Industrial Research Workshop and National Seminar 2012 ISBN 978-979-3541-25-9
Pemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel
H.N. Chamidy
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung INDONESIA E-mail:
[email protected]
Abstrak
Biodiesel merupakan salah satu bioenergi (energi hayati) yang saat ini banyak dikembangkan oleh para peneliti. Minyak yang diesterifikasi dengan metanol/etanol akan menghasilkan biodiesel serta produk samping berupa gliserin yang bercampur dengan metanol/etanol yang tidak terkonversi, katalis dan air. kotor pada produk samping tersebut dapat mencapai 10% dari total produk dan dianggap Kadar gliserin tidak bernilai guna. Penanganan yang salah seperti misalnya pembakaran pada suhu rendah (280OC) akan membuat gliserin berubah menjadi acreloin yaitu senyawa yang bersifat plastik dan dapat mengiritasi paruparu apabila terhirup. Sedangkan jika pada kemurnian tinggi akan memiliki banyak manfaat. Tujuan utama penelitian ini adalah mendapatkan gliserin dari produk samping pembuatan biodiesel dengan kemurnian grade sabun. Pemurnian dilakukan dengan dua tahapan proses, yaitu tahap penetralan dengan menggunakan asam klorida dan tahap pemisahan melalui proses distilasi. Variasi yang dilakukan pada tahap penetralan adalah penambahan asam klorida pada rentang 4-7% terhadap 500 ml bahan baku. Tahap pemisahan dilakukan variasi suhu proses distilasi pada 75OC, 100OC, 110OC, 120OC. Kondisi optimum pada tahap penetralan diperoleh saat penambahan 7% asam klorida terhadap 500 ml bahan baku. Sedangkan kondisi operasi optimum dicapai pada suhu distilasi 110OC. Kadar gliserin 71,34% diperoleh pada kedua kondisi optimumnya dengan spesifikasi massa jenis 1,2596 gr/ml; viskositas 170 cP; pH 5,16; serta indeks bias 1,45566. Spesifikasi perolehan gliserin ini sesuai dengan grade sabun. Produk gliserin yang diperoleh berwarna kuning kecoklatan dengan persen perolehan sebesar 28,32%. Kata kunci: bioenergi, metanol, etanol, esterifikasi, biodiesel, gliserin
1. PENDAHULUAN Bioenergi (energi hayati) banyak dilirik peneliti sebagai salah satu alternatif bahan bakar dan telah diproduksi secara besar-besaran karena dipandang memiliki nilai ekonomis yang sangat menjanjikan. Diantara bioenergi tersebut adalah biomassa yang relatif secara langsung bisa dikonversi menjadi bahan bakar pengganti BBM, yaitu biodiesel. Bentuk bahan bakar ini berupa metil/etil ester asam lemak yang dibuat dari minyak nabati dengan proses metanolisis/etanolisis atau trans-esterifikasi dengan metanol/etanol. Dalam proses pembuatannya, selain biodiesel juga didapatkan hasil samping berupa gliserin yang bercampur dengan pengotornya. Hal ini menjadi semakin menarik di kalangan para pembuat biodiesel, ketika dihadapkan pada masalah hasil samping tersebut. Gejala ini timbul karena gliserin kotor ini jumlahnya cukup banyak dan dianggap
tidak bernilai guna. Penanganan yang salah seperti misalnya pembakaran pada suhu rendah (280OC) akan membuat gliserin berubah menjadi acreloin yaitu senyawa yang bersifat plastik dan dapat mengiritasi paru-paru apabila terhirup. (http://en.wikipedia.org/wiki/Acrolein)
1.1 Proses Pembuatan Biodiesel Biodiesel dibuat dari minyak nabati melalui proses metanolisis/etanolisis atau trans-esterifikasi dengan produk ikutan gliserin. Sumber-sumber minyak nabati yang dapat digunakan antara lain adalah kelapa sawit, nyamplung, biji jarak pagar, biji kapuk, malapari dan sebagainya (Herliana, 2006, hal 4). Proses trans-esterifikasi itu sendiri adalah proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol sehingga menghasilkan ester (biodiesel) dan gliserin. Minyak nabati akan bereaksi dengan alkohol
