IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEl\IBENTUKAN ORGANlSASl BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAII PROVINSI LAMPtJNG B!RDASARKAN PERATURAN DAERAH PROVJNSI LAMPUNG NOMOR 12 TAHUN 1009
TESIS Sebagai Salah Satu Syarat untuk l\1emperolch Gelar Magister Sains (M.Si.) Pada Program Studi Magister Administrasi Publik
Oleh : M.. Aziz Satriya Jaya NIM 20091511021
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWLJAYA AGUSTUS 2010
HALAMAN PENGESAHAN TESIS Judul Tesis
Implementasi Kebijakan Pembentukan Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Lampung Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009.
Nama Mahasiswa
M. AZIZ SATRIA JAVA
NIM
:
20092511021
Program Studi
Magister Administrasi Publik
Bidang Kajian Utama
Kebijakan Publik
Menyetuiui,
)-
Prof. Dr. Fachrurrozi Syarkowi, M.Sc Pembimbing Pertama
Dr. Alfitri. M.Si Pembimbing Kedua
Mepgetahui,
Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik
HALAMAN PERSETUJUAN KOMISI PENGUJI
Judul Tesis
Implementasi Kebijakan Pembentukan Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Lampung Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009.
Nama
M.AZIZSATRIAJAYA
Program Studi
Magister Administrasi Publik
Bidang Kajian
Kebijakan Publik
Tanggal Ujian
18 Agustus 2010
1
Prof. Dr. Fachrurrozi Syarkowi, M.Sc
TEAM PENGUJI Ketua
2
Dr. Alfitri, M.Si
Sekretaris
3
Prof. Dr. Kgs. M. Sobri, M.Si
Anggota
4
Prof. Dr. Slamet Widodo, MS. MM
Anggota
5
Prof. Dr. Waspodo, MA
Anggota
N
0
NAMADOSEN
TANDA TANG~
ASAL INSTANSI Staf Pengajar MAP PPs Unsri Staf Pengajar MAP PPs Unsri KPS MAP PPs Unsri Staf Pengajar MAP PPs Unsri Staf Pengajar MAP PPs Unsri
I
1.
···f!/
2.~
~r 4. (--~-y 5. ~ ,,,.,.,. I.I.J.I~
Palembang, Agustus 2010 Menyetujui, Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik
rof. Dr. Kgs
• Sobri, M.Si NIP 19631106 199003 1 001
~
HALAMANPERNYATAAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama Tempat dan Tanggal Lahir Program Studi
NIM
: M. Aziz Satriya Jaya : Bandar Jaya, 3 Februari 1978 : Magister Administrasi Publik : 20092511021
Menyatakan dengan susungguhnya bahwa : 1. Seluruh data, informast interpretasi serta pemyataan dalam pembahasan dan kesimpulan yang disaj ikan dalam karya ilmiah ini, kecuali yang disebutkan sumbemya adalah merupakan basil pengamatan, penelitian. pengolahan serta pemikiran saya dengan pengarahan dari pembimbing yang ditetapkan. 2. Karya ilmiah yang saya tulis ini adalah asli dan belurn ~mah diajukan untuk mendapat gelar akademik, baik di Universitas Sriwijaya maupun diperguruan tinggi lainnya. Demikian pemyataan ini dibuat dengan sebenar-benamya dan apabila dikemudian hari ditemukan adanya bukti ketidakbenaran dalam pernyataan tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sangsi akademis berupa pembatalan gelar yang saya peroleh melalui pengajuan karya ilmiah ini.
Palembang, Agustus 2010 :embuat pernyataan BC423AAF20635 [N.o\/o\ IYaU 1\UPIAH
1
~:·~~-~
1ll
"Sesuggulmya Allah tidak menguhah keadaan suatu bum hingga mereka meagubah keadaan J1111 ada pada diri mereb semliri"
( Ar-Ra'd :II) "MAN JADDA WA JADDA"
(SlAPAYANG BERSUNGGUH-SUNGGUH PASTI AlAN BERHASD.) "'AAAD lAD SF.RIBD DAYA, IALAD TIDAl MAD SERIBD lATA"
lupersembakan Tesis ini
Teruntuk
ledua orang tuaku, Ayahanda H.lksir Loth6 dan lhunda tercinta H~ Syamsiah Sesuou, yaag telall melahirkan, membesarbn, membimlaiag dan mendidikku hingga saat ini, semoga mereka benlua selalu dalam leridhoan, dan limpahan Ralunat Allah SWT, serta selalu dalam kasih sayang Rahman du Rahim Allah SWT.Amien_! Istriku tercinta Dini Merianza, SP. yang dengan kesabaran, ketulusan dan keikhlasaooya seoantiasa selaln memberikan dulnmgao moril dan doanya hingga akn dapat menyelesaikan studiku ini Juga huat labldna Sari Maria Jayaoi SB, 18, Norma Jayui SB, dan Aodriyaoi Jayani, SH atas dukungan dan doanya selama ini
IV
ABSTRACT
Thesis with the title Implementing Policy of Formation Organization Regional Development Planning Agency of Lampung Province Based Regulation Number 12 Year 2009 aims to find out how the implementation of the poliey formation of the organization Bappeda Lampung Province on Regulation No. 12 year 2009, and also to find out the factors that determine the implementation, and to find alternative models that can be applied in Bappeda Lampung Province as it role as an organization of regional development planning, so that it could running well. The method used in this study is a qualitative descriptive method, whereby the researcher who became the main instrument iti this study, and sources of research data obtained from interviews with informants, supplemented by supporting documents, as well as studies of literature, books and rules associated with the Regional Deveiopment Piann1ng Agency of Lampung Province. The result of this research shown ; implementing policy of formation organization Bappeda Lampung Province still has not run well, according to research results by using the model of George C. Edwards III, where there are four factors that determine in an implementation of policy: communication, resources, disposition, and the structure bureaucracy, there are stili many problems, especially in the factors of resources and bureaucratic structures. Meanwhile, the factors that are critical in the implementing policy of formation organization internally Bappeda Lampung Province is a Human Resources, Eselonering and Facilities, and externally is a political and legal regulations. From the problems of implementation and the factors that determine both internally and externally is then found to offer an alternative model to improve coordination authority, create standard operating procedures, and conducting human resource management, by planning and human resources building. Key Words: Implementing Policy, Organization, Regional Development Planning Agency.
v
ABSTRAK
Tesis dengan judul Implementasi Kebijakan Pembentukan Organisasi Badan Perericailaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Berdasarkan Peratunm Daerah Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Nomor 12 tahun 2009, dan juga untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan dalam implementasi tersebut, serta untuk menemukan model altematif yang dapat diterapkan pada Bappeda Provinsi Lampung agar Perannya sebagai organisasi perencanaan pembangunan daerah dapat beijalan dengan baik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dimana penelitj yang menjadi instrumen utama pada penelitian ini, dan sumber data penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan informan, dilengkapi dengan dokumen pendukung, serta dari studi kepustakaan, buku-buku dan ~raturan-pcraturan yang oorhubungan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung. Hasil penelitian menurtjukkan ; implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung masih belwn berjalan dengan baik, berdasarkan basil penelitian dengan menggunakan model George C Edwards III, dimana terdapat empat f'aktor yang menentukan dalam sebuah implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi, masih banyak terdapat permasalahan, terutama pada dimensi sumberdaya dan struktur birokrasi. Sementara itu faktor-faktor yang sangat menentukan dalam implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung secara internal adalah Sumber Daya Manusia, Eselonering dan Fasilitas, dan secara ekstemal adalah politik dan Peraturan Hukum yang berlaku. Dari permasalahan implementasi dan faktor-faktor yang menentukan secara internal dan ekstemal tersebut maka ditemukan model altematif yang ditawarkan yaitu dengan mempcrbaiki wewenang koordinasi, membuat standar operasional prosedur, serta melakukan pengelolaan sumber daya manusia, dengan melakukan petencanaan dan pembinaan. SDM. Kata kunci
:
Implementasi Kebijakan, Peinbangunan Daerah
VI
Organisasi,
Badan
Perencanaan
KATA PENGANTAR AJhamdulillahlrobbil alamin, segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan keridhoan-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini juga merupakan tugas akhir Program Pasca Sarjana yang merupakan tugas yang tidak ringan, dan rasanya tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penghargaan dan terima kasih ditujukan kepada Tim Pembimbing yaitu : Bapak Prof. DR. H. Fachrurrozi Syarkowi M.Sc, selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. Alfitri M.Si, selaku pembimbing kedua. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada yang terhormat para Guru Besar, Dosen, dan Korps tenaga pengajar Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya serta semua pihak yang membantu dalam penyelesaian tesis ini, khususnya : I. lbu Prof. DR. Badia Parizade, MBA. selaku Rektor Universitas Sriwijaya 2. Bapak Prof. DR. KMT. Kamaludin, M.Sc Selaku Direktur program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya 3. Bapak Prof. DR. Kgs. M. Sobri M.Si, selaku ketua Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Sriwijaya 4. Staf Administrasi Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Sriwijaya ( Mbak Ari dan Sahrul) yang dengan sabar mengurusi administrasi kami. 5. Kepala Bappeda Provinsi Lampung beserta seluruh pegawai yang telah membantu dalam pembuatan tesis ini (Bang Salam, Bang Bobby, Bang Riko, Mbak Evie, Bang Bus, Bang Herman, Affan, Nurul, Bang Tony, Mas Girnan) 6. Ternan-Ternan Laskar Narsis kelas Bappenas tahun 2009 ( Adit, Tedjo, Jaja, Melly, Yuni, Kartini, Wanti, Rini dan Mbak Novi) atas kebersamaan dan pershabatannya selama ini, sernoga kita bisa menjadi PNS yang rnernberikan pencerahan di dunia birokrasi Indonesia. Masih banyak lagi orang-orang yang telah berjasa dan terlibat dalam penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sernoga Yang Maha Kuasa rnernbalas kebaikan rnereka. Pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak, begitu juga dalam penulisan tesis ini tentunya rnasih banyak kekurangan yang rnasih harus diperbaiki, oleh karenanya kritik, pendapat dan saran yang bersifat membang\m sangat diharapkan oleh penulis. Terima kasih, Wassalam Agustus 20 I 0
M. Aziz Satriya Jaya
Vll
RIWAYAT HIDUP Penulis, M. Aziz Satriya Jaya dilahirkan di Bandar Jaya pada tanggal 3 Februari 1978 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hi. lksir Luthfi dan Hj. Symnsiah Sesunan, yang merupakan pensiunan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Tengah. Selanjutnya pada tahun 2009 saat sedang menjalani tugas belajar penulis menikah dengan Dini Merianza SP. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada SD Negeri 2 Labuhan Ratu pada tahun 1990, SMP Negeri 2 Tanjung Karang pada tahun 1993, SMA Negeri 2 Tanjung Karang pada tahun 1996, selanjutnya penulis diterima di Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen Universitas Lampung dan menyelesaikan kuliah Sl pada tahun 2001. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi gerakan Mahasiswa 1998 di Provinsi Lampung yang berhasil menjatuhkan rezim Orde Baru. Penulis aktif diberbagai organisasi baik yang beraliran kanan sampai dcmgan organisasi yang beraliran kiri, Setelah cukup lama malang melintang di dunia organisasi akhimya penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kota Metro pada tahun 2005, selanjutnya pada tahun 2008 Penulis pindah ke Bappeda Provinsi Lmnpung sampai dengan sekarang sebagai staff Sekretariat Bappeda Provinsi Lampung. Kemudian selama penulis bekerja di Bappeda Provinsi Lampung, penulis berkesempatan untuk mengikuti program beasiswa Bappenas dan berhasil lulus sebagai peserta Beasiswa yang di tempatkan di Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya pada Program Studi Administrasi Publik pada tahun 2009 sampai dengan sekarang.
Vlll
DAFTARISI LEMBAR PENGESAHAN...................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN KOMISI PENGUJI........................... HALAMAN PERNYAT AAN ...............................................................
HALA.MA.N PERSEMBAHAN ............................................................ ABSTRACT........................................................................................... ABSTRAK..............................................................................................
KAT A PENGANT AR ........................................................................... RIWAVAT HID UP............................................................................... DAFTAR 181.......................................................................................... DAFTAR T ABEL.................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
i ii iii iv v
vi vii viii ix xii xiii xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. B. C. D.
Latar Belakang ...... .. .......... ..... ....... ..................... ..... .... ..... .. .. . Perumusan Masalah.. .......... ... .............. ... .. ....... ..... ... .............. Tujuan Penelitian . ................................................................. Manfaat Penelitian ................................................................
1 9 10 II
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ...................................................................... l. Teori Kebijakan Publik ............... .......... ..... ... .. .... ........ ..... 2. Teori Evaluasi Kebijakan ................................................. 3. Teori Implementasi Kebijakan ......................................... 4. Model-Model Implementasi Kebijakan .............. ~............ 4.1. Model George C Edwards........................................ 4.2. Model Ripley dan Franklin ...................................... 4.3. Model Adam Smith.................................................. 4.4. Model Elmore dkk..................................................... 4.5. Model Jaringan......................................................... 4.6. Model Goggin .......................................................... 4. 7. Model lmplementasi Kebijakan yang Dipakai dalam Penelitian ini .. RRRRIIRCR •• R••••• R.• R•• R····R······························ 5. Teori Organisasi ............................................................... 5.1. Pengorganisasian dan Struktur Organisasi.... ..... .. ... . 5.2. Teori X dan Toori Y ................................................ 5.3. Wewenang, Tanggung Jawab dan Pendelegasian Wewenang .. ............. ............ ............. .. ........ .............. 5.4. Koordinasi ................................................................ 5.5. Faktor-Faktor yang Menentukan dalam Implementasi Organtsast... .. ....... ..... .... ....... ............... ..... .. .......... ..... 6. Teori Pereneanaan ............................................................ 7. Teori Pembangunan..........................................................
1X
I2 I2
I6 I9 23 23 29 30 31 32
33 33 34 40 43 44
46 48 49 53
8. Teori Perencanaan Pembangunan Daerah........................ B. Hasil Penelitian Yang Relevan ................ ................ ...... ........ C. Kerangka Pemikiran ................................... ...........................
55 60 63
DAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian................................................. B. Desain Penelitian ...... ...................... .................. .................... C. Definisi Konsep ....... ............................... ..... ...... .... ..... .......... D. Fokus Penelitian ........... .. .......... ...................... .. .... .... ............ E. Jenis dan Sumber Data.......................................................... 1. Jenis Data ............................................... ...... .... ............ .... 2. Sumber Data..................................................................... F. Unit Analisis ......................................................................... G. Teknik Pengumpulan Data ........ ................. ............. ... .... ..... .. H. Keabsahan Data..................................................................... I. T eknik Anal isis Data............................................................. J. Jadwal Penelitian ...................................................................
67 68 69 73 73 73 75 75 75 77 78
BAB IV. DESKRIPSI WILA YAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah....................................................... B. Gambaran Organisasi Bappeda Provinsi Lampung ...... .... ...... 1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran .................. ........... ........ .... 1.1. Visi dan Misi ............................................................ 1.1.1. Visi ............................................................... 1.1.2. Misi....... ... ...... .. ... ..... ......... .. .. .... .. .. .. .. .... .. .. .. .. 1.2. Tujuan dan Sasaran ... ....................................... ........ 2. Tugas, Fungis dan Struktur Organisasi ... .. ... .. .... .... .. .. .. .. ... 2.1. Tugas ........................................................................ 2.2. Fungsi ..... .. .... ....... .. .... ...... ...... ..... ....... .... .. .. ... .. ....... ... 2.3. Struktur Organisasi...... .... .. .. .... .. .. .... .. .... .. .. .. ... .... .. .. .. 3. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan ......................... 3 .1. Kepegawaian .. .... .. .. .. .. . .. .. ...... .. .. .. .. .. .. ... .. .... .. .. .. .... .. .. 3.2. Perlengkapan ............................................................ 4. Program dan Rencana Kegiatan ........................................
79 80 82 82 82 84 84 86 86 86 87 90 90 91 92
4.1. Prograin ....................................................................
92
4.2. Rencana Kegiatan.....................................................
93
BAD V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Komunikasi di Bappeda ......................................................... 1. Transmisi/Saluran Komunikasi di Bappeda ...................... 2. Kejelasan Perintah di Bappeda.......................................... 3. Konsistensi Perintah di Bappeda ....................................... B. Sumber Daya di Bappeda ....................................................... 1. Staff di Bappeda ................................................................ 2.1nformasi Mengenai Cara Keija di Bappeda..................... 3. Beijalannya Kewenangan di Bappeda...............................
X
67
94 96 98 100 102 102 104 106
4. Fasilitas di Bappeda ................................. ........................ C. Disposisi di Bappeda .. ..... ....... ... ... .... ... .... ... ... ..... .. ....... .. ... .... .. 1. Pengangkatan Birokrat di Bappeda.. .. ... ... ........ ........ .. ....... 2. Insentif di Bappeda. .............. ....... ........................ .... ... ....... D. Struktur Birokrasi di Bappeda................................................ 1. Struktur Organisasi Bappeda ... .. ........ .. ..... .............. .. .... ..... 2. Sta.ndar Operasional Prosedur .... .... ... ... .. .. ........ ... ...... ........ E. Faktor-Faktor yang Menentukan Implementasi di Bappeda... I. Faktor-Faktor Internal....................................................... 2. Faktor-Faktor Ekstemal..................................................... F. Model Altematif................................................................... ... 1. Wewenang Koordinasi dan Standar Pelayanan.. .. ... .. .. ... ... 1.1. Struktur Organisasi dan Eselonering. .. .. .... .. ... ....... ... 1.2. Stan.dar O~rasional Prosedur ... .. .. .... .... .. .. .... ... ........ 2. Pengelolan Sumber Daya Manusia ................................... 2.1. Perencanaan Sumber Daya Man usia........................ 2.2. Pembinaan Sumber Daya Manusia...........................
107 109 109 112 114 114 116 119 119 123 126 127 127 13 1 134 134 13 7
BAB VI. KESIMPUL AN DAN SARAN A. Kesimpulan............................................................................. B. Saran-Saran.............................................................................
142 143
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
145
LAMPIRAN Lampiran 1 Pedoman Wawancara........................................................... Lampi ran 2 Rekapitulasi Hasil Wawancara ............... .. .. .. ... .. .. .. .. ...... ... .. . Lamp iran 2 Renja Bap~da Provinsi Lampung Tahun 20 10 .................. Lampiran 3 Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 ................
149 151 168 176
XI
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Tenaga Fungsional Perencana Bappeda Provinsi Lampung .............. 2. Fokus Penelitian ................................................................................. 3. Jadwal Penelitian ............................................................ .................... 4. Data Pegawai Bappeda Berdasarkan Pendidikan............................... 5. Matrik Lingkup Tugas Bappeda Vs SKPD lain.................................
7 70 78 90 130
XII
DAFTAR GAMBAR Gam bar
Halaman
I. Model lmplementasi Kebijakan Publik George C Edwards .............. . 2. Model Berfikir Tindakan Intervensi (Implementasi) ......................... . 3. Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................... .. 4. Bagan Strukl:ur Organisasi Bappeda Provinsi Lampung ................... .. 5. Model Pengelolaan Pegawai di Bappeda .......................................... .. 6. Model Implementasi Kebijakan di Bappeda ...................................... .
24 64 66
X111
89 140 140
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampi ran
l. 2. 2. 2.
Pedoman Wawancara ........................................................................ .. Rekapitulasi Hasil Wawancara ........................................................... . Renja Bappeda Provinsi Lampung Tahun 2010 ................................. . Perda Provinsi Lampung No. 12 Tahun 2009 .................................... .
XlV
149 151 168 176
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Desentralisasilotonomi daerah yang disertai dengan penyerahan personil, pembiayaan dan perlengkapan berimplikasi terhadap beban tugas daerah. Dengan berta.n1bahnya. kewenangan atau urusan pemerintahan, berakibat pula pada meningkatnya beban koordinasi. Behan ini semakin tinggi karena amanat yang harus dilaksanakan terkait dengan produk perundangan turunan dari Undangundang Nomor 32 Tahun 2004. Salah satu peraturan turunan dari Undang- undang nomor 32 tahun 2004 tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 yang mengatur tentang organisasi perangkat daerah, sebagai institusi pelaksana dari pemerintahan daerah. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tersebut, maka semua Pemerintahan Daerah yang ada di wilayah Republik Indonesia hams mengaeu dan berpedoman pada peraturan pemerintah tersebut dalam rangka membuat dan membentuk organisasi perangkat daerahnya masingmasmg. Dalam PP Nomor 41 Tahun 2007 pasal 2 disebutkan bahwa pembentukan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Dalam rangka pembentukan struktur organisasi perangkat daerah, Provinsi Lampung membuat Peraturan Daerah Provinsi Lampung nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan organisasi dan tatakerja lembaga teknis daerah yang kemudian di revisi kembali
l
2
dengan Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang pembentukan organisasi dan tata ketja Inspektorat, Bappe~ dan Lembaga Teknis Daerah. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang merupakan unsur penting dalam pemerintahan Daerah, serta merupakan urusan wajib bagi setiap pemerintah daerah. Artinya, setiap Pemerintahan Daerah di Republik Indonesia
haruslah
memiliki perangkat organisasi Perencanaan Daerah (Bappeda), Ini berarti bahwa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang perencanaan, pengendalian, dan evaluasi program pembangunan dari semua urusan pemerintahan selayaknya juga mengikuti dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 yang ditindaklanuti dengan Peraturan Daerah Provinsi Lampung nomor I 0 tahun 2007 tentang pembentukan organisasi dan tataketja perangkat daerah; yang kemudian direvisi dengan Peraturan Daerah Provinsi Lampung
Nomor 12 tahun 2009 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata ketja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah. Dalam Perda Provinsi Lampung nomor 12 tahun 2009 tersebut, secara jelas mengatur mengenai susunan organisasi/struktur organisasi, eselonering, serta tugas pokok dan fungsi dari Bappeda Provinsi Lampung sebagai landasan terbentuk dan betjalannya organisasi Bappeda di Provinsi Lampung. Dengan adanya
Perda Provinsi Lampung Nomor 12 diharapkan perangkat organisasi
Daerah, khususnya Bappeda dapat betjalan baik dan efektif sehingga dapat mewujudkan pembangunan Lampung.
dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat
3
Sebagaimana Peran dan fungsi Bappeda yang merupakan Koordinator Perencana Pembangunan Daerah, dimana Lembaga perencanaan pembangunan dituntut untuk mampu bertindak sebagai pusat sarafpembangunan (central nerve). Sebagai pusat saraf, disamping mampu menghasilkan inovasi-inovasi kebijakan yang dituangkan dalam rencana, lembaga perencanaan juga harus mampu mengevaluasi pelaksanaan rencana yang dihasilkan. Oleh karena itu, syarat pokok yang diperlukan (necessary conditions) dan kondisi kecukupan (sufficient
condition) agar lembaga perencanaan pembangunan daerah (Bappeda) dapat berfungsi secara optimal berdasarkan kajian akademik Bappeda Provinsi Lampung (2008), antara lain : Pertama:
Jaminan kemampuan lembaga untuk melakukan Koordinasi
SKPD dan Kewilayahan, serta keterlibatan lembaga perencanaan pembangunan dalam proses pengambilan keputusan strategis, seperti alokasi anggaran, prakarsa strategis pemerintah, penanganan dini masalah-masalah darurat, serta penyusunan kebijakan/pengaturan ditingkat nasional; Kedua: Jaminan akses ke informasi strategis baik data yang terdeposit mencakup data kuantitatif perkembangan masyarakat yang dihasilkan Badan Pusat Statistik dan data ruang yang dihasilkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Tanah Nasional (Bakosurtanal). Data tepat waktu mencakup data tentang pasar modal, perkembangan ekspor dan informasi, lalu lintas barang dan jasa dalam negeri, data dasar moneter dan fiskal, kinerja layanan publik seperti kesehatan dan keamanan, perkembangan ekonomi intemasional. Akses ke informasi strategis ini adalah dalam rangka pemantauan dinamika masyarakat
4
yang akan digunakan untuk perencanaan dan memperkirakan kondisi yang memerlukan penanganan darurat. Ketiga: Jaminan akses ke kajian-kajian sosial ekonomi, terutama yang ada di dalam negeri, dan pengusahaan akses kepusat-pusat kajian international. Kalau dalam butir kedua yang diperoleh lebih bersifat "data", dalam butir ini lebih ditujukan pada data yang telah terkaji atau sudah menjadi "informasi". Dalam hal tertentu, jaminan akses ini dapat mengadopsi "kearifan-kearifan" para pakar nasional dalam menjawab tantangan pembangunan. Kombinasi akses kesumber data yang tepat waktu dan data terkaji memungkinkan
lembaga perencanaan
pembangunan menjadi "artificial intelligent" dari masyarakat Indonesia. Keempat: Perencanaan Sumber Daya Manusia yang tangguh dengan jumlah dan tingkat pendidikan yang sepadan dengan tuntutan pekerjaan. Untuk mencapai ini, lembaga perencanaan hams mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki baik melalui pendidikan berjenjang. Disamping itu, upaya-upaya penumbuhan pengetahuan di lingkungan internal, seperti diskusidiskusi berkala, perlu lebih dilembagakan dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana menjaga "brain drain" dari lembaga perencanaan kelembaga lain. Untuk itu, lembaga perencanaan hams menarik bagi semua sumber daya manusia yang bertalenta tinggi. Artinya, "opportunity cost" menjadi seorang perencana hams mendekati "no/". Kelima: Kelembagaan perencanaan yang kredibel, cerdas, cermat. Maksud kelembagaan disini adalah mencakup organisasi sistem nilai, norma-norma, dan tata aturan bagi komunitas perencanaan itu sendiri. Hams ada etika bekerja
5
sehagai seorang perencana pemhangunan. Untuk itt4 penegakan aturan dan nilainilai moral keija harus mendapat perhatian dan prioritas dari pimpinan lemhaga perencana. Selain gamharan organisasi Bappeda yang diharapkan tersehut di atas, Bappeda juga mempunyai hehan pekeijaan terkait dengan tugas-tugas yang diamanatkan
oleh
perundang-undangan
pengendalian, dan evaluasi serta
meliputi
penganggaran~
aspek
perencanaan,
sehab itu maka Perda Provinsi
Lampung Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemhentukan Organisasi dan Tata Keija Inspektorat, Bappeda, dan Lemhaga Teknis Daerah haruslah mengacu terhadap behan tugas Bappeda yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pemhangunan Nasional,
dengan produk
turunan herupa Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pemhangunan, serta peraturanperaturan pemerintah lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi hehan tugas itu sendiri; Kemudian juga Behan Keija yang mencakup
semua Undang-undang
Sektoral yang mengatur pelaksanaan pemhangunan sektor juga herdampak tidak langsung pada kineija perencanaan, pengendalian dan evaluasi dimana Behan tugas terkait dengan tuntutan/aspirasi masyarakat yang harus dirumuskan haik dalam konteks waktu perencanaan tahunan maupun diluar koridor waktu pemhahasan rencana program yang harus ditindaklanjuti dan dirumuskan dalam perencanaan program;
6
Behan tugas terkait dengan rentang koordinasi yang mencakup koordinasi intensif harian dengan Gubemur, Wakil Guhemur, Sekretaris Daerah, Koordinasi Horizontal Wilayah dengan semua propinsi (kerjasama regional), koordinasi horizontal sektoral dengan sernua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), koordinasi dengan Dewan Perwakilan Daerah/DPRD (unsur pimpinan, semua Fraksi, semua Komisi, Panitia Musyawarah, Panitia Khusus), koordinasi dengan semua tingkatan pemerintahan (Kahupaten!Kota dan Pemerintah), koordinasi dengan masyarakat (Non Government Organization/NGO, dunia usaha, serta komponen masyarakat lainnya), koordinasi tindak lanjut kerjasama dengan luar negeri dan sehagainya. Kegiatan koordinasi Bappeda Provinsi Lampung dapat terlihat pada Rencana kerja Bappeda Provinsi Lampung tahun 2010 (terlampir). Behan tugas terkait tugas-tugas tamhahan yang hukan merupakan tugas pokok dan fungsi namun harus tetap dilakukan, misalnya menjalin komunikasi dengan Iegislatif untuk harmonisasi huhungan legislatif dan eksekutif, mediasi dengan calon investor dalam dan luar negeri. Dalam
implementasinya Pemhentukan orgamsas1
Bappeda Provinsi
Lampung herdasarkan Perda nomor 12 tahun 2009, helum hisa menjadikan kinerja organisasi Bappeda Provinsi Lampung lehih efektif dan efisien dalarn rangka memainkan perannya terkait dengan heban tugas yang diamanatkan dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 dan turunannya Selain itu untuk masalah koordinasi, didalarn organisasi pemerintahaan, kewenangan dan rentang kendali itu diperlihatkan dengan tingkat eselon, semakin tinggi eselon, maka akan semakin besar kewenangan dan rentang kendalinya,
7
sehingga dengan eselon yang sama akan sulit untuk bisa mengkoordinasi organisasi lain yang setingkat karena organisasi itu merasa memiliki kewenangan yang sama. Sehingga tugas Bappeda sebagai koordinator kegiatan perencanaan pembangunan di daerah kurang mempunyai kekuatan untuk melakukan koordinasi dan sinergisitas terhadap SKPD lain, disebabkan Bappeda mempunyai eselon yang sama dengan SKPD yang lain. Hal itu terlihat dari setiap Rapat-rapat koordinasi yang dilakukan dalam rangka pembuatan Rencana Kerja Tahunan, ataupun Musrenbang, sedikit sekali kepala-kepala SKPD yang hadir, lebih banyak diwakili stafnya masing-masing yang tidak mempunyai kewenangan. Selain itu, surnberdaya manusia di Bappeda Provinsi Lampung, terutama untuk tenaga fungsional perencana, merupakan orang-orang yang tidak menguasai bidang perencanaan teknis seperti tampak pada tabel berikut :
Tabel 1. Tenaga Fungsional Perencana Bappeda Provinsi Lampung No
Nama
Pangkat/Golongan
Jabatan Lama
1.
Hi. Tannizi Nawawi SH, MH. Drs. Heri Suliyanto, MM. lr. Tibrizi Asmarantaka, MM Drs. M. Natsir Ari Drs. Herry Ismeth Drs. Annukman Sulaiman M.Si. Syairun Mega, SE, MM.
Pembina Utama Madya/IV d
SekdaKab Pesawaran
Pembina Utama Madya/IV d Pembina Utama Madya/IV d Pembina Utama Madya/IV c Pembina Utama Madya/IV c Pembina TK 1/IV b
Kadis Pendidikan Kadis Perkebunan Kasat Pol PP Kabiro Umum Kadis di Lamteng
Pembina TK I/IV b
Kabiro Keuangan
2. 3. 4.
5. 6. 7.
.
Sumber : Bappeda Provms1 Larnpung
Dari Tabel diatas terlihat bahwa semua personil yang ditempatkan di tenaga fungsional perencana Bappeda Provinsi Lampung adalah para mantan pejabat (mantan kepala Dinas, Kantor, Biro, dan Lemtekda) dengan pangkat dan golongan
8
yang tinggi, dimana saat ini
tidak mempunyai jabatan lagi, bukanlah tenaga-
tenaga ah1i dibidang perencanaan yang memahami dan menguasai dibidangnya masing-masing. Masih banyak juga terdapat Sumber Daya Manusia/SDM Bappeda yang ditempatkan pada bidang yang belum tepat sesuai dengan kompetensi dan tingkat pendidikannya. Uraian di atas sangat jelas bahwa beban tugas serta peran dan fungsi Bappeda sangatlah kompleks sehingga harus didukung dengan SDM yang tangguh dan mempunyai kemampuan yang baik. Berdasarkan kondisi di atas perihal implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda nomor· 12 tahun 2009, bahwa Bappeda Provinsi Lampung mempunyai struktur yang Belum efektif dan efisien sehingga yang terjadi struktur organisasi Bappeda yang ada saat ini tidak sesuai dengan yang ada di Perda Nomor 12 Tahun 2009, masih terlihat ada kekurangan dalam hal pembentukan struktur Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan struktur di sekretariat dimana di dalam Perda tersebut Sekretariat terdiri dari dua Bagian dan masing-masing bagian terdiri dari dua sub bagian yang dikepalai oleh sekretaris, sementara dalam implementasinya sekretariat hanya terdiri dari Sekretaris dan tiga sub bagian. . Selain itu Tupoksi Bappeda yang ada dalam Perda Provinsi Lampung Nomor 12 tahun 2009 tidak menyebutkan evaluasi, monitoring dan pelaporan sebagai tupoksi Bappeda, padahal jelas dalam UU Nomor 25 tahun 2004 dan turunannya menyebutkan bahwa salah satu tugas Bappeda yang terpenting adalah melakukan Evaluasi, Monitoring dan Pelaporan terhadap kegiatan pembangunan di daerah. Sehingga dengan implementasi Peraturan Daemh Provinsi Lampung Nomor 12
9
Tahun 2009 yang merupakan dasar dari pembentukan Organisasi Bappeda di Provinsi Lampung, belurn bisa menjadikan kineija organisasi Bappeda Provinsi Lampung sesuai yang diharapkan. Gambaran
permasalahan
diatas
menunjukkan
bahwa
implementasi
Peraturan Daerah Nomor I 2 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Organisasi Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Lampung, menjadi dasar terbentuknya dan beijalannya organisasi
yang
Bappeda di Provinsi
Lampung belum bisa menjadikan kineija organisasi Bappeda Provinsi Lampung menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul
Implementasi Kebijakan Pembentukan Organisasi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan, maka rumusan masalah yang dikaji adalah: 1. Bagaimana implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 12 tahun 2009 sehubungan dengan kineija organisasi Bappeda? 2. Faktor-faktor apa yang menentukan keberhasilan (Internal dan Ekstemal) implementasi kebijakan pembentukan Organisasi Bappeda Provinsi
10
Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 sehubungan dengan Kinerja organisasi Bappeda? 3. Bagaimana model
alternatif implementasi
kebijakan pembentukan
organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 dalam rangka perbaikan Kinerja organisasi Bappeda?
