Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih Muhammad Afif Ridha Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia *Corresponding Author:
[email protected]
Abstrak Produksi bersih merupakan salah satu konsep pelestarian lingkungan yang diterapkan dalam suatu siklus produksi. Tujuan dari konsep produksi bersih ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dari siklus produksi namun tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Prinsip utama dari pelaksanaan konsep produksi bersih adalah pengurangan terbentuknya limbah bisa dari awal terbentuknya maupun dengan pengolahan limbah yang terbentuk. Pengolahan limbah dengan menggunakan membran diharapkan mampu mengurangi volume limbah dengan prinsip pengambilan kembali air yang terkandung dalam limbah untuk pemanfaatan kembali (water reclamation). Pada artikel kali ini akan dibahas mengenai penerapan teknologi membran dalam pengolahan limbah berupa waste water atau produced water, yang mana tujuan utamanya adalah selain untuk mengurangi volume limbah juga untuk mendapatkan air untuk bisa digunakan kembali (reuse). Jenis membran seperti mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, reverse osmosis maupun membran bioreaktor cocok dan baik digunakan untuk melakukan pengolahan limbah. Air hasil proses dengan jenis membran yang telah disebutkan juga telah memenuhi kriteria untuk digunakan kembali. Dengan diterapkannya teknologi membran, efisiensi air dalam siklus produksi bisa meningkat. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip konsep produksi bersih yaitu efisiensi air. Kata kunci : produksi bersih, membran, ultrafiltrasi, mikrofiltrasi, reverse osmosis
1. Pendahuluan
Produksi bersih secara umum didefinisikan sebagai “sebuah strategi preventif terintegrasi terhadap proses, produk serta jasa untuk meningkatkan efisiensi berbasis lingkungan dan pengurangan resiko buruk ke lingkungan maupun kehidupan manusia” (UNEP, 1994; ANZECC, 1998) [1]. Produksi Bersih bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan lebih memaksimalkan potensi bahan baku, energi, air, serta pengurangan dampak produksi terhadap lingkungan melalui sistem yang efektif dari segi biaya namun tetap ramah lingkungan. Konsep produksi bersih memiliki prinsip agar dalam suatu pelaksanaan proses produksi suatu pabrik
menghasilkan limbah atau buangan yang seminimal mungkin. Pada dasarnya fokus utama dari konsep produksi bersih adalah bagaimana mengurangi limbah dari sumbernya, namun pengolahan limbah serta pemanfaatan kembali air dalam limbah tetap menjadi salah satu strategi dalam menerapkan konsep produksi bersih ini. Kegunaan membran dalam proses pemisahan mencakup jangkauan yang cukup luas di industri. Di artikel kali ini akan dibahas mengenai penerapan teknologi membran terutama dalam pengelolaan limbah serta efisiensi sumber daya air.
Muhammad Afif Ridha, Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih, 2015 2. Teknologi Membran di Industri dan Contoh Penerapannya di Industri Bersih Terdapat beberapa alternatif penggunaan jenis membran di industri yang bisa dikatakan sebagian besar untuk water reclamation. Diantaranya penggunaan membran mikrofiltrasi (MF), reverse osmosis (RO), membran bioreaktor (MBR), membran elektrod (MED), dll. 2.1. Membran Mikrofiltrasi Membran mikrofiltrasi adalah salah satu jenis membran yang diklasifikasikan ke pressure driven membrane’s atau membran yang prinsip pemisahannya berdasarkan gradien tekanan antara sisi permeat (zat yang bisa melewati membran) dengan sisi retentat (zat yang tertahan oleh membran). Ukuran pori membran untuk membran mikrofiltrasi berada pada kisaran 4-0,02 m. Membran biasanya diaplikasikan dengan modul tubular atau hollow fiber. Salah satu contoh pemanfaatan membran mikrofiltrasi dalam pengolahan limbah air terproduksi (produced water) adalah penggunaan dua buah membran keramik αalumina dengan ukuran pori 0,2 dan 0,8 m dan sebuah membran keramik termodifikasi yang permukaannya tersusun atas poliakrilonitril untuk mengolah air terproduksi yang mengandung minyak dengan kadar yang cukup tinggi (mencapai 1000 mg/L) [3]. Dalam suatu studi, membran dioperasikan pada tekanan rendah sebesar 0,69 bar dan menghasilkan nilai flux permeat yang berada pada kisaran 471-6,9 kg/m2h. Mueller et al. [3] mengklaim bahwa efisiensi penyingkiran minyak bisa mencapai 99%. Dalam studi ini melaporkan bahwa senyawa-senyawa seperti larutan NaOH (0,2 % berat), asam nitrat (0,1 % berat) serta kombinasi deterjen anion kaustik (pH 12,1) dengan asam sitrat (pH 1,4) digunakan sebagai senyawa pembersih dari membran yang digunakan [3]. Masalah yang timbul dalam
