Aplikasi Bioreaktor Membran pada Pengolahan Air Limbah dan Lindi TPA Ahmus Mufti Yakobus Teknik Kimia, ITB, Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Teknologi bioreaktor membran (membrane bioreactor, MBR) telah banyak digunakan pada pengolahan air limbah. Karena keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, MBR banyak menggantikan sistem pengolahan air limbah konvensional. MBR dapat mengurangi jumlah tahapan proses yang harus dilakukan jika dibandingkan dengan teknologi konvensional. Makalah ini membahas teknologi bioreaktor membran dan aplikasinya pada proses pengolohan air limbah dan lindi TPA serta penyisihan ammonia. Kata kunci: bioreaktor membran, teknologi membran, landfill leachate, air limbah, ammonia
1.
Bioreaktor Membran Bioreaktor membran (BRM) merupakan teknologi pengolahan limbah yang mengkombinasikan proses biologis untuk mendegradasi limbah dan proses membrane untuk pemisahan biomassa. Membran menggantikan peran kolam sedimentasi untuk memisahkan padatan dan cairan pada teknologi konvensional (lumpur aktif). Dengan membrane, kinerja pemisahan menjadi lebih baik karena pemisahan tidak lagi dibatasi oleh kondisi hidrodinamik lumpur seperti waktu tinggal lumpur (SRT, sludge retention time), waktu tinggal cairan (HRT, hydraulic retention time) serta laju pembuangan lumpur [1]. Proses yang terjadi di dalam membraner mirip dengan lumpur aktif konvensional (conventional activated sludge, CAS), di mana zat organik di dalam air limbah akan didegradasi secara biologis oleh mikroorganisme aerob kemudian terjadi pemisahan solid (lumpur). Bedanya, pada MBR proses pemisahan solid dilakukan menggunakan membrane sementara pada CAS pemisahan solid dilakukan secara gravitasi di dalam tangki pengendap. Perbandingan antara MBR dengan CAS dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Perbandingan MBR dan CAS [1] Beberapa fitur utama dari MBR antara lain [2]: 1. Tidak memerlukan bak pengendap (clarifier) sehingga dapat menghemat penggunaan lahan 2. Konsentrasi MLSS (mixed liquor suspended solids) yang tinggi 3. Pembuangan lumpur dapat dilakukan langsung dari dalam reaktor
4. Kualitas efluen hasil pengolahan yang tinggi sehingga air hasil olahannya dapat digunakan kembali Unit pengolahan air limbah konvensional (proses lumpur aktif) memiliki beberapa kelemahan, antara lain kualitas air efluen rendah, perlu lahan yang luas, dan konsumsi membra yang tinggi. Bioreaktor membrane sebagai kombinasi proses lumpur aktif dan membrane diharapkan dapat mengatasi kendala pada proses lumpur aktif konvensional dengan memberikan sistem pengolahan air limbah yang kompak dan memenuhi standar mutu yang ditentukan. Namun, adanya fouling sebagai kendala utama pemakaian membran akan mengakibatkan fluks menurun secara tajam [3, 4]. Internal / terendam. Unsur filtrasi dipasang baik di dalam kapal membran utama atau di dalam tangki terpisah. Membran dapat sheet datar atau berbentuk atau kombinasi keduanya, dan dapat menggabungkan sistem backwash online yang mengurangi fouling, membran permukaan dengan memompa membrane berpermeasi kembali melalui membrane. Dalam sistem dimana membrane berada dalam tangki terpisah untuk membraner membrane kereta individu dapat diisolasi untuk melakukan pembersihan rezim menggabungkan membasahi membrane, namun biomassa harus terus dipompa kembali ke reaktor utama untuk membatasi meningkatkan konsentrasi MLSS. Aerasi tambahan juga harus menyediakan menjelajahi udara untuk mengurangi fouling. Dimana membrane dipasang di reaktor utama, modul membrane dikeluarkan dari kapal dan dipindahkan ke offline pembersihan tangki. Eksternal / sampingan. Unsur-unsur eksternal filtrasi dipasang ke reaktor, sering dalam ruangan pabrik. Biomassa adalah baik dipompa langsung melalui sejumlah modul membrane dalam seri dan kembali ke membrane, atau biomassa yang dipompa ke bank modul, dari yang pompa kedua bersirkulasi biomassa melalui modul secara seri. Membersihkan dan perendaman membrane dapat dilakukan di tempat dengan penggunaan pompa tangki terpasang pembersih, dan pipa.