C. Tujuan Penelitian
Rumusan tujuan dari penelitian harus mengacu pada perumusan masa\ah penelitian, oleh karena itu sesuai dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan diatas, maka yang menjadi tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda
Provinsi Lampung sehubungan dengan kinerja serta peran dan fungsi Bappeda
sebagai
organ1sas1
perencanaan
pembangunan
daerah
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 12 tahun 2009. 2. Mengetahui faktor-faktor
yang menentukan keberhasilan (internal dan
ekstemal) Organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 terkait dengan Kinerja organisasi Bappeda. 3. Menemukan model alternatif implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung dalam rangka perbaikan kinerja organisasi Bappeda.
11
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diarnbil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dari
segi
praktis,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi/masukan dan garnbaran umum terhadap tugas dan strategi penyelenggaraan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalarn tataran manajemen Pemerintahan Daerah khususnya di Provinsi Larnpung. 2. Secara teoritis basil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan studi kebijakan publik, terutarna yang berkaitan dengan Bappeda, dan juga sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
BABII TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori Landasan teori sangat diperlukan sebagai landasan analisis untuk
menjawab permasalahan atau pertanyaan dalam penelitian. Selain itu teori diperlukan untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta-fakta yru1g akan diteliti sehingga dapat diperoleh hubungan antara fakta yang didapat dilapangan dengan permasalahan yang timbul guna melakukan analisis dan pembahasan lebih lanjut. Berdasarkan lan.dasan teori yang dikemukak:an tersebut serta sejalan dengan topik dan temanya, melalui pendekatan holistik penelitian ini memerlukan dukungan teori-teori dan referensi-referensi yang relevan dengan judul penelitian, yaitu teori-teori tentang Kebijakan publik, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik, dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Daerah. 1. ·teori Kebijakan Publik Pengertian kebijakan publik menurut Thomas R. Dye adalah " Whatever
Governments choose to do or not to do". Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah. Sedangkan menurut David Easton dalam Pandji Santosa (2008 : 27) mendefinisikan kebijakan publik sebagai
"
keseluruhan".
pengalokasian
nilai-nilai
kepada
seluruh
masyarakat
seeara
Pengertian lainnya dari kebijakan publik adalah merupakan
rumusan keputusan Pemerintah yang menjadi pedoman guna mengatasi masalah 12
13
publik yang menpunym tujuan, rencana dan program yang akan dilaksanakan secara jelas.
Lebih lanjut Anderson dalam Koryati dkk (2005:7) mengatakan
bahwa kebijakan publik merupakan pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan aparatumya. Kebijakan
publik
pada
dasamya
adalah
suatu
keputusan
yang
dimaksudkan untuk mengatasi kesalahan tertentu melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi yang mempunym wewenang dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan Negara dan pembangunan, berlangsung dalam satu kebijakan tertentu. Dalam kehidupan administrasi negara, secara formal, keputusan tersebut lazimnya dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan.
Demikian
pula Theodore Lowi dalam Winarno (2002:51) yang mengungkapkan bahwa masalah publik dapat dibedakan kedalam masalah prosedural yaitu berhubungan dengan bagaimana pemerintah di organisasikan dan bagaimana pemerintah melakukan tugas-tugasnya. Dengan melihat definisi tersebut, maka pemahaman mengenai kebijakan publik dapat disimpulkan menjadi dua pembagian. Pembagian jenis kebijakan publik yang pertama adalah makna dari kebijakan publik, bahwa kebijakan publik adalah hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan atau dibiarkan. Pembagian jenis kebijakan publik publik
dalam arti luas
yang kedua adalah bentuknya. Kebijakan
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kebijakan
dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan, dan peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun
14
disepakati, yaitu yang disebut sebagai konvensi-konvensi. Contoh-contoh dari kebijakan
publik
Paraturan!Keputusan
1m
yaitu
Presiden,
Undang-undang, Peraturan
Peraturan
Menteri,
Pemerintah,
Peraturan
Daerah,
Peraturan!Keputusan Gubemur dan Peraturan!Keputusan Walikota/Bupati. Dalam peraturan tertulis, tingkatan kebijakan publik di Indonesia dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu antara lain : 1. Kebijakan publik tertinggi adalah kebijakan publik yang mendasari dan menjadi falsafah dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang merupakan produk pendiri bangsa Indonesia, yang dapat di revisi hanya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai perwujudan dari seluruh rakyat Indonesia. 2. Kebijakan publik yang kedua adalah yang dibuat dalam bentuk kerjasama antara
legislatif
dan
eksekutif.
Model
tru
bukan
menyiratkan
ketidakmampuan legislative, namun _menyiratkan tingkat kompleksitas permasalahan yang tidak memungkinkan legislative bekerja sendiri. Contoh kebijakan publik yang dibuat bersama antara eksekutif dan legislative ini adalah adalah Undang-Undang dan Peraturan Daerah. 3. Kebijakan Publik yang ketiga adalah kebijakan yang dibuat oleh eksekutif saja.
Di
dalam
perkembangannya,
peran
eksekutif tidak
cukup
melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh legislatif, karena produk dari legislatif berisikan peraturan yang sangat luas, sehingga dibutuhkan peraturan pelaksana yang dibuat sebagai turunan dari produk peraturan
15
legislatif. Contoh kebijakan Publik yag dibuat oleh eksekutif adalah Peraturan
Pemerintah
(Kcppres/Perpres),
(PP),
Keputusan!Peraturan
Keputusan/Peraturan
Menteri
Presiden
(Kepmen!Permen),
Keputusan/Peraturan Gubemur, Keputusan/peraturan Walikota/Bupati. Kebijakan Publik tidak lahir begitu saja, namun melalui proses atau tahapan yang cukup panjang. Misalnya menurut Anderson (dalam Widodo 2007 : 16) yang membedakannya dalan1 lima langkah proses kebijakan, yaitu (a) agenda setting, (b) policy formulation, (c) policy adoption, (d) policy Implementation, (e) policy
assessmen/evaluation.
Sementara
Riplay
(dalam
Widodo
2007
16)
membedakannya dalam empat tahapan, yaitu (a) agenda setting, (b) formulation
and legitimating of goals and programs, (c) program implementation, pelformance, and impact, and program. Kebijakan Publik, dibuat bukannya tanpa maksud dan tujuan, maksud dan tujuan dari kebijakan public adalah untuk memecahkan masalah atau mencari solusi altematif dari masalah yang menjadi isu bersama yang berkembang di Masyarakat. Oleh karena itu tidak semua masalah yang berkembang di masyarakat bisa melahirkan satu kebijakan publik, hanya masalah publik yang dapat menggerakkan orang banyak untuk ikut memikirkan dan mencari solusi yang bisa menghasilkan suatu kebijakan publik. Serta kebijakan publik pastinya tidak akan memberikan kepuasan kepada seluruh masyarakat, akan tetapi pasti masih ada masyarakat yang merasa tidak puas terhadap suatu kebijakan publik yang dibuat, hanya saja persentase antara masyarakat yang mersa puas dan tidak
16
puas haruslah jauh lebih banyak masyarakat yang merasa puas daripada yang tidak puas. Berdasarkan kescluruhan uratan maupun pcngertian yang disebutkan diatas, mak.a dapat diartikan bahwa pengertian kebijakan publik adalah apa-apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk dikeijakan maupun tidak dikeijakan oleh pemerintah baik yang berbentuk perundang-undangan tertulis maupun tidak tertulis. 2. Teori Evaluasi Kebijakan
Menurut Abidin (2006 : 211) evaluasi secara lengkap mengandung tiga pengertian yaitu : 1. Evaluasi awal, sejak dari proses perumusan kebijakan sampai saat sebelum dilaksanakan (ex-ante evaluation); 2. Evaluasi dalam proses pelaksanaan atau monitoring 3. Evaluasi akhir, yang dilakukan setelah selesai proses pelaksanaan kebijakan (ex-post evaluation) Evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik mencapai basil sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Kebijakan publik seringkali terjadi kegagalan dalam meraih maksud dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya Wibawa dkk (1994 : 9-1 0) mengemukakan bahwa "evaluasi kebijakan bermaksud untuk mengetahui 4 aspek yaitu : 1) proses pembuatan kebijakan, 2) proses implementasi, 3) konsekuensi kebijakan, dan 4) efektivitas dampak kebijakan. " Evaluasi terhadap aspek kedua disebut evaluasi
17
implementasi sedangkan evaluasi terbadap aspek ketiga dan keempat disebut evaluasi dampak kebijakan. Abidin (2006 : 213)
lebih lanjut mengemukakan bahwa informasi yang
dibasilkan dari evaluasi merupakan nilai (values) yang antara lain berkenaan dengan: 1.
Efisiensi (Efficiency), yakni perbandingan antara basil dengan biaya,
2.
atau (basjJJbjaya). Keuntungan (profitability), yaitu selisib antara basil dengan biaya
3. 4. 5. 6.
atau (basil/biaya). Efektif (effectiveness), yakni penilaian pada hasil, tanpa memperbitungkan biaya. Keadilan (equity), yakni keseimbangan (proporsional) dalam pembagian hasil (manfaat) dan/atau biaya (pengorbanan) Detriments, yakni indikator negatif da]am bidang sosial seperti kriminal dan sebagainya. Manfaat tambahan (marginal rate of return), yaitu tarnbahan basil baT'lding biaya atau pengorbanan (change-in benefits/change -incost).
Fungsi evaluasi menurut Agustino (2006: 188-189) ada tiga macam yaitu" 1) memberi infonnasi yang valid dan dipercaya mengenai kebijakan, 2) memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terbadap nilai-niai yang mendasari pemiliban tujuan dan target, 3) memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisiskebijakan lainnya, seperti perumusan masalah dan rekomendasi kebijak.an. Fungsi
evaluasi
kebijakan
sangat
berguna
untuk
mendapatkan
hasiVinformasi mengenai kinerja kebijakan. Dunn dalam Leo Agustino (2006: 189) menyatakan bahwa "ada beberapa pendekatan evaluasi kebijak.an guna menghasilan penilaian yang baik. Pendekatan-pendekatan tesebut adalah : 10 evaluasi semu, 2) evaluasi formal, 3) evaluasi keputusan teoritis. Penjelasan lebib
18
rinci dikemokakan oleh Dunn dala.u Dwidjowijoto, (2006: 163- I 64) sebagai berikut: Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan infonnasi yang valid mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil kebijakan. Asumsi utamanya adalah bahwa ukuran tentang manfaat dan nilai merupakan suatu yang dapat terbukti dengan sendirinya. Evaluasi formal (formal evaluation) juga menggunakan metode deskriptif dengan tujuan untuk menghasilkan infonnasi yang valid dan terpercaya mengenai hasil suatu kebijakan. Asumsi utamanya adalah tujuan, dan target yang diumumkan secara fonnal merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai kebijakan program. Evaluasi keputusan teoritis (decision theoretic evaluation) menggunakan metode deskriptif juga untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggm1gjawabkan dan valid menangani hasil-hasil kebijakan yang secara ekplisit dinilai dari pelaku kebijakan.
Evalnasi terhadap kegiata.1 yang tela.; diimplementasikan perlu dilak-ukan dan ada beberapa metode yang dapat digunakan. Menurut Finsterbuch dan Motz dalam Subarsono (2005 : 128) menyatakan bahwa " ada empat jenis evaluasi yaitu : I) single program after only, 2) single program before after, 3)
comparative afterpnly, dan 4) comparative before after." Evaluasi single program after-only merupakan desain yang paling lemah karena tidak diketahui baik tidaknya program terhadap kelompok sasara.1, dati tidak diketahui juga kelompok sasaran sebelum menerima program. Evaluasi single program after-before dapat digunakan untuk mengetahui keadaa.1 kelompok sasrnn sebelmn menerima program tetapi tidak dapat mengetahui efek dari program tersebut.
19
Evaluasi
comparatif after-only
merupakan
evaluasi
dengan
cara
membandingkan kelompok sasaran dengan kelompok bukan sasaran. Pada evaluasi jenis ini efek progam terhadap kelompok sasaran tidak diketahui Evaluasi comparative before-after merupakan gabungan dari ketiga kelompok diatas. Sehingga kelemahan yang ada diketiga desain diatas dapat diatasi oleh desain evaluasi ini. uraian diatas dapat diartikan bal1wa evaluasi perlu dilakukan karena tidak semua kebijakan yang dibuat dapat di implementasikan
sesuai rencana, atau
bahkan sebuah kebijakan tidak bisa dijalankan, sehingga dengan adanya evaluasi dapat memberikan masukan, kritik dan saran terhadap kebijakan yang dibuat mulai dari implementasi sampai dengan dampak/hasil kebijakan yang terjadi.
3. Teori Implementasi Kebijakan Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pemyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Leo Agustino (2006: 138), yaitu: "adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit Iagi merumuskannya dalam katakata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien."
20
Dalam derajat lain Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya
Implementation
and
Public
Policy
dalam
Leo
Agustino
(2006: 139)
mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai: "Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusankeputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya"
Sedangkan, Van Meter dan Van Hom dalam Leo Agustino (2006 : 139) mendefinisikan implementasi kebijakan, sebagai: "Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan
kebijaksanaan" Dari tiga definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan. Berdasar unuan tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart Jr. dalam Leo Agustino (2006 : 139) dimana mereka katakan bahwa implementasi sebagai suatu
21
proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle dalam Leo Agustino (2006 : 139) sebagai berikut: "Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah peJaksanaan program sesuai dengan yang teJah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai"
Perlu dicatat bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Chief J.O Udoji dalam Leo Agustino (2006 : 140) dengan mengatakan bahwa: "Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan.
Kebijakan-kebijakan hanya akan
sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan" Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan, dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yakni pendekatan top down, dan bottom up. Dalam bahasa Lester dan Stewart dalam Leo Agustino (2006 : 140) istilah itu dinamakan dengan the command and control
approach (pendekatan kontrol dan komando, yang mirip dengan top down approach) dan the market approach (pendekatan pasar, yang mirip dengan bottom
22
up approach). Masing-masing pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya. Sedangkan pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun dikemudian hari diantara pengikut pendekatan ini terdapat perbedaanperbedaan, sehingga menelurkan pendekatan bottom up, namun pada dasamya mereka
bertitik-tolak
pada
.
.
asums1-asums1
yang
sama
dalam
bentuk
mengembangkan kerangka anal isis tentang studi implementasi. Dalam pendekatan Top down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari al1:or tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan Top Down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokratbirokrat pada level bawahnya. Jadi inti dari pendekatan Top Down adalah sejauh mana tindakan para pelaksana (administratur dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat. Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat mungkin oleh karena street level-level-bureucrats tidak dilibatkan dalam formulasi kebijakan. Berangkat dari perspektif tersbut, maka timbullah pertanyaanpertanyaan sebagai berikut : I. Sampai sejauhmana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten dengan keputusan kebijakan tersebut?
23
2. Sejauhmana tujuan kebijakan tercapai? 3. Faktor-faktor apa yang secara prinsipil mempengaruhi output dan dampak kebijakan? 4. Bagaimana
kebijakan
tersebut
difommlasikan
kembali
sesua1
pengalaman lapangan? Empat pertanyaan tersebut mengarah pada inti sejauhmana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah digariskan para pembuat kebijakan dilevel pusat. Fokus tersebut membawa konsekuensi pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai ukuran efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.
4. :Model-Model Implementasi Kebijakan Terdapat banyak model-model Implementasi kebijakan baik yang beraliran
Top Down, ataupun Bottom Up yang dapat dijadikan rujukan atau pedoman dalam mengadakan penelitian mengenai implementasi kebijakan antara lain :
4.1.
Model George C Edwards Beberapa ilmuan penganut aliran Top Down salah satunya adalah George
C. Edward III. Model Implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward III yang menamakan model implementasi kebijakan pubiknya dengan
Direct and Indirect Impact On Implementation dalam Leo Agustino (2006: 149) dimana terdapat empat faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu : (I) Komunikasi, (2) Sumberdaya, (3) Disposisi, (4) Struktur BirokraSi.
24
Gambaran Implementasi kebijakan menurut George C. Edward III merupakan salah satu model daripada implementasi kebijakan secara lebih rinci dapat dilihat pada gambar di baah ini:
Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan Publik Menurut George C. Edward Ill Sumber : Diadopsi dari Leo Agustino, (2006 : 150)
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan, menurut George C. Eward III, adalah komunikasi. Komunikasi, menurutnya lebih lanjut, sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan hila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.
Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus
tepat, akurat, dan konsisten.
Komunikasi (atau pentransmisian informasi)
diperlukan agar para pembuat keputusan· di dan para implementor akan semakin
25
konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:
a.
Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
Seringkali yang terjadi dalam penyaluran
komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. b.
Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (streetlevel-bureuacrats)
haruslah jelas dan tidak
membingungkan (tidak
ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi,
pada tataran
tertentu,
para
pelaksana
membutuhkan
fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c.
Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
suatu kebijakan adalah sumberdaya. Sumberdaya merupakan hal penting lainnya, menurut George C. Edward III dalam Leo Agustino (2006 : 151) dalam
26
mengimplementasikan kebijakan.
lndikator sumber-sumberdaya terdiri dari
beberapa elemen, yaitu: a. Staf;
sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah
staf.
Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan
yang
diperlukan
(kompeten
dan
kapabel)
dalam
mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. b. Jnformasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor ha..-us mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum. c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan.
Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi
para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik
27
tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efekiivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya. d. Fasilitas; fasilitas
~sik
juga merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik, bagi George C. Edwards III, adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang
akan
dilakukan
tetapi
juga
harus
memiliki
kemampuan
untuk
melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. '
Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut George C. Edward III dalam Leo Agustino (2006 : 152), adalah:
28
a. Pengangkatan menimbulkan
birokrat;
hambatan-hambatan
pelaksana
atau
sikap
para
yang
nyata
terhadap
disposisi
akan
implementasi
kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
Karena itu, pemilihan dan
pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga. b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah
memanipulasi insentif.
kecenderungan
para
pelaksana
adalah
dengan
Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak
menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik.
Hal ini dilakukan sebagai upaya
memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi. V ariabel keempat, menurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang,
29
ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arab yang lebih baik, adalah: melakukan Standar
Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan
rutin
yang
memungkinkan
para
pegawai
(atau
pelaksana
kebijakan/administratur/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya peyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktiuvitas pegawai diantara beberapa unit keija.
4.2.
Model Ripley dan Franklin Menurut Ripley dan Franklin tiga cara yang dominan untuk mengetahui
keberhasilan suatu implementasi seperti diungkapkan Ripley dan Franklin, dalam
Amri Yousa (2007 : 82), yaitu : 1. Beberapa diskusi yang membahas tentang keberhasilan suatu implementasi, yang seharusnya diukur dari tingkat kepatuhan (compliance) pada bagian birokrasi terhadap birokrasi superior atau dengan kata lain, dengan tingkat birokrasi pada umumnya dalam suatu mandat khusus yang diatur dalam undang-undang. Persepktif
30
kepatuhan ini semata-mata hanya membicarakan masalah-masalah perilaku birokrasi ; 2. Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya rutinitas
fungsi dan tidak adanya masalah- masalah yang dihadapi; 3. Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan mengarah pada implementasi dan dampaknya yang dikehendaki dari semua programprogram yang dikehendaki. Pendapat Ripley dan Franklin diatas menunjukkan bahwa keberhasilan suatu implementasi akan ditentukan bagaimana tingkat kepatuhan, lancarnya rutinitas fungsi lembaga , dan hasil program yang sesuai dengan rencana dari program. Bila dilihat dari ketentuan diatas maka ketiga faktor tersebut sebenamya dapat juga dipandang sebagai salah satu alat untuk mengevaluasi terhadap implementasi kebijakan. 4.3.
Model Adam Smith
Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan
•
dalam persfektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut Smith dalam Islamy (200 1), implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memamndang proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.
31
Menurut Smith dalam Islamy (200 1), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu : 1. Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya 2. Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilaku dengan kebijakan yang telah dirumuskan 3. Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan. 4. Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang
mempenga.rtll~i
implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.
4.4.
Model Elmore, dkk Model yang disusun Richard Elmore (1979), Michael Lipsky ( 1971 ), dan
Benny Hjem dan David 0' Porter (1981) dalam Riant Nugroho (2008; 446). Model ini dimulai dari mengidentifikasi jaringan actor yang terlibat dalam proses pelayanan dan menanyakan pada mereka : tujuan, strategi, aktivitas, dan kontakkontak yang mereka miliki. Model implementasi
ini didasarkan pada jenis
kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun hanya ditataran rendah. Oleh karena itu kebijakan yang dibuat harus sesuai
32
dengan harapan, keinginan, publik yang menjadi target atau kliennya, dan sesuai juga dengan pejabat eselon rendah yang menjadi pelaksananya. Kebijakan model ini biasanya diprakarsai oleh masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga nir laba kemasyarakatan (LSM).
4.5.
Model Jaringan Model ini memahami bahwa proses lmpementasi kebijakan adalah sebuah
complex of interaction processes diantara sejumlah besar actor yang berada dala.."TI suatu jaringan (network) aktor-aktor yang independen. Interaksi para aktor dalam jaringan tersebutlah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan,
permasalahan-pemmsalahan
yang
harus
dikedepankan,
dan
diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting didalamnya. Pemahaman ini antara lain dikembangkan dalam sebuah buku yang ditulis tiga orang iluwan Belanda, yaitu Walter Kicker, Eric Hans Klijn, dan Joop Koppenjan,
managing complex network: Strategies for the public sector (1997), Dalam Riant Nugroho (2008; 450). Pada model ini, semua aktor dalam jaringan relatif otonom, artinya mempunyai tujuan masing-masing yang berbeda. Tidak ada aktor sentral, tidak ada aktor yang menjadi koordinator. Pada pendekatan ini, koalisi dan/atau kesepakatan diantara aktor yang berada pada sentral jaringan menjadi penentu imlpementasi kebijakan dan keberhasilannya. Pada gambar berikut, kita dapat melihatnyya pada aktor
A,B,C,D, dan E. Pemahaman Janngan ini dapat dikatakan diembangkan dari teori kortmnikasi jaringan, yang berkembang pada awal tahun 1980-an, oleh Everett M.
33
Rogers dan Lawrence Kincaid ( 1981) (dalam Riant Nugroho 2008; 451), dan di Indonesia dikembangkan dalam bentuk studi-studi jaringan komunikasi dengan metode pemetaan sosiometri. Sementara untuk model yang berada di tengah, dapat juga disebut model campuran adalah model Goggin. 4.6.
Model Goggin
Malcolm Goggin, Ann Bowman, dan James Lester mengembangkan apa yang disebutnya sebagai "Generasi Ketiga Model Implementasi Kebijakan" (1990)
dalam
Riant Nugroho
(2008
444).
Goggin, dkk.
Bertujuan
mengembangkan sebuah model implementasi kebijakan yang "lebih ilmiah" dengan menggunakan pendekatan "metode penelitian" dengan adanya variabel independen, intervening, dan dependen, dan meletakkan faktor "komunikasi" sebagai penggerak dalam implementasi kebijakan. 4. 7.
Model Implementasi Kebijakan yang Dipakai dalam Penelitian Ini
Dalam melakukan sebuah penelitian, biasanya dipakai model yang merupakan basil dari penelitian yang pemah dilakukan sebelumnya dan sudah menjadi sebuah teori. Model-model ini merupakan teori atau konsep-konsep yang ideal yang pemah dibuat pada satu situasi, kondisi dan waktu tertentu, sehingga setiap model pastilah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing tergantung dengan situasi, kondisi, waktu dan wilayah penelitian pada saat model tersebut di buat. Namun model-model ini perlu dipakai dalam sebuah penelitian sebagai araban bagi peneliti dalam melakukan sebuah riset atu penelitian. Dalam
34
penelititan ini model yang akan di pakai adalah ; Model George C Edwards III dengan alasan sebagai berikut : 1. Tidak ada pilihan model yang terbaik, yang ada adalah pilihan-pilihan yang harus kita pilih secara bijaksana sesuai dengan kebutuhan kebijakannya sendiri (Riant Nugroho, 2008 : 454). 2. Dalam penelitian ini fokus penelitian lebih tertuju pada lembaga atau organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2009, yang lebih menekankan pada unsur-unsur pokok dalam sebuah organisasi terutama Sumber Daya,
dan Struktur Birokrasi,
termasuk Disposisi dan komunikasi. Sementara model yang paling detil membahas permasalahan ini adalah model George C Edwards. 5. Teori Organisasi
Menurut Sutarto (2006 ; 40) Organisasi adalah sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Dari definisi yang sederhana ini dapat dikemukakan adanya berbagai faktor yang dapat menimbulkan organisasi, yaitu orang-orang, kerjasama, dan tujuan tertentu. Berbagai faktor tersebut tidak dapat saling lepas berdiri sendiri, melainkan saling kait merupakan suatu kebulatan. Maka dalam pengertian organisasi digunakan sebutan sistem yang berarti kebulatan dari berbagai faktor yang terikat oleh berbagai asas tertentu. Pendapat lain mengenai organisasi disampaikan oleh Oliver Sheldon (1923) dalam Sutarto (2006; 22) "Organization is the process ofso combining the work which individuals or groups have to perform with the faculties necessary for
35
it execution that the duties, so formed, provide the best channels for the efficient, systematic, positive, and co-ordinated application of the available effort," yang
berarti bahwa organisasi adalah proses penggabungan pekerjaan para individu atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas, sedemikian rupa, memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang efisien, sistematis, positif, dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia Sementara itu D Mooney (1974) dalam Wursanto (2005; 52) berpendapat bahwa "Organization is the form of every human association for the attainment of common purpose. " Artinya organisasi merupak.an bentuk dari setiap perserikatan
manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama. Masih dalam Wursanto (2005 ; 53) S. Prajudi Atmosudirdjo berpendapat bahwa organisasi merupak.an struktur tata-pembagian keija dan struktur tata-hubungan keija antara sekelompok orangorang pemegang posisi yang bekeljasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan yang tertentu. Pada dasarnya pengertian organisasi dapat dibedak.an menjadi dua macam, yaitu organisasi dalam arti statis, dan organisasi dalam arti dinamis. Organisasi dalam arti statis berarti melihat organisasi sebagai sesuatu yang tidak. bergerak I diam.
Organisasi dalam arti statis merupakan wadah atau tempat kegiatan
administrasi dan manajemen berlangsung dengan gambaran yang jelas tentang saluran hierarki daripada kedudukan, jabatan wewenang, garis komando dan tanggungjawab.
Organisasi dalam arti dinamis berarti memandang organisasi
sebagai suatu organ yang hidup, suatu organisme yang dinamis. Memandang
36
organisasi sebagai organisme yang dinamis berarti memandang organisasi tidak hanya dari segi bentuk dan wujudnya, tetapi juga melihat organisasi itu dari segi isinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi dalam arti dinamis merupakan proses kerjasama antara orang-orang yang tergabung dalam suatu wadah tertentu untuk mencapai tujuan bersama seperti yang telah ditetapkan secara bersama-sama pula (Wursanto, 2005; 43). Berdasarkan formalitasnya, organisasi terbagi atas organisasi formal dan organisasi informal. Organisasi formal merupakan organisasi yang mempunyai struktur yang menggambarkan hubungan-hubungan kerja, kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab antara pejabat dalam suatu organisasi. Sementara organisasi informal merupakan organisasi yang disusun secara bebas dan spontan, dan keanggotaannya diperoleh secara sadar atau secara tidak sadar dimana kapan seseorang menjadi anggota sulit ditentukan. Dalam organisasi informal tidak ada perincian secara tegas tentang tujuan organisasi dan tidak adanya struktur organisasi (Wursanto, 2005: 63). Secara garis besar, berdasarkan bentuknya organisasi terbagi menjadi dua, yaitu ditinjau dari jumlah pucuk pimpinan dan ditinjau dari saluran wewenang. Antara bentuk organisasi berdasarkan jumlah pucuk pimpinan dengan bentuk organisasi saluran wewenang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dalan1 pemakainnya, artinya tiap-tiap bentuk organisasi berdasarkan saluran wewenang dapat dipimpinan tunggal maupun jamak (Sutarto, 2006 : 20 I).
Berdasarkan
jumlah pucuk pimpinan bentuk organisasi terbagi atas organisasi tunggal, yaitu organisasi yang pucuk pimpinannya ada di tangan seorang, dan organisasi jamak,
37
yaitu organisasi yang pucuk pimpinanya ada di tangan beberapa orang sebagai satu kesatuan. Sementara ditinjau dari saluran wewenangnya, bentuk organisasi terbagi atas: (I)
Organisasi jalur, adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinanya dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi di bawahnya dalam semua bidang pekerjaan, baik pekerjaan pokok, maupun pekerjaan bantuan.
(2)
Organisasi fungsional, adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam bidang pekeijaan tertentu; pimpinan tiap bidang berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang pekerjaannya.
(3)
Organisasi jalur dan staff, adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam semua bidang pekerjaan , baik pekerjaan pokok maupun pekerjaan . bantuan, dan di bawah pucuk pimpinan atau pimpinan satuan organisasi yang memerlukan diangkat pejabat yang tidak memiliki wewenang komando tetapi hanya dapat memberikan nasihat tentang bidang keahlian tertentu.
(4)
Organisasi fungsional dan staff, adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan tiap bidang kerja dapat memerintah semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjany~
dan di bawah pucuk pimpinan atau pimpinan satuan diangkat
38
pejabat yang tidak memiliki wewenang komando tetapi hanya dapat memberikan nasihat tentang bidang keahlian tertentu. (5)
Organisasi fungsional dan jalur, adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam bidang peketjaan tertentu, pimpinan tiap bidang ketja berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya, dan tiap-tiap satuan pelaksana ke bawah memiliki wewenang dalam semua bidang ketja.
(6)
Organisasi jalur, fungsional, dan staff, adalah organisasi yang wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi
dibawahnya dalam bidang peketjaan tertentu, pimpinan tiap bidang berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang ketjanya, dan tiap-tiap satuan pelaksana ke bawah memiliki wewenang dalam semua bidang ketja, dan di bawah pucuk pimpinan atau pimpinan bidang diangkat pejabat yang tidak memiliki wewenang komando tetapi hanya dapat membrikan nasihat tentang bidang keahlian tertentu.
Prajudi Atmosudirdjo dalam Wursanto (2005 : 259) mengemukakan bahwa teori organisasi modem dalam ilmu administrasi dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu (1) teori organisasi klasik, (2) teori hubungan antar manusia, (3) teori proses, (4) teori perilaku, dan (5) teori sistema. Teori sistema disebut juga
The System Theory of Organization, yang memandang organisasi sebagai suatu
39
jaringan (network) daripada berbagai macam sistem yang bertalian satu sama lain, serta bekeija dan bergerak berdasarkan tata-kaitan sistem-sistem tertentu. Salah satu ciri dari organisasi modem adalah penggunaan staf yang terdiri dari berbagai macam staf dengan spesialisasi dan keahlian. Fungsi staf adalah membantu pimpinan dalam menjalankan kepemimpinannya. Jadi staf adalah para pembantu pimpinan yang terdiri dari pejabat-pejabat dengan berbagai spesialisasi. Unit staf adalah unit (satuan organisasi) yang berfungsi sebagai pembantu. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membuat pembantupembantunya (stat) bekerja dengan baik dan efisien, serta mampu membagi habis semua pekerjaan rutin kepada para pembantu atau staf. Oleh karena itu kegiatan staf dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kegiatan yang bersifat operasional, dan kegiatan yang berhubungan dengan bantuan terhadap kegiatankegiatan staf yang terdiri dari pejabat-pejabat yang membantu pimpinan dalam menjalankan kepemimpinannya (Ig Wursanto, 2005 : 180). Sutarto (2006 : 204) menyimpulkan bahwa tugas staf terdiri atas penelitian, analisis dan fakta informasi, interpretasi, rekomendasi termasuk perencanan, pengontrolan, koordinasi, pelayanan, dan nasihat.
