BIOREAKTOR MEMBRAN UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH I.G. Wenten Departemen Teknik Kimia - Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung
[email protected]
PENDAHULUAN Pembuangan limbah cair hasil industri yang tidak melewati proses pengolahan terlebih dahulu telah menyebabkan tingginya kasus pencemaran lingkungan di Indonesia. Untuk mengatasi makin meningkatnya pencemaran lingkungan khususnya badan air, setiap industri di Indonesia diwajibkan membangun unit instalasi pengolahan limbah guna mengurangi beban pencemaran air permukaan. Namun demikian beberapa masalah yang menjadi kendala saat ini adalah terbatasnya lahan yang tersedia untuk pembangunan instalasi pengolahan limbah, biayanya yang mahal, serta kebutuhan akan unit pengolahan limbah yang kompak dan dapat diandalkan. Teknologi pengolahan limbah yang ada saat ini tidak mampu menghasilkan efluen yang memenuhi standar buangan limbah. Proses pengolahan limbah yang sering digunakan untuk mengolah limbah khususnya limbah organik adalah proses pengolahan secara biologis seperti proses lumpur aktif. Proses ini memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik yang terdapat di dalam limbah. Proses perlakuan berjalan alamiah sehingga seringkali memerlukan waktu yang lama dan juga membutuhkan lahan yang luas. Kualitas keluaran yang sangat ditentukan oleh tahap sedimentasi juga merupakan permasalahan yang sering dihadapi pada proses lumpur aktif sehingga perhatian yang intensif diperlukan untuk menjaga karakteristik pengendapan lumpur yang baik. Semakin ketatnya standar baku mutu buangan limbah menyebabkan kebutuhan akan teknologi yang dapat diandalkan semakin mendesak. Kehadiran teknologi membran sebagai proses pemisahan memberikan alternatif baru untuk meningkatkan kinerja pengolahan limbah konvensional. Kombinasi membran dengan proses lumpur aktif memunculkan sistem pengolahan limbah yang disebut bioreaktor membran. Sistem ini memungkinkan pengolahan limbah yang berbasis pada konsep “reuse” (pemanfaatan kembali) yang mengubah paradigma limbah sebagai sektor non-profit menjadi limbah sebagai sektor profit. Efluen yang dihasilkan dari sistem bioreaktor membran memiliki kualitas yang memenuhi standar re-use dibandingkan kualitas efluen yang dihasilkan proses konvensional yang hanya ditujukan untuk memenuhi standar buangan. Konsep pemanfaatan kembali yang ditawarkan oleh teknologi membran terbukti dapat menghasilkan keuntungan diantaranya penghematan dari segi biaya operasional (air, listrik, bahan kimia, dll). Hal ini tentunya memberikan implikasi positif tidak saja bagi pihak industri karena proses menjadi hampir selalu menguntungkan (profitable) tetapi juga bagi kelestarian lingkungan yang selama ini acapkali terabaikan. Adanya tiga jenis bioreaktor membran yang berfungsi berdasarkan karakteristik spesifik limbah yaitu bioreaktor membran pemisahan biomassa, bioreaktor membran aerasi, dan bioreaktor membran ekstraktif memungkinkan luasnya aplikasi bioreaktor membran dalam mengolah berbagai jenis limbah baik toksik maupun non-toksik. Saat ini telah terdapat lebih dari 500 instalasi bioreaktor membran di berbagai negara yang mengolah limbah domestik, perkotaan, maupun berbagai jenis limbah industri.
1
PROSES MEMBRAN Proses membran mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), dan nanofiltrasi (NF) merupakan proses membran yang paling sering digunakan untuk bioreaktor membran. Namun demikian jenis membran lainnya yaitu membran tidak berpori diaplikasikan pula pada bioreactor membran khususnya tipe ekstraktif. Dalam perannya sebagai proses pemisahan, membran berfungsi sebagai penghalang selektif di antara dua fasa yang memungkinkan lewatnya komponen tertentu namun menahan komponen lainnya. Proses membran MF, UF, dan NF bekerja berdasarkan perbedaan tekanan sebagai gaya dorong. Berdasarkan asalnya, membran dapat dibedakan menjadi membran alami dan membran sintetik. Membran juga dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur simetrinya yaitu struktur membran simetris dan asimetris. Membran asimetris dapat dibedakan menjadi membran asimetris integral dan membran asimetris komposit. Membran simetris memiliki struktur yang seragam sepanjang arah ketebalan membran. Tebal membran simetris sangat bervariasi, berkisar dari 10-200 m. Sebaliknya membran asimetris memiliki struktur yang berbeda sepanjang arah ketebalan membran. Pada membran asimetris terdapat lapisan atas yang sangat tipis (skin) dengan tebal 0,1-0,5 m dan biasanya merupakan membran berpori sempit. Untuk memberikan kekuatan mekanik, lapisan skin ini ditunjang oleh lapisan berikutnya atau biasa dikenal sebagai support. Lapisan support memiliki ketebalan berkisar antara 50-150 m dan sangat berpori. Membran asimetris integral memiliki lapisan skin dan support yang terbuat dari bahan yang sejenis sementara membran asimetris komposit terbuat dari bahan yang berbeda. Membran dapat dipabrikasi dalam dua bentuk yaitu membran tubular dan membran datar. Dalam aplikasinya, membran digunakan dalam bentuk modul-modul. Baik membran datar maupun tubular dapat diaplikasikan untuk bioreaktor membran. Dua modul membran yang paling umum dijumpai di pasaran adalah hollow fiber (kapiler) dan spiral wound (Gbr. 1). Bentuk modul lainnya adalah plate & frame, tubular, rotari, vibrasi, dan vorteks Dean.
Gbr. 1. Tipe modul membran (a) spiral wound and (b) hollow fiber
Modul-modul tersebut memiliki keunggulan masing-masing yang diantaranya didasarkan pada packing density, kemudahan pencucian, hilang tekan, volume hold-up, dan kebutuhan sistem perlakuan awal (pre-treatment). Modul hollow fiber memiliki packing density yang paling tinggi dibandingkan jenis modul lainnya, termasuk pula paling mudah dibersihkan. Dari segi harga, hollow fiber dan spiral wound lebih kompetitif dibanding modul lainnya. Sementara dari segi hilang tekan, modul tubular dan rotating-disc/silinder memiliki hilang tekan yang paling rendah [1]. Pada aplikasi skala industri, membran biasanya terdiri dari banyak modul yang disusun seri atau paralel dengan sistem satu-tahap ataupun multitahap [1]. 2
Dari segi pengoperasiannya, membran dapat dioperasikan secara dead-end (static filtration) ataupun cross-flow (Gbr. 2). Pada mode operasi dead-end, arah aliran umpan tegak-lurus terhadap membran. Pada mode operasi ini, seluruh air umpan dipaksa melewati membran secara kontinu, dan tidak ada sirkulasi air di dalam modul membran. Produk keluar dalam bentuk filtrat sementara pengotor berada dalam bentuk filter cake yang biasanya dikeluarkan sekali pada saat backwash. Mode operasi dead-end memiliki kelemahan yaitu cenderung mengakibatkan fouling yang sangat tinggi akibat terbentuknya lapisan cake di permukaan membran. Ketebalan cake terus meningkat terhadap waktu sehingga fluks terus-menerus turun hingga menuju nol (Gbr. 2a). Pola aliran ini masih digunakan pada beberapa operasi di bidang medis dan pengolahan air. Khusus untuk pengolahan air, sistem ini digunakan pada proses filtrasi dengan kualitas umpan yang baik dan tingkat kekeruhan yang rendah. Jika umpan memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi, mode operasi cross-flow lebih disukai. Secara umum, semakin baik kualitas umpan, mode operasi dead-end memberikan keuntungan yang semakin besar, dimana biaya operasinya lebih rendah (lebih sedikit energi untuk pompa) dan memberikan tingkat perolehan (recovery) yang tinggi. Sistem dead-end juga telah diterapkan pada bioreaktor membran khususnya konfigurasi terendam. Pada pola aliran cross flow, umpan dialirkan dengan arah sejajar dengan permukaan membran. Konsentrat disirkulasikan pada kecepatan yang lebih tinggi dengan tujuan menciptakan turbulensi di permukaan membran. Dengan perlakuan seperti ini, pembentukan lapisan cake terjadi sangat lambat karena tersapu oleh gaya geser yang diakibatkan oleh aliran cross-flow umpan. Pada setiap operasi cross-flow, kecepatan aliran umpan sangat menentukan besarnya perpindahan massa dalam modul. Kelebihan sistem ini adalah tendensi fouling dapat dikurangi karena laju cross-flow yang tinggi akan meminimumkan ketebalan lapisan cake. Fluks permeat akan menurun di awal proses dan akan menuju pada kondisi stabil dalam kurun waktu tertentu ketika ketebalan lapisan foulant di permukaan membran tidak meningkat lagi seperti ditunjukkan Gbr. 2b.
