Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78
ISSN 1978-2365
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI KELAPA SAWIT LAND SUITABILITY ANALYSIS BASED ON GEOPGRAPHIC INFORMATION SYSTEM FOR THE DEVELOPMENT OF PALM OIL BIOFUEL Indah Crystiana,S.Si Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan-12230
[email protected]
Abstrak Menipisnya bahan bakar fosil, rendahnya pasokan energi, dan harga minyak dunia yang tidak menentu, mengakibatkan beban perekonomian nasional menjadi semakin besar. Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk mengembangkan energi alternatif. Energi alternatif yang akan dikembangkan adalah energi berbahan bakar nabati yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan dan tidak mengganggu kondisi yang telah ada. Untuk mencapai kondisi tersebut maka pada studi ini bertujuan memilih letak lahan potensial dengan cara analisa kesesuaian lahan berdasar nilai keekonomisan lahan. Dalam pengembangan bahan bakar nabati, seperti yang telah dicanangkan oleh pemerintah, penetapannya dilakukan pada lahan-lahan marginal sebagai target pengembangannya, dan dengan mengaplikasi Sistem Informasi Geografis sebagai alat bantu untuk melakukan analisis lahan. Pemilihan letak kesesuaian lahan dilakukan dengan sistem pembobotan dan buffer. Studi ini menemukan bahwa di Kalimantan Selatan terdapat 8 kabupaten yang layak untuk dikembangkan sebagai daerah pengembangan bahan bakar nabati, dengan memiliki luasan lebih dari 20.000 hektar, dengan Kabupaten Kota Baru sebagai daerah prioritas pengembangan utama. Kata kunci : kelapa sawit, kesesuaian lahan, bahan bakar nabati.
Abstract The depletion of fossil fuels and lower energy supply in Indonesia, and the world oil price plus the erratic, resulting in loads of national economies become increasingly large. These conditions encourage the government to develop alternative energy especially bio-fuel. This is because bio-fuel is, environmentally friendly, and it does not interfere with pre-existing conditions. This study aims to choose the location of potential land by means of land suitability analysis based on the economics value of land. In the development of biofuels, as has been announced by the government, establishment done on marginal lands as development targets, and by applying Geographic Information Systems as a tool to analyze land. The selection of the location of land suitability by scoring and buffer. The study found that the appropriate location for biofuel development in South Kalimantan are 8 districts with an area of over 20,000 hectares, and the Kota Baru District as a first priority area for the development of biofuels. Keywords: palm oil, land suitability, biofuels.
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
67
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78 Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78
PENDAHULUAN
tertuang dalam SK Menteri Kehutanan dan
Latar Belakang
Perkebunan
Fenomena semakin menipisnya bahan
Kriteria
No.
376/Kpts-II/1998
Penyediaan
Areal
Hutan
tentang untuk
bakar fosil dan rendahnya pasokan energi yang
Perkebunan Budi Daya Kelapa Sawit. Dalam
terjadi di Indonesia, dan ditambah harga
surat keputusan tersebut mensyaratkan bahwa
minyak
menentu,
kawasan hutan yang dapat dilepas menjadi
mengakibatkan beban perekonomian nasional
perkebunan budi daya sawit harus memenuhi
menjadi semakin besar.[1,2]
kriteria berdasarkan Tata Ruang Provinsi;
dunia
yang
tidak
Usaha yang dilakukan pemerintah untuk
berada pada kawasan budi daya non kehutanan;
meringankan beban tersebut adalah dengan
tidak dibebani hak; pulau kecil yang luasnya
berupaya keras mencari sumber-sumber bahan
kurang dari 10 km2 tidak termasuk yang dapat
bakar alternatif yang dapat diperbaharui,
dilepaskan; dan diprioritaskan pada lahan
sekaligus
kosong atau terbuka.[5]
yang
lebih
ramah
lingkungan
(“greener”) sebagai pengganti sumberdaya
Selain itu pengembangan BBN harus
energi fosil yang tidak dapat diperbaharui
memenuhi persyaratan seperti yang tertuang
tersebut.[3,4]
dalam SK Mentri tersebut diatas, juga perlu
Salah satu program Pemerintah yang
dipertimbangkan
bahwa
dalam
diamanatkan dalam Pada PP No. 5 Tahun 2006
pengembangannya
tentang Kebijakan Energi Nasional,
adalah
lingkungan hidup yang ada; tidak merubah
pengembangan energi alternatif. Adapun salah
hutan menjadi perkebunan. Hal ini karena hal
satu
yakni
tersebut akan berdampak pada karbon yang
melakukan pengembangan Bahan Bakar Nabati
tersimpan dalam tanah pada saat menjadi hutan
(BBN). Program tersebut bertujuan selain
lepas ke udara dan bereaksi dengan oksigen dan
meningkatkan proporsi penggunaan BBN juga
membentuk
bertujuan memberikan lapangan kerja kepada
berbahaya. Syarat lainnya yakni pemilihan
masyarakat
mengurangi
jenis tanaman yang akan dibudidayakan tidak
kemiskinan.[2] Salah satu sumber BBN yang
akan menimbulkan masalah, dan budidayanya
dapat dikembangkan adalah kelapa sawit.