Di samping itu
dikenal adanya istilah "completed staff work" atau kerja staf lengkap, yaitu staf yang bertugas memberikan nasihat kepada pimpinan secara lengkap, matang dan obyektif sehingga pimpinan tinggal menerima atau menolak. Keija staf lengkap juga dapat diartikan sebagai staf yang bertugas memberikan nasihat kepada pimpinan secara lengkap, matang dan obyektif, dan dirinya yakin benar akan
40
kebenaran
ISI
nasihat
itu,
sehingga
apabila
diserahi
berani
memikul
tanggungjawab akan keberhasilan pelaksanaanya dengan jaminan kariernya. Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa
organisasi itu merupakan
kerjasama antara sekumpulan orang, baik secara individu maupun kelompok yang didalamnya terdapat pembagian tugas, pembagian kewenangan, dan Koordinasi dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya. Serta dalam pelaksanaannya bisa dibedakan dalam beberapa bentuk, salah satunya bentuk organisasi berdasarkan saluran wewenang, dimana yang banyak dipakai dalam organisasi pemerintahan adalah bentuk organisasi jalur dan staff. Serta faktor-fak."1or yang mempengaruhi (pendukung dan penghambat) berjalannya sebuah organisasi terdiri dari Internal dan Eksternal organisasi walaupun tetap saja faktor yang paling dominant adalah manusianya itu sendiri (sumber daya manusia) yang menjadi penggerak dalam sebuah organisasi tersebut. Selain itu banyak teori-teori dalam organisasi yang digunakan dalam membuat penelitian ini antara lain : 5.1.
Pengorganisasian dan Struktur Organisasi
Pengorganisasian menurut Hasibuan (1999:33) merupakan proses yang mana struktur organisasi dibuat dan ditegakkan. Proses ini meliputi ketentuan dan kegiatan-kegiatan yang spesifik yang perlu untuk menyelesaikan semua tujuan organisasi, pengelompokan kegiatan tersebut berkaitan dengan susunan yang logis dan tugas dari kelompok kegiatan ini bagia suatu jabatan atau orang yang bertanggung jawab.
41
Tegasnya, proses pengorgamsastan adalah meliputi pembatasan dan penjumlahan tugas-tugas, pengelompokan dan pengklasifikasian tugas-tugas, pendelegasian wewenang diantara karyawan perusahaan/organisasi publik. Yang terdiri dari proses langkah-langkah pengorganisasian (Hasibuan 1999:33) yaitu : 3. Tujuan, Manajer harus mengathui tujuan organisasi yang ingin dicapai; apa profit motiv atau service motiv. 4. Penentuan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengetahui, memmuskan dan mengspesifikasikan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dan menyusun daftar kegiatan yang ingin dilakukan. 5. Pengelompokan kcgiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengelompokkan kegiatan-kegiatan kedalam beerapa kelompok atas dasar tujuan yang sama; kegiatan-kegiatan yang bersamaan dan berkaitan erat disatukan kedalam satu departemen atau satu bagian. 6. Pendelegasian wewenang, artinya manajer harus menetapkan besamya wewenang yang akan didelegasikan kepada setiap departemen. 7. Rentang kendali, artinya manajer harus menetapkan jumlah karyawan pada setiap departemen atau bagian. 8. Perincian peranan perorangan, artinya manajer harus menetapkan dengan jelas tugas-tugas setipa individu karyawan, supaya tumpang tindih tugas terhindarkan. 9. Tipe organisasi, artinya manajer harus menetapkan tipe organisasi apa yang akan dipakai, apakah line organization, line and staff organization ataukah function organization. 10. Struktur organisasi ( organization chart = bagan organisasi), artinya manajer harus menetapkan struktur organisasi yang bagaimana yang akan dipergunakan. Struktur organisasi menurut The Liang Gie dalam Hasibuan (1999:34) adalah kerangka yang menunjukkan pola tetap dari hubungan-hubungan diantara bidang-bidang kerja, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan dan peranan masing-masing dalam kebulatan keijasama. Sementara itu menurut Hasibuan (1999:34) struktur organisasi adalah suatu gambar yang menggambarkan ripe organisasi, pendepartemenan organisasi,
42
kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali dan sistem pimpinan organisasi. Suatu struktur organisasi akan memberikan informasi tentang : I. Tipe Organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikai1 informasi tentang tipe organisasi yang dipergunakan dalam sebuah organisasi, apa line organization, line and staff organization atau functional organization. 2. Pendepartemenan Organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan infonnasi mengenai dasar pendepartemenan (bagian), apa berdasarkan fungsi-fungsi manajemen, wilayah, produksi, shift dan lain sebagainya. 3. Kedudukan, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai, apa seorang termasuk kelompok manajerial atau karyawan operasional. 4. Jenis Wewenang, artinya struktur organisasi memberikan inforrnasi tentang wewenang yang dimiliki sesorang, apa line authority, staff authority, atau functional authority. 5. Rentang Kendali, artinya struk1:ur organisasi memberikan informasi mengenai jumlah karyawan dalam setiap departemen. 6. Manajer dan Bawahan, artinya strutur organisasi memberikan informasi mengenai garis perintah dan tanggung jawab, siapa atasan dan siapa bawahan. 7. Tingkatan Manajer, artinya struktur organisasi memberikan inforrnasi tentang Top Manajer, Middle Manajer dan Lower Manajer. 8. Bidang Pekerjaan, artinya setiap kotak dalam struktur organisasi memberikan informasi mengenai tugas-tugas dan dan pekerjaanpekerjaan serta tanggung jawab yang dilakukan terse but. 9. Tingkat Manajemen, artinya sebuah hagan tidak hanya menunjukan manajer dan bawahan secara perorangan, tetapi juga hierarchy manajemen secara keseluruhan. Semua karyawan yang melapor pada orang yang sama berada pada tingkat manajemen yang sama, tidak jadi soal dimana mereka ditempatkan dalam organisasi. 10. Pimpinan Organisasi, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang, apa pimpinan tunggal atau pimpinan kolektif atau presidium.
uraian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
pengorgan1sasmn
adalah
merupakan suatu proses dimana struktur organisasi yang dibuat dapat ditegakkan dan dijalankan sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing, karena dari
43
struktur organisasi yang ada tersebut dapat terlihat secara gasris besar tentang sebuah oraganisasi baik dari kewenangan, rentang kendali, dan manajemennya.
5.2.
Teori X dan Teori Y (Ketola Pegawai) McGregor dalam P. Robbins ( 2007 : 216) mengemukakan dua pandangan
yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasamya yang satu negatif, yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Setelah
mengkaji
cara
para
.
manaJer
.
menangan1
karyawan,
McGregor
menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu, dan menurut asumsi-asumsi 1m, manaJer cenderung menularkan cara berperilakunya ke para bawahan. Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang para manaJer adalah sebagai berikut: 1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja, dan hila dimungkinkan ak.an mencoba menghindarinya. 2. Karena karyawan tida menyukai kerja, mereka harus di paksa, diawasi dan diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran 3. Ka.ryawan akan menghindari tanggung jawab dan mcncari pengarahan formal bila mungkin. 4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain yang terkait dcngan kerja dan akan mcnunjukkan ambisi yang rendah. Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia 1m,
McGregor mencatat empat asumsi positifyang disebutnya sebagai teori Y: 1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan istirahat atau bennain. 2. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jjka mereka memj}jkj komjtmen pada sasaran. 3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan, tanggung jawab.
44
4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas kesemua orang dan tidak hanya milik mereka yang hanya berada dalam posisi Manajemen. Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi individu. Teori Y mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi individu. McGregor sendiri menganut keyakinan bahwa asumsi teori Y lebih sahib daripada teori X. Oleh karena itu, ia mngusulkan ide-ide seperti pengambilan keputusan partisipatif, pekerjaan yang bertanggung jawab dan menantang, dan hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan-pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi kerja karyawan.
5.3.
Wewenang, Tanggung Jawab, dan Pendelegasian Wewenang Wewenang (authority) hanya dapat dimiliki oleh unsur manusia. Posisi
a4tu kedudukan se<;>rang karyawan apakah tennasuk manajer atau operasional ditentukan oleh authority yang dimilikinya. Semakin banyak authority/wewenang yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi kedudukannya dalam organisasi dan sebaliknya. Menurut Hasibuan (2001 :64) Autority adalah kekuasaan yang sah dan legal yang dimiliki seseorang untuk memerintah orang lain, berbuat atau tidak berbuat sesuatu ; authoritylwewenang merupakan dasar hukum yang sah dan legal untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sementara itu menurut GR Terry dalam Hasibuan (2001 : 65) Authority is the official and legal right to command action by others and enforce compliance. Artinya : wewenang adalah kekuasaan
resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain, supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu.
45
Harold Koontz dan Cyril 0' Donnel dalam Hasibuan (2001 :65) Authority
is legal or right full power ; a right to command or act. Artinya wewenang adalah kekuasaan yang sah, suatu hak untuk memerintah atau bertindak. Menurut Hendri Fayol dalam Hasibuan (2001:65) wewenang adalah hak untuk memerintah (dalam
organisasi fonnal) dan kekuatan (power) membuat manajer dipatuhi dan di taati. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa authority/wewenang merupakan dasar untuk bertindak, berbuat, dan melakukan kegiatan/aktivitas
dalam suatu perusahaan. Tanpa wewenang orang-orang dalam perusahaan tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam authority selalu terdapat power and right, tetapi dalam power belum terdapat authority and right.
Tanggung Jawab ( Responsibility) adalah keharusan untuk. melakuk.an semua kewajiban/tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai akibat dari wewenang yang diterima atau dimilikinya (Hasibuan 2001 :70). Setiap wewenang
akan menimbulkan hak (right) dan tanggung jawab (responsibility), kewajibankewajiban untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkan (accountability). Tegasnya tanggung jawab tercipta karena penerimaan wewenang. Tanggung
jawab harus sama besamya dengan wewenang yang dimiliki. Pertanggungjawaban hanya diberikan kepada orang atau lembaga yang memberikan (mendelegasikan) wewenang tersebut atau delegate hanya bertanggungjawab kepada delegator.
Wewenang sebenamya mengalir dari atasan kebawahan, jika diadakan penyerahan (perintah) tugas, sedangkan tanggung jawab merupakan kewajiban bawahan melakukan tugas itu. Ini berarti juga bahwa responsibility tidak dapat
46
dilimpahkan (didelegasikan) kepada orang/pihak lainnya. Authority diterima
mak.a responsibility-nya harus juga diterima dengan sebaik-baiknya pula. Pendelegasian
wewenang
menurut
Hasibuan
(2001 :72)
adalah
memberikan sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada delegate
untuk dikerjak.annya atas nama delegator.
Menurut Ralp C. Davis dalam
Hasibuan (2001 :72) delegation of authority is merely the phase of the process in
which authority of assigned function is released to positions to be exercise by their incumbent. Artinya: Pendelegasian wewenang hanyalah Tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang, berfungsi melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggungjawaban.
Sementara itu menurut Harold Koontz dan Cyrill Hasibuan (2001 :72)
o·
Donnel dalam
menyatakan bahwa semua pendelegasian wewenang
merupakan poko yang didapat kembali oleh si pemberi wewenang. Hal itu adalah
suatu sifat wewenang, si pemilik wewenang (manajer) tidak. selamanya menyelesaikannya sendiri kekuasaan ini dengan menyerahkan wewenang itu. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendelegasian
wewenang adalah merupak.an dinamika organisasi, karena dengan pendelegasian wewenang ini para bawahan mempunyai wewenang, sehingga mereka dapat mengerjakan sebagian pekerjaan delegator. Dan dengan pendelegasian wewenang
ini menjadi ikatan fonnal dalam suatu organisasi.
5.4.
Koordinasi Dengan pendelegasian wewenang dan pembagian pekerjaan kepada
bawahan oleh manajer, maka setiap individu bawahan ak.an mengerjak.an
47
pekerjaannya sesuai dengan wewenang yang diterimanya. Setiap bawahan hanya mengeijakan sebagian pekerjaan dari sebuah organisasi, karena itu masing-masing pekerjaan bawahan harus disatukan, diintegrasikan, dan diarahkan untuk tercapainya tujuan. Karena tanpa adanya koordinasi dari setiap individu atau tingkatan hierarchy organisasi maka tujuan organisasi tidak akan tercapai. Koordinasi menurut Hasibuan (2001 :85) adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekeijaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut E.F.L. Brech dalam Hasibuan (2001 :85) koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekeijaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya diantara para anggota itu sendiri. Sementara itu menurut G.R. Terry dalam Hasibuan (2001 :85) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Menurut A waludin Ojamin dalam Hasibuan (200 1:86) koordinasi adalah suatu usaha keijasama antara badan, instansi, unit, dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan sating melengkapi. Oari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa koordinasi itu sangat penting untuk mencegah teijadinya kekacauan, percekcokan, dan kekembaran atau kekosongan pekeijaan, dan pekeijaannya dapat selaras serta diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi. Sehingga hubungan koordinasi
48
dalam peng1s1an jabatan adalah bahwa penempatan karyawan membantu koordinasi, artinya jika setiap pejabat sudah ditempatkan sesuai dengan keahliannya, maka koordinasi akan lebih baik.
5.5. Faktor-Faktor yang Menentukan dalam Implementasi Organisasi Wursanto (2005 ; 309) yang dimaksud dengan lingkungan organ1sas1 adalah keseluruhan faktor yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi tersebut adalah luas dan jumlahnya cuk"llp banyak. Dalam arti luas, lingkungan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu lingkungan intern dan lingkungan ekstern. Lingkungan Intern adalah keseluruhan faktor yang ada dalam organisasi dan kegiatan organisasi, kalau kita lihat Teori George C edward III sendiri melihat faktor-faktor kritis yang menentukan dalam Implementasi yaitu ; Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan struktur Birokrasi merupakan faktor-faktor secara internal organisasi. Akan tetapi kita mengetahui, bahwa faktor terpenting dari berdirinya dan berjalannya organisasi yaitu SDM itu sendiri, karena tanpa SDM tidak mungkin berdiri sebuah organisasi sebab organisasi itu sendiri merupakan kumpulan dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan, Selain itu Wursanto (2005 ; 309-310) menyatakan Faktor-faktor Intern yang mempengaruhi (pendukung dan penghambat) organisasi dan kegiatan organisasi antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perubahan Kebijakan Pimpinan Perubahan Tujuan Pemekaran atau perluasan wilayah organisasi Volume kegiatan yang bertambah banyak Tingkat pengetahuan dan keterampilan para anggota organisasi Sikap dan Perilaku dari para anggota organisasi
49
7. Berbagai macam ketentuan atau peraturan baru yang berlaku dalam organisasi termasuk fasilitas dan eselonering serta masih banyak lagi . Lingkungan Ekstem adalah keseluruhan faktor yang ada diluar organisasi (fator-faktor ekstem) yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Faktor- faktor yang termasuk dalam lingkungan ekstem cukup banyak, antara lain : Politik, Hukum, Kebudayaan, Teknologi, Sumber Alam, dan Demografi.
6. TeoriPerencanaan Menurut Sjafriza.l (2009 ; 15) Perencanaan pada dasamya merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien dengan sumberdaya yang tersedia. Adapaun perencanaan wedgewood-
oppenheim sebagaimana dikutip oleh Lawton dan Rose (1995) dalam Riyadi Deddy Supriadi Bratakusumah (2004; 1) menyatakan bahwa planning can be seen
as a process whereby aims, factual evidence and assumption are translated by a process of logical argument into approriate policies which are intended to achieve aims. Artinya perencanaan dapat dilihat sebagai suatu proses dimana tujuan-tujuan, bukti faktual dan asumsi-asumsi diterjemahkan sebagai suatu proses argumen Iogis kedalam penerapan kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan. Definisi lain yang dikemukakan oleh ahli manajemen Harold Koontz dan Cyrill 0 Donnel sebagaimana dikutip oleh Malayu S.P. (1988) dalam Riyadi, Deddy Supriadi Baratakususmah (2004;2) "Planning is the function of manager
which involves the selection from alternatives of objectives, policies, procedures, and programes" artinya perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang
50
berhubungan dengan pemilihan tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan program-program dari beberapa altematif yang ada. George R Terry dalam Riyadi Deddy Supriadi Bratakusumah (2004 : 2) menyatakan " Planning is the selecting and relating offacts and the making and using of assumption regarding the future in the visualization and formulation of proposed activities believed necessary to achieve desired result". Artinya, perencanaan adalah upaya untuk memilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asurnsi-asurnsi mengenal masa yang akan datang dengan jalan
menggambarkan
dan
merurnuskan
kegiatan-kegiatan
yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kemudian menurut Ginanjar Kartasasmita ( 1997 : 48) dalam Riyadi Deddy Supriadi Bratakusumah (2004 : 2) " pada dasamya perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejurnlah pilihan, untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Sedangkan Jawaharlal Nehru dalam Riyadi (2004 : 2) mendefinisikan , "Planning is the exercise of intelligence to deal with facts and situation as they are and find a way to solve problem. " Artinya, perencanaan merupakan penetapan intelegensia untuk mengolah fakta-fakta dan situasi apa adanya dan menemukan suatu cara untuk memecahkan masalah-masalah. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dalam perencanaan pada umumnya terkandung beberapa hal pokok yang dapat dikatakan sebagai unsur-unsur dalam perencanaan itu sendiri, adapun unsur-unsur yang dimaksud meliputi :
51
1.
Adanya aswnsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fak-ta. Ini berarti bahwa perencanaan hendaknya disusun dengan berdasarkan pada asumsi-asumsi yang didukung dengan fakta-fakta atau dengan bukti-bukti yang ada. Hal inimenjadi penting karena hasil perencanaan merupakan dasar bagi pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas.
2.
Adanya altematif-altematif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan. Ini berarti bahwa dalam penyusunan rencana perlu memperhatikan berbagai altematif/pilihan sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
3.
Adanya tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini perencanaan merupakan suatu alat/sarana untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan kegiatan.
4.
Bersifat memprediksi seagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinankemungkinan yang yang dapat mempengaruhi pelaksanaan Perencanaan.
5.
Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan.
Dalam kalimat yang Iebih sederhanli, perencanaan dapat diterjemahka.'l sebagai suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif.
Berbeda dengan kegiatan spontan yang tidak dikalkulasi
secara matang, kegiatan pembangunan yang direncanakan di atas kertas dapat diharapkan akan memberikan hasil yang benar-benar maksimal.
Menurut
Zulkamain Djamin, dalam kajian akademik Bappeda Provinsi Lampung (2008) ada beberapa alasan mengapa diperlukan suatu perencanaan, antara lain:
52
1.
Ada pedoman (pengarahan) bagi pelaksana kegiatan-kegiatan yang ditujukan pada pencapaian tujuan pembangunan.
2.
Sebagai perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal yang akan terjadi dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui, baik perkiraan mengenai potensi atau prospek perkembangan, juga mengenai hambatan dan resiko yang mungkin dihadapi.
3.
Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai altematif tentang cara yang terbaik dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan atau kombinasi cara yang terbaik.
4.
Dengan perencanaan yang baik dapat dilakukan penyusunan skala prioritas serta pemilihan urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatannya.
5.
Perencanaan
dapat
digunakan
sebagai
alat
pengukur untuk
mengadakan pengawasan atau evaluasi. berdasarkan uraian dia atas dapat diartikan bahwa perencanaan adalah teknik atau metode proses identifikasi masalah sejak dini berdasarkan asumsiasumsi, fakta-fakta yang ada dalam rangka membuat pilihan-pilihan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang dikehendaki. Dengan adanya perencanaan, fak.1:or-faktor yang diperkirakan akan menjadi penghambat bagi keberhasilan pelaksanaan program atau kegiatan pembangunan niscaya dapat diatasi sedini mungkin. Dalam proses perencanaan pro~
selain dilakukan identifikasi dan langkah-langkah persiapan pelaksanaan
53
program, tahap berikutnya adalah perlunya dilakukan pemantauan (monitoring) dan evaluasi program. Sebaik apapun sebuah rencana dirumuskan dan program pembangunan dilaks.anakan, biasanya akan tetap tidak terhindarkan kemungkinan terjadinya penyimpangan, bahkan kegagalan.
Kondisi masyarakat yang
bervariatif, kualitas SDM birokrasi yang kurang merata, kendala politis, dan sebagainya adalah faktor-faktor yang tidak mustahil mempengaruhi efektivitas pelaksanaan program pembangunan di lapangan
7. Teori Pembangunan Pembangunan sendiri pada dasamya adalah suatu proses perubahan sosialekonomi masyarakat menuju kearah yang lebih baik. Para ahli memberikan pengertian yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan, namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan suatu proses untuk meakukan perubahan. Siagian (1994) dalam Riyadi, Deddy Supriady Bratakusumah ( 2004 ; 4) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai " suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)". Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) dalam Riyadi Deddy Supriady Bratakusumah (2004 ;4) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai "suatu proses perubahan kearah yang lebih baik mealui upaya yang dilakukan secara terencana.
- 54
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu sosial, para ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali
konsep-konsep
pembangunan
secara
ilmiah.
Secara sederhana
pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik (Riyadi, Deddy Supriady Bratakusumah 2004 : 5) Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengsumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini bel urn ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus memisahkan secara tegas batasannya, Siagian (1993) dalam Riyadi, Deddy Bratakusumah (2004 : 6) mengemukakan "Pembangunan sebagai suatu perubahan mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus tetjadi dalam suatu pembangunan. Suatu pembangunan dikatakan berhasil tidak hanya apabila pembangunan itu berhasil mengurangi jumlah orang miskin atau berhasil menyediakan jalan mulus, membangun gedung-gedung sekolah, jembatan yang kokoh atau membangun berbagai prasarana ekonomi.
Namun, juga harus diukur dengan
sejauh mana pembangunan itu dapat menimbulkan kemauan dan kemampuan dari masyarakat untuk maju dan mandiri. Dalam arti kemauan dan kemampuan dari
55
masyarakat itu sendiri untuk menciptakan pembangunan dan melestarikan serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan baik yang berasal dari usaha mereka sendiri maupun yang berasal dari prakarsa yang datang dari luar masyarakat itu.
8. Teori Perencanaan Pembangunan Daerab
Dalam konteks pelaksanaan pembangunan daerah, sesuai dengan peran pemerintah daerah dalam era otonomi luas, perencanaan pembangunan daerah diperlukan karena pelaksanaan pembangunan didesentralisasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sebelum menjelaskan tentang perencanaan pembangunan daerah, perlu dipahami terlebih dahulu perencanaan pembangunan. Riyadi, Deddy Supriady Bratakusumah (2004 ; 6) mengatakan perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai
tahapan
awal,
perencanaan
pembangunan
akan
menjadi
bahan/pedoman/acuan dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan (action plan).
Menurut Sjafrizal (2009; 15), secara umum perencanaan pembangunan adalah cara atau teknik untuk mencapai tujuan pembangunan secara tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan kondisi negara atau daerah bersangkutan. Karena itu perencanaan pembangunan hendaklah bersifat implementif (dapat dilaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan). Kemudian ML Jhingan (1984) dalam Sjafrizal (2009; 16) seorang ahli perencanaan pembangunan bangsa India memberikan definisi yang lebih kongkrit mengenai Perencanaan Pembanguna tersebut, yaitu ; "Perencanaan Pembangunan
56
pada dasarnya adalah merupakan pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula. Kegiatan perencanaan pembangunan pada dasarnya merupakan kegiata.-1 riset/ penelitian, karena proses pelaksanaannya akan banyak menggunakan metode-metode riset, mulai dari teknik pengumpulan data, analisis data, hingga studi lapangan/kelayakan dalam rangka mendapatkan data-data yang akurat, baik yang dilakukan secara konseptual/dokumentasi maupun eksperimental. Perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan diatas meja, tanpa melihat realita dilapangan. Data-data real lapangan sebagai data primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Dengan demikian perancanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data
dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk
melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental dan spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai area (wilayah) pembangunan dimana terbentuk konsep perencanaan pembagunan daerah (Riyadi, Deddy Supriadi Bratakusumah ; 2004 : 7) dapat dinyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses perencanaan yang dimaksudkan untuk
57
melakukan perubahan menUJU arah yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah/daerah tertentu dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada dan harus memilki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetapi tetap berpegang pada azas prioritas. Berarti, Perencanaan Pembangunan Daerah (PPD) akan membentuk tiga hal pokok yang meliputi : perencanaan komunitas, menyangkut suatu area
(daerah), dan sumber daya yang ada di dalamya. Pentingnya orientasi holisti dalam perencanaan pembangunan daerah, karena dengan tingkat kompleksitas yang besar tidak mungkin kita mengabaikan masalah-masalah yang muncul sebagai tuntutan kebutuhan sosial yang tak terelakkan. Tetapi dipihak lain adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki tidak memungkinkan pula untuk melakukan proses pembangunan yang langsung menyentuh atau mengatasi seluruh permasalahan dan tuntutan secara sekaligus. Dalam hal inilah penentuan prioritas perlu dilakukan, yang dalam prakteknya dilakukan melalui proses perencanaan. Melakukan perencanaan pembangunan daerah berbeda dengan melakukan perencanaan proyek atau perencanaan-perencanaan kegiatan yang bersifat lebih spesifik dan mikro. Proses perencanaan pembangunan daerah jauh lebih kompleks
dan rumit, karena menyangkut perencanaan pembangunan bagi suatu wilayah dengan berbagai komunitas, lingkungan dan kondisi sosial yang ada didalamnya. Apalagi hila mencakup wilayah pembangunan yang luas, kultur sosialnya amat heterogen, dengan tingkat kepentingan yang berbeda Berdasarkan uraian-uraian
58
diatas, dapat diartikan bahwa ; perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayahldaerah dalam jangka waktu tertetu. Sedangkan oleh Affandi Anwar dan Setia Hadi dalam Riyadi (2004 ; 8)
.
mengatakan perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu proses atau tahapan pengarahan kegiatan pembangunan disuatu wilayah tertentu yang melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lain, termasuk sumberdaya alam dan lingkungan melalui investasi. Dikatakan wilayah tertentu karena memang implementasinya hanya dapat digunakan didaerah tertentu, dimana penelusuran lapangan dilakukan, sehingga tidak mungkin diimplementasikan didaerah lain secara utuh, kecuali untuk hal-hal tertentu saja yang memiliki kesamaan kondisi dan tuntutan kebutuhan yang hampir sama. Jenssen (1995) dalam Riyadi, Deddy Supriady Baratakusumah (2004;8) merekomendasikan
bahwa
perencanaan
pembangunan
daerah
harus
memperhatikan hal-hal yang bersifat kompleks tadi, sehingga prosesnya harus memperhitungkan kemampuan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia, sumber daya fisik, sumber daya alam, keuangan, serta sumber-sumber daya lainnya. Dalam konteks ini ia menyebutnya dengan istilah pembangunan endogen, atau dengan kata lain pembangunan yang berbasis potensi.
59
Selain itu, perencanaan yang mempertimbangkan kondisi spatial suatu daerah juga menjadi hal penting dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Pembangunan daerah akan mencakup suatu raung tertentu, sehingga diperlukan adanya penataan ruang yang efektif, dimana tataruang akan mempengaruhi proses pembangunan beserta implikasinya. Ciri-ciri
pembangunan
daerah
menurut
Riyadi,
Deddy
Supriady
Bratakusumah (2004 ; 9) meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Menghasilkan program-program yang bersifat umum. 2. Analisis perencanaan bersifat makro/luas 3. lebih efektif dan efisien digunakan untuk perencanaan jangka menengah dan panjang. 4. memerlukan pengetahuan secara interdisipliner, general dan universal, namun tetap memiliki spesifikasi masing-masing yang jelas. 5. fleksibel dan mudah untuk dijadikan sebagai acuan perencanaan pembangunanjangka pendek (l tahunan). Dengan melihat berbagai pengertian mengenai perencanaan maupun perencanaan pembangunan
di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua
perencanaan adalah merupakan perencanaan pembangunan. Suatu perencanaan disebut s.ebagai perencanaan pembangunan apabila dipenuhi berbagai ciri-ciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat pembangunan. Ciri suatu perencanaan pembangunan (agent of development) oleh karena perencanaan pembangunan sendiri merupakan bagian dari administrasi pembangunan yang menjadi bagian kewenangan pemerintah. Bahwa Perencanaan Pembangunan Daerah memerlukan Koordinasi dari semua unsur yang terlibat dalam rangka menghasilkan sebuah program dan kegiatan yang holistik dan komprehensif, Selain itu Perencanaan Pembangunan Daerah harus mampu menentukan prioritas program dan kegiatan berdasarkan fakta dan data dari potensi daerahnya, serta harus mempunyai sumberdaya yang mempunyai kemampuan yang baik secara interdisipliner, sehingga koordinasi sekali lagi sangat diperlukan dalam pembuatan sebuah perencanaan pembangunan yang terintegrasi, tersinkronisasi, dan menyeluruh.
60
B.
Hasil Penelitian yang Relevan Hasi\ penelitian yang re\evan secara sederhana dapat dijelaskan sebagai
penelitian yang telah selesai dilakukan dan relevan serta dijadikan acuan oleh peneliti lain. Manfaat utama dari penggunaan hasil penelitian terdahulu adalah menambah wawasan bagi seorang peneliti barn sebelum terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian.
Sebagaimana yang diutarakan oleh Arikunto (1998;40)
bahwa terdapat tiga manfaat dari penelitian terdahulu yaitu: pertama, penelitia..1 terdahulu dapat
memeijelas
masalah.
Kedua,
menjajagi
kemungkinan
dilanjutkannya penelitian yang sudah dilakukan. Ketiga, mengetahui apa yang sudah dihasilkan orang lain bagi penelitian serupa dan bagian mana dari permasalahan yang belum terpecahkan. Penelitian tentang implementasi organisasi Bappeda berdasarkan PP No 41 Tahun 2007 mengenai Organisasi Perangkat Daerah yang diturunkan dalam sebuah Peraturan Daerah sepengetahuan penulis belum pemah ada yang melakukan, tetapi tesis mengenai organisasi dan tata keija lembaga teknis daerah sudah ada yang melakukan. Tesis yang berhubungan dengan peraturan daerah mengenai lembaga teknis daerah antara lain seperti yang dituliskan oleh Farida Sormin dengan judul "Evaluasi Perumusan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Keija Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Lampung Barat" dan Okta Rakhma Dwi PCP dengan judul "Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penataaan Organisasi Perangkat Daerah Ditinjau Dari
61
Pp No. 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Studi Di Pemerintah Kota Malan g)." Hasil penelitian yang dilakukan Farida Sormin adalah perumusan Perda Nomor 13 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Lampung Barat belum baik terutama bila dilihat dari hasil evaluasi temyata terdapat beberapa hal yang belum tepat seperti misalnya pendekatan model yang digunakan pertahapan perumusan belum sesuai dengan permasalahan yang hendak dipecahkan serta pemecahan terhadap masalah belum mengarah pada permasalahan inti. Bila dilihat dari keterbatasan jumlah personil perangkat daerahnya semestinya pemecahan masalahnya adalah dengan menyusun organisasi perangkat daerah yang "miskin struktur dan kaya fungsi" tetapi temyata pemecahan masalahnya adalah dengan menyusun organisasi perangkat daerah dengan pola maksimal atau dengan istilah lain "gemuk struktur tapi miskin fungsi".
Namun dalam melakukan proses perumusan sudah sesuai dengan
prosedur yang dipakai yaitu sesuai dengan Prolegda dan Tata Tertib (Tatib) DPRD Kabupaten Lampung Barat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Okta Rakhma Dwi PCP diketahui bahwa Pemerintah Kota Malang dalam penataan organisasi perangkat daerah berdasarkan PP No 8 Tahun 2003 telah melaksanakan kewenangannya dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah No 4, 5, 6 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi Sektetariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah. Meskipun belum sempurna sepenuhnya namun Pemerintah Kota Malang terus melakukan ketentuan-ketentuan pada PP
62
No 8 Tahun 2003. Terlepas dari penataan organisasi perangkat daerah yang dilakukan Pemerintah Kota Malang bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan UU No 22 Tahun 1999 dan PP No 8 Tahun 2003 masih banyak aspek kontroversial dalam pasal-pasal di PP No 8 Tahun 2003 tersebut yang disadari ataupun tidak justru akan mengganggu dan membelokkan makna efisiensi dan penghematan dari penerapan PP tersebut. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam penataan organisasi perangkat daerah adalah faktor kewenangan, kepegawaian yaitu terdapatnya pejabat yang kehilangan posisi atau jabatan akibat perampingan dan faktor program kerja. Upaya yang dilakukan dalam menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan diklat untuk pejabat, dibentuk tim analisis jabatan serta mengkaji beban kerja ditiap-tiap organisasi perangkat daerah.
