IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN OLEH KARANG TARUNA KELURAHAN CIAMIS KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS ARTIKEL JURNAL
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang Sarjana
oleh : AAN TRIANA
NPM.3506120133
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP) BINA PUTERA BANJAR BANJAR 2016
1
ABSTRACT
This research the background of the problem less optimum implementation policy rules area of the regency Ciamis number 9 year 2007 about the institution of society village and sub district means coral cadet sub district Ciamis district Ciamis Regency Ciamis, so it is very related with study science of government. Based on these problems the authors set skripsi title : “implementation policy rules area of the regency Ciamis number 9 year 2007 about the institution of society village and sub district means coral cadet sub district Ciamis district Ciamis Regency Ciamis”. to the program studies science of government STISIP Bina Putera Banjar. The method used is descriptive analysis, the number of informants were used as the data source as 7 peoples composed village chief district administrered Ciamis as much 1 person, chairman of the coral cadet in sub district Ciamis as much 1 person, public figure in sub district Ciamis as much 2 person, young prominent in sub district Ciamis as much 3 person. The data collection techniques using literature study and field study consisted of observation, and interviews. Results of research and discussion we concluded that: 1). That the implementation policy rules area of the regency Ciamis number 9 year 2007 about the institution of society village and sub district means coral cadet sub district Ciamis district Ciamis Regency Ciamis not good enough if viewed from the four factors that determine the success of implementation policy namely communication, resources, disposition, and structure bureaucracy. 2). obstacles in implementation policy rules area of the regency Ciamis number 9 year 2007 about the institution of society village and sub district means coral cadet sub district Ciamis district Ciamis Regency Ciamis as barriers about the limitations of the budget, lack of the participation active society, nd lack of active role stakehoder. 3). Efforts use to overcome obstacles in implementation policy rules area of the regency Ciamis number 9 year 2007 about the institution of society village and sub district means coral cadet sub district Ciamis district Ciamis Regency Ciamis among them ask the replenishment budget, embrace each element and stakeholder and the coorporation with the institution associated in every activty and program that set coral cadet.
Keywords: Implementation policy, coral codet and sub district Ciamis.
2
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan kurang optimalnya implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis sehingga hal tersebut sangat berkaitan dengan kajian-kajian ilmu pemerintahan. Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut: Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti menetapkan judul Skripsi: “Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis”. Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan STISIP Bina Putera Banjar. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis, dengan jumlah informan yang dijadikan sebagai sumber data primer sebanyak 7 orang yang terdiri dari Lurah Kelurahan Ciamis sebanyak 1 orang, Ketua Karang Taruna Kelurahan Ciamis sebanyak 1 orang, tokoh masyarakat di Kelurahan Ciamis sebanyak 2 orang, dan tokoh pemuda di Kelurahan Ciamis sebanyak 3 orang. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan yang terdiri dari observasi, dan wawancara. Hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa: 1). Bahwa implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis masih belum optimal dilaksanakan jika dilihat dari empat faktor yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. 2). Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis seperti hambatan mengenai keterbatasan anggaran, kurangnya partisipasi aktif masyarakat dan kurangnya peran aktif stakeholder. 3). Upaya guna mengatasi hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis diantaranya mengajukan penambahan anggaran, merangkul setiap elemen dan stakeholder, dan kerjasama dengan instansi terkait dalam menjalankan setiap kegiatan dan program yang ditetapkan Karang Taruna.
Kata kunci :
Implementasi Kebijakan,Karang Taruna, Kelurahan Ciamis
3
I.
PENDAHULUAN Pembangunan desa pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah
desa dan masyarakat. Pemerintah desa sebagai penyusun dan pelaksana kebijakan harus mampu berperan aktif mensukseskan pembangunan desa dan mensejahterakan masyarakat setempat. Sedangkan masyarakat menjadi sasaran sekaligus kunci keberhasilan dari upaya pembangunan yang telah ditetapkan. Penguatan peranan dan kewenangan kelembagaan Kelurahan dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan, Pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan telah diakomodir dalam kebijakan pemerintah mengenai Pemerintahan Kelurahan. Peranan Pemerintah Kelurahan dan lembaga Kemasyarakatan Kelurahan sangat berpengaruh besar dalam mewujudkan pembangunan desa yang efektif, dengan harapaan beberapa kesulitan yang selama ini dihadapi oleh pemerintah Kelurahan secara bertahap mampu diselesaikannya.
Karena
lembaga
kemasyarakatan
Kelurahan
merupakan
mitra
dari
pemerintahan Kelurahan dalam segi pemberdayaan masyarakat hal itu dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Dalam Pasal 91 dan Pasal 92 yang mengatur tentang tugas dan fungsi Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan yaitu sebagai berikut : 1.
Menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;
2.
Melaksanakan,
mengendalikan,
memanfaatkan,
memelihara
dan
mengembangkan
pembangunan secara partisipatif. 3.
Menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat.
4.
Menumbuh kembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat dari sudut pandang pemberdayaan masyarakat. Dalam rangka mengimplementasikan Undang-Undang tersebut maka Karang Taruna
yang berada di Kelurahan Ciamis harus bisa mengoptimalkan sumber-sumber daya yang ada mengingat Kelurahan Ciamis sangat luas wilayahnya yang sebagian besar penduduknya hidup di sektor pertanian dalam arti luas (meliputi sub-sub sektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan), artinya struktur perekonomiannya bertumpu pada sektor pertanian atau merupakan daerah yang berbasis agraris. Maka dengan keberadaan Karang Taruna diharapkan mampu membawa perubahan masyarakat dalam segala aspek dan bidang sesuai dengan tugas dan fungsi Karang Taruna. Keberadaan Karang Taruna Kelurahan Ciamis seharusnya memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pembangunan di masyarakat, serta menjadi penggerak dalam dalam setiap kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Terlepas hal tersebut, Karang Taruna Kelurahan 4
Ciamis seharusnya mempu menjalankan tugas, pokok dan fungsinya di dalam pelaksanaan pembangunan serta pemberdayaan kepemudaan khususnya di wilayah Kelurahan Ciamis, seperti dalam bidang ekonomi, olahraga, keterampilan, keagamaan dan kesenian sesuai dengan tujuan didirikannya Karang Taruna Kelurahan untuk memberikan pembinaan dan pemberdayaan kepada para remaja yang ada dalam suatu desa atau wilayah itu sendiri. Sebagai organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna Kelurahan Ciamis merupakan wadah atau tempat pembinaan dan pengembangan dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dengan pemanfaatan semua potensi yang ada di lingkungan masyarakat baik sumber daya manusia dan sumber daya alam itu sendiri yang telah tersedia. Tetapi dalam kenyataannya, keberadaan Karang Taruna Kelurahan Ciamis kurang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan pemberdayaan kepada kepemudaan di wilayah Kelurahan Ciamis di semua aspek kehidupan. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di Kelurahan Ciamis terdapat program kerja yang telah ditetapkan Karang Taruna Kelurahan Tahun 2015 yakni terlihat pada tabel berikut ini: TABEL 1 PROGRAM KERJA KARANG TARUNA KELURAHAN CIAMIS TAHUN 2016 BIDANG 1. Kerohanian/Keagamaan
2. Pemberdayaan Wanita
3. Pemuda dan Olahraga
PROGRAM KERJA Mengadakan peringatan hari–hari besar Keagamaan. Mengadakan gotong royong menjaga kebersihan lingkungan mesjid dan langgar. Bekerjasama dengan Remaja Mesjid memberikan pelajaran baca tulis Al – Qur‟an bagi anak – anak. Meningkatkan pembinaan dan penyuluhan anak dan remaja sejak dini dalam bidang mental, moral, agama, budi pekerti, sopan santun dalam keluarga dan masyarakat Memberikan dorongan kepada ibu–ibu yang memiliki balita untuk mengikuti kegiatan Posyandu. Memberikan penyuluhan agar tidak menikah di usia muda sebagai antisipasi hancurnya rumah tangga Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya kemampuan hidup dan keterampilan untuk bisa mandiri dan upaya pencegahan 5
REALISASI Tidak Terealisasi Tidak Terealisasi Tidak Terealisasi Tidak Terealisasi
Terealisasi
Tidak Terealisasi
Tidak Terealisasi
penyalahgunaan Narkoba. Mempersiapkan tim olahraga baik putra maupun putri dengan mengadakan latihan rutin minimal satu kali seminggu. Selalu tampil dalam kegiatan yang diadakan oleh masyarakat. 4. Usaha Ekonomi Mengikutsertakan anggota dalam Produktif setiap kegiatan pelatihan, seperti perbengkelan, pertanian, perkebunan, home industri, dan lain-lain yang dapat meningkatkan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Ikut berperan serta dalam usaha pertanian melalui kelompok – kelompok tani 5. Seni dan Budaya Mengadakan latihan untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang seni budaya terutama budaya tradisional. Mengadakan karya wisata. Pengembangan seni tradisional yang ada di Kelurahan Ciamis kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis Sumber : Karang Taruna Kelurahan Ciamis Tahun 2016
Tidak Terealisasi
Tidak Terealisasi
Tidak Terealisasi
Tidak Terealisasi
Terealisasi
Tidak Terealisasi Terealisasi
Dalam kenyataannya program kerja Karang Taruna Kelurahan Ciamis hanya sebagian kecil saja dilaksanakan seperti dalam kegiatan mengadakan latihan untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang seni budaya terutama budaya tradisional, memberikan dorongan kepada ibu–ibu yang memiliki balita untuk mengikuti kegiatan Posyandu serta pengembangan seni tradisional yang ada di Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis. Hal ini mengakibatkan keberadaan Karang Taruna Kurang produktif dan aktif dalam menjalankan Tugas Pokok dn Fungsinya dalam Masyarakat. Dari Hasil observasi tersebut, peneliti mengindikasikan terjadi permasalahan dalam implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, dimana, hal itu dilihat dari adanya indikator-indikator sebagai berikut : 1.
