BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknologi Membran Membran merupakan suatu lapisan tipis antara dua fasa fluida yaitu fasa umpan (feed) dan fasa permeat yang bersifat sebagai penghalang (barrier) terhadap suatu spesi tertentu, yang dapat memisahkan zat dengan ukuran yang berbeda serta membatasi transpor dari berbagai spesi berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Membran bersifat semipermeabel, berarti membran dapat menahan spesi-spesi tertentu yang lebih besar dari ukuran pori membran dan melewatkan spesi-spesi lain dengan ukuran lebih kecil. Sifat selektif dari membran ini dapat digunakan dalam proses pemisahan. Proses pemisahan dengan membran mempunyai kemampuan memindahkan salah satu komponen berdasarkan sifat fisik dan kimia dari membran serta komponen yang dipisahkan. Perpindahan yang terjadi karena adanya gaya dorong (driving force) dalam umpan yang berupa beda tekanan (∆P), beda konsentrasi (∆C), beda potensial listrik (∆E) dan beda temperatur (∆T) serta selektifitas membran yang dinyatakan dengan rejeksi. Pada gambar 2.1 memperlihatkan skema proses pemisahan dengan membran (Mulder,1991).
fasa 1
umpan
membran
fasa 2
permeat driving force ΔC, ΔP, ΔT, ΔE, R
Gambar 2.1 Skema pemisahan dengan menggunakan membran
Universitas Sumatera Utara
Membran dapat dibuat dari bahan alami dan bahan sintetis, dimana bahan alami adalah bahan yang berasal dari alam seperti dari pulp, kapas sedangkan bahan sintetis dibuat dari bahan kimia seperti polimer. Membran juga dapat dibuat dari polimer alam (organik) dan polimer anorganik. Membran berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Filtrasi dengan menggunakan membran berfungsi sebagai sarana pemisahan dan juga sebagai pemekatan dan pemurnian dari suatu larutan yang dilewatkan pada membran tersebut. Teknologi
membran
mempunyai
beberapa
keunggulan
yaitu
proses
pemisahannya berlangsung pada suhu kamar, dapat dilakukan secara kontiniu, sifat yg bervariasi, dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Proses pemisahan dengan membran menggunakan gaya dorong berupa beda kuat tekan, medan listrik dan beda konsentrasi dan dapat dikelompokkan menjadi mikromembran, ultramembran, nanomembran dan reverse osmosis. Selain memiliki sifat yang unggul, teknologi membran juga mempunyai kelemahan yaitu pada fluks dan selektifitas. Pada proses membran terjadi perbedaan yang berbanding terbalik antara fluks dan selektifitas. Semakin tinggi fluks berakibat menurunnya selektifitas pada membran. Sedangkan yang paling diharapkan pada membran adalah mempertinggi fluks dan selektifitas dari kinerja membran tersebut(Agustina, Siti dkk, 2008).
2.1.1 Klasifikasi Membran Membran dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu : a. Membran Polimer Pada dasarnya semua polimer dapat digunakan sebagai penghalang (barrier) atau material membran namun sifat fisika dan sifat kimianya sangat berbeda dikarenakan hanya polimer tertentu yang dapat digunakan dalam percobaan.
Universitas Sumatera Utara
Membran polimer diklasifikasikan menjadi membran berpori dan membran tidak berpori. Membran berpori diaplikasikan pada mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi, sedangkan membran nonpori diaplikasikan pada pemisahan gas dan pervaporation. Faktor utama untuk penentuan pemisahan material pada membran berpori adalah ukuran pori dan distribusi ukuran pori serta stabilitas kimia dan termal pada membran. Sedangkan pada membran nonpori yang digunakan untuk pemisahan gas/pervaporasi ditentukan oleh performansi membran yaitu pada selektifitas dan fluks. Pada umumnya menggunakan membran asimetrik. b. Membran Anorganik Pada membran anorganik stabilitas kimia dan termalnya berhubungan dengan material polimer. Pembagian tipe membran anorganik dibedakan menjadi 3, yaitu : 1. Membran keramik 2. Membran gelas 3. Membran metalik Membran keramik dibentuk dengan perpaduan sebuah logam dengan non logam sehingga membentuk oksida, nitrida, atau karbida. Membran gelas (silika, SiO 2 ) menggunakan teknik demixed glasses. Sedangkan membran metalik ditentukan dengan sintering bubuk logam, namun penjelasan mengenai membran ini masih terbatas. c. Membran Biologi Struktur dan fungsi dari membran biologi sangat berbeda dengan membran sintetik. Membran biologi atau membran sel mempunyai struktur yang sangat kompleks. Karakteristik beberapa membran sel mengandung struktur lipid bilayer.
