan yang besar, biaya rendah, cepat, dan membutuhkan lahan yang sedikit Pendekatan degradasi yang paling cepat, menghilangkan PHC dengan baik
2
Kerugian Biaya tinggi dan tidak ramah lingkungan, logam berat tidak dapat dibuang oleh proses ini Energi yang dibutuhkan besar, tidak ekonomis, susah untuk menenagkan molekul dengan ukuran lebih kecil Tidak dapat memroses limbah air berminyak yang sangat kental Biaya peralatan yang mahal, tidak dapat memroses logam berat Biaya tinggi, surfaktan dapat berbahaya, dibutuhkan proses alternatif untuk membuang surfaktan dan tidak ekonomis Kurang efektif Peralatan didesain khusus, tidak ekonomis dan tidak efektif untuk skala besar Proses tidak mudah dan kurang efektif Biaya operasi, perawatan dan peralatan yang tinggi Biaya peralatan yang tinggi dan membutuhkan proses alternative untuk menghilangkan ash Kehilangan energi yang dapat didaur ulang, kurang efektif Membutuhkan zat kimia dalam jumlah besar, biaya tinggi dan tidak ramah lingkungan Polusi pasir dan polusi air bawah tanah Proses sangat lambat dan membutuhkan lahan Dapat diterapkan di daerah yang dingin Biaya tinggi dan dapat diterapkan hanya pada skala kecil
Paraffinic hydrocarbon yang memiliki atom karbon kurang dari lima akan berbentuk gas pada suhu kamar dan tekanan atmosfer. Kandungan hidrokarbon yang terdiri dari 5-16 atom karbon berbentuk semi cairan dan yang ≥17 atom karbon berbentuk padatan atau semi padat. Rantai alkana ini berbentuk lurus sehingga relatif tidak 8 beracun dan tidak dapat diuraikan secara biologis oleh mikroba [8]. Komponen alisiklik atau napthene berbentuk cincin yang tersusun dari 5-6 atom karbon dan sangat stabil dan tahan terhadap oksidasi. Cyclopentene dan cyclohexane adalah bicyclic dan polysiclic napthene yang tahan (resistance) dan sulit dihancurkan oleh mikroba. Jumlah senyawa ini umumnya dominan dalam minyak bumi yaitu sekitar 30-40% (Mukhtasor, 2008). Komponen hidrokarbon aromatik jumlahnya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lainnya yaitu hanya sekitar 2-4%. Senyawa aromatik paling sederhana adalah benzena yang berbentuk cincin dengan enam cincin benzena yang terjalin bersama. Secara umum komponen aromatis lebih beracun dan sangat mudah berubah menjadi uap [7]. Selain hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung senyawa lain yakni nitrogen (0-0.09%), belerang (0-1%) dan oksigen (0-2%) dan komponen logam yang mencapai 40 %. Umumnya komponen logam yang paling dominan adalah nikel dan vanadium [8].