2–9
penggunaan membran dalam studi ini adalah ketidakefektifan senyawa pembersih ketika digunakan untuk membersihkan membran yang telah dipakai untuk memproses air terproduksi dengan kandungan minyak yang tinggi. Hal ini berakibat pada akumulasi minyak berbentuk lapisan di permukaan membran dimana lapisan inilah yang menyebabkan fouling pada membran mikrofiltrasi yang ada [3]. Generasi baru dari membran keramik dikembangkan oleh Zhong et al. [4] yang tersusun atas zirconia (ZnO2) yang mampu mereduksi kadar minyak dari 200 mg/L menjadi 8.7 mg/L. Pada studi diterapkan proses pretreatment berupa proses flokulasi sebelum ke proses utama yaitu mikrofiltrasi. Proses pre-treatment ini terbukti lebih efektif dalam mengatasi fouling. Proses pre-treatment lain yang bisa digunakan untuk meningkatkan kinerja dari membran mikrofiltrasi adalah penggunaan membran ultrafiltrasi [5]. Tabel 1. Efek pre-treatment pada membran ultrafiltrasi ZrO2 selama pengolahan air terproduksi [4] Efek pre-treatment Parameter
Efisiensi penyingkiran ZrO2 + ZrO2 Flokulasi
Fluks (L/m2jam)
120
173.5
COD (mg/L)
154
108
Minyak (200 mg/L)
34.68
8.7
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan [3-5] diperoleh kesimpulan bahwa proses pre-treatment diperlukan untuk meningkatkan efisiensi terhadap pencegahan fouling maupun peningkatan perolehan air hasil reklamasi. Air hasil reklamasi dengan metode mikrofiltrasi disertai pre-treatment ini telah memenuhi Standar Nasional Air di China [4] sehingga metode ultrafiltrasi ini cocok dijadikan salah satu alternatif pengolahan limbah maupun water reclamation.
Muhammad Afif Ridha, Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih, 2015 2.2. Membran Reverse Osmosis (RO) Jenis membran lain yang biasa digunakan dalam proses pengolahan air termasuk limbah adalah membran Reverse Osmosis (RO). RO juga merupakan membran yang termasuk ke dalam pressure driven membrane sama seperti membran mikrofiltrasi. Prinsip dari pemisahan menggunakan membran RO adalah membalikkan aliran zat pada peristiwa osmosis dengan mengaplikasikan tekanan dari luar. Pada peristiwa osmosis zat akan berpindah dari larutan berkonsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui membran semipermeabel, ketika pada sisi larutan berkonsentrasi tinggi diberi tekanan yang cukup (melebihi tekanan osmotik zat) maka zat akan berpindah ke arah sebaliknya yaitu dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah.
Gambar 2. Fenomena Reverse Osmosis (RO) [2]
Membran RO memiliki ukuran pori ratarata 2 nm atau lebih kecil dari 2 nm. Dengan ukuran pori yang sedemikian, hanya zat dengan ukuran mirip atau lebih kecil dari air saja lah yang bisa melewati pori membran (air berukuran ± 0,3 nm). Dengan demikian RO menjadi salah satu metode yang cocok sebagai pengolah air. Salah satu contoh penggunaan membran RO adalah pada pengurangan kadar garam atau salinitas dari produce water dalam proses hulu minyak [6]. Produce water
3–9
dengan kandugan TDS 181.600 mg/L dikurangi kandungan TDS nya hingga bersisa 11% atau sekitar 32700 mg/L dengan membran RO berbahan zeolit. Tekanan operasi serta fluks permeat yang didapat sebesar 55 bar dan 0,018 kg/m2jam. Contoh lain adalah membran silika zeolit MFI yang dikembangkan oleh Liu et al [7]. Membran dites dengan menggunakan sampel air dengan yang mengandung tiga jenis pelarut organik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa performa membran dapat merejeksi zat organik hingga 96,5% dengan tekanan operasi 27,6 bar. Sedangkan untuk larutan NaCl 0,1 M dapat terejeksi hingga 99,4 % [7]. Selain membran RO berbahan Zeolit, terdapat pula membran dengan bahan polimer seperti yang digunakan oleh Fakhru’l-Razi et al [8] dalam pengolahan produce water. Membran RO PVDV dan PES yang digunakan sama-sama menunjukkan performa yang baik dengan efisiensi rejeksi mencapai 92-94% serta fluks 80-30 L/m2jam. Laju perolehan membran RO ini bisa mencapai 98% setelah dilakukan pembersihan dengan laruan NaOH 1% dan HNO3 0,3% serta sonication [8]. Kualitas air yang dihasilkan melalui proses ini sudah memenuhi syarat untuk digunakan kembali [8]. Jika dilihat dari contoh pengaplikasian membran RO diatas memang kondisi operasi untuk proses pemisahan berbasis RO memerlukan tekanan operasi yang tinggi, namun sebenarnya ada pengaplikasian membran RO dengan tekanan operasi yang rendah seperti yang diteliti oleh Mondal dan Wickramasinghe [9]. Membran yang diteliti mampu mengurangi kadar TOC dan TOD dari 136,4 dan 2090 mg/L menjadi 45,2 dan 1090 mg/L dengan kondisi operasi tekanan 1,4 hingga 7 bar [8].