Kurangnya partisipasi Karang Taruna dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari kurang berjalannya program kegiatan yang dilaksanakan oleh pengurus Karang Taruna kepada masyarakat yang ada di Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis.
2.
Kurangnya pemberdayaan pemuda dan pemudi yang dilakukan oleh Karang Taruna. Hal ini sesuai dengan pasal 1 butir 5 Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan menyatakan bahwa “Lembaga 6
kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah Kelurahan dalam memberdayakan masyarakat. 3.
Kurangnya komunikasi antara Karang Taruna dengan Pemerintah Kelurahan Ciamis dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini sebagaimana kedudukan Karang Taruna merupakan mitra Kelurahan dalam memberdayakan masyarakat. Berdasarkan paparan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
lebih lanjut yang kemudian hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi dengan menetapkan judul: “Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis”. Dari
paparan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka peneliti merumuskan
rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis?
2.
Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis?
3.
Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis?
II.
TINJAUAN TEORITIS
1.
Pengertian Kebijakan Istilah kebijakan berasal dari kata bijak yang dalam bahasa inggris berarti policyberbeda
dengan kebijaksanaan (wisdom) maupun kebajikan (virtues) (Suharto, 2012:7). Kebijakan sering digunakan dan dihubungkan dengan keputusan dari para pembuat keputusan. Menurut Suharto, (2012:7) mengemukakan bahwa:”Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan”.
7
Titmuss, (dalam Suharto, 2012:7) mengemukakan bahwa: Kebijakan adalah prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuantujuan tertentu. Dengan demikian kebijakan merupakan suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu Kebijakan tertuang dalam suatu peraturan perundang-undangan yang di tetapkan oleh pemerintah serta pihak-pihak yang memiliki kewenangan membuat dan menetapkan keputusan, oleh karena itu kebijakan sebaiknya diarahkan pada apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan sehingga kebijakan tersebut memiliki efek ketika diimplementasikan oleh aktor-aktor pelaksana (implementator). Menurut pendapat Friedrich (dalam Agustino, 2012:7) mengemukakan bahwa kebijakan adalah : Serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan itu diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud Maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan penyelesaian beberapa maksud atau tujuan. Bagaimanapun juga kebijakan harus menujukkan apa yang sesungguhnya dikerjakan dari pada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah. Dari pendapat tersebut di atas dapat peneliti jelaskan bahwa kebijakan merupakan serangkaian pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu-individu maupun kelompok yang memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan dari alternatif-alternatif guna penyelesaian suatu permasalahan untuk mencapai tujuan. 2.
Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan publik mengandung 3 (tiga) macam konotasi yang terkait dengan istilah
kebijakan publik, yaitu: (1) pemerintah, (2) masyarakat, dan (3) umumsehingga kebijakan publik dinamakan dinamakan public interest, Abidin (dalam Lubis, 2007:8). Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah, (Agustino, 2012:8). Sehingga untuk keberhasilan dalam penyelenggaraan pelayanan kepentingan umum harus ada management (pengelolaan) yang dijalankan lembaga-lembaga atau jabatan resmi, secara tersistem dan terarah. Management yang dilakukan oleh pejabat-pejabat resmi ini merupakan sebuah pelayanan (service) kepada masyarakat, sehingga aparatur pemerintahan merupakan pelayan masyarakat. 8
Menurut Dye, (dalam Subarsono, 2011:2) mengemukakan bahwa:‟kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever government choose to do or not to do)‟. Definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa kebijakan merupakan pemilihan alternatif-alternatif keputusan yang dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan publik/masyarakat. Selanjutnya Anderson, (dalam Agustino, 2012:7) mengemukakan bahwa: Kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan Dalam konteks ini kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh pejabat pemerintah otoritas. Menurut Easton, (dalam Agustino, 2012:8) mengemukakan bahwa: ‟Otoritas dalam sistem politik yaitu para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat, para raja dan sebagainya‟.
