Teknologi Membran dalam Produksi Bioetanol Sri Suminar Dewi Teknik Kimia, ITB, Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Krisis energi dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan bahan bakar berbasis fosil menjadi faktor utama berkembangannya teknologi dengan sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan. Bioetanol merupakan salah satu energi terbarukan ramah lingkungan yang dapat diproduksi dari berbagai macam tanaman. Selama ini bioetanol telah mendapat banyak perhatian dalam pengembangannya. Akan tetapi, besarnya energi yang harus dikeluarkan selama produksi membuat progres di industri menjadi lambat. Teknologi yang digunakan untuk memproduksi etanol melalui proses fermentasi dan distilasi dianggap kurang efektif karena membutuhkan energi yang besar. Teknologi membran merupakan salah satu teknologi baru yang memiliki potensi dalam proses produksi bioetanol. Teknologi membran digunakan dalam proses pemisahan yang memiliki selektivitas tinggi dan hemat energi. Artikel ini akan mengulas mengenai aplikasi teknologi membran, merangkum dan membandingkan perbedaan performa proses membran, keuntungan dan keterbatasan teknologi membran dalam aplikasinya, dan penerapan proses hybrid yang memiliki potensi besar dalam meningkatkan effisiensi membrane. Kata kunci: bioetanol, membran, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, distilasi membran, memproduksi bioetanol, bioetanol dibagi ke dalam tiga generasi. Klasifikasi bioetanol ditunjukkan pada Gambar 1 [1]. Pembakaran etanol di dalam bensin dapat mengurangi emisi pemanasan global sebanyak 20% (etanol dari jagung) dan 85% (etanol dari selulosa) serta menghilangkan hujan asam yang menimbulkan gas SO2 [1, 10]. Bioetanol memiliki sifat menyerupai bensin [11]. Penambahan bioetanol ke dalam bensin untuk transportasi telah diterapkan di beberapa negara. Pemerintah Brazil mewajibkan bensin dicampur dengan etanol sejak tahun 1976. Adapun perbandingan etanol: bensin yang legal pada tahun 2007 adalah 25%:75%. Kebanyakan mobil-mobil yang beredar di Amerika Serikat saat ini dapat menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol sampai 10% [9]. Di Brazil, lebih dari 15% mobil dapat dijalankan dengan menggunakan etanol murni [12]. Produksi bioetanol melibatkan banyak proses diantaranya pretreatmen, fermentasi, recovery dan proses refining [1,13]. Sebelumnya proses pemurnian etanol banyak dilakukan dengan cara distilasi yang cukup rumit dan mahal [14]. Produksi etanol dari jagung membutuhkan energi input yang besar yaitu untuk kebutuhan listrik dan steam yang digunakan pada tahap fermentasi dan distilasi.
1. Pendahuluan Krisis energi dan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari penggunaan bahan bakar berbasis fosil menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir ini, dan hal tersebut mendorong perkembangan teknologi yang memungkinkan untuk dapat menggantikan bahan bakar berbasis fosil dengan bahan bakar dari sumber energi terbarukan [1-6]. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa alternatif sumber energi terbarukan (yang pada dasarnya bersih) diantaranya adalah sinar matahari, tenaga air, arus laut, tenaga angin, panas bumi, tenaga ombak, tenaga nuklir dan biomassa, untuk menggantikan gas alam, batu bara dan minyak bumi di sektor pembangkit listrik [1,6]. Akan tetapi, sumber energi tersebut masih belum menguntungkan apabila diterapkan pada sektor transportasi, meskipun sudah sejak lama dikembangkan fuel cell, kendaraan listrik/hybrid dan kendaraan berbahan bakar gas alam, dan semua itu masih sangat perlu dilakukan pengembangan lebih jauh untuk dapat dijadikan sebagai kendaraan utama [1,7]. Bioetanol (C2H5OH) merupakan salah satu energi terbarukan dan ramah lingkungan. Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai macam tanaman seperti jagung, singkong, kentang, tebu, sorgum, selulosa, dan alga [1, 2, 8, 9]. Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk
1
Gambar 1. Klasifikasi produksi bioetanol [1] Dua penelitian awal oleh Departemen Energi Amerika Serikat (USDOE) menyatakan bahwa produksi etanol menggunakan bahan baku jagung menghasilkan energi return negatif [13]. Dari total energi fosil yang dikeluarkan sebanyak 5,99 kJ hanya menghasilkan etanol 4,19 kJ [1, 15]. Angka tersebut jelas menunjukkan bahwa bioetanol tidak cukup berarti tanpa adanya perbaikan proses dan pengurangan energi yang digunakan untuk memproduksi bioetanol. Teknologi membran sebagai salah satu teknologi baru diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada tersebut. Teknologi pemisahan membran mendapatkan banyak sekali perhatian karena dinilai memiliki banyak keuntungan diantaranya adalah dapat mengurangi energi yang digunakan, tidak membutuhkan banyak pekerja, tidak membutuhkan tempat yang luas dan memiliki rentang jangkauan operasi yang fleksibel [1]. Teknologi membran telah banyak diaplikasikan dalam banyak proses produksi bioetanol termasuk proses tradisional [16-18]. Artikel ini akan mengulas mengenai aplikasi teknologi membran yang digunakan untuk produksi bioetanol diantaranya adalah mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF), membran distilasi (MD) dan pervaporasi (PV).
