Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Membran
II.1.1 Definisi Membran Secara umum, membran didefinisikan sebagai lapisan tipis yang selektif di antara dua fasa, yaitu fasa yang akan dipisahkan (fasa umpan) dan fasa hasil pemisahan (fasa permeat). Membran bisa berbentuk lapisan tebal atau tipis, yang memiliki struktur homogen atau heterogen dan bisa berperan sebagai penyaring aktif maupun pasif. Proses pemisahan dengan membran terjadi karena adanya perbedaan sifat fisika dan kimia antara komponen dalam fasa yang dipisahkan dengan membran serta adanya gaya dorong yang berupa gradien konsentrasi (ΔC), gradien tekanan (ΔP), gradien temperatur (ΔT), dan gradien potensial (ΔE)1. Skema pemisahan dengan membran dapat dilihat pada Gambar II.1.
Gambar II.1 Skema proses pemisahan dengan membran
4
II.1.2 Penggolongan Membran Membran dapat digolongkan berdasarkan asal, morfologi, struktur, prinsip pemisahan dan kerapatan pori.
II.1.2.1 Berdasarkan Asalnya Berdasarkan asalnya, membran dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : a. Membran alamiah, yaitu membran yang terdapat di dalam sel makhluk hidup baik manusia maupun hewan. Contoh yang termasuk membran alamiah adalah fosfolipid. b. Membran sintesis, yaitu membran yang dibuat berdasarkan sifat-sifat membran alamiah sehingga memiliki sifat dan proses pemisahan yang mirip dengan membran alamiah. Contoh yang termasuk membran sintesis adalah membran selulosa asetat dan membran polisulfon.
II.1.2.2 Berdasarkan Perbedaan Morfologi Berdasarkan morfologinya, membran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Membran simetri, yaitu membran yang memiliki struktur pori yang homogen di seluruh bagian membran dan memiliki ukuran pori yang relatif sama pada kedua sisi membran. Adapun ketebalan membran ini berkisar 10 – 200 μm. b. Membran asimetri, yaitu membran yang memiliki struktur pori lebih rapat pada permukaannya dan pori yang lebih besar pada pendukungnya. Membran ini terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian permukaan dengan ketebalan 0,1 – 0,2 μm dan bagian pendukung dengan ketebalan 50 – 200 μm.
5
Gambar II.2 Klasifikasi membran berdasarkan perbedaan morfologi (a) membran simetri; (b) membran asimetri II.1.2.3 Berdasarkan Struktur dan Prinsip Pemisahan Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahannya, membran dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Membran berpori, yaitu membran dengan prinsip pemisahan didasarkan pada perbedaan ukuran partikel dengan ukuran pori membran. Efisiensi pemisahan oleh membran ini ditentukan oleh ukuran pori dan ukuran partikel yang akan dipisahkan. Membran ini biasa digunakan dalam proses mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Membran ini dibedakan menjadi dua, yaitu membran mesopori (diameter pori = 0,001 – 0,1 μm) dan membran mikropori (diameter pori = 0,1 – 10 μm). b. Membran tidak berpori, yaitu membran dengan prinsip pemisahan yang didasarkan pada perbedaan kelarutan atau kemampuan berdifusi partikel yang dipisahkan. Membran ini biasa digunakan dalam proses pervaporasi, pemisahan gas dan dialisis. c. Membran carrier, yaitu membran dengan prinsip pemisahan tidak ditentukan oleh sifat membran yang digunakan, melainkan oleh sifat molekul pembawa (carrier) yang spesifik. Medium pembawa merupakan cairan yang terdapat dalam pori membran atau gugus fungsi tertentu yang terikat secara kovalen dalam matriks membran. Permselektivitas membran terhadap suatu komponen bergantung pada kespesifikan molekul pembawa.