harus dilakukan pada tanah kosong terutama
program
jangka
pedesaan
pendeknya
dan
Namun demikian, walaupun bertujuan
pada
lahan
gas
tetap
pola
karbon
kritis
memperhatikan
dioksida
atau
yang
marginal.[6,7]
meningkatkan proporsi penggunaan BBN dan
Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN)
meningkatkan
masyarakat,
merupakan salah satu alternatif yang dapat
dalam pelaksanaannya Pemerintah dalam hal
dilakukan, karena keunggulannya yang ramah
ini Kementrian Kehutanan dan Perkebunan
lingkungan sehingga dapat mengurangi emisi
menetapkan kriteria khusus untuk lahan yang
Gas
dapat
penggunaan bahan bakar nabati tersebut, selain
kesejahteraaan
dikembangkan.
Adapun
kriterianya
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
68
Rumah
Kaca
(GRK).[8]
Kebijakan
Analisis Kesesuaian Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 12 No. 1 Juni 2013 Untuk : 67Pengembangan – 78 Bahan Bakar Nabati Kelapa Sawit mendukung energi yang ramah lingkungan juga
dilakukan
mendukung pengembangan ekonomi pedesaan
teknologi
dan pertanian berkelanjutan. Dalam
[9]
SIG
dengan
akan
menggunakan
memudahkan
dalam
melakukan analisis lahan yang sesuai untuk selain
pengembangan bahan bakar nabati dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan
komoditi kelapa sawit, sehingga kelemahan
tersebut diatas, juga dipertimbangkan faktor
yang ada dalam pembuatan peta secara manual
keekonomiannya.
ini
dapat dieliminir, khususnya yang berhubungan
dimaksudkan agar dalam pengembangan BBN
dengan perkembangan pengolahan informasi,
tidak
dan
ada
penelitian
karena
pihak
ini
Pertimbangan
yang
dirugikan,
baik
reproduksi
peta.
Selain
itu
dengan
pengusahaan di tingkat hulu sampai dengan
menggunakan SIG proses analisis-analisis peta
pengusahaan tingkat hilir. Dan dalam penelitian
lebih lanjut dapat dilakukan dengan cepat dan
ini untuk nilai keekonomisan suatu lahan
tepat.[11]
didasarkan
pada
perhitungan
yang
telah
Lebih lanjut untuk keunggulan analisis
dilakukan oleh Danang S (unpublish), dimana
data dengan menggunakan SIG karena SIG
disebutkan bahwa untuk usaha hulu hingga hilir
mempunyai empat fungsi unggulan yaitu
pengembangan bahan bakar nabati dengan
pemilihan data (selection), manipulasi data
komoditi kelapa sawit diperlukan luasan lahan
(manipulation), eksplorasi data (exploration),
berkisar 9000 hektar, dengan luasan tersebut
dan konfirmasi data (confirmation). Fungsi
maka menghasilkan keuntungan petani Rp 8,9
sebagai pemilihan data dalam SIG meliputi
juta per hektar dalam setahun pada usaha hulu
permitaan data (query) atau ekstraksi data dari
kelapa sawit, dengan asumsi harga jual sawit
database tematik atau spasial. Manipulasi data
sebesar Rp 1000 per kg dan discount rate
digunakan
sebesar 12%, dimana NPV (net present value)
generalisasi, agregasi, overlay dan prosedur
sebesar 16 juta, IRR (internal rate of return)
interpolasi. Kombinasi antara pemilihan dan
sebesar 22,51 %, PBP (payback period) selama
manipulasi
6 tahun dan IP (profitability index) sebesar
mendukung sangat kuat dalam analisis. Data
2,87. Untuk usaha intermediate harga CPO Rp
eksplorasi
7.163 per liter, NPV sebesar 136 milyar, IRR