Industrial Research Workshop and National Seminar 2012
(metanol/etanol) dibantu katalis (NaOH/KOH) menghasilkan gliserin dan biodiesel dengan perbandingan berat 1;10, seperti reaksi berikut:
•
•
Produk Samping Pembuatan Biodiesel Gliserin
Setelah biodiesel sebagai produk utama dipisahkan dari gliserin, ternyata gliserin tersebut terkandung juga pengotor berupa metanol/etanol yang tidak lemak bebas (Free Fatty Acid, terkonversi, asam FFA), katalis dan air. Produk ini (gliserin kotor) berjumlah sekitar 10% dari total produk utama. Secara kimiawi gliserin kotor mempunyai struktur sebagai berikut: HO-CH2 + KO-CH2 + CH3OK | | HO-CH HO-CH + R-COOK | | HO-CH2 HO-CH2 Dalam gliserin kotor tersebut terkandung 20,2% gliserin murni, 6,6% asam lemak bebas, 64,3 % katalis dan sisanya metanol/etanol beserta air (Yong, 2001). Secara visual gliserin kotor tersebut berwarna coklat tua, berbau seperti minyak dan merupakan cairan kental. Karakteristik gliserin kotor tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
•
• • •
Tabel 1. Karakteristik Gliserin Kotor
Sifat Fisik pH Viskositas (cp) Massa jenis (gr/ml) Indeks bias
Nilai 8,58 430 0,8704 1,44461
1.2 Senyawa Gliserin Gliserin merupakan senyawa poli-alkohol dengan rumus molekul C3H8O3. Gliserin ini berwarna sedikit kuning, tidak berbau, kental dan termasuk cairan tidak beracun dalam kondisi normalnya. Selain itu gliserin ini larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut dalam kloroform, eter dan minyak. Pemanfaatan gliserin diantaranya adalah: • Industri makanan: gliserin digunakan sebagai makanan karena mudah dicerna, tidak beracun dan metabolismenya sama dengan karbohidrat. Di dalam produk perasa dan pewarna, gliserin berfungsi sebagai pelarut dan mempengaruhi kekentalan produk. Gliserin digunakan juga
•
sebagai bahan pelembab dan bahan pembuatan sirup. Pada produksi permen, gliserin membantu dalam proses kristalisasi gula. Gliserin digunakan sebagai medium penukar panas pada kontak langsung dengan makanan yang dibekukan secara cepat . Industri kosmetik: gliserin digunakan dalam pembuatan cream dan lotion untuk menjaga kelembutan dan kelembaban kulit. Industri farmasi: gliserin digunakan sebagai salah satu bahan dalam pembuatan obat batuk dan obat bius. Selain itu digunakan juga sebagai bahan larutan obat dalam alkohol, sedangkan kanji gliserin digunakan pada jeli dan salep. Gliserin dapat digunakan sebagai pelumas untuk menggantikan oli pada pompa, rem angin, peralatan listrik dan mesin pengilangan minyak. Gliserin digunakan untuk kompresor oksigen karena lebih tahan terhadap oksidasi daripada minyak mineral, gliserin digunakan sebagai bahan pelumas karena memiliki kekentalan yang tinggi dan kemampuan untuk menjadi cair pada temperatur relatif rendah. Untuk pembuatan sabun dan detergen Untuk perawatan kayu dan kulit. Dalam pengolahan tembakau, gliserin merupakan bagian dari larutan yang disemprotkan pada tembakau sebelum daun tembakau diiris dan dikemas. Gliserin membantu mempertahankan kelembaban dan mencegah kekeringan pada tembakau. Gliserin juga digunakan pada pengolahan tembakau kunyahan untuk menambah rasa manis dan mencegah dehidrasi, juga sebagai pelentur dalam kertas rokok. Pembungkusan dan pengepakan bahan Kotak-kotak daging dan kertas pembungkus membutuhkan pelentur untuk memberikan kelenturan dan kekuatan (Susilawati, 2000).