Dengan keluarnya UU 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah diharapkan segera diterbitkan peraturan pelaksana sebagai pengganti PP No 8 Tahun 2003 seperti yang banyak diinginkan oleh pemerintah daerah lainnya yang sesuai dengan aspirasi daerah dan semangat otonomi daerah. Berdasarkan dua penelitian yang telah dilakukan oleh Farida Sormin dan Okta Rakhma Dwi PCP, maka terlihat perbedaan fokus penelitian dengan yang akan dilakukan oleh penulis, antara lain: (1) Fokus penelitian yang akan dilakukan penulis adalah pada implementasi peraturan daerah pada organisasi Bappeda, sementara yang dilakukan oleh Farida Sormin adalah proses perumusan peraturan daerah mengenai lembaga teknis daerah.
63
(2) Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah mengenai organ1sas1 Bappeda secara khusus, sementara yang telah dilakukan oleh Okta Rakhma Dwi PCP mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam penataan kelembagaan organisasi perangkat daerah secara umum.
C.
Kerangka Pemikiran Pasca Undang-undang nomor · 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, maka di ikuti dengan peraturan-peraturan pemerintah sebagai turunan dari Undang-undang tersebut dalam rangka penjelasan dan petunjuk pelaksanaan dalam bentuk operasional teknis di Daerah. Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, merupakan salah satu Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan Perangkat Organisasi Daerah dalam
melaksanakan
tugas
pemerintahan
di
Daerah.
Namun
dalam
Implementasinya di Daerah PP Nomor 41 tahun 2007 diturunkan dalam Peraturan Daerah. Di Lampung Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah adalah produk Pemerintah Provinsi Lampung dalam menata organisasi di Daerahnya berdasarkan PP Nomor 41 tersebut. Implementasi Organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda tersebut, belum memenuhi kebutuhan organisasi Bappeda sebagai unsur yang sangat penting dalam pemerintahan daerah, dimana organisasi Bappeda tidak terlalu berbeda dengan lembaga teknis daerah lainnya sehingga Peran dan fungsi Bappeda sebagai Koordinator Perencanaan Pembangunan di Daerah belum bisa
64
berjalan secara optimal terutama dalam hal Koordinasi dan sumber daya manusia yang dimiliki, dimana kewenangan melakukan Koordinasi dalam organisasi birokrasi pemerintahan termasuk Bappeda itu berdasarkan eselonering sementara faktor terpenting dalam organisasi adalah manusianya itu sendiri, karena sumber daya manusia menentukan berjalan atau tidaknya sebuah organisasi. Dalam penelitian mt, peneliti akan memfokuskan pada Implementasi pembentukan orgamsas1 Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Oraganisasi dan Tata Kerja Inspektorat,
Bappeda,
dan
Lembaga
Teknis
Daerah.
Mengingat
tahap
Implementasi kebijakan merupakan unsur penting dalam kebijakan publik itu sendiri, dimana implementasi kebijakan sebenamya adalah tindakan
(action)
intervensi itu sendiri. Dengan demikian, untuk memahami implementasi kebijakan sebagai praktek, digunakan model berfikir sederhana dari Riant Nugroho (2008 ; 460)sebagaiberikut:
Identifikasi masalah yang harus di lntervensi
Menegaskan tujuan yang hendak di capat
Merancang struktur implementasi
Gambar 2. Model Berfikir Tindakan Intervensi (implementasi) Pelaksanaan atau implementasi kebijakan dalam konteks manaJemen berada dalam kerangka organizing-leading-controlling. Jadi ketika kebijakan sudah dibuat, tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan kebijakan dalam organisasi, dan melakukan pengendalian pelaksanaan kebijakan
65
tersebut berdasarkan peran dan fungsi dari organisasi, apakah sudah optimal atau belum. Setelah implementasi kebijakan berupa terbentuknya dan berjalannya organisasi Bappeda di Provinsi Lampung, selanjutnya penulis akan mencoba menganalisis/mengevaluasi berdasarkan model implementasi George C Edwards III, dimana model implementasi tersebut menekankan pada empat faktor yang menentukan implementasi sebuah kebijakan, yaitu Komunikasi, Disposisi, Sumber Daya, dan Struktur Birokrasi, sehingga nantinya dapat diketahui bagaimana implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 tahun 2009. Selanjutnya dengan teori organisasi (lingkungan organisasi) dihubungkan dengan teori Perencanaan Pembangunan Daerah nantinya akan diketahui faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan tersebut berdasarkan peran dan fungsi organisasi Bappeda sebagai koordinator perencanaan pembangunan di Daerah. Selanjutnya dengan berpedoman pada model implementasi yang ada dan faktor-faktor pendukung dan penghambat organisasi (baik internal maupun ekstemal)
yang menentukan implementasi kebijakan tersebut, penulis akan
mencoba membuatkan model altematif yang dapat digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan kinerja Bappeda di masa yang akan datang dan masukan bagi Pemerintah d.alam membuat kebijakan selanjutnya. Adapun gambaran sementara mengenai model altematif yang ditawarkan adalah mengenru kewenangan dalam koordinasi sesuai dengan peran dan fungsi Bappeda yang merupakan koordinator perencanaan pembangunan daerah agar dapat berjalan
66
lebih optimal, serta permasalahan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam organisasi Bappeda yang membutuhkan SDM yang berkualitas dan mempunyai kompetensi yang baik dan terdiri dari multi disiplin ilmu. Pengelolaan SDM tersebut dimulai dari tahapan Perencanaan SDM dan penempatan SDM yang sesuai dengan kompetensi atau dengan kata lain 'the right man in the right place'.
Dari konsep pemikiran tersebut maka secara sederhana dibuat dalam
kerangka pemikiran seperti pada gambar berikut :
Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahw12009
lmplementasi pada Bappeda Pro~insiLampung
Model (Teori) George C. Edwards: Faktor-faktor kritis dalam Implementasi • Komunikasi • Disposisi • Sumberdaya • Struktur Birokrasi
Feed Back
Faktor-faktor yang menentukan implementasi secara eksternal dan internal dengan pendekatan Teori: Organisasi .(lingkungan T eori organisasi) dihubungkan dengan Teori Perencanaan Pembangwtan Daerah
I
I
Model Altematif (Struktur, Eselonering dan Pengelolaan SDM Bappeda)
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
DAB III METODE PENELITIAN
A.
Tempat dan \Vaktu Penelitian Penelitian di lakukan di Pemerintah Provinsi Lampung pada Badan
Perencanaan Pembangunan Provinsi Lampung (Bappeda Provinsi Lampung). Penentuan lokasi penelitian pada instansi Bappeda Provinsi Lampung, berkaitan erat dengan penulis yang bekerja pada Bappeda Provinsi Lampung sebagai wujud partisipasi penulis terhadap pentingnya fungsi dan peran Bappeda Provinsi Lampung dalam menggerakkan roda pembangunan di wilayah Lampung pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Adapun waktu penelitian yang dilakukan direncanakan akan
dimulai pada bulan April Tahun 2010 dengan
tahapan pembuatan proposal penelitian sampai dengan seminar proposal dilakukan pada bulan April, kemudian melakukan penelitian pada bulan April sampai dengan Juni 2010, dan dilanjutkan dengan Seminar hasil dan penyusunan tesis pada bulan Juli 2010, selanjutnya ujian tesis dan penyerahan tesis dilakukan pada bulan Agustus 20 I 0.
B.
Desain Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kualitatif, dengan pendekatan
analisis dokumen atau informasi, dan analisis beban kerja. Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian naturalistic karena penelitinnya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) disebut juga sebagai
67
68
metode etnografi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi buadaya ; disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan· analisisnya lebih bersifat kualitatif. Menurut Bungin (2007) bahwa penelitian kualitatif bersifat luwes, tidak terlau rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahanperubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna dilapangan. Hasil penelitian diharapkan dapat di pergunakan ditempat lain yang kebetulan memiliki situasi dan kondisi serta permasalahan yang sama atau tidakjauh berbeda. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis dokumen atau dengan kata lain analisis aktivitas atau analisis informasi serta melihat beban kerja dari Bappeda Provinsi Lampung terhadap Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Oraganisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah.
C.
Definisi Konsep
Guna memudahkan dan untuk persamaan persepsi
dalam pemahaman
konsep dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan definisi terkait dengan tulisan ini sebagai berikut : a. Evaluasi kebijakan dalam hal ini adalah metode penelitian dimana melalui penelitian ini akan dilihat proses implementasi Organisasi Bappeda berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
69
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah b. Implementasi kebijakan publik dalam penelitian ini adalah Implementasi kebijakan
pembentukan
Organisasi
Bappeda
Provinsi
Lampung
berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009, Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah. c. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam tulisan ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung. d. Fak"tor-faktor menghambat
yang atau
menentukan
adalah
faktor-faktor
yang
mendukung secara intemal/ekstemal
dapat
Organisasi
Bappeda Provinsi Lampung dalam mengimplementasikan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009, Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah. e. Model altematif adalah model organisasi Bappeda sebagai model yang lebih tepat dan dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam rangka pelaksanaan Perencanaan Pembangunan yang baik, terintegrasi dan tersinkronisasi, serta sebagai masukan bagi Pemerintah.
D.
Fokus Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka variable
penelitian ini adalah lmplementasi Organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
70
Pembentukakan organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah yang merupakan turunan dari PP Nomor 41 tahun 2007. Dari variabel tersebut yang menjadi fokus penelitiannya adalah tentang model Implementasi kebijakan model George C Edwards III,
yang berfokus pada
Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi, namun bukan berarti penelitian ini terbatas dalam hal tersebut saja, karena bisa saja penelitian ini berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ditemukan dilapangan. Dalam hal ini kepentingannya adalah agar pertanyaan peneliti kepada informan nantinya akan mengarah dan terfokus pada Organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pembentukakan organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah yang merupakan turunan dari PP Nomor 41 tahun 2007. Untuk lebih memudahkan memahami definisi operasional penelitian ini, maka dibuat dalam bentuk tabel berikut :
Tabel2. Fokus penelitian Fokus
Dimensi
Arah Pertanyaan
Informan/Sumber Data
Komunikasi
1. Transmisi/saluran
- Sekretaris Bappeda
Penelitian Implementasi pembentukan
komunikasi yang
Organisasi
baik
- Kasubbag Umum Kepegawaian
Bappeda
2. Kejelasan perintah
- Kasubbag Perencanaan
Provinsi
3. Konsistensi perintah
- Kasubbid Kesra
71
Lampung
Sumber Daya
Berdasarkan
5. Infonnasi mengenai
Perda Nomor
cara kerja
12 tahun 2009 Tentang Pembentukan
- Kasubbag Umum Kepegawaian - Kasubbag Perencanaan
6. Berjalannya
- Kasubbid Monitoring,
kewenangan
Pelaporan dan Evaluasi
7. Fasilitas yang
Organisasi dan Tata
4. Staf
- Staf Bappeda
memadai
Kerja
Inspektorat,
Disposisi
Bappeda, dan
8. Pengangkatan Birokrat
Lembaga
9. Insentif
Teknis
- Kasubbid Pengadaan dan Mutasi pegawai BKD Prov. Lampung - Kasubbid Jabatan BKD
Daerah.
Prov. lampung - Kasubbag Keuangan
Bappeda - Kasubbag Umum Kepegawaian Bappeda Struktur
10. Struktur Organisasi
- Kasubbag Perencanaan
Bjrokrasj
1 1. Standar OperasjonaJ
- Kasubbag Umum
Prosedur
Kepegawaian - Kasubbid Prasarana Wilayah - Staf Bappeda
Faktor-faktor
Faktor Internal
12. Apa saja hal-hal
- Sekretaris Bappeda
yang
menentukan dalam
- Kasubbag Perencanaan
menentukan
Implementasi secara
- Kasubbid Monitoring
implementasi
internal
Evaluasi dan pelaporan
Organisasi Bappeda Provinsi
- Kasubbag Umum dan Kepegawaian - Kasubbid
72
pengembangan Wilayah
Lampung berdasarkan
- Kasubbid data dan
Peraturan
statistik
Daerah Nomor 12
- Staf
Tahun Faktor Ekstemal 13. Apa saja hal-hal
2009.
- Sekretaris Bappeda
menentukan dalam
- Kasubbag Perencanaan
Implementasi secara
- Kasubbid Monitoring
ekstemal
Evaluasi dan pelaporan
- Kasubbag Umum dan Kepegawaian - Kasubbid pengembangan Wilayah - Kasubbid data dan statistik - Staf Model
Kewenangan
Altematif
Koordinasi, dan Standar PeJayanan
14. Struktur Organisasi dan Eselonering 15. Standar OperasioanaJ Prosedur
- Sekretaris Bappeda - Kasubbag Perencanaan - Kasubbag Umum dan Kepegawaian - Kasubbag Pengembangan Wi\ayah - Staf
Pengelolan
16. Perencanaan SDM
SDM
17. Pembinaan SDM
- Kasubbag Umum Kepegawaian - Kasubbag Perencanaan - Kasubbid pengembangan wilayah - Kasubbid Monitoring dan Pelaporan
73
E.
Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan dua macam klasifikasi data yang
didsarkan pada jenis dan sumbemya, yaitu :
1.
Jenis Data
1. 1. Data Primer Data Primer dalam penelitian kualitatif diperoleh
dari hasil wawancara
dengan informan. Menurut Mantra (2004), informan adalah orang yang dapat memberikan keterangan atau infom1asi mengenai masalah yang sedang diteliti dan dapat berperan sebagai narasumber selama proses penelitian. Data primer yang didapatkan melalui informan dan observasi langsung di lapangan tentang organisasi Bappeda secara keseluruhan, mulai dari SDM, Fasilitas, Rencana keija, , dan sebagainya. 1.2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari basil studi kepustakaan, yakni sumber-sumber tertulis baik · berupa buku-buku, Peraturanperaturan, Arsip-arsip, notulen-notulen sidang/rapat serta data dan informasi lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. 2.
Sumber Data Setiap data da1am penelitian ini diperoleh dari pihak-pihak yang terkait
dengan Implementasi Organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pembentukakan organisasi dan Tata Keija Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah yang merupakan turunan dari PP Nomor 41 tahun 2007. Sedangkan data dan informasi yang akurat
74
serta komprchcnsif dapat diperoleh dari para informan karena informan orang yang menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2007) jadi sumber data dalam penelitian ini berasal dari : a.
Informan Pemilihan informan dilaksanakan dengan cara purposive dengan alasan
karena informan dianggap relevan dan kompeten.
Informan yang akan
diwdwancarai terdiri dari beberapa pejabat dan staf antara lain ; Sekretaris Bappeda sebagai pejabat yang mengurusi Internal organisasi Bappeda, Kasubbag Perencanaan sebagai pejabat yang mempunyai peran yang sangat penting dalam hal perencanaan di Bappeda dan pembangunan daerah, Kasubbag Umum dan Kepegawaian sebagai pejabat yang mengurusi Kepegawaian dan administrasi umum serta, Kasubbag Keuangan sebagi pejabat yang mengurusi administrasi keuangan , Kasubbid Tata Ruang dan pengembangan wilayah merupakan orang yang terlibat langsung dalam perencanaan tata ruang, Kasubbid Monitoring Pelaporan dan Evaluasi merupakan orang yang sangat berperan dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pembangunan , Kasubbid data dan statistik sebagai orang yang memegang kendali data, Kasubbid Kesra, Kasubbid Jabatan BKD Provinsi Lampung, Kasubbid Pengadaan dan Mutasi Pegawai
dan
beberapa staf Bappeda Provinsi Lampung, yang berjumlah 14 orang. b.
Dokumen Dokumen disini merupakan sumber data lainnya yang bersifat melengkapi
data utama yang terkait dengan masalah dan fokus penelitian, antara lain mengenai surat-menyurat, disposisi, dan lain-lain
75
F.
Unit Analisis Unit analisis adalah unit yang akan diteliti. Unit analisis dalam penelitian
m1 adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi
Lampung, sebagai objek dari penelitian ini.
G.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data kualitatif adalah wawancara, dan dokumentasi,
secara un1un1 terdapat empat macam teknik pengumpulan data yaitu observasi langsung dilapangan (Bappeda Provinsi Lampung), wawancara mendalam dengan informan, dan dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data lebih banyak pada pengamatan berperan serta (participation observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi (Sugiyono, 2005 : 62-63). Wawancara dan diskusi dilakukan dalam situsi dan kondisi yang tidak terlal u formal.
H.
Keabsahan Data Pengujian terhadap keabsahan data diperlukan agar diperoleh data
penelitian yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan, oleh karena itu pengabsahan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara : a. Meningkatkan ketekunan
76
Disini peneliti rnernbaca seluruh catatan hasil penelitian secara cermat, untuk rnengetahui kesalahan dan kekurangannya sehingga diperoleh deskripsi data yang akurat dan sisternatis tentang apa yang diarnati. b. Triangulasi Triangulasi data dilakukan dengan cara triangulasi teknik, waktu, dan sumber data. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara rnenanyakan hal yang sarna dengan teknik yang berbeda, triangulasi waktu dengan cara rnenanyakan hal yang sarna dengan waktu yang berbeda, sedangkan triangulasi surnber rnenanyakan hal yang sarna dengan sumber yang berbeda. Dalam penelitian ini lcbih banyak rnenggunakan triangulasi sumber, artinya rnernberikan pertanyaan yang sarna dengan surnber yang berbeda. c. Diskusi Hasil penelitian yang rnasih bersifat sernentara kernudian didiskusikan dengan ternan-ternan sejawat Mahasiswa S2, dosen pernbimbing, rnaupun dosendosen yang berkornpeten dengan rnasalah dalam penelitian, Ataupun dengan prak"tisi pernerintahan yang berpengalaman, khususnya di bidang perencanaan pernbagunan. d. Analisis kasus negatif Berarti peneliti mencari data yang berbeda atau yang bertentangan dengan data yang telah diternukan. hila tidak ada data yang bertentangan berarti data yang diternukan telah dapat dipercaya. e.
Informan Check
77
Dilakukan dengan cara melakukan diskusi hasil penelitia11 dengan nara sumber yang telah memberikan data, maksudnya agar mereka dapat menyanggah apabila ada data yang tidak sesuai dengan data yang telah diberikannya, maupun menambahkan data apabila masih ada yang kurang.
I.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
deskriptif analitik. Yaitu memberikan gambaran tentang Organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pembentukakan organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, dan Lembaga Teknis Daerah yang merupakan turunan dari PP Nomor 41 tahun 2007. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification. I.
Reduksi data (data reduction), merupakan proses perangkuman atau pemilihan data, dimana data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil penelitian, juga mempermudah peneliti untuk mencari kern bali data yang diperoleh jika diperlukan.
2.
Penyajian data (data display), data yang telal1 dirangkum atau dipilih dibuat dalam bentuk matriks ataupun tabel, agar dapat melihat gambaran secara keseluruhan untuk mengambil kesimpulan yang tepat.
3.
Kesimpulan data (conclusion drawing/verification), merupakan penyusunan kesimpulan dalam pembuatan keputusan hasil analisis sebelumnya yang disesuaikan dengan rumusan masalah penelitian.
78
J.
Jadwal Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada Tahun 2010 dan dimulai pada bulan
April serta diharapkan akan selesai
pada bulan Agustus tahun 2010. Jadwal
penelitian dibuat dalam bentuk tabel berikut ;
Tabel 3. Jadwal Penelitian Waktu penelitian Tahun 2010
Tahap PeneJitian
Seminar Hasil Penyusunan tesis an Tesis Penyerahan tesis
April
Juni
Juli
Agustus
BABIV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Provinsi Lampung memiliki luas 36.203,831 k.tu 2 dan secara georgafis terletak di antara 105°45'-103°48' BT dan 3°45'-6°45' LS. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan di sebelah timur de11gan Laut Jawa.
J urnlah penduduk Lampung sampai dengan tahun 2009 adalah 7.611.3 72 juta jiwa dengan
tingkat
kepadatan
(www.lampungprov.go.id).
penduduk
sebesar
85
jiwalkm2
Beberapa pulau termasuk dalam wilayah Provinsi
Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus, dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang yang masuk ke wilayah Kabupaten Lampung Barat. Keadaan alam Lampung, di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur
~_ulcjt
Barisan di Pulau Sumatera. Di tengah-tengah merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan perairan yang luas. Provinsi Lampung memiliki 14 kabupatenlkota yaitu Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Lampung Tengah, Lampun Utara, Lampung Selatan, Lampung Barat, Lamung Timur, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Mesuji, 79
80
Way Kanan, Tanggamus, Pesawaran, dan
Pringsewu.
Sebagian besar
perekonomian Lampung ditunjang oleh sektor pertanian, perkebunan, kelautan, perdagangan dll. Pertanian yang ada di Lampung adalah padi. jagung. kedelai dan tanaman palawija. Sedangkan sektor perkebunan yang ada adalah perkebunan kelapa sawit, tebu, karet, kopi dan lain-lain. Potensi Daerah Lampung fokus pada pengembangan lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sawit, kopi, jagung dan tebu. Dan di beberapa daerah pesisir, komoditas perikanan seperti tambak udang lebih menonjol, bahkan untuk tingkat nasional. Keuntungan Propinsi Lampung adalah sebagai pintu masuk yang menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Sehingga secara ekonomis sangat membantu dalam kemajuan ekonomi Lampung. Sebagian besar penduduk Lampung adalah dari para pendatang terutama dari suku Jawa, Sunda dan suku Bali. Penduduk asli Lampung adalah suku Lampung yang berada di daerah pinggiran. Mayoritas penduduk Lampung beragama Islam yakni mencapai 94% disusul dengan kristen, katholik, budha dan lain-lain. Perangkat Daerah yang ada pada Pemerintah Provinsi Lampung adalah terdiri dari 11 Badan, 18 Dinas, 12 Biro dan 11 Lembaga Teknis Daerah. Bappeda Provinsi Lampung merupakan salah satu organisasi perangkat daerah yang berfungsi sebagai koordinator perencanaan pembangunan di daerah.
B. GAMBARAN ORGANISASI BAPPEDA PROVINSI LAMPUNG Bappeda
Provinsi
Lampung
pada awalnya
dibentuk
berdasarkan
Keputusan Presiden No. 27 tahun 1980, dan Pennendagri No. 185 tahun I 980,
81
serta Peraturan Daerah No. 9 tahun 1981, yang mengacu pada Undang-Undang No. 5 tahun 1974. Pada Era Undang-undang No. 22 tahun 1999, Era Dcsentralisasi atau Otonomi Daerah, Bappeda Provinsi Lampung dibangun kembali mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No. 84 tahun 2000, dan ditetapkan dalam bentuk struktur organisasi "Badan Provinsi" berdasarkan Peraturan Daerah No. 16 tahun 2000. Berdasarkan struktur organisasi tersebut, terdapat perubahan mendasar dan sangat signifikan, antara struktur Bappeda berdasarkan Peraturan Daerah No. 9 tahun 1981 dengan Peraturan Daerah No. 16 tahun 2000. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh; (1) digantinya sebutan "Ketua Bappeda Tingkat I Lampung" menjadi "Kepala Bappeda Provinsi Lampung", (2) dihapuskannya posisi Wakil Ketua Bappeda pada esselon liB, (3) dileburkannya Organisasi Biro POE (Pusat Data Elektronik) ke dalam Bappeda, (4) dihapuskannya "Bidang Pcnclitian " pada Bappeda dan (5) dibentuknya Balitbang Provinsi. Struktur organisasi Bappeda berdasarkan Peraturan Daerah No. 16 tahun 2000 adalah sebagai berikut : I (satu) jabatan esselon II A, 6 (enam) jabatan esselon III A, 18 (delapan belas) jabatan esselon IV A, dan 84 (delapan puluh empat) staf non struktural urn urn serta telah diangkat 5 (lima) orang Go Iongan IV untuk mengisi formasi Jabatan Fungsional Perencana di Bappeda. Tetapi pada tahun 2007 dilakukan kembali evaluasi terhadap seluruh organisasi untuk melihat efektivitas struktur organisasi yang ada sesuai Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 yang hasilnya ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 12 Tahun 2009 dimana Bappeda saat ini mendapat tambahan dua bidang, yaitu UPT
82
Data Spatial dan Bidang Penelitian yang merupakan penggabungan kembali Balitbangda ke dalam organsasi Bappeda. Walaupun pada kenyataannnya UPT Data Spatial sampai saat ini masih belum terbentuk.
I.
Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
1.1. Visi Dan Misi Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung saat ini, dan mengingat perubahan dinamika masyarakat yang begitu cepat, maka pada dasamya menuntut pelaksanaan pemerintahan yang baik yang dapat memberikan pelayanan yang prima dari aparatur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung. Sejalan dengan kondisi tersebut diatas, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka peran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung dituntut lebih berperan dalam meningkatkan perencanaan pembangunan daerah untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan tugas di bidang perencanaan pembangunan daerah pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung perlu disusun rumusan visi dan misi. 1.1.1. Visi Visi merupakan inspirasi dari motivasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan apa yang ingin dicapai di masa yang akan dicapai di masa depan. Sedangkan misi diperlukan sebagai pedoman didalam pengambilan keputusan
83
manaJemen.
Dengan memperhatikan kondisi internal instansi Bappeda serta
mengingat perubahan ekstemal yang terjadi akhir-a.khir ini, maka dalam penyelenggaraan pembangunan daerah perlu Iebih diarahkan pada efisiensi dan efektifitas yang menuntut adanya perubahan budaya dan etos keija yang berorientasi kepada peneapaian hasil serta pertanggungjawaban berdasarkan nilai akuntabilitas.
Dalam RPJM Daerah Provinsi Lampung Tahun 2010-2014, serta mengacu kepada tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan ke dalam Perda Nomor 12 tahun 2009 tentang susunan Struktur Organisasi Tata Keija maka ditetapkan Visi Bappeda sebagai berikut : ~~Bappeda
yang Partisipatif dan lnovatif dalam mendukung Lampung Unggul
dan Berdaya Saing Berbasis Ekonomi Kerakyatan ". Makna pokok yang terkandung dalam visi di atas adalah : l. Pereneanaan yang partisipatif adalah perencanaan yang mengakomodir partisipatif berbagai pihak pelaku pembangunan melalui penjaringan aspirasi baik langsung maupun tidak Iangsung. 2. Perencanaan yang inovatif yaitu pereneanaan yang selalu mencari inofasi baru dalam merancang program-program pembangunan. 3. Lampung Unggul dan Berdaya Saing mempunyai konotasi lebih baik, lebih kuat, lebih tangguh dan lebih ulet daripada lingkungannya, baik dalam skala kawasan maupun regional. Keunggulan dan daya saing mencakup domain
84
pcrekonomian, sains dan teknologi, pendidikan dan civilization (politik dan hukum).
1.1.2. Misi Berdasarkan visi sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka visi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung ditetapkan sebagai berikut : 1.
Meningkatkan Kapasitas Organisasi dan Kerjasama Pembangunan
2.
Mcnyusun dan.Mengembangkan Database dan Sistcm Informasi Perencanaan Pembangunan Daerah
3.
Melak.sanakan dan Mengkoordinasikan Penelitian dan Pengembangan Metodologi Perencanaan Pembangunan Daerah
4.
Menyusun dan Mengkoordinasikan Perencanaan Pembangunan Daerah yang Partisipatif dan lnovatif
5.
1.2.
Melak.ukan Pengendalian Pelak.sanaan Pembangunan Daerah
TUJUAN DAN SASARAN Berdasarkan Misi yang telah dirumuskan tersebut diatas, mak.a tujuan
pelak.sanaan kegiatan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung secara umum adalah agar tersedianya dokumen perencanaan mak.ro yang ak.an menjadi acuan oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah dan stake holder serta masyarak.at dalam pelak.sanaan pembangunan daerah. Pencapaian
tujuan
umum
pelaksanaan
penyusunan
perencanaan
pembangunan daerah tidak. sepenuhnya menjadi tanggung jawab Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung, karena perencanaan mak.ro yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung,
85
akan dijabarkan lebih lanjut kedalam bentuk perencanaan teknis/mikro oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam bentuk pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan tahunan. Secara khusus berdasarkan kewenangan pemerintah Provinsi Lampung di bidang perencanaan pembangunan Daerah Provinsi Lampung adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan efektifitas dan efisiensi proses perencanaan pembangunan daerah 2. Peningkatan kualitas perencanaan pembangunan daerah 3. Peningkatan kualitas dan kuantitas data, informasi potensi dan hasil-hasil pembangunan 4. Tersedianya tenaga perencanaan yang professional yang didukung sarana prasarana yang memadai Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, maka sasaran yang akan dicapai selama Tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1.
Terselenggaranya proses perencanaan pembangunan daerah sesua1 dengan jadwal dan prosedur yang ditetapkan.
2.
Tersusunnya perencanaan pembangunan daerah yang aspiratif, aplikatif dan smerg1s
3.
Penyediaan data dan informasi yang lengkap akurat dan aktual
4.
Tersedianya laporan basil pemantauan, pengendalian dan evaluasi
5.
Meningkatnya kualitas, produktifitas dan efisiensi kerja
86
2. Togas, Fungsi Dan Struktur Organisasi 2.1. Tugas Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor : 12 Tahun 2009 yang ditetapkan pada tanggal, 9 Desember 2009
Bappeda mempunyai tugas
melaksanakan Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Daerah
di Bidang
Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Gubernur serta tugas lain sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.2. Fungsi Untuk
melaksanakan
tugas
pokok
diatas,
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Lampung mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Perumusan kebijakan bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan; b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas
di bidang perencanaan, pembangunan,
penelitian dan pengembangan; d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur di bidang perencanaan, pembangunan, penelitian dan pengembangan; e. Pelayanan administratif.
87
2.3. Struktur Organisasi Berdasarkan struktur organisasi Bappeda yang telah ditetapkan dalam Perda No. 12 Tahun 2009 masih terdapat perubahan dalam pelaksanaannya, dikarenakan belum disetujuinya Sekretaris Bappeda menjadi eselon 11/b sehingga struktur organisasi yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut : a. Kepala b. Sekretariat terdiri dari : 1. Sub Bagian Umum 2. Sub Bagian Keuangan 3. Sub Bagian Perencanaan c. Bidang Ekonomi dan Pembangunan terdiri dari : 1. Sub Bidang Produksi 2. Sub Bidang Ekonomi dan Keuangan 3. Sub Bidang Pembangunan dan Promosi d. Bidang Tata Ruang dan Prasarana Wilayah terdiri dari : I. Sub Bidang Pengembangan Wilayah 2. Sub Bidang SDA dan Lingkungan Hidup 3. Sub Bidang Tata Ruang e. Bidang Pengendalian terdiri dari : 1. Sub Bidang Data Statistik 2. Sub Bidang Monitoring dan Pelaporan 3. Sub Bidang Evaluasi f.
Bidang Sosial Budaya terdiri dari :
88
1. Sub Bidang Pemerintahan dan Hukum 2. Sub Bidang SDM dan Tenaga Kerja 3. Sub Bidang Kesejahteraan Rakyat g. Bidang Penelitian dan Pengembangan 1. Sub Bidang Pengembangan Perekonomian dan Keuangan 2. Sub Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan 3. Sub Bidang SDA dan Teknologi h. Kelompok Jabatan Fungsional Masing-masing bagian atau bidang merupakan sub sistem dari organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung yang sating berkaitan dalam melaksanakan tugas sehingga tercipta keterpaduan dan sinergi dalam
Penyusunan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah.
Keterkaitan
dan
keterpaduan dalam pelaksanaan penyusunan perencanaan pembangunan daerah dideskripsikan pada bagan struktur organisasi berikut.
KEPALA BAPPEDA
SEKRETARIS
~ JABATAN FUNGSIONAL
SUBBAG PERENCANAAN
BIDANG EKONOMI DAN KERJASAMA PEMBANGUNAN ~
r-
·-<- . ·. ;·:.: .: . :_ -
- ;_ _ ,_:. . ·.. -_._ -:'
r
BIDANG PEMERINTAHAN DAN KESRA
_'•,
SUBBAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUBBAG KEUANGAN
.r
''',
~
r
BIDANG TATA RUANG DAN PRASARANA WILAYAH
BIDANG PENGENDALIAN
:
SUBBID PRODUKSI
f--+
SUBBID KESEJAHTERAAN RAKYAT ;
~
SUBBID TATA RUANG
r+
SUBBID MONITORING DAN PELAPORAN
SUBBID KEUANGAN
r---.
