Produksi dan Pemurnian Biodiesel dengan Teknologi Membran Renardi Andhika Teknik Kimia, ITB, Jl. Ganesha No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Pemanfaatan energi terbarukan dipilih untuk menaggulangi ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin menipis. Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar yang diperoleh dari konversi minyak nabati dengan reaksi transesterifikasi. Dalam reaksi transesterifikasi dibutuhkan katalis sebagai agen untuk mempercepat laju reaksi. Katalis yang digunakan bergantung dari jenis minyak lemak umpan. Pada transesterifikasi, pemisahan biodiesel dari gliserol dapat dilakukan dengan perbedaan densitas. Namun, perbedaan densitas memerlukan waktu yang lama walaupun menggunakan biaya yang rendah. Melihat kelemahan dari perbedaan densitas, pemisahan produk dari produk samping dilakukan dengan distilasi atau pencucian secara basah (air) ataupun kering (absorbent). Proses transesterifikasi memiliki kelemahan dalam hal pemurnian dari sisi ekonomi dan limbah sehingga peneliti melakukan pengembangan untuk menghasilkan perolehan biodiesel tinggi dengan metode yang mudah tanpa menghasilkan limbah. Teknologi membran menarik minat para peneliti karena kemampuan untuk menghasilkan perolehan dan kemurnian biodiesel yang tinggi. Membran memiliki beberapa keunggulan, seperti ketahanan terhadap mekanik, kimia, thermal stress, luas permukaan yang tinggi per unit volum, dan selektivitas yang tinggi. Dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan tersebut, teknologi membran dapat digunakan pada industri hulu maupun hilir pada produksi dan pemurnian biodiesel. Pemisahan produk (biodiesel) dengan produk samping (gliserol) dapat menggunakan berbagai jenis membran yaitu reaktor membran, ultrafilrasi, mikrofiltrasi, dan pervaporasi. Kata kunci: biodiesel, transesterifikasi, reaktor membran, ultrafiltrasi, mikrofiltrasi, pervaporasi
Ca (NO3)2 / Al2O3, CaO / Al2O3, Sr(NO3)2 / ZnO, dan enzim (Pseudomonas Fluorescens, Rhizopus Oryzae, Candida Rugosa, dan Pseudonas Cepacia) digunakan untuk produksi biodiesel. Sedangkan katalis homogen seperti H2SO4, CaO, KOH, dan NaOH. Umpan dapat terdiri dari minyak lemak nabati, lemak binatang, dan minyak dari mikroalga [3,4].
1. Pendahuluan Biodiesel merupakan sumber energi yang memiliki perhatian lebih besar dari dunia. Biodiesel dipilih karena dapat didegradasi secara biologi, menghasilkan keluaran gas yang lebih ramah lingkungan [1]. Ide bahan bakar dengan bahan dasar minyak lemak nabati untuk produksi diesel telah diusung selama satu abad lalu. Penemuan potensi minyak lemak nabati ditemukan oleh ilmuwan terkenal pada abad ke 19 bernama Rudolf Diesel. Pada tahun 1912, Rudolf Diesel menyatakan “penggunaan minyak nabati untuk bahan bakar mesin mungkin tampak tidak signifikan hari ini. Tetapi minyak tersebut sama pentingnya dengan minyak bumi dan batu bara” [2]. Minat untuk mengembangkan teknologi bahan bakar biodiesel selama bertahun – tahun rendah karena ketersediaan dari minyak bumi yang melimpah. Perkembangan bahan bakar biodiesel didorong oleh potensi untuk menanggulangi masalah pada era ekonomi global yaitu bagaimana untuk menghasilkan ketersediaan energi secara mandiri, mengurangi dampak lingkungan, dan menghasilkan bahan bakar terjangkau sehingga dapat bersaing dengan bahan bakar diesel konvensional. Pengembangan teknologi diperlukan agar bahan bakar biodiesel dapat diproduksi dengan skala besar. Beberapa teknologi yang dikembangkan mencakup pembentukan skema dengan bahan baku biaya rendah, pengembangan teknologi pemurnian biodiesel mentah, pengembangan katalis untuk menghasilkan perolehan biodiesel yang tinggi, dan eksplorasi dari produksi biodiesel dengan meminimalkan penggunaan air dan energi. Transesterifikasi merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk produksi biodiesel. Transesterifikasi adalah proses konversi asam lemak menjadi biodiesel dengan katalis heterogen maupun katalis homogen, disajikan pada gambar 1. Contoh katalis heterogen seperti