Biasanya gliserin yang digunakan untuk industri sabun dan shampo memiliki kadar kemurnian 7090 %, untuk bidang farmasi dan kosmetik lebih dari 99,7 %, dan untuk industri makanan yang digunakan harus 100 %.
2. PROSES PEMURNIAN GLISERIN Gliserin yang diperoleh dari produk samping pembuatan biodiesel dapat dilakukan pemurnian untuk menghasilkan gliserin dengan kemurnian tinggi. Proses pemurniannya melalui dua tahapan, yaitu tahap netralisasi dan dilanjutkan dengan tahap pemisahan.
356
2.1 Tahap Netralisasi Agar pengotor yang terdapat pada gliserin kotor tersebut dapat dipisahkan satu sama lain, maka dilakukan proses netralisasi melalui penambahan asam. Pada penelitian ini digunakan asam klorida dengan variasi penambahan antara 4-7 % terhadap 500 ml bahan baku. Penambahan ini akan mengakibatkan terbentuknya garam katalis, yaitu hasil reaksi antara asam yang ditambahkan dan katalis basa yang terdapat pada gliserin kotor. Karenanya gliserin kotor akan terpisah menjadi tiga lapisan yaitu lapisan garam katalis dibawah, gliserin-metanol-air ditengah dan asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA) di lapisan paling atas. Pemisahan ini terjadi dengan sendirinya akibat perbedaan massa jenis dimana garam memiliki massa jenis paling besar. Jumlah asam yang ditambahkan dapat ditentukan melalui perhitungan dari banyaknya basa yang digunakan pada proses trans-esterifikasi ditambah dengan banyaknya basa yang digunakan untuk melakukan netralisasi FFA pada proses esterifikasi. Hasil tersebut kemudian digunakan sebagai faktor penentuan jumlah asam yang dibutuhkan, yaitu sebesar 1,5 – 1,7 ml asam setiap gram NaOH atau KOH yang digunakan dalam proses. (www.journeytoforever.org/separating glycerine). Produk hasil tahap netralisasi ini selanjutnya dipisahkan sehingga campuran gliserin-metanol-air dapat diambil kemudian dipisahkan.
2.2 Tahap Pemisahan Proses distilasi yang diterapkan pada tahap pemisahan ini bertujuan untuk menghasilkan gliserin yang lebih murni dengan cara menguapkan metanol dan air. Proses distilasi dapat dilangsungkan karena adanya perbedaan titik didih, dimana titik didih metanol 64,7OC, air 100OC, dan gliserin 290OC. Proses distilasi pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan variasi suhu operasi, yaitu 75OC, 100OC, 110OC, dan 120OC. Waktu operasi distilasi ditetapkan selama 90 menit. Pemilihan kondisi operasi ini didasarkan bahwa titik didih campuran terletak antara titik didih komponen yang kurang volatile dan lebih volatile. Pada proses distilasi, pemisahan akan terjadi atas dasar pada gejala bahwa dua campuran zat cair berada dalam keadaan setimbang dengan uapnya. Uapnya akan mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap, sedangkan cairannya akan mengandung lebih sedikit komponen yang mudah menguap. Bila uapnya dipisahkan dari cairannya lalu dikondensasikan, maka didapatkan cairan yang berbeda komposisinya dari cairan yang pertama. Cairan yang didapatkan dari kondensasi uap
Industrial Research Workshop and National Seminar 2012
tersebut mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah menguap dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan. Bila cairan yang berasal dari kondensasi uap tersebut diuapkan lagi sebagian, maka akan didapatkan uap dengan kadar komponen yang lebih tinggi. Dalam hal ini komponen yang mudah menguap adalah metanol dan air.