dari air sehingga menghasilkan air berkualitas yang tidak saja memenuhi standar baku mutu tapi juga dapat dipergunakan kembali. Proses ini terbukti dapat dilakukan di berbagai sektor industri [10]. Secara keseluruhan, pemisahan melalui membran tergantung pada tiga prinsip dasar, yaitu adsorpsi, sieving, dan fenomena elektrostatis. Mekanisme adsorpsi berkorelasi dengan zat terlarut dan sifat hidrofobik membran. Gambar 1 menunjukkan skema prinsip dasar dari pemisahan menggunakan membran. Proses pemisahan minyak dan air, menggunakan prinsip perbedaan tekanan yang disebabkan sifat yang berbeda pada dua materi yang berbeda. Proses pemisahan membran dengan perbedaan tekanan terdiri dari mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse osmosis. Perbedaan mendasar dari keempat proses itu dijelaskan pada Tabel 2. Mikrofiltrasi (MF) mengacu pada proses filtrasi yang menggunakan membran berpori untuk memisahkan partikel tersuspensi dengan diameter antara 0,1 dan 10 μm. Ultrafiltrasi (UF) adalah filtrasi membran dimana tekanan hidrostatik memaksa cairan menembus membran semipermeabel sehingga padatan tersuspensi dan pelarut dengan berat molekul tinggi tertahan, sedangkan air dan pelarut dengan berat molekul rendah melewati membran Sedangkan, nanofiltrasi adalah proses filtrasi membran yang relatif baru yang sering digunakan untuk pemurnian air dengan jumlah total padatan terlarut yang sedikit seperti air permukaan dan air tanah dengan tujuan untuk softening (penyisihan kation polivalen) dan penyisihan produk samping disinfektan seperti zat organik alam dan sintetik [11]. Reverse osmosis bergantung pada tekanan eksternal yang diaplikasikan pada larutan untuk melawan tekanan osmotiknya. Sehingga hasilnya adalah perpindahan air dari larutan hipertonik ke larutan hipotonik [12]. Di antara keempat jenis membran tersebut, ultrafiltrasi adalah salah satu pengolahan air limbah berminyak yang paling efektif. Dibandingkan dengan metode pemisahan konvensional, UF memiliki efisiensi penyisihan minyak yang lebih tinggi, tanpa penambahan bahan kimia dan biaya energi yang rendah [13]. Membran mikrofiltrasi dapat digunakan untuk memperoleh kembali surfaktan dalam permeat. Membran ini menghasilkan fluks yang tinggi, tetapi memiliki risiko minyak menerebos membran. Jika kandungan garam dalam air limbah berminyak terlalu tinggi, dapat digunakan membran reverse osmosis dan nanofiltrasi. Selain proses membran tersebut, forward osmosis (FO) juga dapat digunakan untuk pengolahan air limbah berminyak. Tidak seperti nanofiltrasi dan reverse osmosis, proses ini membutuhkan tekanan hidrolik yang sangat rendah dan beberapa keuntungan yang berpotensi seperti, kecenderungan fouling yang rendah, penghilangan fouling yang lebih mudah dan pemurnian air yang lebih tinggi.
3. Aplikasi Teknologi Membran untuk Pemisahan Air Limbah Berminyak Pengolahan air limbah berminyak dengan menggunakan proses konvensional atau secara proses kimia sulit dilakukan karena limbah tersebut mengandung konsentrasi suspended solid, COD, kandungan logam, dan minyak yang tinggi [9]. Metode tersebut belum mampu untuk memisahkan minyak-air secara sempurna dan membutuhkan proses pengolahan lebih lanjut. Pemurnian air yang bisa menjawab masalah itu adalah penggunaan membran. Keuntungan dari teknologi membran adalah bekerja tanpa penambahan zat kimia serta kebutuhan energi yang rendah dan mudah prosesnya. Proses pemisahannya sangat mudah; membran berfungsi sebagai lapisan semi-permiabel diantara dua fasa dimana air akan melewati membran sedangkan susbstansi lainnya akan tertahan. Aplikasi