Dimana otoritas tersebut
dilakukan untuk memformulasikan kebijakan publik yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana dalam suatu waktu tertentu diminta untuk mengambil keputusan yang kelak di kemudian hari diterima dan mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu. Berdasarkan definisi kebijakan publik tersebut di atas, dapat diidentifikasi bahwa segala tindakan pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk kepentingan umum merupakan kebijakan publik. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa kebijakan publik
merupakan
keputusan-keputusan
yang
di
ambil
oleh
pemerintah
untuk
di
implementasikan sebagai upaya untuk mendistribusikan nilai-nilai dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3.
Pengertian Imlementasi Kebijakan Bagaimanapun baiknya kebijakan disusun apabila tidak diikuti oleh implementasi, tidak
akan menghasilkan tujuan yang diharapkan karena tidak akan berpengaruh apapun terhadap permasalahan
yang
dihadapi.
Udoji,
(dalam
Agustino,
2012:140)
mengemukakan
bahwa:„Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan‟. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Menurut Wahab, (2010:59) menyebutkan bahwa “Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan.” Kemudian pengertian implementasi kebijakan secara sederhana dirumuskan oleh Wahab (2010:64) “Sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan, yang biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan 9
pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden”. Berdasarkan pendapat etrsebut dapat dijelaskan bahwa implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan (Eksekutif). Menurut Mazmania dan Sabatier, (dalam Agustino, 2012:139) mengemukakan bahwa: Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusankeputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya Selanjutnya Metter dan Horn, (dalam Agustino, 2012:139) mendefinisikan implementasi kebijakan adalah sebagai berikut: “Implementasi Kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga (3) aspek hal, yaitu berkaitan dengan adanya tujuan atau sasaran kebijakan, adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan, dan adanya hasil kegiatan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang diarahkan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. 4.
Proses Implementasi Kebijakan Proses implementasi kebijakan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pengambil keputusan yang bersifat politik. Menurut Dunn, (dalam Subarsono, 2011 : 8) menyatakan bahwa: ‟Aktifitas politik adalah serangkaian kegiatan politis yang mencangkup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, penilaian kebijakan.‟ Untuk mencapai tujuan maka suatu kebijakan memerlukan masukan-masukan (policy input) sehingga membentuk suatu agenda kegiatan dalam penyusunan kebijakan. Dalam hal ini Subarsono, (2011 : 11-12) mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal pokok dalam penyusunan agenda kebijakan, yaitu: 1. Membangun persepsi di kalangan stakeholder bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap sebagai masalah, sebab bisa jadi suatu gejala oleh sekelompok tertentu dianggap masalah tetapi oleh sebagian masyarakat yang lain maupun elit politik bukan dianggap sebagai masalah. 10
2. Membuat batasan masalah Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah. 3. Memoilisasi dukungan dapat dilakukan dengan cara mengorganisir kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat, dan kekuatan-kekuatan politik, publikasi melalui media massa dan sebagainya. Menurut Metter dan Horn, (dalam Winarno, 2012 : 159-168) mengemukakan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan yaitu sebagai berikut : 1. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan Identifikasi indikator-indikator kinerja merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan, indikator-indikator ini menilai sejauh mana ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan telah direalisasikan. Ukuran-ukuran dasar berguna dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. 2. Sumber-sumber kebijakan Sumber-sumber
layak
mendapatkan
perhatian
karena
menunjang
keberhasilan
implementasi kebijakan. Sumber yang dimaksud mencangkup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. 3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksana Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab atas kinerja kebijakan, dengan begitu sangat penting untuk memberi perhatian yang besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan serta ketepatan komunikasinya dengan para pelaksana dan keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan yang dikomunikasikan kepada sumber informasi. 4. Karakteristik badan-badan pelaksana Dalam melihat karakteristik badan-badan pelaksana maka pembahasan ini tidak dapat dilepas dari struktur birokrasi. Sistem birokrasi diartikan sebagai karakteristikkarakteristik , norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang ulang dalam badan-badan eksekutif yang memiliki hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan. 5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik Kondisi kondisi ekonomi, sosial dan politik merupakan variabel selanjutnya yang didefinisikan oleh Van Metter dan Van Horn.dampak kondisi ekonomi, sosial dan politik pada kebijakan pablik merupakan pusat perhatian yang besar selama dasawarsa yang lalu. Para peminat perbandingan politik dan perbandingan publik secara khusus tertarik dalam mengindentifikasi variabel-variabel lingkungan pada hasil kebijakan, sekalipun dari faktor-faktor ini pada implementasi, keputusan kebijakan mendapat perhatian yang kecil. 11
