Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
PERSEPSI CAMAT KABUPATEN PIDIE TERHADAP KEPEMIMPINAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO SEBAGAI PRESIDEN INDONESIA PERIODE 2004-2009 DAN 2009-2014 ( SUATU KAJIAN PADA UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI )
Muharrir, Adwani Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah
[email protected] ABSTRAK Korupsi di Indonesia adalah penyakit endemik yang sulit sembuh. Penyakit ini sudah lama hinggap dan menyerang seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dipilih secara langsung oleh masyarakat tahun 2004, memberikan harapan besar akan upaya pemberantasan korupsi. Citra SBY tentang pemberantasan korupsi menjadi isu yang sangat menarik di tengah-tengah masyarakat, seperti di Kabupaten Pidie, yang menimbulkan persepsi berbeda-beda khususnya dikalangan Camat mengenai berhasil maupun tidak berhasil SBY dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi Camat Kabupaten Pidie terhadap pemberantasan korupsi pada masa kepemimpinan Presiden SBY, serta kendala-kendala yang dihadapi SBY dalam pemberantasan korupsi. Data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini diperoleh melalui penelitian keperpustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari bukubuku, jurnal dan karya ilmiah lainnya. Penelitian lapangan dengan cara mewawancarai informan-informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi Camat Kabupaten Pidie terhadap pemberantasan korupsi pada masa kepemimpinan Presiden SBY sangat tegas, cepat dan berhasil dalam pemberantasan korupsi, sedangkan persepsi Camat pada periode kedua, bahwa pemberantasannya berjalan lambat dan kurang efektif sehingga kecewa pada kepemimpinan SBY periode kedua. Kendala-kendala yang dihadapi SBY dalam pemberantasan korupsi pada periode pertama yaitu, keterbatasan personil KPK, perselisihan sesama penegak hukum, hukuman ringan bagi koruptor, sedangkan kendala pada periode kedua adanya perpecahan pimpinan KPK dan banyaknya kader demokrat yang terjerat kasus korupsi. Disarankan kepada pemimpin Indonesia dan pemimpin KPK yang saat ini sedang menjabat, semoga mampu memberantas korupsi tanpa melihat siapa pelakunya. KPK sebagai lembaga negara dalam memberantas korupsi di Indonesia, diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Jumlah personil KPK harus ditambah, sesama penegak hukum harus sinergis dan koruptor harus dihukum seberat-beratnya. Kata Kunci: Susilo Bambang Yudhoyono, Pemberantasan Korupsi
1
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
ABSTRACT In Indonesia, corruption has become an endemic disease and has attacked all aspects of the nation. The leadership of Susilo Bambang Yudhoyone who was democratically elected in 2004 was a big hope in terms of the efforts in the corruption eradication. The image of SBY related to the efforts in the corruption eradication was an interesting issue among the citizens, such as in Pidie Regency, the image results in different perceptions among the heads of sub-districs related to whether SBY was succesful in eradicating the corruption in Indonesia or not. The objective of this research was to find out the perception of the heads of sub-districts in Pidie Regency toward the corruption eradication in the period of the leadership of SBY as the President of Indonesia and the obstacles found by SBY in the corruption eradication. The data were collected by doing literature review and field study. Literature review was done by reviewing books, journals, and other scientific writings. Field study was done by interviewing the informants. The results showed that the perception of the heads of sub-districts in Pidie Regency toward stated that the corruption eradication in the first period of the leadership of SBY as the President of Indonesia was strict, quick and succesful while in the second period of SBY as the President of Indonesia, the corruption eradication was considered weak, less effective, and disappointing. The obstacles found by SBY in the first period of his leadership were limited number of staffs of Corruption Eradication Commission (KPK), disputes among the law enforcement officers, light punishment for the corruptors. In