SUBBID PEMERINTAHAN DAN HUKUM
r---.
SUBBID SDA DAN LINGKUNGAN HIDUP
__,.
~
SUBBID SDM DAN TENAGA KERJA
SUBBID PENGEMBANGAN WI LA YAH
__,.
--+
BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
f-+
SUBBID PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN
SUBBID EVALUASI
f-+
SUBBID PEMERINTAHAN DAN KEMASYARAKA TAN
SUBBID DATA STATISTIK
L+
SUBBID SDA DAN TEKNOLOGI
; ;._.-:;·;,._.:·; -.... :. <;_·_~·=,:·.~ _-.• :···=-~---~:. _:;·..:-_
4
SUBBID PEMBANGUNAN DAN PROMOSI
~
--~------
------
L..__ - - - - - -
---
-
--
-----------
Gambar 4. Bagan Struktur Organisasi Bappeda Provinsi Lampung
89
90
3. Susunan Kepegawaian Dan Perlengkapan 3.1. Kepegawaian Berdasarkan hagan struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung, terdiri dari 25 Jabatan Struktural, yaitu : I orang Kepala Badan, Eselon II a. 1 orang Sekretaris, 5 orang Kepala Bidang, Eselon III a. 18 Orang Kepala Sub Bagian/Sub Bidang, Eselon IV a. Adapun komposisi Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung berdasarkan kualifikasi pendidikan adalah sebagaimana tabel berikut : Tabel4. Data Pegawai Bappeda berdasarkan Pendidikan.
NOMOR
Tingkat Pendidikan
Jumlah Menurut Kelamin Perempuan Laki-laki 1 -
I.
Strata 3
") "-·
Strata 2
27
13
3. 4. 5. 6. 7.
Strata 1 Sannu/D3 SLTA SLTP
42 2 14 4 5 95
28 1 12 64
so Jumlall Sumber : Bappeda Prov. Lampung
Total 1 40 70 3 26 4 5 149
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kualifikasi pendidikan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung telah relatif baik dengan 24,29 % berpendidikan S2 dan 47,66 % berpendidikan S 1 sedangkan sisanya berpendidikan sarjana muda kebawah. Namun bila dilihat dari bidang tugas dan keahlian yang dirniliki masih belum
91
scpenuhnya sesuai dengan formasi, persyaratan atau tuntutan pekerjaan, serta masih banyak staf kualifikasi sarjana yang belum memahami dan mematuhi bidang pekerjaan. Ditinjau dari kepangkatanlgolongan, komposisi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung, yang terbanyak adalah Golongan III, dengan Rincian sebagai berikut : Golongan IV
29 Orang
Golongan III
98 Orang
Golongan II
16 Orang
Golongan I
6 Orang
3.2. Perlengkapan Untuk Mewujudkan tugas pokok dan fungsi kantor Bappeda Provinsi Lan1pung dilengkapi dengan alat-alat perlengkapan meliputi: a) Ruang rapat yang representatif I buah (kapasitas 100 Orang) b) Ruang perpustakaan 1 buah. c) Alat-alat angkutan yaitu: 5 unit kendaraan roda 4 dan 14 unit kendaraan roda 2. d) Alat-alat elektronik berupa: Komputer 59 unit. Note book 35 buah Printer 40 buah Camera 7 buah Handycam 6 buah LCD4 buah
92
Fasiltas Wi-Fi. Selain inventaris yang ada, Bappeda Provinsi Lampung mendapat bantuan ADB dari kegiatan SCBD berupa komputer sebanyak 5 unit dan printer 2 unit.
4. Program dan Rencana Kegiatan Program merupakan implementasi dari kebijakan operasional Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung yang telah dirumuskan diatas. Penyusunan program berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi
Lampung yang menyangkut bidang
perencanaan pembangunan daerah sesuai kewenangan, tugas dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung.
4.1.
Program Sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Lampung, maka program dari kegiatan yang akan dilaksanakan selama kurun waktu 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1.
Peningkatan Perencanaan Pembangunan Daerah
2.
Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perencanaan Pembangunan Daerah
3.
Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur
4.
Pengembangan Data dan Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan
5.
Kerjasarna Pembangunan Daerah
6.
Penelitian dan Pengembangan
7.
Koordinasi Perencanaan untuk Pelaksanaan Program Pembangunan
8.
Peningkatan Monitoring dan Evaluasi
9.
Peningkatan Sarana dan Prasarana
93
4.2. Rencana Kegiatan Berdasarkan program tersebut diatas, maka kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung maka kegiatan telah disusun dengan gambaran sebagai berikut dan dana bersumber dari APBD Provinsi Lampung : 1.
Peningkatan pedoman Penyusunan perencanaan pembangunan daerah
2.
Penyusunan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Tahunan Daerah
3.
Koordinasi Perencanaan Bidang Ekonomi, Sosial Budaya, Tata Ruang.
4.
Sosialisasi Dokumen Perencanaan
5.
Peningkatan data dan statistik pembangunan
6.
Pemantauan/monitoring dan evaluasi program dan hasil-hasil pembangunan
7.
Pembangunan jaringan informasi Adapun untuk rencana kegiatan Bappeda Provinsi Lampung Tahun 2010
dapat dilihat pada tabel (ter1ampir). Selain adanya kegiatan yang dibiayai oleh sumber dana APBD untuk tahun 2010 dan 2011 Pemerintah Provinsi Lampung melalui Bappeda memperoleh dana untuk peningkatan Aparatur yaitu program Peningkatan Kapasitas Berkelanjutan untuk Desentralisasi atau "Sustainable
Capacity Building for Decentralization" (SCBD). Program ini menjadi sangat penting dan strategis, karena ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan penerapan desentralisasi. Sumber dana kegiatan ini adalah dari APBN (ADB) 80% dan APBD 20%.
BABV HASIL DAN PEMBAHASAN
Implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi
Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 tahun 2009, merupakan pengejawantahan dan pelaksanaan dari sebuah kebijakan daerah yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam hubungannya penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui
bagaimana
impelementasi
kebijakan
pembentukan
organisasi
Bappeda tersebut dipandang melalui sudut teori implementasi kebijakan dalam hal ini teori yang dipakai oleh peneliti adalah teori implementasi kebijakan George C
Edwards, dimana dalam teori ini ada beberapa factor kritis yang harus diperhatikan
dalam
sebuah
implementasi
kebijakan,
yaitu
Komunikasi,
Sumberdaya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi, kemudian peneliti juga akan
mencari faktor-faktor yang menentukan yang dapat mendukung atau menghambat Implementasi pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung dengan menggunakan teori organisasi dan mencarikan model altematif yang lebih baik
dalam pelaksanaan peran dan fungsi Bappeda Provinsi Lampung sebagai organisasi pemerintahan daerah yang strategis di Lampung, analisis dan pembahasannya adalah sebagai berikut :
A. Komunikasi di Bappeda Provinsi Lampung
Agar implementasi bisa berjalan efektif, mereka yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan harus mengetahui apa yang seharusnya mereka 94
95
lakukan. Perintah untuk implementasi kebijakan harus disebarkan pada personel yang tepat, dan perintah tersebut harus jelas, akurat dan konsisten (George C
Edwards III : 1980). Persyaratan pertama untuk efektivitas implementasi kebijakan adalah bahwa mereka yang melaksanakan kebijakan tersebut harus mengetahui apa yang
seharusnya dilakukan.
Keputusan kebijakan dan perintah pelaksanaan harus
diberikan kepada personil yang sesuai sebelum hal tersebut dilakukan. Secara alami, komunikasi yang ak\.trat diperlukan dan dapat diterima dengan akurat pula
oleh pelaksana.
Banyak rintangan yang terjadi dalam pola pengiriman
komunikasi implementasi dan rintangan ini dapat menghalangi implementasi kebijakan.
Apabila kebijakan ingin dilaksanakan dengan tepat, perintah implementasi tidak hanya diterima, tetapi juga harus jelas. Karena apabila perintahnya tidak jelas, maka akan membingungkan pelaksana untuk melakukan apa yang
seharusnya dilakukan.
Kebingungan ini akan berakibat pada perbedaan
implementasi kebijakan yang dilakukan dan keinginan dari atasannya. Aspek lain dari komunikasi melalui perintah implementasi adalah konsistensi.
Keputusan yang bertolak belakang akan membingungkan dan membuat frustasi para staf administrasi serta memaksa kemampuan mereka untuk melaksanakan kebijakan seeara efektif. Jadi dapat kita pastikan bahwa ada beberapa variabel
penting dalam komunikasi agar bisa berjalan efektif yaitu : Transmisi/saluran komunikasi, Kejelasan Perintah dan Konsistensi Perintah. Berikut pembahasan
96
masalah komunikasi di Bappeda Provinsi Lampung dalam hal transmisi, Kejelasan Perintah, dan konsistensi perintah.
1. Transmisi/Saluran Komunikasi di Bappeda : Sebelum orang-orang dapat melaksanakan keputusan, mereka harus menyadari bahwa keputusan telah dibuat dan perintah pelaksanaan telah dikeluarkan. Proses ini tidak. selalu dilaksanakan seperti kelihatannya, pengabaian dan kesalahpahaman sebuah keputusan sering kali terjadi.
Hambatan terbesar
dalam penyebaran perintah implementasi adalah ketidaksetujuan pelaksana dengan keputusan yang ada. Ketidaksetujuan atas kebijakan dapat berakibat pada kepalsuan rintangan atau penyimpangan komunikasi, seperti yang dilakukan pelaksana dalam melakukan kebijaksanaan yang tidak dapat dihindarkan dalam menangani perintah keputusan (George C Edwards : 1980). Masalah serupa dapat juga terjadi pada informasi yang melewati beberapa tingkatan pada hierarki birokrasi. Penggunaan perangkat komunikasi tidak langsung dan tidak adanya saluran komunikasi yang terbangun juga dapat menyebabkan penyimpangan perintah implementasi. Penerimaan komunikasi dapat dihalangi oleh pandangan tertentu dari pelaksana atau keengganan untuk mengetahui tentang kebutuhan kebijakan. Terkadang pelaksana memilih untuk mengabaikan kebingungannya dan mencoba menebak maksud "sebenamya" dari komunikasi. Untuk mengetahui bagaimana saluran komunikasi dalam implementasi kebijak.an pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung, maka peneliti telah mendapatkan beberapa jawaban dari beberapa informan terkait, yang sebagian besar memberikan jawaban yang hampir
~
sebagaimana yang
97
disampaikan oleh Kasubbag Umum dan Kepegawaian Bappeda, A. Salam N asrudin berikut ini :
... Secara umum saluran komunikasi pada organisasi Bappeda Provinsi Lampung cukup baik, karena memang sudah jelas alumya secara birokrasi. (wawancarct hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 10.05). Sementara jawaban dari Kasubbag Perencanaan Bappeda, Bobby Irawan adalah: ... Tidak ada masalah dalam saluran komunikasi di Bappeda mulai dari pembuat kebijakannya (kepala daerah) sampai setelah jalannya organisasi Bappeda, karena alumya jelas, (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukull4.2 0 WIB) Begitu juga menurut Kasubbid Kesra, Evie Fatmawaty adalah : ... komunikasi di Bappeda sudah berjalan dengan baik, karena hubungan antar jalur birokrasinya sudah sesuai, bisa langsung lewat telepon, atau langsung di ruangan dan rapat-rapat (wawancara hari Kamis tanggal 20 Mei 2010 pukul10.3 0 WIB). Berdasarkan jawaban para informan di atas dan observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti dapat dikatakan secara umum transmisi/saluran komunikasi dalam organisasi Bappeda tidak ada masalah, dalam artian sudah berjalan dengan b~ karena memang sudah jelas alumya secara birokrasi dimana kebijakan yang dibuat dari atas akan diteruskan ke struktur dibawahnya saluran komunikasinya pun bisa berupa perintah langsung, rnelalui surat tertulis, dan sarana komunikasi yang ada. Berdasarkan teori komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya
HQimensi-Dimensi
Kornunikasi"
halarnan
50
(www.
herwanparwiyanto. staff uns. ac. id/. ../komunikasi-dalam-organisasi. doc),
komunikasi dapat digolongkan ke dalarn tiga kategori, yaitu kornunikasi antar
98
pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Berdasarkan teori ini, tiga kategori komunikasi ini telah berjalan di Bappeda Provinsi Lampung, sehingga komunikasi dalam organisasi Bappeda tidak menemui kendala dan berjalan dengan baik.
Komunikasi antar pribadi di Bappeda Provinsi Lampung
berlangsung antara pimpinan dengan staf yang bertujuan untuk menyampaikan informasi (perintah) demi mencapai kesamaan pengertian sehingga tujuan bersama dapat tercapai. Komunikasi kelompok di Bappeda Provinsi Lampung berlangsung antara bidang yang ada.
Sementara untuk komunikasi massa
dilakukan dalam rapat stafkeseluruhan yang beijalan rutin setiap satu bulan sekali atau bila diperlukan.
2. Kejelasan Perintah di Bappeda Jika kebijakan akan dilakukan oleh mereka yang ingin melaksanakannya, perintah pelaksanaan tidak hanya dapat diterima, tetapi juga harus jelas. Terkadang perintah yang disebarkan kepada pelaksana samar dan tidak spesifik menyebutkan kapan dan bagaimana program akan dilakukan.
Ketidakjelasan
akan memberikan peluang bagi pelaksana untuk memberikan pemahaman baru pada kebijakan, pemahaman baru ini dapat berlawanan dengan tujuan awal. Ketidakjelasan terkadang terjadi pada keputusan hukum. Ambiguitas tidak selalu menghalangi implementasi, tetapi bagaimanapun pelaksana membutuhkan fleksibilitas dan halangan ini dapat diatasi dengan perintah yang spesifik (George C Edwards III : 1980).
99
Pada dasamya hampir semua perintah yang ada di Bappeda Provinsi Lampung dari struktur yang atas pasti bersifat umum seperti yang dikatakan oleh Sekretaris Bappeda berikut ini : ... Memang setiap perintah dari atasan umumnya berupa perintah secara umum, seperti misalnya ada program gubemur tentang pembangunan Kota Baru, maka perintahnya kepada Kepala Bappeda hanya berupa ; buatkan perencanaannya, tidak jelas secara spesifik apa yang harus dikerjakan, yang jelas sudah harus ada hasilnya, kecuali berupa produk peraturan yang jelas juklak dan juknisnya, itupun harus di rapatkan terlebih dulu sehingga ada kesamaan pemahaman. (wawancara pada hari Senin 17 Mei 2010 pukul 15:40) Sementara jawaban dari Kasubbag Perencanaan Bappeda Lampung tidak jauh berbeda sebagai berikut: ... kalau berdasarkan rantai komando sih jelas, hanya saja perintah dari atasan itu memang secara umum, hanya saja karena memang sudah menjadi pekerjaan rutin kita, jadi kita sudah paham apa yang harus dilakukan; misalnya siapkan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Program Anggaran (PP A) untuk Hearing dan Sidang Pleno dengan DPRD, dan lain-lain (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul14.20 WIB). Berdasarkan jawaban dari informan tersebut dapat dikatakan bahwa hampir setiap perintah dari struktur yang di atas tidak pemah secara spesifik, hanya saja karena perintah tersebut berhubungan dengan pekerjaan yang rutin, maka staf bisa memahami perintah tersebut, kecuali dalam pelaksanaan sebuah peraturan yang baru walaupun jelas juklak dan juknisnya tetap saja akan dilakukan rapat-rapat pembahasan di tingkat pejabat struktural, sehingga terdapat pemahaman yang sama serta lebih jelas apa yang diinginkan dari sebuah kebijakan termasuk tentang kebijakan pembentukan organisasi Bappeda itu sendiri. Kurang spesifiknya perintah yang diberikan oleh atasan kepada stafnya sesuai dengan yang dinyatakan oleh George C Edwards (1980) bahwa terkadang
100
perintah yang diberikan kepada pelaksana samar dan tidak spesifik menyebutkan
kapan dan bagaimana sebuah program akan dilakukan. Salah satu penyebabnya adalah biasanya perintah yang diberikan merupakan sesuatu yang baru, sehingga pengambil keputusan tingkat atas belum memiliki pengetahuan mengenai hal ini,
selain itu pengambil keputusan tingkat atas memberikan kebebasan pada pelaksana untuk menginterpretasikan perintah, sehingga diperoleh sejumlah altematif dari program yang akan dijalankan.
Seperti yang sudah berjalan di
Bappeda Provinsi Lampung, ketidakjelasan perintah biasa terjadi, akan tetapi karena merupakan hal yang rutin, maka bukan merupakan suatu masalah, sementara untuk kegiatan baru, pelaksana akan membuat rencana kegiatan dan
akan dibahas dalam rapat tertentu. 3. Konsistensi Perintah di Bappeda Perintah implementasi harus konsisten dan jelas jika ingin pelaksanaan
kebijakan menjadi efektif.
Pengiriman yang jelas, tetapi perintah yang
berlawanan tidak memudahkan personil operasional
un~
mempercepat
implementasi. Dengan demikian pelaksana mengalami hambatan dengan perintah
yang tidak konsisten. Ketika pelaksana menerima perintah yang tidak konsisten, mereka tidak dapat menghindari kegagalan untuk memenuhi tujuan yang harus mereka capai. Mereka dengan mudah dapat menyerah atau mereka dapat memilih
perintah yang mereka sukai (George C Edwads III : 1980) . Hanya saja konsistensi perintah terkadang terhalang oleh kepentingan dari penentu kebijakan seperti yang disampaikan oleh Kasubbag Perencanaan sebagai berikut :
... untuk konsistensi perintah terkadang tidak konsisten, seperti Perda Nomor 12 ini sendiri, cenderung tidak konsisten, karena antara Perda dan
101
implementasinya sendiri berbeda terutama dalam struktur organisasi Bappeda. Selain itu penentu kebijakan tidak konsisten dalam peran dan fungsi Bappeda, eontohnya perencanaan yang sudah disusun dari awal melalui beberapa level tingkatan yang dilakukan melalui Musrenbang begitu akan menjadi dokumen yang disahkan berubah karena ada kepentingan legislatif atau kepentingan dari penentu kebijakan/pimpinan pemerintahan (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 WIB). Sementara apa yang disampaikan oleh Kasubbag Umum dan Kepegawaian sebagai berikut : ... dalam hal konsistensi perintah, terkadang yang teijadi di Bappeda ini adalah beberapa subbagian mengambil tupoksi dari subbagian lain seperti kegiatan-kegiatan administrasi umum, mulai dari pengelolaan surat menyurat, ATK, mebeulair kantor, yang seharusnya di subbagian umum dan kepegawaian tetapi kenyataannya dikelola oleh subbagian keuangan dan ini sudah beijalan lama (wawancara hari Senin 17 Mei pukul I 0.05) Pernyataan-pernyataan
tersebut
mengindikasikan
bahwa
konsistcmsi p4!rintah terkadang dapat berubah karena ada kepentingan dari penentu kebijakan, atau kepentingan pimpinan pemerintahan, itu terlihat dari proses perencanaan yang berjalan mulai dari bawah yaitu musrenbang dari tingkat kelurahan sampai musrenbang provinsi tetapi ketika akan disahkan menjadi Peraturan Daerah tentang APBD, dimana Perda tersebut merupakan produk hukum yang melibatkan DPRD dan Gubemur maka usulan program dari bawah tersebut tidak dapat tertampung dalam kegiatan yang dianggarkan karena akan kalah dengan kepentingan DPRD atau pimpinan pemerintahan, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang pemah dilakukan Novi Widyastuti dengan judul tesis Evaluasi Perumusan Rencana Keija Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas (studi tentang proses penyerapan aspirasi masyarakat dalam Musrenbang) dimana disimpulkan bahwa penyerapan aspirasi masyarakat hasil musrenbang terhadap
102
rencana kerja Kabupaten Musi Rawas tersebut masih rendah, dan masih didominasi perencanaan Top Down atau kepentingan dari pimpinan pemerintahan
dan DPRD. Selain itu pemahaman tentang tugas pokok dan fungsi yang seharusnya sudah jelas, akan tetapi karena sudah berlangsung lama sebagian pekerjaan di
ambil oleh bagian!bidang lain, maka akan sulit untuk mengembalikan fungsi tersebut kebagianlbidang yang memang seharusnya menangani masalah tersebut, karena pasti akan menimbulkan bentura.n-benturan kepentingan yang dampaknya
akan merusak hubungan kerja antar bagian/bidang. B.Sumber Daya di Bappeda Perintah implementasi dapat secara tepat disalurkan, jelas, dan konsisten,
tetapi
apabila
pelaksana
kekurangan
sumberdaya
yang
penting
untuk
melaksanakan kebijakan, implementasi menjadi tidak efektif (George C Edwards
III : 1980). Ada beberapa variabel yang termasuk sumber daya, yaitu : Staff, informasi mengenai cara kerja dan kepatuhan, berjalannya kewenangan, fasilitas yang memadai. Berikut pembahasan sumber daya di Bappeda Provinsi Lampung. 1. Staff di Bappeda
Sumberdaya terpenting dalam pelaksanaan kebijakan adalah staf. Selain permasalahan dalam jumlah, keterampilan juga merupakan ukuran yang dipakai
untuk menilai kualitas staf.
Kurangnya staf yang terlatih secara tepat
menghalangi implementasi kebijakan. Seringkali terjadi, petugas publik kurang ahli
baik secara substansi maupun manajerial
yang dibutuhk.an untuk
melaksanakan kebijakan secara efektif (George C Edwards III : 1980).
103
Sebagaimana disampaikan oleh Kasubbag umum dan Kepegawaian sebagai berikut : dari segi jumlah memang cukup banyak staff di Bappeda Provinsi Lampung, hanya yang menjadi masalah adalah staff yang mempunyai kemampuan secara teknis yang masih sangat kurang, dan staff yang mempunyai semangat kerja yang kurang, jadi staff yang bekerja hanya ituitu saja (wawancara hari Senin 17 Mei pukul 10.05) Begitu juga wawancara dengan Kasubbag Perencanaan Bappeda, sebagai berikut: ... secara umum SDM/staff kita masih kurang apalagi dalam hal teknis, begitu juga dalam hal kepatuhan masih banyak staff yang kurang patuh dan bertanggung jawab kalau di persentasekan staf yang kurang memiliki integritas kerja sekitar 30% sampai 40 %, selain itu jabatan fungsional di Bappeda saat ini hanya menjadi tempat "parkir" para pejabat yang non job, seharusnya merupakan tenaga-tenaga yang memang kompeten dibidangnya masing-masing (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul14.20 WIB). Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa dari segi jumlah memang cukup
banyak staf di Bappeda, seperti pada tabel 4 dimana jumlah staff Bappeda ada 149 orang PNS, akan tetapi yang mempunyai kemampuan dan kemauan kerja hanya sekitar 60 persen saja, seperti hasil observasi di lapangan terutama di Subbidang umum dan kepegawaian dari sejumlah 21 staf yang ada baik yang PNS maupun THL/honorer, hanya sekitar sepuluh orang saja yang masuk kantor dan bekerja itupun lebih banyak yang THL nya, sehingga pekerjaan selalu dikerjakan oleh staf yang sama, sehingga staf sendiri merasa bemt mengerjakan semua beban pekerjaan tersebut karena semua pekerjaan diberikan kepadanya. Selain itu orang-orang atau staf yang diberikan tugas menduduki jabatan fungsional perencana sama sekali bukan orang-orang yang ahli di bidangnya tetapi merupakan mantan pejabat yang tidak mendapatkan jabatan atau sering di
104
sebut non job (lihat tabel 1, Tenaga Fungsional Perencana Bappeda ), ini
menyebabkan fungsi dari jabatan fungsional itu sendiri tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya, padahal seharusnya jabatan fungsional perencana itu mempunyai peran yang sangat penting dalam Bappeda dan seharusnya di isi oleh
orang-orang yang mempunyai kemampuan teknis yang baik atau tenaga muda yang mempunyai latar belakang pendidikan dan kompetensi yang baik. Kemudian dari informasi tersebut jika kita lihat melalui sudut pandang
teori X dan teori Y, dapat dikatakan bahwa 30 sampai dengan 40 % pegawai Bappeda merupakan Pegawai tipe X dan sekitar 60 sampai dengan 70 % merupakan ripe Y. Artinya jumlah pegawai walaupun dari segi kuantitas
meneukupi, belum tentu dalam hal kualitas kerjanya, terutama mengenai pemahaman tentang pekerjaan dan tanggungjawabnya terhadap pekerjaan, jadi dalam hal ini staff di Bappeda masih memiliki permasalahan terhadap
kemampuan dan pemahaman kerja serta tanggungjawab, demikian juga untuk . jabatan fungsional perencana sama sekali tidak sesuai dengan kompetensi staff yang seharusnya.
2. lnformasi Mengenai Cara Kerja di Bappeda Informasi merupakan sumberdaya penting kedua dalam implementasi kebijakan. Informasi ini ada dalam dua bentuk. Pertama informasi yang berdasar
pada bagaimana menyediakan kebijakan. Pelaksana perlu mengetahui apa yang harus dilakukan ketika mereka memperoleh perintah untuk bertindak. Bentuk kedua dari pentingnya informasi adalah data dalam rangka pemenuhan pihak lain
dengan aturan dan undang-undang pemerintah.
Pelaksana hams mengetahui
105
apakah pihak lain yang terlibat dalam irnplernentasi kebijakan rnengikuti hukurn yang ada (George C Edwards III : 1980). Dalam organisasi pernerintahan biasanya rnengenai informasi cara keija dan pekeijaan cukup jelas, karena selalu ada peraturan yang rnengatur setiap pekerjaan. Seperti yang dikatakan oleh Kasubbag Umum dan Kepegawaian sebagai berikut : ... informasi dalam pekeijaan sebenamya sudah ada aturan-aturannya dan tupoksinya sendiri, seperti Undang-undang, Peraturan Pernerintah, Perda, dan Juklak dan Juknis dalam sebuah program yang digelontorkan dari pusat (wawancara pada hari Kamis tanggal20 Mei pukul 14.30 Wib) Sernentara Kasubbid Monitoring dan Pelaporan mengatakan sebagai berikut : ... dalam hal informasi pekeijaan sudah cukup jelas, Tupoksinya juga tidak ada rnasalah (wawancara hari Selasa tanggal18 Mei pukul12.30 Wib) Begitu juga yang dikatakan oleh salah satu stafBappeda sebagai berikut : ... ya kita bekeija sesuai dengan aturan saja, karena kalau tidak rnengikuti peraturan bisa rnernbahayakan kita sendiri, apalagi dalam rnasalah SPJ keuangan, sudah sangat jelas aturannya ( Wawancara hari Kamis tanggal 20 Mei 2010 pukul 13.15 Wib) Dari basil wawancara tersebut, sudah cukup jelas bahwa informasi mengenai pekeijaan di Bappeda yang merupakan salah satu perangkat organisasi pernerintahan di Provinsi Lampung sudah cukup jelas, karena setiap pekeijaan dalam organisasi pemerintahan pasti ada dasamya berupa peraturan-peraturan yang rnernang sudah di tetapkan sebagai petunjuk pelaksanaan/Juklak dan petunjuk teknis/Juknis, yang sudah disosialisasikan sebelumnya. Jadi aturan aturan itulah yang menjadi dasar tindakan staf atau pegawai melaksanakan pekerjaannya.
106
3. Berjalannya Kewenangan di Bappeda pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan.
Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para
pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan menurut George C Edwards dalam Leo Agustino (2006 : 151 ). Dalam organisasi pemerintahan kewenangan sebuah organisasi, atau dalam
tingkatan jabatan
struktural biasanya sudah sangat jelas diatur melalui peraturan-peraturan yang ada yaitu tentang Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) sebagaimana yang dikatakan Kasubbag Perencanaan Bappeda sebagai berikut : ... Kalau kewenangan di dalam Bappeda sendiri sudah cukup jelas melalui tupoksinya masing-masing bidang, tetapi kalau dengan SKPD lain masih ada yang kurang pas, seperti kewenangan Bappeda dalam hal monitoring, evaluasi dan pelaporan sesuai dengan PP nomor 8 tahun 2008, yang seharusnya memang ada di Bappeda, tetapi diambil perannya oleh Biro Administrasi Pembangunan (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 201 0 pukul14.20 WIB).
Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Kasubbid monitoring dan pelaporan sebagai berikut : ... kewenangan dari masing-masing bidang di Internal Bappeda sendiri sudah cukup jelas tupoksinya jadi tidak ada yang bermasalah, hanya saja masalah monitoring dan pelaporan ini yang terkadang terjadi dualisme, karena peran monitoring dan pelaporan sebagian diambil oleh biro administrasi pembangunan, padahal jelas peraturannya dalam PP Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, kewenangan melakukan evaluasi monitoring dan pelaporan ada di Bappeda, ini yang masih belum berjalan(wawancara hari Selasa tanggall8 Mei pukull2.30).
107
Dari infonnasi diatas dan selama peneliti bekerja di Bappeda Provinsi Lampung, masalah kewenangan tentang pengendalian dan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah yang memang masih belum dapat berjalan dengan baik karena peran dan fungsi tersebut ada di Biro Administrasi Pembangunan, hal ini dapat terjadi karena kebijakan pimpinan daerah (Gubemur) yang memberikan peran itu kepada Biro Administrasi Pembangunan, sementara Bappeda hanya mempunyai peran dalam kegiatan yang bersumber dari APBN. Tidak berjalannya kewenangan ini yang membuat peran dan fungsi Bappeda agak sedikit berkurang, dan tidak bisa berjalan dengan baik, karena seyogyanya mengukur dan mengevaluasi sebuah kegiatan pembangunan, alat ukumya adalah dari rencana yang telah dibuat sebelumnya apakah sesuai atau tidak, ini yang membuat jadi timpang, yang membuat rencana Bappeda akan tetapi yang melakukan monitoring dan evaluasi SKPD lain. Jadi dapat dikatakan kewenangan Bappeda tehadap evaluasi dan monitoring pembangunan daerah masih belum berjalan dengan baik. Sementara untuk kewenangan internal Bappeda antar bidang sudah cukup jelas peraturannya.
4. Fasilitas di Bappeda Fasilitas fisik juga merupakan sumberdaya penting dalam implementasi. Seorang pelaksana bisa memiliki staf yang cukup, mengerti apa yang hams dilakukan, memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya bangunan yang penting, peralatan, persediaan dan bahkan ruang hijau,
108
implementasi tidak akan suk.ses (George C Edwards dalam Leo Agustino: 2006: 152). Jadi fasilitas sifatnya akan membantu sebuah kegiatan dapat berjalan dengan baik atau tidak, semakin baik fasilitas maka akan semakin baik sebuah kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan, begitu juga sebaliknya. Begitu juga untuk di Bappeda Provinsi Lampung fasilitas penduk.ungpun akan mempengaruhi kinerja, Sebagaimana yang dikatakan oleh Kasubbag Umum dan Kepegawaian sebagai berikut : ... Fasilitas kita masih kurang, terutama peralatan tentang pemetaan untuk Tata Ruang Wilayah, seperti GIS sementara kesalahan sedikit dalam pemetaan ruang akan berakibat, ruang kosong yang tidak bertuan, ini yang bisa di manfaatkan orang untuk. menguasai ruang/ tanah tersebut dan dampaknya akan luas terhadap kepemilikan ruang/wilayah(wawancara hari Senin 17 Mei pukul 10.05)
Sementara itu menurut Kasubbag Perencanaan Bappeda Bobby Irawan sebagai berikut: ... dibandingkan dengan SKPD lain ya sudah cukup memadai, akan tetapi untuk. menjadi sebuah organisasi yang modem, ya fasilitas kita masih kurang (wawaneara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 WIB). Dari informasi diatas dapat dikatakan bahwa untuk menjadi sebuah organisasi yang modem Bappeda masih kurang fasilitas dan peralatannya, apalagi yang berhubungan dengan teknologi infonnasi mengenai ruang dan wilayah, namun jika dibandingkan dengan SKPD lain Bappeda termasuk yang paling lengkap fasilitasnya, sebagaimana yang tersebut dalam Bab IV tentang inventaris dan perlengkapan Bappeda. Dalam pelaksanaan peran dan fungsi Bappeda sebagai
109
institusi Perencanaan Pembangunan Daerah sudah cukup mendukung dengan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki saat ini, walaupun belum optimal.
C. Dsiposisi di Bappeda Menurut George C Edwards dalam Leo Agustino (2006 : 152) Disposisi atau sikap dari
pel~sana
kebijakan adalah
f~tor
penting ketiga dalam
pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut George C. Edward III dalam Leo Agustino (2006 : 152), adalah; Pengangkatan Birokrat dan Insentif.