tahap fermentasi. Karaketristik membran MF dan UF ditunjukkan pada tabel.1 berikut. Tabel.1 Karaketistik membran MF dan UF [19] Parameter Membran Ketebalan Thin Film Ukuran pori Tekanan operasi
MF Simetris, Asimetris 150 μm 4-0,02 μm < 2 bar
UF Asimetris 10-150 μm 0,2-0,02 μm 1-10 bar
Proses seperti MF, UF, dan pervaporasi hidrofobik dapat digabung dengan tahap fermentasi. Untuk meningkatkan konsentrasi bioetanol dapat menggunakan membran pervaporasi hidrofilik atau permeasi uap. Bioetanol generasi ke-2, bahan baku berbasis seluosa. Peluang penggunaan teknologi membran untuk proses ini hampir sama seperti yang digunakan pada proses produksi bioetanol generasi ke1 [18]. Gambaran produksi bioetanol generasi ke-3 dengan aplikasi membran potensial ditunjukkan pada gambar 2 [1]. Aplikasi membran potensial pertama adalah dalam pemanenan mikroalga untuk sintesis bioetanol generasi ke-3. Dengan menggunakan membran MF/UF, yang mungkin digunakan untuk mengambil mikroalga. Untuk bioetanol generasi ke-2 dan ke-3, pretreatmen merupakan langkah yang diperlukan untuk membuat karbohidrat di dalam biomassa memungkinkan untuk dapat dikonversi. Aplikasi membran potensial ke-2 adalah pemurnian dan pemekatan prehidrolisat setelah pretreatmen dan sebelum fermentasi. Membran NF, RO, dan MD dapat digunakan untuk pemekatan larutan gula dan menghilangkan inhibitor fermentasi. Selain itu, juga dapat me-recovery enzim dan nilai tambah produksi lainnya, proses NF dapat dikombinasikan dengan UF. Setelah fermentasi, bioetanol konsentrasi rendah diumpankan ke pervaporasi dan pre-konsentrasi.
2. Aplikasi Teknologi Membran dalam Produksi Bioetanol Produksi bioetanol diklasifikasikan menjadi tiga generasi berdasarkan bahan baku yang digunakannya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1[1]. Bioetanol generasi ke-1 bahan baku berbasis pati. Aplikasi membran potensial pertama dalam konsep ini adalah pemurnian umpan setelah hidrolisis dan sebelum fermentasi. Teknologi membran yang mungkin digunakan adalah MF/UF untuk menghilangkan pengotor seperti enzim dan residu pati dari gula sebelum 2
Fermentasi dan pervaporasi terintegrasi di buat untuk menghasilkan performa fermentasi yang kontinu. Selama proses hybrid, UF dan NF dapat digunakan untuk menghilangkan inhibitor fermentasi dan sisa ragi. Untuk pemisahan bioetanol konsentrasi tinggi dapat
menggunakan PV atau MD. Produk akhir yang diharapkan adalah bioetanol sesuai dengan standar yang dapat digunakan sebagai bahan bakar ataupun bahan substitusi untuk bensin.