Tabel 1. Perbandingan Sidestream MBR [1] Faktor Biaya aerasi Biaya pemompaan Ukuran(footprint) Kebutuhan untuk proses pembersihan Biaya operasional Biaya invetasi
2.
Submerged
MBR
dan
Submerged MBR Tinggi Sangat rendah Lebih besar Lebih sedikit
Sidestream MBR Rendah Tinggi Lebih kecil Lebih tinggi
Lebih rendah Lebih tinggi
Lebih tinggi Lebih rendah
Aplikasi Bioreaktor Membran pada Pengolahan Lindi TPA Penggolongan dan penanganan landfill leachate baru dilakukan sejak 40 tahun. Nitrifikasi biasanya dapat dicapai dengan lebih dari 95% penghilangan ammonia dengan metode biologis, baik leachate tua maupun muda [1]. Namun, penghilangan chemical oxygen demand(COD) relatif lebih sulit, dengan rentang penghilangan 20%-90%, bergantung pada sifat dan karakteristik leachate. Sifat itu dapat ditentukan dari faktor umur dan asal leachate, tipe proses yang digunakan, dan operasional proses. Proses tersebut biasanya meliputi proses biologi, fisika, maupun kimia, dengan faktor loading rate, dan juga waktu retensi hidrolik (Hydraulic Retention time). Makalah ini berisi tentang variasi proses dan teknologi yang sudah pernah diaplikasikan pada leachate selama 30 tahun. Penghilagan COD dinilai dari kekuatan leachate, jumlah langkah langkah penanganan, waktu retensi hidrolik, dan pemuatan bahan organik. Matriks Leachate dapat dapat di golongkan berdasarkan rasio biological oxygen demand (BOD) dibandingkan dengan COD, yang biasanya berkisar antara 0.05-0.8,dan perbandingan ini dapat digunakan untuk menentukan umur leachate (Tabel 1) dan juga biodegradasi.Data sampel sebenarnya (Tabel 2), menandakan variabilitas dari bahan organik dan ammonia. Dari data yang didapat dari 100 artikel, proses kimia yang dilakukan dalam proses ini kurang dari 30%, dan proses fisika seperti filtrasi kurangdari 10 %. Proses penanganan biologis mencakup 60%. Penanganan yang paling efektif adalah gabungan penanganan teknologi membran dan biologis. Namun penghilangan COD lebih efektif melalui bioreaktor membran. Bioreaktor membran mencakup teknologi konvensional yang masih mengandung lumpur aktif yang digabungkan dengan pemisahan memban, yang menghasilkan produk dengan konsenstrasi lumpur yang lebih tinggi dikombinasikan dengan yang memiliki konsentrasi lumpur lebih tinggi. Membran bisa diletakkan di luar atau di dalam tanki bioreaktor, keduanya sudah dicoba untuk penanganan landfill leachate. Ketidaklengkapan data seperti kualitas air, desain alat, parameter operasi menghampat perbandingan bioreaktor membran dan penanganan biologis konvensional. Data lengkap dapat dilihat di Tabel 3, dan faktor utama dan data operasional dapat dilihat di gambar 2.