membran secara langsung menggunakan proses membran sebagai sistem pengolahan limbah secara fisik yaitu sebagai unit filtrasi (non-biologis). Air limbah dilewatkan pada membran, kontaminan akan terejeksi menjadi konsentrat sementara air yang telah terpisah dari kontaminan limbah akan lolos melewati membran dan keluar dalam bentuk permeat. Permeat yang berasal dari limbah ini dapat digunakan kembali sebagai air proses sehingga mengurangi kebutuhan pemakaian air baku. Hal ini dimungkinkan karena proses membran yang digunakan mampu merejeksi kontaminan-kontaminan berukuran mikron hingga ionik 3
Proses pemisahan membran Absorpsi
Seiving
Proses elektrostatis
Lapisan Cake
Partikel besar terejeksi
Muatan umpan dan membran
Rejeksi partikel besar
Hubungan dengan PH
Fouling membran
Reduksi ukuran pori
Rejeksi partikel kecil
Absorpsi ireversibel
Rejeksi partikel tidak bermuatan
Gambar 1. Skema prinsip dasar dalam pemisahan membran [2] Fouling permukaan adalah deposisi material padat pada membran yang konsolidasi dari waktu ke waktu. Lapisan fouling dapat dikendalikan dengan turbulensi yang tinggi, pencucian yang teratur, dan menggunakan membran hidrofilik atau membran bermuatan untuk meminimalkan adhesi terhadap permukaan membran. Fouling permukaan ummumnya reversibel [14]. Membran UF dapat difabrikasi dalam dua bentuk yaitu bentuk tubular dan bentuk lembaran. Dalam aplikasinya, kedua membran tersebut digunakan dalam bentuk modul-modul. Modul umumnya terdiri atas membran, struktur penunjang tekanan, inlet umpan, outlet konsentrat, dan saluran permeat. Dua modul membran yang paling umum dijumpai di pasaran adalah modul hollow fiber (kapiler) dan spiral wound. Bentuk modul lainnya adalah plate-and-frame, tubular, rotari, vibrasi, dan vortex Dean. Setiap tipe modul memiliki karakteristik khusus yang berdasarkan pada packing densitas, kemudahan dalam perawatan, biaya modul, volume hold up dan kualitas pretreatment [10].
yang menyebabkan penurunan flux dan rejeksi dalam mengolah air limbah berminyak. Tabel 2. Perbandingan proses-proses pemisahan dengan membran dengan gaya dorong tekanan [10] Mikrofiltrasi
Ultrafiltrasi
Pemisahan antarpartikel .
Pemisahan antarmoleku l (bakteri, yeast). Tekanan osmotik diabaikan, tanpa memperhitu ngkan adanya polarisasi konsentrasi. Tekanan yang digunakan rendah (110 bar). Struktur asimetrik.
Tekanan osmotik diabaikan, tanpa memperhitu ngkan adanya polarisasi konsentrasi. Tekanan yang digunakan rendah (< 2 bar). Struktur asimetrik dan struktur simetrik. Ketebalan dari lapisan pemisah: Simetrik 10150 µm Asimetrik 1 µm. Pemisahan berdasarkan ukuran partikel.
4. Karakteristik Membran 4.1. Membran Polimer Bahan polimer yang umum digunakan untuk membran MF / UF adalah polisulfon (PSf), polietersulfon (PES), polyvinylidene fluoride (PVDF), poliakrilonitril (PAN) dan selulosa asetat (CA) [15-18]. Membran polimer mempunyai beberapa keuntungan termasuk efisiensi yang tinggi untuk menghilangkan partikel, emulsi dan minyak terdispersi; ukurannya kecil; kebutuhan energi yang rendah; dan murah. Akan tetapi ada beberapa kelemahan seperti ketidakmampuan untuk memisahkan senyawa volatil dan kecenderungan untuk mengalami fouling lebih cepat 4
Nanofiltrasi & Reverse Osmosis Pemisahan zat terlarut dengan B.M. yang rendah Tekanan osmotik tinggi, sekitar 1-25 bar.
Tekanan yang digunakan tinggi (1-25 bar).
Struktur asimetrik.
Ketebalan dari lapisan Pemisah 0,1-1 µm.
Ketebalan dari lapisan Pemisah 0,1-1 µm.
Pemisahan berdasarkan ukuran partikel.
Pemisahan berdasarkan perbedaan di dalam kelarutan dan difusivitas.