6
Gambar II.3 Penggolongan membran berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan. (a) membran berpori; (b) membran tidak berpori; (c) membran carrier
II.1.2 Teknik Pembuatan Membran Terdapat beberapa teknik yang bisa digunakan untuk membuat membran sintetik, yaitu sintering, streching, track-etching, template-leaching, inversi fasa, proses sol-gel dan pelapisan larutan1. Pemilihan teknik pembuatan membran ini sangat menentukan struktur membran yang dihasilkan. Teknik sintering digunakan untuk menghasilkan membran organik dan anorganik yang berpori. Pada teknik ini, partikel berupa serbuk dengan ukuran tertentu diberi tekanan dan dibakar (di-sinter) pada suhu tertentu. Akibatnya, antarmuka partikel yang berdekatan akan menghilang dan muncul pori-pori baru. Penggunaan teknik ini sangat luas, mulai dari serbuk polimer (polyethylene, polytetrafluoroethylene dan polypropylene), logam (stainless stell dan tungsten), keramik (Al2O3 dan ZrO2), grafit (karbon) dan gelas (silikat). Teknik ini akan menghasilkan membran berpori, khususnya untuk proses mikrofiltrasi, dengan ukuran pori sekitar 0,1 – 10 μm. Untuk membuat membran dengan teknik streching, film yang terbuat dari polimer semikristalin ditarik terhadap arah ekstrusi sehingga bagian kristalin polimer akan
7
terorientasi sejajar dengan arah ekstrusi. Teknik ini akan menghasilkan membran berpori dengan ukuran pori sekitar 0,1 – 3 μm. Teknik track-etching digunakan untuk membuat membran berpori dengan ukuran pori sekitar 0,02 – 10 μm. Pori yang dihasilkan berbentuk silinder dengan ukuran yang sama dan mempunyai distribusi pori yang sempit. Untuk membuat membran dengan teknik ini, film polimer ditembak dengan partikel radiasi berenergi tinggi yang tegak lurus terhadap arah film sehingga membentuk lintasan pada matriks polimer dan kemudian film dimasukkan ke dalam bak berisi larutan asam atau basa. Teknik yang lain untuk membuat membran sintetik adalah teknik inversi fasa. Pada teknik ini terjadi transformasi polimer secara terkontrol dari fasa cair menjadi fasa padat. Beberapa metode yang digunakan dalam teknik inversi fasa adalah metode penguapan pelarut, pengendapan dari fasa gas, penguapan terkontrol, pengendapan termal dan pengendapan dengan perendaman1. Membran-membran anorganik banyak dibuat dengan metode sol-gel, karena dengan metode ini proses pembuatan dapat dilakukan pada temperatur kamar. Metode ini dilakukan melalui proses hidrolisis alkoksida logam untuk menghasilkan hidroksida logam yang diikuti dengan polikondensasi gugus fungsi hidroksil sehingga terbentuk jaringan oksida logam5. Metode ini akan menghasilkan membran anorganik yang memiliki kemurnian tinggi dan membutuhkan temperatur sintering yang rendah.
II.2 Keramik Keramik berasal dari bahasa Yunani, yaitu keramos yang berarti suatu bentuk dari tanah liat (clay) yang mengalami proses pembakaran. Keramik dapat dipandang sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar seperti gerabah, porselen, genteng dan sebagainya. Namun demikian, sekarang ini tidak semua keramik terbuat dari tanah liat. Oleh karena
8
itu, keramik didefinisikan sebagai bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik selain logam dan diolah melalui perlakuan dengan panas pada suhu tinggi. Senyawa pembentuk keramik merupakan gabungan dari unsur logam dan non logam seperti alumunium dan oksigen (alumina, Al2O3), silikon dan nitrogen (silikon nitrida, Si3N4), silikon dan karbon (silikon karbida, SiC) dan sebagainya. Secara umum, keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemen penyusunnya. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral ikutannya. Struktur kristal keramik sangat rumit dengan sedikit elektron bebas di dalamnya. Akibatnya, sebagian besar keramik merupakan penghantar listrik dan panas yang buruk. Secara umum, keramik dibedakan menjadi dua golongan yaitu : a. Keramik tradisional, yaitu keramik yang dibuat dengan menggunakan bahan alam, seperti tanah liat (clay), kaolin dan sebagainya. Contoh keramik ini adalah barang pecah belah (houseware), barang keperluan rumah tangga (ubin dan genteng). Keramik tradisional memiliki sifat fisik yang rapuh (brittle). Keramik tradisional dapat digunakan sampai temperatur 1200 oC. b. Keramik halus (fine ceramics), yaitu keramik yang terbuat dari oksida-oksida logam, seperti Al2O3, ZrO2, dan lain sebagainya. Keramik ini biasanya digunakan sebagai semikonduktor, elemen panas, dan sebagainya. Keramik halus dibuat dengan teknik sintering dan dapat digunakan sampai temperatur 2000 oC.