Muhammad Afif Ridha, Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih, 2015
4–9
Gambar 3. Komponen Utama Unit Reverse Osmosis [10].
Secara umum pemisahan menggunakan membran RO menunjukkan performa efisiensi rejeksi yang baik (berkisar 93%), sehingga metode ini dirasa cukup efektif dalam pengolahan limbah maupun produce water untuk mendapatkan air yang siap digunakan kembali. Masalah utama yang mungkin timbul dari pengaplikasian membran RO ini adalah fouling. Karena RO cenderung beroperasi pada tekanan yang tinggi, maka fouling rawan terjadi.
Cara untuk mengatasi fouling pada membran RO adalah bisa dilakukan dengan pre-treatment menggunakan membran UF atau MF sebelum masuk ke tahap RO, pembersihan berkala menggunakan senyawa kimia, backflushing maupun pembersihan menggunakan alat CIP (clean in place).
Gambar 4. Skema tipikal pengolahan air bahan baku dan limbah menggunakan kombinasi membran UF dan low pressure RO di industri pati (starch) [2].
Tabel 2. Cakupan aplikasi membran UF, MF dan RO di Industri [2]
Mikrofiltrasi Watewater treatment (MBR) Sugar Industry Fruit Juice Industry Wine and Brewery Industry Tea Factories SCP harvesting Marine Biotechnology Produced water treatment
Ultrafiltrasi Watewater treatment (MBR) Food Industry Control release (medical) Hemodialysis Enzyme purification Membrane Reactor Marine biotechnology Produced water treatment
Reverse Osmosis Wastewater treatment Drinking water production Demineralized water Dairy industry Fruit and vegetables industry Meat industry Fruit juice and wine industry Hemodialysis
Muhammad Afif Ridha, Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih, 2015 2.3. Membran Bioreaktor (MBR) Jenis membran lain yang banyak digunakan dalam pengolahan air adalah membran bioreaktor atau MBR. Berbeda dari jenis membran yang sebelumnya, MBR digolongkan sebagai membran hybrid atau membran yang penerapannya digabung atau bersamaan dengan prinsip pemisahan non-membran. Dalam MBR terdiri dari dua komponen utama yaitu bioreaktor sebagai inti pengolahan secara biologi serta membran sebagai filter dalam proses penyaringannya [11]. MBR sekarang ini banyak digunakan karena jika dibandingkan dengan metode pengolahan konvensional yang digunakan
5–9
sebelumnya yaitu CAS (conventional activated sludge), MBR memiliki banyak kelebihan. Kelebihan MBR diantaranya tidak perlu memperhatikan faktor kemampuan partikel untuk mengendap karena adanya membran, sementara jika pada pengolahan konvensional faktor ini sangatlah berpengaruh. Di MBR juga tidak memerlukan tahap pemurnian kedua seperti pada tahap konvensional [11]. Keunggulan lainnya adalah kualitas efluen yang baik, hemat tempat, waktu start-up yang lebih singkat serta membutuhkan tenaga manusia yang lebih sedikit. [12]. MBR juga dapat dioperasikan dengan muatan yang besar namun sedikit menghasilkan sludge [13].