Berbagai pendekatan telah dilakukan untuk meningkatkan hidrofilisitas dan antifouling baik dengan pencampuran hidrofilik aditif maupun dengan mengubah sifat permukaannya melalui modifikasi kimia atau fisik. Dengan menggunakan membran hidrofilik, adhesi minyak pada permukaan membran dapat menurun sehingga fouling membran dapat berkurang dan peningkatan produktivitas air [16]. Pembuatan membran polimer dapat memanfaatkan pendekatan blending untuk menggabungkan sifat yang diinginkan pada membran selama proses inversi fasa. Aditif hidrofilik seperti polivinilpirolidon (PVP) dan polietilen glikol (PEG) biasa digunakan untuk meningkatkan hidrofilisitas dan porositas membran asimetris selama fabrikasi membran. Pencampuran membran terdiri dari PSf dan PEG dan PVP dari berat molekul yang berbeda. Sifat morfologi membran mengalami perubahan dengan penambahan berat molekul yang berbeda dari PVT dan PEG. Perubahan dalam struktur membran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aliran permeat dan penghilangan minyak, juga. Di bawah kondisi persiapan membran optimum, lebih dari 90% minyak berhasil ditahan. Ahydrophilic poly(methyl methacrylate) (PMMA) aditif, di sisi lain, juga digunakan untuk pencampuran dengan membran ultrafiltrasi hidrofobik PVDF. Selain itu, campuran membran seperti polyetherimide /polybenzimidazole/poly(ethylene glycol) (PEI, PBI, PEG) [19], polyethersulfone /celluloseacetate/poly(ethylene glycol) (PES/CA/PEG) [16], polyetherimide /sulfonated poly (ether ether ketone) (PEI/SPEEK) [20] dan sulfonated polycarbonate /polyvinylidene fluoride (SPC/PVDF) juga digunakan untuk pemisahan minyak-air. Pembuatan membran fouling rendah dengan metode pencampuran (blending) dalam beberapa kasus dapat meningkatkan sifat non-fouling membran [21], namun rendahnya stabilitas modifikasi merupakan masalah yang sering terjadi. Komponen hidrofilik sebagai bahan aditif sering terekstrak pada saat pencucian membran atau aplikasi jangka panjang [22]. Selain itu, penambahan kopolimer amfifilik yang terdiri dari gugus hidrofobik dan hidrofilik dalam matriks polimer merupakan teknik yang menguntungkan untuk mempersiapkan sifat yang diinginkan dari campuran membran. Sifat-sifat tersebut memungkinkan kopolimer amphiphilik fleksibel disintesis menjadi berbagai bentuk yang random (r), blok (b) dan graft (g). Kebanyakan modifikasi pada kopolimer amphiphilik berfokus pada segmen hidrofobik daripada hidrofilik. Umumnya, kopolimer amphiphilik dihasilkan dari polimerisasi satu atau lebih monomer untuk memperkenalkan sifat tertentu tanpa membahayakan sifat asli dari polimer induk. Membran Polietersulfon (PES) dimodifikasi oleh kopolimer amphiphilik Pluronic F127 [23]. Kopolimer amphiphilik ditingkatkan
hidrofilisitas permukaan membran yang mengakibatkan fluks permeat lebih tinggi dan antifouling yang lebih baik jika dibandingkan dengan membran yang biasa. Baru-baru ini, modifikasi permukaan membran telah menjadi fokus utama untuk meningkatkan proses pemisahan. Efisiensi pemisahan dan antifouling adalah kriteria penting untuk fungsionalisasi permukaan, yang telah menjadi faktor kunci dalam teknologi membran. Fouling membran, yang merupakan kelemahan utama dalam proses pemisahan membran, dapat dikurangi sampai batas tertentu dengan teknik modifikasi permukaan. Modifikasi permukaan membran terdiri dari lampiran atau pengikatan beberapa interaksi tambahan (afinitas, responsiveness atau sifat katalitik) untuk meningkatkan kinerja membran. Modifikasi permukaan membran dapat dilakukan dengan baik teknik secara