STUDI PERBANDINGAN KINERJA MEMBRAN BIOREAKTOR (MBR) DAN SUBMERGED MEMBRAN BIOREAKTOR (SMBR) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Candra Pramita Sari (2309105033) dan Eva Rista Sirait (2309105037) Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja M.Eng dan Dr. Ir. Tontowi Ismail, MS Laboratorium Teknologi Biokimia Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS Kata kunci : MBR, SMBR, activated sludge, flux Abstrak Dalam pengolahan limbah cair industri, senyawa organik menjadi parameter penting untuk menentukan tingkat pencemaran terhadap lingkungan. Terdapat teknologi terbaru yaitu dengan menggunakan Submerged Membran BioReaktor (SMBR) dan Membran BioReaktor (MBR). Pengolahan SMBR yaitu membran dicelupkan langsung pada tangki aerasi, sedangkan MBR yaitu membran dicelupkan di tangki overflow sedimentasi.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti kinerja pada sistem MBR dan SMBR terhadap perubahan fluks , serta meneliti kinerja membran dalam mendegradasi bahan organik dan memisahkan suspended solid dari air limbah industri. Pengolahan secara biologis ini menggunakan lumpur aktif yang berasal dari tangki aerasi pengolahan limbah pada Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap percobaan utama. Dengan variabel, konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) 900 mg/L, Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) 2500 dan 5000 mg/L, Hydraulic Retention Time (HRT) 12 dan 24 jam, Sludge Retention Time (SRT) 10 hari. Dilakukan pengamatan terhadap parameter Dissolved Oxygen (DO), COD, MLSS, MLVSS, Turbiditas, %Sludge Volume (%SV) pengamatan mikroorganisme, dan flux. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu % removal COD pada MBR 93% sedangkan MBR 90%. Permeat dari MBR lebih jernih daripada SMBR , hal ini dapat dilihat dari %turbidity untuk MBR 99% sedangkan SMBR 90%. Flux permeat pada MBR 34,8 L/m2 jam lebih banyak daripada SMBR 15,36 L/m2.jam. 1. Pendahuluan Dalam pengolahan limbah cair industri, senyawa organik menjadi parameter penting untuk menentukan tingkat pencemaran terhadap lingkungan.
Pengolahan limbah cair dengan menggunakan proses biologis dapat dilakukan dengan sistem aerob dengan menggunakan lumpur aktif. Kelemahan proses ini terletak pada sering terjadinya ‘bulking sludge’ yang mengakibatkan gagalnya proses pemisahan lumpur, dan keperluan luasan lahan untuk tangki sedimentasi. Untuk mengatasi kelemahan dari sistem lumpur aktif konvensional, maka dicoba suatu proses lumpur aktif yang dilengkapi dengan Submerged Membrane Bioreactor (SMBR). Konsep SMBR secara teknis hampir sama dengan pengolahan limbah biologis konvensional, kecuali proses pemisahan activated sludge dengan effluent yang dilakukan menggunakan membran filtrasi sebagai pengganti sedimentasi. Penggunaan Submerged Membrane Bioreactor (SMBR) di antaranya mampu mengolah bahan organik dengan konsentrasi yang tinggi dan beban yang berfluktuasi. Kualitas air effluent akan meningkat, yang ditandai dengan minimnya kandungan padatan tersuspensi, virus, dan bakteri didalamnya (Chang et al, 2002). Persoalan fouling pada membran akibat hadirnya mikroorganisme yang terkait dengan produk mikrobial, konsentrasi, dan ukuran partikel merupakan kendala operasi SMBR. Teknologi Membrane Bioreactor (MBR) menjadi salah satu alternatif yang sedang ditawarkan. Sistem MBR merupakan unit