Gambar 5. Konfigurasi umum MBR a) submerged MBR b) sidestream MBR [14]
Dalam penerapan MBR terdapat dua jenis konfigurasi yang umum digunakan yaitu side-stream MBR dan submerged MBR (gambar 4). Perbedaanya terletak pada letak membran yang ada. Pada side stream MBR membran dipasang secara eksternal atau diluar bioreaktor. Sedangkan pada submerged MBR air limbah beserta biomassa dicampur dan dimasukkan kedalam siklus dimana terdapat membran yang dipasang secara internal dalam bioreaktor. Pada siklus ini sludge dialirkan kembali ke reaktor sementara efluen dipompa keluar. Terdapat pula jenis konfigurasi membran yang dikembangkan oleh Wenten, dkk
(2009) yaitu konfigurasi Implanted EndsFree MBR. Pada konfigurasi ini membran yang biasanya berwujud ultrafiltrasi hollow fiber dipasang pada dasar reaktor yang bagian atasnya terbuka dan bagian bawahnya terdapat saluran untuk aerasi. Bagian membran hollow fiber yang tidak melekat pada dasar reaktor (dipaling atas) dibuat ends-free atau buntu sementara yang melekat pada dasar reaktor tetap terbuka. Umpan limbah masuk lewat atas dan selama proses hollow fiber membran bergerak dinamis akibat aerasi. Prinsip pemisahan atau pengolahan limbah MBR konfigurasi ini dasarnya sama dengan prinsip MBR pada umumnya.
Muhammad Afif Ridha, Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih, 2015
6–9
Gambar 6. Implanted Ends-Free MBR [2]
Jika ditinjau dari jenis limbah yang diolah, terdapat tiga jenis MBR yang bisa digunakan yaitu a) MBR pemisah
biomassa, b) MBR aerasi ekstraksi (Gambar 6 ).
c)
MBR
Gambar 7. Beragam jenis proses MBR a) MBR pemisah biomassa, b) MBR aerasi, c) MBR ekstraksi [15]
Di MBR aerasi oksigen yang telah dimurnikan digunakan secara langsung sebagai media tumbuh biofilm di sisi luar membran. Zat-zat organik dalam limbah akan terurai secara biologi disepanjang biofilm dalam kondisi aerobik, dan hampir 100% suplai oksigen digunakan untuk melakukan proses penguraiannya. Membran ekstraksi biasanya dioperasikan dengan kondisi konsentrasi zat inorganik yang tinggi, seperti salinitas yang tinggi
serta pH yang ekstrim. Hal ini bisa menghambat proses penguraian biologis. Oleh karena itu pada membran ekstraksi hanya mengekstrak jenis polutan organik tertentu yang nantinya diuraikan di bioreaktor yang terpisah [15]. MBR pemisah biomassa adalah jenis MBR yang paling umum digunakan (mencakup jenis air limbah yang lebih luas yang dapat diolah).
Muhammad Afif Ridha, Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih, 2015 Salah satu contoh penggunaan MBR dalam industri adalah pada pengolahan limbah tekstil. Air limbah tekstil memiliki karakteristik utama antara lain kemampuan terurai secara biologi yang rendah, beracun serta mengandung pewarna buatan [11]. Studi yang dilakukan Yigit et al. (2009) melaporkan bahwa pada limbah tekstil pekat didominasi oleh kandungan zat yang lama terbiodegradasi serta senyawa organik biorecalcitrant. Dengan menggunakan submerged MBR diperoleh hasil bahwa dengan menggunakan beragam koloni bakteri dengan rentang kemampuan mengurai tertentu mampu mengurai kedua kandugan utama pada limbah tekstil semudah menguraikan zat biodegradable. Dalam penyingkiran partikel pewarna, prinsip dasarnya adalah penguraian secara biologis lalu diabsorb menjadi padatan yang akan terpisah dari larutan [16]. Contoh lainnya adalah pada pengolahan limbah industri pangan maupun air perkotaan. Dalam pengolahan limbah di industri pangan penggunaan dua tahap pengolahan dengan MBR dalam modul SND (simultaneous nitrification denitrificaton) menunjukkan hasil pengurangan nitrogen total dalam limbah bisa mencapai 65% [17]. Sedangkan dalam pengolahan air limbah perkotaan, MBR mampu mereduksi kadar logam berat dengan beragam langkah seperti 1) prsipitasi logam dalam reaktor, 2)penyerapan ion logam oleh mikroba di dalam flok-flok lumpur, 3)retensi membran terhadap spesi tak larut logam [18]. Masalah utama yang mungkin timbul dalam pengoperasian MBR ini adalah fouling. Pada MBR fouling biasa disebabkan oleh interaksi secara kimia maupun fisik antara zat biologis dengan membran. Interaksi ini bisa membentuk lapisan cake pada permukaan membran maupun penumpukkan zat terlarut di poripori membran. Hal ini bisa menyebabkan penurunan fluks membran. Pada dasarnya
7–9
fouling lebih rentan terjadi pada side stream MBR dibanding submerged MBR [19]. Masalah fouling bisa diatasi salah satunya dengan menggunakan MFR (Membrane Fouling Reducer). Dimana dalam prinsip kerjanya, MFR akan memflokulasi lumpur aktif sehingga dapat mengurangi terbentuknya lapisan di permukaan membran. Penambahan MFR ini dengan jumlah kecil akan secara efektif melakukan proses flokulasi. Namun ketika jumlah MFR yang ditambahkan terlalu banyak, MFR akan mengaktifkan kembali flok yang terbentuk dan akan mulai terbentuknya kembali lumpur aktif [20]. Pada umumnya pembersihan membran perlu dilakukan ketika kondisi-kondisi berikut terjadi [21]: 1. Fluks permeat turun 10-15% 2. Tekanan fluktuatif 10-15% 3. Konduktivits permeat berfluktiasi 10-15% Prssure drop umpan bervariasi 10-15%.