Gambar 2. Aplikasi proses membran untuk produksi bioethanol gerenasi ke-3[1] tidak ada kriteria khusus mengenai material membran yang harus digunakan dalam pemanenan mikroalga [1]. Pada umumnya material membran yang digunakan dalam pemanenan mikroalga adalah material organik (polimer). Material membran organik untuk MF/UF diantaranya adalah PVDF, CA, PTFE, PP PES PVC, PAN dan PET. Material anorganik yang digunakan adalah Al2O3 [20]. MF dan UF dianggap efektif dan cocok untuk pemanenan mikroalga. Membran dibuat dari berbagai material yang berbeda untuk dapat memberikan performa pemanenan terbaik. Hidrofilik membran sepertinya lebih efisien daripada yang lainnya dalam hal permeasi flux tetap. Selain itu membran mudah untuk dibersihkan [1].
3. Teknologi Membran untuk Pemanenan Mikroalga Mikroalga sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol generasi ke-3 mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini, karena ketersediaan karbohidrat dan protein dalam mikroalga yang dapat digunakan sebagai sumber karbon untuk fermentasi. Siklus pemanenan mikroalga adalah sekitar 1-10 hari, ini merupakan waktu yang singkat apabila dibandingkan dengan bahan baku lainnya yang hanya dipanen satu atau dua kali dalam setahun. Selain itu, produksi bioetanol generasi ke-1 dan ke-2 berkaitan dengan isu ketersediaan bahan pangan sehubungan dengan bahan baku yang digunakan [1]. Pemanenan biomasa alga memberikan tantangan karena ukuran dari sel alga yang sangat kecil (3-30 μm) [1,20]. Recovery biomasa dari broth telah diklaim berkontribusi sekitar 20-30% dari total biaya produksi biomassa [21]. Oleh karena itu, teknologi pemanenan yang tepat sangat penting untuk produksi bioetanol dengan bahan baku alga. Membran filtrasi dianggap cocok untuk proses ini karena tidak membutuhkan energi yang besar. Membran filtrasi telah digunakan dalam pemanenan mikroalga sejak tahun 1995. Secara keseluruhan recovery biomasa alga dapat mencapai 7089% [1].
3.2 Fouling membran Fouling dapat didefinisikan sebagai pengendapan ireversibel partikel, koloid, makromolekul, garam, dll, yang tertahan pada permukaan membran atau di dalam dinding pori membran, yang menyebabkan penurunan fluks secara terus menerus. Fouling sangat spesifik untuk aplikasi tertentu dan hampir tidak mungkin untuk menggambarkan teori secara umum [22]. Berdasarkan sifat polutan, fouling dapat di klasifikasikan menjadi dua tipe yaitu biofouling, dan organik dan anorganik fouling. Biofouling mengacu pada deposisi dan petumbuhan dari sel-sel hidup di permukaan membran. Organik dan anorganik fouling mengacu pada deposisi biopolimer/ material organik
3.1 Material membran untuk pemanenan mikroalga Setiap material membran yang digunakan akan memberikan variabel kinerja yang berbeda, namun 3
dan anorganik dari umpan. Kedua tipe fouling tersebut juga dapat terjadi secara simultan melalui mekanisme yang rumit. Dalam filtrasi broth mikroalga organik fouling dan biofouling adalah yang dominan terjadi [21]. Membran MF/UF memang merupakan teknologi terbaik untuk pemanenan mikroalga, akan tetapi memiliki batasan dalam penggunaannya terkait dengan fouling. Fouling membran pada pemanenan mikroalga dapat disebabkan oleh bakteri, alga, koloid anorganik dan material organik seperti protein dan polisakarida [1].
komponen utama yang ada, tidak mengubah kesetimbangan uap-cair dari spesi yang terlibat, tidak memungkinakan kondensasi terjadi dalam porinya [24]. Keuntungan dari menggunakan MD diantaranya adalah dapat menggunakan panas sisa dan/atau sumber energi alternatif, faktor rejeksi tinggi dapat dicapai, tekanan operasi yang lebih rendah dibandingkan membran bergaya dorong tekanan, dan temperatur operasi yang lebih rendah dibandingkan distilasi konvensional [24]. Adapun yang menjadi kelemahan utama dari MD adalah bahaya pembasahan membran, namun hal tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan larutan encer dan menghilangkan beberapa inhibitor. Kelemahan inilah yang membatasi industrialisasi membran distilasi [1]. Skema MD untuk pemekatan gula dan penghilangan inhobitor ditunjukkan pada Gambar 3 berikut.