II.3 Membran Keramik Dalam proses pembuatannya, keramik dapat menghasilkan pori dengan ukuran yang seragam. Keramik yang berpori inilah yang mempunyai aplikasi yang luas, baik di laboratorium maupun industri. Salah satu aplikasi keramik berpori yang
9
banyak dikembangkan para peneliti dan digunakan banyak industri adalah sebagai membran. Membran keramik banyak digunakan oleh berbagai industri karena mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan membran polimer, yaitu mempunyai ketahanan kimiawi, ketahanan mekanik dan ketahanan termal yang lebih baik. Membran keramik banyak diaplikasikan pada proses pemisahan gas pada industri gas dan minyak bumi, pemurnian air, pemurnian oksigen, klarifikasi dan sterilisasi produk minuman6, material pendukung katalis, sensor, penyekat termal dan sebagainya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Aust et al7, Falamaki et al8, dan Asaeda et al9 memanfaatkan bahan-bahan anorganik seperti silika, alumina, titania, dan zirkonia, yang telah umum digunakan sebagai material dasar membran menjadi suatu membran keramik yang diharapkan mempunyai sifat-sifat yang lebih baik. Pada umumnya, membran keramik dibuat dari oksida logam seperti silika, alumina, titania, dan zirkonia serta berbagai material lain yang bisa didapatkan secara komersial seperti silikon nitrida, silikon karbida dan sebagainya.
II.4 Pembuatan Membran Keramik Membran keramik tersusun dari kumpulan partikel-partikel yang berbentuk butiran sehingga terdapat ruang-ruang kosong (pori) antara partikel tersebut. Pada membran keramik, susunan, bentuk dan ukuran pori menjadi kunci karakterisasi membran. Membran keramik dibuat dari butiran-butiran partikel melalui beberapa proses, yaitu: a. penyiapan partikel keramik b. pembuatan campuran c. pencetakan d. pembakaran (sintering)
10
Setiap tahapan proses pembentukan membran keramik di atas sangat mempengaruhi porositas membran keramik.
II.4.1 Penyiapan Partikel Keramik Untuk mendapatkan membran keramik dengan pori yang seragam dan memenuhi spesifikasi membran yang diinginkan, maka ukuran partikel diusahakan seragam (monosize). Jika ukuran partikel tidak seragam, maka partikel yang berukuran kecil akan mengisi ruang antara partikel yang berukuran besar sehingga kemungkinan terbentuknya pori semakin kecil. Bila partikel yang digunakan berukuran seragam, tetapi berukuran besar, maka akan membentuk pori yang besar pula sehingga membran tidak lagi selektif. Untuk itu, partikel yang digunakan untuk dijadikan membran keramik sebaiknya berukuran seragam (monosize) dan halus.
II.4.2 Pembuatan Campuran Pada penelitian ini, serbuk keramik dicampurkan dengan binder (bahan pengikat) dengan komposisi tertentu. Binder berfungsi untuk meningkatkan green strength keramik. Sejumlah binder ditambahkan sebanyak 0–5 % dari berat total membran keramik. Contoh binder untuk serbuk keramik berupa partikel koloid (selulosa dan clays) atau binder molekuler seperti parafin, poli(vinil alkohol) atau PVA, poli(metilmetakrilat) atau PMMA dan sebagainya. Pada penelitian ini, binder yang digunakan adalah poli(vinil alkohol) atau PVA. Adanya gugus -OH pada PVA dapat berfungsi sebagai perekat antarpartikel keramik.