Dari data penanganan biologis konvensional, didapat penghilangan COD meningkat seiring dengan peningkatan rasio BOD/COD. Namun, pola HRT (hydraulic time retention) tidak terlihat secara jelas. Penghilangan COD meningkat seiring dengan peningkatan HRT untuk rentang data rasio BOD/COD 0.4-0.8 [5]. Namun, unutk leachate yang lebih tua memerlukan waktu retensi yang lebih lama, sehingga dapat disimpulkan HRT tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penghilangan COD. Data yang didapat dari proses aerobik dan anaerobik sesuai saat beroperasi pada nilai HRT yang sama. Penghilangan COD untuk aerobik sebesar 88% dan anaerobik sebesar 83% saat HRT 5-20 hari. Proses anaerobik tidak menghilangkan ammonia. Dari data yang didapat pada landfill leachate, faktor utama yang mempengaruhi COD removal adalah umur leachate. COD removals >99% bisa didapat dengan penanganan biologis bertahap atau waktu retensi yang kurang dari 5 tahun. Untuk leachate yang lebih tua, rasio BOD/COD kurang dari 0.3. Penyisihan COD dengan metode konvensional biasanya kurang dari 60%. Bioreaktor membran dapat menghasilkan COD removal lebih tinggi dibandingkan metode konvensional Tabel 2. Tipe Leachate (lindi) [1] Tipe Leachate Tua Sedang Muda
Umur >5 tahun 1-5 tahun 3-12 Bulan
RasioBOD/COD 0-0,3 0,3-0,6 0,6-1
Tabel 3. Karakteristik Air Limbah [1] Industri
COD
BOD
COD/BOD
Penyamakan Penyamakan Textile Textile Pencelupan Textil Tepung gandum Susu Minuman Palm oil Makanan binatang Produk susu Fenolik Farmasi
2000 16000 6000 4000 1300 1500 35000
5000 700 500 250 500 16000
0,313 0,117 0,125 0,192 0,333 0,457
NH4N(mg/L) 450 20 4,8 100 50 -
3500 1800 67000 21000
2200 1000 34000 10000
0,629 0,556 0,507 0,476
120 50 110
880 797 6300
680 3225
0,773 0,51
131 -
3.
Aplikasi Bioreaktor Membran pada Pengolahan Air Limbah Air limbah yang ideal bukan hanya rendah dalam material organik ataupun mineral tapi jug abebas dari bakteri, virus, dan patogen. Oleh karena itu, diperlukan proses yang dapat diandalkan, hemat biaya, dan efektif dalam menghilangkan polutan. Teknologi yang dapat menjawab semua ini adalah bioreaktor membran [6]. Ada lebih dari 2200 instalasi MBR di sluruh dunia, dan kebanyakan adalah untuk mengolah air limbah.
Walaupun tekonologi membran sangat dapat diandalkan, minat orang dalam membran agak menurun karena harga membran yang mahal dan juga biaya perawatan yang tinggi. Sejak adanya bioreaktor membran, membran semakin naik lagi. Pada tahun 1990, submerged MBR mulai dijual, dan submerged MBR ini memiliki biaya operasi yang rendah dibanding tipe MBR yang lain. Membrane ini berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan, dimana proses biologis yang teraktivasi oleh lumpur mengubah partikel waste into flocs sebelum terpisah oleh membran. MBR punya kemampuan yang membuat industri memilih MBR sebagai metode untuk mengolah air limbah. MBR adalah alternatif pengolahan limbah dari metode konvensional CAS (Conventional activated sludge). Perbedaan CAS dan MBR adalah peran membran yang ada pada MBR. MBR juga dapat menghasilkan air limbah yang lebih berkualitas dibandingkan dengan CAS. MBRjuga menghasilkan efluen kualitas tinggi, lebih bagus dalam menghilangkan kontaminan organik maupun anorganik, dapat menerima muatan yang lebih tinggi, dan hasil lumpur yang lebih rendah. Karena kelebihan kelebihan yang dimiliki MBR, beberapa industri memakai kembali hasil pengolahan air lilimbah tersebut untuk keperluanyang lain, seperti untuk sanitasi. Contoh lain adalah penggunaan air limbah untuk menghasilkan panas. 4.