pengolahan limbah cair industri yang terdiri dari proses biologis dan filtrasi membran. Pemakaian teknologi ini di dalam proses lumpur aktif sangat membantu untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam proses lumpur aktif konvensional. Penggunaan membran bioreaktor dapat mengatasi fluktuasi yang berlebih pada kualitas influent dan effluent dapat langsung digunakan serta, konsentrasi biomassa (MLSS) dan konsentrasi COD umpan yang terlalu tinggi tidak lagi menjadi masalah. (Chang et al, 2002). Adanya kelemahan-kelemahan
di sistem lumpur aktif konvensional, SMBR dan MBR, mendorong dilakukannya penelitian perbandingan kinerja antara SMBR dan MBR. 2. Metodologi Variabel Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variabel sebagai berikut :
1. MLSS : 2500 mg/L dan 5000 mg/L 2. SRT : 10 hari 3. HRT : 12 jam dan 24 jam Analisa Pendahuluan Analisa pendahuluan terhadap air limbah dilakukan untuk mengetahui konsentrasi MLSS, MLVSS, DO, COD, % Volume endapan, SVI, dan pengamatan mikroorganisme. Data ini digunakan selanjutnya untuk menghitung jenis dan jumlah nutrisi yang perlu ditambahkan dan pengkondisian tahap aklimatisasi mikroba. Untuk keperluan analisa
Tahap pembibitan dan aklimatisasi o Mengambil Lumpur aktif dari P.T. SIER Rungkut Surabaya o Membiarkan lumpur aktif sampai mengendap dan mengambil lumpur aktif yang telah mengendap. o Menganalisa awal lumpur aktif untuk mengetahui MLSS, MLVSS, % volume endapan, Pengamatan mikroorganisme. o Melakukan tahap aklimatisasi dengan menambahkan limbah sintetis di tangki aerasi. o Menganalisa MLSS, MLVSS, COD, DO, dan pengamatan mikroorganisme setiap hari. o Menghentikan tahap pembibitan apabila dari hasil pengamatan MLSS telah mencapai variabel yang ditentukan dan hasil pengamatan COD dan MLSS menunjukan kondisi yang stabil . o Melanjutkan ke tahap percobaan.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik limbah ditunjukkan pada Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 Komposisi Lumpur Aktif PT. SIER No Parameter Lumpur Aktif
Konsentrasi
1
COD, mg/L
235
2
BOD, mg/L
156,7
3
MLSS, mg/L
6120
4
MLVSS, mg/L
5370
5
DO
3,8
6
SV, ml/L
700
Tahap Pendahuluan
Aklimatisasi dan Pembibitan
3000
MLSS dan COD (mg/l)
konsentrasi BOD/COD dan MLSS, MLVSS, dan DO ditentukan berdasarkan Standart Method for Examination of Waste and Wastewater (APHA,1992).
2000 COD
1000
Tahap percobaan MBR o Mengalirkan influen dengan konsentrasi BOD 600 mg/lt ke tangki aerasi dengan rate 31,5l/hari dan melakukan aerasi. o Membiarkan tangki aerasi mencapai overflow ke ruang membran. o Melakukan pengamatan mikroorganisme dan menganalisa MLSS, MLVSS, dan DO pada tangki aerasi. o Pompa membran ultrafiltrasi (hollow fiber) dijalankan. o Melakukan analisa COD, serta mengukur turbidity pada hasil filtrasi membran. o Melakukan pencucian (backwashing) setelah membran beroperasi dalam waktu tertentu dan fluks permeat yang dihasilkan tidak efisien lagi maka dilakukan pencucian dan kran pengeluaran sludge dibuka. o Melakukan operasi seperti langkah-langkah diatas dengan mengganti variabel yang telah ditetapkan. Tahap percobaan SMBR o Mengalirkan influen dengan rate 31,5 l/hari ke tangki aerasi yang sekaligus sebagai SMBR dengan membran hollow fiber. o Menambahkan limbah sintetis ke dalam tangki aerasi o Melakukan pengamatan mikroorganisme dan menganalisa MLSS, MLVSS, DO dan COD pada tangki aerasi o Pompa membran ultrafiltrasi (hollow fiber) dijalankan. o Melakukan analisa COD serta mengukur turbidity pada permeat (hasil filtrasi membran). o Melakukan pencucian (backwashing) setelah membran beroperasi dalam waktu tertentu dan fluks permeat yang dihasilkan tidak efisien lagi. o Melakukan operasi seperti langkah-langkah diatas dengan mengganti variabel yang telah ditetapkan.