Jenis-jenis membran dan strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.2. Berdasarkan strukturnya, membran dibagi menjadi dua jenis yaitu membran simetris
Universitas Sumatera Utara
dan asimetris. Membran simetris tersusun atas satu macam lapisan (homogen) dengan ketebalan 10-200 μm. Membran jenis ini dapat menahan hampir semua partikel umpan dalam pori-porinya sehingga dapat tersumbat dan menurunkan permeabilitas dengan cepat. Membran asimetris terdiri dari lapisan tipis yang aktif dan beberapa lapisan pendukung yang berpori di bawahnya (heterogen). Ukuran dan kerapatan porinya tidak sama dari bagian atas ke bagian bawah. Ketebalan lapisan tipisnya adalah 0,1-0,5 μm dan lapisan pendukungnya 50-150 μm.
Membran simetris ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()
(a) Berpori
(b) Tak-berpori Membran asimetris
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxx (c) Berpori (d) Lapisan atas tak-berpori Gambar 2.2 Membran berdasarkan strukturnya
Berdasarkan prinsip pemisahannya, membran digolongkan kepada tiga kelompok, yaitu : a. Membran berpori (porous membrane) Membran ini digunakan untuk pemisahan partikel besar hingga makromolekul (mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi). Ukuran pori akan menentukan sifat pemisahannya, dimana selektifitas yang tinggi dapat diperoleh jika ukuran pori lebih kecil daripada ukuran partikel yang akan dipisahkan
Universitas Sumatera Utara
b. Membran tidak berpori (dense membrane) Membran ini digunakan dalam pemisahan gas dan pervaporasi yang mampu memisahkan campuran senyawa yang memiliki berat molekul relatif sama, misalnya dalam proses pemisahan gas yang dapat memisahkan campuran H 2 /N 2 , O 2 /N 2 , CO 2 /N 2. Selektifitas pada membran ini terjadi akibat perbedaan kelarutan (solubility) atau difusifitas. c. Membran cair Pada membran ini proses transpor tidak dipengaruhi oleh membran atau material membran, melainkan oleh molekul pembawa (carrier) yang sangat spesifik. Pembawa yang mengandung membran berada di dalam pori membran. Selektifitas membran bergantung kepada kekhususan molekul pembawa yang digunakan.
Berdasarkan gradien tekanan sebagai daya dorong dan permeabilitasnya, membran dibagi menjadi: a.
Mikrofiltrasi (MF) Membran ini beroperasi dengan tekanan sekitar 0,1 – 2 bar dan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar
b.
Ultrafiltrasi (UF) Membran ini beroperasi dengan tekanan berkisar 1-5 bar dan permeabilitasnya 10 – 50 L/m2.jam.bar
c.
Nanofiltrasi Membran ini beroperasi dengan tekanan berkisar 5 – 20 bar dan permeabilitasnya mencapai 1,4 – 12 L/m2.jam.bar
d.
Reserve Osmosis (RO) Membran ini beroperasi dengan tekanan berkisar 10 – 100 bar dan permeabilitasnya mencapai 0,005 – 1,4 L/m2.jam.bar
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Karakterisasi Membran Mikrofiltrasi Mikrofiltrasi merupakan pemisahan partikel berukuran mikron atau submikron yaitu berkisar diantara 0,1 – 10 μm. Ada beberapa metoda yang digunakan dalam karakterisasi membran mikrofiltrasi, yaitu : a. Scanning Electron Microscopy (SEM) SEM merupakan salah satu teknik yang digunakan pada karakterisasi membran yang berfungsi untuk mengamati struktur pori. SEM dapat mengamati semua bentuk struktur membran mikrofiltrasi, diantaranya struktur permukaan membran, dan penampang lintang membran. b. Metoda permeabilitas Membran yang bagus adalah membran yang mempunyai permeabilitas dan selektifitas yang tinggi. Permeabilitas membran diukur dengan menentukan koefisien rejeksinya, yaitu kemampuan membran untuk menahan partikel terlarut, sedangkan pelarutnya melewati membran. Karakterisasi ini diperlukan untuk mengetahui kekuatan membran terhadap gaya luar yang dapat merusak membran. c. Metoda bubble-point Metoda bubble point merupakan salah satu metoda karakterisasi membran mikrofiltrasi untuk melihat ukuran pori maksimum pada suatu membran. Diperlukan suatu peralatan bubble point test dengan menggunakan tekanan untuk meniup udara yang melewati membran cair. d. Metoda mercury intrusion Metoda mercury intrusion merupakan variasi dari metoda bubble point. Pada metoda ini, merkuri didorong ke dalam membran kering dengan volume yang disesuaikan dengan tekanan yang digunakan.