Karakteristik Membran Kemampuan membran bergantung pada besar pori pori, tipematerial, tipa air limbah yang akan di tangani, kelarutan, dan waktu retensi. Waktu retensi diamati karena perbedaan konsentrasi larutan. Permeabilitas, temperatur, dan tekanan adalah parameter yang harus ditinjau saat ingin menggunakan MBR. Selain itu, ada faktor lain seperti resistansi hidrolik, ketebalan membran, dan driven force. Driven force adalah gradien dari luas potensial membran dari transpor massa yang melibatkan tekanan dan konsentrasi partikel. Mekanisme perpindahan massa juga bergantung pada struktur dan material membran. Struktur membran berperan penting dalam mekanisme transport, baik struktur paralel ato seri. Difusi dan kelarutan berhubungan dengan kemampuan kinetik daalam transport massa. Ukuran pori pori membran juga berhubungan dengan kecepatan transport massa. Tipe membran yang digunakan tergantung dari ukuran dari kontaminan yang akan dipisahkan. Umumnya, kontaminan dengan ukuran partikel 100-1000nm menggunakan membran microfiltration (MF) untuk menghilangkan kontaminan. Ultrafiltration (UF) digunakan untuk ukuran partikel 5-100nm, contohnyaya adalah bakteri dan virus; nanofiltration (NF) digunakan untukpartikel dengan ukuran 1-5 nm untuk partikel terlarut. Dalam pemrosesan air limbah, digunakan mikrofiltrasi atau ultrafiltrasi, karena faktor fouling dan biaya. Ada 2 tipe material yang biasanya digunakan dalam mmbuat membran adalah polimerik dan keramik. Membran keramik biasanya digunakan dalam industri
air limbah karena memiliki kemampuan filtrasi yang lebih bagus dibandingkan polimer karena resistansi zat kimia yang tinggi, inert, dan mudah dibersihkan [7, 8] Stabilitas kimia tidak hanya tergantung oleh material yang dipakai, tapi juga ukuran pori pori membran yang bisa mengurangi stabilitas membran. Keramik memiliki kemampuan hidrofilik yang tinggi karena sudut kontak air. Namun, masalah utama membran keramik adalah harga yang mahal dan juga kerapuhan atau mudah pecah [9]. Polimer yang biasanya digunakan meliputi PVDF, PES, PE, dan PP karena ketahanan fisik dan kimia. Membran polimer memiliki kelemahan mudah busuk atau kotor karena sifat hidrofobiknya. Membran hidrofobik digunakan karena mudah untuk membuat pori pori nya. Namun, kelemahan membran hidrofobik ini dapat diatasi dengan melapisi membran dengan polimer hidrofilik [10]. PE lebih cepat membusuk dibandingkan PVDF [11]. Susunan membran juga berperan penting dimana tiap susunan memiliki keuntungan dan kerugian berdasarkan biaya, kapabilitas, kemampuan untuk tidak goyang dalam goncangan. Ada 2 tipe operasi membran, yaitu dead end dan cross flow (Gambar 1). Keduanya perlu di operasikan dengan pressure driven (TMP). Dead end di filtrasi stegak lurus dengan permukaan membran, Padatan dari umpan yang lebih besar dari ukuran pori akan lebih mudah terfiltrasi di permukaan membran. Dead end proses biasanya adalah proses secara batch/ partaian [12]. Cross flow adalah cairan yang dialrikan paralel menuju filter permukaan dan mentransport partikel padat ke permukaan membran. Tipe filtrasi ini biasanya menggunakan hollow fiber (HF), flat sheet (FS) atau multi turbular (MT). Filtrasi cross flow bisa digunakan untuk mengurangi pembentukan cake layer di permukaan membran [13]. Peningkatan TMP: ∆𝑃𝑜 = 𝑇𝑀𝑃𝑖𝑛 − 𝑇𝑀𝑃𝑓𝑛−1
(1) [14]
Laju peningkatan TMP: 𝑑𝑃 𝑑𝑡
5.