Namun menurut Van Metter dan Van Horn,faktor-faktor ini mungkin mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian badan-badan pelaksana. 6. Kecenderungan pelaksana (implementors) Pada tahap ini pengalaman-pengalaman subyektifitas individu memegang peranan yang sangat besar. Van Metter dan Van Horn berpendapat bahwa setiap komponen dari modelmodel yang dibicarakan sebelumnya harus di saring melalui persepsi-persepsi pelaksana dalam yuridiksi, dimana kebijakan tersebut dihasilkan. Terkadang tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya bertentangan dengan sistem nilai pribadi para pelaksana, kesetiaan ekstra organisasi, perasaan kepentingan pribadi. Dalam hal ini kecenderungan pelaksana kebijakan akan memengaruhi kinerja kebijakan. Menurut Cheema dan Rondinelli (dalam Subarsono, 2011 : 101) ada empat variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan, yaitu sebagai berikut ; 1. Kondisi lingkungan 2. Hubungan antar organisasi 3. Sumber daya organisasi untuk implementasi program 4. Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana. Sedangkan menurut George C. Edwards III, (dalam Agustino, 2012 : 149), mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu: 1. Komunikasi, menurutnya lebih lanjut sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektip terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi komunikasi dapat berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat dan konsisten. 2. Sumber daya, sumber daya merupakan hal penting lainnya, menurut George C. Edward III, dalam mengimplementasikan kebijakan. Indicator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu staf, informasi, wewenang dan fasilitas. 3. Disposisi/sikap pelaksana, disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektip, maka pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. 12
4. Struktur birokrasi, walaupun sumber sumber untuk melaksanakan sebuah kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya, dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama dari banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya yang menjadi tidak efektip dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Keempat faktor di atas harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan bersama-sama karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang saling keterkaitan. Oleh karena itu Implementasi kebijakan merupakan suatu proses dinamis, yang mana meliputi interaksi banyak faktor dalam mencapai tujuan kebijakan yang ditetapkan. III. 1.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif, yang menurut Nawawi
(2001:63) metode deskriptif ini diartikan sebagai berikut: Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Ciri-ciri dari metode deskriptif menurut Nawawi (2001: 63) adalah: a. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual. b. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat. Menurut Nazir (2005:54) mengemukakan bahwa: Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
13
Selanjutnya menurut Sugiyono, (2012:213) yang menyatakan bahwa: Dalam penelitian kualitatif teori yang digunakan harus jelas, karena teori disini akan berfugsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian. Dalam kaitannya dengan teori, kalau penelitian kuantitatif itu bersifat menguji hipotesis atau teori, sedangkan dalam penelitian kualitatif bersifat menemukan teori. Dalam penelitian kualitatif jumlah teori yang digunakan sesuai variabel yang diteliti oleh karena itu penelitian kualitatif harus bersifat “perspektif emic” artinya memperoleh data bukan sebagaimana seharusnya, bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti, tetapi berdasarkan sebagai mana adanya yang terjadi dilapangan, yang dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh partisipan/sumber data Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono 2012:13) yang menyatakan karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome d. Penelitian Kualitatif melakukan analisis data secara induktif e. Penelitian kualitatif lebih menekankan maka (data dibalik yang teramati). Pertimbangan yang berhubungan dengan obyek penelitian maka dilakukan upaya-upaya untuk menggali segala sesuatu yang berkaitan dengan sumber diusahakan penuh dengan keakraban karena akan berpengaruh dengan informasi dapat digali. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa, metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama dilapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisi reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail. Pertimbangan yang berhubungan dengan obyek penelitian maka dilakukan upaya -upaya untuk menggali segala sesuatu yang berkaitan dengan sumber diusahakan penuh dengan keakraban karena akan berpengaruh dengan informasi dapat digali. Dalam Metode Kualitatif, peneliti mencoba memanfaatkan wawancara tertulis (pertanyaan isian) ataupun tidak tertulis dan observasi sebagai instrumen penelitian. Jadi dengan demikian peneliti melakukan penelitian secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis, di mana penulis secara intensif, berpartisipasi lama dilapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisi reflektif terhadap 14
berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, sehingga data yang diperoleh di lapangan dapat dipertanggungjawabkan. 2.
Subjek Penelitian a.
Data Menurut Arikunto (2002:96) mengemukakan bahwa:”data adalah hasil pencatatan peneliti baik yang berupa fakta ataupun angka.” Selanjutnya dalam SK Menteri P dan K No.0259/U/1977 tanggal 11 Juli 1977 (Arikunto,2002:96) bahwa: „data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan.‟ Data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui jawaban dari wawancara dengan informan. Para informan diharapkan dapat memberikan informasi yang mendalam dan juga jelas, sehingga informasi itu akan membentuk satuan data tentang penelitian ini.
b.