(a)
(b)
Gbr. 2. Skema operasi membran secara dead-end dan cross-flow
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH SECARA BIOLOGIS Pengolahan air limbah secara umum didesain dalam tiga tahap pengolahan yaitu tahap pengolahan primer, pengolahan sekunder, dan pengolahan tersier. Limbah pertamatama akan memasuki tahap pengolahan primer. Pengolahan primer merupakan tahap 3
penyisihan padatan kasar dan materi tersuspensi dengan cara screening, sedimentasi dan filtrasi serta pengkondisian aliran air limbah melalui pengaturan pH [2]. Padatan berukuran besar disaring atau di-skimmed-off untuk selanjutnya dibakar atau dikubur. Cairannya dialirkan menuju bak sedimentasi dimana lebih banyak padatan akan mengendap dan membentuk lumpur. Pengolahan primer umumnya mampu menghilangkan padatan tersuspensi sebanyak 50-65% dan penurunan BOD (biological oxygen demand) sebesar 2540% [3]. Efluen dari pengolahan primer kemudian memasuki sistem pengolahan sekunder atau dikenal sebagai pengolahan biologis. Pada tahap ini efluen ditahan dalam suatu bak berisi mikroba yang diaerasi. Mikroba yang terdapat di dalam bak akan mengurai material organik terlarut dan padatan tersuspensi yang terdapat dalam limbah. Limbah olahan ini kemudian ditransfer ke bak sedimentasi sekunder untuk memisahkan cairan dari lumpur. Sekitar 1/5 dari lumpur dikembalikan ke bak aerasi sebagai starter inokulum mikroba untuk limbah berikutnya. Lumpur dari bak sedimentasi primer dan sekunder akan diolah pada sistem lain oleh mikroorganisme anaerob sementara sisanya yang tidak terurai akan dibakar, dikubur, atau dijadikan pupuk [4]. Pada kondisi ideal baik dari segi desain maupun pengoperasian, tahap pengolahan sekunder mampu menghilangkan 90% BOD dan 90% padatan tersuspensi [3]. Pada situasi dimana limbah mengandung polutan tertentu ataupun badan air sensitif maka dibutuhkan pengolahan lanjut yaitu pengolahan tersier [5]. Pengolahan tersier bervariasi dan terspesialisasi tergantung sifat polutan yang akan dihilangkan. Pengolahan tersier diantaranya meliputi penghilangan residu senyawa anorganik dan senyawa organik refraktori dengan satu atau lebih metode pemisahan fisik, misalnya adsorpsi karbon, deep-bed filtration, dan teknik berbasis membran [2]. Skema di bawah ini menunjukkan proses pengolahan limbah yang tersusun atas pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Dapat dilihat bahwa pada pengolahan sekunder, bak sedimentasi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari bak aerasi. Air limbah yang belum diolah merupakan medium mikroba yang ideal, kaya akan senyawa organik dan anorganik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba. Mikroba yang ditumbuhkan dalam medium limbah akan mengoksidasi senyawa organik menjadi CO 2 dan H2O khususnya oleh mikroorganisme yang bekerja dalam kondisi aerob. Sementara itu senyawa organik yang tidak teroksidasi akan diurai pada kondisi anaerob oleh mikroba tertentu menghasilkan campuran gas CH4, CO2, dan H2S. Pada limbah domestik, pengolahan biologis terutama ditujukan untuk mengurangi kandungan organik dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor. Pada beberapa tempat, penyisihan senyawa organik mikro (trace) yang berpotensi racun juga menjadi salah satu tujuan penting. Untuk limbah pertanian karena tingginya kandungan nutrien yang berasal dari pupuk yang digunakan maka pengolahan biologis terutama digunakan untuk menghilangkan nitrogen dan fosfor yang bila berada di perairan mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman akuatik karena kondisi kaya nutrisi yang diciptakannya. Sedangkan untuk limbah industri, penyisihan umumnya ditujukan terhadap senyawa organik dan senyawa anorganik [6]. Proses-proses pengolahan biologis yang terutama digunakan untuk pengolahan limbah adalah proses aerob, proses anaerob, proses anoksik, kombinasi proses aerob, anoksik, dan anaerob, dan proses pond. Proses-proses itu sendiri selanjutnya dapat dikelompokkan lagi tergantung pada pertumbuhan biomassa ketika pengolahan dilakukan, apakah dalam pertumbuhan mikroba tersuspensi, terikat, atau kombinasi keduanya. Perlakuan/pengolahan aerob dan anaerob adalah sistem yang didesain untuk penyisihan karbon organik sedangkan sistem anoksik biasanya didesain terutama untuk penyisihan nitrogen. Dengan demikian secara garis besar dapat dilihat bahwa penerapan utama dari proses biologis adalah untuk penyisihan materi karbon organik dari air limbah, nitrifikasi, denitrifikasi, penyisihan fosfor, dan stabilisasi limbah. Dari banyak proses aerob yang ada, proses lumpur aktif sejauh ini merupakan proses yang paling sering digunakan untuk pengolahan limbah sekunder.
