Pengolahan Limbah Tekstil dengan Teknologi Membran Kevino Teknik Kimia, ITB, Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Industri tekstil memiliki peranan yang sangat penting di dunia ini karena produk yang dihasilkannya merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Industri tekstil dan pakaian merupakan industri yang luas dan beragam yang mencakup berbagai aktivitas, mulai dari transformasi bahan baku menjadi serat, benang dan kain hingga produksi berbagai jenis barang seperti tekstil sintesis berteknologi tinggi, benang wol, sprei, saringan untuk industri, geotekstil, serta pakaian jadi. Namun, dari setiap proses yang berlangsung dalam industri tekstil ini menghasilkan limbah yang dapat membahayakan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, pengolahan dari limbah tekstil ini wajib dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Pada makalah ini akan dijelaskan kontribusi teknologi membran untuk pengolahan limbah tekstil dan pengolahan kembali bahan baku yang tersisa hasil proses industri tekstil. Pengolahan kembali limbah tekstil ini dapat dilakukan dengan proses teknik membran seperti ultrafiltrasi dan nanofiltrasi. Kelebihan dan kekurangan dari setiap proses berbasis membran tersebut juga telah dijelaskan dengan baik pada jurnal ini. Berbagai macam ilustrasi transportasi membran untuk proses pengolahan limbah tekstil ini juga terdapat pada makalah ini. Selain itu, kebutuhan ekonomi untuk proses pengolahan limbah dengan teknologi membran ini juga sudah dibahas. Kata kunci: tekstil, air, limbah, membran, pengolahan limbah
1. Pendahuluan. Pada era sekarang ini dunia menjadi saksi akan revolusi ekonomi sosial dari berbagai macam jenis perindustrian. Namun, kemajuan industri ini tidak seimbang antara proses yang terdapat dalam industri tersebut dengan limbah yang dihasilkan sehingga terjadi pencemaran lingkungan yang sangat berbahaya untuk kelestariannya. Salah satu industri terbesar didunia adalah industri tekstil. Dalam proses yang berlangsung dalam industri tekstil ini banyak digunakan air, pewarna, dan juga bahanbahan kimia yang digunakan untuk menghasilkan produk tekstil. Oleh karena digunakannya bahan-bahan tersebut makan dari hasil akhir proses ini banyak dihasilkan limbah yang tidak bisa digunakan lebih lanjut. Limbah tekstil ini akan sangat berbahaya bagi lingkungan apabila dibuang begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu. Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan sebuah bahan tekstil. Limbah dan emisi
merupakan non product output dari kegiatan industri tekstil. Khusus industri tekstil yang di dalam proses produksinya mempunyai unit Finishing- Pewarnaan (dyeing) mempunyai potensi sebagai penyebab pencemaran air dengan kandungan amoniak yang tinggi. Air limbah pabrik tekstil rata-rata mengandung pewarna, Chemical oxygen demand, bahanbahan kimia berbahaya, asam, garam anorganik, dan kandungan amoniak yang tinggi (Verma dkk, 2012). Dari berbagai macam bahan yang terkandung dalam limbah tekstil ini, limbah zat pewarna tekstil merupakan limbah yang paling membahayakan dan yang menjadi sumber dari kontaminasi. Apabila limbah ini dibuang secara sembarang dan bercampur dengan air bersih. Hal ini bisa menyebabkan terkontaminasinya air bersih tersebut sehingga mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya serta penurunan kadar oksigen (Duarte dkk, 2013; Wang dkk, 2009). Selain itu limbah pabrik tekstil ini juga sangat beracun untuk kehidupan flora dan fauna yang ikut menggunakan air yang sudah terkontaminasi tersebut (Wang dkk, 2009).