2.1.3 Teknik Pembuatan Membran Teknik pembuatan membran yang penting diantaranya adalah sintering, stretching, track-etching, solution coating, inversi fasa, proses sol-gel, dan vapour deposition
Universitas Sumatera Utara
(Mulder,1991). Sebagian besar membran yang diproduksi saat ini dibuat dengan metode inversi fasa melalui teknik presipitasi terendam. Membran inversi fasa dapat dibuat dari berbagai macam polimer dengan syarat polimer yang digunakan harus larut pada pelarut yang sesuai atau campuran pelarut. Secara umum membran dapat dibuat menjadi dua konfigurasi yaitu datar (lembaran) atau pipa (turbular). Tahapan dasar pembuatan membran dengan teknik inversi fasa (presipitasi terendam) (Roilbilad’s 2010) yaitu : a. Pembuatan larutan polimer b. Proses casting (penebaran diatas permukaan) membentuk lapisan tipis(100200 μm) c. Perendaman di non pelarut di bak koagulasi d. Perlakuan akhir Inversi fasa adalah suatu proses dimana polimer ditransformasi dari fasa cair ke fasa padat melalui mekanisme pengontrolan tertentu. Proses perubahan fasa ini sangat sering diawali dengan transisi fasa cairan pembentuk membran dari satu fasa cairan menjadi dua fasa cairan (liquid-liquid demixing). Pada tahap tertentu selama proses demixing, salah satu fasa cairan mengalami pembekuan sehingga fasa padat terbentuk. Dengan mengendalikan tahap awal perubahan fasa, maka morfologi membran dapat dikendalikan. Kebanyakan membran yang diproduksi dengan presipitasi terendam. Larutan polimer (dope) disebar pada media pencetakan kemudian direndam di bak koagulasi yang berisi non-pelarut. Presipitasi terjadi karena pertukaran pelarut dan non-pelarut. Struktur membran yang dihasilkan merupakan akibat dari kombinasi perpindahan masa dan pemisahan fasa.
2.1.4 Kinerja Membran Kemampuan membran dalam menyaring suatu zat atau molekul diketahui dari permeabilitas dan selektifitas membran. Efisiensi membran diketahui melalui permeabilitas, sedangkan kemampuan pemisahan diketahui melalui selektifitas.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.1 Permeabilitas Permeabilitas merupakan kecepatan permeasi diartikan sebagai volume yang melewati membran persatuan luas dalam satuan waktu tertentu dengan gaya penggerak berupa tekanan. Permeabilitas membran dilihat dari fluks. Fluks adalah kecepatan aliran melewati membran dihitung dengan persamaan (1): (1)
Dalam hal ini: J adalah fluks cairan, V adalah volume permeat, t adalah waktu permeat dan A adalah luas permukaan membran. Grafik fluks terhadap tekanan akan menghasilkan garis lurus dan kemiringan (slope) merupakan konstanta permeabilitas sesuai dengan
persamaan (2).
J = L p. ∆P
(2)
L p merupakan permeabilitas air dan ∆P merupakan perubahan tekanan. 2.1.4.2 Selektifitas Selektifitas menggambarkan kemampuan membran memisahkan satu jenis spesi dari yang lain. Selektifitas dinyatakan oleh 2 parameter, yaitu tolakan (R) dan faktor pemisahan (α). Parameter tolakan berlaku pada sistem pemisahan padat-cair, sedangkan faktor pemisahan ditentukan pada sistem pemisahan gas-gas dan cair-cair. Penentuan tolakan ditentukan oleh persamaan (3). (3)
Dalam hal ini, Cp adalah konsentrasi zat terlarut di dalam permeat dan Cb adalah rata-rata konsentrasi zat terlarut di dalam umpan (feed) dan retentat. Konsentrasi permeat dan retentat dapat diukur dengan spektrofotometri sinar tampak.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran pori juga berperan dalam menentukan selektifitas membran. Membran yang memiliki ukuran pori kecil akan memberikan tolakan yang lebih besar daripada membran yang mempunyai ukuran pori lebih besar (Mulder, 1991). Wenten (1999) menyatakan bahwa terdapat empat jenis desain membran yaitu dead-end, cross-flow, hybrid dead-end crossflow dan cascade. Sistem dead-end arah aliran tegak lurus terhadap membran, mempunyai kelemahan yaitu cenderung mengakibatkan fouling yang sangat tinggi karena terbentuknya cake di permukaan membran pada sisi umpan. Sedangkan pada sistem crossflow, umpan dialirkan arah sejajar dengan permukaan membran. Akibatnya pembentukan cake terjadi sangat lambat karena tersapu oleh gaya geser yang disebabkan oleh aliran crossflow umpan.