4
Proses lumpur aktif merupakan proses biologis dengan pertumbuhan mikroba tersuspensi yang paling sering dikombinasikan dengan membran sebagai sistem bioreaktor membran (BRM) khususnya tipe pemisahan biomassa. Proses biologis dengan pertumbuhan mikroba terikat menyusun BRM tipe lainnya yaitu BRM aerasi dan BRM ekstraktif. Proses lumpur aktif adalah suatu sistem pertumbuhan tersuspensi yang tersusun atas massa mikroba yang secara konstan disuplai dengan materi organik dan oksigen [7]. Reaktor lumpur aktif berisi massa flok teraerasi, dikelilingi oleh influen air limbah atau mixed liquor. Flok lumpur aktif tersusun atas agregat mikroorganisme, materi organik, materi anorganik, dan material partikulat, semuanya terikat dalam matriks organik yang kompak. Bakteri menyusun sekitar 95% dari total biomassa lumpur aktif. Kinerja lumpur aktif sangat dipengaruhi oleh sejumlah parameter yang saling terkait yakni konsentrasi umpan, waktu tinggal lumpur (SRT/sludge retention time), waktu tinggal cairan (HRT/hydraulic retention time), konsentrasi biomassa (MLSS/mixed liquor suspended solid), pembebanan organik, laju pembuangan lumpur dan karakteristik pengendapan biomassa. Konsentrasi biomassa merupakan parameter yang sangat penting dalam pengolahan biologis. Konsentrasi biomassa yang tinggi dapat dicapai dengan meningkatkan SRT. Semakin tinggi konsentrasi biomassa maka proses biodegradasi akan berlangsung lebih cepat. Namun demikian, pada proses lumpur aktif konvensional, konsentrasi biomassa yang tinggi menyebabkan penurunan kualitas efluen akibat terbentuknya biomassa dengan karakteristik yang sulit mengendap. Karakteristik lumpur yang sulit mengendap biasa dikenal sebagai bulking sludge. Fenomena lain yang juga menyebabkan sulitnya pengendapan lumpur aktif di bak sedimentasi adalah pertumbuhan bakteri terdispersi yang dikenal sebagai pin-point floc dan lumpur mengapung. Dalam prakteknya, pemisahan antara biomassa dan efluen yang mengandalkan pada sedimentasi juga menyebabkan selalu terdapat biomassa yang terikut dalam aliran efluen (wash-out) sehingga terhitung sebagai COD (chemical oxygen demand). Pada bioreaktor membran khususnya tipe pemisahan biomassa, pemisahan tidak lagi tergantung pada karakteristik pengendapan lumpur. Pori membran yang berukuran mikron bahkan mampu menahan secara sempurna biomassa lumpur akitf menghasilkan efluen dengan kualitas yang sangat baik. Selain itu tingginya konsentrasi biomassa juga dapat mempercepat proses biodegradasi. Karakteristik ini merupakan salah satu ciri dan keunggulan sistem bioreaktor membran. Parameter yang mengendalikan efisiensi biodegradasi yaitu rasio F/M (jumlah makanan terhadap jumlah mikroba) dapat ditekan serendah-rendahnya (konsentrasi biomassa tinggi) sehingga efisiensi dapat dicapai setinggitingginya. Volume bioreaktor dengan demikian dapat direduksi sehingga menghasilkan sistem yang kompak (compact). Lumpur yang terbentuk dari proses bioreaktor membran juga lebih sedikit (atau bahkan tidak ada) dibandingkan lumpur yang dihasilkan oleh proses lumpur aktif konvensional. Hal ini juga merupakan salah satu keuntungan BRM karena bila dibandingkan dengan proses konvensional yang menghasilkan lumpur berlebih (excess sludge) dalam jumlah yang sangat banyak menyebabkan proses pengolahan dan pembuangan lumpur saja menghabiskan 50% dari total biaya pengolahan. Dari segi kualitas efluen, banyak kasus yang ada menunjukkan bahwa efluen yang dihasilkan dari bioreaktor membran tidak saja memenuhi standar buangan tetapi juga memiliki kualitas yang memenuhi syarat untuk digunakan kembali sebagai air proses. Sementara dari segi waktu tinggal cairan (HRT), BRM memiliki HRT yang lebih singkat dibandingkan proses lumpur aktif konvensional. HRT pada proses lumpur aktif konvensional dapat mencapai hitungan hari sementara pada BRM HRT dimungkinkan dalam hitungan jam. Konsentrasi biomassa di dalam BRM juga dapat mencapai hingga 30.000 mg/l sementara kebanyakan lumpur aktif hanya dapat beroperasi pada konsentrasi biomassa maksimum 5000 mg/l. Hal ini dikarenakan pada proses lumpur aktif konvensional, untuk mencapai pengendapan yang memuaskan, konsentrasi biomassa terbatas paling tinggi hanya 5000 mg/l [8]. 5
BIOREAKTOR MEMBRAN Bioreaktor membran (BRM) dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis BRM yaitu bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa, bioreaktor membran aerasi, dan bioreaktor membran ekstraktif [9]. Ketiga jenis bioreaktor membran ini memiliki fungsi masing-masing yang disesuaikan dengan jenis limbah. Gambar 3 menunjukkan skema secara garis besar ketiga tipe bioreaktor membran.
(a) (b) (c) Gbr. 3. Tiga tipe bioreaktor membran (a: bioreaktor membran pemisahan biomassa, b: bioreaktor membran aerasi, c: bioreaktor membran ekstraktif)
Aplikasi BRM yang paling luas skala aplikasinya adalah BRM pemisahan biomassa (Gbr. 3a). Kedua BRM lainnya yaitu BRM aerasi (Gbr. 3b) dan BRM ekstraktif (Gbr. 3c) masih dalam tahap pengembangan dan belum diaplikasikan secara luas dalam skala industri. Kemunculan Bioreaktor Membran Aerasi (BRMA) seperti dapat dilihat skemanya pada Gbr. 3(b), berkaitan dengan rendahnya efisiensi proses aerasi konvensional pada sistem pengolahan limbah secara biologis. Aerasi pada sistem pengolahan limbah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen mikroba pendegradasi limbah yang terdapat di dalam bioreaktor. Aerasi menjadi faktor penting yang menentukan kinerja sistem khususnya sistem yang mengolah limbah dengan kandungan BOD atau COD tinggi. BRMA sejauh ini merupakan alternatif menarik untuk mencapai efisiensi aerasi yang tinggi di dalam sistem pengolahan limbah. Sebelumnya perlu ditekankan bahwa pada BRMA, mikroba yang digunakan berada dalam bentuk terikat/melekat pada media suport dan tumbuh dalam bentuk film biologis (biofilm), tidak dalam bentuk suspensi. Kelebihan pada sistem BRMA adalah proses aerasi berlangsung melalui kontak langsung oksigen dengan biofilm mikroba tanpa melewati bulk sehingga efisiensi penggunaan oksigen menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan proses konvensional. Jenis membran yang umum digunakan untuk BRMA adalah membran tak berpori (dense) yang permeabel terhadap gas, membran berpori yang hidrofobik, dan membran komposit. Penggunaan membran untuk aerasi mampu menghasilkan aerasi yang tidak disertai pembentukan gelembung udara (bubbleless oxygen mass transfer), ataupun bila disertai pembentukan gelembung udara, gelembung udara yang dihasilkan memiliki ukuran yang sangat halus (fine bubble) [10]. BRMA telah diaplikasikan pada berbagai jenis air limbah dan berbagai laju pembebanan. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, diketahui 6