Gambar 1. Reaksi transesterifikasi dari trigliserida menjadi biodiesel [5] Biodiesel dapat diproduksi secara konvensional menggunakan reaktor batch, CSTR, maupun PFR. Namun, membran reaktor dalam produksi biodiesel merupakan metode terbaru. Membran reaktor memiliki kemampuan untuk menahan bagian yang tidak bereaksi dari trigliserida sehingga dapat langsung terbuang. Sifat ini dapat memberikan kualitas yang tinggi dari biodiesel dikarenakan trigliserida yang tidak bereaksi merupakan pengotor yang perlu dibuang setelah transesterifikasi selesai. Biodiesel yang diperoleh dari reaktor konvensional memerlukan pemurnian untuk membuang pengotor seperti gliserol, sabun, residu katalis, dan kelebihan alkohol. Pemurnian biodiesel diperlukan sebagai syarat konsumsi mesin diesel, kehadiran pengotor dapat menyebabkan kerusakan pada mesin. Penghilangan pengotor melalui pemisahan dan pemurnian teknik 1
konvensional menimbulkan kerugian seperti pemakaian air yang besar dan konsumsi energi yang tinggi [6]. Melihat dari kerumitan penghilangan pengotor, membran reaktor merupakan pengembangan teknologi untuk meminimalisasi kerugian dari produksi biodiesel. Membran reaktor dapat beroperasi pada temperatur dan tekanan kamar. Sifat pemurnian dari membran reaktor adalah konsumsi energi yang rendah, operasi sederhana, tidak diperlukan unit pengolahan air limbah, serta ketahanan yang tinggi terhadap korosi [7].
dialisis. Proses - proses membran generasi kedua meliputi pemisahan gas, permeasi uap, pervaporasi (PV), distilasi membran (DM), kontaktor membran, dan carrier mediated processes. [11] Dari segi pengoperasiannya, membran dapat dioperasikan secara dead-end ataupun cross-flow. Pada mode operasi dead-end, arah aliran umpan tegak-lurus terhadap membran. Pada mode operasi ini, seluruh aliran umpan dipaksa melewati membran secara kontinu, dan tidak ada sirkulasi umpan di dalam modul membran. Produk keluar dalam bentuk filtrat sementara pengotor berada dalam bentuk filter cake yang biasanya dikeluarkan sekali pada saat backwash. Mode operasi dead-end memiliki kelemahan yaitu cenderung mengakibatkan fouling yang sangat tinggi akibat terbentuknya lapisan cake di permukaan membran. Ketebalan cake terus meningkat terhadap waktu sehingga fluks terus-menerus turun hingga menuju nol. Keuntungan dari pola aliran dead-end yaitu biaya modal rendah, operasi yang sederhana (tidak ada komponen yang bergerak), cocok untuk digunakan untuk mengencerkan larutan dan ongkos penggantian membran meningkat dengan konsentrasi partikel di larutan umpan, perolehan yang dihasilkan lebih tinggi. Aplikasi pada pola aliran dead-end yaitu filtrasi steril/sterilisasi bir dan wine. Pada pola aliran cross flow, umpan dialirkan dengan arah sejajar dengan permukaan membran. Konsentrat disirkulasikan pada kecepatan yang lebih tinggi dengan tujuan menciptakan turbulensi di permukaan membran. Dengan perlakuan seperti ini, pembentukan lapisan cake terjadi sangat lambat karena tersapu oleh gaya geser yang diakibatkan oleh aliran cross-flow umpan. Pada setiap operasi cross-flow, kecepatan aliran umpan sangat menentukan besarnya perpindahan massa dalam modul. Ciri dari pola aliran cross flow adalah biaya modal tinggi, biaya operasi tidak terlalu tinggi (membran memiliki umur yang panjang jika sering dibersihkan), operasi kompleks (filter membutuhkan pembersihan berkala), cocok digunakan untuk larutan dengan kandungan padatan tinggi dan biaya operasi relatif tidak berpengaruh terhadap konsentrasi partikel di larutan umpan, tendensi fouling dapat dikurangi karena laju cross-flow yang tinggi akan meminimumkan