MLSS
0 0
5
10 Waktu (hari)
15
Gambar 1. Pengamatan MLSS dan COD (mg/L) terhadap waktu (hari) Pada Gambar 1. menunjukkan kurva pengamatan COD dan MLSS pada tahap pembibitan dan aklimatisasi membutuhkan waktu selama 12 hari. Dimana terjadi kenaikan MLSS secara signifikan, namun pada hari ke-3 konsentrasi MLSS mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena adanya penyesuaian mikroorganisme terhadap kondisi lingkungan dan adanya mikroorganisme didalam lumpur aktif tersebut ada yang mati, namun setelah itu terjadi kenaikan, yang berarti terjadi pertumbuhan mikroorganisme relative baik. Kenaikan ini terjadi secara bertahap dan dihentikan bila MLSS relatif konstan yaitu pada hari ke 12. Sedangkan untuk pengamatan COD pada grafik menunjukkan selama waktu 12 hari terjadi penurunan nilai COD. Tahap pembibitan dan aklimatisasi terus dilakukan seiring dengan meningkatnya konsentrasi MLSS dan menurunnya konsentrasi COD. Penurunan konsentrasi COD terjadi karena adanya mikroorganisme yang dapat beradaptasi dengan limbah sintetis tersebut dan mampu mendegradasi bahan organik secara baik. Tahap Percobaan Berikut ini hasil pengolahan limbah cair sintesa :
Chemical Oxygen Demand (COD)
% Removal COD
COD (mg/l)
kontinyu, serta beban limbah dan konsentrasi biomassa lumpur yang tinggi juga dapat menyebabkan dihasilkannya sejumlah substansi yang menyebabkan penurunan fluks. Penurunan kinerja membran dapat COD 450.0 overflow diketahui dengan melakukan pengamatan fluks setiap 400.0 hari selama operasi dan dilakukan backwashing selama 350.0 30 menit. Sehingga penurunan fluks dapat teramati COD secara kontinyu. Tingkat fouling bioreaktor membran 300.0 MBR ditentukan terutama oleh COD terlarut, konsentrasi 250.0 biomassa (MLSS), dan viskositas lumpur aktif. 200.0 Konsentrasi lumpur diperkirakan sangat berpengaruh COD 150.0 SMBR terhadap kinerja bioreaktor membran karena 100.0 mempengaruhi terhadap ketebalan lapisan dinamis maupun viskositas campuran [Stephenson, 2000]. 50.0 COD Pada SMBR, membran terletak di dalam 0.0 activated bioreaktor sehingga proses filtrasi langsung dilakukan 15 sludge di dalam reaktor. Namun penggunaan SMBR ini 0 5 10 menunjukkan adanya beberapa kelemahan, antara lain yaitu terjadinya fouling sehingga pemisahan biomassa dari effluent semakin sulit dilakukan. Adanya fouling Gambar 2. COD (mg/L) terhadap waktu (hari) pada ini dapat mempengaruhi kinerja membran baik dari MLSS 5000 segi cost, usia pemakaian membran yang tidak dapat bertahan lama, dan dari segi perawatan membran. Sedangkan pada penelitian membran yang dipisahkan % Removal COD menggunakan membran dari tangki aerobik dan diletakkan setelah tangki sedimentasi (MBR), usaha ini dilakukan untuk memperingan kerja membran dan memperpanjang Activa waktu backwashing, karena kualitas air limbah setelah ted 100.00 sedimentasi sudah baik.Unjuk kerja membran dapat sludge diketahui dari pengamatan fluks terhadap waktu. Untuk 80.00 SMBR kinerja membran pada sistem SMBR, terjadi penurunan 60.00 fluks dan memerlukan waktu backwasing dengan jarak yang relatif singkat. Sedangkan untuk kinerja membran overfl 40.00 pada sistem MBR, penurunan fluks dan memerlukan ow waktu backwashing dengan jarak yang agak lama 20.00 seperti hasil uji berikut ini : MBR 0.00
3
5
7
Waktu (hari)
9
11 13
Gambar 3. % Removal COD terhadap waktu (hari) pada tangki aerobik Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi COD dapat dilihat pada gambar 2 dan 3, yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi COD terhadap waktu untuk mendegradasi limbah organik pada COD umpan 900 mg/L. Pada grafik diatas dari hari ke-1 sampai hari ke-14 mengalami penurunan. Pada activated sludge sebesar 393,6 – 86,4 mg/L dengan % removal COD 56,27 – 90,4 %, pada SMBR sebesar 360 – 72 mg/L dengan % removal COD 60 – 92 %, pada overflow sebesar 307,2 – 67,2 mg/L dengan % removal COD 65,87 – 92,53% dan pada MBR sebesar 283,2 – 57,6 mg/L dengan %removal COD 68,53 – 93,6%.