II.4.3 Pencetakan Pencetakan merupakan proses pembentukan campuran keramik menjadi green body keramik. Untuk campuran yang basah (berupa slurry), pencetakan dilakukan dengan metode slip casting dan roll forming. Untuk campuran yang kering,
11
pencetakan dilakukan dengan metode dry pressing. Metode ini digunakan secara luas pada industri keramik. Serbuk keramik yang sudah ditambah binder dengan jumlah yang tidak terlalu banyak akan membentuk partikel dengan ukuran sekitar 50–100 μm, lebih besar daripada partikel awal (<2 μm). Campuran ini dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian diberi tekanan tertentu sampai membentuk membran keramik dengan ketebalan tertentu. Penelitian yang dilakukan Falamaki et al10, menunjukkan bahwa membran alumina-zirkon bisa dibuat dengan metode dry pressing dengan tekanan sebesar 31,2 MPa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini metode pencetakan yang digunakan adalah metode dry pressing.
II.4.4 Pembakaran (Sintering) Setelah dikeringkan beberapa saat, green body keramik dibakar pada temperatur melewati setengah sampai dua per tiga temperatur titik leleh material pembentuk keramik. Dalam proses pembakaran, rapat massa semakin meningkat dengan disertai penurunan porositas dan meningkatnya kekuatan mekanik membran keramik. Selama pembakaran, ion berdifusi sepanjang batas butir antarpartikel sehingga memberikan jembatan dan hubungan antara butiran-butiran partikel. Adapun skema tahapan proses sintering dapat dilihat pada Gambar II.4.
Gambar II.4 Skema tahapan proses sintering (a) partikel bebas; (b) tahap awal; (c) tahap lanjutan; (d) tahap akhir11
Pada tahap awal, terjadi penghalusan permukaan partikel yang disertai dengan pembentukan batas butir. Pada tahap ini juga terjadi pembulatan sambungan butir sehingga membentuk pori terbuka. Setelah itu, terjadi pengerutan pori terbuka dan
12
penurunan yang mencolok pada ukuran pori rata-rata pada tahap menengah. Pada tahap yang terakhir akan terjadi pembentukan pori tertutup dan pori akan mengerut sampai ukuran yang terkecil. Pada proses sintering, sering dijumpai adanya vitrifikasi atau pelelehan. Adanya bahan pengotor dalam green body membran keramik akan bereaksi dengan sisa padatan sehingga menghasilkan suatu fasa cairan pada permukaan butiran. Cairan ini membantu mengurangi porositas membran keramik dan berubah menjadi fasa menyerupai gelas setelah proses pendinginan.
II.5 Zirkonium Silikat (ZrSiO4) Zirkonium silikat (ZrSiO4) atau sering disebut zirkon dan baddeleyite (ZrO2) merupakan mineral utama bagi logam zirkonium (Zr). Zirkonium merupakan logam transisi dengan nomor atom 40. Zirkonium memiliki kelimpahan 0,016 % di kerak bumi3. Kelimpahan zirkonium ini ke-4 terbanyak dari semua logam transisi setelah besi (Fe), titanium (Ti) dan mangan (Mn).
Gambar II.5 Kristal ZrSiO412
ZrSiO4 merupakan pelengkap mineral dalam semua jenis batuan beku, khususnya pada meneral-mineral silikat seperti granit, granodionit, syenit dan monasit. Struktur kristal ZrSiO4 berbentuk kristal tetragonal. Adapun warna ZrSiO4 bervariasi dari tidak berwarna, kuning keemasan, merah, coklat sampai hijau.