mencoba untuk mendapatkan tren, keluaran
sebesar 44 %, PBP selama 2,2 tahun dan IP
spasial, pola dan asosiasi dalam data, sehingga
sebesar 2,48. Pada usaha hilir (pabrik biodiesel)
diperoleh dugaan gagasan teoritis terhadap
harga biodiesel yang didapat Rp 9.964, NPV
hubungan yang diharapkan.[12]
sebesar 815 Juta, IRR sebesar 15 %, PBP selama 5,8 tahun dan IP sebesar 1,12.[10]
untuk
data,
meliputi
transformasi,
secara
visual
metode-metode
partisi,
dapat
yang
Dengan demikian maka pengembangan BBN secara tidak langsung turut berperan
Untuk pengelolaan dan pengolahan data,
dalam menangani masalah perubahan iklim
dalam penelitian ini memanfaatkan teknologi
selain tujuan utamanya untuk memenuhi
Sistem Informasi Geografi (SIG). Hal tersebut
kebutuhan bahan bakar nasional. Oleh karena
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
69
Dan Energi Terbarukan Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan Terbarukan Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78 itu,
studi
tentang
letak
lahan
untuk
untuk perolehan zonasi arahan pemanfaatan
pengembangan bahan bakar nabati kelapa sawit
lahan melalui peta-peta
perlu dilakukan. Hal ini dilaksanakan agar
melewati proses dan memakan waktu yang
upaya pengembangan bahan bakar nabati dapat
panjang.
dirumuskan.
alternatif yang
Oleh
tematik seringkali
karena dapat
itu
dilakukan
pengolahan data dalam bentuk
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memilih letak lahan potensial dengan cara analisa kesesuaian lahan berdasar nilai keekonomisan lahan. Dalam pengembangan bahan bakar nabati, seperti yang telah dicanangkan oleh pemerintah,
penetapannya
lahan-lahan
marginal
dilakukan sebagai
pada target
pengembangannya, dan dengan mengaplikasi Sistem Informasi Geografis sebagai alat bantu
menggunakan Sistem (SIG) .
[14]
yaitu
dengan
salah
satu adalah
digital dengan
Informasi Geografi
Sedangkan metode yang digunakan memberikan
penilaian
dan
pembobotan pada masing-masing parameter lahan yang digunakan sebagai penentu arahan lahan potensial. Namun dalam penentuan daerah
atau
jarak
kesampaian,
selain
pembobotan juga dibuat buffer daerah inti pendukung dengan inverval 40 kilometer. Jarak tersebut merupakan jarak ideal terdekat, dengan
untuk melakukan analisis lahan.
pertimbangan kelas dan fungsi jalan di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan adalah tergolong
METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di Provinsi
jalan sekunder.
pertimbangan
Untuk penentuan kesesuaian lahan yang
cukup luasnya lahan kritis yang terdapat di
dipilih dilakukan dengan cara sinkronisasi
daerah tersebut. Berdasarkan penelitian yang
beberapa parameter peruntukkan yang cukup
telah dilakukan oleh Departemen Kehutanan,
perpengaruh. Sinkronisasi dilakukan untuk
menunjukkan bahwa lahan kritis di daerah
mendapatkan daerah yang benar-benar sesuai
Provinsi
untuk
Kalimantan
Selatan
dengan
Kalimantan
Selatan
mencapai
pengembangan,
dan
metode
yang
3.760.917,63 Ha yang meliputi 4 kriteria lahan
digunakan adalah metode tumpang susun. Pada
kritis, yaitu potensial kritis, agak kritis, kritis,
penelitian ini digunakan tujuh parameter
dan sangat kritis.