bahwa dalam penerapannya, BRMA cocok digunakan untuk mengolah limbah dengan BOD tinggi, biodegradasi senyawa organik volatil dan pengolahan limbah berupa kombinasi nitrifikasi, denitrifikasi dan/atau oksidasi karbon pada biofilm yang sama. Limbah primer, limbah sintetik, dan efluen bir merupakan contoh air limbah yang telah diolah menggunakan BRMA. Tabel 1 berikut diambil dari buku yang ditulis oleh Stephenson, dkk. [9] berisikan sejumlah aplikasi BRMA dalam mengolah limbah domestik, limbah sintetik, dan limbah industri. Secara umum persen penyisihan polutan bervariasi dengan kisaran 28-98% namun sebagian besar berada pada kisaran persen penyisihan polutan di atas 75%. Tabel 1. Aplikasi-aplikasi BRMA [9] Jenis efluen
Komponen air limbah
Laju pembebanan polutan (kg/m2/hari)
Kons. polutan di influen (mg/l)
Persen penghilangan polutan
Primary sewage
TOC Org-N NH4-N
0.003-0.011 0.001 0.002-0.002 <0.004
70-92 17-27 14-30
33-50 55-75
Primary sewage
COD Tot. N
0.1-0.6 <0.1
Sintetik
BOD TOC Tot.N
0.011 0.007 0.003
200 114 41
95 50-90
TOC Tot. N
0.042a 0.002a
1000 59
98 98
Hirasa et al., 1991
Sintetik
2,4 dichlorophenoxyacetate
~0.0003b
~2c
85
Kniebusch et al., 1990
Sintetik
TOC
0.0048
Sintetik
NH4-N
0.006
Tot. CODd Sus. CODd Tot. CODe Sus. CODe
~0.068 ~0.013 ~0.076 ~0.014
Sintetik
Efluen bir
75-90
Laju penghilangan polutan (kg/m2/ hari)
Rujukan
Timberlake et al., 1988
<0.18 0.01-0.05
Osa et 1997
al.,
Yamagiwa et al., 1994 0.002
83
0.0040
Suzuki et al., 1993
~45-55
83 nitrifikasi 98 penghilangan N
0.005
Brindle et al., 1998
1782 40 343 49 2545 69 465 14
83 84 81 28
Brindle et al., 1999
avolumetric
loading rate (kg/m3/d), bvolumetric loading rate (mM/m3/d), cmM/l, dcomplete-mixed operation, eplugflow operation
Bioreaktor membran ekstraktif (BRME) (Gbr. 3c) merupakan tipe bioreaktor membran yang paling akhir kemunculannya. BRME memiliki kesamaan dengan bioreaktor membran aerasi (BRMA) dimana mikroba yang digunakan berada dalam bentuk pertumbuhan terikat (biofilm). Berbeda dengan BRMA yang menekankan pada peningkatan efisiensi aerasi, BRME lebih ditekankan pada peningkatan efisiensi pengolahan limbah toksik dengan cara mengekstrak senyawa toksik tersebut kemudian diolah secara tersendiri. Sebagian besar limbah terkontaminasi oleh senyawa organik toksik sehingga digolongkan sebagai limbah berbahaya. Penggolongan suatu senyawa sebagai senyawa toksik didasarkan atas kemampuan senyawa tersebut dalam berbagai konsentrasi untuk memberikan efek merusak terhadap lingkungan (khususnya kehidupan akuatik) dan manusia [6]. Salah satu contoh senyawa organik toksik misalnya fenol dapat dijumpai pada limbah yang dihasilkan industri kimia, industri pulp dan kertas, industri penyamakan, dan 7
industri obat-obatan [11]. Meskipun kontaminasi senyawa organik toksik ini umumnya pada konsentrasi rendah, senyawa organik toksik ini tetap harus dipisahkan dari aliran limbah dengan alasan kesehatan dan juga agar aliran limbah tersebut bisa diproses lebih lanjut dengan metode yang sesuai. Pengolahan limbah toksik secara biologis mampu menghilangkan senyawa organik toksik dari lingkungan, menurunkan toksisitas senyawa organik toksik, ataupun keduanya. Namun demikian pada sejumlah kasus, kondisi limbah sangat ekstrim sehingga mikroba tidak dapat tumbuh akibatnya limbah toksik tidak dapat didegradasi secara biologis. Teknologi konvensional yang umum digunakan adalah steam-stripping dan adsorpsi karbon namun teknologi ini masih meninggalkan residu kontaminan pekat yang harus dibuang. Pada kondisi dimana limbah diolah secara biologis (dalam hal ini kondisi anorganik limbah masih memungkinkan pertumbuhan mikroba), mikroba akan terlebih dahulu mendegradasi senyawa organik yang mudah di biodegradasi sehinggga acapkali senyawa organik toksik menjadi tidak terdegradasi dan menjadi “hard COD” [12]. Oleh karena itu, pencampuran limbah toksik dengan limbah dari unit proses lain sebaiknya dihindari untuk menghindari peluang terbentuknya “hard COD”. Pengolahan limbah toksik langsung di tempat limbah dihasilkan (point of source) akan mengeliminasi kemungkinan tersebut di atas. Sebagian besar senyawa kimia organik toksik yang menjadi kontaminan ini sebenarnya dapat didegradasi oleh mikroorganisme yang spesifik tetapi karakteristik limbah anorganik seperti asam, basa, atau garam konsentrasi tinggi menyebabkan mikroorganisme pendegradasi tidak dapat tumbuh. BRME bekerja dengan cara mengekstrak senyawa toksik tersebut dari limbah kemudian ditransfer menuju biofilm mikroba pendegradasi yang ditumbuhkan dalam biomedium yang sesuai untuk pertumbuhannya. Dengan cara ini BRME memungkinkan mikroba untuk mendegradasi organik toksik yang sebelumnya berada di lingkungan dengan konsentrasi garam atau pH ekstrim. Sama seperti halnya BRM aerasi, senyawa organik toksik yang sukar larut dalam air (VOC/volatile organic compound) dapat pula diolah dengan BRME [13]. Pada sejumlah aplikasi, ekstraksi senyawa toksik dari limbah memungkinkan dilakukannya pemanfaatan terhadap limbah. Brookes & Livingston [14] juga menyatakan bahwa BRME dapat digunakan untuk pengambilan kembali dan daur-ulang garam dan komponen hidrofilik yang tidak berpermeasi melewati membran silikon. Hal ini dibuktikan pada BRME skala pilot di Athocem, Inggris dimana ekstraksi terhadap benzen yang mengkontaminasi limbah memungkinkan AlCl3 yang terdapat di dalam limbah untuk diambil kembali dan dimanfaatkan sebagai flokulan pada sistem pengolahan air [15]. Pada kasus ini teknologi BRME merupakan teknologi alternatif yang lebih hemat dibandingkan metode konvensional. Biaya pembuangan limbah dapat dipangkas dan biaya pengoperasian bioreaktor lebih murah dibandingkan biaya listrik yang dikeluarkan untuk proses konvensional seperti steam-stripping atau unit karbon adsorpsi. Tabel 2 di bawah ini berisikan hasil-hasil penelitian penghilangan kontaminan senyawa organik toksik dengan BRME. Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan efisiensi penghilangan yang sangat tinggi yaitu 99%, beberapa bahkan di atas 99% yaitu untuk penghilangan anilin, 4kloroanilin, 2,3-dikloroanilin, 3,4-dikloroanilin, senyawa nitroaromatik, 3-klorobenzoat, 2,4diklorofenol, dan benzen.
8
No.