=
𝑇𝑀𝑃𝑓𝑛 −𝑇𝑀𝑃𝑖𝑛 𝑡𝑓𝑛 −𝑡𝑖𝑛
(2) [14]
Penggunaan Bioreaktor Membran dalam Industri Ammonia Hampir mayoritas dunia industri memiliki problem tentang masalah lingkungan, yaitu permasalahan limbah buangan industry atau biasanya berupa limbah cair yang masih mengandung ion-ion yang berbahaya. Permasalahan lingkungan saat ini yang dominan salah satunya adalah limbah cair berasal dari industri. Limbah cair yang tidak dikelola akan menimbulkan dampak yang luar biasa pada perairan, khususnya sumber daya air. Kelangkaan sumber daya air di masa mendatang dan bencana alam semisal erosi, banjir, dan kepunahan ekosistem perairan tidak pelak lagi dapat terjadi apabila kita kaum akademisi tidak peduli terhadap permasalahan tersebut. Alam memiliki kemampuan dalam menetralisir pencemaran yang terjadi apabila jumlahnya kecil, akan tetapi apabila dalam jumlah yang
cukup besar akan menimbulkan dampak negatif terhadap alam karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan sehingga limbah tersebut dikatakan telah mencemari lingkungan. Hal ini dapat dicegah dengan mengolah limbah yang dihasilkan industri sebelum dibuang ke badan air. Limbah yang dibuang ke sungai harus memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan, karena sungai merupakan salah satu sumber air bersih bagi masyarakat, sehingga diharapkan tidak tercemar dan bisa digunakan untuk keperluan lainnya. Yang dimaksud dengan limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Beberapa ion dan logam berat yang terkandung dalam limbah buangan cair dari industry sangat berbahaya baik bagi kehidupan ekosistem air maupun bagi kesehatan tubuh manusia. Ion-ion tersebut misalnya besi dan mangan jika ion tersebut teroksida dalam air maka akan berwarna coklat dan tidak larut sehingga menyebabkan pengunaan air terbatas. Air tidak dapat dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, ion chloride, ion phospat Kandungan phosphat yang tinggi menyebabkan suburnya algae dan organisme lainnya. Phosphat kebanyakan berasal dari bahan pembersih yang mengandung senyawa phosphat. Sulfur, Sulfat dalam jumlah besar akan menaikkan keasaman air. Ion sulfat dapat terjadi secara proses alamiah. Sulfur dioxida dibutuhkan pada sintesa. Pada industri kaustik soda ion sulfat terdapat sewaktu pemurnian garam. Ammonia, Ammonia dapat berpengaruh pada reflex pernafasan, batuk-batuk, sesak napas lalu tiba-tiba lemas, serta dapat mengganggu selaput conjunctive pada mata. Dijumpai pula efek kronis pada bronchus, peningkatan eksresi ludah, gejala kencing tersendat-sendat/urine retention, dan masih banyak ion-ion dan logam berat lainnya yang ada dalam kandungan limbah cair buangan industri.Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memisahkan ammonia dari limbah cair industri dengan menggunakan eksternal membrane bioreactor. Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian Indonesia melalui barang produk dan jasa yang dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Buangan air limbah industri mengakibatkan timbulnya pencemaran air sungai yang dapat merugikan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya hasil tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk. Seiring dengan makin tingginya kepedulian akan kelestarian sungai dan kepentingan menjaga keberlanjutan lingkungan dan dunia usaha maka muncul upaya industri untuk melakukan pengelolaan air limbah industrinya melalui perencanaan proses produksi yang effisien sehingga mampu meminimalkan limbah buangan industri dan upaya pengendalian pencemaran air limbah industrinya melalui penerapan installasi pengolahan air limbah. Bagi Industri yang