Sumber Data Sumber data yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah Lurah Kelurahan Ciamis sebanyak 1 orang, Ketua Karang Taruna Kelurahan Ciamis sebanyak 1 orang, Tokoh masyarakat di Kelurahan Ciamis sebanyak 2 orang dan Tokoh Pemuda di Kelurahan Ciamis sebanyak 3 orang. Untuk menentukan informan/narasumber dalam penelitian ini dilaksanakan secara purposive yang menurut Sugiono (2011:96) bahwa :“Sumpling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.” Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaanperbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik, maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rencana dan teori yang muncul. Oleh sebab itu pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan ( purposive sample ). Berdasarkan uraian tersebut diatas maka sumber data primer yang akan dijadikan sebagai adalah sebanyak 7 orang informan. Sedangkan data sekunder
merupakan data yang
diharapkan dapat melengkapi dan mempertajam
kecendrungan yang muncul dari data primer. Data sekunder ini diperoleh dari dokumen, data statistik dari kantor Karang Taruna Kelurahan Ciamis, buku-buku, jurnal ilmiah, surat kabar dan catatan lain yang berkaitan dengan penelitian. 3.
Prosedur Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara sebagai berikut :
1.
Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mempelajari buku-buku atau literatur-literatur untuk memperoleh data yang relevan yang bersifat teoritis 15
sehingga memperoleh suatu gambaran mengenai teori dari masalah yang akan dibahas untuk melengkapi data yang diperlukan. 2.
Studi lapangan, yaitu teknik mengumpulkan, meneliti dan menyeleksi data yang diperoleh secara langsung di lokasi penelitian. Studi lapangan ini dilakukan dengan cara: a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yaitu di kantor KPA Kota Banjar. b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada Sekretaris Komisi penanggulangan AIDS (KPA) Kota Banjar, Pegawai Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) bagian pencegahan penularan HIV/AIDS Kota Banjar, Ketua LSM Mata Hati Kota Banjar.
4.
Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif. Menurut
Bogdan dan Biklen (Moleong, 2007:248) analisis data kualitatif adalah: Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain Secara umum, proses pengolahan data atau analisis hasil penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan analisis yang dilakukan meliputi tiga tahap, seperti berikut: 1.
Tahap
Reduksi,
yaitu
bahwa
proses
analisis
diarahkan
untuk
menelaah
data
(mendeskripsikan dan menginterpretasikan) data lapangan. Kegiatan operasional yang dilakukan antara lain: a. Mengelompokkan data temuan lapangan berkaitan dengan substansi permasalahan penelitian yang diajukan. b. Menemukan pokok-pokok substansi penelitian yang prinsip dari setiap materi permasalahan yang ada dalam penelitian ini. 2.
Tahap Display, yaitu tahap ini merupakan periode interpretasi dan analisis sebagai berikut: a. Memberikan makna dari tiap pokok-pokok temuan sehingga menjadi suatu faktor yang paling esensial. b. Menyusun kesimpulan tiap pokok-pokok temuan berdasarkan interpretasi tertentu. c. Menyusun kesimpulan umum sebagai studi general dari proses analisis yang dilakukan.
3.
Tahap verifikasi, yaitu uji kebenaran terhadap kesimpulan yang telah diambil dengan mewujudkan situasi agar pihak-pihak yang memiliki informasi lengkap, akurat bersedia dimintai keterangan lebih lanjut dan sangat diharapkan agar memberikan data faktual. Proses uji ulang meliputi berbagai kegiatan antara lain: 16
a. Melakukan cek ulang (member check) atas kesimpulan yang diambil dengan mempelajari kembali data awal dan temuan penelitian. b. Menyusun kesimpulan sebagai bagian akhir dari analisa proses akuntabilitas Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Di Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis. IV. 1.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis Berdasarkan 9 pertanyaan yang peneliti ajukan kepada informan yang disusun dengan
mengacu kepada pedoman wawancara mengenai implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis diperoleh keterangan bahwa masih terdapat permasalahan dalam implementasinya dan belum dianggap cukup baik jika dilihat dari aspek-aspek kajian komunikasi, sumberdaya, disposisi pelaksana dan struktur birokrasi. 2.
Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan informan 2 Ketua Karang
Taruna Kelurahan Ciamis, saat melakukan wawancara pada hari kamis 2 Juni 2016 mulai pukul 16.00-17.20 WIB diperoleh keterangan bahwa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis adalah sebagai berikut: 1.
Hambatan mengenai keterbatasan anggaran sehingga mengakibatkan banyak progrm dan kegiatan di tiap bidang kurang berjalan dengan baik dan berkesinambungan dalam masyarakat.
2.
Hambatan partisipasi aktif masyarakat dalam mendukung kegiatan Karang Taruna di masyarakat sehingga pemuda dan pemudi masih banyak yang kurang terbedayakan baik dari bidang keterampilan maupun seni yang mampu diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan.