the second period, the obstacles were problems related to the Chairman of Corruption Eradication Commission (KPK) and a number of the cadres of Democratic Party (Partai Demokrat) was arrested because of corruption cases. It is suggested that the recent President of Indonesia and the recent Chairman of Corruption Eradication Commission (KPK) could fairly eradicate corruption. In addition, the Corruption Eradication Commission (KPK) as a law enforcer is expected to be responsible in performing its duties and functions. Moreover, the number of staffs working at Corruption Eradication Commission (KPK) should be added, all of the law enforcers must be in a synergistic partnership and the corruptors should receive the heaviest punishment. Keywords: Susilo Bambang Yudhoyono, Corruption Eradication
PENDAHULUAN Korupsi di Indonesia adalah penyakit endemik yang sulit sembuh. Penyakit ini sudah lama hinggap dan menyerang seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa. Setelah hampir 71 tahun kemerdekaan bangsa penyakit ini belum juga hilang, malah sebaliknya, menunjukan tanda-tanda semakin parah. Berbagai upaya pemberantasan penyakit ini sudah dilakukan jauhjauh hari bahkan sejak zaman Orde Lama, ketika istilah korupsi mulai 2
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
dikenal. Pada masa Orde Lama diterbitkan Peraturan Penguasa Militer Angkatan Darat dan Angkatan Laut pada 1957 bernama Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957, yang dimaksudkan untuk menjaring para koruptor ketika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai tidak mampu melakukannya (Widjajanto, 2005: 3). Pada masa Orde Lama itu juga keluar pertama kali Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 tentang Keadaan bahaya yang kemudian digantikan Perpu Np. 24 Tahun 1960. Setahun kemudian Perpu itu disetujui Parlemen menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961, yang menjadi payung hukum pertama pemberantasan korupsi di Indonesia. Akan tetapi usaha pemberantasan korupsi dalam masa ini tidak sukses oleh karena penguasaan bisnis oleh militer dan kolusi yang dilakukan pejabat negara. (Widjajanto, 2005: 3) Pada masa Orde Baru, upaya pemberantasan korupsi semakin ditegaskan dengan hadirnya sejumlah langkah kebijakan, seperti pembentukan Tim Pemberantas Korupsi (TPK) melalui Keputusan Presiden No. 228 Tahun 1967. Empat tahun kemudian DPR merilis UU No. 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pada masa reformasi lahir UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Walaupun demikian, seperti halnya Orde lama, peraturan tinggallah peraturan. Praktek yang terjadi justru sebaliknya, korupsi semakin merajalela diperparah dengan kolusi antara penguasa dan penguasaha serta nepotisme. Ketiga penyakit yang kemudian dikenal dengan singkatan KKN ini justru yang identik dengan pemerintahan era Soeharto tersebut, sekaligus penyakit ini pula yang mengantarkan kekuasaan Orde Baru ke liang kubur, pada 1998, melalui gerakan Reformasi. Pemerintahan baru Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memberikan harapan besar dalam upaya pemberantasan korupsi secara lebih sistematis. Dalam visi-misinya, presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat ini berupaya “menciptakan kepastian hukum, peraturan dan rasa aman untuk berusaha dan bekerja”. Sasaran yang akan dibidik dari komitmen itupun jelas, Pertama, berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi dan hal tersebut di mulai dari jajaran yang paling atas. Kedua, terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa. Ketiga, terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan masyarakat. Setelah menjalani masa pemerintahan pada periode pertama yaitu pada tahun 2004-2009, ternyata Susilo Bambang Yudhoyono masih diberikan kepercayaan penuh oleh rakyat untuk memimpin kembali negara kesatuaan Republik Indonesia untuk kali keduanya. Terpilihnya kembali SBY menjadi presiden bukan tanpa prestasi yang gemilang, melainkan telah mampu memberantas korupsi tanpa tebang pilih, hingga Aulia Pohan yang merupakan besannya sendiri di jebloskan kepenjara dikarenakan kasus dugaan korupsi dana BI sebesar 100 Miliar kepada mantan pejabat BI dan anggota DPR.