ketebalan lapisan cake. Fluks permeat akan menurun di awal proses dan akan menuju pada kondisi stabil dalam kurun waktu tertentu ketika ketebalan lapisan foulant di permukaan membran tidak meningkat lagi [12,13] Aplikasi membran reaktor digunakan pada produksi biodiesel sebagai bahan bakar renewable dan terbarukan dioperasikan secara cross-flow. Dube mengembangkan membran reaktor dengan katalis asam pada reaksi transesterifikasi pada rapeseed. Pori dari membran reaktor sebesar 0,05 µm. Rapeseed umpan sebanyak 100gram. Waktu sirkulasi 10 menit, dan reaktor dioperasikan secara kontinu pada tekanan 138 kPa dengan umpan (campuran metanol dan asam). Laju alir umpan 6,1ml/min. Heat exchanger digunakan untuk mengatur temperatur reaksi. Percobaan dilakukan selama enam jam,disajikan pada gambar 2. [14]. Cao melakukan transesterifikasi dengan beberapa minyak lemak tanaman seperti rapeseed, kedelai,
2. Produksi Biodiesel Produksi biodiesel secara komersial biasa menggunakan reaktor batch. Untuk meminimalisir biaya pekerja, produksi biodiesel menggunakan PFR, CSTR, dan fixed bed reactor. Permasalahan yang sering timbul pada ketiga reaktor yaitu konversi rendah, kesulitan pada umpan yang mengandung kualitas rendah, serta perpindahan massa pada reaktan terbatas, kualitas biodiesel yang rendah, perolehan biodiesel rendah, dan temperatur tinggi dari reaksi [8]. Helwani melaporkan produksi biodiesel dengan CSTR maupun PFR memiliki temperatur reaksi diantara titik didih metanol yaitu 65°C, bila dioperasikan pada tekanan atmosfer. Skala industri membutuhkan perpindahan massa yang baik sehingga dibutuhkan pencampuran dengan rpm tinggi. Masalah perpindahan massa dapat diatasi dalam penggunaan membran untuk produksi biodiesel [9]. Karakteristik membran yaitu memiliki selektivitas yang tinggi, luas permukaan per unit volum yang tinggi, dan potensial untuk mengontrol campuran di antara kedua fasa. Aplikasi membran untuk produksi biodiesel memiliki terdiri dari dua fasa, membran reaktor satu fasa untuk transesterifikasi asam lemak menjadi biodiesel, fase lainnya berupa membran pemisahan biodiesel mentah dari pengotor seperti katalis, sabun, gliserol, dan alkohol. Membran diklasifikasikan menjadi organik, anorganik, dan kombinasi dari organik-anorganik. Membran organik dihindari untuk penggunaan asam yang tinggi. Membran anorganik terbuat dari metal, keramik, zeolit ataupun karbon karena ketahanan terhadap temperatur dan asam tinggi. Pori dari membran keramik berasal dari proses sintering alumina, titanium, dan zirkonium oksida dengan temperatur tinggi; biasanya memiliki struktur asimetrik dengan support pori yaitu lapisan membran aktif. Support berguna berfungsi sebagai tahanan mekanik dari membran agar proses pemisahan dapat berlangsung [10]. 3. Teknologi Membran Membran merupakan sebuah penghalang selektif antara dua fasa, yang memiliki kemampuan untuk memindahkan suatu komponen dari campuran umpan dengan lebih baik daripada komponen lain, sehingga pemisahan dapat tercapai. Saat ini, proses-proses membran digunakan dalam aplikasi yang luas, dan sejumlah aplikasi masih berkembang. Proses - proses membran generasi pertama meliputi mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF), reverse osmosis (RO), elektrodialisis (ED), elektrolisis membran (EM), dialisis difusi (DD), dan 2
dan sawit dengan membran reaktor. Peneliti melakukan analisis pada biodiesel dengan gas kromatografi. Kadar gliserol pada produk kecil dibandingkan gliserol yang dihasilkan dari reaksi pada reaktor batch. Cao membandingkan recycle ratio pada produksi biodiesel menggunakan membran reaktor. Untuk menjaga produk yang kaya akan biodiesel yang bersifat nonpolar, permeat yang terdiri dari senyawa polar (gliserol dan metanol) dibuang. Recycle ratio maksimum berada pada 85,7 – 92,4% [8].