[13]
Namun demikian tidak
penilaian lahan terdiri dari enam parameter
semua lahan kritis yang ada di Kalimantan
kondisi
Selatan tersebut dapat dikembangkan, karena
perhitungan nilai keekonomian suatu lahan
tidak semua lahan cocok ditanami dan bernilai
untuk pengembangan.[10] Adapun parameter
ekonomis.
lahan yang digunakan, yaitu 1) peta rencana
Dalam evaluasi kesesuaian lahan aktual
tata
lahan
dan
ruang wilayah
sebuah
provinsi[15],
parameter
peta ini
arahan
pemanfaatannya
dimaksudkan untuk mengetahui rencana dan
data-data
pendukung.
pola ruang provinsi sehingga daerah atau
Pengumpulan dan manipulasi (overlay) data
kawasan yang akan dikembangkan nantinya
terkait
dengan
dibutuhkan
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
70
Analisis Kesesuaian Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Bahan Bakar Nabati Kelapa Sawit Vol. 12 No. 1 JuniUntuk 2013 Pengembangan : 67 – 78 tidak berbenturan dengan kepentingan daerah
Untuk pembobotan atau penilaian lahan
yang akan dikembangkan. 2) Peta lahan
didasarkan pada nilai guna lahan pada setiap
kritis
[16]
, peta ini digunakan untuk mengetahui
parameter.
Kemudian
setelah
dikelaskan
lahan-lahan yang seharusnya dikembangkan
masing-masing nilai guna dikelaskan dan
yaitu lahan yang kondisinya kritis agar lahan-
dinilai. Kelas lahan didasarkan pada tingkat
lahn tersebut mempunyai fungsi kembali dan
pengaruh lahan terhadap pengembangan BBN.
tidak terbengkalai. 3) peta kawasan hutan
[17]
,
Nilai lahan yang berpengaruh mendapat nilai
peta ini digunakan sebagai rambu-rambu agar
tinggi. Dalam penilaian, lahan-lahan yang
tidak terjadi pengalihan fungsi lahan hutan
terkait dengan kehutanan terutama daerah yang
menjadi areal pengembangan bahan bakar
dilindungi diberi nilai nol meskipun merupakan
nabati kelapa sawit. 4) peta kesesuaian lahan
lahan kritis, sehingga lahan-lahan tersebut tidak
sawit
[18]
, data peta ini digunakan untuk
beralih fungsinya. Adapun pembobotan dari
mengetahui lahan-lahan yang masih sesuai jika
masing-masing parameter seperti ditunjukkan
akan ditanam sawit dan peta ini menunjukkan
pada Tabel 1-6.
tingkat keberhasilan penaman sawit karena
Tabel 1.
Klasifikasi penilaian masing-masing
menginformasikan lahan-lahan yang sesuai
peruntukan pada RTRW Provinsi
untuk media tumbuh sawit. peta perkebunan
Kalimantan Selatan
sawit[19], data peta ini digunakan untuk
Kelas
mengetahui persebaran perkebunan sawit yang I
sudah ada, sehingga dimungkinkan dapat mendukung kegiatan pengembangan yang akan dilakukan, dan akan semakin mempunyai nilai lebih jika merupakan perkebunan milik negara
II III
atau BUMN. 5) peta infrastruktur[20], dengan diketahuinya kesiapan infrastruktur terutama
IV
jalan maka kegiatan ini dapat berkembang dengan
baik,
karena
kendala
utama
pembangunan adalah ketersediaan jalan sebagai sarana mobilisasi. Peta-peta
yang
digunakan
masing satuan pemetaan pada tiap parameter telah sesuai dengan karakteristik lahan. Satuan tersebut
3 2 0
Tabel 2. Klasifikasi penilaian tingkat kekritisan lahan
dilakukan oleh instansi terkait, dimana masing-
paramater
Pembobo tan 4
tersebut
merupakan peta-peta hasil kajian yang telah
pemetaan tiap
Satuan Pemetaan Peruntukan Budidaya lahan kering; Penggunaan lain; Pertanian bercampur semak; Semak Belukar; Perkebunan Persawahan Pertambangan, Transmigrasi Hutan bercampur semak; Hutan lindung; Hutan produksi; Hutan rawa, Hutan suaka alam, Manggrove, Perikanan/daerah rawa
seperti
ditunjukkan pada Tabel 1-6.