3
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
Kegemilangan SBY pada periode pertama tersebut sedikit dicederai oleh beberapa kasus korupsi yang dilakukan beberapa kader dari partainya sendiri (Partai Demokrat) pada periode ke II kepemimpinan SBY. Kasus tersebut yaitu kasus korupsi mega proyek hambalang menyeret beberapa kadernya yaitu Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Malaranggeng sampai menyeret nama besar lainnya seperti Anas Urbaninggrum. Hal tersebut sangat berdampak pada citra baik SBY yang terkenal sangat anti korupsi. Prestasi dan pencapaian pemerintahan Presiden SBY, salah satu hal yang cukup menarik perhatian adalah terkait dengan penegakan hukum Indonesia. Kredit patut diberikan bagi pemerintahan SBY karena cukup banyak kemajuan dibidang ini, terutama mengenai pemberantasan korupsi. Salah satunya telah melahirkan Keppres No.11 tahun 2005 tentang Pembentukan Timtas Tipikor. Pada periode kedua SBY memimpin melahirkan Perpu No. 4 Tahun 2009 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ada begitu banyak kasus yang akhirnya terungkap ke publik. Hampir setiap harinya saluran berita di televisi penuh dengan laporan terbaru terkait kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota partai politik atau pejabat daerah, tak terkecuali politisi dari partai Demokrat, seperti Anas Urbaningrum dan Angelina Sondakh. Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sangat baik dan diharapkan terus berlanjut pada masa pemerintahan Presiden baru. Penilaian masyarakat tentang buruknya SBY dalam memberantas korupsi berhembus kencang ditengah-tengah masyarakat. SBY dianggap tidak serius dalam memberantas korupsi sampai akar-akarnya. Namun perlu di apresiasi juga keberanian SBY dalam memecat beberapa petinggi partai demokrat yang tersangkut masalah korupsi. Bahkan ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaninggrum dipecat dari kepengurusan partai. Citra SBY tentang pemberantasan korupsi menjadi isu yang sangat menarik umumnya di tengah masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Aceh. Banyak persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa SBY telah berhasil dalam pemberantasan korupsi, namun tidak sedikit pula yang beranggapan sebaliknya. Berdasarkan alasan di atas terdapat juga pro dan kontra dalam konteks penyelesaian kasus korupsi pada era kepemimpinan SBY. Publik menganggap terjadinya kondisi tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Contohnya Edhie Baskoro Yudhoyono yang disebut-sebut ikut terlibat dalam kasus korupsi Angelina Sondakh dan banyak menteri di era SBY yang korupsi tetapi tidak di usut oleh KPK (http://www.rahasiakan.com) Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait persepsi para Camat Kabupaten Pidie terhadap kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Indonesia periode 2004-2009 dan 2009-2014, alasannya Camat merupakan pimpinan administratif di tingkat kecamatan, yang berkewajiban mewujudkan pembangunan di wilayah kecamatan dengan dilandasi oleh konsep dan prinsip transparansi dan secara akuntabilitas. Sehingga camat memiliki tugas dan fungsi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini sebagaimana yang
4
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
tercantum dalam undang-undang UU No. 23 Tahun 2014 tentang Kepemerintahan Kecamatan. Kaitannya, SBY sebagai pemerintah di tingkat pusat berkewenangan membuat aturan tentang kepemerintahan di seluruh jajaran eksekutif dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah, termasuk kecamatan yang dipimpin oleh camat. Sehingga, segala sesuatu yang berkaitan dengan kepemimpinan dan kepemerintahan di Indonesia berhubungan dengan pemerintah tertinggi, yaitu presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kewenangan camat termasuk persepsinya menjadi tolak ukur pelaksanaan kepemimpinan bagi jajaran eksekutif dan administratif. Selain itu, camat juga dapat memberikan tanggapan yang akurat tentang kasus korupsi yang terjadi di Indonesia masa kepemimpinan SBY. Persepsi yang disampaikan oleh camat dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat, walaupun camat tidak dipilih secara langsung tetapi camat tetap merupakan perpanjangan suara rakyat ke tingkat atas. Secara struktural camat berada di bawah garis kepemimpinan Bupati dan Presiden tetapi di sisi lain camat juga merupakan perpanjangan suara rakyat untuk Bupati dan Presiden.