Tabel 2. Senyawa organik toksik yang berhasil diolah dengan BRM ekstraktif Efisiensi Senyawa organik toksik Rujukan penghilangan
1
Anilin, 4-kloroanilin, 2,3dikloroanilin, 3,4-dikloroanilin, senyawa nitroaromatik
2
> 99 %
[16] [17]
3-kloronitrobenzen
-
[13]
3
Monoklorobenzen
98 - 99 %
[12]
4
1,2-dikloroetana
99 %
[18]
5
3-klorobenzoat
99,5 %
[19]
6
1,3-dikloropropena
-
[20]
7
2,4-diklorofenoksiasetat
50 %
[21]
8
1,2-dikloroetana, 3-kloro-4metilanilin
-
[22]
9
Trikloroetilen
-
[23]
10
2,4-diklorofenol
99,9 %
[24]
11
Benzen
99,9 %
[25]
12
Tetrakloroetena
-
[26]
13
Toluen
-
[27]
14
Cd, Zn
-
[28]
BIOREAKTOR MEMBRAN PEMISAHAN BIOMASSA Bioreaktor membran pemisahan biomassa merupakan tipe BRM yang paling luas aplikasinya yaitu telah mencapai hingga skala industri. BRM tipe ini digunakan untuk menggantikan peran bak sedimentasi sekunder pada sistem pengolahan limbah konvensional. Keuntungan yang didapat dari penggunaan membran adalah penghematan ruang, kualitas efluen yang lebih baik, retensi sempurna terhadap mikroba sehingga konsentrasi biomassa dapat dibuat setinggi-tingginya sekaligus sebagai proses desinfeksi terhadap efluen tanpa penambahan zat kimia. Perkembangan BRM untuk pemisahan biomassa pada awalnya tercatat pada tahun 1969 dimana Smith dkk., melaporkan tentang penggunaan membran UF sebagai pengganti tahap sedimentasi pada proses lumpur aktif. Tahun 1970, Hardt, dkk., menggunakan bioreaktor aerob untuk mengolah limbah sintetik dengan mode operasi dead-end menggunakan membran UF untuk pemisahan biomassa dengan konsentrasi biomassa 2330.000 mg/l. Tahun 1960-an, Dorr-Oliver Inc., mengembangkan proses MST (Membrane Sewage System) menggunakan modul UF plate & frame. Tahun 1970-an teknologi ini memasuki Jepang dengan kesepakatan lisensi antara Dorr-Oliver dan Sanki Engineering Co. Ltd. Tahun 1993, sebanyak 39 sistem BRM eksternal ini telah diaplikasikan untuk pengolahan limbah sanitasi dan industri. Sebelumnya pada tahun 1982, Dorr-Oliver memperkenalkan sistem MARS (Membrane Anaerobic Reactor System) untuk pengolahan limbah berat industri makanan. Sistem ini dikembangkan lebih lanjut di Afrika Selatan dalam bentuk ADUF (Anaerobic Digester Ultra Filtration) [9]. Pada awal tahun 1970-an, perusahaan lainnya yaitu Thetford Systems, Inc. dari Ann Arbor, Michigan mengembangkan sistem BRM yang disebut Cycle-Let untuk mengolah dan mendaur-ulang air bilasan dari fasilitas komersil skala kecil. Sistem ini menggunakan proses lumpur aerobik-anoksik dua tahap. Filtrasi dilakukan dengan menggunakan membran UF tubular. Permeat yang keluar dari UF selanjutnya di-desinfeksi dengan sinar UV dan digunakan untuk membilas toilet. Thetford Systems, Inc. memasang 27 buah sistem ini 9
antara tahun 1974 dan 1982. Pada awal 1980-an, Thetford mulai mengaplikasikan proses Cycle-let di fasilitas yang lebih besar seperti gedung-gedung perkantoran, pusat-pusat perbelanjaan, kawasan-kawasan industri, tempat olahraga, dan fasilitas-fasilitas lain dimana daur-ulang air bilasan diperlukan untuk mengurangi pembuangan limbah ke saluran pembuangan. Thetford System, Inc. diakuisisi oleh ZENON Environmental Systems, Inc. pada tahun 1994 dan diubah namanya menjadi ZENON Municipal System [29]. Akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an, Zenon Environmental mengembangkan sistem BRM untuk pengolahan limbah industri [9]. Pada tahun 1980, perusahaan Jepang Mitsui Petrochemical Company memperkenalkan sistem BRM dengan nama UBIS (Ultra Biological System) untuk mengolah limbah pada gedung Marunochi, Tokyo. Sistem ini dikembangkan oleh Rhone Poulenc, Perancis. Air limbah yang berasal dari toilet, dapur, bak cuci, dan pengepelan lantai, dikumpulkan dan disalurkan ke reaktor lumpur aktif aerobik. Membran UF plate-and-frame (Pleiade) digunakan untuk mengolah air dan memisahkan lumpur. HRT yang digunakan kurang-lebih 1 jam dengan konsentrasi lumpur 20 g/l. Pencucian kimia dilakukan setiap 45 hari untuk menjaga fluks pada 100 dan 120 LMH. Efluen BRM mengandung BOD <5 mg/l dan tanpa sama sekali padatan tersuspensi. Efluen ini kemudian digunakan sebagai air pembilas toilet. Sistem UBIS ini telah dipasang di lebih dari 40 bangunan dan memproduksi lebih dari 5000 m3/hari [29]. Tahun 1989, berkaitan dengan program Aqua Renaissance ’90, pemerintah Jepang mengembangkan BRM dengan membran datar terendam bekerja-sama dengan perusahaan Kubota [9]. Aplikasi BRM dilaporkan pula dilakukan dengan menggunakan teknologi ASMEX (Activated Sludge and Membrane CompleX System) [30]. Proses ini di-adaptasi dari sistem UBIS yang dikembangkan oleh Mitsui Petrochemical Industry. Berdasarkan survei yang dilakukan Adham & Gagiiardo [31], berikut ini adalah tabel yang berisikan daftar manufaktur BRM beserta status keaktifannya saat ini. Tabel 3. Vendor BRM [31] Nama dagang
Perusahaan
Negara
Limbah
Status terkini
MSTS
Dorr Oliver
AS
Domestik
Tidak aktif
UBIS
Rhone Poulenc
Prancis
Domestik
Tidak aktif
ASMEX
Mitsui Petrochemical
Jepang
Domestik, industri
Tidak aktif
CYCLE-LET
Thetford System
AS
Domestik
Di-akusisi oleh Zenon
MEMBIO
Memtec
Australia
Domestik
Sedang mengembangkan produk baru
BIOREM
Kubota
Jepang
Domestik
Masih aktif
STERAPORE
Mitsubishi Rayon
Jepang
Domestik, industri
Masih aktif
MARS
Dorr Oliver
AS
Industri
Tidak aktif
ADUF
Ross/Membratek
Afrika Selatan
Pabrik jagung
Tidak aktif
BIOMEMBRAT
Wehrle Werk AG
Jerman
Lixiviat
Tidak aktif
ZENOGEM
Zenon Env. Inc.
Kanada
Minyak
Masih aktif
BIOSEP
CGE (Compagnie G&ale des Eaux)
Prancis
Domestik
Menggunakan teknologi Zenon
BRM
Suez-LDE/IDI (Group Suez-Lyonnaise des Eaux/Infilco Degremont Inc.)
Prancis
Domestik, industri
Masih aktif
10
Tabel 4. Instalasi bioreaktor membran kapasitas >50.000 galon/hari [31] No.
Lokasi
Manufaktur
Aplikasi
Kapasitas (galon/hari)
Tahun
1
Prancis
Suez-LDE
Pabrik susu
211.260
02/97
2
Prancis
Suez-LDE
Air minum
105.680
03/95
3
Pads, Prancis
Suez-LDE
Perkotaan
486.129
Pilot 100 hari
4
Chiba, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Industri
264.200
01/96
5
Ibaraki, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Industri makanan
52.840
1996
6
Xamaguchi, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Pabrik es krim
264.200
1996
7
Aichi, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Industri
198.150
1996
8
Ehime, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Pabrik permen
66.050
1996
9
Tokyo, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Perhotelan
19.260
1996
10
Chiba, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Gedung perkantoran
121.532
1996
11
Gifu, jepang
Mitsubishi-Rayon
Bir
92.470
1997
12
Kumamoto, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Bir
92.470
1997
13
Shizuoka, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Industri
158.520
04/97
14
Aomori, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Industri makanan laut
52.840
03/97
15
Gifu, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Bir
79.260
05/97
16
Kumamoto, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Bir
79.260
05/97
17
Kagawa, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Industri
79.260
03/97
18
Wakayama, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Industri
221.929
03/98
19
Okinawa, Jepang
Mitsubishi-Rayon
Industri
118.890
06/98
20
Prancis
CGE/Zenon
Perkotaan
237.780
1995-1996
21
B.C., Kanada
Zenon
Rekreasi/domestik
200.000
11/96
22
B.C., Kanada
Zenon
Perkotaan
134.000 200.000
1997: Tahap II 1999: Tahap III
23
Tecumseh, MI
Zenon
Industri
60.000
n.a.
24
ON, Kanada
Zenon
Perkotaan
260.000 – 520.000
06/97 Proyek 1 tahun
25
Denver, CO
Zenon
Perkotaan, instalasi pengolahan limbah
1.000.000 – 1.500.000
Sedang dibangun
26
Kairo, Mesir
Zenon
Perkotaan, instalasi pengolahan limbah
660.000 – 1.320.000
Sedang dibangun
27
Kaha, Mesir
Zenon
Perkotaan, instalasi pengolahan limbah
1.000.000 – 2.000.000
Sedang dibangun
28
Orascum, Mesir
Zenon
Perkotaan, irigasi
265.000
Sedang dibangun
29
B.C., Kanada
Zenon
Perkotaan, instalasi pengolahan limbah
1.000.000 – 2.000.000
Sedang dibangun
30
Mansfield, OH
Zenon
Industri
60.000
1991
31
ON, Kanada
Zenon
Industri
230.000
Akhir 1994
32
Kolombia, WA
Zenon
Industri minuman
120.000
n.a.