Unjuk Kerja Membran Peristiwa fouling menyebabkan peningkatan tahanan membran sehingga menghambat transfer massa melewati membran. Tahanan yang terjadi selama filtrasi dapat disebabkan oleh adanya polarisasi konsentrasi, pembentukan gel, penyumbatan pori, dan peristiwa adsorpsi. Pengoperasian bioreaktor secara
40
Flux (L/m2.jam)
1
30 20 10 0 0
b a c k w a s h i n g
b a c k w a s h i 50 n g
Flux MBR Flux SMBR
100
Waktu (menit)
Gambar 4 Flux (L/m2.jam) terhadap waktu (menit) pada MLSS 5000 dan HRT 24 jam Dari gambar diketahui bahwa fluks sistem SMBR untuk COD 900 mg/L adalah 14,7 - 5,4 L/m2.jam lebih kecil dari sistem MBR yang mempunyai fluks 29,6 – 23,1 L/m2.jam, artinya dalam waktu 1 jam membrane pada sistem MBR dapat menghasilkan permeat sebanyak 29,6 L. Flux semakin turun disebabkan adanya penyumbatan akibat partikel-partikel yang terakumulasi pada lapisan permukaan membran. Dapat dilihat bahwa dengan adanya backwashing dapat menaikkan flux membran meskipun tidak sampai pada kondisi awal. Kenaikan flux tidak dapat kembali
seperti kondisi awal dikarenakan masih ada penyumbatan yang tidak bisa hilang dengan cara backwashing.
Turbidity
% Removal Turbidity
Turbidity dengan satuan NTU menunjukkan kekeruhan dari suatu sampel air, dimana pada penelitian ini air limbah dalam tangki aerobik dan air permeat di analisa kekeruhannya dengan alat Turbiditymeter. 100.000 50.000 0.000 1 4 7 10 13
MBR dengan MLSS 2500 SMBR dengan MLSS 2500 MBR dengan MLSS 5000 SMBR dengan MLSS 5000
Waktu (hari) Gambar 5.% removal turbidity terhadap waktu (hari)
Gambar di atas menunjukkan bahwa dengan pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif dan membran ultrafiltrasi pada MLSS 2500 dan 5000 dapat mengurangi kekeruhan air limbah yaitu 99,026 % hingga 99,845 % dan 98,924% hingga 98,957%. Sedangkan dengan pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif dan membran ultrafiltrasi terendam pada MLSS 2500 dan 5000 dapat mengurangi kekeruhan air limbah yaitu 89,072% hingga 90,675 % dan 88,029 hingga 89,601%. Semakin tinggi MLSS maka turbidity nya juga semakin tinggi karena kekeruhannya juga semakin pekat. Jika dibandingkan turbiditas pada SMBR dan MBR, hasil permeat dari MBR jauh lebih jernih dibandingkan dengan SMBR. Hal ini dikarenakan pada MBR sudah mengalami proses sedimentasi dan terjadi overflow, sehingga mikroorganisme pada hasil overflow hampir tidak ada, sedangkan pada SMBR dimana masih terdapat banyak mikroorganisme dibandingkan overflow, sehingga hasil permeat dari SMBR agak keruh dibandingkan dengan permeat MBR. Identifikasi Mikroorganisme Identifikasi mikroorganisme merupakan salah satu parameter yang penting dalam pengolahan limbah secara biologis untuk mengetahui kualitas dari lumpur aktif tersebut. Semakin banyak mikroorganisme mengindikasikan bahwa pengolahan limbah akan semakin bagus dan efisien karena kemampuan untuk mendegradasi bahan organik akan semakin tinggi juga. Pada umumnya kehidupan mikroorganisme dalam proses lumpur aktif sangat sensitif terhadap lingkungan mereka misalnya pH, suhu, dissolved oxygen (DO) dan bahan-bahan inhibitor atau beracun. Secara umum, kegiatan mikroorganisme dalam proses biologis akan menurun saat suhu turun, yang akibatnya akan