3.
Kurangnya peran aktif stakeholder terkait baik Pemerintah kabupaten Ciamis maupun Kelurahan Ciamis dalam menunjang kegiatan dan program kerja Karang Taruna seperti 17
bantuan modal usaha sehingga keterampilan dan pembinaan pemuda pemudi di Kelurahan Ciamis tidak mampu terdistribusikan dengan baik yang diharapkan akan mampu meningkatkan perekonomian dan kemandirian pemuda pemudi khsusunya bidang ekonomi. Selanjutnya dengan melihat kepada penjelasan di atas yang berdasarkan atas hasil wawancara terhadap Informan terkait dengan penelitian ini, setidaknya telah memberikan gambaran yang jelas mengenai hambatan yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis. Hasil Observasi lapangan menunjukkan bahwa hambatan yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, yakni seperti keterbatasan anggaran, dukungan stakeholder, serta kurangnya pemberian motivasi berupa tunjangan bagi pengurus dan anggota karang taruna yang juga berkontribusi dan sebagai mitra kerjaPemerintah Kelurahan Ciamis dan mensejahterakan masyarakat. 3.
Upaya-Upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan informan 2 Ketua Karang
Taruna Kelurahan Ciamis, saat melakukan wawancara pada hari kamis 2 Juni 2016 mulai pukul 16.00-17.20 WIB diketahui adanya upaya guna mengatasi hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, diantaraya: 1.
Mengajukan penambahan anggaran bagi Karang Taruna Kelurahn Ciamis pada saat Musrembang di Kelurahan Ciamis untuk setiap tahunnya hingga Rp. 50.000.000, agar pemberdayaan, pembinaan yang dilakukan oleh Karang taruna benar-benar mampu memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya meningkatkan pendapatn masyarakat.
2.
Merangkul setiap elemen dan mengundang stakeholder terkait untuk berkontribusi dalam setiap kegiatan Karang Taruna, hal ini guna memberikan motivasi bagi pemuda dan pemudi di Kelurahan Ciamis untuk lebih inovatif dan kreatif yang mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
3.
Melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam menjalankan setiap kegiatan dan program yang ditetapkan Karang Taruna, karena bagaimanapun juga Karang taruna 18
memiliki banyak keterbatasan anggaran maupun akses oleh karena itu diharapkan keterbatasan tersebut mampu teratasi dengan kerjasama tersebut sehingga hasil karya dan kreatifitas pemuda pemudi dapat disistribusikan dengan tepat dan mampu memiliki nilai jual yang baik dalam masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan. Hasil Observasi lapangan menunjukan bahwa mengenai upaya mengatasi hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, sebaiknya Karang Taruna kelurahan Ciamis mengajukan rencana program kerja kepada Kelurahan Ciamis beserta besaran anggarannya agar dalam realisasinya sesuai dengan kebutuhannya, mencari akses lain di luar Pemerintah Kelurahan Ciamis maupun Kabupaten Ciamis guna bekerjasama dengan Karang Taruna dalam melaksanakan pemberdayaan, pembinaan agar memudahkan pemuda dan pemudi di Kelurahan Ciamis lebih mandiri di berbagai aspek khususnya ekonomi serta meningkatkan kualitas pemuda dan pemudi di Kelurahan Ciamis agar memiliki keterampilan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
V. 1.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan baik melalui observasi dan wawancara
kepada Informan mengenai Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis maka dapat peneliti simpulkan sebagai berikut: 1. Bahwa Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis masih belum cukup baik jika dilihat dari empat faktor yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. 2. Mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis seperti Hambatan mengenai keterbatasan anggaran, kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam mendukung kegiatan Karang Taruna dan peran aktif stakeholder
19
terkait baik Pemerintah kabupaten Ciamis maupun Kelurahan Ciamis dalam menunjang kegiatan dan program kerja Karang Taruna. 3. Mengenai upaya guna mengatasi hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis diantaranya: a. Mengajukan penambahan anggaran bagi Karang Taruna Kelurahn Ciamis pada saat Musrembang di Kelurahan Ciamis untuk setiap tahunnya hingga Rp. 50.000.000, agar pemberdayaan, pembinaan yang dilakukan oleh Karang taruna benar-benar mampu memberikan
manfaat
bagi
masyarakat
khususnya
meningkatkan
pendapatn
masyarakat. b. Merangkul setiap elemen dan mengundang stakeholder terkait untuk berkontribusi dalam setiap kegiatan Karang Taruna, hal ini guna memberikan motivasi bagi pemuda dan pemudi di Kelurahan Ciamis untuk lebih inovatif dan kreatif yang mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. c. Melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam menjalankan setiap kegiatan dan program yang ditetapkan Karang Taruna, karena bagaimanapun juga Karang taruna memiliki banyak keterbatasan anggaran maupun akses oleh karena itu diharapkan keterbatasan tersebut mampu teratasi dengan kerjasama tersebut sehingga hasil karya dan kreatifitas pemuda pemudi dapat disistribusikan dengan tepat dan mampu memiliki nilai jual yang baik dalam masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan. Hasil Observasi lapangan menunjukan bahwa mengenai upaya mengatasi hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, sebaiknya Karang Taruna Kelurahan Ciamis mengajukan rencana program kerja kepada Kelurahan Ciamis beserta besaran anggarannya agar dalam realisasinya sesuai dengan kebutuhannya, mencari akses lain di luar Pemerintah Kelurahan Ciamis maupun Kabupaten Ciamis guna bekerjasama dengan Karang Taruna dalam melaksanakan pemberdayaan, pembinaan agar memudahkan pemuda dan pemudi di kelurahan Ciamis lebih mandiri di berbagai aspek khususnya ekonomi serta meningkatkan kualitas pemuda dan pemudi di Kelurahan Ciamis agar memiliki keterampilan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
20
2.