33
Puerto Rico
Zenon
Industri kosmetik
60.000
n.a.
11
Saat ini bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa telah diaplikasikan hingga skala industri. Jumlah instalasi telah mencapai lebih dari 500 plant dimana aplikasi terbesar pada pengolahan limbah industri (27%) dan domestik (27%) diikuti pengolahan limbah yang ditujukan untuk in-building (24%), perkotaan (12%) dan landfill leachate (9%) [9]. Tabel 4 menunjukkan beberapa instalasi bioreaktor membran yang tersebar di berbagai tempat dengan kapasitas instalasi lebih dari 50.000 galon per hari. Sebagian besar manufaktur bioreaktor membran didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Kubota, Zenon, Suez-LDE, dan Mitsubishi-Rayon. Survey mengenai instalasi BRM yang dilakukan oleh South Australian (SA) Water Corporation [32] latar belakang pemasangan BRM di berbagai tempat yang tersebar di British Columbia, Kanada, Amerika Serikat, dan Inggris (UK). BRM-BRM ini terdapat di komunitas kecil, komunitas daerah (regional), ataupun daerah satelit yang sedang berkembang yang berlokasi di pedalaman, daerah-daerah subkota/ pengembangan baru, dan juga di daerah kota. Dari survei yang dilakukan, komunitas terkecil pengguna BRM adalah komunitas dengan 960 orang (Florida) sementara populasi terbesar adalah 14.000 orang di California, dan populasi musiman terbesar 28.000 orang di Inggris. Alasan penerapan BRM diantaranya didasari oleh kebutuhan meng-upgrade sistem pengolahan yang sudah ada, area sensitif, upgrade sistem pengolahan yang disertai dengan penggunaan RO, pembangunan instalasi pengolahan limbah baru, small footprint, package plant, high profile, state of the art process, alternatif filtrasi tersier, demonstrasi teknologi, daur-ulang air dan hubuangan dengan sistem air minum, kemampuan untuk pengendalian salinitas, dan plant baru yang dibangun sebagai antisipasi peraturan yang akan datang. Konfigurasi bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa pada awalnya berupa bioreactor dan modul membran yang terpisah, belakangan kemudian muncul konfigurasi dimana modul membran direndam langsung ke dalam bioreaktor (Gambar 4).
Gbr. 4. Bioreaktor membran konfigurasi eksternal dan terendam
Perbandingan BRM eksternal (kadang disebut juga BRM tubular) dan BRM terendam disajikan pada Tabel 5. Kondisi biologis pada dasarnya sama untuk kedua sistem akan tetapi kondisi filtrasi berbeda nyata. Pada sistem eksternal, filtrasi berlangsung dengan mode operasi inside-out (Gbr. 5a) sementara pada sistem terendam, filtrasi berlangsung dengan mode operasi outside-in (Gbr. 5b). Sistem eksternal mampu mencapai fluks yang lebih tinggi tapi membutuhkan kecepatan tangensial yang tinggi (3-5 m/det) dan tekanan operasi yang secara signikan lebih tinggi karena adanya hilang tekan (pressure-drop) di 12
sepanjang membran. Hal ini menghasilkan rasio recycle yang besar (aliran umpan terhadap aliran permeat) antara 25 dan 75 dan konsumsi energi antara 4 dan 12 kWh per m 3 yang diolah. Kebalikannya, membran terendam bekerja pada tekanan yang lebih kecil, tanpa resirkulasi biomassa, tapi dibutuhkan aerasi untuk scouring membran. Konsumsi energi untuk filtrasi (termasuk pompa dan aerasi) antara 0,3-0,6 kWh per m3 terolah, 10-20 kali lebih kecil dibandingkan sistem eksternal. Tabel 5. Perbandingan kondisi filtrasi untuk BRM tubular dan terendam [29] ‘single-pump external loop’
Sistem membran terendam
Satuan
Zenon’s PermaflowR Z-8
Zenon’s ZeeWeedR ZW-500
m2
2
46
Fluks
LMH
50-100
20-50
Tekanan operasi
kPa
400
20-50
m/det
3-5
-
Model modul membran Luas permukaan
Kecepatan
Nm3/jam
Laju alir udara
40
Rasio recycle (Qumpan/Qpermeat) Energi untuk filtrasi
25-75 kWh/m3
4-12
a. BRM eksternal (inside-out)
0,3-0,6
b. BRM terendam (outside-in)
Gbr. 5. Skema filtrasi BRM (a: BRM eksternal, b: BRM terendam)
Bioreaktor pemisahan biomassa dapat dilakukan dalam kondisi aerob dan anaerob. Tabel 6 berikut menunjukkan kinerja bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa yang telah diaplikasikan untuk berbagai limbah industri.
13
Tabel 6. Aplikasi bioreaktor membran pemisahan biomassa [33] Influen
Efluen
Industri
Proses
COD mg/L
BOD5 mg/L
SS g/L
N-NTK mg/L
COD mg/L
BOD5 mg/L
SS g/L
NNTK mg/L
Kosmetik
Aerobik
6.500
2.400
1.900
40
<100
20
<5
0,4
Pemrosesan susu
Aerobik
4.200
2.600
650
110
40
<10
<5
4,2
Tekstil
Aerobik
10.000
-
-
-
600
-
-
-
Jus buah
Aerobik
2.250
-
-
-
24
-
-
-
Penyamakan
Aerobik
7.600
-
-
-
190
-
-
-
Air limbah oily
Aerobik
4.3006.900
919-1.360
253-889
-
180-660
3-34
1-11
-
Sludge heat treated liquor
Anaerobik
9.20010.600
4.3005.000
180-520
160-310
1.5002.200
150230
<5
250
Sweet whey
Anaerobik
58.000
34.000
5.200
-
700
300
<10
-
Tepung tapioka
Anaerobik
35.000
15.000
13.000
-
270
70
<10
-
Air limbah sintetik tapioka
Anaerobik
9.700
-
-
-
300
-
-
-
Tabel 6 menunjukkan dengan jelas kinerja bioreaktor membran dalam penghilangan COD, BOD, SS, dan total N. Efisiensi penghilangan COD, BOD5, SS dan total N rata-rata di atas 97%. Beban COD yang sangat tinggi yaitu 58.000 ppm seperti pada limbah sweet whey berhasil diolah dengan bioreaktor membran dengan efisiensi penghilangan kurang-lebih 98%. Pada Tabel 6 juga terlihat bahwa aplikasi bioreaktor membran telah merambah ke berbagai industri seperti industri komestik, industri pemrosesan susu, industri tekstil, industri jus buah, industri penyamakan, industri penghasil limbah berminyak, dan industri tapioka. Hingga saat ini penelitian-penelitian di bidang bioreaktor membran masih terus berlangsung. Beberapa diantaranya tidak dicantumkan di dalam Tabel 6 namun dapat diulas sedikit bahwa penelitian yang ada saat ini diantaranya telah pula mengolah limbah-limbah lain seperti limbah perkotaan, limbah domestik, limbah industri kimia, limbah lindi, limbah kertas, limbah farmasi, limbah kelapa sawit, limbah pulp kraft, limbah penggosokan wol, dll. [9]. Namun demikian terdapat beberapa faktor yang menghambat pemakaian membran secara luas yaitu masalah fouling dan biaya operasi jangka panjang yang secara bertahap meningkat. Fouling membran menyebabkan penurunan fluks filtrasi dan peningkatan biaya akibat kebutuhan untuk pencucian/penggantian membran yang tersumbat. Banyak peneliti menyebutkan bahwa fouling terutama disebabkan oleh eksopolimer yang dihasilkan selama lisis bakteri. Beberapa studi juga telah dilakukan untuk mengkuantifikasi masing-masing fraksi terhadap fouling dimana koloid memegang peran utama dalam proses fouling [34]. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan masalah fouling pada bioreaktor membran diantaranya adalah pengendalian turbulensi, pengoperasian pada fluks sub-kritis, pemilihan material membran yang tahan fouling, periodic backwashing, dan penambahan flokulan-koagulan. Fouling dapat dikendalikan melalui proses pencucian secara berkala. Metode pencucian membran dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu pencucian hidraulik, pencucian mekanis, pencucian kimiawi, dan pencucian elektris. Pemilihan metode pencucian bergantung pada konfigurasi modul, tipe membran, ketahanan kimia, dan jenis foulant. Pencucian hidraulik meliputi backflushing, pressurize-depressurize tekanan, dan perubahan aliran pada frekuensi tertentu. Pada metode backflushing, arah aliran permeat dibalik secara periodik. Pada motode tersebut, produk dialirkan dari sisi permeat menuju sisi umpan. Metode tersebut mereduksi waktu operasi efektif juga menyebabkan kehilangan 14