Air panas masuk
Heat exchanger
Umpan
yang terkonversi menjadi sabun saat proses transesterifikasi dengan penggunaan katalis dasar. Pada penggunaan katalis asam, sabun tidak terbentuk, tetapi katalis asam memiliki kerugian dalam sisi ekonomi. Katalis asam memiliki laju reaksi yang lambat untuk proses transesterifikasi [14]. Secara keseluruhan, performa membran tergantung pada selektivitas membran Mahua melaporkan performa membran tergantung dari beberapa parameter seperti, komposisi membran, temperatur, tekanan, laju alir, dan interaksi antara komponen pada permukaan membran [16]. Koefisien rentensi dari minyak atau FFA (%R) dapat dihitung dengan rumus [17]:
Reaktor membran
%𝑅 =
Air panas keluar
𝐶𝑎𝑙−𝐶𝑝𝑒𝑟 𝐶𝑎𝑙
𝑥 100%
(1)
Konversi yang tinggi dari proses membran didapat dari pemisahan produk dan pengotor yang selektif, serta distribusi dari reaktan. Cao melaporkan bahwa waktu tinggal dan konsentrasi katalis berbanding lurus dengan konversi. Konversi meningkat jika waktu tinggal dan konsentrasi katalis ditingkatkan. Penurunan konsentrasi katalis dan waktu tinggal akan menurunkan konsentrasi FAME serta terbentuk produk samping yaitu digliserida pada permeat [8].
Tangki permeat
Gambar 2. Skematik diagram biodiesel dengan reaktor membran [14] Pemisahan dan reaksi kimia terjadi dalam satu unit membran reaktor. Selama reaksi kimia, pencampuran reaktan dipengaruhi oleh temperatur. Masalah transfer massa akan mempengaruhi bila reaktan tidak tercampur sempurna. Membran reaktor dua fasa digunakan untuk memisahkan minyak rapeseed yang tidak bereaksi dari produk fatty acid metil ester (FAME). Sistem membran dua fasa akan memberikan perolehan dan kemurnian produk yang tinggi [8]. Tegangan permukaan pada dua fasa dan kelarutan minyak lemak dan alkohol menghasilkan emulsi. Kelarutan asam lemak alkil ester (FAAE) pada alkohol akan melewati pori membran. Selain itu, ukuran molekul yang kecil dari FAAE dan gliserol juga akan melewati pori membran. Produksi FAAE dan gliserol perlu dibuang pada produk transesterifikasi [14]. Dube melaporkan membran reaktor dapat menggunakan katalis asam, tetapi katalis asam akan menyebabkan korosi pada reaktor konvensional. Membran reaktor memiliki keuntungan karena memiliki ketahanan terhadap korosi [14]. Barredo melaporkan membran keramik memiliki keuntungan dibandingkan polimerik membran yaitu ketahanan temperatur terhadap degradasi dan perolehan permeat tinggi. Selain itu, biaya membran keramik juga lebih rendah dibandingkan polimerik membran [15]. Katalis berperan penting dalam konversi trigliserida menjadi biodiesel dalam reaksi transesterifikasi. Dube melakukan percobaan dengan katalis tanpa perlakuan (katalis dasar) dan katalis asam pada transesterifikasi reaksi untuk mengkonversi minyak rapeseed menjadi biodiesel dengan reaktor membran. Konsentrasi katalis terdiri dari 1% NaOH. Sabun terbentuk pada penggunaan katalis dasar, mulai terlihat saat proses pencucian. Peneliti menyimpulkan minyak rapeseed memiliki sejumlah FFA
4. Produksi Biodiesel dengan Teknologi Konvensional Teknologi konvensional produksi biodiesel menggunakan reaktor batch maupun kontinu. Setelah biodiesel didapat dari reaksi transesterfikasi, biodiesel dipisahkan dari gliserol sebelum masuk tahap pemurnian, disajikan pada gambar 3. Pemisahan biodiesel dari produk samping (gliserol) dengan perbedaan densitas. Teknik pemisahan yang digunakan yaitu dekantasi, centrifugasi, filtrasi, dan sedimentasi. Pada pemisahan dengan dekantasi, campuran biodiesel dan gliserol didiamkan dalam tangki. Pemisahan dengan metode ini memiliki biaya yang rendah tetapi membutuhkan waktu yang lama dan tidak efisien. Pemisahan dengan centrifugasi berlangsung cepat tetapi membutuhkan biaya yang tinggi [18]. Penghilangkan produk samping (gliserol), biodiesel dimurnikan untuk menghilangkan pengotor seperti, tri-,di,monogliserida, katalis, sabun, dan alkohol. Pengotor yang terdapat pada biodiesel berdampak pada kemurnian dan kualitas biodiesel yang akan digunakan sebagai bahan bakar [19]. Standar biodiesel internasional disajikan pada tabel 1. Secara konvensional, pemurnian biodiesel diperoleh dari penghilangan alkohol dengan ditilasi vakum atau flash evaporation atau pencucian untuk menghilangkan trigliserida, katalis, dan sabun. Pencucian dapat dibagi menjadi pencucian dengan air RO, pencucian dengan asam yang dilanjutkan dengan pencucian air RO atau pelarut organik. Proses penghilangan air membutuhkan konsumsi air serta limbah yang dihasilkan besar. Penelitian lebih lanjut dilakukan untuk meminimalisasi air yang digunakan pada pencucian basah, hasil yang didapat yaitu proses pencucian kering untuk memurnikan 3
biodiesel. Proses pencucian kering menggunakan absorben seperti karbon, zeolit, dan silika. Meskipun pencucian kering menghasilkan biodiesel tanpa air, absorbent tidak dapat diregenerasi sehingga membutuhkan biaya yang lebih. Perolehan biodiesel dengan absorbent sebesar 98,5% [20].