TINJAUAN PUSTAKA Kepemimpinan seseorang sangat menentukan sikap masyarakat dalam mempercayai dan mendukung setiap langkah dan keputusan yang diambil. Kepemimpinan juga bukan hanya sebuah pengaruh yang kuat tetapi juga sebagai asset terbesar dalam memajukan literatur daerah atau negara. Gibson dan kawan-kawan dalam Nawawi (2003: 21-22) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai jenis pengaruh yang bukan paksaan untuk memotivasi anggota organisasi agar mencapai tujuan tertentu. Jadi kepemimpinan pada dasarnya memotivasi berarti harus dilakukan sebagai kegiatan mendorong anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan/kegiatan tertentu yang tidak memaksa dan mengarah pada tujuan. Winardi dalam Nawawi (2003: 23) yang mengatakan kepemimpinan adalah hubungan dimana seseorang yakni pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk bekerjasama secara suka rela dalam mengusahakan (mengerjakan) tugas-tugas yang berhubungan, untuk mencapai hal yang diinginkan pemimpin tersebut. Pengertian ini menekankan pada kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain agar melakukan suatu kegiatan/pekerja. Kemudian dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan teori tentang persepsi. Kepemimpinan selalu berkaitan dengan sebuah aspirasi dan persepsi masyarakat. Sebuah ide dan tindakan seorang pemimpin tentu akan menghasilkan persepsi dan perilaku setiap kalangan masyarakat. Secara etimologis, persepsi berasal dari bahasa latin perception yang artinya menerima atau mengambil. Jadi persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterprestasian tarhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan
5
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
merupakan aktivitas yang integrated dalam individu (Alex Sobur, 2003:445). Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (2001:167), Mulyana mendefinisikan yaitu Persepsi sebagai suatu proses internal yang memungkinkan kita untuk memilih, mengorganisasikan serta menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita dan proses tersebut dapat mempengaruhi perilaku kita nantinya. Persepsi merupakan sebuah inti dari komunikasi, karena jika persepsi tidak akurat maka tidak akan memungkinkan kita berkomunikasi secara efektif. Dari persepsilah yang menentukan kita untuk memiliki suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antara individu dan sebagai konsekuensinya maka semakin cenderung membentuk suatu kelompok budaya ataupun kelompok identitas. Menurut Thoha, Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan maupun pendengarannya (Miftah Toha, 1998: 23). Sedangkan menurut Robbins, Persepsi di definisikan sebagai proses dengan nama individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar member makna dalam lingkungan. (Stephen Robbins, 2001: 88)
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan, melukiskan, keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi 2005: 63). Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan informan, dan melakukan studi pada situasi yang alami. Strauss dan Corbin mengatakan bahwa penelitian kualitatif yaitu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya. Dalam hal ini digunakan pendekatan tersebut agar memperoleh informasi dan data yang sesuai dengan penelitian ini terkait dengan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Indonesia periode 2004 2009 dan 2009 - 2014. Peneliti menentukan informan secara purposive sumpling dikarenakan sumber data yang peneliti wawancarai adalah individu-individu yang peneliti anggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan. Adapun yang menjadi informan pada penelitian ini terdiri dari 7 Camat, 2 Tokoh Politik, 2 Tokoh Masyarakat, 2 Ketua Parpol. Para informan tersebut sebagai berikut : 1. Camat Glumpang Baro : Marzuki SH.,MM 2. Camat Muara Tiga : Basri, SH 3. Camat Simpang Tiga : Drs. H. Nadhar Putra, M.Si 6
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
4. Camat Tiro 5. Camat Geumpang 6. Camat Batee 7. Camat Kota Sigli 8. Tokoh Politik 9. Tokoh Politik 10. Tuha Peut Gampong Tijue 11. Pemuda Gampong Baro 13. Sekretaris DPC Partai Demokrat Pidie 14. Ketua DPC Partai PDIP Pidie