1. Pengangkatan Birokrat di Bappeda George C Edwards dalam Leo Agustino (2006 : 152) menyatakan disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan hila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
Karena itu,
pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Namun dalam pelaksanaannya organisasi pemerintahan telah mempunyai peraturan tersendiri dalam pengangkatan/penerimaan pegawai (PNS) dan pengangkatan Pejabat atau birokrat seperti yang dikatakan oleh
110
Kasubbid Pengadaan dan Mutasi Pegawai Badan Kepegawaian Daerab (BKD) Provinsi Lampung, dan stafnya sebagai berikut : ... dalam pengangkatan atau penerimaan pegawai berdasarkan surat dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Men PAN) yang meminta formasi kebutuhan pegawai di daerab, selanjutnya berdasarkan surat tersebut kita membuat surat ke setiap SKPD untuk mengetahui kebutuhan pegawai dari tiap-tiap SKPD, setelab data kebutuhan setiap SKPD tersebut di dapat lalu di rekapitulasi, dari basil rekapitulasi tersebut diketahui formasi kebutuhan pegawai di daerah, dan inilah yang dikirim ke Men PAN kembali, selanjutnya Men PAN lah yang menentukan dan menetapkan Formasi kebutuhan pegawai yang akan di angkat di daerah. Selanjutnya di umumkan secara. terbuka tentang penerimaan pegawai sesuai formasi kemudian pelaksanaan test penerimaan, dari basil test tersebutlah yang akan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan di tempatkan sesuai dengan kebutuhan SKPD. Walaupun saya a.kui pada saat penempatan pegawai terkadang tidak sesuai dengan formasi awal kebutuhan SKPD bisa saja berubah karena ada kepentingan pibak tertentu ( Wawancara hari Rabu tanggal19 Mei 2010, pukul10.30) Demikian juga yang dikatakan oleb Kasubbag umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung sebagai berikut : .... dalam penerimaan/pengangkatan pegawai mutlak urusan BKD, kita banya mengisi form kebutuhan pegawai dari BKD yang kita butuhkan di Bappeda, misalnya kita butub tenaga teknis di bidang perencanaan wilayah, atau geodesi selanjutnya BKD laf!. yang melaksanakan proses penerimaan pegawai. Tapi yang menjadi masalah terkadang kebutuhan pegawai yang kita minta, tidak sesuai dcmgan yang kita harapkan, misalnya yang kita butuhkan dibidang teknik perencanaan atau teknik sipil, tetapi malah anak lulusan pemerintahan atau STPDN yang malah masuk ke Bappeda. Namun untuk lingkup internal Bappeda kewenangan Kepala Bappeda untuk menempatkan staff di bidang-bidang ( Wawancara hari Kamis 20 Mei, pukul Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa dalam pengangkatan Pegawai Negeri sudah ada prosedur tersendiri, Daerah atau Bappeda tidak bisa melakukan penerimaan pegawai, karena ini berhubungan dengan masalah penggajian pegawai yang akan diterima atau diangkat tersebut yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Namun yang menjadi permasalahan selanjutnya
Ill
penempatan pegawai dari hasil penerimaan tersebut terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan SKPD dalam hal ini Bappeda, karena ada kepentingan-kepentingan tertentu. Namun untuk penempatan pegawai dalam internal Bappeda kewenangan penuh ada di Kepala Bappeda, hanya saja
karena
pegawai yang masuk ke
Bappeda tidak sesuai yang dibutuhkan maka penempatan pegawai di internal Bappeda pun tidak terlalu berpengaruh, biasanya ditempatkan di bagian umum atau Sosbud. Sementara untuk pengangkatan pejabat struktural di Bappeda sudah ada aturannya sendiri dan mentpakan kewenangan penuh Kepala Daerah selaku pejabat pembina kepegawaian sebagaimana yang dikatakan oleh Kasubbid Jabatan BKD Provinsi Lampung, sebagai berikut: ... dalam pengangkatan pejabat struktural sudah ada peraturannya sendiri mengikuti UU kepegawaian, dan Peraturan Pemerintah, salah satunya PP Nomor 13 Tahun 2002 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang ptmgangkatan ~gawai negeri sipil dalam jabatan struktural. Dalam hal ini Baperjakat yang melakukan penilaian dan mengusulkan kepada Kepala Daerah untuk menduduki suatu jabatan tertentu, walaupun keputusan akhimya ietap ada di Kepala Oaerah ( Wawancara hari Rabu, tanggal19 Mei 2010, puk'lll12.45 Wib) Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Kasubbag Umum dan Kepegawaian
Bappeda Provinsi Lampung yang mengatakan bahwa jabatan
struktural di Bappeda Provinsi Lampung, Pihak Bappeda hanya sekedar mengusulkan nama saja, seperti pemyataan berikut : ... Masalah pengangkatan pejabat struktural di Bappeda, sepenuhnya kewenangan Kepala daerah/Baperjakat, kita hanya mengusulkan nama pegawai yang layak untuk diangkat menjadi pejabat di Bappeda, tapi keputusan pengangkatan mutlak kewenangan Kepala Daerah, (Wawancara hari Kamis 20 Mei, pukull4.30 Wib)
112
Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa pengangkatan pejabat
struktural di Bappeda itu ada peraturannya sesuai dengan UU Kepegawaian, namun pada faktanya pengangkatan pejabat struktural di Bappeda merupakan kewenangan Kepala Daerah, sementara kita ketahui bahwa Kepala Daerah sendiri
merupakan jabatan politis, dan ini yang terkadang terkesan tidak objektif dalam pengangkatan pejabat, karena bisa saja ada kepentingan politis ataupun kekerabatan dalam hal pengangkatan Pejabat struktural tersebut. Berdasarkan
infonnasi yang didapat oleh peneliti, dalam satu tahun terakhir terjadi beberapa kali pergantian pejabat struktural di Bappeda, dan ini bisa berdampak pada pembangunan tim kerja di Bappeda.
Jadi dapat dikatakan pengangkatan pejabat
struktural di Bappeda walaupun dalam peraturannya sudah jelas tentang kompetensi pejabat yang layak untuk diangkat melalui Baperjakat, tetap saja keputusan akhir berdasarkan Keinginan atau kebijakan Kepala Daerah yang
merupakan jabatan politis.
2. lnsentif di Bappeda George C Edward dalam Leo Agustino (2006) menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya
orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi
faktor pendukung yang membuat para pelak.sana kebijakan melaksanakan perintah
113
dengan baik.
Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi
(self interest) atau organisasi. Tetapi itu itu tidak bisa berlaku dalam organisasi publik khususnya organisasi pemerintahan di daerah, karena segala sesuatu baik merupakan insentif atau biaya beban kerja dan sebagainya haruslah berdasarkan peraturan dan anggarannya di sesuaikan dengan keadaan keuangan daerah seperti yang dikatakan oleh Kasubbag keuangan Bappeda Provinsi Lampung sebagai berikut: ... kita ada tunjangan beban kerja karena termasuk dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berdasarkan Pergub nomor 2 tahun 2010, bahwa semua staff di Bappeda menerima tunjangan beban kerja tersebut, hanya saja tunjangan ini tidak berdasarkan kinerja yang dilakukan oleh staff, sehingga tidak mempengaruhi kinerja staf untuk menjadi lebih baik, karena semua staf mendapatkannya, baik yang rajin maupun yang tidak rajin tetap saja dapat tunjangan tersebut (wawancara hari Selasa, tanggal 18 Mei 2010 pukul10.30 WIB) Sementara itu menurut kasubbag umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung sebagai berikut : ... Tunjangan beban kerja itu tidak mempengaruhi kinerja pegawai karena semua pegawai mendapatkannya, bukan berdasarkan absen, atau penilaian kerja lainnya, sehingga yang rajin rnaupun yang tidak rajin rnendapatkan insentif yang sama, bahkan ini bisa memicu kecemburuan dengan SKPD lain yang tidak mendapatkan tunjangan beban kerja tersebut, sehingga staff dari SKPD lain banyak yang mengusulkan mutasi atau pindah ke Bappeda Lampung karena mengharapkan insentif itu (wawancara hari kamis 20 Mei 2010 pukul 14.30 Wib) Berdasarkan informasi dan fakta yang ada dilapangan, insentif yang berlaku di Bappeda itu temyata rnernang berlaku urnurn secara keseluruhan bagi setiap pegawai di Bappeda karena memang berdasarkan Peraturan Gubemur tersebut, insentif itu berlaku bagi semua pegawai di lingkungan Bappeda tidak berdasarkan absensi, kinerja, ataupun tingkat kemampuan menyelesaikan sebuah
114
pekerjaan. Jadi dapat dikatakan bahwa insentif yang ada tidak menambah atau meningkatkan kinerjalkeinginan dan kemauan pelaksana dalam melakukan perintah dengan baik, karena rajin ataupun tidak rajin, mampu ataupun tidak mampu
melaksanakan
sebuah
pekerjaan,
tetap
saJa
mendapatkan
insentif/tunjangan beban kerja yang sama.
D. Struktur Birokrasi di Bappeda
Pelaksana kebijakan mungkin tahu apa yang harus dilakukan dan memiliki keinginan dan sumber daya yang memadai untuk melakukannya, tetapi mereka mungkin masih terhambat dalam pelaksanaan oleh struktur organisasi di mana mereka melayani. Struktur birokrnsi disini yang akan di bahas adalah struktur organisasi Bappeda dan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai berikut : 1. Struktur Organisasi Bappeda
Struktur organisasi menurut The Liang Gie dalam Hasibuan (1999:34) adalah kerangka yang menunjukkan pola tetap dari hubungan-hubungan diantara bidang-bidang kerja, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan dan peranan masing-masing dalam kebulatan kerjasama. Sementara itu menurut Hasibuan (1999:34) struktur organisasi adalah suatu gambar yang menggambarkan tipe organisasi, pendepartemenan organisasi, kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali dan sistem pimpinan organisasi.
115
Peraturan Daerah Provinsi Lampung
Nomor 12 tahun 2009 telah
mengatur tentang struktur organisasi Bappeda Provinsi Lrunpung sebagaimana terlampir dalam Iampi ran tesis ini ( Lampi ran II Perda Nomor 12 tahun 201 0 terlampir) dimana organisasi Bappeda terdiri dari seorang kepala, seorang Sek.retmis, dua orang kepala bagian,
lima orang Kepala Bidang, 20 orang
Kasubbaglkasubbid, satu UPT dan kelompok jabatan fungsional. Sementara itu faktanya dilapangan struktur yang ada di Bappeda tidak sama dengan yang ada dalam Peraturan Daerah tersebut sebagaimana dalam gambar 4 halaman 89 tentang struktur organisasi Bappeda dimana UPT belum ada, dan dibawah sekretaris langsung terdiri dari tiga kasubbag dan tidak ada Kabag Umum ataupun kabag pereneanaan, sebagaimana yang dikatakan oleh Kasubbag Perencanaan Bappedasebagaiberikut: ... Struktur organisasi kita saat ini memang tidak sesuai dengan Perda Nomor 12 tahun 2010, karena memang tidak mendapat persetujuan dari Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara mengenai jabatan Kabag Umum dan Kabag Perencanaan, akan tetapi untuk UPT kita memang belum ada SDM yang mengisinya dan fasilitas berupa gedung dan perangkat lainnya pun belum ada (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul14.20 WIB). Demikian juga yang dikatakan oleh Kasubbag Umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung yang menguatkan pemyataan diatas, menyatakan bahwa struktur di Perda Nomor 12 tahun 2009 dan implementasinya saat ini tidak sama, berikut pemyatrumnya : ...dalam segi struktur memang kita belum sesuai dengan Perda yang ada karena untuk kabag umum dan kabag perencanaan tidak disetujui oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, begitu juga UPT masih belum bisa berjalan, karena terbentur masalah SDM dan fasilitasnya yang belum tersedia, tapi dengan struktur ini sebenamya sudah cukup baik, hanya
116
dalam eselonering yang sebaiknya sekretaris lebih tinggi dari kepala bidang(wawancara hari Senin 17 Mei pukul I 0.05)
Dari informasi tersebut dan fakta yang ada dilapangan dapat dikatakan bahwa struktur organisasi yang saat ini berjalan di Bappeda Provinsi Lampung memang belum sesuai dengan struktur yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2009, karena terbentur dengan tidak disetujuinya jabatan Kabag Umum dan Kabag Pereneanaan di dalam sekretariat Bappeda, serta eselonering juga belum berlaku sesuai dengan Perda dimana Sekretaris Bappeda seharusnya merupakan eselon 2 b , namun faktanya saat ini Sekretaris masih merupakan eselon 3 a, sama dengan eselon kepala-kepala bidang yang ada di Bappeda. Sementara untuk UPT masih terbentur dengan SDM dan fasilitas yang belum tersedia. Dengan struktur yang ada saat ini kinerja Bappeda memang bisa berjalan eukup baik, hanya yang kurang adalah pada saat koordinasi internal Bappeda yang di koordinir oleh sekretaris Bappeda terkadang sedikit menemui kendala, karena kepala-kepala bidang merasa mempunyai eselon yang sama dengan sekretaris, selain itu ego antar bidang tampak terjadi, karena merasa mempunyai beban dan tanggung jawab yang sama.
2. Standar Operasional Prosedur (SOP) di Bappeda SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan/administraturlbirokrat)
untuk
melaksanakan
kegiatan-
kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang dibutuhkan warga). Selayaknya setiap organisasi pemerintahan
117
mempunyai standar operasional prosedur dalam rangka memberikan pelayanan kepada publiknya masing-masing. Menurut Wibowo (2008:61) standar kinerja yang efektif di dasarkan pada pekerjaan yang tersedia, dipahami, disetujui, spesifik dan terukur, berorientasi waktu, tertulis dan terbuka untuk berubah. Maka standar kinerja dapat ditentuk.an dengan baik dan pekerja termotivasi untuk. mencapai atau melebihinya. Namun dalam penelitian yang dilakukan di Bappeda Provinsi Lampung temyata Bappeda belum mempunyai standar operasional prosedur, seperti yang dikatakan oleh Kasubbag Perencanaan Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : ... standar operasional prosedur (SOP) atau standar pelayanan minimal (SPM) hampir di semua SKPD di Provinsi Lampung ini belum ada ya tennasuk. di Bappeda (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul14.20 WIB). Sementara itu menurut kasubbid pengembangan wilayah Bappeda Provinsi Lampung, lebih menenkankan bahwa memang SOP di Bappeda lah yang seharusnya sudah dibuat, karena tanpa SOP maka Bappeda tidak ada acuan dalam melakuk.an tugasnya, berikut pemyataannya : ... yaitu yang menjadi permasalahan sebenamya, karena kita memang belum mempunyai standar operasional prosedur (SOP) sehingga kita sendiri akhimya tidak ada panduan siapa melakukan apa, sehingga yang berlaku adalah terserah atasan mau memberikan tugas kepada siapa saja yang menurut dia baik, sehingga banyak staf yang sibuk dengan pekeijaan yang menumpuk, sementara dilain pihak banyak juga staf yang tidak mempunyai pekerjaan (menganggur) dan bahkanjarang masuk, sementara tupoksi hanya menggambarkan tugas dan fungsi saja tidak menjelaskan tentang Standar Operasional Prosedur dari masing-masing bidang tugas (wawancara hari R.abu tanggal 19 Mei 2010 puk.ul 12.50 WIB)
118
Begitu juga yang dikatakan oleh Kasubbag umum dan Kepegawaian Bappeda provinsi Lampung yang hampir tidak berbeda dengan jawaban-jawaban diatas, berikut pernyataannya : ... standar operasional prosedur memang belum ada di Bappeda, tetapi biasanya standar operasional prosedur itu ada dan berlaku di institusi pernerintah yang rnernberikan layanan kepada publik seeara langsung, seperti di Rumah Sakit, puskesmas, pelayanan perizinan terpadu dan sebagainya, jadi memang di Bappeda sendiri atau SKPD lain yang tidak memberikan layanan langsung kepada masyarakat/publik ya belum ada SOP nya (wawancara hari kamis 20 Mei 2010 pukul 14.30 Wib) Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa di Bappeda belum ada standar operasional prosedur atau standar pelayanan minimal tentang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari Bappeda itu sendiri, dan bahkan ini hampir di semua SKPD belurn rnernpunyai standar operasional prosedur, keeuali institusi yang berhubungan dengan pelayanan langsung kepada Masyarakat seperti Rumah sakit, ataupun pelayanan perizinan. Sehingga yang terjadi saat ini adalah kebiasaan atau rutinitas yang rnernang sudah ada dan berlaku sejak dahulu di Bappeda, sernentara peraturan mengenai standar operasional prosedur masing-masing bidang belum ada, sehingga hanya melakukan rutinitas kerja berdasarkan birokrasi yang ada dan perintah atasan saja, apabila tidak ada perintah atasan atau tidak ada kegiatan yang sedang dilakukan yang terjadi adalah banyak staf yang menganggur, dan dilain pihak staf yang dianggap mampu selalu menerima limpahan pekerjaan yang paling banyak sehingga pekerjaan terasa berat oleh staf tersebut, dan rnerasa bekerja sendiri.
119
E. Faktor-Fa ktor yang Menentuk an Implemen tasi di Bappeda Dalam setiap implementasi sebuah kebijakan pasti ada faktor-faktor yang sangat menentukan secara internal dan eksternal yang dapat menghambat atau mendorong sebuah implementasi agar dapat berjalan dengan baik. Faktor-faktor internal dan eksternal ini dapat berbeda dari setiap impementasi kebijakan yang ada, dalam implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Nomor 12 tahun 2009, peneliti akan melihat faktorfaktor yang menentukan implementasi organisasi berdasarkan teori organisasi (lingkungan organisasi) yang dihubungkan dengan peran dan fungsi Bappeda sebagai sebuah organisasi perencanaan pembangunan daerah, berdasarkan basil observasi dan wawancara mendalam dengan informan sebagai berikut : 1. Faktor-Fa ktor Internal di Bappeda
Wursanto (2005 : 309) yang dimaksud dengan lingkungan organisasi adalah keseluruhan faktor yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi tersebut adalah luas dan jumlahnya cukup banyak. Dalam arti luas, lingkungan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu lingkungan intern dan lingkungan ekstern. Lingkungan Intern adalah keseluruhan faktor yang ada dalam organisasi dan kegiatan organisasi (Wursanto (2005 : 309). Dari hasil observasi lapangan dan wawancara peneliti faktor-faktor internal yang sangat menentukan agar organisasi Bappeda dapat berjalan dengan baik berdasarkan peran dan fungsinya adalah Sumber Daya Manusia (SDM), baik berupa tingkat keterampilan dan pengetahuan
120
SDM, serta sikap dan perilaku dari SDM, seperti yang dikatakan oleh Kasubbag umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : ... faktor yang sangat mempengaruhi secara internal yang jelas ya SDM dari kita sendiri, walaupun banyak yang bergelar srujana, masih banyak yang belum mengerti dan memahami tugasnya masing-masing, kemudian eselonering dari Kepala Bappeda dan Sekretaris Bappeda yang sangat berpengaruh pada saat kita koordinasi baik koordinasi internal dengan bidang-bidang maupun dengan SKPD lain, serta fasilitas yang modern yang masih belum kita miliki (wawancara Kamis 20 Mei, pukull4.30 Wib) Dari pernyataan tersebut sangat jelas bahwa faktor yang sangat mempengaruhi dari organisasi Bappeda dalam implementasi kebijakan Perda Provinsi Lampung nomor 12 tahun 2009 adalah sumber daya manusianya sendiri, karena fakta yang ada di lapangan masih banyak pegawai yang belum memahami bidang tugasnya, dan masih banyak pegawai yang mempunyai sikap yang kurang bertanggung jawab dalam pekeijaannya masing-masing, hal itu terlihat dari jumlah staf yang raj in masuk sekitar 70 % saja, dan staf yang bekeija atau yang diberi pekerjaan oleh atasannya hanya staf yang itu-itu saja, sehingga yang terjadi yaitu adanya staf yang merasa berat dengan beban keija yang dia terima, dilain sisi banyak staf yang menganggur atau tidak mempunyai tugas atau pekeijaan. Hal ini dikuatkan oleh Kasubbag Pereneanaan Bappeda Provinsi Lampung sebagai berikut : ... yang paling penting adalah SDM kita hams baik, walaupun fasilitas atau apapun perangkat organisasinya lengkap akan tetapi SDM nya kurang baik, maka tetap saja hasil keijanya akan kurang baik (Wawancara Senin tanggal 17 Mei 2010, pukull4.20)
121
Jelas sekali bahwa SDM merupakan faktor yang sangat menentukan secara internal organisasi, bahkan tidak akan terjadi sebuah organisasi tanpa SDM, karena organisasi sendiri pun merupakan kumpulan dari orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, maka apabila orang-orang atau SDM nya tidak ada atau kurang baik, maka organisasi itu akan kurang baik atau sekarat. Selain SDM, faktor internal lain yang menentukan adalah Eselonering sebagaimana pernyataan Kasubbag umum dan kepegawaian Bappeda di atas. Eselonering ini berhubungan dengan wewenang dan rentang kendali serta koordinasi yang dimiiki oleh Bappeda sebagai sebuah organisasi perencanaan pembagunan daerah. Saat ini eselonering yang ada dimana Kepala Bappeda mempunyai eselonering yang sama dengan kepala SKPD lain yaitu eselon 2 a, kesamaan eselon ini yang menyebabkan Bappeda mempunyai kewenangan, serta rentang kendali yang sama, sehingga faktor ini yang sangat menyusahkan Bappeda selaku koordinator perencanaan pembangunan daerah dalam rangka mengkoordinasikan SKPD
lain,
dalam rangka sinkronisasi perencanaan
pembangunan di daerah. Selain itu di internal Bappeda sendiripun, peran sekretaris sebagai koordinator internal Bappeda yang mengkoordinasikan bidang-bidang juga mengalami hal yang sama, terkadang agak sulit dalam koordinasi karena bidang mempunyai eselon yang sama dengan sekretaris yaitu eselon 3 a, terlebih lagi apabila sering teijadi ego antar bidang, sekretaris sulit untuk melakukan kontrol dan intervensi karena rentang kendali, dan wewenangnya sama.
122
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Kasubbid Kesra sebagai
berikut: ... Kita agak susah dalam koordinasi dan meminta data dengan SKPD lain,
ini terjadi karena eselon kita yang sama dengan mereka ( wawancara hari Kamis tanggal20 Mei, pukul 10.30 Wib). Jadi Eselonering sangat berpengamh pada organisasi Bappeda dalam
rangka koordinasi serta pengumpulan data sebagaimana peran sebuah organisasi perencanaan pembangunan daerah yang hams mempunyai data yang akurat dan wewenang koordinasi yang baik terhadap semua SKPD sehingga dapat tetjadi
sinkronisasi dalam perencanaan sebuah pembangunan daerah. Selain SDM dan eselonering juga ada faktor internal yang ikut menentukan yaitu fasilitas, sebagaimana telah disebutkan oleh kasubbag umum
dan kepegawaian diatas. Fasilitas ini pun merupakan perlengkapan dan peralatan yang ada sebagai hal yang dibutuhkan oleh staf/SDM dalam rangka membantu melaksanakan kerja-kerjapya. Fasilitas perlengkapan dan peralatan ini baik berupa
gedung
yang
memadai,
sarana
Teknologi,
komunikasi
dan
informasi,
komputerisasi, serta mebeulair dan sebagainya. Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan Kasubbag Perencanaan
Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : ... fasilitas juga sangat menentukan di tempat kita, karena tanpa fasilitas yang modem tentu akan sulit bagi kita, untuk memberikan pelayanan sesuai dengan peran dan fungsi kita (wawancara hari Senin, tanggal17 Mei 2010, pukul 14.20 Wib).
123
Dari infonnasi diatas, dapat dikatakan bahwa fasilitas yang memadai dan
mendukung adalah sangat penting dalam pelaksanaan peran dan tugas Bappeda sebagai koordinator perencanaan pembangunan daerah,
karena tanpa fasilitas
yang memadai terutama dalam teknologi, komunikasi, dan infonnasi, maka akan
sulit melakukan kerja-kerja terutama yang berhubungan dengan pendataan dan akses infonnasi, mengenai perkembangan yang teijadi. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor internal
yang menentukan dalam implementasi kebijakan pembentukan dan Tata kelola organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2009 adalah : Sumber Daya Manusia (SDM), Eselonering, dan Fasilitas, walaupun
fasilitas yang ada di Bappeda saat ini sudah eukup memadai.
2. Faktor-Faktor Eksternal di Bappeda Menurut
Wursanto
(2005:309-31 0),
Lingkungan
Ekstem
adalah
keseluruhan fak.tor yang ada diluar organisasi (fator-faktor ekstem) yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Faktor- faktor yang tennasuk dalam lingkungan ekstem cukup banyak, antara lain : Politik, Hukum,
Kebudayaan, Teknologi, Sumber Alam, dan Demografi. Dalam hubungannya dengan implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2009,
faktor-faktor yang sangat menentukan seeara. ekstemal yang sangat dominan dan rnenentukan dalam organisasi Bappeda dalam rnenjalankan peran dan fungsinya adalah Politik dan Peraturan Hukurn, sebagaimana dari basil observasi lapangan dan informasi yang didapat dari para informan dilapangan, seperti apa yang
124
dikatakan oleh Kasubbag Umum dan Kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : ... sebenarnya faktor yang sangat mempengaruhi adalah kebijakan Kepala Daerah dan kepentingan politik yang mempengaruhinya (partai politik dan perwakilannya di DPRD), terutama dalam hal pengangkatan birokrat, yang merupakan hak prerogatif Kepala Daerah, serta kewenangan dalam penyusunan rencana kerja, biasanya ketika kita sudah melakukan Musrenbang dari tingkat bawah untuk mencari masukan dari masyarakat tentang kebutuhan dan perencanaan pembangunan di Daerah, ketika sudah sampai pada penetapan program dan anggaran dalam sebuah peraturan daerah yang melibatkan unsur politik di DPRD dan Kepala Daerah, yang terjadi adalah tarik menarik kepentingan sehingga usulan program dari bawah itu akan tersingkirkan dan tidak menjadi program yang nyata(wawancara Kamis 20 Mei, pukul 14.30 Wib)
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kepentingan politik dan Kebijakan kepala daerah-lah yang sangat menentukan terhadap organisasi Bappeda terutama dalam hal pengangkatan birokrat, serta intervensi dalam melakukan perencanaan program kerja dan kegiatan Pembangunan di Daerah. Sehingga peran dan fungsi Bappeda sebagai perangkat organisasi di daerah yang mengurusi perencanaan pembangunan daerah walaupun sudah bekerja sesuai dengan tahapan dan peraturan yang ada dapat saja terhambat dan menjadi mentah ketika berbenturan dengan kepentingan penguasa daerah yang merupakan jabatan politik atau dengan DPRD yang merupakan perwakilan partai politik. Dapat terlihat dari program-program kegiatan yang di usulkan oleh masyarakat sangat sedikit yang terealisasi, dan itu sudah pemah dilak.ukan penelitian oleh Novi Widyastuti dengan judul tesis evaluasi perumusan rencana kerja pemerintah daerah Kabupaten Musi Rawas (studi tentang proses penyerapan aspirasi masyarakat dalarn Musrenbang) dimana disimpulkan bahwa penyerapan aspirasi
125
masyarakat hasil musrenbang terhadap rencana ketja Kabupaten Musi Rawas tersebut masih rendah, dan masih didominasi pereneanaan Top Down. Demikian juga dari apa yang dikatakan oleh
Kasubbid Monitoring dan
Pelaporan Bappeda Provinsi Lampug, sebagai berikut : ... ya kita bekerja berdasarkan peraturan yang ada seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Perda, dan sebagainya akan tetapi terkadang Kebijakan Kepala Daerah lebih sangat menentukan, pada saat kita mau menjalankan peran dan fungsi kita, salah satunya tentang evaluasi monitoring dan pelaporan yang seharusnya ada di Bappeda berdasarkan PP Nomor 8 Tahun 2008, tapi karena kebijakan Kepala Daerah maka yang mempunyai peran dan fungsi tersebut adalah biro administrasi pembangunan Provinsi Lampung, sementara Bappeda hanya mengurusi evaluasi monitoring dan pelaporan dari kegiatan yang berstunber dari APBN (wawancara hari Selasa Tanggal 18 Mei 2010, pukul 12.30)
Senada dengan pemyataan tersebut Kasubbag Perencanaan Bappeda Provinsi Lampung, menyatakan sebagai berikut : ... yang jelas kita bekerja berdasarkan aturan berupa Undang-undang dan turunannya., kalau aturan berubah ya kita harus menyesuaikan, walaupun terkadang kebijakan Kepala Daerah tidak mengikuti aturan yang ada, tinggal kitanya saja yang harus pinter-pinter menyesuaikan (wawancara hari Senin tanggaJ I 7 Mei 2010 pukul 14.20 WIB).
Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa setiap perangkat daerah termasuk Bapp@da Provinsi Lampung, beketja berdasarkan aturan-aturan hukum yang ada dan berlaku, berupa Undang-undang dan turunannya, jadi tindakan setiap perangk.at organisasi daerah harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku, apabila ada perubahan peraturan atau muncul sebuah peraturan yang baru, maka itu menjadi dasar dari peketjaan dan tindakan perangkat organisasi pemerintahan, sehingga perangkat pemerintahan daerah yang harus menyesuaikan dengan peraturan yang baru tersebut. Dalam organisasi
pemerintah~
semua bekerja
126
harus berdasarkan aturan hukumnya, karena setiap tindakan harus ada dasamya, jadi aturan hukum dan Politik dalam hal ini kebijakan Kepala Daerah dan DPRD adalah faktor ekstemal yang sangat menentukan dalam implementasi
Perda
Nomor 12 tahun 2009 di Bappeda Provinsi Lampung. Seperti tersebut dalam Undang-undang nomor 25 tahun 2004 bahwa Visi mtst Kepala Daerah terpilih merupakan dasar dari pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sehingga sangat kuat sekali pengaruh dari Kepala Daerah yang merupakan jabatan politis dalam penentuan rencana pembangunan daerah jangka menengah (lima tahun) atau selama pemerintahan kepala daerah terpilih, yang biasanya akan memprioritaskan janjijanji politiknya. Sementara itu dalam prakteknya, kebijakan kepala daerah yang merupakan jabatan politis terkadang tidak mengikuti peraturan yang ada terutama apabila sudah berhubungan dengan kepentingan dan program kampanye politiknya. Sehingga yang texjadi adalah bagaimana kemampuan SDM (pejabat) yang ada dalam melakukan tindakan agar dapat menyesuaikan dengan aturan hukum yang berlaku tetapi tidak melakukan penentangan terhadap Kebijakan Kepala Daerclh.
F. Model Altematif di Happed a
Model altematif merupakan pilihan model yang kemungkinan bisa di terapkan sebagai altematif yang lebih baik kedepannya. Dari pembahasan tentang Implementasi Kebijakan Pembentukan Organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 tahun 2009 serta faktor-faktor
127
yang menentukan baik ekstemal dan Internal di atas terdapat beberapa pennasalahan yang apabila dapat diearikan solusinya dapat menjadi model altematifyang bisa ditawarkan, yaitu mengenai wewenang koordinasi dan standar pelayanan, serta tentang pengelolaan SDM, permaslahan tersebut yang akan menjadi pembahasan dalam model altematif sebagai berikut: 1. Wewenang Koordinasi dan Standar Pelayanan di Bappeda Dalam permasalahan wewenang koordinasi dan standar pelayanan ada beberapa faktor yang sangat di tekankan dalam hubungannya dengan implementasi Kebijakan Pembentukan Organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda nomor 12 tahun 2009 yaitu : Struk.tur Organisasi dan eseloneringnya, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) yang akan dibahas sebagai berikut : 1.1. Struktur Organisasi dan Eselonering di Bappeda Sebagaimana pembahasan diatas bahwa struktur organisasi yang ada di Bappeda Provinsi Lampung saat ini tidak sama dengan struk.tur organisasi yang ada pada Perda Nomor 12 tahun 2009, dimana struktur organisasi Bappeda yang ada saat ini seperti pada gambar 4 halaman 89
dimana di bawah. sekretaris
langsung terdapat 3 (tiga) kasubbag dan tidak ada UPT, sementara struk.tur yang ada dalam Perda Nomor 12 sebagaimana terlampir (Lampiran Perda Nomor 12: lampiran 2) dibawah sekretaris terdapat 2 Kepala bagian, yaitu kepala bagian Umum dan Kepala bagian pereneanaan, dimana masing-masing kabag membawahi 2 Kasubbag, yaitu dibawah Kabag Umum terdiri dari kasubbag umum dan kepegawaian dan kasubbag keuangan, dan di bawah Kabag
128
Perencanaan terdapat Kasubbag data dan penyusunan program dan kasubbag
monitoring dan pelaporan, serta terdapat UPT. Menurut Robbins (2007 : 586) struktur organisasi mendefinisikan cara tugas pekeijaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal.