Bahaya terbesar untuk kelestarian lingkungan ditimbulkan oleh jumlah konsumsi air sebagai bahan utama yang sangat banyak digunakan pada industri tekstil, yang mengakibatkan menipisnya persediaan air bersih yang tersedia. Pertumbuhan industri yang semakin signifikan akan menyebabkan penggunaan air besih yang semakin banyak pula sehingga dapat mengurangi persediaan air (Parvathi dkk, 2009). Hal ini mendorong para peneliti untuk mengembangkan teknologi untuk mengolah air limbah industri tekstil agar tidak terlalu berbahaya. Tujuan utama dari hal ini adalah untuk merancang dan mengembangkan teknologi untuk pengolahan air limbah industri tekstil yang ramah lingkungan, hemat biaya , dan juga dapat mengurangi berbagai kontaminan yang terdapat dalam limbah tekstil industri, agar limbah tersebut layak untuk dibuang sehingga tidak mencemari lingkungan. Pengolahan limbah ini juga harus diiringi dengan reklamasi air yang digunakan dalam proses industri tekstil, hal ini sangat penting dilakukan untuk pembangunan kedepannya di sector industri dan Negara secara keseluruhan Berbagai teknik untuk pengolahan dan pengobatan untuk mengurangi kontaminan dari air limbah tekstil telah banyak dilakukan, baik dengan cara konvensional maupun sekarang ini banyak dengan menggunakan proses rekayasa dengan menggunakan teknologi. Namun, banyak dari metode yang digunakan ini masih mempunyai banyak kekurangan. Contohnya, proses pengolahan secara biologis seperti system lumpur aktif (Lotito dkk, 2011) atau pengolahan limbah tekstil anaerobic dengan proses bioremediasi (Turgay dkk, 2011) memiliki kekurangan fleksibilitas. Hal ini disebabkan karena kandungan biologis yang terdapat dalam air limbah yang membuatnya untuk terus beregenerasi dalam limbah sehingga terjadi variasi pH air limbah, suhu, konsentrasi di air limbah tekstil yang terus berubah-ubah. Selain itu, metode pengobatan biologis ini tidak membawa lengkap kontaminan pada zat pewarna. Karena hal ini limbah yang dibuang
masih sering terganggu oleh kemampuan dari kontaminan biologis untuk melakukan regenerasi konstituen organik pada pewarna tekstil. Teknologi pengolahan limbah dengan cara adsorpsi masih belum banyak dimanfaatkan karena keterbatasan yang ditimbulkan dari terbatasnya jumlah adsorben untuk pengolahan ini. Adsorben yang digunakan juga tidak bisa untuk diregenerasi kembali sehingga akan mengakibatkan butuhnya biaya yang tinggi untuk adsorben serta biaya pemeliharaan yang tinggi (Robinson dkk, 2001). Proses lainnya seperti proses ozonisasi tidak murah secara ekonomis dan juga proses ozonisasi ini memiliki kekurangan karena mempunyai waktu paruh yang singkat (Ong dkk, 2014). Adapun bahan kimia yang diganakan dalam proses operasi pengolahan limbah seperti koagulasi dan klorinasi tidak hanya meningkatkan biaya pengolahan, tetapi juga cenderung untuk menghasilkan produk dan residu dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat menyebabkan residu yang dihasilkan berkembang menjadi sumber polutan sekunder yang juga dapat mencemari lingkungan Kelemahan-kelemahan dari metodemetode tersebut dapat diatasi dengan proses pengolahan limbah industri tekstil dengan menggunakan membran yang didasarkan pada proses membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis yang dapat menguntungkan untuk pengolahan limbah tersebut (Dutta, 2007). Meningkatnya regulasi tentang penyediaan,pengelolahan air limbah yang lebih baik, meningkatkan kebutuhan air, desakan pasar untuk pengembangan dan komersialisasi teknologi membran , serta biaya teknologi membran yang terus menurun akibat pengembangan intesif teknologi membran, menjadi factor-faktor yang mendorong penggunaan membran dalam pengolahan air limbah (Wenten dkk, 2014). Teknologi membran terkenal sebagai teknologi yang bersih dan ramah lingkungan. Teknologi membran yang relatif sederhana, penyediaan desain modular untuk menangai
2
volume limbah industri skala besar, tidak digunakannya zat aditif merupakan beberapa keuntungan dari pengolahan limbah industri tekstil dengan teknologi membran. Selain itu, tidak ada limbah dengan produk atau polutan sekunder yang dihasilkan. Keuntungankeuntungan ini yang membuat semakin banyak minat untuk pengolahan limbah industri tekstil dengan teknologi membran. Namun, kelemahan utama dari teknologi membran ini adalah fouling membran (Van der Bruggen dkk, 2008). Adapun pencegahan fouling membran dan pengurangan biaya penggantian membran dapat dilakukan dengan cara pembersihan membran yang dilakukan secara teratur dan pemilihan teknik filtrasi yang sesuai dengan karakteristik aliran limbah tekstil. Pengolahan limbah dengan membran juga telah dibuktikan membutuhkan biaya yang relative hemat daripada proses lainnya. Membran saat ini dipandang sebagai teknologi yang maju dan pilihan ekonomis yang menguntungkan untuk perawatan limbah industri tekstil. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai keberhasilan dari beberapa proses penyaringan membran dalam pengolahan limbah industri tekstil untuk mengurangi kontamin yang terdapat dalam limbah. Disini juga akan dibahas proses-proses berbasis membran yang digunakan untuk pengolahan limbah serta solusi untuk masalah yang terdapat pada teknologi membran untuk pengolahan limbah industri tekstil
airnya. Sedangkan, pada proses pengolahan kering, limbah yang dihasilkan merupakan limbah padat. Industri tekstil merupakan industri yang menggunakan air sebagai bahan utamanya. Air banyak digunakan untuk membersihkan bahan baku dan untuk proses yang membutuhkan pembilasan seperti pemutihan, pencelupan, pencucian, netralisasi, desizing, dan mercerizing merupakan proses dalam pembuatan tekstil yang banyak menggunakan air. Namun seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsumsi air bervariasi tergantung dengan masing-masing proses. Misalnya proses operasi tertentu seperti pencelupan dan mencuci memerlukan air yang leibh banyak dibanding proses yang lainnya. Hal lainnya yang mempengaruhi penggunaan air adalah pemilihan bahan baku. Bahan baku seperti wol akan mengkonsumsi air lebih banyak dari serat sintetis agar bisa diproses lebih lanjut. Selain itu, peralatan yang berbedabeda juga memiliki kebutuhan air sesuai dengan kebutuhan alat tersebut. Misalnya, hank machines dan dyeing machines adalah peralatan dengan penggunaan air terbesar, dengan konsumsi air mulai dari 0,02-0,03 m3 / kg (Volmajer Valh dkk, 2011). Oleh karena itu, komposisi dan karakteristik dari limbah tekstil yang dibuang sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor ini meliputi jenis dan dosis bahan baku yang digunakan, komposisi serta dalam efek ekotoksikologi darilimbah tekstil dibuang dari sumber bervariasi dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor. Parameter ini meliputi jenis dan dosis yang diatur oleh para ahli di setiap pabrik sehingga didapatkan kualitas akhir produk tekstil sesuai yang diinginkan oleh industri tekstil tersebut.