Umpan
Umpan
Rentetat
Rentetat
Permeat (a)
Permeat (b)
Gambar 2.3 Perbandingan sistem desain operasi (a) dead-end, (b) crossflow
2.2 Polisulfon Sebagai Material Membran Polisulfon adalah salah satu polimer dengan berat molekul besar yang mengandung gugus sulfonat dan inti aromatik dalam rantai polimer utama. Sifat polimer ini adalah keras, rigid dan memiliki sifat termoplastik dengan suhu transisi gelas 180-250oC. Polisulfon merupakan polimer yang mengandung sulfur yang dihasilkan dari sintesa substitusi aromatik nukleofilik antara aromatik halida dengan garam bisfenol. Polimer ini bersifat hidrofobik karena mempunyai gugus aromatik pada struktur
Universitas Sumatera Utara
kimianya dan memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah namun masih bisa larut dalam beberapa pelarut polar (Kesting,1993).
Gambar 2.4 Struktur molekul polisulfon
Salah satu sifat polisulfon sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan membran adalah sifatnya yang stabil, tahan terhadap perubahan pH karena mempunyai rentang pH yang lebar (1-13), tidak meregang meskipun pada suhu yang tinggi dan sifat fleksibilitas dan kekuatan yang tinggi. Unit pengulangan polimer ini adalah difenil sulfon. Gugus –SO 2 dalam polimer polisulfon cukup stabil yang disebabkan oleh gaya tarik elektronik teresonansi antar gugus-gugus aromatik. Molekul-molekul oksigen dengan 2 pasang elektron tak berpasangan didonorkan untuk membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan pelarut (wenten,1999).
2.3 N,N-Dimetilasetamida (DMAc) N,N-Dimetilasetamida (DMAc) merupakan pelarut organik dengan rumus kimia CH 3 C(O)N(CH 3 ) 2 . DMAc adalah pelarut yang tidak mudah menguap dan mempunyai titik didih 166oC, bersifat racun dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata. Pelarut memiliki massa jenis 0,94 gr/cm3 dan merupakan pelarut yang baik untuk polimer polisulfon.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Struktur N,N-Dimetilasetamida
2.4 Bentonit Bentonit adalah salah satu lempung yang banyak terdapat di wilayah Indonesia dengan kemampuan daya koloid yang kuat dan bila bercampur dengan air maka dapat mengembang. Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85 – 95%, bersifat plastis dan koloidal tinggi. Bentonit mengandung monmorilonit dengan rumus kimia Al 2 O 3 .4SiO 2 + xH 2 O. Berdasarkan sifat fisiknya bentonit dibedakan atas Na-Bentonit dan Ca-Bentonit. Secara geologi bentonit terjadi karena hasil dari pelapukan, hidrotermal, akibat transformasi dan sedimentasi. Bentonit memiliki komposisi kalsium oksida (CaO) sebanyak 0.23%, magnesium oksida (MgO) sebanyak 0.98%, aluminium oksida (Al 2 O 3 ) sebanyak 13.45%, ferri oksida (Fe 2 O 3 ) sebanyak 2.18%, silika (SiO 2 ) sebanyak 74.9%, kalium oksida (K 2 O) sebanyak 1.72% dan air sebanyak 4%.
Gambar 2.6 Struktur molekul mineral monmorillonit (Theng, 1979)
Universitas Sumatera Utara
Struktur monmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silikon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida tetrahedral. Pada tetrahedral, empat atom oksigen berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Sedangkan pada oktahedral atom alumunium berikatan dengan enam atom oksigen pada ujung struktur (Soedjoko, 1987). Mineral-mineral bentonit umumnya berupa butiran sangat halus yang mempunyai struktur kristal berlapis dan berpori. Mineral tersebut mempunyai kemampuan mengembang (swellability) karena ruang antar lapis yang dimilikinya, dan dapat mengakomodasi ion-ion atau molekul terhidrat dengan ukuran tertentu. Potensi mengembang-mengerut dan adanya muatan negatif yang tinggi merupakan penyebab mineral ini dapat menerima dan menyerap ion-ion logam dan kation-kation organik menghasilkan senyawa komplek berupa organo-mineral. Kation organik diyakini mampu menggantikan kation-kation anorganik pada posisi antar lapis (Tan, 1993). Berdasarkan tipenya, bentonit dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Na-Bentonit Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih dan dalam keadaan basah berwarna coklat dan akan mengkilap apabila terkena sinar matahari. Suspensi koloidal mempunyai pH 8,5 sampai dengan 9,8. Na bentonit digunakan sebagai bahan perekat, pengisi, lampu bor sesuai dengan sifatnya yang mampu membentuk suspensi kental setelah bercampur dengan air. b. Ca-Bentonit Bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, namun secara alami setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik. Dalam keadaan kering berwarna abu-abu, biru, kuning, merah, coklat. Suspensi koloidal mempunyai pH 4 sampai 7.