13
ZrSiO4 yang tidak berwarna menunjukkan kualitas yang bagus seperti berlian. Hasil penelitian yang telah dilakukan Henmi et al13 menunjukkan bahwa ZrSiO4 mengandung berbagai seyawa oksida, antara lain ZrO2 (63,21 %), SiO2 (33,83 %), HfO2 (1,22 %), CaO (0,62 %), FeO (0,44 %), dan beberapa senyawa oksida yang lain dengan jumlah yang sangat kecil. Mineral ZrSiO4 merupakan mineral yang sangat menarik dan banyak terdapat di kerak bumi. ZrSiO4 merupakan salah satu fasa pertama yang mengkristal dari magma bekuan. ZrSiO4 merupakan mineral utama untuk memperoleh logam zirkonium dengan proses Kroll dan proses van Arkel-de Boer3. Logam zirkonium ini banyak digunakan di industri baja untuk menghasilkan baja tahan karat, sebagai bahan penyerap neutron di reaktor nuklir dan bila digabungkan dengan logam niobium akan menghasilkan suatu bahan superkonduktor3. ZrSiO4 menunjukkan kestabilan kimia yang tinggi9 dan kristal yang terbentuk tidak mengalami perubahan selama sedimentasi dan metamorfosis batuan. Oleh karena itu, ZrSiO4 dapat digunakan untuk membedakan batuan granit beku dengan batuan granit yang terbentuk selama proses metamorfosis batuan14. Karena ZrSiO4 merupakan material yang mempunyai kestabilan kimia tinggi, maka kegunaan utama mineral ini adalah sebagai glasir keramik untuk memberi aspek dekoratif pada keramik serta sebagai lapisan pelindung badan keramik2, 15. Selain itu beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa ZrSiO4 dapat digunakan sebagai material untuk pembuatan rem non logam16 serta dapat digunakan untuk memperbaiki gigi17. Cadangan mineral ZrSiO4 di Indonesia cukup besar, tersebar di beberapa daerah antara lain di Sumatera Utara, Pulau Bangka, Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan18. Mineral ZrSiO4 biasanya mengendap dalam bentuk pasir dan terkonsentrasi bersama dengan mineral emas ataupun mineral timah. Menurut Soepriyanto2, kadar ZrSiO4 dalam tailing pengolahan PT Timah cukup tinggi
14
(sekitar 45 %) dan bila dilakukan proses pemurnian akan dihasilkan ZrSiO4 dengan kadar 99,67 %.
II.6 Vanadium (V) Oksida (V2O5) Vanadium (V) merupakan logam transisi dengan nomor atom 23. Vanadium merupakan unsur di batuan bumi dengan kelimpahan sekitar 0,0136 % atau unsur kimia dengan kelimpahan terbanyak ke-19 dari semua unsur kimia yang membentuk batuan bumi3. Selain itu, vanadium juga memiliki kelimpahan ke-5 terbanyak dari semua logam transisi yang membentuk kerak bumi setelah besi (Fe), titanium (Ti), mangan (Mn) dan zirkonium (Zr). Kegunaan logam vanadium dan senyawa-senyawanya antara lain sebagai bahan aditif pada baja, katalis, fungisida, insektisida, obat-obatan, dan sebagainya3, 19. Logam vanadium yang murni berwarna perak mengkilap dan mempunyai titik leleh 1700 oC. Kristal vanadium mempunyai struktur kubus berpusat badan (body centered cubic, bcc)19. Vanadium biasanya ditemukan dalam bentuk senyawa yang sederhana, yaitu sulfida dan oksida3, adalah
patronite
(VS4),
vanadinite
19
. Mineral vanadium yang utama
(PbCl2.3Pb3(VO4)2)
dan
carnotite
3
(K(UO2)(VO4).15H2O) . Senyawa vanadium yang paling penting adalah vanadium (V) oksida (V2O5). V2O5 yang murni berwarna kuning oranye sampai merah bata yang diperoleh dari pemanasan amonium metavanadat (NH4VO3)3, 20. Dekomposisi secara termal terhadap amonium metavanadat (NH4VO3) di udara melalui tahapan pembentukan senyawa NH4V3O8 pada suhu 190–250
o
C
merupakan metode yang paling umum untuk memperoleh vanadium (V) oksida (V2O5). Pada proses dekomposisi tersebut, pada suhu sekitar 160–190 oC terjadi pembentukan senyawa antara (NH4)2V4O11 atau NH4V3O8.0,5H2O tergantung pada kemurnian senyawa NH4VO3 yang digunakan20.