dan
konsentrat
2.4 Membran Pervaporasi Membran pervaporasi adalah salah satu teknologi membran yang digunakan untuk merecover sejumlah kecil zat organik (yang mudah menguap) dai campurannya. Prinsipnya adalah memindahkan zat yang mudah menguap tersebut ke sisi permeat yang dibuat vacuum. Contoh penerapan membran pervaporasi adalah penyingkiran fenol dalam air. Dengan menggunakan membran pervaporasi ini kandungan fenol dalam air berkurang dari lebih dari 1000 ppm menjadi kurang dari 100 ppm [22]. Fenol yang tersisihkan berwujud uap yang dapat dikondensasi untuk digunakan kembali. Hal ini sudah selaras dengan konsep produksi bersih dimana limbah organik dapat diambil dan dimanfaatkan kembali.
Muhammad Afif Ridha, Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih, 2015 2.5 Electrodialysis Prinsip electrodialysis adalah pemisahan atau peningkiran ion-ion dalam air dengan menggunakan bantuan beda potensial antara anoda dan katoda serta membran penukar ion. Pemanfaatan utama dari membran jenis ini adalah di pemurnian air untuk keperluan manufaktur semi konduktor, demineralisasi air proses, dll. Salah satu contoh spesifik penggunaan membran jenis ini adalah penggunaan membran penukar kation berbahan perfluorpolymer dalam industri klor alkali. Membran ini dapat meningkatkan pengurangan emisi raksa, dari yang semula 18,7 g Hg menjadi 1,5 g Hg per kapasitas Cl2 terproduksi [23]. Penerapan membran jenis ini pada pengembangannya juga dapat meningkatkan efisiensi produksi mencapai 95% dan menghemat energi sebesar 20% untuk tiap ton produksi Cl2 jika dibandingkan dengan pemrosesan dengan teknologi yang lain [24]. 4. Kesimpulan Dari beberapa contoh yang telah disebutkan dapat ditarik kesimpulan bahwa teknologi membran dapat menjadi alternatif yang baik dalam pengelolaan limbah. Dengan menggunakan membran, air yang terkandung dalam limbah dapat dipisahkan dengan baik dari zat-zat pengotornya sehingga dihasilkan air yang sudah memenuhi syarat untuk digunakan kembali. Zat pengotor yang mungkin sulit terurai secara alami dapat pula terurai dengan mudah menggunakan membran (MBR). Dengan penerapan teknologi membran efisiensi air dalam siklus produksi dapat ditingkatkan sementara dampak lingkungan akibat limbah bisa dikurangi. Penggunaan membran secara positif terbukti telah melaksanakan prinsip dari konsep produksi bersih. Masalah yang sering ditemui dalam penerapan teknologi membran adalah fouling. Masalah fouling ini dapat
8–9
dihindari dengan melakukan pre-treatment pada limbah sebelum dilangsungkan proses utama dengan membran. Fouling juga bisa dihindari dengan pembersihan dengan menggunakan bahan kimia secara berkala maupun dengan penambahan MFR (pada MBR). Daftar Pustaka [1] Berkel, Rene van. Cleaner Production for Process Industries. Review of The Cleaner Production Concept and Relation with Other Environmental Management Strategies. (2000). [2] Wenten, I. G., dkk. 2014.Intensifikasi Proses Berbasis Membran. Dikat Kuliah.. [3] J. Mueller, Y. Cen, R.H. Davis, Crossflow micro tration of oily water, J.Membr. Sci. 129 (1997) [4] J. Zhong, X. Sun, C. Wang, Treatment of oily wastewater produced from refinery processes using flocculation and ceramic membrane filtration, Sep. Purif. Technol. 