terbiasa dengan memaksimalkan profit dan mengabaikan usaha pengelolaan limbah agaknya bertentangan dengan akal sehat mereka, karena mereka beranggapan bahwa menerapkan instalasi pengolahan air limbah berarti harus mengeluarkan biaya pembangunan dan biaya operasional yang mahal. Di pihak lain timbul ketidakpercayaan masyarakat bahwa industri akan dan mampu melakukan pengelolaan limbah dengan sukarela mengingat banyaknya perusahaan industry yang dibangun di sepanjang aliran sungai, dan membuang air limbahnya tanpa pengolahan. Sikap perusahaan yang hanya berorientasi “Profit motive” dan lemahnya penegakan peraturan terhadap pelanggaran pencemaran ini berakibat timbulnya beberapa kasus pencemaran oleh industry dan tuntutan-tuntutan masyarakat sekitar industry hingga perusahaan harus mengganti kerugian kepada masyarakat yang terkena dampak. Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Diantara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Limbah B3 merupakan bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia. Selain logam berat yang terkandung dalam limbah beberapa senyawa juga terdapat dalam limbah industri tersebut. Sehingga akhir-akhir ini mulai dilakukan penelitian-penelitian mendasar dalam mengelola limbah dengan berbagai macam metode dan spesifikasi pemisahan senyawa atau ion-ion tertentu, sebagai salah satu contohnya adalah pemisahan ammonia dari limbah industri, pemisahan ini diteliti dengan menggunakan membrane bioreactor (MBR) [15]. Salah satu bahan kimia yang cukup mengganggu lingkungan adalah amoniak, yang bisa dalam bentuk bebas berupa gas NH3 atau terlarut dalam air sebagai larutan amonium hidroksida (NH4OH). Secara alami amoniak dapat terbentuk dari hasil peruraian protein pada pembusukan limbah atau sampah organik, sehingga di tempat-tempat pembuangan sampah, penampungan limbah atau kandang peternakan timbul bau yang tidak sedap dari amoniak. Disamping berbau busuk, adanya gas amoniak di udara juga dapat mencemari lingkungan dan berakibat gangguan kesehatan bagi manusia yang sering menghirup amoniak. Amoniak juga mudah larut dalam air, menaikkan pH air menjadi basa, sehingga air menjadi tercemar. Amonia adalah senyawa kimia yang melimpah dialam. Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik [16].
Toksisitas ammonia terhadap organisme aquatic akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu. Avertebrata air lebih toleran terhadap toksisitas ammonia terhadap ikan. Ammonia dapat berpengaruh pada reflex pernafasan, batuk-batuk, sesak napas lalu tiba-tiba lemas, serta dapat mengganggu selaput conjunctive pada mata. Dijumpai pula efek kronis pada bronchus, peningkatan eksresi ludah, gejala kencing tersendat-sendat/urine retention, dan masih banyak ion-ion dan logam berat lainnya yang ada dalam kandungan limbah cair buangan industri. Proses lumpur aktif yang merupakan proses kombinasi proses biologis dengan secondary clarifier, adalah sebuah metode umum yang digunakan untuk pengolahan air limbah. Meskipun keberhasilan operasional dari proses lumpur aktif konvensional sangat bergantung pada gaya gravitasi lumpur pada secondary clarifier, namun dalam plant pengolahan limbah yang sebenarnya, proses pengendapan lumpur tidak mudah untuk dikendalikan. Teknik pemisahan membran untuk pengolahan limbah, pertama kali menggunakan membran ultrafiltrasi. Jenis membran mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi saat ini merupakan pesaing yang berat dalam hal efektifitas dan ekonomi bila dibandingkan dengan proses sentifugasi dan filtrasi konvensional. Dalam sistem pengolahan limbah, membran tersebut berfungsi untuk mengatasi permasalahan lumpur yang sukar mengendap dan menggantikan secondary clarifier. Beberapa tahun belakangan ini, integrasi dari proses activated sludge dan membrane bioreactor (MBR) merupakan salah satu penyelesaian yang inovatif dan menjanjikan untuk unit pengolahan limbah, bahkan