ditemukan senyawa yang bebas dari trigliserida [22]. Saleh mempelajari kemampuan dari membran proses untuk menghilangkan partikel gliserol dari FAME tanpa menggunakan air pencucian serta efek dari material yang berbeda seperti air, sabun, dan metanol dari performa pemisahan. Peneliti menggunakan membran polyacrylonitril (PAN) sehingga dapat memisahkan gliserol dari biodiesel pada temperatur kamar dengan tekanan 552 kPA. Pemisahan gliserol dari FAME dengan membran sangat sulit sehingga persentase dari air, metanol, dan sabun ditambahkan pada FAME untuk penghilangan gliserol. Untuk FAME mengandung 1% metanol, proses pemisahan sangat rendah terlihat metanol tidak memisahkan fasa pada campuran tetapi melarutkan gliserol pada FAME. Hasil yang baik ditunjukkan pada penambahan air dengan kuantitas sedikit yaitu 0,06% berat. Pencampuran yang baik terjadi pada air dan gliserol, fasa yang tebentuk berupa fasa air-gliserol serta fasa FAME. Peneliti melakukan analisa bebas gliserol pada umpan, retentat dan permeate dengan gas kromatografi. Hasil yang didapat menunjukkan konsentrasi yang rendah pada air memiliki kemampuan penghilangan glsierol dari biodiesel sebesar 0,08 % berat. Peneliti juga menyimpulkan penambahan air meningkatkan ukuran dari distribusi fasa gliserol pada ultrafiltrasi membran. Saleh mengamati efek dari perbedaan komponen pada air, metanol, sabun, dan gliserol pada fasa FAME dengan penggunaan PAN. Penambahan air pada campuran FAME menghasilkan kelarutan yang baik pada glsierol, sehingga ukuran partikel pada fasa gliserol-air meningkat. Pada waktu yang sama, penambahan metanol menurunkan ukuran partikel gliserol pada FAME. Peneliti melaporkan penambahan air untuk membuang gliserol pada FAME, kadar gliserol 0,013% berat. Standar dari glsierol pada biodiesel 0,02% berat. Peneliti melaporkan bahwa membran dapat digunakan untuk mengambil produk yang diingginkan tergantung dari pengaturan kondisi [23]. Cao melaporkan produk biodiesel menggunakan sistem membran, gliserol bebas yang didapat lebih besar dari 0,02% berat yaitu 0,024% [8].