fisik maupun kimia. Iradiasi ion beam [24], iradiasi plasma [25] dan deposisi fasa uap [26] adalah teknik secara fisik untuk modifikasi permukaan. Sedangkan, grafting, coating dan treatment asam basa [27] adalah teknik secara kimia. Faktor penting dalam modifikasi permukaan terletak pada sinergi antara sifat yang berguna dari membran dasar dan polimer fungsional baru (layer). Modifikasi permukaan membran difokuskan terutama pada: 1. Meminimalkan fouling dengan mengurangi interaksi antara membran dan molekul yang tidak diinginkan dari umpan. 2. Meningkatkan selektivitas atau bahkan pembentukan fungsi pemisahan yang sama sekali baru [28]. Modifikasi secara kimia, terutama grafting, memainkan peran penting dalam peningkatan kinerja membran. Dalam grafting, dua alternatif pendekatan dibedakan. 'Grafting-to' dilakukan dengan menghubungkan polimer permukaan, sedangkan 'grafting-from', monomer dipolimerisasi menggunakan inisiasi di permukaan. 'Grafting-to' sangat mudah dibedakan dan dapat dikendalikan dengan sintesis, sedangkan, 'grafting-from' sulit untuk dikontrol dan dibedakan. Sementara itu, densitas grafting sangat bervariasi dengan 'graftingfrom' dan terbatas pada proses 'grafting-to' [29]. Keuntungan dari grafting adalah kemampuan untuk memodifikasi permukaan polimer dengan sifat yang berbeda melalui pilihan monomer yang berbeda, proses graft yang terkendali dengan densitas tinggi dan lokalisasi yang tepat ke permukaan tanpa mempengaruhi sifat bulk, stabilitas kimia jangka panjang yang dijamin oleh lampiran kovalen dari proses graft. Selain itu, ukuran pori dan permukaan hidrofobik adalah karakteristik penting untuk membran komersial. Kedua karakteristik tersebut memainkan peran sentral dalam kinerja membran. Beberapa pendekatan telah dilakukan oleh para peneliti membran dan produsen untuk meningkatkan hidrofilisitas membran dengan mencangkok berbagai polimer hidrofilik (dengan gugus fungsional yang berbeda) ke membran. Dalam beberapa 5
kasus, proses ini bisa mengubah densitas muatan dari permukaan membran yang sangat penting untuk selektivitas. Pendekatan lain yang efektif adalah modifikasi permukaan superhydrophobic-superoleophilic atau superhydrophilic-superoleophobic untuk pemisahan minyak- air karena tegangan permukaan yang berbeda dari minyak dan air sehingga pemisahan bisa berlangsung dengan lebih baik [30]. Kemampuan permukaan membran menjadi basah tergantung pada energi bebas permukaan dan struktur geometri permukaan [31].
keramik adalah adanya akumulasi komponen umpan pada pori dan permukaan membran yang dikenal sebagai fouling dan dapat menurunkan fluks permeat yang dihasilkan. 4.3. Membran Bioreaktor Bioreaktor membran (BRM) dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis BRM yaitu bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa, bioreaktor membran aerasi, dan bioreaktor membran ekstraktif . Ketiga jenis bioreaktor membran ini memiliki fungsi masing-masing yang disesuaikan dengan jenis limbah. Untuk limbah air berminyak, dapat digunakan bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa. Keuntungan yang didapat dari penggunaan membran adalah penghematan ruang, kualitas efluen yang lebih baik, retensi sempurna terhadap mikroba sehingga konsentrasi biomassa dapat dibuat setinggi-tingginya sekaligus sebagai proses desinfeksi terhadap efluen tanpa penambahan zat kimia. Bioreaktor pemisahan biomassa dapat dilakukan dalam kondisi aerob dan anaerob. Bioreaktor membran ini dapat menghilangkan COD, BOD, SS, dan total N dengan efisiensi yang tinggi [38].