: Safrizal, SSTP, M.Ec. Dev : Ir. Saiful Zuhri : Muzakkir, S.Sos : Drs. Saiful Ifwan M, MM : Sayyid Mahfudh Z. SH., MH : Drs.Munir Aziz M.Pd : Sofyan Yacob : Samsul Qahar : Iskandar Siddiq : Hanafiah Ibrahim
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, adapun data yang dipergunakan adalah sebagai berikut: Pertama, data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan melalui hasil wawancara langsung dengan informan dan beberapa pihak yang terkait dengan penelitian ini. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Kedua, data sekunder yaitu data yang diperoleh oleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, laporan, jurnal, majalah, koran, artikel, dokumen dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan peneliti. Teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian ini yaitu kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku teks, jurnal, peraturan perundang-undangan, dll, yang berkaitan dengan penelitian ini, sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara langsung informan yang sudah ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data secara bertahap. Pertama dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumen sehingga dapat ditemukan hal-hal pokok dari proyek yang diteliti yang berkenaan dengan fokus penelitian. Kedua, dilakukan dengan merangkum hal-hal pokok yang ditemukan dalam susunan yang sistematis, yaitu data disusun dengan cara menggolongkan ke dalam pola, tema, unit atau kategori sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah kemudian diberi makna sesuai materi penelitian. Ketiga, dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah diambil dengan data pembandingan yang bersumber dari hasil pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan kesimpulan yang diambil dengan menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian dengan teori-teori para ahli.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menurut Thoha, Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang di alami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan maupun pendengarannya (Miftah 7
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
Toha, 1998: 23). Pada penelitian ini, persepsi menjadi acuan hasil dari penelitian. Tidak dipungkiri, persepsi yang ditemukan begitu beragam dari beberapa informan. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Pemberantasan korupsi di masa pemerintahan SBY tidak lepas dari pro dan kontra di kalangan masyarakat maupun para camat yang menjadi informan dalam penelitian ini. Camat merupakan perpanjangan suara rakyat ke tingkat yang lebih tinggi dan juga dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat. Persepsi para Camat yang ada di Kabupaten Pidie pada masa periode pertama SBY juga menunjukkan hal yang positif. Menurut camat, SBY sangat tegas dalam pemberantasan korupsi. Ketegasan SBY pada tahun periode pertama beliau memimpin, terbukti dengan diperkuatnya beberapa lembaga pemberantasan korupsi. Walaupun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 sudah berbagai kebijakan mengenai anti korupsi dikeluarkan oleh SBY tetap saja masih memiliki kelemahan dari segi implementasinya. Kinerja pemerintahan SBY dalam pemberantasan korupsi pada tahun pertama sudah menunjukkan keberhasilan. Walaupun belum mampu untuk maksimal tetapi dalam hal penegakkan hukum dan khususnya, dalam pemberantasan korupsi. Pemerintahan SBY sudah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh SBY menjadi momok yang menakutkan bagi para pelaku korupsi. Keseriusan SBY dalam pemberantasan korupsi bukanlah omongan belaka, karena pada tahun pertama pemerintahan SBY sudah banyak pejabat negara yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Tetapi ketegasan SBY ini tidak memberikan efek jera, sehingga masih banyak orang tertarik melakukan korupsi. Komitmen terhadap pemberantasan korupsi seharusnya tidak terbatas pada kata-kata saja, akan tetapi harus diwujudkan dalam tindakan dan perilaku yang benar. Dorongan politik dari pemerintahan SBY