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
Kelas I II III
Satuan Pemetaan Lahan Kritis Sangat kritis Kritis Agak kritis
Pembobot an 5 4 3
71 0
Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan Terbarukan Dan Energi Terbarukan Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78 Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78 IV V
Potensial kritis Tidak kritis
Tabel 6. Klasifikasi penilaian buffer jarak
2 1
kesampaian terhadap jalan dan kota
Tabel 3. Klasifikasi penilaian status kawasan hutan Kelas I II
Satuan Pemetaan Status Kawasan Areal penggunaan lain (APL) Hutan lindung, Hutan konservasi, Hutan produksi, Hutan produksi terbatas (HPT), Hutan produksi konversi, Tubuh air
Pembobot an 2
I II III
0 – 40 Km 40 – 80 Km >80 Km
Provinsi Kalimantan Selatan merupakan daerah yang memiliki kondisi lahan dengan kategori lahan kritis yang cukup luas. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan secara terus menerus, karena jika dibiarkan kondisi lahan akan semakin kritis sehingga akhirnya sulit untuk dipulihkan kembali. Daerah-daerah yang kritis
sawit. Satuan Pemetaan Tingkat Kesesuaian Lahan sangat sesuai Lahan cukup sesuai Lahan sesuai Lahan tidak sesuai Danau, Perkotaan, Kawasan lindung (Suaka Alam – Taman Nasional), Lahan hutan (konservasi)
Pembob otan 3 2 1
HASIL DAN PEMBAHASAN
lahan untuk media tumbuh kelapa
I II III IV V
Jarak Kesampaian
0
Tabel 4. Klasifikasi penilaian tingkat kesesuai
Kelas
Kelas
Pembobo tan 5 4 3 2 0
tersebut
pada
umumnya
adalah
merupakan daerah-daerah lahan terbuka yang dibiarkan begitu saja sehingga menjadi tidak mempunyai nilai fungsi. Dalam penelitian ini, kondisi kritis lahan tersebut
dijadikan
pengembangan
sebagai
sumber
modal
energi
untuk
pengganti
sumber energi fosil, sehingga dalam hal ini status kekritisan lahan bukan lagi sebagai musibah bagi Provinsi Kalimantan Selatan tapi
Tabel
Kelas I
II III
status
sebagai berkah. Salah satu cara menjadikan
perkebunan di Provinsi Kalimantan
kondisi lahan tersebut sebagai berkah adalah
Selatan
dengan melakukan pengelolaan lahan secara
5.
Klasifikasi
penilaian
Satuan Pemetaan Tingkat Kesesuaian Perkebunan kelapa sawit milik rakyat dan Negara Perkebunan kelapa sawit milik BUMN Perkebunan kelapa sawit milik swasta, Perkebunan lainnya
Pembobo tan 3
maksimal. Kesesuaian
diarahkan
untuk
pengembangan BBN tersebut adalah pada kabupaten-kabupaten yang mempunyai luasan
2
minimal 9000 hektar, hal tersebut diperlukan
1
untuk memenuhi nilai keekonomian dari kegiatan hulu sampai dengan hilir. Luasan tersebut merupakan luasan terkecil yang harus
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
72
yang
Ketenagalistrikan DanKesesuaian Energi Terbarukan Analisis Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Vol. 12 No. 1 Juni Untuk 2013 :Pengembangan 67 – 78 Bahan Bakar Nabati Kelapa Sawit disiapkan
untuk
kawasan
pengembangan
terpadu.
letak lahan dengan dengan menerapkan metode
Tidak seperti penelitian kesesuaian lahan yang
Berdasarkan hasil evaluasi pemilihan
biasa
dilakukan,
dimana
umumnya
tumpang
susun
menggunakan
dan
pembobotan
aplikasi
Sistem
dengan Informasi
menitikberatkan pada kelayakan lahan untuk
Geografi terhadap parameter-parameter yang
penanaman sawit atau menitik beratkan kepada
digunakan maka diperoleh 8 kabupaten yang
dampak ekonomis yang timbul akibat kegiatan
mempunyai luasan minimal 9000 Ha, sehingga
pengembangan bahan bakar nabati, dalam
layak untuk pengembangan sumber bahan baku
penelitian ini diikutsertakan penilaian atau
BBN.
parameter tentang nilai keekonomisan luas
ditunjukkan pada Tabel 7 dan Gambar 1.
lahan minimal yang harus tersedia untuk
Tabel 7.
pengembangan.