MBR telah diakui sebagai sebuah design yang sukses. Konsep MBR secara teknis hampir sama dengan pengolahan limbah biologis konvensional, kecuali proses pemisahan activated sludge dengan effluent yang dilakukan menggunakan membran filtrasi. MBR telah mendapatkan popularitasnya, MBR telah diakui sebagai design yang berhasil dalam hal penyisihan kandungan ammonia (N-NH3) dalam limbah melalui proses biologis hingga 99,8%, dan effluent yang dihasilkan sangat meningkat bila dibandingkan secondary clarifier [17]. Aplikasi MBR dapat ditemukan dalam pengolahan limbah domestik, dan limbah industri. Daftar Pustaka REFERENCES [1] H. Alvarez‐Vazquez, Héctor, B. Jefferson, S.J. Judd. “Membrane bioreactors vs conventional biological treatment of landfill leachate: a brief review.” Journal of chemical technology and biotechnology, 79 (2004) 1043-1049. [2] I.G. Wenten, A.N. Hakim, P.T.P. Aryanti. “Bioreaktor Membran untuk Pengolahan Limbah Industri.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014.
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
I.G. Wenten. “Industri Membran dan Perkembangannya.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2015. I.G. Wenten. “Teknologi Membran: Prospek dan Tantangannya.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2015. I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, A.N. Hakim, Khoiruddin. “Karakterisasi Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2011. I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, A.N. Hakim. “Teknologi Membran dalam Pengolahan Air.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. A. Ding, Z. Zhang, J. Fu, L. Cheng. “Biological control of leachate from municipal landfills.” Chemosphere 44 (2001) 1–8. G. Urbini, L. Ariati, S. Teruggi, C. Pace, “Leachate quality and production from real scaleMSW landfills”, in Proceedings Sardinia 99: 7th Management and Landfill Symposium, S Margherita di Pula, Cagliari, Italy, CISA, Environmental Sanitary Engineering Centre, Cagliari, Italy, 73–80, 1999. I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, Khoiruddin. “Teknologi Membran dalam Pengolahan Limbah.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. H.D. Robinson. “A review of the composition of leachates from domestic wastes in landfill sites”. Report prepared for the UK Department of the Environment, Contract PECD 7/10/238, Ref; DE0918A/FR1 (1995). M. Irene, C. Lo, “Characteristics and treatment of leachates from domestic landfills”. Environmental International 4 (1996) 433–442. S. Churchouse, D. Wildgoose. “Membranes bioreactors progress from the laboratory to fullscale use”, Membrane Technology, 111 (1999) 48. T. Ueda, K. Hata. “Domestic wastewater treatment by a submerged membrane bioreactor with gravitational filtration”, Water Research, 33(1999) 2888–2892. L. Defrance, M.Y. Jaffrin. “Comparison between filtration at fixed transmembrane pressure and fixed permeate flux: application to a membrane bioreactor used for wastewater treatment.” Journal of Membrane Science, 152 (1999) 203– 210. C. Wisniewski, A. Grasmick, “Floc size distribution in a membrane bioreactor and consequences for membrane fouling.” Colloıds and Surfaces, A: Physicochemical and Engineering Aspects, 138 (1998) 403–411. E.H. Bouhabila, R. Ben Aı¨m, H. Buisson. “Microfiltration of activated sludge using submerged membrane with air bubbling (application to wastewater treatment).” Desalination, 118 (1998) 315–322.
[17] J.A. Howell. “Sub-critical flux operation of microfiltration.” Journal of Membrane Science, 107 (1995) 165–171. [17] J. Lee, W.Y. Ahn, C.H. Lee. “Comparison of the filtration characteristics between attached and
suspended growth microorganisms in submerged membrane bioreactor.” Water Research, 35 (2001) 2435–2445.