4. Teknologi Membran untuk Fermentasi Setiap generasi bioetanol akan melalui proses sakarifikasi dan fermentasi. Namun, untuk bioetanol generasi ke-2 dan ke-3 yang berbasis pada biomasa, konsentrasi gula sederhana dalam prehidrolisat sering kali rendah dikarenakan proses pretreatmen yang berbeda dan efisiensi hidrolisis. Selain itu, pretreatmen biomasa menggunakan steam explotion atau pelarutan asam inhibitor hasil fermentasi yang akan terinhibisi pada fermentasi berikutnya. Gula konsentrasi rendah yang difermentasi di prehidrolisat dan inhibitor fermentasi menyebabkan konsentrasi etanol yang dihasilkan rendah, yang pada akhirnya menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi dan konsumsi energi untuk tahap pemurnian tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas fermentasi hidrolisat, prehidrolisat harus didetoksifikasi terlebih dulu untuk menghilangkan inhibitor dan meningkatkan konsentrasi gula sebelum dilakukan fermentasi untuk menghasilkan etanol [1]. Metode konvensional untuk meningkatkan konsentrasi gula atau detoksifikasi termasuk penguapan, ekstraksi solven, adsorpsi arang aktif dan pertukaran ion. Akan tetapi, sebagian besar metode ini memiliki kelemahan yaitu menambah biaya pengolahan menjadi semakin tinggi, proses produksi etanol dari lignoselulosa yang rumit, menghasilkan produk samping tambahan, membutuhkan waktu pengolahan yang panjang dan resiko kehilangan gula [23]. Hal yang paling penting adalah bahwa metode konvensional tidak bisa meningkatkan konsentrasi gula selama menghilangkan inhibitor. Membran sebagai teknologi pemisahan dapat menyelesai permasalahan tersebut. Selain itu, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa investasi modal untuk proses membran dan biaya operasi lebih rendah daripada instalasi evaporator. Konfigurasi membran yang diterapkan diantaranya MD, NF, RO dan UF [1]. MD adalah proses pemisahan yang didorong oleh panas dimana mikro membran bertindak sebagai hidrofobik yang merupakan support fisik untuk memisahkan larutan hangat yang terkandung baik cairan atau pun gas [1]. MD merupakan membran berpori yang cocok untuk aplikasi dengan air sebagai
Gambar 3. Skema MD untuk pemekatan gula dan penghilangan inhibitor [1] NF menarik perhatian yang besar dalam biorefineries karena konsumsi energi yang rendah dan sifat pemisahan yang unik. Secara teori, nanofiltrasi dapat menghilangkan seluruh inhibitor dan secara lengkap mempertahankan gula. Namun, penolakan zat terlarut sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi seperti konsentrasi umpan, pH umpan, konsentrasi zat terlarut, tekanan dan temperatur [1,25]. RO juga telah menarik perhatian besar karena kemampuannya yang unik untuk memisahkan dan memurnikan proses aliran. Aplikasi RO untuk meningkatkan konsentrasi gula dan memisahakan inhibitor dari hidrolisat lignoselulosa telah dipelajari dalam beberapa tahun terakhir [1]. 5. Teknologi Membran untuk Recovery Etanol Untuk tipe proses produksi etanol dari jagung, fermentor akhir mengandung etanol sekitar 10%. Akan tetapi, mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi dapat mentoleransi konsentrasi maksimum bioetanol sebesar 10%. Dengan demikian, bioetanol harus dipisahkan terlebih dahulu untuk produksi 4
selanjutnya. Sementara itu, produksi bioetanol dari selulosa memiliki konsentrasi produk lebih rendah (<5%berat) dari pada bioetanol dari jagung. Untuk menghemat energi dan biaya, etanol harus ditingkatkan konsentrasinya sebelum proses refining selanjutnya. Metode konvensional untuk menghilangkan dan meningkatkan konsentrasi etanol adalah dengan distilasi [1,12,14]. Namun, distilasi memiliki keterbatasan karena campuran etanol-air memiliki titik azeotrop pada sekitar 95,6%wt etanol dan 3,4%wt air. Untuk itu diperlukan proses lanjutan untuk mendapatkan kemurnian etanol yang lebih tinggi [26].