permeat ke larutan umpan. Hal ini menyebabkan backflush dalam aplikasi industri sangat terbatas sehingga diperlukan optimalisasi. Optimalisasi proses backflush dilakukan terhadap durasi dan interval backflush. Peningkatan laju produk setelah dilakukan backflush sematamata merupakan fungsi tekanan backflush dan interval antara dua backflush. Belakangan ini, waktu interval backflush telah dikurangi hingga hitungan detik yang menandakan pula tahanan cake tetap rendah karena tidak sempat membentuk lapisan. Teknik backflush terbaru dengan frekuensi tinggi dan waktu yang sangat singkat juga telah dikembangkan. Dengan waktu bakcflush yang sangat singkat (0,06 detik) dan interval maksimum 5 detik (disarankan 1-3 detik) didapatkan hasil yang sangat baik [35, 36]. Karena waktu backflush efektif yang sangat singkat dan tekanan backflush yang relative tinggi (1 bar di atas tekanan umpan) metode ini disebut sebagai “backshock”. Kehilangan permeat selama backshock menjadi sangat rendah dan hampir tidak mempengaruhi aliran permeat. Teknik backshock yang dikombinasikan dengan struktur memban asimetrik terbalik memungkinkan filtrasi pada kecepatan crossflow yang sangat rendah dan fluks permeat yang sangat stabil. Backshock dengan frekuensi tinggi akan mencegah membran dari penyumbatan dan memungkinkan filtrasi dengan fluks yang sangat stabil [36]. Dengan metode tersebut, permasalahan fouling pada proses klarifikasi larutan tersuspensi dapat diatasi [37-40]. Metode lainnya yaitu pencucian mekanis, hanya dapat diterapkan pada sistem modul tubular seperti dengan metode ultrasonik. Adapun pencucian kimiawi merupakan metode yang paling penting untuk mereduksi fouling menggunakan bahan kimia yang dapat digunakan secara terpisah maupun terkombinasi. Konsentrasi bahan kimia dan waktu pencucian juga merupakan hal yang penting karena berkaitan dengan ketahanan membran terhadap bahan kimia. Pencucian secara elektrik merupakan metode pencucian yang sangat khusus. Dengan mengaplikasikan arus listrik melewati membran, partikelpartikel atau molekul-molekul bermuatan akan bermigrasi sesuai dengan arah arus listrik. Pencucian elektrik dapat dilakukan tanpa mengganggu proses yang sedang berjalan dimana arus listrik dihidupkan hanya pada interval-interval waktu tertentu [41]. Selain pencucian, fouling juga dapat dikendalikan dengan mengatur laju alir membran seperti mengoperasikan membran di bawah fluks kritisnya [42]. Dengan metode seperti ini, penumpukan foulant dipermukaan membran dapat dihindari. Selain itu, membran dapat dioperasikan dengan fluks yang stabil. Dari pembahasan terdahulu telah ditunjukkan bahwa proses BRM memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh proses lumpur aktif konvensional, seperti kebutuhan ruang yang lebih kecil, tingkat penyisihan padatan yang lebih baik, desinfeksi yang hampir menyeluruh, laju pembebanan yang lebih tinggi, dan produksi lumpur yang lebih rendah [43]. Namun pada akhirnya keputusan pemilihan teknologi yang akan digunakan sering kali ditentukan oleh pertimbangan ekonomi. Tabel 7 yang menampilkan salah satu perbandingan biaya proses bioreaktor membran terendam dengan biaya proses lumpur aktif konvensional. Berdasarkan perbandingan tersebut, sistem bioreaktor membran terlihat lebih menarik daripada lumpur aktif konvensional sebab keperluan ruang dan konsumsi energinya jauh lebih rendah. Studi yang dilaporkan oleh Adham & Gagiiardo [31] juga menunjukkan bahwa pada skala yang kecil (1 MGal/hari), sistem bioreaktor membran lebih ekonomis dibandingkan dengan sistem konvensional.
15
Tabel 7. Perbandingan biaya antara sistem bioreaktor membran terendam dengan sistem lumpur aktif konvensional [10] Sistem BRM Terendam Luas pabrik
(m2)
Tangki Pengendali Laju Alir
13,4
Tangki Pengendali Laju Alir
13,4
Asa Tanka
20,0
Asa Tankb
66,7
Tangki sedimentasi
66,7
Tangki presedimentasi
5,0
Tangki sedimentasi
10,0
Tangki pemekatan lumpur
13,5
Total Daya listrik (kw)
Lumpur
(m3/hari)
Sistem Lumpur Aktif
33.4
Total
100,3
Ayakan halus
0.10
Ayakan halus
0,1
Pompa aliran
pengendali
0.25
Pompa pengendali aliran
0,25
Blower aliran
pengendali
0.40
Blower pengendali aliran
0,4
Blower untuk aerasi
3.70
Blower untuk aerasi
5,5
Pompa hisap
0.20
Total
4.65
Total
6,25
0,069
0,963
8,37
11,25
Pengolahan lumpur (USD/hari)
34,65
48,3
Running costs
72 %
100 %
Kebutuhan ruang
30 %
Running (USD/hari)
costsc
100 %
a
kg/m3/hari)
tangki aerasi lumpur aktif (beban 2
b
tangki aerasi lumpur aktif (load 0.6 kg/m3/hari)
c
Biaya listrik pada USD 075 (Exchange rate = 40B/USD)
Daftar pustaka: 1. Aptel, P. and Buckley, C.A., Categories of membrane operations, in Water Treatment Membrane Processes, J. Mallevialle, P. Odendaal, and M.R. Wiesner, Editors. 1996, McGraw-Hill: New York. 2. Shuler, M.L. and Kargi., F., Bioprocess Engineering : Basic Concepts. 1992: PrenticeHall International, Inc. . 3. Masters, G.M., Introduction to Environmental Engineering and Science. 1991: PrenticeHall, Inc. USA 4. Mc Kane, L. and Kandel., J., Microbiology: Essential and Applications. 1986, Singapore: McGraw-Hill, Inc. 5. Dunn, I.J., Heinzle, E., Ingham, J., and Prenosil, J.E., Biological Reaction Engineering : Principles, Applications and Modelling with PC Simulation 1992, Germany: VCH. 6. Metcalf & Eddy, I., Wastewater Engineering: Treatment, disposal, and reuse. Vol. 3rd ed. 1991: Metcalf & Eddy, Inc. 7. Horan, N.J., Biological Wastewater Treatment Systems : Theory and Operation. 1991, England: John Wiley & Sons, Ltd. 8. Defrance, L. and Jaffrin, M.Y., Comparison between filtrations at fixed transmembrane pressure and fixed permeate flux: application to a membrane bioreactor used for wastewater treatment. Journal of Membrane Science, 1999. 152: p. 203-210.
16
9. 10.
11. 12.
13. 14.