Saran Setelah penulis mengamati dan mempelajari mengenai Implementasi Kebijakan
Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis maka penulis mencoba memberikan rekomendasi/saran untuk menjadi bahan pertimbangan sebagai berikut: 1. Dalam Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis sebaiknya perlu memperhatikan hal-hal yang dianggap belum optimal seperti adanya pendampingan program Karang Taruna, peningkatan anggaran Karang Taruna tiap tahunnya sehingga Karang Taruna mampu memberikan kontribusi pembangunan bagi masyarakat khususnya di Keurahan Ciamis umumnya bagi kemajuan Pemerintah Kabupaten Ciamis. 2. Untuk menghindari terulangnya kembali hambatan Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis maka seyogyanya memerlukan penanganan yang lebih serius lagi dan perhatian dari semua pihak yang terkait seperti mengopimalkan koordinasi, konsolidasi dan kerjasama pembinaan, dalam melakukan pemberdayaan, pembinaan kepada pemudapemudi di Kelurahan Ciamis agar setiap Karang Taruna di Kelurahan Ciamis lebih memiliki kontribusi kepada masyarakat. 3. Mengenai Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan Oleh Karang Taruna Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis maka Karang Taruna diharapkan lagi lebih mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi dan menjalin kemitraan yang lebih baik dalam rangka mewujudkan pemuda pemudi yang kreatif, inovatif sehingga mampu menjadi generasi bangsa yang lebih baik.
21
DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Cetakan kedua. Bandung : Alfabeta. _____ 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Cetakan kedua. Bandung : Alfabeta. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V Cetakan Keduabelas. Jakarta : Rineka Cipta. Huraerah, Abu. 2011. Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat (Model & Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan). Cetakan Kedua. Bandung : Humaniora. Husein Umar. 2003. Riset Sumberdaya Manusia Dalam Organisasi. Edisi Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Islamy, Irfan.2007. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. _____ 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Iskandar, Jusman. 2005. Kapita Selekta Administrasi Negara dan Kebijakan Publik. Bandung : Puspaga. I Nyoman Sumaryadi. 2010. Sosiologi Pemerintahan Dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan, Interaksi, dan Sistem Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Cet. 1. Bogor : Ghalia Indonesia. Jones, Charles O. 1996. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Kansil, C.S.T. 1991. Pokok-Pokok Pemerintahan di Desa. Jakarta : Ghalia Indonesia. Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gava Media. Lubis, M. Solly. 2007. Kebijakan Publik. Bandung : CV. Mandar Maju. Nugroho, Riant dan Randy R. Wrihatnolo. 2011. Manajemen Perencanaan Pembangunan. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Moleong, Lexy J. 2007 . Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media. Rahmat, Jalaludin. 1995. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Salim, Emil. 1976. Perencanaan Pembangunan & Perataan Pendapatan. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI. Sudjana. 1982. Statistika Untuk Ekonomi Dana Niaga. Jilid II. Bandung : Tarsito. Sunardjo, Unang. 1984. Tinjauan Singkat Tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Bandung : Tarsito. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administratif. Cetakan Ke-15. Bandung : Alfabeta. Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik : Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan. Cetakan : Pertama. Bandung : CV. Alfabeta. Surakhmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Ilmu Dasar dan Teknik. Bandung : Tarsito. Tachjan. 2008. Implementasi kebijakan publik. Bandung : AIPI. Wahab, Solichin Abdul. 2000. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Cetakan Pertama. Yogyakarta : Caps. DOKUMEN-DOKUMEN Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan. Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan. 22
Monografi Karang Taruna Kelurahan Ciamis Tahun 2016
23