Hal
tersebut
Hasil
dengan
pertimbangan agar dalam pengembangannya dapat dikelola dalam satu kawasan terpadu dan terintegrasi
dari
kegiatan
hulu,
dalam
satu
kawasan
juga
dapat
untuk
Luas Lahan Pendukung (Ha)
Kabupaten 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
yang
menjamin
produktivitas dan pasokan bahan baku, karena dalam satu jaringan pengawasan yang terpadu dan teritegrasi pula.
seperti
Kabupaten-Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan Yang Layak Untuk Pengembangan Bahan Bakar Nabati
kegiatan
terpadu maka selain dapat menekan biaya operasional
tersebut
No.
intermediate, hingga kegiatan hilir. Dengan terkonsentrasi
evaluasi
Kota Baru Tapin Tanah Laut Banjar Hulu Sei Selatan Hulu Sei Utara Tabalong Hulu Sei Tengah
134.500 107.100 76.700 66.000 53.700 52.200 43.300 26.900
Kegiatan hulu dalam hal ini adalah Dari Tabel 7 tersebut tampak jelas,
perkebunan sawit, dimana pemilikan dan pengelolanya masyarakat
diharapkan setempat
sebagai sumber
dari
partisipasi
berdasarkan luasan lahan yang tersedia terdapat
berfungsi
8 (delapan) kabupaten tersebut layak untuk
sehingga
penghasilan yang secara
pengembangan
bahan
bakar
nabati.
Dari
otomatis dapat meningkatkan kesejahteraan.
delapan kabupaten yang memenuhi luasan
Kegiatan intermediate berupa pabrik CPO dan
keekonomian tersebut, kabupaten yang cukup
kegiatan hilir berupa pabrik biodiesel, dimana
potensial
kedua kegiatan ini di harapkan peran serta dari
Kabupaten Kota Baru. Kabupaten Kota Baru
investor
dianggap
atau
Badan
Usaha
Milik
untuk
cukup
dikembangkan
potensial
karena
adalah
secara
Daerah/Negara, sehingga hasil perkebunan
evaluasi lahan untuk media tumbuh tamanan
sawit dapat segera ditampung dan kelola
sawit yang telah dilakukan adalah layak atau
menjadi bahan bakar nabati.
sesuai, sehingga tanaman sawit dapat tumbuh baik. Kondisi tersebut diperkuat juga dengan
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
73
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78 Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78 berdasarkan data persebaran perkebunan, yaitu
lahan, dari hasil tumpang susun menunjukkan
dimana di Kabupaten Kota Baru sudah banyak
bahwa lahan terpilih yang dikembangkan
berkembang perkebunan sawit. Sedangkan
merupakan lahan dengan kondisi agak kritis
untuk tujuh kabupaten lainnya yaitu Kabupaten
hingga sampai sangat kritis, namun unsur hara
Tapin, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten
untuk media tumbuh untuk tanaman sawit
Banjar,
Selatan,
masih terpenuhi. Dan diutamakan pada daerah
Kabupaten
kritis dalam penelitian ini hal tersebut agar
Tabalong, dan Kabupaten Hulu Sei Tengah
lahan yang semula tidak mempunyai nilai
menjadi
untuk
fungsi atau marginal dapat berfungsi kembali
secara
dengan baik, dan hal tersebut diatur jelas dalam
evaluasi lahan untuk media tumbuh kelapa
SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.
sawit tidak cocok, namun berdasarkan data
376/Kpts-II/1998 tentang Kriteria Penyediaan
persebaran perkebunan yang berkembang di
Areal Hutan untuk Perkebunan Budi Daya
tujuh
Kelapa Sawit.
Kabupaten
Kabupaten
Hulu
Hulu Sei
Utara,
kabupaten
pengembangan
Sei
terpilih
selanjutnya,
kabupaten
karena
tersebut
sudah
banyak
berkembang perkebunan sawit baik yang
Sedangkan
berdasarkan
kedekatan
dimiliki oleh rakyat ataupun swasta. Dengan
daerah atau lokasi lahan terpilih seperti yang
kondisi tersebut maka ketujuh kabupaten
ditunjukkan pada Gambar 1, maka dalam
tersebut dapat diindikasikan potensial untuk
perkembangannya
pengembangan kelapa sawit.
beberapa
berdasarkan
struktur
ruang
Dan ditinjau dan
akan
kabupaten
lebih
baik
dikembangkan
jika secara
pola
integrasi. Dalam hal ini wilayah Provinsi
pemanfaatan ruang atau rencana tata ruang
Kalimantan Selatan dapat dipisahkan dalam
wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, daerah
dua zona pengembangan, zona barat dan zona
terpilih tersebut direncanakan sebagai kawasan
timur.
budidaya lahan kering, penggunaan lain,
Tabalong, Kabupaten Sei Selatan, Kabupaten
pertanian bercampur semak, semak belukar,
Hulu Sei Tengah, Kabupaten Hulu Sei Utara,
dan perkebunan dengan kondisi tersebut maka
Kabupaten Tapin dan Kabupaten Banjar.
tidak akan menganggu pola ruang yang sudah
Sedangkan zona timur meliputi Kabupaten
direncanakan pemerintah daerah setempat,
Kota Baru dan Kabupaten Tanah Laut.
bahkan mendukung pola ruang yang ada.