Setiap material membran akan menghasilkan fluks dan selektivitas yang berbeda sehingga menyebabkan performa membran yang berbeda. Analisis komprehensif terhadap kinerja pervaporasi dari polydimethylsiloxane (PDMS) menunjukkan bahwa material membran tersebut adalah yang superior [1]. 5.3 Hybrid Pervaporasi dan Fermentasi untuk meningkatkan yield etanol Fermentasi kontinu lebih menarik dibandingkan proses secara batch untuk menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, kontrol proses yang lebih baik dan meningkatkan yield. Namun, fermentasi tradisional secara kontinu memiliki sifat bawaan yang dibatasi oleh pencucian sel dan inhibisu produk yang menyebabkan efek serius terhadap produktivitas [1]. Sementara ini, banyak studi yang berfokus pada perkiraan ekonomi proses hybrid pervaporsi-fermentasi untuk memproduksi bioetanol. Banyak studi yang menghasilkan kesimpulan positif mengenai potensi ekonomi dari proses hybrid pervaporasi-bioreaktor untuk produktivitas etanol yang tinggi dan konsumsi energi yang rendah [1].
5.1 Membran Distilasi untuk recovery Etanol Berdasarkan pertimbangan tekanan parsial etanol lebih tinggi daripada tekanan parsial air, uap etanol dapat ditransfer secara lebih baik melalui pori membran. Dasar mekanisme membran distilasi, membran distilasi dapat digunakan untuk memisahkan etanol dan air. Selektivitas didasarkan pada volatilitas etanol. Membran distilasi untuk recovery etanol difokuskan berpasangan dengan fermentasi dan hasilnya menunjukkan bahwa produktivitas etanol bertambah dengan hilangnya inhibitor [1]. Integrasi membran distilasi dengan fermentasi untuk pemisahan etanol dari medium kultur. Hasilnya menunjukkan produktivitas etanol meningkat hingga 87% [1].
6. Kesimpulan Proses membran menunjukkan potensi yang sangat besar dan menunjukkan kinerja yang sesuai dalam produksi bioetanol. Untuk pemanenan mikroalga, lebih dari 90% mikroalga dapat dipertahankan dengan proses mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Terutama, membran ultrafiltrasi hidrofobik organik dan anorganik menunjukkan efisiensi recovery yang tinggi. Masalah yang ada dari teknologi membran adalah fouling membran yang dapat dikontrol dengan memilih bahan membran yang tepat dan mode operasi yang tepat. Nanofiltrasi, membran distilasi dan reverse osmosis dapat menghilangkan inhibitor dan meningkatkan konsentrasi gula. Nanofiltrasi dan reverse osmosis memiliki potensi besar karena biaya operasi yang rendah dan efisiensi yang tinggi. Selain itu, dapat ditambahkan ultrafiltrasi untuk merecovery bahan kimia bernilai tinggi seperti selulase dalam hidrolisat enzimatik. Meskipun membran distilasi dapat memisahkan etanol dan air, faktor pemisahannya relatif rendah. Pervaporasi adalah teknologi pilihan untuk recovery etanol, tetapi pengembangan kinerja material membran yang baik untuk aplikasi yang lebih praktis menjadi maslah yang mendesak untuk dicarikan penyelesaiannya. Proses hybrid fermentasi dan pervaporasi akan menguntungkan dalam produksi bioetanol dengan pengembangan membran yang cukup memadai. Selain itu, penelitian sangat perlu dilanjutkan dan berfokus pada produktivitas membran dalam meningkatkan konsentrasi etanol dan mengurangi biaya operasi.
5.2 Pervaporasi untuk recovery etanol Pervaporasi dianggap sebagai cara alternatif yang menjanjikan untuk menggantikan teknologi konvensional yang membutuhkan energi besar seperti pemisahan ektraktif atau distilasi azeotropik dalam pemisahan campuran cairan [27]. Pervaporasi merupakan salah satu teknologi membran yang dapat digunakan untuk penghilangan air dari campuran etanol. Pervaporasi dapat dilakukan dengan mode kontinu dan dengan harga yang lebih murah [25]. Pervaporasi untuk pemisahan etanol dan air tersedia dalam bentuk pilot stage [1]. Berdasarkan mekanisme pervaporasi, hidrofobik membran dapat digunakan dimana air yang sebagai retentat sementara itu etanol dimungkinkan dapat melewatinya [1]. Skema proses pervaporasi ditunjukkan pada gambar 4 berikut.