15. 16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23. 24.
25. 26. 27.
Stephenson, T., Judd, S.J., Jefferson, B., and Brindle., K., Membrane Bioreactors for Wastewater Treatment. 2000: IWA Publishing Company. Visvanathan, C., Aim, R.B., and Parameshwaran, K., Membrane Separation Bioreactors for Wastewater Treatment. Critical Review in Environmental Science and Technology, 2000. 30(1): p. 1-48. Lederberg, J., Alexander, M., Hopwood, D.A., Iglewski, B.H., and Laskin., A.I., Encyclopedia of Microbiology. Vol. 2 D-L. 1992, Toronto: Academic Press, Inc. Livingston, A.G., Arcangeli, J.P., Boam, A.T., Zhang, S., Marangon, M., and Santos, L.M.F.d., Extractive Membrane Bioreactors for Detoxification of Chemical Industry Wastes: Process Development. Desalination, 1998. 149: p. 211-215. Fane, A.G. and Parameshwaran, K. Alternative MBR Concepts. in Seminar on Membrane Bioreactors and Hybrid Systems. 2001. UTS. Sydney. Australia. Brookes, P.R. and Livingston, A.G., Biological detoxification of a 3-chloronitrobenzene manufacture wastewater in an extractive membrane bioreactor. Wat. Res. , 1994. 28: p. 1347-1354. Anonymous. A Novel Membrane Bioreactor for By-Product Recovery. http://www.cheresources.com/memreactor.shtml Livingston, A.G., Brookes, P.R., and Santos, L.M.F.d., Removal and Destruction of Priority Pollutants from Chemical Industry Wastewaters Using An Innovative Membrane Bioreactor. IchemE Symposium Series, 1993. 132: p. 131-136. Livingston, A.G., Boam, A.T., Zhang, S.F., and Arcangeli, J.P. Extractive Membrane Bioreactor for Detoxifying Aqueous Wastes from The Chemicals Industry. http://www.che.utoledo.edu/nams98/scripts/viewpap.cfm?ID=212. Freitas dos Santos, L.M. and Livingston, A.G. Extraction and Biodegradation of Toxic Volatile Organic Compound (1,2-Dichloroethane) from Waste-Water in A Membrane Bioreactor. . http://link.springerny.com/link/service/journals/00253/bibs/ 4042002/40420421.htm. Peys, K., Diels, L., R.Leysen, and Vandecasteele, C., Development of a Membrane Biofilm Reactor for The Degradation of Chlorinated Aromatics. Water Science and Technology, 1997. 36(1): p. 205-214. Katsivela, E., Bonse, D., Krüger, A., Strömpl, C., Livingston, A., and Wittich., R.M., An Extractive Membrane Biofilm Reactor for Degradation of 1,3-Dichloropropene in Industrial Waste Water. Applied Microbiology and Biotechnology, 1999. 52: p. 853-862. Buenrostro-Zagal, J.F., Ramirez-Olive, A., Caffarel-Mėndez, S., Schettino-Bermúdez, B., and Poggi-Varaldo, H.M., Treatment of a 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) Contaminated Wastewater in A Membrane Bioreactor. Water Science and Technology, 2000. 42(5-6): p. 185-192. Wolf, G., Degradation of 1,2 dichloroethane and 3-chloro-4methylaniline Using An Extractive Membrane Bioreactor., in Cost Action 624 – Optimal Management of Wastewater Systems. WG4 meeting on “Biodegradation of toxic and biorefractory compounds and their impact on wastewater treatment plants". 2001: Roma. Lee, J.-M. and Jahng, D. TCE Degradation in An Extractive Membrane Bioreactor. http://my.netian.com/~jun91/ paper/2.htm. Liu, W., Howell, J.A., Arnott, T.C., and Scott., J.A., A Novel Extractive Membrane Bioreactor for Treating Biorefractory Organic Pollutants in The Presence of High Concentrations of Inorganics: Application to a Synthetic Acidic Effluent Containing High Concentrations of Chlorophenol and Salt. . Journal of Membrane Science, 2001. 181: p. 127-140. Ballinger, S. A Novel Membrane Bioreactor for By-Product Recovery. http://www.cheresources.com/memreactor.shtml Pampel, L.W.H. and Livingston., A.G., Anaerobic Dechlorination Of Prechloroethene In An Extractive Membrane Bioreactor. 1998. 50(3): p. 303-308. Emanuelsson, E.A.C. and Livingston, A.G., Study of Membrane Attached Biofilm Performance with Nitrate as Electron Acceptor. Desalination, 2002. 149: p. 211-215. 17
28. Diels, L., Roy, S.V., M.Mergeay, Doyen, W., Taghavi, S., and Leysen., R. Immobilisation of Bacteria in Composite Membranes and Development of Tubular Membrane Reactors for Heavy Metal Recuperation. in 3rd Intnl. Conf. Effective Membrane Processes. 1993. 29. Cote, P. and Thompson, D., Wastewater Treatment Using Membranes: The North American Experience. Membrane Technology in Environmental. 1999, Tokyo. 30. Roullet, R. The Treatment of Wastewater Using an Activated Sludge Bioreactor Coupled With an Ultrafiltration Module. in Proceedings of Workshop on Selected Topics on Clean Technology. 1989. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand. 31. Adham, S. and Gagiiardo., P., Membrane Bioreactors for Water Repurification – Phase I. 1998: Desalination Research and Development Program Report No. 34. U.S. Department of The Interior. 32. Salked, M. and Sickerdick., L., A Survey of Commercial Membrane Bioreactor Installations, in MBR 3 Cranfield University, S. Judd, Editor. 2001, The School of Water Science. Cranfield University: UK. 33. Manam, J. and Sanderson, E., Membrane bioreactors In: Water Treatment: Membrane Process, in Water Treatment Membran Processes, J. Mallevialle, P. Odendaal, and M.R. Wiesner, Editors. 1996, McGraw-Hill: New York. 34. Bouhabila, E.H., Aim, R.B., and Buisson, H., Fouling Characterisation in Membrane Bioreactors. Separation and Purification Technology, 2001. 22-23: p. 123-132. 35. Wenten, I., Koenhen, D., Roesink, H., Rasmussen, A., and Jonsson, G., The Backshock Process: A novel backflush technique in microfiltration. Proceedings of Engineering of Membrane Processes, II Environmental Applications, Ciocco, Italy, 1994. 36. Wenten, I.G., Mechanisms and control of fouling in crossflow microfiltration. Filtration & separation, 1995. 32(3): p. 252-253. 37. Jonsson, G. and Wenten, I.G. Control of concentration polarization, fouling and protein transmission of microfiltration processes within the agro-based industry. in Proceedings of the ASEAN-EC Workshop on Membrane Technology in Agro-Based Industry, KualaLumpur, Malaysia. 1994. 38. Wenten, I.G., Application of crossflow membrane filtration for processing industrial suspensions. 1994, The Technical University of Denmark. 39. Wenten, G., Koenhen, D.M., Roesink, H.D.W., Rasmussen, A., and Jonsson, G. Method for the removal of components causing turbidity, from a fluid, by means of microfiltration. US Patent No. US5560828 A. 1996 40. Wenten, I.G. and Jonsson, G.E. Fouling studies during membrane filtration of single-cell protein suspension. in International Congress on Membranes and Membrane Processes. 1996. 41. Mulder, M., Basic Principles of Membrane Technology. 1996, Netherlands: Kluwer Academic Publisher. 42. Chen, V., Fane, A.G., Madaeni, S., and Wenten, I.G., Particle deposition during membrane filtration of colloids: transition between concentration polarization and cake formation. Journal of Membrane Science, 1997. 125(1): p. 109-122. 43. Wenten, I.G., Recent development in membrane science and its industrial applications. J Sci Technol Membrane Sci Technol, 2002. 24(Suppl): p. 1010-1024.
18