sangat diperlukan untuk mendukung tindakan dari Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan dalam memberantas korupsi, apalagi dengan adanya KPK yang dibentuk berdasarkan undang undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK pada masa pemerintahan SBY periode pertama sempat menjadi target pelemahan pemberantasan korupsi karena munculnya kasus Antasari Azhar. Ini kemungkinan sebagai alat perseteruan terhadap KPK yang sepak terjangnya mampu mengusik dan mendobrak benteng korupsi di lembaga-lembaga negara yang ada, baik di kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pemerintahan sampai DPR. Persepsi Camat Kabupaten Pidie tentang pemberantasan korupsi dimasa Presiden SBY periode 2009 sampai dengan 2014, SBY mengalami hambatan dan tantangan dalam pemberantasan korupsi, serta kecewa 8
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
terhadap SBY pada kepemimpinan periode ke-2. Upaya pemberantasan korupsi pada periode kedua ini banyak mengalami hambatan, sehingga perkara kasus korupsi tidak selesai secara hukum. Pada periode kedua, memberantas korupsi banyak menuai tantangan dan hambatan. Hambatan dan tantangan dalam memberantas korupsi memang nyata dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak senang terhadap keberhasilan KPK. Seperti pelemahan kinerja KPK yang dibatasi dengan alasan melanggar hak privasi. Kekecewaan masyarakat semakin bertambah dikarenakan orang di lingkungan SBY sendiri menjadi tersangka korupsi. Ini seperti bertolak belakang dengan visi misi SBY yang ingin membuat Indonesia bebas dari korupsi. Hal ini yang menyebabkan citra SBY di mata masyarakat menjadi turun. Kendala-kendala yang dihadapi SBY pada periode 2004 sampai 2009 untuk memberantas korupsi adalah keterbatasan personil KPK, perselisihan sesama penegak hukum dan hukuman ringan koruptor. Keterbatasan dan kendala ini sedikit banyaknya menyulitkan kerja dan tugas KPK dalam membantu pemerintahan SBY untuk memberantas korupsi. Terbatasnya personil KPK pada periode pertama SBY memimpin, membuat kinerja KPK menjadi tidak maksimal. Sehingga KPK harus melakukan komunikasi dengan seluruh instansi terkait agar bisa membantu tugas KPK untuk mengurangi kasus korupsi. Konflik dan perseturuan antara penegak hukum juga menjadi kendala serta hambatan yang di alami oleh KPK. Kasus besar masalah korupsi yang terjadi antara KPK dan POLRI yang sering kita sebut dengan cicak vs buaya, membuat kinerja kedua instansi ini kurang maksimal. Sehingga kasus korupsi menjadi tidak tertangani dengan baik. Salah satu yang juga menjadi tantangan KPK dalam memberantas korupsi adalah vonis ringan para koruptor. Seharusnya para koruptor di berikan hukuman yang berat, agar memberikan efek jera terhadap koruptor dan menjadi contoh bagi masyarakat agar tidak tertarik korupsi. Memang vonis ringan para koruptor memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Hal ini wajar, bisa memunculkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum. Masyarakat beranggapan bahwa vonis ringan koruptor adalah suatu masalah yang harus dipikirkan oleh kepemimpinan SBY agar mengajukan UU yang memberatkan vonis terhadap para koruptor. Dalam hal ini semoga tidak adanya kepentingan bagi beberapa pihak yang terkait, karena ini merupakan salah satu tanda adanya kelemahan di lembaga hukum Indonesia atau oknum penegak hukum yang mampu dikuasai oleh elite politik. Kendala-kendala yang dihadapi SBY pada periode 2009 sampai 2014 dalam pemberantasan korupsi adalah perpecahan pimpinan KPK dan banyaknya kader demokrat yang terjerat kasus korupsi. Perpecahan pimpinan KPK ini membuat KPK tidak fokus dalam menyelesaikan masalah korupsi. Sebagaimana diketahui KPK memiliki beberapa petinggi seperti ketua dan wakil, terkadang diantara petinggi memiliki pendapat yang
9
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