Universitas Sumatera Utara
Ca bentonit banyak digunakan untuk sebagai bahan lampu bor setelah melalui pertukaran ion sehingga terjadi perubahan menjadi Na-bentonit dan diharapkan menjadi peningkatan sifat reologi dari suspensi mineral tersebut.
Secara umum menurut Minto Supeno (2009) proses terjadinya bentonit di alam ada 4, yaitu : a. Terjadi karena proses pelapukan batuan Pembentukan bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidogen yang terdapat di dalam air dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat dalam batuan. Mineral utama dalam pembentukan bentonit adalah plagioklas, kalium-feldspar, biotit, muskovit dan senyawa alumina dan ferromagnesian. b. Terjadi karena proses hidrotermal alam Dengan adanya unsur logam alkali dan alkali tanah, mineralmika, ferromagnesian, feldspar, dan plagioklas pada umumnya akan membentuk monmorilonit. Proses hidrotermal mempengaruhi alterasi yang sangat lemah sehingga mineral-mineral yang kaya magnesium cenderung membentuk mineral klorit. c. Terjadi karena proses transformasi Pada daerah danau, lautan, dan cekungan sedimentasi terjadi proses transformasi (pengubahan) abu vulkanis yang mempunyai komposisi gelas yang akan menjadi mineral lempung. Pada daerah gunung merapi akan terjadi transformasi apabila debu gunung merapi diendapkan dalam cekungan seperti danau dan air. d. Terjadi karena proses pengendapan batuan Secara kimiawi terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali) dan
terbentuk
pada
cekungan
sedimen
yang
bersifat
basa.
Unsur
pembentuknya yaitu karbonat, silika, fosfat, dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan unsur aluminium dan magnesium.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Sifat-sifat Fisis Bentonit Bentonit memiliki beberapa sifat fisis, diantaranya : a. Kapasitas pertukaran kation/cation exchange capacity Sifat ini menentukan jumlah kadar air yang diserap oleh bentonit di dalam kesetimbangan reaksi kimia. Struktur kisi-kisi montmorilonit ion dan kation mudah tertukar dan menarik air menyebabkan bentonit segar mengembang bila dimasukkan ke dalam air, semakin tinggi harga serapan maka mutu semakin baik. b. Daya serap Adanya ruang pori antar ikatan mineral lempung serta ketidaksetimbangan muatan listrik dalam ion-ionnya maka bentonit dapat digunakan sebagai galian penyerap pada berbagai keperluan. Daya serap bentonit dapat ditingkatkan dengan menambahkan larutan asam atau disebut dengan aktivasi. c. Luas permukaan Makin luas bentonit makin besar zat yang melekat, maka bentonit dapat dipakai sebagai galian pembawa dalam insektisida, pengisi kertas, plastik. Luas permukaan biasanya dinyatakan sebagai galian jumlah luas permukaan kristal/butir bentonit yang berbentuk tepung setiap gram berat (m2/gr). d. Reologi Bentonit apabila dicampurkan dengan air dan dikocok maka akan menjadi agar-agar, namun apabila didiamkan akan mengeras seperti semen. Apabila kekentalan dan daya suspensinya baik maka bentonit ini baik untuk lumpur pemboran, industri cat, kertas. e. Sifat mengikat dan melapisi Kemampuan bentonit mengikat bijih/logam dan melapisi, membuat bentonit dapat digunakan untuk pengikat pelet konsentrat/bijih dan perekat cetakan logam. f. Sifat plastis Digunakan sebagai bahan galian pencampur keramik maupun dempul kayu.
Universitas Sumatera Utara
Dari sifat-sifat fisis dan kimia dari bentonit merupakan bagian yang penting pada setiap karakterisasi lempung baik sebagai katalis, pendukung katalis, maupun adsorben.