4.2. Membran Keramik Selain membran yang terbuat dari polimer, ada juga membran yang terbuat dari keramik. Membran keramik biasanya dibuat dalam dua bentuk geometri utama yaitu tubular dan flat. Kelebihan membran keramik terletak pada stabilitas termalnya yang baik, memiliki ketahanan terhadap senyawa kimia dan degradasi biologis ataupun mikroba, serta relatif mudah untuk dibersihkan dengan cleaning agent. Saat ini implementasi membran keramik juga banyak dijumpai pada industri kimia (untuk pemisahan produk dan pembersihan), industri logam (daur ulang dan pembuangan zat zat penghilang minyak dan lemak, recovery logam berat), industri tekstil (penghilangan zat warna), makanan dan minuman (penjernihan jus dan bir, sterilisasi susu dan whey) [32]. Umumnya, proses fabrikasi membran keramik berpori terdiri atas tiga tahapan yaitu pembentukan suspensi partikel, pembuatan suspensi partikel menjadi prekursor membran dengan bentuk tertentu seperti flatsheet, monolith atau tubular serta konsolidasi membran keramik dengan perlakuan panas pada suhu tinggi. Membran keramik telah dimanfaatkan dalam pengolahan air pencucian dari saringan pasir lambat [33]. Proses koagulasi-flokulasi untuk mengolah limbah deterjen dapat menggunakan Feri Chlorida dan polielektrolit serta mineral clay [34]. Penggunaan membran keramik berbasis tanah liat dan dedak padi dapat menurunkan kadar ion besi dalam air permukaan sampai 95% sedangkan untuk ion arsen sangat tergantung pada ratio Fe/As dalam air permukaan [35]. Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan filter keramik [36] memperlihatkan bahwa filter keramik yang dibuat dengan perbandingan tertentu dari tanah liat dan abu batu bara dan dikombinasikan dengan pretreatment awal menggunakan silika, zeolit dan karbon aktif ternyata cukup efektif dalam menurunkan TDS, logam berat dan juga amonia dari limbah cair sekunder pada industri pupuk urea. Salah satu kelemahan yang dijumpai adalah sifat membran yang rapuh dan mudah patah (brittle). Untuk memperkuat struktur keramik yang dibuat dapat digunakan serbuk besi [37]. Masalah utama yang dihadapi pada aplikasi praktis dari pemisahan dengan membran termasuk membran
5. Kesimpulan Teknologi pemisahan membran merupakan salah satu teknologi pemisahan menjanjikan dalam pengolahan air limbah berminyak. Kebutuhan air untuk organisme hidup akan selalu meningkat. Proses pemisahan membran secara ekonomi lebih efektif dibandingkan dengan metode komersial lainnya. Selain itu, banyak R&D berfokus pada pemurnian membran dalam air limbah berminyak. Berdasarkan penelitian dalam pengolahan air limbah berminyak, proses ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi menunjukkan hasil yang lebih menonjol dalam pemurnian air limbah berminyak. Namun, membran anorganik lebih menarik dalam hal efisiensi. Membran keramik dengan biaya rendah lebih efektif dan sangat penting untuk pengolahan air limbah berminyak. Dibutuhkan bahan keramik baru, yang sangat kurang interaksinya dengan bahan lengket sehingga tidak menyebabkan fouling. Fouling adalah kelemahan utama untuk proses pemurnian. Air limbah berminyak mengandung banyak kotoran dan zat yang sangat beracun serta beberapa molekul lengket. Molekul-molekul lengket akan menyebabkan fouling membran dan mengurangi masa pakai membran serta menjadi penghambat dalam proses filtrasi. Oleh sebab itu, bahan yang dapat mengurangi fouling sangat penting untuk pemisahan membran. Dibutuhkan juga proses backwash yang baru yang tidak berbahaya dan mudah untuk diproses. Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk lebih meningkatkan kinerja membran. Modifikasi permukaan dengan monomer tertentu akan meningkatkan kinerja 6
membran dan menunjukkan sifat antifouling yang lebih baik. Beberapa permukaan membran yang dimodifikasi telah digunakan dalam skala pilot dan diamati hasil yang menjanjikan. Sementara itu, parameter operasi juga memegang peran penting dalam meningkatkan kinerja pemisahan. Pengembangan membran secara kontinyu akan memberikan hasil yang efektif dalam pengolahan air limbah berminyak yang feasible secara ekonomi.