Tabel 1. Standar biodiesel internasional Properties Kadar ester Flash point Kadar air Viskositas kinematik Angka cetan Cloud point Angka asam Total gliserin Kadar fosfor Distilasi temperatur Sodium/potassium
ASTM method >130°C 0,05%vol 1,9 – 6 mm2/s >47 0,05 mgKOH/g <0,24 (%m/m) 0,001 %m <360°C <5 ppm
5. Produksi Biodiesel dengan Teknologi Membran Teknologi membran dalam produksi biodiesel dapat menggunakan membran organik dan keramik. Dube melaporkan reaktor membran dapat memisahakan biodiesel dari minyak lemak tanaman yang tidak bereaksi. Pemisahan ini lebih sulit dilakukan pada reaktor konvensional [14]. Pemisahan dengan membran tergantung pada material yang digunakan dan driving force pada pemisahan. Proses membran yang biasa digunakan untuk pemisahan biodiesel adalah ultraviltrasi, mikrofiltrasi dan pervaporasi. Driving force pada ultrafiltrasi merupakan tekanan. Proses membran dapat menghilangkan senyawa kontaminan yang perlu dibuang seperti, trigliserida yang tidak bereaksi, katalis, gliserol, sabun, dan metanol [12]. 5.1 Pemisahan biodiesel dengan proses ultrafiltrasi Ultrafiltrasi (UF) adalah varian dari filtrasi membran dimana tekanan hidrostatik memaksa cairan menembus membran semipermeabel, karakteristik ultrafiltrasi disajikan pada tabel 2. Padatan tersuspensi dan pelarut dengan berat molekul tinggi tertahan, sedangkan air dan pelarut dengan berat molekul rendah melewati membran. Proses pemisahan ini digunakan di industri dan penelitian untuk purifikasi dan pemekatan larutan makromolekul (103-106 Da), terutama larutan protein [12]. Hua melakukan percobaan dengan integrator membran yang dilengkapi dengan ekstraksi cair-cair minyakFAME-metanol untuk mendapatkan biodiesel dengan kemurnian yang tinggi. Analisis biodiesel dapat menunjukkan kadar C18:1 sebesar 58,89% dan secara keseluruhan C16-C18:3 mengandung trigliserida, digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas sebesar 0,017%; 0,029%; 0,037%; dan 0,376%. Proses ultrafiltrasi dilakukan pada tekanan 0-1000mmHg dengan temperatur yang divariasikan sebesar 20°C, 40°C, dan 60°C. Permeate dikumpulkan selama 60 menit, pengambilan dilakukan selama 10 menit sekali. Sistem dua fasa menghasilkan operasi yang lebih baik pada pemisahan membran untuk pemurnian biodiesel. Pada permeate
Minyak dan lemak
FFA dan air
Pemisahan
Transesterifikasi
Fosfolipid
Katalis
Separator
Biodiesel
Gliserol
FFA
Gliserol murni
Alkohol recycle
Pemisahan
H2SO4
Distilasi
Pembuangan alkohol
H3PO4 dan air RO
Pencucian
Pengolahan limbah air/alkohol
Air bebas pengotor
Limbah air
Pengeringan
Biodiesel murni
Gambar 3. Skema konvensional produksi dan pemurnian biodiesel 4
Tabel 2. Karakteristik Ultrafiltrasi [21] Properties Membran Ketebalan Ukuran pori Driving force Prinsip pemisahan Material membran
peneliti berupa polikarbonat, fluoropore, SUPOR-200, polipropilen, dan GS filter. Pengambilan biodiesel pada permeate berasal dari interaksi antara membran hidrofobik dan sifat nonpolar dari biodiesel. Pada fluoropore dan GS filter menghasilkan biodiesel dengan gliserol kurang dari 0,02% [25].
Keterangan Asimetris berpori 150 µm (atau monolitik untuk beberapa keramik) 1 – 100 nm Tekanan (1 – 10 bar) Mekanisme sieving Polimer (contoh polisfulfon [PS] dan poliacrylonitrile [PAN]) Keramik (contoh zirconium oksida, aluminium oksida)
5.3
Pemisahan biodiesel dengan proses pervaporasi Pervaporasi adalah proses membran dimana cairan murni atau campuran cairan kontak dengan membran di sisi umpan pada tekanan atmosferik sedangkan aliran permeat diambil sebagai uap karena sisi permeat memiliki tekanan uap yang lebih rendah, karakteristik pervaporasi disajikan pada tabel 4. Campuran umpan cair bersentuhan dengan salah satu sisi membran; permeat diambil sebagai uap dari sisi lainnya. Perpindahan melalui membran diinduksi oleh perbedaan tekanan uap antara larutan umpan dan uap permeat. Perbedaan tekanan uap ini dapat dijaga dalam beberapa cara. Pada skala laboratorium, pompa vakum biasanya digunakan untuk menciptakan kondisi vakum di sisi permeat sistem. Pada skala industri, vakum permeat paling ekonomis dicapai dengan mendinginkan uap permeat hingga terkondensasi; kondensasi secara spontan menciptakan vakum parsial [12]. Pervaporasi digunakan untuk pemurnian biodiesel. Membran digunakan untuk menghilangkan kelebihan alkohol pada biodiesel.