Gambar 4 Skema proses pervaporasi [24]
5
Daftar Pustaka [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8] [9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
References
Wei, P., Cheng, L.H., Zhang, L., Xu, X.H., Chen, H.L., & Gao, C.J. (2014). A review of membrane technology for bioethanol production. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 30, 388-400. Nigam, P.S., & Singh, A. (2011). Production of liquid biofuels from renewable resources. Progress in energy and combustion science, 37(1), 52-68. Rout, U.K., Voβ, A., Singh, A., Fahl, U., Blesl, M., & Gallachóir, B.P.Ó. (2011). Energy and emissions forecast of China over a long-time horizon. Energy, 36(1), 1-11. Gómez-Gil, F.J., Wang, X., & Barnett, A. (2012). Energy production of photovoltaic systems: Fixed, tracking, and concentrating. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16(1), 306-313. El-Sebaii, A. A., & Shalaby, S. M. (2012). Solar drying of agricultural products: A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16(1), 37-43. Soerawidjaja, T.H., 2015, Mengapa perlu rekayasa hidrokarbon terbarukan?, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Bai, F. W., Anderson, W. A., & Moo-Young, M. (2008). Ethanol fermentation technologies from sugar and starch feedstocks. Biotechnology advances, 26(1), 89-105. Purwadi, R., 2014, Produksi bioetanol dari pati, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Bahan bakar etanol, Available: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahan_bakar_et anol, diakses 28-03-2016. Wang M., Santi D., Well-to-well energy use and greenhouse gas emission of advanced fuel vehicle systems, North American Analysis Argonne National Laboratory, 2001. Energi alternatif (biodiesel, bioetanol, biogas, energi surya), Available: https://chemistclopedia.wordpress.com/2012/10/ 02/energi-alternatif-biodiesel-bioetanol-biogasenergi-surya/, diakses : 29-03-2016. Demirbaş, A. (2005). Bioethanol from cellulosic materials: a renewable motor fuel from biomass. Energy sources, 27(4), 327-337. Pimentel, D., Patzek, T., & Cecil, G. (2007). Ethanol production: energy, economic, and environmental losses. In Reviews of environmental contamination and toxicology (pp. 25-41). Springer New York. Teknologi membran ternyata mampu memurnikan etanol hingga 99,8%, Available: https:// Teknologi Membran ternyata mampu memurnikan etanol hingga 99,8%25 _ Smk
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
[24]
[25]
[26]
[27]
6
Negeri 3 Kimia Madiun.html, diakses: 18-032016. Mulder, M. (1996). Basic Principles of Membrane Technology, United State: Kluwer Academic Publisher. Vane, L. M. (2006). A review of pervaporation for product recovery from biomass fermentation processes. Journal of Chemical Technology and Biotechnology, 81(7), 1328-1328. He, Y., Bagley, D. M., Leung, K. T., Liss, S. N., & Liao, B. Q. (2012). Recent advances in membrane technologies for biorefining and bioenergy production. Biotechnology advances, 30(4), 817-858.. Lipnizki, F. (2010). Membrane process opportunities and challenges in the bioethanol industry. Desalination, 250(3), 1067-1069. Wenten, I.G., Khoiruddin, Aryanti, P.T.P., & Hakim, A.N., 2010, “Pengantar Teknologi Membran”. Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Bilad, M.R., Arafat, H.A., & Vankelecom, I.F. (2014). Membrane technology in microalgae cultivation and harvesting: a review. Biotechnology advances, 32(7), 1283-1300. Gudin C., Thepenier C., Bioconversion of solar energy into organic chemicals by microalgae, Adv Biotechnology Processes, 1986:6 73-110. Wenten, I.G., Aryanti, P.T.P., Hakim, A.N., & Khoiruddin., 2012, “Teknik Regenerasi Membran”. Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Palmqvist, E., & Hahn-Hägerdal, B. (2000). Fermentation of lignocellulosic hydrolysates. I: inhibition and detoxification. Bioresource technology, 74(1), 17-24. Wenten, I.G., Khoiruddin, Hakim, A.N., & Aryanti, P.T.P., 2012, “Teori Perpindahan dalam Membran”. Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Han, I. S., & Cheryan, M. (1995). Nanofiltration of model acetate solutions. Journal of membrane science, 107(1), 107-113. Wenten, I.G. (2010). “Teknologi Membran dan Aplikasinya di Indonesia”. Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Huang, Y., Zhang, P., Fu, J., Zhou, Y., Huang, X., & Tang, X. (2009). Pervaporation of ethanol aqueous solution by polydimethylsiloxane/polyphosphazene nanotube nanocomposite membranes. Journal of Membrane Science, 339(1), 85-92.