[15] J. Kong, K. Li, Oil removal from oil-in-water emulsions using PVDF membranes, Sep. Purif. Technol. 16 (1999) 83–93. [16] A. Mansourizadeh, A. Javadi Azad, Preparation of blend polyethersulfone /cellulose acetate/polyethylene glycol asymmetric membranes for oil–water separation, J. Polym. Res. 21 (2014) 1–9. [17] N.A. Ochoa, M. Masuelli, J. Marchese, Effect of hydrophilicity on fouling of an emulsified oil wastewater with PVDF/PMMA membranes, J. Membr. Sci. 226 (2003) 203–211. [18] A. Rahimpour, S.S. Madaeni, Polyethersulfone (PES) / cellulose acetate phthalate (CAP) blend ultrafiltration membranes: preparation, morphology, performance and antifouling properties, J. Membr. Sci. 305 (2007) 299–312. [19] Z.-L. Xu, T.-S. Chung, K.-C. Loh, B.C. Lim, Polymeric asymmetric membranes made from polyetherimide/polybenzimidazole/poly(ethylene glycol) (PEI/PBI/PEG) for oil–surfactant–water separation, J. Membr. Sci. 158 (1999) 41–53. [20] W.R. Bowen, S.Y. Cheng, T.A. Doneva, D.L. Oatley, Manufacture and characterisation of polyetherimide/ sulfonated poly(ether ether ketone) blend membranes, J. Membr. Sci. 250 (2005) 1–10. [21] W. Zhao, Y. Su, C. Li, Q. Shi, X. Ning, Z. Jiang, Fabrication of antifouling polyethersulfone ultrafiltration membranes using Pluronic F127 as both surface modifier and pore-forming agent, J. Membr. Sci. 318, (2008) 405. [22] H. Susanto, A. Roihatin, Modifikasi Metode Inversi Fasa dengan Polimerisasi Redoks untuk Pembuatan Membran Ultrafiltrasi Fouling Rendah, (2011) 01-06. [23] W. Chen, J. Peng, Y. Su, L. Zheng, L. Wang, Z. Jiang, Separation of oil/water emulsion using Pluronic F127 modified polyethersulfone ultrafiltration membranes, Sep. Purif. Technol. 66 (2009) 591–597. [24] C. Hegde, A.M. Isloor, M. Padaki, P. Wanichapichart, Y. Liangdeng, Synthesis and desalination performance of Ar+–N+ irradiated polysulfone based new NF membrane, Desalination 265 (2011) 153–158. [25] V. Moghimifar, A. Raisi, A. Aroujalian, Surface modification of polyethersulfone ultrafiltration membranes by corona plasma-assisted coating TiO2 nanoparticles, J. Membr. Sci. 461 (2014) 69–80. [26] M. Padaki, A.M. Isloor, K. Nagaraja, H. Nagaraja, M. Pattabi, Conversion of microfiltration
Daftar Pustaka References [1] P.D. Sutrisna, Pemisahan Emulsi Minyak Dalam Air dengan Membran Berslot Mode Operasi Dead End, (2010) 01-07. [2] I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, Khoiruddin, “Teknologi Membran dalam Pengolahan Limbah.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. [3] M. Padaki, R. Surya Murali, M. S. Abdullah, N. Misdan, A. Moslehyani, M. A. Kassim, N. Hilal, A. F. Ismail, Desalination, 357 (2015) 197–207. [4] I.G. Wenten. “Teknologi Membran: Prospek dan Tantangannya.”” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2015. [5] G.Y. Nattasya, Pengaruh Sedimen Berminyak Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis Sp., Skripsi S1, Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2009. [6] F. Srikandi, Polusi Air dan Udara, Kanisius, Yogyakarta, 1992. [7] H. E. Supriharyono, Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002. [8] Mukhtasor, Pencemaran Pesisir dan Lautan, Jakarta, Padnya Paramita. xxv+332, 2008. [9] M. Widyasmara, Potensi Membran Mikrofiltrasi dan Ultrafiltrasi untuk Pengolahan Limbah Cair Berminyak, (2013) 295-307. [10] I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, A.N. Hakim, “Teknologi Membran dalam Pengolahan Air.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. [11] M. Mulder, Basic Principle of Membrane Technology, 2nd ed. Kluwer Academic Publisher, 1996. [12] I.G. Wenten, Khoiruddin, A.N. Hakim, P.T.P. Aryanti. “Teori Perpindahan dalam Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2012. [13] Y. He, Z.-W. Jiang, Technology review: treating oil field wastewater, Filtr. Sep. 45 (2008) 14–16. [14] I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti. “Ultrafiltrasi dan Aplikasinya.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. 7
[27]
[28] [29]
[30]
[31]
[32]
[33]
[34]
[35]
[36]
[37]
[38]
membrane into nanofiltration membrane by vapour phase deposition of aluminium for desalination application, Desalination 274 (2011) 177–181. M. Padaki, A.M. Isloor, G. Belavadi, K.N. Prabhu, Preparation, characterization and performance study of poly (isobutylene-alt-maleic anhydride) [PIAM] and polysulfone [PSf] composite membranes before and after alkali treatment, Ind. Eng. Chem. Res. 50 (2011) 6528–6534. M. Ulbricht, Advanced functional polymer membranes, Polymer 47 (2006) 2217–2262. S. Minko, Grafting on solid surfaces:“grafting to” and “grafting from” methods, in: M. Stamm (Ed.), Polymer Surfaces and Interfaces, Springer, Berlin Heidelberg, 2008, pp. 215–234. X. Feng, L. Jiang, Design and creation of superwetting/antiwetting surfaces, Adv. Mater. 18 (2006) 3063–3078. R.N. Wenzel, Resistance of solid surfaces to wetting by water, Ind. Eng. Chem. 28 (1936) 988– 994. K.M. Nowak, Application of ceramic membranes for the separation of dye articles, Desalination, 254, (2010) 185-191 Weiying, L, A.Yuasa, D. Bingzi, D. Huiping, G. Naiyun, Study on backwash wastewater from rapid sand-filter by monolith ceramic membrane, Desalination, 250, (2010) 712-715 Aygun, A. dan T. Yilmaz, Improvement of Coagulation-Flocculation Process for Treatment of Detergent Wastewaters Using Coagulant Aids, International Journal of Chemical and Environmental Engineering, 1, 2, (2010) 97-101 Shafiquzzaman, M.S. Azam, J. Nakajima, Q.H. Bari, Investigation of arsenic removal performance by a simple iron removal ceramic filter in rural households of Bangladesh. Desalination, 265 (2011) 60–66 S. Nasir, D. Anggraeni, R. Agustina, Pembuatan Filter Mikrofiltrasi dari Clay dan Fly Ash dalam Pengolahan Limbah Cair. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia, Unpar, Bandung, 2010. S. Nasir, Teguh Budi, Pengolahan Air Limbah Hasil Proses Laundry Menggunakan Filter Keramik Berbahan Tanah Liat Alam dan Zeolit, Universitas Sriwijaya, Indralaya, 2011. I.G. Wenten, A.N. Hakim, P.T.P. Aryanti, “Bioreaktor Membran untuk Pengolahan Limbah Industri.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014.
8