2. Karakteristik air limbah industri tekstil Teknik pengolahan yang digunakan pada berbagai pabrik tekstil secara umum dibagi menjadi dua yaitu pengolahan basah dan pengolahan kering (Verma dkk, 2012). Sesuai dengan sifat-sifat limbah yang dihasilkan, limbah yang dihasilkan dari pabrik tekstil pada pengolahan basah sangat bervariasi dalam komposisi dan kandungan bahan kimia beracun. Hal ini tergantung dari bahan baku utama untuk membuat produk tekstil tersebut. Pada tahap pengolahan ini, mesin-mesin dan peralatan yang digunakan, air yang digunakan untuk proses pengolahan seluruhnya dipantau untuk penggunaan
2.1. Limbah air pada industri tekstil Limbah air dari industri tekstil berasal dari air yang digunakan untuk proses pembuatan tekstil, air pembersih, air pendingin, dan stormwater (Verma dkk, 2012).
3
Gambar 1. Skema pengolahan bahan dasar tekstil Sumber: www.pustakamateri.web.id
Limbah air dari industri tekstil ini banyak dihasilkan juga dari tahap-tahap proses pengolahan tekstil. Komposisi dan karakteristik dari limbah air sangat bervariasi yang di sebabkan oleh sejumlah faktor. Sifat fisik dan kimia dari pewarna yang digunakan dapat mempengaruhi hasil limbah air. Hal lain yang bisa mepengaruhi limbah yaitu seperti generator dalam proses pembuatan tekstil. Misalnya, generator yang bervolume besar dapat mencakup proses pencucian dari persiapan dan pewarnaan. Limbah yang dihasilkan dari generator ini akan mengandung banyak residu pewarna, garam, asam, dan zat aditif berbahya lainnya yang terkandung dalam limbah. Tahapan-tahapan proses ini juga dapat mengakibatkan meningkatknya kerusakan untuk biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), total dissolved solids (TDS) and total suspended solids (TSS). Selain itu sisa bahan kimia yang terdapat pada tempat pembuangan
seperti pelumas, reside insektisida, pectin, lilin, disinfektan, deterjen merupakan sumber utama dari kandungan berbahaya pada limbah air yang dihasilkan. Pada umumnya proses desizing menyumbang sekitar 50% dari seluruh air limbah tekstil yang dihasilkan (Babu dkk, 2007; Volmajer Valh dkk, 2011). 3. Pengolahan limbah tekstil Pemilihan teknologi membran yang baik untuk pengolahan limbah bergantung pada bahan dari membran yang digunakan. Bahan membran ini memiliki sifat-sifat khusus baik dari sifat fisik, kimia, ketahanan terhadap panas, mekanik, dan juga kerentanan membran untuk fouling. Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan yaitu ukuran pori membran yang menentukan zat yang bisa melewati membran tersebut dan kemampuannya untuk tidak tersumbat merupakan hal yang perlu diperhatikan. Pemilihan membran ini juga bergantung pada aliran umpan limbah dan bahan kimia lainnya yang berkontak langsung dengan membran.