berbeda. Inilah yang menjadikan celah-celah yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain untuk membuat KPK pecah. SBY pun sampai turun tangan agar permasalahan di pimpinan KPK cepat diselesaikan. Perseturuan Abraham Samad dengan wakilnya Busyro Muqoddas dan Bambang Widjajanto terjadi karena menangani kasus wisma atlit dimana kasus ini melibatkan kader Partai Demokrat menjadi tersangka korupsi. Pada saat itu partai demokrat merupakan partai penguasa, hal ini yang membuat munculnya isu intervensi. Kepemimpinan SBY pada periode kedua, mengalami suatu situasi yang sulit untuk membasmi para koruptor. Ini dikarenakan banyaknya kader partai demokrat yang terjerat kasus korupsi, sedangkan SBY merupakan ketua Partai Demokrat pada saat itu. Kasus yang menjerat kader partai demokrat telah mencoreng citra SBY dimata masyarakat dikarenakan Partai demokrat menjadi salah satu pendukung penuh KPK dalam memberantas korupsi dengan jargonnya “katakan tidak pada korupsi”.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan dan analisa data dalam penelitian tentang Persepsi Camat Kabupaten Pidie Terhadap Pemberantasan Korupsi Masa Kepemimpinan SBY Sebagai Presiden Indonesia Periode 2004-2009 Dan 2009-2014, maka akan diuraikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Camat Kabupaten Pidie terhadap Pemberantasan Korupsi oleh SBY pada periode pertama memang mendapatkan apresiasi dari semua lapisan masyarakat, karena SBY sangat tegas dalam pemberantasan korupsi dan SBY berhasil dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan pada periode kedua, SBY mengalami hambatan dan tantangan dalam memberantas korupsi serta kecewa terhadap SBY pada kepemimpinannya periode kedua. 2. SBY mendukung KPK dalam memberantas korupsi, akan tetapi KPK mengalami berbagai kendala. Keterbatasan dan kendala ini sedikit banyaknya menyulitkan kerja dan tugas KPK dalam membantu pemerintahan SBY untuk memberantas korupsi.. Kendala-kendala KPK dalam memberantas korupsi diantaranya keterbatasan personil KPK, perselisihan sesama penegak hukum, hukuman ringan koruptor, perpecahan pimpinan KPK dan banyaknya kader demokrat yang terjerat kasus korupsi. Berdasarkan Kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah sebagai berikut: 1. Kepada pemimpin Indonesia dan pemimpin KPK yang saat ini sedang menjabat, semoga mampu memberantas korupsi tanpa melihat siapa pelakunya. Pada saat periode pertama SBY memimpin Negara Indonesia, banyak hal positif yang bisa diambil untuk diterapkan atau direalisasikan dalam pemberantasan korupsi. Dan untuk KPK, seharusnya dapat menjangkau seluruh wilayah-wilayah yang ada di Indonesia karena korupsi tidak hanya terjadi di pusat saja, melainkan 10
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 1, Nomor: 1-11 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP
banyak kasus korupsi yang ada di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh KPK. 2. Seharusnya pemerintah melakukan pencegahan agar kasus korupsi di negeri ini tidak terjadi lagi. Selain pencegahan dalam memberantas korupsi, perlu adanya lembaga yang khusus menangani tindak pidana tersebut. KPK sebagai lembaga negara dalam memberantas korupsi di Indonesia, diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Jumlah personil KPK harus ditambah, sesama penegak hukum harus sinergis dan koruptor harus dihukum seberat-beratnya.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks Deddy Mulyana. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Miftah Toha. 1998. Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Nawawi, H. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Nawawi, H. 2003. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta: UGM Press Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia Robbins, Stephen. 2001. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prehalindo Widjajanto. 2005. Di Balik Palu Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Masyarakat Transparansi Indonesia. B. Website http://www.rahasiakan.com/2016/02/inilah-5-rahasia-kasus-sby-susah.html di akses pada 6 Oktober 2016, pukul 22.00 Wib. C. Peraturan Perundang-Undangan Perpu No. 4 Tahun 2009 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya UU No. 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Kepemerintahan Kecamatan D. KEPPRES Keppres No.11 tahun 2005 tentang Pembentukan Timtas Tipikor
11