Terdapat enam unsur kunei yang perlu disampaikan ke manajer ketika mereka merancang
struktur
departementalisasi,
orgarusasmya
rantai
Komando,
yaitu rentang
Spesialisasi kendali,
Pekeijaan,
sentralisasi
dan
desentralisasi serta fonnalisasi. Berdasarkan teori tersebut seeara sederhana spesialisasi pekeijaan telah terlihat dimana ada pekeijaan administrasi yang
tergambar di sekretariat, dan pekeijaan teknis yang ada di bidang-bidang, selanjutnya di bagi dalam departemen yaitu Sekretariat dan lima bidang serta satu UPT, selanjutnya rantai komando dan rentang kendali, serta sentralisasi terletak di
sekretariat sementara desentralisasi ada di bidang -bidang. Berdasarkan teori tersebut spesialisasi pekerjaan administrasi , rantai komando,
rentang kendali berada di sekretariat. Untuk spesialisasi pekerjaan
administrasi, dimana yang ada adalah administrasi Umum dan kepegawaian, administrasi keuangan, serta administrai perencanaan, sudah cukup untuk mengurusi keskeretariatan. Namun rantai komando dan rentang kendali dalam hal
organisasi pemerintahan itu berhubungan dengan eselonering, sehingga untuk mempunyai rentang kendali terhadap bidang-bidang seharusnya eselonering sekretaris lebih tinggi dari eselonering kepala bidang, agar sekretaris dapat
mempunyai wewenang dalam melakukan koordinasi terhadap bidang-bidang. Sementara UPT yang mengurusi bidang data spasial mempunyai spesialisasi yang
129
hampir sama dengan subbidang data statistik dibawah bidang pengendalian, jadi sebaiknya UPT tersebut di hilangkan dan digabung dengan
subbidang data
statistik menjadi subbidang data spasial dan statistik yang berada dibawah bidang pengendalian. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Kasubbag Perencanaan Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : ... Struktur yang sekarang berlaku di Bappeda sudah cukup baik, hanya saja Sekretaris Bappeda seharusnya mempunyai eselon yang lebih tinggi dari kepala bidang, karena dia mempunyai rentang kendali dan fungsi koordinasi terhadap semua bidang yang ada di Bappeda, sementara Kepala Bappeda pun seharusnya mempunyai Eselon yang lebih tinggi dari Kepala badan atau kepala dinas yang lain, seperti pada waktu zaman sebelum refonnasi dimana kepala Bappeda, Kepala lnspektorat, dan Sekretaris Daerah mempunyai eselon yang lebih tinggi dari kepala badan atau kepala dinas yang lain, jadi posisi Bappeda dalam melakukan koordinasi dengan Sf>mua SKPD lain dalam rangka sinkronisasi dan integrasi mcmjadi lebih kuat ( wawancara hari Senin; Tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 Wib) Demikian pula dengan apa yang dikatakan oleh Kasubbag Umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung sebagai berikut : .;. struktur organisasi saat ini sudah cukup baik, hanya UPT data spasial yang belum ada, akan tetapi eselonering sekretaris Bappeda seharusnya lebih tinggi dari kepala-kepala bidang, dan eselon kepala Bappeda dalan1 rangka melakukan rentang kendali Perencanaan pembangunan Daerah terhadap semua SKPD seharusnya lebih tinggi daripada kepala badan atau kepala dinas yang lain, sehingga koordinasi bisa dilakukan dengan baik, seperti zaman dulu. Dan ini lagi dibahas di tingkat pusat agar kepala Bappeda mempunyai wewenang yang lebih tinggi dari kepala-kepala badan atau dinas yang lain dalm rangka fungsi koordinasi perencanaan (wawancara hari Kamis 20 Mei, pukul 14.30 Wib) Dari pemyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa struktur yang ada sudah cukup baik, hanya untuk UPT data spasial berdasarkan teori spesialisasi keija dapat digabungkan dengan· subbidang data statistik menjadi subbidang data spasial dan statistik, sementara eselonering sekretaris harus menjadi eselon 2 b,
130
yakni lebih tinggi satu tingkat dari eselon kepala-kepala bidang sesuai dengan
fungsi koordinasi internal Bappeda. Selain itu kepala Bappeda seharusnya mempunyai eselon yang lebih tinggi dari kepala badan atau kepala dinas yang lain, ini dapat dilihat dari lingkup tugas
Bappeda dibandingkan dengan SKPD lain seperti dalam tabel berkut : Tabel 5. Matrik Ling/cup Tugas BAPPEDA Provinsi vs SKPD/Badan Lain NO
INSTRUMEN
1
Lingkup Pekerjaan
2
Bagian dalam siklus Manajemen Pemerintahan
3
Hubungan Koordinasi
4
Hubungan dengan bPRiJ
BAPPEDA urusan Semua (Wajib+Pilihan) dan semua Bidang Pemerintahan sesuai kewenangan - Perencanaan (Programing semua & Budgeting dana sumber APBD Prov+APBN+Loan!Hibah LN) - Pengendalian - Eva)uasi Lintas!Multi Sektor Koordinasi lintas Pemerintah (dengan Pusat, Provinsl, Sesama Kabupaten/Kota) Keljasama IntemasionaJ program ---+ Support (Sister atau province lainnya) dengan atau penjajagan keljasama Luar Negeri di Semua komisi-komisi ijplU) Panggar, (A-E), Panmus, Pans us)
BAD AN LAINNYA Bidang tertentu yang menjadi urusannya
Pelaksanaan(actuating)
Sifat Koordinasi satu sektor tertentu
Hanya dengan satu komisi
Dari tabel 5 tersebut dapat kita lihat bahwa lingkup tugas Bappeda lebih
kompleks dibandingkan dengan SKPD lain, sehingga kewenangan koordinasi dan rentang kendali harusnya lebih tinggi dari SKPD lain, agar fungsi dan peran Bappeda dapat beijalan dengan baik sebagai sebuah organisasi yang mengurusi
131
perencanaan pembangunan daerah; itupun dapat terlihat dari
rencana kerja
Bappeda tahun 2010 (terlampir) dimana kegiatan koordinasi terdapat sebanyak 16 kegiatan dengan jumlah anggaran Rp. 5.792.500, atau sekitar 27,58 % dari total anggaran.
1.2. Stan dar Operasional Prosedur di Bappeda Keteraturan dalam suatu perusahaan, tidak lepas dari keteraturan system yang ada. System yang baik, mengacu pada penaataan prosedur yang teratur, konsisten, berkelanjutan dan mudah diterapkan baik oleh orang dalam maupun pemain
baru
dalam
perusahaan.
SOP
merupakan
perangkat
yang
mendokumentasikan system dalam tahapan-tahapan dari aktivitas yang teijadi dalam suatu perusahaan~ Standard Operating Procedure (SOP) SOP adalah dokumen tertulis yang
memuat prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis. SOP memuat serangkaian instruksi secara tertulis tentang kegiatan rutin atau berulang-ulang yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Untuk itu SOP juga dilengkapi dengan referensi, lampiran, formulir, diagram dan alur kerja (jlow chart). SOP sering juga disebut sebagai manual SOP yang digunakan sebagai pedoman untuk mengarahkan dan mengevaluasi suatu pekerjaan ( http:l/shafiyyah.blog.uns.ac.id)
Dari pemyataan diatas dapat dikatakan bahwa standar operasional prosedur adalah dalam rangk.a menciptakan keteraturan pekerjaan dalam sebuah organisasi dan haruslah dibuat menjadi sebuah system yang tertulis sehingga menjadi dasar
melakukan tindakan yang terukur dan sebagai aeuan dalam
132
melakukan evaluasi dari setiap pelayanan yang diberikan kepada publik sebagai pengguna layanannya. Sementara di Bappeda Provinsi Lampung sampai saat ini belum mepunyai standar operasional prosedur sebagaimana yang dikatakan oleh kasubbid pengembangan wilayah Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : ... yaitu yang menjadi permasalahan sebenamya, karena kita memang belum mempunyai standar operasional prosedur (SOP) sehingga kita sendiri akhimya tidak ada panduan siapa melak.ukan apa, sehingga yang berlaku adalah terserah atasan mau memberikan tugas kepada siapa saja yang menurut dia baik, sehingga banyak staf yang sibuk dengan pekeijaan yang menumpuk, sementara dilain pihak banyak juga staf yang tidak mempunyai pekerjaan (menganggur) dan bahkan jarang masuk, sementara tupoksi yang ada hanya menggambarkan tugas dan fungsi saja tidak menjelaskan tentang Standar Operasional Prosedur dari masing-masing bidang tugas (wawancara hari Rabu tanggal 19 Mei 2010 pukul 12.50 WIB)
Begitu juga dengan apa yang dikatakan oleh Kasubbid Perencanaan Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : ... standar operasional prosedur (SOP) atau standar pelayanan minimal (SPM) hampir di semua SKPD di Provinsi Lampung ini belum ada ya termasuk di Bappeda (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul14.20 WIB). Dari pemyataan informan tersebut; sangat jelas bahwa memang belum ada standar operasional prosedur di Bappeda Provinsi Lampung, padahal standar operasional prosedur itu sendiri bertujuan agar ada
Keteraturan dan
kesistematisan; dari prosedur ini akan memudahkan antar satuan keija yang ada dalam melaksanakan tanggung jawab dan tugasnya. hubungan timbal balik yang lancar ak.an mewujudkan keseimbangan keija yang baik bagi karyawan dan mewujudkan performansi yang handaL Konsistensi terhadap system dapat terjamin meskipun kunei utama pemegang kerja resign maupun digantikan dengan
133
orang lain. Peraturan tertulis SOP memudahkan seseorang melakukan suatu keija dengan selamat tanpa adanya masalah terhadap keselamatan diri atau pun pada peralatan
yang
di
gunakan
tanpa
bantuan
orang
lain
(http://shafivvah. blog. uns;ac.id).
Dapat dikatakan apabila Bappeda Provinsi Lampung ingin menjadi sebuah organisasi yang baik, terutama dalam memberikan pelayanan kepada publik maka harus mempunyai standar operasional prosedur yang jelas dan tertulis, sehingga menjadi dasar karyawan dalam melakukan sebuah tindakan; dan acuan dalam mengevaluasi kineija pelayanan dari organisasi tersebut. Standar pelayanan menurut Kirkpatrick dalam Wibowo (2008 : 61) terdapat dalam delapan karakteristik yang membuat suatu standar kineija itu menjadi efektif; yaitu :
standar harus di dasarkan pada pekeijaan standar haruslah dapat dicapai standar harus dapat dipahami standar harus disepakati standar itu harus spesifik dan sedapat mungkin dapat teruk.ur standar harus berorientasi pada waktu standar harus tertulis dan standar dapat berubah oleh karena itu maka apabila Bappeda Provinsi Lampung akan membuat standar operasional prosedur haruslah memperhatikan delapan karakteristik tersebut, sehingga standar yang dibuat dapat menjadikan kineija organisasi menjadi lebih efektif.
134
2. Pengelolaan Somber Daya Manosia di Bappeda Dalam sebuah organisasi, faktor terpenting adalah manusianya itu sendiri, Bahkan sebuah organisasi yang sangat besar dalam hal ini sebuah Negara seperti Indonesia, walaupun memiliki kekayaan alam yang berlimpah namun apabila tidak mempunyai SDM yang baik, hanya akan menjadi sapi perahan bangsabangsa yang mempunyai SDM yang maju seperti negara-negara di Eropa Barat dan Amerika, Apalagi dalam sebuah organisasi yang lebih kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah organisasi akan baik apabila mempunyai SDM yang baik, begitu juga sebaliknya, organisasi akan buruk apabila SDM nya juga buruk, oleh karena itu pengelolaan SDM sangat diperlukan, karena sebuah organisasi sangat tergantung kepada SDM yang ada didalamnya. Pengelolaan SDM hams dilakukan mulai dari perencanaan, penempatan dan pembinaan, sehingga kualitas SDM dapat teijaga dengan baik. Sementara itu apabila kualitas SDM sudah teijaga dengan baik maka organisasipun akan menjadi baik.
2.1.
Perencanaan Somber Daya Manosia di Bappeda Perencanaan sumber daya manusia adalah kegiatan untuk mengantisipasi
permintaan atau kebutuhan dan suplai tenaga kerja organisasi dimasa yang akan datang, dengan memperhatikan : Persediaan sumber daya manusia sekarang, Peramalan permintaan dan suplai sumber daya manusia; Reneana untuk memperbesar jumlah sumber daya manusia (Sedarmayanti 2007 : I 07).
135
Jadi perencanaan SDM adalah hal yang mutlak harus dilakukan dalam sebuah organisasi, sehingga SDM yang bagaimana yang dibutuhkan dalam sebuah organisasi itu sudah harus direncanakan terlebih dahulu dalam rangka mendukung kinerja organisasi, apalagi dalam sebuah orgarusast perencanaan daerah dalam hal ini Bappeda yang harus memiliki SDM yang mempunyai pengetahuan interdisipliner dan menguasai bidangnya baik secara teknis dan administrasi,
karena
pekerjaannya
mencakup
semua
bidang
pekerjaan.
Sebagaimana dikatakan oleh Kasubbag Umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : ;;; kita memang pemah melakukan perencanaan SDM dengan mendata kebutuhan SDM yang kita butuhkan seperti kita membutuhkan tenaga dibidang Tek.nik Lingkungan dan Geodesi, tapi kenyataannya yang masuk. ke Bappeda kebanyakan tenaga dibidang pemerintahan seperti lulusan dari STPDN, ini yang menjadi masalah karena yang menentukan pegawai yang masuk ke Bappeda ini bukan kita sendiri tetapi BKD (wawancara hari i<.amis 20 Mei, pukul 14.30 Wib) Dari pemyataan diatas dapat dikatakan bahwa perencanaan SDM itu sudah pemah dilakukan di Bappeda, akan tetapi yang menjadi permasalahan bahwa perekrutan pegawai negeri Sipil itu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini BKD, berdasarkan formasi yang sudah ditetapkan oleh Men PAN. Sehingga perencanaan SDM yang dilakuk.an oleh Bappeda akan percuma saja dilakukan karena yang mempunyai wewenang penempatan pegawai di Badan, Dinas atau Kantor adalah BKD berdasarkan SK Gubemur;
Namun demikian perencanaan SDM di Bappeda tetaplah harus dilakukan karena kedepannya pemerintah kita akan melakuk.an pembenahan atau reformasi birokrasi yang akan dimulai dari perekrutan pegawai seperti yang dikatakan oleh
136
DEPUTI Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bidang SDM Aparatur Ramli E Naibaho menegaskan, pihaknya akan mengawasi proses perekrutan pegawai negeri sipil (PNS) pasca pilkada. Kata dia, pihaknya melarang kepala daerah terpilih untuk merekrut kerabat ataupun tim suk.sesnya sebagai PNS di daerahnya. Selain pembengkakan di tubuh PNS. hal ini akan mengakibatkan mandegnya proses reformasi birokrasi aparatur negara (http://bataviase.co.id/node )•
Selain hal tersebut diatas perencanaan sumber daya manusia mempunyai manfaat sebagai berikut (Sedarmayanti 2007 : 109) : memperbaiki penggunaan SDM memadukan kegiatan perusahaan dan tujuan organisasi dimasa yang akan datang secara efisien melakukan pengadaan karyawan baru secara ekonomis memperoleh tenaga ketja pada posisi tepat mengembangkan informasi dasar manajemen kepegawaian, untuk
membantu kegiatan kepegawaian dan unit organisasi lain. membantu program penarikan tenaga ketja mengkoordinasikan program manajemen kepegawaian, rekruitmen, seleksi. menciptakan iklim dan kondisi ketja yang serasi dan dinamis;
seperti
Sehingga perencanaan SDM harus tetap dilakukan karena mempunyai manfaat yang sangat baik dalam rangka menjadikan organisasi dapat berfungsi dan betjalan dengan baik karena SDM yang direkrut akan sesuai kebutuhan organisasi, sehingga tidak ada lagi SDM yang merasa berlebih pekerjaannya atau yang menganggur karena tidak ada pekerjaan; Selain itu dalam merekrut tenaga fungsional perencana haruslah benar-benar merupakan tenaga yang ahli di bidang teknis perencanaan.
137
2.2.
Pembinaan Somber Daya Manusia di Bappeda
Sumber daya manusia dalam sebuah organisasi merupakan unsur yang sangat penting, meskipun dalam perekrutannya sudah dilakukan dalam proses yang baik, namun dalam melaksanakan tugasnya masih selalu menghadapi persoalan yang tidak dapat diselesaikan sendiri, yaitu dalam hal masih terdapat kekurangan kemampuan dan keterampilan pekerja.
Belum lagi perrnasalahan SDM yang memang tidak mempunyai rasa tanggungjawab terhadap bidang pekerjaannya atau mempunyai watak yang negatif; seperti yang dikatakan oleh Douglas McGregor dalam Stephen P. Robbins ( 2007 : 216) mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia Pada dasamya yang satu negatif, yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Model SDM yang mempunyai unsur X itu masih eukup banyak di Bappeda Provinsi Lampung, dan ini yang harus dilakukan pembinaan, walaupun SDM yang mempunyai unsur Y pun tetap harus ditingkatkan kemampuan dan pemahamannya dibidang pekerjaan seperti apa yang diatakan oleh Kasubbag Umum dan Kepegawaian Bappeda, sebagai berikut:
~~. kalau kita persentasekan jumlah pegawai yang masih bel urn mempunyai rasa tanggungjawab itu masih sekitar 30 % bahkan bisa lebih, ini yang menjadi permasalahan yang sangat rumit, kalau permasalahannya hanya katena kUraD.gnya pengetahuan dan pemahaman pegawai bisa kita lakukan pembinaan dengan melakukan Diklat dan pelatihan-pelatihan, baik pelatihan yang meningkatkan pemahaman kerja (teknis), namun untuk sbM yang memang mentalnya kurang baik, ya harus dengan pelatihan yang bisa membentuk mental agar lebih baik (wawancara hari Kamis 20 Mei, pukull4.30 Wib)
138
Begitu juga apa yang dikatakan oleh Kasubbag Perencanaan Bappeda Provinsi Lampung, sebagai berikut : .. ,secara umum SDM/staff kita masih kurang apalagi dalam hal pemahaman peketjaan secara teknis, begitu juga dalam hal kepatuhan masih banyak staff yang kurdilg patuh dan bertanggung jawab kalau di persentasekan staf yang kurang memiliki integritas ketja sekitar 30% sampai 40 % ini yang perlu dilakukan pembinaan lewat diklat-diklat dan pelatihan-pelatihan yang bisa meningkatkan kemampuan dan rasa tanggung jawab dari SDM kita (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul14.20 WIB).
Dari informasi tersebut; dapat dikatakan bahwa masih ada sekitar 30 sampai dengan 40% pegawai di Bappeda yang masih belum mempunyai rasa tanggung jawab terhadap peketjaan (pegawai tipe X) sementara sekitar 70 persennya mempunyai rasa tanggungjawab yang cukup terhadap peketjaan walaupun masih perlu ditingkatkan dalam pengetahuan dan pemahaman tentang peketjaan. Dalam hal pegawai yang masih mempunyai kekurangan pemahaman masih bisa di tingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang bersifat teknis peketjaan seperti diktat tentang perencanaan, ataupun diklat-diklat mengenai administrasi pemerintahan; adminisitrasi keuangan; dan lain-lain yang dilakukan oleh internal organisasi ataupun oleh organisasi lain, sementara terlihat dan rencana ketja Bappeda tahun 2010 (terlampir) hanya ada 2 (dua) kegiatan dari 60 (enam puluh) kegiatan mengenai pembinaan ataupun peningkatan kemampuan aparatur dengan persentase anggaran hanya sekitar 2 % dari total anggaran, dan ini masih perlu di tingkatkan lagi apabila mau meningkatkan kualitas SDM nya.
139
Sementara untuk pegawat yang mempunyai tipe X dimana karyawan seeara inheren tidak menyukai kerja dan tidak mempunyai tanggungjawab kerja,
dalam organisasi pemerintahan sipil (PNS) tidak bisa melakukan pemaksaan seperti yang dilakukan oleh
organisasi militer, dimana model pembinaannya
dengan paksaan disiplin yang keras, ataupun melakukan rasionalisasi seperti yang
dilakukan oleh perusahaan swasta, dimana pegawai yang tidak produktif dapat dipecat atau di rasionalisasi karena dianggap membebani pemsahaan. Jadi untuk pegawai tipe X yang masih terdapat di Bappeda pembinaan
yang dilakukan harus dilakukan dengan metode yang lain, pembinaan sebaiknya dilakukan melalui pendekatan personal antara atasan dengan bawahan dengan membangun kesadaran baru, atau bisa juga dengan melakukan kursus-kursus yang
membentuk kepribadian seperti saat ini yang sudah banyak dilakukan oleh perusahaan swasta atau BUMN dengan mengadakan pelatihan Emotional Spiritual Quotion (ESQ) dalam rangka membangun kesadaran baru di masing-masing
pribadi pegawai, atau dengan melakukan out bond dimana out bond biasanya dilakukan untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan kerjasama tim dalam sebuah organisasi ataupun dengan melakukan kursus-kursus kepribadian lainnya
yang diadakan oleh Bappeda dalam rangka meningkatkan rasa taggungjawab pegawai dan membentuk kepribadian yang baik. Sementara metode pembinaan pegawai dalam hal pelatihan-pelatihan yang membentuk kepribadian atau mental
SDM, belum di lakukan di Bappeda Provinsi Lampung itu dapat terlihat dari Rencana Kerja Tahun 2010 (terlampir) hanya ada dua kegiatan dalam rangka peningkatan aparatur, dan itupun hanya bersifat peningkatan keampuan teknis.
140
Dari pembahasan model altematif dalam pengelolaan pegawai tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Proses Organisasi Bappeda
Input SDM
Output (Kualitas kinerja organisasi Bappeda)
.....
Perencanaan SDM
Pembinaan SDM
~
~
Gambar 5 : Model Pengelolaan Pegawai di Bappeda Lampung Sementara itu untuk model altematif implementasi kebijakan di Bappeda Provinsi Lampung, dari analisa dan pembahasan dengan menggunakan model George C Edwards yang merupakan faktor-faktor kritis secara internal
yang
menentukan dalam sebuah implementasi kebijakan dihubungkan dengan faktorfaktor yang menentukan secara Ekstemal dalam teori organisasi dimana politik dan
peraturan
hukum
mempengaruhi
implementasi
organisasi
Bappeda
berdasarkan Perda Nomor 12 tahun 2009 dapat digambarkan sebagai berikut :
lmplementasi
Gambar 6. Modellrnplementasi Kebijakan di Organisasi Bappeda Lampung
141
Dari gambar 6 tersebut dapat dijelaskan bahwa selain empat faktor kritis berdasarkan teori George C Edwards yaitu komWlikasi, sumberdaya, disposisi
dan struktur birokrasi yang menentukan dalam implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung terdapat faktor ekstemal yang juga menentukan, yaitu faktor politik dalam hal ini kepala daerah yang
merupakan jabatan politik dan peraturan hukum, dari gambar 6 tersebut dapat dilihat bahwa faktor politik dan hukum dapat menentukan dalam hal komunikasi yaitu dalam hal konsistensi perintah dimana setiap kebijak.an pembuatan rencana
pembangunan terutama pembangunan jangka menengah (RPJMD) berdasarkan Undang-undang nomor 25 tahun 2004 bahwa RP JMD hamslah berpatokan pada visi dan misi kepala daerah terpilih, sehingga musrenbang yang merupak.an
masukan program dan kegiatan dari bawah sulit untuk terealisasi. Begitu juga dalam penentuan struktur birokrasi haruslah di tetapkan melalui pemturan daerah yang merupakan produk legislatif dalam hal ini DPRD
yang merupakanjabatan politik (perwakilan partai politik). Sementara itu dari segi disposisi yang menjadi kewenangan mutlak kepala daerah dan berdasarkan aturan hukum adalah dalam hal pengangkatan birokrat, dimana pengangkatan birokmt
adalah berdasarkan surat keputusan kepala daerah yang mempakan kewenangan penuh dari kepala daerah. Karena aturan hukum dan politik menentukan dalam tiga fak.tor krtis tersbut maka dengan sendirinya peratuan hukum dan politik juga
pasti akan mempengaruhi implementasi dari kebijakan pembentukan organisasi Bappeda dalam menjalankan peran dan fungsinya;
BABVI KESIMPULA N DAN SARAN A.
Kesimpulan Dari basil analisa dan pembahasan yang dilakukan terhadap Implementasi
kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung Nomor 12 tahun 2009 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1, Implementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung nomor 12 tahun 2009 masih belum berjalan Optimal, serta belum mampu menjadikan kinerja organisasi Bappeda lebih baik. Optimalisasi itu terkait dengan komponen penting/faktor kritis yang menentukan implementasi kebijakan yaitu Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi. 2. Faktor-faktor yang menentukan implementasi organi~si Bapped~
kebijakan
pembentukan
Provinsi Lampung berdasarkan Perda Provinsi Lampung
Nomor 12 Tahun 2009 sehubungan dengan kinerja organisasi Bappeda secara internal adalah ; Sumber Daya Manusia; Eselonering dan Fasilitas; sementara faktor Ekstemal yang sangat menentukan adalah Politik, dalam hal ini Kepala Daerah sebagai Jabatan Politik dan DPRD yang merupakan perwakilan politik; serta Peraturan Hukum yang berlaku. Jadi apabila faktor-faktor itu baik dan mendukung maka akan baik juga implementasi dan kinerja organisasi tersebut. 3. Model
Altematif yang bisa dipakai dalam lmplementasi
Kebijakan
Pembentukan organisasi Bappeda Provinsi Lampung agar bisa berjalan baik 142
143
sesuai dengan peran dan fungsinya adalah dalam hal wewenang koordinasi dan standar pela.yanan serta Pengelolaan SDM. Dimana. wewenang koordinasi itu terlihat dari struktur dan eselonering yang ada di Bappeda. B.
Saran-Saran Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan serta kesimpulan yang ada
maka peneliti memberikan saran dalam lmpelementasi kebijakan pembentukan organisasi Bappeda provinsi Lampung berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2009 dalam rangka perbaikan kinerja organisasi Bappeda Provinsi Lampung sebagai berikut: 1.
Perlu adanya. perubahan struktur yang ada dalam Perda Nomor 12 Tahun 2009 menjadi struktur yang saat ini sudah berjalan, karena dalam faktanya struktur yang berlaku saat ini seperti dalam gambar 4 halaman 89 sudah culmp baik, hanya saja untuk UPT data spasial agar lebih efektif sebaiknya digabungkan dengan Subbidang data statistik
menjadi subbidang data
spasial dan statistik" Selain itu Eselonering untuk kepala Bappeda dalam rangka kewenangan koordinasi dan rentang kendali antar SKPD haruslah menjadi eselon I b, yaitu lebih tinggi satu tingkat dari eselon kepala SKPD yang lain; sementara itu untuk Sekretaris Bappeda dalam rangka koordinasi internal eselonnya. haruslah eselon 2 b yaitu lebih tinggi satu tingkat dari kepala-kepala bidang di Bappeda. 2.
Perlu adanya penekanan tentang tugas pokok dan fungsi Bappeda sebagai organisasi perangkat daerah yang melakukan kegiatan Evaluasi, monitoring dan Pelaporan di dalam Peraturan Daerah, sebagaimana yang telah
144
diamanatkan oleh UU Nomor 25 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, serta peraturan-peraturan pemerintah lainnya; sehingga fungsi evaluasi dan
monitoring pelaksanaan pereneanaan pembangunan daerah berada di Bappeda, bukan di SKPD lain. 3.
Perlunya dukungan politik/ political will dari pejabat politik sehingga peran
dan fungsi Bappeda dapat berjalan dengan baik, sehingga pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik. 4.
Perlu adanya standar operasional prosedur di organisasi Bappeda Provinsi
Lampung, sehingga kinerja pelayanan publik yang dilakukan oleh Bappeda dapat terukur dan tersistematis dengan baik. 5.
Perlu adanya pengelolaan SDM yang baik yaitu dengan melakukan
pereneanaan SDM dan pembinaan SDM. Selain itu untuk posisi jabatan fungsional perencana haruslah merupakan tenaga-tenaga profesional yang mempunyai kompetensi yang baik dalam hal teknis perencanaan sehingga
jabatan fungsional pereneana dapat berfungsi dengan baik.
145
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik, Suara Bebas. Jakarta. Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. CV Alfabeta. Bandung Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. CV. Rineka Cipta. Jakarta Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-negara berkembang, Model-Model Perumusan, lmplementasi, dan Evaluasi. Elex Media Komputindo. Jakarta. Edwards, George C. 1980. Implementing Public Policy. Congressional Quarterly Press Hasibuan, H. Malayu SP. 1999. Organisasi dan Motivasi. Bumi Aksara. Jakarta Hasibuan, H. Malayu SP. 200 1. Manajemen, Dasar, Pengertian, dan Masalah. Bumi Aksara Jakarta. lslamy, M. lrfan. 2001. Seri Policy Analysis. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang. 2005. Koryati, Hidayat Wisnu Tangkilisan. Pembangunan Wilayah. YP API Yoyakarta.
Kebijakan dan Manajemen
Lewis, W. Arthur. 1994. Perencanaan Pembangunan. Dasar-Dasar Kebijaksanaan Ekonomi. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosidakarya, Bandung. Nugroho, Riant. 2008. Public Policy (Teori kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses Kebijakan Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Manajemen
146
Dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai the Fifth Estate -Metode Penelitian Kebijakan). PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Pandji Santosa. 2008. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance. PT. Refika Aditama. Jakarta. Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Penerbit Alfabeta Bandung. Riyadi, Deddy Supriadi Bratakusumah. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Robbins, Stephen P. 2007. Perilaku Organisasi Edisi Indonesia. PT. Indeks. Jakarta. Sedarmayanti. 2007. Bandung. Sjafrizal.
Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Refika Aditama.
2009. Teknik Praktis Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah. Boduose Media.
Sondang, P Siagian. 2007. Teori Pengembangan Organisasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori, dan Aplikasi. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta. Bandung. Sutarto. 2006. Dasar-dasar Organisasi. Gajah Mada University Press. Thoha. Miftah. 2008. llmu Administrasi Publik Kontemporer. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Wibawa, dkk. 1994. Jakarta.
Evaluasi Kebijakan Publik.
PT. Raja Grafindo Persada.
Wibowo. 2008. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Widodo, Joko. 2007. Anal isis Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Bayu Media Publishing. Winardi, J. 2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Winamo, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses. Yogyakarta
Media Pressindo.
147
Wursanto, Ig. 2005. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Penerbit Andi Yogyakarta. Yousa, Amri. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Laboratorium Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Administrasi Negara (LP3AN) FISIP UNPAD.
DISERTASI, TESIS, MAKALAH DAN LAIN-LAIN Bappeda. 2008. Kajian Akademik Bappeda Provinsi Lampung. Farida Sonnin. 2009. Evalusai Perumusan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Lampung Barat. Herwan Parwiyanto. Kajian Komunikasi dalam Organisasi (Sub Kajian Perilaku Organisasi). (www. herwanparwiyanto. staff uns.ac. idl. ..lkomunikasidalam-organisasi.doc, diakses 28 Mei 2010). Novi Widyastuti. 2009. Evaluasi Perumusan Rencana Kerja Pemerintahan Daerah Tahun 2009 di Kabupaten Musi Rawas (Studi tentang Proses Penyerapan Aspirasi Masyarakat dalam Musrenbang) Okta Rakhma Dwi pep. Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penataaan Organisasi Perangkat Daerah Ditinjau Dari PP No. 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Studi di Pemerintah Kota Malang). (http://di!!ilib.umm.ac.id/, diakses 25 Maret 2010) . . . Menteri PAN Siap Awasi Perekrutan PNS Pascapilkada (http://bataviase.eo.id/node/ di akses pada hari Selasa Tanggal22 Juni 2010) Tea Shafiyyah. SOP. (http://shafivvah.blog.uns.ac.id, diakses pada hari Selasa, tanggal22 Juni 2010) PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
148
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Dengan Pemerintah Daerah; Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan Rencana, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
149
PEDOMAN W A W ANCARA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBENTUKAN ORGANISASI BAPPEDA PROVINSI LAMPUNG BERDASARKAN PERDA PROVINSI LAMPUNG NO. 12 T AHUN 2009 KOMUNIKASI
l. Bagaimanakah saluran komunikasi di Bappeda setelah implementasi Perda No. 12 Tahun 2009 di Bappeda Provinsi Lampung? 2. Bagaimanakah kejelasan perintah diberikan terkait dengan implementasi Perda No. 12 Tahun 2009 di Bappeda Provinsi Lampung? 3. Bagaimanakah konsistensi perintah setelah implementasi Perda No. 12 Tahun 2009 di Bappeda Provinsi Lampung? SUMBERDAYA 4. Bagaimanakah kondisi staf di Bappeda Provinsi Lampung setelah implementasi Perda No. 12 Tahun 2009?