mengakibatkan penurunan efisiensi penyisihan COD. Dengan menjaga kondisi lingkungan pertumbuhan mikroorganisme maka biomassa yang sehat dan effektif untuk kondisi yang steady state atau optimum dapat diperoleh. Sehingga mikroorganisme dapat bekerja dengan baik untuk mendegradasi limbah organik. (William, 1999). Salah satu alternatif pengolahan yang dapat diaplikasikan dalam mengolah limbah adalah pengolahan secara biologi. Pengolahan limbah yang umum dilakukan adalah menggunakan lumpur aktif, yang didefinisikan sebagai suatu proses pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan secara aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2, H2O, NH4, dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffuser) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi. (Reynold, 1982). Mikroorganisme dalam lumpur aktif terdiri dari bakteri yang merupakan komponen utama dari flok lumpur aktif. Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrosomonas dan nitrobacter yang dapat merubah ammonia menjadi nitrat. Lebih dari 300 jenis bakteri hidup dalam sistem lumpur aktif. Bakteri-bakteri tersebut mendegradasi bahan-bahan organik dan mentransformasi nutrient. Penambahan nutrien bertujuan sebagai penunjang pertumbuhan mikroba. Jenis umum yang sering ditemukan dalam lumpur aktif yaitu zooglea, fungi, protozoa, dan rotifera. (Metcalf dan Eddy, 1991).
Gambar 6. Mikroorganisme Lumpur Aktif Gambar 6. menunjukan mikroorganisme yang terdapat dalam tangki aerobik merupakan bakteri dan protozoa. Protozoa adalah signifikan predator dalam lumpur aktif yang dapat mereduksi toksikan. Umumnya identifikasi dilakukan pada saat biomassa masih muda atau sedang berkembang biak. Bakteri sebagai mikroorganisme yang paling dominan dengan ukuran mikron. Protozoa dapat digunakan sebagai indikator biologi kondisi lumpur aktif dengan sistem aerobik. Protozoa dapat digunakan untuk indikator lingkungan beracun. Untuk memperoleh kondisi operasi yang baik dengan sistem lumpur aktif yang stabil diharapkan jumlah perkembangan dari mikroorganisme tinggi pada biomassa yang diukur dengan menganalisa konsentrasi biomassa. Pada proses pengolahan air limbah bahan organik semakin menurun sedangkan komposisi biomassa akan berubah. Keadaan ini digunakan sebagai patokan efisien tidaknya pengolahan air limbah organik
secara biologis, dengan memeriksa lumpur aktif yang dihasilkan pada unit pengolahan. Daftar Pustaka B.Marrot, A. Barrios-martinez, P. Moulin danN.Roche. 2004. Industrial Wastewater Treatment in a membrane Bioreactor. Environmental Progress, Vol.23, No.1. Chang, I., Clech, Le P., Jefferson, Bruce., dan Judd, S. 2002. Membrane Fouling in Membrane Bioreactors for Wastewater Treatment. Journal of Environmental Engineering, Vol.128, No. 11. Côté, P., Buisson H., Pound C., dan Arakaki G. 1997. Immersed Membrane Activated Sludge For The Reuse Of Municipal Waster. Elsevier Science. Desalination, 113 : 189-196. Fane, A dan Chang, S. 2002. Membrane Bioreactors: Design and Operational Options, www.filtsep.com Sundstrom, D.W. dan Klei, H.E. 1979. Wastewater Treatment. London : Prentice-Hall International, Inc. Widjaja, T. 2007. Kinerja Kombinasi Proses Activated Sludge Dengan Bioreaktor Membran Terendam (BRMt) Sebagai Pengolahan Limbah Cair. Thesis S2 Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS, Wisuda Juli 2007. Williams, J. 1999. Cost–Effective Effluent Treatment in Paper and Board Mills. Environmental Technology Basic Practice Progra