2.4.2 Bentonit Kabupaten Bener Meriah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Topografi alam Kabupaten Bener Meriah bercorak pergunungan dan perbukitan serta sedikit lembah. Secara geografis, Kabupaten Bener Meriah terletak pada 4o33’50’’ – 4o54’50’’ LU dan 96o40’75’’ – 97o17’50’’ BT serta berada pada ketinggian 100-2.500 m dpl. Berdasarkan hasil inventarisasi dan evaluasi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2010), geologi yang teramati di Kabupaten Bener Meriah teramati 8 formasi dari 28 formasi dan terdapat 23 lokasi bahan galian non logam berupa : andesit, bentonit, batu gamping, feldspar, granit, diorit, lempung, magnesit, batu mulia nephrit, serpentinit, sirtu dan tras. Bahan galian yang disarankan untuk dikembangkan di Kabupaten Bener Meriah adalah andesit, bentonit, feldspar, granit, lempung, pasir kuarsa, sirtu dan tras.
2.5 Karakterisasi 2.5.1 X-Ray Diffraction (XRD) Difraksi sinar-X adalah metode analisis yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi sinar elektromagnetik sinar-X (Dann, 2000). Difraksi sinar-X merupakan metode analisis utama dalam identifikasi zat atau material padatan. Hampir setiap kristal memiliki jarak antar atom atau jarak bidang kristal yang berukuran hampir sama dengan panjang gelombang (λ) sinar-X. XRD merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui struktur kristal, perubahan fasa dan derajat kristalinitas. Difraksi sinar-X oleh atom-atom yang
Universitas Sumatera Utara
tersusun di dalam kristal menghasilkan pola yang berbeda bergantung kepada konfigurasi yang dibentuk oleh atom-atom dalam kristal. Teknik ini dilakukan dengan menempatkan sampel materi yang ingin dipelajari pada wadah sampel. Radiasi sinar-X pada panjang gelombang tertentu ditembakkan pada sampel. Intensitas radiasi hasil difraksi dicatat oleh goniometer. Hasil analisis ditunjukkan dalam bentuk 2θ yang dapat dikonversikan ke satuan jarak d. Analisis difraktogram dilakukan untuk menentukan interatom spacing (d) melalui pencocokan dengan database. Perubahan pada lebar puncak atau posisi puncak menentukan ukuran, kemurnian serta tekstur kristal. Pada difraksi sinar-X cahaya yang dihamburkan jatuh pada bidang paralel dari suatu sampel terlihat pada Gambar 2.7. Agar terjadi interferensi konstruktif antara sinar yang terhambur dan beda jarak lintasannya harus memenuhi pola nλ .
Gambar 2.7 Difraksi sinar-X pada kristal
Metode XRD berdasarkan sifat difraksi sinar-X yaitu hamburan dengan panjang gelombang λ saat melewati kisi kristal dengan sudut θ melewati kisi kristal dengan jarak antar bidang kristal d berdasarkan Hukum Bragg. 2d sin θ = nλ
(4)
Keterangan: n = suatu bilangan bulat (orde difraksi) θ
= sudut difraksi
Universitas Sumatera Utara
λ
= panjang gelombang sinar-X
d
= jarak kisi pada kristal dalam bidang
Identifikasi senyawa dapat dilakukan secara cepat dengan membandingkan atom intensitas spektrum sampel dengan intensitas standar, karena intensitas spektrum suatu senyawa sangat spesifik dan berbeda untuk setiap senyawa. Setiap jenis mineral memiliki susunan atom yang spesifik sehingga menghasilkan bidang atom karakteristik yang dapat memantulkan sinar-X. Sinar-X dapat dipantulkan oleh atomatom yang tersusun dalam bidang kristal dan menghasilkan pola-pola khas dari setiap jenis mineral pada saat analisa. Montmorilonit (kering udara) dicirikan oleh puncak difraksi sinar-X tingkat pertama sebesar 12,3 Å yang bergeser ke 17,7 Å setelah contoh mengalami solvasi (Tan, 1998).