4
Oleh karena itu, pengolahan konsentrat harus diperhatikan dalam hal biaya, energy, efesiensi, dan keramah lingkungan sebelum residu dari membran dibuang ke lingkungan (Chelme-Ayala dkk, 2009). Misalnya, pembuangan langsung konsentrat dari hasil pengolahan proses membran nanofiltrasi dan reverse osmosis akan menghasilkan residu yang tidak ramah lingkungan, karena terdiri dari unsur organtik seperti pewarna dan aditif , komponen garam. Penggunaan kembali aliran limbah yang sangat bewarna ini juga tidak mungkin. Kasus degradasi anaerobik digunakan dalam hubungan dengan membran proses berdasarkan bisa menjadi pilihan yang layak. Mengingat kurangya fleksibilitas dari dari teknik-teknik pengolahan limbah biologi, membran distilasi (MD) dari nanofiltrasi dan reverse osmosis konsentrat diikuti oleh pembakaran MD dipandang sebagai skenario yang paling menjanjikan, karena terkait keuntungan / biaya yang cukup tinggi. Aplikasi membran untuk menggantikan klarifier sekunder dalam system lumpur aktif konvensional menghasilkan system pengolahan limbah yang mememrlukan area pengolahan yang lebih sempit dengan kualitas keluaran yang sangat baik (Wenten dkk, 2014) MD distilat ini digunakan kembali dalam proses finishing, sedangkan penambahan nilai dari pemulihan energi yang berasal dari proses pembakaran selanjutnya bergantung pada
3.1. Mikrofiltrasi Mikrofiltrasi memiliki keterbatasan untuk aplikasinya dalam pengolahan limbah air tekstil karena prosesnya memiliki kemiripan dengan proses filtrasi konvensional. Membran mikrofiltrasi biasanya memiliki ukuran pori disekitaran 0,1-10 µm (Dutta, 2007). Pemisahan dengan mikrofiltrasi dilakukan pada beda tekan rendah sekitar 2 bar. Mikrofiltrasi terutama digunakan untuk penghapusan partikel suspensi dan pewarna koloid.Namun, membran mikrofiltrasi mengizinkan bahan kimia tambahan yang tidak dikonsumsi, terlarut polutan organik dan kontaminan terlarut lainnya untuk lolos dari permeat (Juang dkk, 2013). Oleh karena itu, mikrofiltrasi jarang digunakan sendiri dalam teknik pengobatan untuk remediasi limbah industri yang kompleks. Karena itu, sebagian besar mikrofiltrasi digunakan sebagai langkah pre-treatment dalam sistem hybrid sehingga dapat melengkapi proses penyerta lainnya yang biasanya menargetkan pewarna dan polutan larut lainnya, Mikrofiltrasi banyak digunakan sebagai langkah pre-treatment sebelum masuk ke proses nanofiltrasi dalam pengolahan limbah air tekstil. Perbandingan untuk hasil pengolahan limbah dari cara konvensional seperti koagulasi/flokulasi dibandingkan dengan mikrofiltrasi/nanofiltrasi yang mempunyai faktor reduksi volume yang sama sekitar 8, menghasilkan bahwa permeat dari
Gambar 2. Skema proses kerja mikrofiltrasi (Sumber: www.omicsonline.org) berbagai tahap pengolahan limbah tekstil berikutnya.
nanofiltrasi dengan pre-treatment akan terdapat hasil sebanyak 34 L/h m² , perolehan 5
ini lebih besar dari permeat yang didapatkan pada pengolahan dengan teknik koagulasi/flokulasi yang hasilnya sebanyak 14 L/h m². Tujuan dari dilakukannya semua hal ini adalah untuk menghasilkan metode pengolahan limbah air tekstil yang saling melengkapi satu sama lainnya untuk menghilangkan kandungan kontaminan dari limbah (Ellouze dkk, 2012).
utama dari pembuatan tekstil. Ultrafiltrasi digunakan sebagai pre-treatment untuk system yang menginginkan tingkat kemurnian yang tinggi, proses ini dilanjutkan oleh proses nanofiltrasi, reverse osmosis agar air hasil pengolahan limbah yang dihasilkan layak untuk digunakan kembali dengan kualitas yang baik
3.2 Ultrafiltrasi 3.3 Nanofiltrasi
Ultrafiltrasi merupakan proses membran yang umumnya digunakan untuk pemisahan makromolekul dan juga koloid dari larutannya. Zat terlarut yang dipertahankan biasanya memiliki berat molekul sekitar beberapa ribu Daltons(Dutta, 2007). Proses membran ini banyak berhasil digunakan untuk mengolah kontaminan yang berasal dari limbah industri kimia, makanan, dan biofarmasi (Wenten,2015) . Namun, proses ultrafiltrasi mempunyai keterbatasan dalam
Secara karakteristik, proses membran secara nanofiltrasi terkletak ditempatkan di antara ultrafiltrasi dan reverse osmosis . Nanofiltrasi semakin populer untuk digunakan dalam pengolahan limbah industri tekstil karena manfaatnya yang sangat baik dalam hal pengurangan pencemaran lingkungan, pengurangan, pemulihan, dan penggunaan kembali pewarna tekstil, pengurangan bahan kimia berbahya,
Gambar 3. Skema proses kerja Nanofiltrasi (Sumber:www.file.scirp.org) aplikasinya di industri tekstil, hal ini disebabkan oleh berat molekul dari pewarna yang terdapat pada tekstil jauh lebih rendah dari kemampuan pemisahan berat molecular dari membran ultrafiltrasi. Karena ini, pengurangan zat pewarna dari proses ultrafiltrasi sendiri biasanya tidak lebih dari 90% (Ounia dan Dhahbi, 2010). Air yang didapatkan hasil pengolahan limbah dari ultrafiltrasi hanya bisa digunakan untuk proses samping atau proses yang kecil saja pada industri tekstil. Air yang diperoleh hasil pengolahan limbah tidak dapat memenuhi kualifikasi untuk digunakan pada proses
pemulihan dan penggunaan kembali air garam Selain itu, kualitas permeat yang dihasilkan dimungkinkan untuk penggunaan kembali air limbah yang digunakan undtuk bahan dalam dalam proses utama seperti pewarnaan dan finishing. Nanofiltrasi beroperasi pada relatif tekanan rendah, yang berkisar 500-1000 kPa; hal ini memungkinkan retensi rendah ion monovalen dan juga memungkinkan hampir 100% penolakan ion multivalent. Penolakan spesies di nanofiltrasi diatur kebanyakan oleh sterik dan kekuatan tolakan. Keuntungan lainnya dari menggunakan proses membran
6
nanofiltrasi yang termasuk permeabilitas pelarut yang tinggi, retensi zat terlarut bermuatan terlarut seperti molekul organik, dengan berat molekul yang lebih besar dari 150 Da, kemudahan pembersihan kimia dan kemampuan NF membran untuk menahan suhu tinggi, sampai sekitar 70 C, yang mengurangi energi yang dikonsumsi untuk memanaskan air segar(Schafer dkk, 2005).