32 (2003) [5] M. Ebrahimi, D. Willershausen, K.S. Ashaghi, L. Engel, L. Placido, P. Mund, P. Bolduan, P. Czermak, Investigations on the use of different ceramic membranes for efficient oil-field produced water treatment, Desalination 250 (2010) [6] R.L. Lee, J. Dong, Modified Reverse Osmosis System for Treatment of Produced Waters, Tech. Rep. prepared by New Mexico Institute of Mining and Technology for U.S. Department of Energy, 2004. [7] N. Liu, L. Li, B. McPherson, R. Lee, Removal of organics from produced water by reverse osmosis using MFI-type zeolite membranes, J. Membr. Sci. 325 (2008) [8] A. Fakhru’l-Razi, A. Pendashteh, Z.Z. Abidin, L.C. Abdullah, D.R.A. Biak, S.S. Madaeni, Application of membranecoupled sequencing batch reactor for oil-
Muhammad Afif Ridha, Aplikasi Teknologi Membran dalam Upaya Mewujudkan Konsep Produksi Bersih, 2015 field produced water recycle and beneficial re-use, Bioresour. Technol. 101 (2010) [9] S. Mondal, S.R. Wickramasinghe, Produced water treatment by nanofiltration and reverse osmosis membranes, J. Membr. Sci. 322 (2008) [10] Alghoul, M.A., Poovanaesvaran, P., Sopian K., Sulaiman, M.Y. Review of brackish water reverse osmosis (BWRO) system designs (2009) [11] Noor Sabrina Ahma Mutamim, Zainura Zainon Noor, Mohd Ariffin Abu Hasan, Gustaf Olsson. Application of membrane bioreactor technology in treating high strength industrial wastewater: a performance review. (2012). [12] Wenbo, Yang. Nazim Cicek, John Ilg. State-of-the-art of membrane bioreactors: Worldwide research and commercial application in North America. (2005) [13] P. Le-Clech, V. Chen, T.A.G. Fane, Fouling in membrane bioreactors used in wastewater treatment, J. Membr. Sci. 284 (2006). [14] A.N.L. Ng, A.S. Kim, A mini-review of modeling studies on membrane bioreactor (MBR) treatment for municipal wastewaters, Desalination 212 (2007) [15] T. Jianga, in: Characterization and Modelling of Soluble Microbial Products in Membrane Bioreactors, Institute for Water Education, University Gent. (2007) [16] N.O. Yigit, N. Uzal, H. Koseoglu, I. Harman, H. Yukseler, U. Yetis, G. Civelekoglu, M. Kitis, Treatment of a denim producting textile industry wastewater using pilot scale membrane bioreactor, Desalination 240. (2009) [17] C. Acharya, G. Nakhla, A. Bassi, Operational optimization and mass balances in a two-stage MBR treating high strength pet food wastewater. (2006) [18] E. Katsou, S. Malamis, M. Loizidou, Performance of a membrane bioreactor
9–9
used for the treatment of wastewater contaminated with heavy metals, Bioresour. Technol. 102 (2011) [19] S. Judd, Principles and Applications of Membrane Bioreactors in Water and Wastewater Treatment, First ed. Elsevier, U.K. (2006) [20] W.-N. Lee, I.-S. Chang, B.-K. Hwang, P.-K. Park, C.-H. Lee, X. Huang, Changes in biofilm architecture with addition of membrane fouling reducer in a membrane bioreactor, Process. Biochem. 42 (2007) [21] Wenten, I.G, dkk.2012.Teknologi Regenerasi Membran. Diktat Kuliah. [22] Boeddeker KW, Bengston G, Bode E. Pervaporation of low volatile aromatics from water. J Memb Sci 53: (1990) [23] Bergner D. 20 Jahre Entwicklung einer bipolaren Membranzelle fuer die Alkalichlorid-Elektrolyse. Chem Ing Techn. (1997) [24] D. Paul, S.K. Sikdar. Clean Production with membrane technology. (1998)