2.5.2 Scanning Electron Microscopy (SEM) Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan sebuah tipe mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola scan raster. SEM digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan dengan prinsip kerja sifat gelombang dari elektron yaitu difraksi pada sudut yang sangat kecil. Penggunakan SEM sebagai salah satu mikroskop elektron didasarkan pada fakta bahwa alat ini
dapat digunakan untuk mengamati dan mengkarakterisasi bahan
dengan skala mikrometer (μm) hingga nanometer (nm). Dalam SEM lensa yang digunakan adalah suatu lensa elektromagnetik, yakni medan magnet dan medan listrik, yang dibuat sedemikian rupa sehingga elektron yang melewatinya dibelokkan seperti cahaya oleh lensa eletromagnetik tersebut. Sebagai pengganti sumber cahaya dipergunakan suatu pemicu elektron (electron gun), yang berfungsi sebagai sumber elektron yang dapat menembaki elektron yang berenergi tinggi, biasanya antara 20 KeV-200KeV, terkadang sampai 1 MeV.
Universitas Sumatera Utara
Analisa SEM pada membran yaitu untuk melihat morfologi permukaan membran, ukuran pori. Permukaan membran dan ukuran pori mempengaruhi kinerja membran dalam filtrasi suatu bahan.
2.5.3 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Spektrofotmeter inframerah merupakan suatu metode yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus fungsi suatu senyawa organik dan membandingkan dengan daerah sidik jarinya tetapi tidak dapat menentukan molekular unsur penyusunnya. Karakterisasi menggunakan FTIR dapat dilakukan dengan menganalisis spektra yang dihasilkan sesuai dengan puncak-puncak yang dibentuk oleh suatu gugus fungsi. Spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Daerah inframerah terletak pada daerah spektrum 4000-200 cm-1. Sistem analisa spektroskopi infra merah telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisa infra merah akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Analisis gugus fungsi suatu bahan polimer menggunakan metode Spektroskopi Infra merah Transformasi Fourier (FT-IR) dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam membran polisulfon.
2.6 Air Gambut Air gambut merupakan air permukaan yang banyak terdapat di daerah lahan gambut atau dataran rendah terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Air gambut memiliki karakteristik meliputi: intensitas warna tinggi (berwarna kuning kecoklatan),
Universitas Sumatera Utara
kandungan zat organik tinggi, pH rendah, keruh, kandungan kation rendah (Kusnaedi, 2006). Air gambut berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Air gambut mengandung senyawa organik terlarut yang menyebabkan air menjadi warna coklat dan bersifat asam, sehingga perlu pengolahan khusus sebelum siap untuk dikonsumsi. Senyawa organik tersebut adalah asam humus yang terdiri dari asam humat, asam fulvat dan humin(Nainggolan, 2011). Air gambut di Indonesia secara kuantitatif sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih atau air minum, karena menurut kajian Pusat Sumber Daya Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan bahwa lahan gambut di Indonesia tersebar ±50% berada di pulau Kalimantan, 40% di pulau Sumatera dan sisanya tersebar di Papua dan pulau-pulau lainnya. Air gambut tidak memenuhi persyaratan air bersih karena memiliki karakteristik : a. Berwarna kuning/merah kecoklatan. b. Tingkat keasaman tinggi, sehingga kurang enak diminum. c. Zat organik tinggi sehingga menimbulkan bau. Berdasarkan sifat-sifat air gambut tersebut diperlukan proses pengolahan air untuk mendapatkan kualitas air gambut menjadi air minum dan memenuhi standar baku mutu air bersih. Berdasarkan sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Trckova,2005) : a. Bog Bog merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan dan air permukaan. Karena air hujan memiliki pH yang agak asam maka setelah bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya coklat karena terdapat kandungan organik.
Universitas Sumatera Utara
b. Fen Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut memiliki pH netral dan basa.
2.6.1 Karakteristik Air Gambut Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah di Sumatera dan Kalimantan yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : a. Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan) b. pH yang rendah c. Kandungan zat organik yang tinggi d. Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah e. Kandungan kation yang rendah Air gambut berwarna coklat dan bersifat asam karena mengandung senyawa organik yaitu asam humus yang terdiri dari tiga fraksi utama, yaitu : a. Asam humat Asam humat atau humus merupakan hasil akhir dekomposisi bahan organik oleh organisme secara aerobik. b. Asam fulvat Asam fulvat merupakan senyawa asam organik alami yang berasal dari humus, larut dalam air, sering dijumpai dalam air permukaan dengan berat molekul yang rendah yaitu 1000-10.000. Warnanya bervariasi mulai dari kuning sampai kuning kecoklatan. c. Humin Kompleks humin dianggap sebagai molekul yang paling besar dari senyawa humus karena rentang berat molekulnya mencapai 100.000 hingga 10.000.000. Karakteristik humin adalah berwarna coklat gelap, tidak larut dalam asam dan basa, dan sangat resisten terhadap serangan mikroba.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Pengolahan Air Gambut Menurut Nainggolan (2011) beberapa penelitian mengenai pengolahan air gambut telah pernah dipelajari sebelumnya, antara lain : Pengolahan air gambut dengan menggunakan protein biji kelor sebagai koagulan untuk penjernihan warna air gambut (Chaidir,Z et al.,1999), Pemisahan berbasis membran yang sering digunakan untuk pengolahan air gambut adalah membran reserve osmosis (RO). Pemanfaatan ini merupakan teknologi baru dalam mengolah air gambut menjadi air minum. Salah satu keunggulan teknologi ini adalah kemurnian produk yang dihasilkan lebih baik dari proses konvensional. Berdasarkan kandungan warna pada air gambut dan sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan yang diterapkan untuk mengolah jenis air berwarna alami adalah dengan proses oksidasi, proses adsorpsi, proses koagulasi-flokulasi dan proses elektrokoagulasi.