Percobaan lebih lanjut untuk membandingkan kinerja antara nanofiltrasi dan reverse osmosis yaitu dengan melakukan studi banding berdasarkan efisiensi penolakan NF dan RO modul. Didalamnya efektivitas spiral NF dan RO modul, yang merupakan pilot plant, dievaluasi dalam simulasi mengobati campuran limbah terkontaminasi dalam hal warna dan pengurangan garam Na2SO4 pada berbagai konsentrasi umpan dan tekanan umpan dengan menggunakan metil orange (MO) sebagai model senyawa pewarna Penolakan metil oranye diperoleh melalui RO (99,99%) sedikit lebih tinggi daripada penolakan dibawa oleh NF (99%), sedangkan penurunan dalam fluks permeat mungkin bisa dikaitkan dengan polarisasi konsentrasi dan fouling membran. Selain itu, untuk kedua NF dan RO percobaan, tingkat penghapusan TDS, retensi natrium dan konduktivitas keseluruhan relatif sama dengan pewarna metil oranye (Nataraj dkk, 2009). 3.5 Elektrodialisis Elektrodialisis juga cukup banyak digunakan dalam industri tekstil untuk pengur. Jangan kontaminan dari limbah air tekstil. Elektrodialisis mempunyai ciri khas spesial dalam kemampuannya untuk mengolah limbah air tekstil. Proses ini sangat baik daya gunanya untuk menghilangkan kandungan klorida dari limbah tekstil. Karena dalam industri tekstil banyak digunakan natrium klorida yang dominan, sehingga proses ini bagus untuk diterapkan. Selain itu, elektrodialisis dengan membran bipolar baru-baru ini telah menarik minat banyak pabrik karena efesiensi energi yang tinggi dan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan proses membran reverse osmosis. Elektrodialisis (ED) juga dapat juga digunakan untuk mengurangi beban volume pada evaporator melalui konsentrasi yang dari limbah yang diperoleh dari proses reverse osmosis. Keefektifan proses membran elektrodialisis dalam mencapai konsentrasi yang diinginkan dari limbah reverse osmosis dapat mencapai 6 kali jumlah
3.4 Reverse osmosis RO adalah proses yang efektif dalam menghilangkan makromolekul serta ion dari limbah tekstil; limbah yang telah melalui proses pengolahan secara RO biasanya dihasilkan tanpa warna dan memiliki jumlah salinitas rendah. Namun, penggunaan membran polimer padat dan tekanan osmotik tinggi karena adanya konsentrasi garam yang tinggi sangat membatasi fluks permeat, dan pada saat fouling terjadi, hal ini mempengaruhi kinerja membran. Oleh karena itu, di RO, tekanan trans-membran lebih besar dari 2000 kPa diperlukan untuk mempertahankan proses pengolahan yang baik, sehingga kebutuhan ini akan mengakibatnya naiknya biaya ekonomi untuk proses ini (Schafer dkk, 2009). Penilaian komparatif telah dilakukan untuk membandingkan efektivitas dari nanofiltrasi dan reverse osmosis dalam mengolah limbah tekstil bedasarkan evaluasi kualitas permeat yang diperoleh setiap proses, pengurangan COD dan BOD, dan konten salinasi. Tes ini dilakukan dengan menggunakan menggunakan BW30 reverse osmosis dan NF90 nanofiltrasi dengan berbagai rasio konsentrasi dan dalam kondisi hidrodinamik yang berbeda. Proses yang diperlakukan dalam kedua kasus, memenuhi kriteria reklamasi dan didapatkan air yang berkualitas baik untuk digunakan kembali yang dihasilkan masing-masing membran. Air daur ulang tersebut bisa digunakan kembali untuk proses tekstil seperti mencuci dan pewarnaan, sehingga menghemat air bersih dan juga energi yang digunakan (Liu dkk, 2011).