3. PENGARUH PENAMBAHAN ASAM PADA TAHAP NETRALISASI Terbentuknya garam pada tahap penetralan ini mengakibatkan juga terbebasnya FFA dan gliserinmetanol-air yang semula berikatan dengan basa katalis. Produk-produk tersebut terpisah dengan sendirinya akibat perbedaan massa jenisnya dengan garam katalis dilapisan bawah, gliserinmetanol-air dilapisan tengah, dan FFA dilapisan paling atas, pemisahan tersebut terjadi setelah melalui pengadukan selama 5 menit dan proses sentrifugasi selama 30 menit. Hasil perolehan garam, gliserin-metanol-air dan FFA dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Persen Perolehan Garam, Gliserin, dan FFA pada Variasi Penambahan Asam Klorida Perolehan Penambahan Garam gliserin-metanolFFA Asam (%) (%) air (%) (%) 4 67,69 32,13 0,18 5 53,74 45,72 0,54 6 48,71 50,32 0,97 23,71 49,54 26,75 7
Penambahan asam yang optimal adalah 7% yaitu pada saat terjadi pemisahan gliserin-metanol-air, garam, dan FFA sebesar-besarnya. Sehingga FFA yang terlarut dalam gliserin sangat sedikit.
80 70 60
% Perolehan
50 40
Garam
30
Gliserin FFA
20 10 0 4
5
6
7
Penambahan Asam Klorida (%)
Gambar 1. Hasil Perolehan Garam, Gliserin, dan FFA terhadap Jumlah Penambahan Asam Klorida
357
Industrial Research Workshop and National Seminar 2012
4. PENGARUH PERUBAHAN SUHU PADA TAHAP DISTILASI PEMISAHAN
Setelah tahap netralisasi selesai, maka dilanjutkan dengan tahap pemisahan. Tahap ini dilakukan melalui proses distilasi selama 90 menit dengan umpan sebanyak 120 gram dan bleaching earth sebanyak 3,6 gram. Penambahan bleaching earth ini berfungsi untuk membuat warna produk menjadi lebih bening. Tujuan dari tahap ini adalah menguapkan metanol dan air dari campuran untuk gliserin-metanol-air untuk mendapatkan gliserin dengan kemurnian tinggi. Variasi dilakukan agar diperoleh kondisi optimum dimana gliserin yang dihasilkan mempunyai kandungan metanol-air sesedikit mungkin. Gliserin yang didapatkan dari proses distilasi ini kemudian disaring dengan menggunakan penyaring vakum untuk memisahkan gliserin produk dari bleaching earth. Gliserin yang dihasilkan umumnya mempunyai warna kuning terang. Kondisi ini sedikit berbeda dengan gliserin referensi grade sabun yang berwarna putih bening. Perbedaan warna tersebut menunjukkan bahwa produk gliserin yang didapat masih mengandung pengotor dan penambahan bleaching earth pada proses ini kurang maksimal. Tabel 3. Kandungan Gliserin pada Variasi Suhu Proses Distilasi Suhu Kandungan (OC) gliserin (%) 81,04 80.00 71,34 66,67
75 100 110 120
pH
Indeks bias
Viskositas (cP)
4,30 4,77 5,16 5,11
1,46469 1,46369 1,45566 1,44863
30 60 170 200
Massa Jenis (gr/ml) 1,2448 1,2432 1,2596 1,2536
Pada penambahan asam sebesar 7%, kandungan gliserin yang diperoleh pada beberapa variasi suhu proses distilasi ternyata memiliki karakteristik yang beragam. Proses distilasi dengan suhu operasi 75OC menghasilkan produk dengan kandungan gliserin tertinggi. Akan tetapi memiliki pH sangat rendah yaitu sebesar 4,30 dan viskositas 30cP. Pemberian suhu operasi pada proses distilasi semakin tinggi akan menurunkan kandungan gliserin. Hal ini sangat bertentangan dengan kondisi seharusnya yaitu pada saat kondisi suhu operasi distilasi tinggi kemungkinan metanol-air yang menguap juga tinggi sehigga idealnya kandungan gliserin yang dihasilkanpun semakin besar. Gliserin yang diperoleh dari proses distilasi masih mengandung sedikit FFA, hal ini terbukti dari produk yang berbau tidak sedap/tengik terutama
pada suhu distilasi diatas 110OC. FFA yang terkandung dalam gliserin ini tidak tahan terhadap suhu tinggi, sehingga pada suhu yang tinggi strukturnya menjadi rusak dan produk mempunyai warna semakin gelap (coklat tua) dan warna tersebut berbeda dengan warna dari gliserin grade sabun yang ada di pasaran, yaitu berwarna putih bening. Sehingga pada proses analisa kandungan gliserin produk menggunakan metode indeks bias dengan pembanding gliserin grade sabun menjadi tidak sesuai karena adanya sejumlah kecil FFA yang sulit dipisahkan. Jadi penentuan kandungan gliserin dengan indeks bias bukan merupakan indikator karakreristik gliserin produk.