5.2
Pemisahan biodiesel dengan mikrofiltrasi Mikrofiltrasi (MF) mengacu pada proses filtrasi yang menggunakan membran berpori untuk memisahkan partikel tersuspensi dengan diameter antara 0,1 dan 10 μm, karakteristik mikrofiltrasi disajikan pada tabel 3. Membran MF terletak diantara membran ultrafiltrasi dan filter konvensional. Produksi cartridge sekali pakai berbiaya rendah, untuk proses obat-obatan dan elektronik kini merupakan bagian terbesar dalam industri mikrofiltrasi. Pada kebanyakan aplikasi di industri ini, sejumlah kecil partikel dihilangkan dari larutan yang telah cukup bersih. Waktu operasi membran mikrofiltrasi biasanya diukur dalam satuan jam [12]. Tabel 3. Karakteristik Mikrofiltrasi [12] Properties Membran Ketebalan Ukuran pori Driving force Prinsip pemisahan Material membran
Keterangan Simetrik berpori 10 - 150 µm 0,05 - 10 µm Tekanan (< 2 bar) Mekanisme sieving Polimer dan keramik
Tabel 4. Karakteristik pervaporasi [12] Properties Membran
Ketebalan
Wang melakukan penelitian dengan membran keramik untuk pemisahan biodiesel. Produksi biodiesel dari minyak sawit menggunakan mikrofiltrasi dengan ukuran pori 0,1 µm. Peneliti melakukan pemisahan pada 10 kg biodiesel dengan tekanan 0,15Mpa dengan temperatur 60°C. Pengamatan pada permeate selama 3 menit. Pada akhir percobaan membran dicuci dengan metanol. Kadar dari gliserol bebas, potassium, sodium, kalsium, magnesium pada permeate menurun menjadi 0,0108%; 1,4mg/kg; 1,78mg/kg; 0,81mg/kg; dan 0,2 mg/kg. Peneliti mendapatkan kualitas biodiesel yang tinggi dari produk dengan mengurangi penggunaan air pada tahap pencucian [1]. Gomes melaporkan kuantitas dari molekul gliserol dan gliserol bebas terlarut pada biodiesel merupakan faktor yang penting dalam menentukan kualitas pada biodiesel, gliserol bebas pada biodiesel harus lebih rendah dari 0,02%. Peneliti mengatakan tekanan pada transmembran sangat penting untuk menghasilkan perolehan biodiesel. Membran dengan pori 0,2 µm dan 2 bar memberikan performa terbaik yaitu flux permeate yang stabil (78,4kg/hm2) dan retensi gliserol 99,4% [24]. Murphy menggunakan mikrofiltrasi untuk mengetahui stabilitas dan efektifitas dari berbagai polimerik membran untuk menghilangkan gliserol dan air pada biodiesel. Polimerik membran yang digunakan
Ukuran pori Driving force Prinsip pemisahan
Keterangan Membran komposit atau asimetrik dengan lapisan atas elastomer atau polimer glassy 0,1 hingga beberapa µm (untuk lapisan atas) Tak berpori Tekanan uap atau perbedaan aktivitas Solution / diffusion
6. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari berbagai peneliti yaitu reaktor membran digunakan untuk memisahkan minyak lemak yang tidak bereaksi dengan produk biodiesel untuk mendapatkan kualitas biodiesel yang tinggi; reaktor membran dapat digunakan untuk kualitas yang rendah pada umpan seperti yellow grease; aplikasi dari katalis alkali pada sistem membran untuk produksi biodiesel menghasilkan sabun; sedangkan katalis asam tidak menghasilkan sabun, tetapi katalis asam memiliki laju reaksi yang rendah; katalis alkali dapat menghasilkan konversi yang tinggi pada trigliserida menjadi ester, ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi pada proses membran digunakan untuk menghilangkan pengotor seperti, gliserol, sabun pada biodiesel; dan perolehan biodiesel dapat ditingkatkan dengan penggunaan reaktor membran, dibutuhkan penggunaan heterogen katalis yang aktif.