15
Mekanisme dekomposisi NH4VO3 dapat dilihat pada Gambar II.5.
Gambar II.5 Mekanisme dekomposisi NH4VO320
V2O5 merupakan katalis yang serbaguna3. Penggunaannya yang paling penting adalah pada industri asam sulfat yaitu untuk mengoksidasi SO2 menjadi SO3 pada proses kontak. V2O5 menggantikan katalis yang digunakan sebelumnya yaitu logam platina yang cenderung jauh lebih mahal3, 19. V2O5 juga digunakan sebagai katalis reaksi oksidasi berbagai senyawa organik dengan udara atau H2O2, katalis reduksi olefin (alkena) dan senyawa hidrokarbon aromatik dengan H23. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa V2O5 dapat digunakan sebagai katalis untuk mengoksidasi metana dalam fasa cair21, 22, katalis pada reaksi esterifikasi aldehid dengan H2O223 dan sensor optik hidrogen4. Bila V2O5 digabung dengan katalis yang lain, misalnya TiO2, maka akan lebih meningkatkan sifat fotokatalitik TiO224. Gabungan katalis tersebut dapat digunakan sebagai katalis untuk mereduksi Hg2+ dalam fasa cair25 dan sebagai katalis dalam oksidasi klorofenol26.
II.7 Karakterisasi Membran Untuk melihat sifat dan karakteristik membran keramik yang telah dibuat, dilakukan karakterisasi meliputi permeabilitas air membran, analisis struktur dengan difraksi sinar-X (X-Ray Diffraction) dan analisis morfologi dengan mikroskop elektron (Scanning Electron Microscopy).
16
II.7.1 Permeabilitas dan Permselektivitas Membran Permeabilitas membran merupakan salah satu cara karakterisasi membran yang berkaitan dengan ukuran dan jumlah pori pada membran. Untuk menentukan permeabilitas membran, membran diletakkan dalam sel aliran kontinu dengan larutan umpan berupa air suling. Sebelum dilakukan pengukuran, struktur pori membran dipadatkan (dikompaksi) selama beberapa saat dengan tekanan atau laju alir tertentu sampai diperoleh volum permeat yang tetap. Kemudian pengukuran dilakukan dengan cara menampung permeat yang keluar melalui membran setiap 5–10 menit. Permeabilitas membran dinyatakan sebagai fluks (J) dengan satuan L m-2 h-1. Fluks membran dihitung menggunakan persamaan:
J=
dengan :
1 dV A dt
(II.1)
J = fluks membran (L m-2 h-1) V = volume permeat (L) A = luas efektif membran (m2) t = waktu pengukuran(h)
Fluks yang dinyatakan dalam persamaan II.1 dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan :
J=
V A×t
(II.2)
Permselektivitas membran (koefisien rejeksi) merupakan ukuran kemampuan suatu membran untuk menahan suatu spesi atau melewatkan spesi tertentu. Permelektivitas membran bergantung pada antaraksi membran dengan spesi yang akan dipisahkan dan ukuran spesi serta ukuran pori membran.
17
Permselektivitas membran dinyatakan sebagai rejeksi membran. Rejeksi membran dihitung dengan persamaan: ⎛ C R = ⎜⎜1 - P ⎝ Cf
dengan :
⎞ ⎟⎟ × 100 % ⎠
(II.3)
R = rejeksi membran Cp = konsentrasi permeat Cf = konsentrasi larutan umpan
II.7.2 Densitas Membran
Untuk menentukan densitas atau massa jenis membran keramik digunakan metode piknometri. Spesimen yang ingin diketahui massa jenisnya ditimbang bersama dengan cairan yang telah diketahui densitasnya. Syarat cairan yang digunakan adalah cairan yang tidak bereaksi dengan spesimen serta tidak melarutkan spesimen. Massa jenis spesimen dihitung melalui persamaan II.4.