Integrasi antar kabupaten dalam pengembangan
Pada sisi lain, dari hasil analisis daerah
Zona
barat
meliputi,
Kabupaten
BBN tersebut dimaksudkan agar antar daerah
yang telah terpilih tersebut adalah daerah yang
dapat
terpilih bukan merupakan areal hutan, baik
sehingga pada akhirnya dapat dibentuk sebagai
hutan
daerah
yang
dilindungi
maupun
sudah
saling
mendukung
mandiri
energi
dan
bersinergi
untuk
BBN.
merupakan hutan produksi. Hal tersebut untuk
Keberhasilan integrasi tersebut tidak terlepas
menghindari
dari
terjadinya
deforestasi
dan
degradasi hutan. Untuk kondisi kekritisan
daya
dukung
ketersediaan
sarana
infrastruktur jalan antar kabupaten, karena jalan
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013 74
KetenagalistrikanAnalisis Dan Energi Terbarukan Kesesuaian Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Vol. 12 No. 1 Juni 2013Untuk : 67 –Pengembangan 78 Bahan Bakar Nabati Kelapa Sawit merupakan salah satu faktor utama motor
Gambar 1 infrastruktur jalan sudah tersedia
penggerak kegiatan masyarakat agar dapat
dengan baik, sehingga tidak ada kendala yang
terhubung dengan daerah lain. Secara umum,
cukup berarti dalam pengembangan.
seperti
yang
ditunjukkan
pada
Gambar 1. Peta Letak Lahan Yang Layak Untuk Pengembangan Bahan Bakar Nabati
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
75
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78 Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78 Titik akhirnya, muara dari keberhasilan dalam kegiatan pengembangan bahan bakar nabati
ini
selain
kesejahteraan
dapat
masyakat,
sebagai
membuka
prioritas
pertama
untuk
pengembangan BBN.
meningkatkan
karena
daerah
Berdasarkan hasil analisis tersebut maka Pemerintah
Daerah
perlu
memfasilitasi
lapangan kerja, juga dapat mendukung program
penyediaan lahan kritis bagi budi daya bahan
pemerintah seperti yang diamanatkan dalam
bakar nabati untuk pemenuhan energi.
UU No.30 Tahun 2007, tentang kewajiban pemerintah
mengembangkan
terbarukan
untuk
energi
mengatasi
Ucapan Terima Kasih
baru
terbatasnya
ketersediaan energi fosil yang berasal dari minyak, gas dan batu bara. Dan selain itu dalam upaya untuk mengembangkan tanaman penghasil bahan bakar nabati guna memenuhi
Saya mengucapkan terima kasih kepada Kementerian
Kehutanan,
Kementerian
Pertanian, dan instansi terkait yang telah membantu
dalam
penyediaan
informasi
sehingga
proses
data
dan
penyusunan
penelitian ini dapat terselesaikan.
kebutuhan bahan bakar untuk mensubstitusi 5% bahan bakar fosil seperti yang diamanatkan
DAFTAR PUSTAKA
pada Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006
[1].
BBN
tentang Kebijakan Energi Nasional dan Inpres
bakar
Sebagai
Alternatif Pengganti
Dari Minyak
Bumi Dan Gas. Jakarta : Eka Tjipta
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel)
Foundation.
sebagai Bahan Bakar Lain. Dengan demikian, dari pemilihan letak yang
Bahan
Tumbuhan
Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan
lahan
Tim Nasional Pengembangan BBN. 2007.
didasarkan
analisis
[2]. Supomo. 2008. Dampak Pengembangan Bahan Bakar Nabati Terhadap Ekonomi
nilai
Wilayah Pedesaan. Jurnal Ekonomi 13 (1).
keekonomian pengembangan BBN seperti yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
Maret : 40-59. [3]. S. Agus. 2008. Pengembangan Bahan
bahwa pengembangan BBN dengan komoditi
Bakar Nabati untuk Mengurangi Dampak
kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Selatan
Pemanasan
Global.
Peneliti
Bidang
layak untuk diusahakan.
Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan
KESIMPULAN DAN SARAN
Penerapan Teknologi. Yogyakarta.
Lahan potensial yang digunakan untuk pengembangan
BBN
perlu
[4]. Green Engineering : Biofuel Sebaiknya dari Pertanian non Pangan. 2009. Berita PII, 8
ditentukan
February.
kesesuaian lahan dan nilai keekonomiannya. Lahan
potensial
dan
layak
untuk
[5]. Sanusi. Dampak Pengembangan Biofuel
pengembangan BBN di Kalimantan Selatan berjumlah 8 kabupaten dengan memiliki luas lebih dari 20.000 Ha, dan Kabupaten Kota Baru
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013 76
Terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup Dan Peningkatan Perekonomian Petani. Pusat Penelitian Bioteknologi. Jakarta : LIPI
KetenagalistrikanAnalisis Dan Energi Terbarukan Kesesuaian Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) Vol. 12 No. 1 Juni 2013Untuk : 67 –Pengembangan 78 Bahan Bakar Nabati Kelapa Sawit [6]. K. Nanny. 2008. Bahan Bakar Nabati Sebagai
Salah
Satu
Altenatif
Untuk
Mendukung Penggunaan Bahan
Bakar
Ramah
Jalan-
Lingkungan.
Jurnal
society DSTIS, 4-6 September 2003, Warsaw, Poland. 15 p. [13]. Departemen Kehutanan. 2002. Data Dan
Jembatan 25(2). Agustus 2008 : 154-163. [7]. M. Anny, Irsal L. 2008. Potensi Sumber Daya
Lahan
Pengembangan
Dan
Penghasil
I
Kalimantan
Selatan.
Inventarisasi
Optimalisasi
Komoditas
Informasi
[14]. Puturuhu.F. Informasi
Pertanian 27(1):-
Penggunaan
[8]. D. Henrik Duer, Pernille O.C. 2009. Socio-
Biomass
and
:
Statistik
Pusat
Kehutanan
2009.
Aplikasi
Sistem
Geografi
Untuk
Evaluasi
Lahan
Terhadap
Arahan
Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (1):13-19 [15]. BAPEDA. 2003. Peta Struktur Ruang dan
Bioenergy 34 (2010). 29 Juli : 237-243.
Pola
[9]. Russoa. D, Dassisti. M. Lawlor,V. Olabi.
Pemanfaatan
Kalimantan
2012. State of the art of biofuels from pure plant oil. Renewable and Sustainable
Jakarta
Pemanfaatannya Di DAS Waijari. Jurnal
economic aspects of different biofuel pathways.
dan
Propinsi
Badan Planologi Kehutanan.
Bioenergi Di Indonesia. Jurnal Litbang
development
Kehutanan
Selatan
Ruang
Provinsi
tahun
2001-2015.
Kalimantan Selatan. [16]. Departemen Kehutanan. 2006. Peta Lahan Kritis
Energy Reviews 16 (2012): 4056– 4070
Provinsi
Direktorat
[10]. S. Danang. 2009. Teknoekonomi Kelapa
Kalimantan
Pengelolaan
Selatan.
Daerah
Aliran
Sungai. Jakarta
Sawit (unpublish). [11]. P.N Sutopo, P.Teguh. 2008. Penerapan SIG
[17]. Departemen
Kehutanan.
untuk Penyusunan Dan Analisis Lahan
Kawasan
Hutan
Kritis Pada Satuan Wilayah Pengelolaan
Selatan. Jakarta
2006.
Provinsi
Peta
Kalimantan
DAS Agam Kuantan, Provinsi Sumatera
[18]. Departemen Pertanian. Peta Kesesuaian
Barat. Jurnal J.Tek.Ling. 9(2). Mei 2008 :
Lahan Sawit Provinsi Kalimantan Selatan.
130-140.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
[12]. Sharifi, M.A. and Retsios, V. 2003.Site
[19]. Badan Koordinasi Penanaman Modal. Peta
selection for waste disposal through spatial
Eksisting Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta
multiple
criteria
Proceedings
of
conference
on
decision the
3rd
decision
telecommunications
and
analysis.
[20]. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
International
Nasional.
support
Kalimantan Selatan. Bogor.
for
Peta
Infrastruktur
Provinsi
information
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013
77
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan Vol. 12 No. 1 Juni 2013 : 67 – 78
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Diterima : 06 April 2013, disetujui terbit : 24 Juni 2013