7
garam yang dihasilkan oleh proses reverse osmosis (Praneeth dkk, 2014). Pengolahan Air EDI atau continou selectrodeionization (CEDI )merupakan teknologi yang mulai berkembang pada akhir tahun 1950an dengan tujuan untuk meminimalisasi fenomena konsentrasi polarisasi yang ada pada system elektrodialisis .Ketika kompartemen dilute dikemas dengan material penukarion, kompartemen tersebut bertindak sebagai konduktor karena adanya gugus fungsi,yang berperan sebagai jembatan diantara membran penukar ion.(Wenten,2015)
ditingkatkan dengan permutasi dan kombinasi dari teknik pengolahan yang saling melengkapi satu sama lainnya. Banyak percobaan yang telah dilakukan untuk merancang proses membran hybrid untuk pengolahan limbah, hal ini dilakukan dengan kombinasi dari proses pengolahan berbasis membran yang berbeda-beda. Contohnya, studi banding dilakukan antara NF langsung dan campuran proses UF dengan NF dilakukan untuk pengolahan limbah air tekstil (Fersi dan Dhahbi, 2008). Hasil percobaan ini menunjukan keuntungan yang lebih dari proses integrasi UF dengan NF dibanding hanya NF saja. Retensi zat pewarna dari proses hibrid ini dapat mencapai lebih dari 95%, retensi garam terlarut dapat mencapai 80%, serta retensi ion bivalen dapat mencapai lebih dari 95% . Selain itu studi juga dilakukan untuk menggunakan UF sebagai proses pretreatment yang kemuudian dilakukan
3.6 Proses Integrasi Para peneliti mengklaim proses membran campuran akan sangat menguntungkan untuk pengolahan limbah kompleks seperti limbah tekstil, yang merupakan limbah sangat merugikan karena limbah tersebut sangat
Gambar 4. Unit RO dengan pre-treatment ekstensif (Sumber: Wenten dkk, 2014) beranekaragam, dan adanya konstituen yang kompleks dan sulit diolah, seperti pewarna, garam dan bahan kimia tambahan (Koltuniewicz dan Drioli, 2008). Penggunaan volume material bahan yang besar dan energi yang tinggi pada industri tekstil membuat munculnya teknologi pengolahan limbah tekstil berbasi membran campuran (hybrid). Hal ini dilakukan untuk memastikan hasilnya akan ramah lingkungan, mengurangi pengeluaran energi, dan juga mengurangi kontaminan yang terkandung. Selektivitas dan efektivitas proses hibrid ini dapat cocok
nanofiltrasi dan reverse osmosis. Pada proses ini menghasilkan bahwa dengan proses hibrid ini akan menguntungkan karena terjadi penurunan fouling yang banyak pada membran nanofiltrasi. Intinya, proses integrasi ini dapat saling melengkapi antara kelebihan satu sama lain dari proses berbasis membran sehingga pengolahan limbah industri tekstil dapat berlangsung lebih baik (Arnal dkk, 2008)
8
membran (Fersi dkk, 2009). Model yang digunakan adalah dinyatakan sebagai:
4. Transportasi zat pada membran Proses pengolahan berbasis membran tidak lengkap tanpa diperhatikannya mekanisme yang mengatur transportasi zat terlarut melintasi membran dan permodelan komprehensif dari teknik berbasis membran. Simulasi dari berbagai kinerja proses berbasis membran merupakan hal yang sangat diperlukan untuk pemantauan zat yang melintasi membran (Foley, 2013). Pada proses membran berbasis gaya dorong tekanan, masing-masing proses dapat dikelompokan bedasarkan ukuran pori, dimana ukuran pori MF>UF>NF>RO (Wenten dkk, 2014). Perumusan yang akurat untuk model membran apapun untuk teknik pemisahan harus memperhatikan tiga masalah dasar untuk transportasi zat terlarut yang terdiri dari: transfer pelarut dan zat terlarut yang menyertainya (1) dalam konsentrasi pada lapisan batas fase, (2) melalui pori membran, (3) dan yang terdapat di dalam pori-pori membran (Banerjee dan De, 2010a; Dutta, 2007).