⎡
(w
-w
)
⎤
1 0 ρ spesimen = ⎢ ⎥ (ρ cairan - ρ udara ) + ρ udara ( ) ( ) w w w w 1 0 2 3 ⎣ ⎦
dengan :
(II.4)
w0 = massa piknometer kosong w1 = massa piknometer + spesimen w2 = massa piknometer + spesimen + cairan w3 = massa piknometer + cairan
II.7.3 Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction)
Teknik difraksi sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi struktur fasa kristalin sampel yang berupa bubuk. Fasa kristalin tersebut akan mendifraksikan sinar-X menurut hukum Bragg:
18
nλ = 2d sin θ dengan :
(II.5)
θ = sudut difraksi kisi kristal
d = jarak antar kisi λ = panjang gelombang sinar -X
n = bilangan bulat; 1, 2, 3, … Analisis dengan teknik difraksi sinar-X dilakukan dengan cara menembak sampel dengan elektron penembak yang mempunyai energi kinetik tinggi. Elektron penembak ini mampu melempar elektron di kulit K keluar dan menyebabkan kekosongan di kulit K. Elektron dari kulit yang lebih luar dapat mengisi kekosongan tersebut disertai emisi radiasi sinar-X. Jika elektron pengisi berasal dari kulit L, maka sinar-X yang diemisikan disebut sinar-X Kα. Jika elektron pengisi berasal dari kulit M, maka sinar-X yang diemisikan disebut sinar-X Kβ. Setiap material mempunyai pola difraksi yang khas. Oleh karena itu, identifikasi kristal dilakukan dengan membandingkan nilai 2θ hasil percobaan dengan 2θ menurut literatur. II.7.4 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Untuk memperoleh gambaran mengenai struktur mikro permukaan dan penampang lintang membran keramik digunakan mikroskop elektron (Scanning Electron Microscopy).
Mikroskop elektron bekerja dengan cara menembakkan elektron primer ke arah spesimen sampel. Berkas elektron yang mengenai spesimen sampel akan dipantulkan berupa elektron sekunder yang nantinya akan dideteksi oleh detektor. Adapun prinsip kerja mikroskop elektron dapat dilihat pada Gambar II.6.
19
Gambar II.6 Prinsip kerja mikroskop elektron
Untuk dapat dianalisis dengan mikroskop elektron, permukaan sampel harus bersifat konduktif secara listrik. Oleh karena itu, permukaan sampel yang bukan konduktor perlu diberi lapisan tipis logam seperti emas (Au) atau paladium (Pd). Selain itu, permukaan sampel harus bersih dari pengotor. Adanya material atau pengotor pada permukaan sampel yang tidak konduktif akan menyebabkan gambar yang dihasilkan oleh mikroskop elektron berwarna sangat terang. II.7.5 Energy Dispersive X-ray (EDX)
Analisis EDX merupakan teknik analisis yang terintegrasi dengan SEM. EDX digunakan untuk menganalisa komposisi elemental dari volum mikro sampel, sehingga EDX sering disebut sebagai analisis mikro. Sebagaimana pada SEM, sampel yang akan dianalisis dikenai elektron berenergi tinggi. Tumbukan elektron berenergi tinggi pada permukaan sampel menyebabkan elektron pada kulit bagian dalam atom sampel akan tereksitasi. Akibatnya terjadi kekosongan elektron pada kulit tersebut. Kekosongan ini akan diisi oleh elektron yang berada pada kulit
20
yang lebih luar dari inti. Perpindahan elektron ke kulit yang lebih dekat dengan inti akan disertai pelepaskan energi. Energi ini merupakan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang sinar-X yang besarnya khas untuk tiap atom atau unsur. Pada EDX, sinar-X yang diemisikan dikonversi dan disimpan secara elektronik dan bukan dengan difraksi kristal.
21