5. PENENTUAN KONDISI OPTIMUM Penentuan kondisi optimum ini didasarkan pada gliserin produk akhir yang memiliki karakteristik mendekati gliserin grade sabun, kandungan FFA sedikit, dan tidak berbau. Selain itu juga perolehan produk akhir juga harus diatas 20%. Pemberian asam berlebih atau dalam hal ini diatas 7%, memang memungkinkan untuk diperoleh penetralan yang lebih baik, akan tetapi akan membuat pH gliserin semakin asam. Walaupun kondisi keasaman ini dapat disesuaikan dengan menambahkan basa agar diperoleh pH mendekati gliserin grade sabun. Tetapi hal ini akan menimbulkan terjadinya proses saponifikasi yang sangat tidak diinginkan. Berdasarkan pertimbangan itulah maka kondisi optimum pada penelitian ini diperoleh pada saat penambahan asam klorida sebesar 7% terhadap 500 ml bahan baku dan suhu operasi distilasi 110OC. Sebagai bahan perbandingan, karakteristik grade sabun dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Karakteristik Gliserin Grade Sabun Sifat Fisik Grade Sabun pH 8,99 Viskositas (cP) 1050 Massa jenis (gr/ml) 1,2464 Indeks bias 1,46369 Kandungan gliserin (%) 70 - 90 Warna Putih bening
Perolehan gliserin produk akhir pada kondisi ini adalah 28,32 %-berat terhadap bahan baku. Nilai ini cukup bagus mengingat masih adanya katalis atau bleaching earth tersisa yang sulit untuk dipisahkan lagi. Karakteristik gliserin produk akhir yang dihasikan pada kondisi ini adalah yang paling mendekati karakteristik gliserin grade sabun. Warna gliserin adalah kuning kecoklatan dan tidak berbau. 358
Industrial Research Workshop and National Seminar 2012
6. KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: • Kondisi optimum pada proses pemurnian gliserin produk samping pembuatan biodiesel ini dari adalah: HCl : 7 % o Penambahan o Suhu operasi distilasi : 110OC • Karakteristik perolehan produk yang terbaik pada penelitian ini adalah: o Kadar gliserin : 71,34% o Massa jenis : 1,2596 gr/ml o Viskositas : 170 cP o pH : 5,16 o Indeks bias : 1,45566 o Warna : kuning kecoklatan o Perolehan gliserin : 28,32 % • Produk yang dihasilkan merupakan gliserin dengan karakteristik sesuai gliserin grade sabun.
7. DAFTAR PUSTAKA 1. Herliana, Fery. 2006. Kajian Awal Pemanfaatan Limbah Biji Kapuk Untuk Pembuatan Biodiesel. Laporan Tugas Akhir Tidak Diterbitkan. Bandung: Politeknik Negeri Bandung. 2. Imankhasani, Soemanto. Lembar Data Keselamatan Bahan Volume I dan II. Bandung: Puslitbang Kimia Terapan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 3. Outmer, Kirk. 1966. Encyclopedia of Chemical Technology Second Completely Revised Edition Volume 10. Amerika: John Wiley & Sons, Inc. 4. Ofi Shofiyah, Fentiani Felicia Yerustine. 2007. Pemurnian Gliserin. Laporan Tugas Akhir Tidak Diterbitkan. Bandung: Politeknik Negeri Bandung. 5. Underwood, Al dan R.A. Day. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi 5. Jakarta: Erlangga. 6. Yong. 2001. Refining of Crude Glycerine Recovered From Glyserol Residue By Simple Vacumm Distilation (on line), www.google.com (4 januari 2007) 7. ___, 2006. Separating Glycerin FFAs (on line). 8. www.journeytoforever.org/separating glycerine (Desember 2006) 9. http://en.wikipedia.org/wiki/Acrolein (Januari 2007) 359