di mana resistensi, Rm, yang bedasarkan bahan membran, ketahanan,Rcp, karena polarisasi konsentrasi, dan fouling membran,Rf adalah resistensi filtrasi yang mempengaruhi resistansi total filtrasi Rtot. Hambatan fouling, Rf dilihat sebagai penjumlahan dari hambatan reversibel RRF fouling dan hambatan ireversibel fouling Rif. 5. Evaluasi secara ekonomi untuk pengolahan limbah tekstil dengan proses berbasis membran Dalam dunia industri, salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah dari segi ekonomi proses yang dipilih. Oleh karena itu, sejumlah evaluasi dilakukan oleh berbagai ilmuwan untuk memastikan kelayakan ekonomi teknik berbasis membran untuk berkembang dalam idustri tekstil(He dkk, 2011; Ranganathan dkk, 2007; Van der Bruggen dkk, 2004).Sebuah evaluasi technoeconomical dari ultrafiltrasi dan reverse osmosis untuk unit pengolahan air limbah berdasarkan skala pilot dilakukan oleh Ciardelli dkk, (2000) menggunakan limbah sekunder dari pewaranaan dan finishing ; limbah pada awalnya diolah dengan cara oksidasi lumpur aktif. Evaluasi ekonomi untuk ultrafiltrasi sebagai pre-treatment aliran limbah tekstil T juga dilakukan oleh Simonic (2009). Vergili dkk, (2012) menganalisis efektivitas dalam aspek tekno-ekonomi pengolahan air limbah tekstil melalui proses membran terintegrasi. Proses-proses ini terdiri dari gabungan proses ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi longgar (NF1), nanofiltrasi ketat (NF2) dan reverse osmosis (RO). Dilakukan analisis biaya untuk empat kombinasi yang berbeda, yaitu, UF / NF2 (S (I)), NF1 / NF2 (S (II)), NF1 / RO (S (III)) dan UF / NF2 / RO (S (IV))) dimana setiap skenario berikutnya dilanjutkan dengan proses distilasi membran (MD) . Parameter yang dievaluasi termasuk biaya modal dan operasional, pendapatan,
Model perumusan yang menunjukkan mekanisme pengikatan pewarna ke polimer dinyatakan sebagai: di mana Ka melambangkan disosiasi konstan untuk konversi dari bentuk terprotonasi dari monomer (LH) ke bentuk non-terprotonasi nya (L) dan K1 menunjukkan konstanta pembentukann kompleks untuk reaksi antara (L) dan molekul dye independen (D) yang menghasilka monomeredye kompleks (LD). Pengaruh co-ion yang hadir pada retensi pewarna juga dihitung modelnya. Nilai-nilai dari berbagai parameter kinetik dihitung sesuai dengan data eksperimen yang dilakukan. Permodelan untuk hambatan dari model telah banyak digunakan untuk mengevaluasi penurunan fluks yang terjadi pada saat proses berbasis membran berlangsung. Hambatan ini akan berbeda-beda untuk setiap proses
9
rasio keuntungan / biaya (K/B). Kombinasi ketiga dan keempat merupakan kombinasi yang tidak efektif, karena pada hasil limbah setelah pengolahan masih terdapat abu dan NaCl yang harus didaur kembali. Biaya perawatan unit untuk skenario S (I), S (II), S (III) dan S (IV) adalah sebesar 1,37, 1,38, 2,16 dan 2,01 $ / m3 secara berturut-turut dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kembali modal adalah 0.87, 0.91, 2.07 dan 1.51 tahun. Selain itu, rasio K / B 3,58 dan 3,55 untuk skenario S (I) dan S (II) masing-masing. Maka dari hasil ini, disarankan proses pengolahan limbah yang baik adalah dengan kombinasi S (I) dan S (II) dari sudut pandang teknologi dan ekonomi. Dengan demikian, penerapan pengolahan limbah tekstil dengan menggunakan proses berbasis membran banyak membawa keberhasilan untuk industri-industri tekstil dengan unsur keberlanjutan dari proses dan juga menguntungkan baik secara ekonomi maupun untuk kelestarian lingkungan lebih terjaga karena limbah yang dibuang sudah jauh lebih bersih (Van der Bruggen dkk, 2004).
juga banyak diterapkan karena dapat melengkapi kekurangan satu sama lain dari proses membran agar dihasilkan pengolahan limbah tekstil yang baik dan ramah lingkungan. Selain itu, persamaan yang ditemui saat dilakukan pemodelan pengolahan limbah berbasis membran, dapat diselesaikan dengan menggunakan aplikasi seperti MATLAB. Teknologi membran sekarang ini dianggap sebagai terobosan revolusioner dalam bidang teknologi, dan sangat menjanjikan untuk masa depan.
6. Kesimpulan Pengolahan limbah tekstil yang dilakukan dengan menggunakan proses berbasis membran sekarang ini sudah banyak digunakan. Proses berbasis membran ini bermacam-macam seperti mikrofiltrasi, nanofiltrasi, ultrafiltrasi, reverse osmosis, elektrodialisis, dan proses hibrid. Pemilihan proses membran tersebut didasarkan pada limbah industri tekstil yang akan diolah, hasil dari pengolahan limbah dengan proses membran tersebut juga akan sangat bervariasi. Misalnya, kualitas air hasil pengolahan limbah dengan mikrofiltrasi atau ultrafiltrasi biasanya tidak memenuhi kriteria untuk digunakan kembali dalam proses pembuatan tekstil. Namun, pengolahan dengan proses nanofiltrasi atau reverse osmosis akan menghasilkan air hasil pengolahan limbah yang dapat digunakan kembali untuk proses primer pembuatan tekstil. Proses hibrid yang merupakan proses gabungan dari beberapa proses membran
10
Volume Set: Theory and Practice. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co.KGaA, Weinheim. Liu, M., Lü, Z., Chen, Z., Yu, S., Gao, C., 2011. Comparison of reverse osmosis and nanofiltration membrans in the treatment of biologically treated textile effluent for water reuse. Desalination 281, 372-378. Lotito, A.M., Fratino, U., Mancini, A., Bergna, G., Di Iaconi, C., 2012b. Effective aerobic granular sludge treatment of a real dyeing textile wastewater. Int. Biodeterior. Biodegrad. 69, 62-68. Nataraj, S.K., Hosamani, K.M., Aminabhavi, T.M., 2009. Nanofiltration and reverse osmosis thin film composite membran module for the removal of dye and salts from the simulated mixtures. Desalination 249, 12-17. Ong, Y.K., Li, F.Y., Sun, S.-P., Zhao, B.-W., Liang, C.-Z., Chung, T.-S., 2014. Nanofiltration hollow fiber membrans for textile wastewater treatment: labscale and pilotscale studies. Chem. Eng. Sci. 114, 51-57. Parvathi, C., Maruthavanan, T., Prakash, C., November 2009. Environmental impacts of textile industries. Indian Text. J. Magaz. 22-26. IPF online limited. Praneeth, K., Manjunath, D., Bhargava, S.K., Tardio, J., Sridhar, S., 2014. Economical treatment of reverse osmosis reject of textile industry effluent Robinson, T., McMullan, G., Marchant, R., Nigam, P., 2001. Remediation of dyes in textile effluent: a critical review on current treatment technologies with a proposed alternative. Bioresour. Technol. 77, 247-255. Schafer, A.I., Fane, A.G., Waite, T.D. (Eds.), 2005. Nanofiltration: Principles and Applications, first ed. Elsevier, UK. Skema Pengolahan Bahan Dasar Tekstil, Available: http://www.pustakamateri.web.id/seja rah-tekstil/, diakses 04-10-2016.