5
[16] G. Mahua, Review on recent trends in rice bran oil processing, Journal of the American Oil Chemists Society 84 (2007) 315–324. [17] A.P.B. Ribeiro, J.M.L.N. Moura, L.A.G. Goncalves, C.C.P. Jose, L.V. Antonio, Solvent recovery from soybean oil/hexane miscella by polymeric membranes, Journal of Membran Science 282 (2006) 328–336. [18] M.C.S. Gomes, P.N. Curvelo, B.S.T. Davantel, Separation of biodiesel and glycerol using ceramic membranes, Journal of Membran Science 352 (2010) 271–276. [19] U. Rashid, F. Anwar, R.M. Bryan, S. Ashraf, Production of sunflower oil methyl esters by optimized alkali catalyzed methanolysis, Journal Biomass and Bioenergy 32 (2008) 1202–1205. [20] M. Berriosa, R.L. Skelton, Comparison of purification methods for biodiesel, Journal Chemical Engginering 144 (2008) 459–465. [21] I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti. Ultrafiltrasi dan Aplikasinya. Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. [22] L.H. Cheng, Y.F Cheng, S.Y Yen, J. Chen, Ultrafiltration of triglyceride from biodiesel using the phase diagram of oil–FAME–MeOH, Journal of Membran Science 330 (2009) 156–165. [23] J. Saleh, M.A. Dube, A.Y. Tremblay, Effect of soap, methanol, and water on glycerol particle size in biodiesel purification, Journal Energy Fuels 24 (2010) 6179-6186. [24] M.C.S. Gomes, P.N. Curvelo, S.T. Davantel de Barros, Separation of biodiesel and glycerol using ceramic membranes, Journal of Membran Science 352 (2010) 271–276. [25] S. Murphy, D. Kanani, A. Zydney, 2010, Polymeric microfiltration membranes for biodiesel production, Department of Chemical Engineering, The Pennsylvania State University, University.
Daftar pustaka (references) [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
Y. Wang, W. Xingguo, L. Yuanfa, O. Shiyi, T. Yanlai, T. Shuze, Refining of biodiesel by ceramic membrane separation, Journal Fuel Processing Technology 90 (2009) 422-427. A.K. Agarwal, Biofuels (alcohols and biodiesel) applications as fuels for internal combustion engines, Journal Energy Combustion Science 33 (2007) 233-271. A. Salahi, A. Mohsen, M. Toraj, Permeate flux decline during UF of oily wastewater: experimental and modeling, Journal Desalination 14 (2010) 153– 160. M. Zabeti, M. Wan, M.K. Aroua, Activity of solid catalysts for biodiesel production: a review, Journal Fuel Processing Technology 90 (2009) 770–777. P. Cao, M.A. Dube, A.Y. Tremblay, Methanol recycling in the production of biodiesel in a membrane reactor, Journal Fuel 87 (2008) 825–833. F. Ferella, G. Mazziotti, C. Di, I. Michelis, V. Stanisci, F. Veglio, Optimization of the transesterification reaction in biodiesel production, Journal Fuel 89 (2010) 36–42. L.A. Sarmento, C.B. Spiricigo, J.C.C. Petrus, L.H.C. Carlson, & R.A.F. Machado, Performance of reverse osmosis membrane in the separation of supercritical CO2 and essential oils, Journal of Membran Science. 237 (2004) 71–76. P. Cao, M.A. Dube, A.Y. Tremblay, High-purity fatty acid methyl ester production from canola, soybean, palm, and yellow grease lipids by means of a membrane reactor, Journal Biomass and Bioenergy 32 (2008) 1028–1036. Z. Helwani, M.R. Othman, N. Aziz, W.J.N. Fernando, J. Kim, Technologies for production of biodiesel focusing on green catalytic techniques: a review, Journal Fuel Processing Technology 90 (2009) 1502–1514. G. Saracco, H.W.J.P. Neomagus, G.F. Versteeg, W.P.M. Swaaij, High temperature membrane reactors: potential and problems. Journal Chemical Engginering Science 54 (1999) 1997–2017. I.G. Wenten. Intensifikasi Proses Berbasis Membran, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. I.G. Wenten, Khoiruddin, A.N. Hakim, P.T.P. Aryanti. Teori Perpindahan Dalam Membran, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2012. I.G. Wenten, A.N. Hakim, P.T.P. Aryanti. Bioreaktor Membran untuk Pengolahan Limbah Industri. Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014. M.A. Dube, A.Y. Tremblay, & J. Liu, Biodiesel production using a membrane reactor, Journal Bioresources Technology 98 (2007) 639–647. D.S. Barredo, M.M.I. Alcaina, P.A. Bes, C.M.I. Iborra, & R.J.A. Mendoza Ceramic membrane behavior in textile wastewater ultrafiltration, Journal Desalination 250 (2010) 623–628. 6