2.7 Uji Kualitas Air Air yang berkualitas baik untuk air bersih maupun untuk air minum memiliki parameter fisika seperti kondisi air yang jernih atau tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung zat padat tersuspensi (TSS) dan zat padat terlarut (TDS).
2.7.1 Kekeruhan Air dikatakan berlumpur ketika air tersebut mengandung banyak partikel yang tersuspensi sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Kekeruhan pada air akan menimbulkan dampak kurang memuaskan dalam penggunaan air. Untuk menentukan kekeruhan dapat digunakan turbidimeter. Turbidimeter adalah suatu alat analisis untuk mengetahui atau mengukur tingkat kekeruhan air. Turbidimeter memiliki sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang datang. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Pada turbidimeter cahaya masuk melalui sampel, kemudian sebagian diserap dan sebagian diteruskan. Cahaya yang diserap itulah yang merupakan tingkat kekeruhan. Maka jika semakin banyak cahaya yang diserap maka semakin keruh cairan tersebut (Khopkar,1990) .
2.7.2 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui konsentrasi ion hidrogen (H+). Air dapat bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang memiliki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa. Mengingat nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air, termasuk zat-zat yang secara kimia dan biokimia tidak stabil, maka penentuan pH harus seketika setelah contoh diambil dan tidak diawetkan.
2.7.3 Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid=TSS) Zat padat tersuspensi adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Jumlah zat padat atau residu terdiri dari bahan terlarut dan tersuspensi yang ada di air. TSS juga berhubungan kuat dengan kekeruhan yang disebabkan oleh bahanbahan yang melayang dalam kolom air. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. Bahan tersebut dapat berupa partikel suspensi dari tanah liat, lumpur, bahan organik
terurai, bakteri,
plankton, dan organisme lainnya. Adanya zat padat di air menyebabkan kualitas air tidak baik, dapat menimbulkan berbagai reaksi dan mengganggu estetika. TSS umumnya dapat dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan.
Universitas Sumatera Utara
2.7.4 Zat Padat Terlarut (Total Dissolved Solid=TDS) Zat padat terlarut menyatakan jumlah bahan yang terlarut dalam suatu larutan yang dinyatakan dalam mg/L. Interaksi antara pelarut air dengan zat padat, zat cair dan gas sehingga menghasilkan bahan terlarut dalam bentuk zat organik ataupun zat anorganik. Mineral logam dan gas merupakan zat anorganik yang mungkin terlarut dalam air. Zat tersebut dapat berhubungan dengan air di atmosfer, permukaan ataupun di dalam tanah. Zat organik bisa berasal dari pembusukan tumbuh-tumbuhan, bahan organik dan gas organik. Penentuan jumlah zat padat terlarut dapat dilakukan dengan menguapkan sampel air yang telah disaring untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Residu yang tersisa ditimbang dan merupakan jumlah zat padat terlarut dalam air. Kadar zat padat terlarut yang tinggi menunjukkan adanya kandungan ion-ion seperti K+, Na+dan Cl-. Ion-ion ini hanya menimbulkan bahaya dalam waktu singkat. Selain itu, jumlah zat padat terlarut yang tinggi juga dapat disebabkan adanya logam berat dalam air yang berbahaya bagi kesehatan. Beberapa gangguan dalam analisis TDS harus dihindari agar data lebih akurat dan tepat. Air yang mengandung kadar mineral tinggi seperti kalsium, magnesium, klorida dan sulfat dapat bersifat higroskopis sehingga memerlukan pemanasan yang lama, pendinginan dalam desikator yang baik. Garam-garam yang telah mengendap akibat penguapan dalam oven, maka penimbangan zat padat harus dilakukan dengan cepat.
Universitas Sumatera Utara