Daftar Pustaka REFERENCES Babu, B.R., Parande, A.K., Raghu, S., Kumar, T.P., 2007. Cotton textile processing: waste generation and effluent treatment.Textile technology. J. Cotton Sci. 11, 141-153. Chelme-Ayala, P., Smith, D.W., El-Din, M.G., 2009. Membran concentrate management options: a comprehensive critical review. Can. J. Civil Eng. 36, 1107-1119. Ciardelli, G., Corsi, L., Marcucci, M., 2000. Membran separation for wastewater reuse in the textile industry. Resour. Conserv. Recyc. 31, 189-197. Duarte, F., Morais, V., Maldonado-H_odar, F.J., Madeira, L.M., 2013. Treatment of textile effluents by the heterogeneous Fenton process in a continuous packed-bed reactor using Fe/activated carbon as catalyst. Chem. Eng. J. 232, 34-41. Dutta, B.K., 2007. Principles of Mass Transfer and Separation Processes. PHI Learning Pvt. Ltd., New Delhi. Fersi, C., Dhahbi, M., 2008. Treatment of textile plant effluent by ultrafiltration and/ or nanofiltration for water reuse. Desalination 222, 263-271. Fersi, C., Gzara, L., Dhahbi, M., 2009. Flux decline study for textile wastewater treatment by membran processes. Desalination 244, 321-332. He, Y., Li, G., Jiang, Z., Wang, H., Zhao, J., Su, H., Huang, Q., 2011. Diafiltration and concentration of Reactive Brilliant Blue KN-R solution by two-stage ultrafiltration process at pilot scale: technical and economic feasibility. Desalination 279, 235-242. Juang, Y., Nurhayati, E., Huang, C., Pan, J.R., Huang, S., 2013. A hybrid electrochemical advanced oxidation/microfiltration system using BDD/Ti anode for acid yellow 36 dye wastewater treatment. Sep. Purif. Technol. 120, 289-295. Koltuniewicz, A.B., Drioli, E., 2008. Membrans in Clean Technologies 2
11
Skema Proses Kerja Mikrofiltrasi, Available:http://www.omicsonline.org /, diakses 04-10-2016. Skema Proses Kerja Nanofiltrasi, Available: http://www.file.scirp.org, diakses 0410-2016. Türgay, O., Ers€oz, G., Atalay, S., Forss, J., Welander, U., 2011. The treatment of azo dyes found in textile industry wastewater by anaerobic biological method and chemical oxidation. Sep. Purif. Technol. 79, 26-33. Van der Bruggen, B., M€antt€ari, M., Nystr€om, M., 2008. Drawbacks of applying nanofiltration and how to avoid them: a review. Sep. Purif. Technol. 63, 251-263. Verma, A.K., Dash, R.R., Bhunia, P., 2012. A review on chemical coagulation/flocculation technologies for removal of colour from textile wastewaters. J. Environ. Manage. 93, 154-168. Volmajer Valh, J., Majcen Le Marechal, A., Vajnhandl, S., Jeri_c, T., _Simon, E., 2011. 4.20-Water in the Textile Industry, Reference Module in Earth Systems and Environmental Sciences, Treatise on Water Science. Elsevier, pp. 685-706. Wenten, I.G.; “Industri Membran dan Perkembangannya.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2015. Wenten, I.G.; “Teknologi Membran: Prospek dan Tantangannya.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2015. Wenten, I.G.; Aryanti, P.T.P.; Hakim, A.N.; “Teknologi Membran Dalam pengolahan Air.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. Wenten, I.G.; Aryanti, P.T.P.; Khoiruddin; “Teknologi Membran dalam Pengolahan Limbah.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. Wenten, I.G.; Hakim, A.N.; Aryanti, P.T.P.; “Bioreaktor Membran untuk Pengolahan Limbah Industri.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014.
Wang, Q., Luan, Z., Wei, N., Li, J., Liu, C., 2009. The color removal of dye wastewater by magnesium chloride/red mud (MRM) from aqueous solution. J. Hazard. Mater. 170, 690-698.
12