5. Bagaimanakah informasi mengenai cara keija dan kepatuhan di Bappeda Provinsi Lampung terkait dengan implementasi Perda No. 12 Tahun 2009?
6. Bagaimanakah beijalannya kewenangan di Bappeda Provinsi Lampung terkait dengan implementasi Perda No. 12 Tahun 2009?
7. Bagaimanakah fasilitas yang ada di Bappeda Provinsi Lampung setelah implementasi Perda No. 12 Tahun 2009?
DISPOSISI
8. Bagaimanakah sistem pengangkatan birokrat di Bappeda Provinsi Lampung dalam hal penerimaan pegawai dan pengangkatan pejabat struktural? 9. Bagaimanakah insentifyang diberikan di Bappeda Provinsi Lampung terkait dengan implementasi Perda No. 12 Tahun 2009?
150
STRUKTUR BIROKRASI I 0. Bagaimanakah struktur organisasi Bappeda Provinsi Lampung terkait dengan implementasi Perda Nomor 12 tahun 2009 11. Bagaimanakah standar operasional prosedur di Bappeda Provinsi Lampung setelah implementasi Perda No. 12 Tahun 2009? FAKTOR YANG MENENTUKAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBENTUKAN ORGANISASI BAPPEDA PROVINSI LAMPUNG BERDASARKAN PERDA PERDA NO. 12 TAHUN 2009 12. Secara internal organisasi Bappeda Provinsi Lampung, sehubungan dengan peran dan fungsinya sebagai organisasi perencanaan pembangunan daerah, faktor-faktor apa saja yang menentukan setelah organisasi Bappeda terbentuk berdasarkan Perda No. 12 Tahun 2009? 13. Secara ekstemal organisasi Bappeda Provinsi Lampung, sehubungan dengan peran dan fungsinya sebagai organisasi perencanaan pembangunan daerah; faktor-faktor apa saja yang menentukan setelah organisasi Bappeda terbentuk berdasarkan Perda No. 12 Tahun 2009? MODEL ALTERNATIF 14. Bagaimana sebaiknya kewenangan koordinasi yang dimiliki oleh Bappeda dalam rangka peran dan fungsi Bappeda sebagai koordinator Perencanaan Pembangunan Daerah, dalam hal ini terkait struktur organisasi dan eselonering? 15. Bagaimana standar operasional prosedur di Bappeda Provinsi Lampung? 16. Bagaimanakah sebaiknya pengelolaan SDM yang dilakukan pada Bappeda Provinsi Lampung dalam hal Perencanaan SDM ? 17. Bagaimanakah sebaiknya Pembinaan SDM di Bappeda Provinsi Lampung agar SDM mempunyai peran yang optimal?
REKAPITULASI HASIL WAWANCARA IMPLEMENTAS! KEBIJAKAN PEMBENTUKAN ORGANISASI BAPPEDA PROVINSI LAMPUNG BERDASARKAN PERDA NOMOR 12 TAHUN 2009 I. KOMUNIKASI No. I Pertanyaan 1.
I Bagaimanakah sa1uran komunikasi di Bappeda
[nfonnan
Jawaban
K.asubbag Umum dan K.epegawaian Bappeda, A. Salam Nasrudin
... Secara umum saluran komunikasi pada organisasi Bappeda Provinsi Lampung cukup baik, karena memang sudah jelas alumya secara birokrasi(wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 10.05).
Kasubbag Perencanaan IBappeda, Bobby Irawan
... Tidak ada masalah dalam saluran komunikasi di Bappeda mu1ai dari pembuat kebijakannya (kepa1a daerah) sampai sete1ah ja1annya organisasi Bappeda, karena a1urnya jelas, (wawancara hari Senin tanggal17 Mei 2010 pukull4.20 WIB)
Kasubbid Kesr~ Evie Fatmawaty
. .. komunikasi di Bappeda sudah betjalan dengan baik, karena hubungan antar jalur birokrasinya sudah sesuai, bisa langsung lewat telepon, atau langsung di ruangan dan rapatrapat(wawancara hari Kamis tanggal 20 Mei 2010 puk.ul 10.30 WIB).
Sekretaris Bappeda Khaidarmansyah
... Memang setiap perintah dari atasan umurnnya berupa perintah secara umum, seperti misalnya ada program gubemur tentang pembangunan Kota Baru, maka perintahnya kepada Kepala
sete1ah implementasi Perda No. 12 Tahun 2009 di Bappeda Provinsi Lampung?
2.
Bagaimanakah kejelasan perintah diberikan terkait
151
Bappeda hanya berupa ; buatkan perencanaannya, tidak jelas secara spesifik apa yang harus dikerjakan, yang jelas sudah harus ada hasilnya, kecuali berupa produk peraturan yang jelas juklak dan juknisnya, itupun harus di rapatkan terlebih dulu sehingga ada kesamaan pemahaman. (wawancara pada hari Senin 17 Mei 2010 puku115:40)
dengan implementasi Perda No. 12 Tahun 2009 di Bappeda Provinsi Lampung?
3.
Bagaimanakah konsistensi perintah setelah impletnentasi Perda No. 12 T.ahun 2009 di Bappeda Provin.si Lampung?
Kasubbag Perencanaan Bappeda Bobby Irawan
... kalau berdasarkan rantai komando sih jelas, hanya saja perintah dari atasan itu memang secara umum, hanya saja karena memang sudah menjadi pekerjaan rutin kita, jadi kita sudah paham apa yang harus dilakukan; misaJnya siapkan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Program Anggaran (PPA) untuk Hearing dan Sidang Pleno dengan DPRD, dan lainlain(wawancara bar~ Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 WIB).
Kasubbag Perencanaan Bobby Irawan
.. . untuk konsistensi perintah terkadang tidak konsisten, seperti Perda Nomor 12 ini sendiri, cenderung tidak konsisten, karena antara Perda dan implementasinya sendiri berbeda terutama dalam struktur organisasi Bappeda. Selain itu penentu kebijakan tidak konsisten dalam peran dan fungsi Bappeda, contohnya perencanaan yang sudah disusun dari awal melalui beberapa level tingkatan yang dilakukan melalui Musrenbang begitu akan menjadi dokumen yang disahkan berubah karena ada kepentingan legisJatif atau kepentingan dari penentu ke~iiakan!pimpinan
152
pemerintahan (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 WIB).
K.asubbag Umum dan K.epegawaian
.. . dalam hal konsistensi perintah, terkadang yang terjadi di Bappeda ini adalah beberapa subbagian mengambil tupoksi dari subbagian lain seperti kegiatan-kegiatan administras~ umum, mulai dari pengelolaan surat menyurat, ATK, mebeulair kantor ~ yang seharusnya di subbagian umum dan kepegawaian tetapi kenyataannya dikelola oleh subbagian keuangan dan ini sudah berjalan lama (wawancara hari Senin 17 Mei pukul 10.05)
153
II. SUMBER DAYA No. Pert~an Bagaimanakah kondisi staf 1. di Bappeda Provinsi
fuforman K.asubbag umum dan K.epegawaian, A. Salam Nasrudin
Jawaban .... dari segi jumlah memang cukup banyak staff di Bappeda Provinsi Lampung, hanya yang menjadi masalah adalah staff yang mempunyai kemampuan secara teknis yang masih sangat kurang, dan staff yang mempunyai semangat kerja yang kurang, jadi staff yang bekerja hanya itu-itu saja (wawancara hari Senin 17 Mei puku11 0.05)
Kasubbag Perencanaan Bappeda, Bobby Irawan
... sec-Ma umwn SDM/staff kita masih kurang apalagi dalam hal teknis, begitu juga dalam hal kepatuhan masih banyak staff yang kurang patuh dan bertanggung jawab kalau di persentasekan staf yang kurang memiliki integritas kerja sekita.r 30% sampai 40 %, selain itu jabatan fungsional di Bappeda saat ini l!lanya menjadi tempat "parkir" para pejabat yang non job, seharusnya merupakan tenaga-tenaga yang memang kompeten dibidangnya masingmasing (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 WIB).
Kasubbag Umum dan K.epegawaian A. Salam Nasrudin.
.. . informasi dalam peketjaan sebenamya sudah ada aturanaturannya dan tupoksinya sendiri, seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Perda, dan Juklak dan Juknis dalam sebuah program yang digelontorkan dari pusat (wawancara pada hari Kamis tanggal20 Mei pukul 14.30 Wib)
Lampung setelah implementasi Perda No. 12 Tahun2009?
2.
Bagaimanakah informasi mengenai cara kerja dan kepatuhan di Bappeda Provinsi Lampung terkait dengan implementasi Perda
154
No. 12 Tahun 2009?
3.
Bagaimanakah berjalannya kewenangan di Bappeda
Kasubbid Monitoring dan .Pelaporan Busyairi Afton
... dalam hal informasi pekerjaan sudah cukup jelas, Tupoksinya juga tidak ada masalah (wawancara hari Selasa tanggal 18 Mei pukul 12.30 Wib)
Staf Bappeda Santony
... ya kita bekerja sesuai dengan aturan saja, karena kalau tidak mengikuti peraturan bisa rnembahayakan kita sendiri, apalagi dalam masalah SPJ keuangan, sudah sangat jelas aturannya ( Wawancara hari Kamis tanggal20 Mei 2010 pukul13.15 Wiib)
Kasubbag Perencanaan Bappeda Bobby Irawan
... Kalau kewenangan di dalam Bappeda sendiri sudah cukup jelas melalui tupoksinya masing-masing bidang, tetapi kalau dengan SKPD lain masih ada yang kurang pas, seperti kewenangan Bappeda dalam hal monitoring, evaluasi dan pelaporan sesuai dengan PP nomor 8 tahun 2008, yang seharusnya memang ada di Bappeda, tetapi diambil perannya oleh Biro Administrasi Pembangunan (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 WIB).
Kasubbid monitoring dan pelaporan Busyairi Afton sebagai berikut :
... kewenangan dari masing-masing bidang di Internal Bappeda sendiri sudah cukup jelas tupoksinya j:adi tidak ada yang bermasalah, hanya saja masalah monitoring dan pelaporan ini yang terkadang terjadi dualisme, karena peran monitoring dan pelaporan sebagian diambil oleh biro administrasi pembangunan, padahal jelas peraturannya dalam PP Nomor 8 tahun 2008 tentang
Provinsi Lampung terkait dengan implementasi Perda No. 12 Tahun 2009?
155
Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, kewenangan melakukan evaluasi monitoring dan pelaporan ada di Bappeda, ini yang masih belum berjalan(wawancara hari Selasa tanggal 18 Mei pukul 12.30).
4.
Bagaimanakah fasilitas yang ada di Bappeda
Kasubbag Umum dan Kepegawaian A. Salam Nasrudin.
... Fasilitas kita masih kurang, terutaJI11a peralatan tentang pemetaan untuk. Tata Ruang Wilayah, seperti GIS sementara kesalahan sedikit dalam pemetaan ruang akan berakibat, ruang kosong yang tidak bertuan, ini yang bisa di manfaatkan orang untuk menguasai ruangl tanah tersebut dan dampaknya akan luas terhadap kepemilikan ruang/wilayah(wawancara hari Senin 17 Mei pukul 10.05)
Kasubbag Perencanaan JBappeda Bobby Irawan
... dilbandingkan dengan SKPD lain ya sudah cukup memadai, akan tetapi untuk menjadi sebuah organisasi yang modem, ya fasilitas kita masih kurang (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 p~~__ 14.2Q_WIB).
Provinsi Lampung setelah implementasi Perda No. 12 Tahun2009?
156
III. DISPOSISI Pertany_aan No. I 1. I Bagaimanakah sistem pengangkatan birokrat di Bappeda Provinsi Larnpung, dalam hal
Inform an Kasubbid Pengadaan dan Mutasi Pegawai Badan Kepegawaian IDaerah (BKD) Larnpung
penerimaan pegawai dan Pengangkatan Pejabat Struktural ?
Kasubbag umum dan kepegawaian, A. Salam Nasrudin.
Jawaban ... dalam pengangkatan atau penerimaan pegawai berdasarkan surat dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Men PAN) yang meminta formasi kebutuhan pegawai di daerah, selanjutnya berdasarkan surat tersebut kita membuat surat ke setiap SKPD untuk mengetahui kebutuhan pegawai dari tiap-tiap SKPD, setelah data kebutuhan setiap SKPD tersebut di dapat lalu di rekapitulasi, dari hasil rekapitulasi tersebut diketahui formasi kebutuhan pegawai di daerah, dan inilah yang dikirim ke Men PAN kern bali, selanjutnya Men PAN lah yang menentukan dan menetapkan Formasi kebutuhan pegawai yang akan di angkat di daerah. Selanjutnya di umumkan secara terbuka tentang penerimaan pegawai sesuai fonnasi kemudian pelaksanaan test penerimaan, dari hasil test tersebutlah yang akan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan di tempatkan sesuai dengam kebutuhan SKPD. Walaupun saya akui pada saat penempatan pegawai terkadang tidak sesuai dengan formasi awal kebutuhan SKPD bisa saja berubah karena ada kepentiingan pihak tertentu ( Wawancara hari Rabu tanggal 19 Mei 2010, pukul 10.30) .... dalarn penerimaan!pengangkatan pegawai mutlak urusan BKD, kita hanya mengisi form kebutuhan pegawai dari BKD yang kita butuhkan di Bapped~ misalnya kita butuh tenaga teknis di bidang perencanaan wilayah, atau geodesi selanjutnya BKD lah yang melaksanakan proses penerimaan pegawai. Tapi yang menjadi masalah terkadang kebutuhan pega~~i yang kita minta, tidak sesuai
157
dengan yang kita harapkan, misalnya yang kita butuhkan dibidang teknik perencanaan atau teknik sipil, tetapi malah anak lulusan pemerintahan atau STPDN yang malah masuk ke Bappeda. Namun untuk lingkup internal Bappeda kewenangan Kepala Bappeda untuk menempatkan staff di bidang-bidang ( Wawancara hari Kamis 20 Mei, pukul
K.asubbid Jabatan BKD :Provinsi Lampung.
K.asubbag Umum dan K.epegawaian Bappeda :Provinsi Lampung A. Salam Nasrudin.
... dalam pengangkatan pejabat struktural sudah ada peraturannya sendiri mengikuti UU kepegawaian, dan Peraturan Pemerintah, salah satunya PP Nomor 13 Tahun 2002 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural. Dalam hal ini Baperjakat yang melakukan penilaian dan mengusulkan kepada Kepala Daerah untuk menduduki suatu jabatan tertentu, walaupun keputusan akhimya tetap ada di Kepala Daerah ( Wawancara hari Rabu, tanggal 19 Mei 201 0, pukul 12.45 Wib)
... Masalah peng8Jllgkatan pejabat struktural di Bappeda, sepenuhnya kewenangan Kepala daerah/Baperjakat, kita hanya mengusulkan nama pegawai yang layak untuk diangkat menjadi pejabat di Bappeda, tapi keputusan pengangkatan mutlak kewenangan Kepala Daerah, (Wawancara hari Kamis 20 Mei, pukul 14.30 Wib)
158
2.
Bagaimanakah insentif yang dliberikan di Bappeda
Kasubbag keuangan Bappeda Provinsi Lampung Hermansyah.
... kita ada tunjangan beban kerja karena termasuk dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berdasarkan Pergub nornor 2 tahun 201 0, bahwa sernua staff di lBappeda rnenerirna tunjangan beban kerja tersebut, hanya saja tunjangan ini tidak berdasarkan kinerja yang dilakukan oleh staff, sehingga tidak rnernpengaruhi kinerja staf untuk rnenjadi lebih baik, karena sernua staf rnendapatkannya, baik yang raj in rnaupun yang tidak raj in tetap saja dapat tunjangan tersebut (wawancara hari Selasa, tanggal 18 Mei 2010 puku110.30 WIB)
kasubbag urnUJn dan kepegawaian Bappeda l?rovinsi Lampung A. Salam Nasrudin.
... Tunjangan beban .kerja itu tidak rnernpengaruhi kinerja pegawai karena semua pegawai rnendapatkannya, bukan berdasarkan absen, atau penilaian kerja lainnya, sehingga yang rajin rnaupun yang tidak rajin rnendapatkan insentif yang sama, bahkan ini bisa rnernicu kecernburuan dengan SKPD lain yang tidak rnendapatkan tunjangan beban kerja tersebut, sehingga staff dari SKPD lain banyak yang rnengusulkan rnutasi atau pindah ke Bappeda Larnpung karena rnengharapkan insentif itu (wawancara hari karnis 20 Mei 2010 pukull4.30 Wib)
Provinsi Lampung terkait dcngan implementasi Perda No. 12 Tahun 2009?
159
IV. STRUKTUR BIROKRASI No.
1.
PertallYaan Bagaimanakah struktur organisasi Bappeda
[nforman Kasubbag Perencanaan Bappeda Bobby Irawan.
Jawaban ... Struktur organisasi kita saat ini memang tidak sesuai dengan Perda Nomor 12 tahun 2010, karena memang tidak mendapat persetujuan dari Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara mengenai jabatan Kabag Umum dan Kabag Perencanaan, akan tetapi untuk UPT kina memang belum ada SDM yang mengisinya dan fasilitas berupa gedung dan perangkat lainnya pun belum ada (wawancarahari Senin tanggal17 M.ei 2010 pukul14.20 WIB).
Kasubbag Umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung A. Salam Nasrudin yang menguatkan pemyataan
... dalam segi struktur memang kita bel urn sesuai dengan Perda yang ada karena untuk kabag umum dan kabag perencanaan tidak disetujui oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, begitu juga UPT masih belum bisa berjalan, karena terbentur masalah SDM dan fasilitasnya yang belum tersedia, tapi dengan struktur ini sebenamya sudah cukup baik, hanya dalam eselonering yang seba~knya sekretaris lebih tinggi dari kepala bidang(wawancara hari Senin 17 Mei pukul 10.05)
Kasubbag Bappeda Lampung
... standar operasional prosedur (SOP) atau standar pelayanan minimal (SPM) hampir di semua SKPD di Provinsi Lampung ini belum ada ya termasuk di Bappeda (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul14.20 WEB).
Provinsi Lampung terkait dengan implementasi Perda Nomor 12 tahun 2009
2.
Bagaimanakah standar operasional prosedur di Bappeda Provinsi
Perencanaan Provinsi
- - - --
160
I
Lampung setelah implementasi Perda No. 12 Tahun 2009?
K.asubbid pengembangan Bappeda wilayah Lampung, l?rovinsi August Riko Suryahana
.. . yaitu yang menjadi permasalahan sebenamy~ karena kita memang belum mempunyai standar operasional prosedur (SOP) sehingga kita sendiri akhirnya tidak ada panduan siapa melakukan apa, sehingga yang berEaku adalah terserah atasan mau memberikan tugas kepada siapa saja yang menurut dia baik, sehingga banyak staf yang sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk, sementara dilain pihak banyak juga staf yang tidak mempunyai pekerjaan (menganggur) dan bahkan jarang masuk, sementara tupoksi hanya menggambarkan tugas dan fungsi saja tidak menjelaskan tentang Standar Operasional Prosedur dari masing-masing bidang tugas (wawancara hari Rabu tanggal 19 Mei 2010 pukul 12.50 WIB)
K.asubbag umum dan K.epegawaian Bappeda provinsi Lampung A. Salam Nasrudin.
... standar operasional prosedur memang belum ada di Bappeda, tetapi biasanya standar operasional prosedur itu ada dan berlaku di institusi pemerintah yang memberikan layanan kepada publik secara langsung, seperti di Rumah Sakit, puskesmas, pelayanan perizinan terpadu dan sebagainya, jadi memang di Bappeda sendiri atau SKPD Jain yang tidak memberikan layanan langsung kepada masyarakat/publik ya belum ada SOP nya (wawancara hari kamis 20 Mei 2010 pukul 14.30 Wib)
161
V. FAKTOR YANG MENENTUKAN IMPLEMENTAS! KEBIJAKAN PEMBENTUKAN ORGANISASI BAPPEDA PROVINSI LAMPUNG BERDASARKAN PERDA NO. 12 TAHUN 2009 No. I P~an 1. I Secara internal organisasi Bappeda Provinsi Lampung, sehubungan
Infonnan Kasubbag umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung, A. Salam Nasrudin.
Jawaban ... faktor yang sangat mempengaruhi secara internal yang jelas ya SDM dari kita sendiri, walaupun banyak yang bergelar sarjana, masih banyak yang belum mengerti dan memahami tugasnya masing-masing, kemudian eselonering dari Kepala Bappeda dan Sekretaris Bappeda yang sangat berpengaruh pada saat kita koordinasi baik koordinasi internal dengan bidangbidang maupun dengan SKPD lain, serta fasilitas yang modem yang masih belum kita miliki (wawancara Kamis 20 Mei, pukul 14.30 Wib)
Kasubbag Perencanaan Bappeda Provinsi Lampung Bobby Irawan
1. ... yang paling penting adalah SDM kita harus baik, walaupun fasilitas atau apapun perangkat organisasinya lengkap akan tetapi SDM nya kurang baik, maka tetap saja basil kerjanya akan kurang baik (Wawancara Senin tanggal 17 Mei 201 0, pukul 14.20) 2. ... fasilitas juga sangat menentukan di tempat kita, karena tanpa fasilitas yang modem tentu akam. sulit bagi kita, untuk memberikan pelayanan sesuai dengan peran dan fungsi kita (wawancara hari Senin, tanggal 17 Mei 2010, pukul 14.20 Wib).
dengan peran dan fungsinya sebagai organisasi perencanaan pembangunan daerah, faktor-faktor apa saja yang menentukan setelah Organisasi Bappeda terbentuk berdasarkan Perda No. 12 Tahun 2009?
162
Kasubbid Kesra Fatmawaty
2.
Secara eksternal organisasi Bappeda Provinsi Lampung,sehubungan
Evie
... Kita agak susah dalam koordinasi dan meminta data dengan SKPD lain, ini terjadi karena eselon kita yang sama dengan mereka ( wawancara hari Kamis tanggal 20 Mei, pukul 10.30 Wib).
K.asubbag Umum dan Kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung, A. Salam Nasrudin
... sebenamya faktor yang sangat mempengaruhi adalah kebijakan Kepala Daerah dan kepentingan politik yang mempengaruhinya (partai politik dan perwakilannya di DPRD), terutama dalam hal pengangkatan birokrat, yang merupakan hak prerogatif Kepala Daerah, serta kewenangan dalam penyusunan rencana kerja, biasanya ketika kita sudah melakukan Musrenbang dari tingkat bawah untuk mencari masukan dari masyarakat tentang kebutuhan dan perencanaan pembangunan di Daerah, ketika sudah sampai pada penetapan program dan anggaran dalam sebuah peraturan daerah yang melibatkan unsur politik di DPRD dan Kepala Daerah, yang teljadi adalah tarik menarik kepentingan sehingga usulan program dari bawah itu akan tersingkirkan dan tidak menjadi program yang nyata(wawancara Kamis 20 Mei, pukul 14.30 Wib)
Kasubbid Monitoring dan Pelaporan Bappeda Provinsi Lampug, Busyairi Afton
... ya kita bekerja berdasarkan peraturan yang ada seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Perda, dan sebagainya akan tetapi terkadang Kebijakan Kepala Daerah lebih sangat menentukan, pada saat kita mau menjalankan peran dan fungsi
dengan peran dan fungsinya sebagai organisasi perencanaan pembangunan daerah, faktor-faktor apa saja yang menentukan setelah Organisasi Bappeda terbentuk berdasarkan Perda No. 12 Tahun 2009?
163
kita, salah satunya tentang evaluasi monitoring dan pelaporan yang seharusnya ada di Bappeda berdasarkan PP Nomor 8 Tahun 2008, tapi karena kebijakan Kepala Daerah maka yang mempunyai peran dan fungsi tersebut adalah biro administrasi pembangunan Provinsi Lampung, sementara Bappeda hanya mengurusi evaluasi monitoring dan pelaporan dari kegiatan yang bersumber dari APBN (wawancara hari Selasa Tanggal 18 Mei 2010, pukul 12.30)
Kasubbag Perencanaan Bappeda Provinsi Lampung, Bobby Irawan
... yang jelas kita bekerja berdasarkan aturan berupa Undangundang dan turunannya, kalau aturan berubah ya kita harus menyesuaikan, walaupun terkadang kebijakan Kepala Daerah tidak mengikuti aturan yang ada, tinggal kitanya saja yang harus pinter-pinter menyesuaikan (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul14.20 WIB).
164
VI. MODEL ALTERNATIF No 1.
Pertanyaan Bagaimana sebaiknya
In forman K.asubbag Perencanaan IBappeda Provinsi kewenangan koordinasi Lampung, Bobby Irawan yang dlimiliki oleh Bappeda sebagai berikut : dalam rangka peran dan fungsi Bappeda sebagai koordinator Perencanaan Pembangunan Daerah, dalam hal ini terkait struktur organisasi dan
Jawaban ... Struktur yang sekarang berlaku di Bappeda sudah cukup baik, hanya saja Sekretaris Bappeda seharusnya mempunyai eselon yang lebih tinggi dari kepala bidang, karena dia mempunyai rentang kendali dan fungsi koordinasi terhadap semua bidang yang ada di Bappeda, sementara Kepala Bappeda pun seharusnya mempunyai Eselon yang lebih tinggi dari Kepala badan atau kepala dinas yang lain, seperti pada waktu zaman sebelum refonnasi dimana kepala Bappeda, Kepala Inspektorat, dan Sekretaris Daerah mempunyai eselon yang lebih tinggi dari kepala harlan atau kepala dinas yang lain, jadi posisi Bappeda dalam melakukan koordinasi dengan semua SKPD lain dalam rangka sinkronisasi dan integrasi menjadi lebih kuat ( wawancara hari Senin, Tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 Wib)
eselonering? Kasubbag Umum dan kepegawaian Bappcda l?rovinsi Lampung A. Salam Nasrudin
... struktur organisasi saat ini sudah cukup baik, hanya UPT data spasial yang belum ada, akan tetapi eselonering sekretaris Bappeda seharusnya lebih tinggi dari kepala-kepala bidang, dan eselon kepala Bappeda dalam rangka melakukan rentang kendali Perencanaan pembangunan Daerah terhadap semua SKPD seharusnya lebih tinggi daripada kepala badan atau kepala dinas yang lain, sehingga koordinasi bisa dilakukan dengan baik, seperti zaman dulu. Dan ini lagi dibahas di tingkat pusat agar kepala B~pped~JilemJ>unyai wewenang yang lebih tinggi dari
165
kepala-kepala badan atau dinas yang lain dalm rangka fungsi koordinasi perencanaan (wawancara hari Kamis 20 Mei, pukul 14.30 Wib)
2.
Bagaimana standar operasional prosedur di Bappeda Provinsi
kasubbid pengembangan wilayah Bappeda Provinsi 1Lampung, August Riko Suryahana.
Lampung?
3.
Bagaimanakah sebaiknya pengelolaan SDM yang
... yaitu yang menjadi permasalahan sebenamya, karena kita memang belum mempunyai standar operasional prosedur (SOP) sehingga kita sendiri akhimya tidak ada panduan siapa melakukan apa, sehingga yang berlaku adalah terserah atasan mau memberikan tugas kepada siapa saja yang menurut dia baik, sehingga banyak staf yang sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk, sementara dilain pihak banyak juga staf yang tidak mempunyai pekerjaan (menganggur) dan bahkan jarang masuk, sementara tupoksi yang ada hanya menggambarkan tugas dan fungsi saja tidak menjelaskan tentang Standar Operasional Prosedur dari masing-masing bidang tugas (wawancara hari Rabu tanggal 19 Mei 2010 pukul 12.50 WIB)
K.asubbid Perencanaan Bappeda Provinsi Lampung, Bobby lrawan
... standar operasional prosedur (SOP) atau standar pelayanan minimal (SPM) hampir di semua SKPD di Provinsi Lampung ini belum ada ya termasuk di Bappeda (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 WIB).
Kasubbag Umum dan kepegawaian Bappeda Provinsi Lampung, A. Salam Nasrudin
... kita memang pemah melakukan perencanaan SDM dengan mendata kebutuhan SDM yang kita butuhkan seperti kita membutuhkan tenaga dibidang Teknik Lingkungan dan Geodesi, tapi kenyataannya yang masuk ke Bappeda kebanyakan ten~
166
dilakukan pada Bappeda
dibidang pemerintahan seperti lulusan dari STPDN, ini yang menjadi masalah karena yang menentukan pegawai yang masuk ke Bappeda ini bukan kita sendiri tetapi BKD (wawancara hari Kamis 20 Mei, pukul14.30 Wib)
Provinsi Lampung dalam hal Perencanaan SDM ?
4.
Bagaimanakah sebaiknya Pembinaan SDM di Bappeda Provinsi
Kasubbag Umum dan K.epegawaian Bappeda, A. Salam Nasrudin
... kalau kita persentasekan jumlah pegawai yang masih belum mempunyai rasa tanggungjawab itu masih sekitar 30 % bahkan bisa lebih, ini yang menjadi permasalahan yang sangat rumit, kalau pennasalahannya hanya karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman pegawai bisa kita lakukan pembinaan dengan melakukan Diktat dan pelatihan-pelatihan, baik pelatihan yang meningkatkan pemahaman kerja (teknis), namum untuk SDM yang memang mentalnya kurang bai~ ya harus dengan pelatihan yang bisa membentuk mental agar lebih baik (wawancara hari Kamis 20 Mei, pukul 14.30 Wib)
Kasubbag Perencanaan Bappeda Provinsi JLampung, Bobby Irawan sebagai berikut :
... secara umum SDM/staff kita masih kurang apalagi dalam hal pemahaman pekerjaan secara teknis, begitu juga dalam hal kepatuhan masih banyak staff yang kurang patuh dan bertanggung jawab kalau di persentasekan staf yang kurang memiliki integritas kerja sekitar 300/o sampai 40 % ini yang perlu dilakukan pembinaan lewat diklat-diklat dan pelatihan-pelatihan yang bisa meningkatkan kemampaun dan rasa tanggung jawab dari SDM kita (wawancara hari Senin tanggal 17 Mei 2010 pukul 14.20 WIB).
Lampung agar SDM mempunyai peran yang optimal?
167
MATRIK RENCANA KERJA (RENJA) SKPO PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2010 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPO): Bappeda Provlnsi Lampung No
Pl'loritas Pembangunan
Program/Kegiatan
lndikator Keluaran
Sa saran
Target %
Lokasi
Pagu Dana lndikatif
1
2
3
4
5
6
7
8
1 Penguatan Perekonomlan dalam rangka Penanggulangan Kemisklnan dan Pengangguran melalul Revltallsasl Pertanlan, Perikanan, Kehutanan dan I. Pembangunan Perdesaan
1 Koordlnasi Pelaksanaan PNPM Perkotaan dan lnfrastruktur Pedesaan Provlnsl Lampung
Terlaksananya PNPM Perkotaan dan infrastruktur Pedesaan Provinsi Lampung sesuai juknis dan juklak
--------------------·- fEirsediiiiiYa ookum-en___
3 Koordinasi Pengembangan Ekonomi Lokal
··--· ------------------ -- ·-----------------
5 PenyusunanRencanalnduk Pembangunan Ekonomi Lampung 2010-2014
. ··-··-----------···-- ------
·--------------- ·----·-----·-· ·-----------------------
....___
- ..
-. ·--
---
--------- -·
-- ···-····-··-
Page 1
.
t!iiiuslinnva-oO"kumeii -----Rencanalnduk Pembangunan Ekonomi Lampung 2010-2014 tersi.isuiinya-M'aster-iilaii ____ Terminal Agribisnis Provinsi Lampung
--· .....
. ...
--.
Satker Penanggung Jawab 11 Bappeda Prov.Lampung
--- ------ Bappeda ------
~-------
Prov.Lampung
100 Buku
Prov. Lampung
250.000.000
1·oa%-
4 Koordinasi Pelaksanaan PNPM PUAP dan PPK dan lnfrastruktur Soslal Ekonoml wilayah
APBD APBN 9 10
150.000.000 APBD
tahunan indikator makro ekonomi Prov. Lampung -------- ·---- - 100% Prov. Lampung Koordinasi & sinkronlsas 400.000.000 serta sinergisitas antara program perencanaan pembangunan bidang ekonomi tahunan provlnsi,kabupaten/kota & nasional sesuai dengan kebutuhan daerah Meningkatnya kinerja _____ --100% PrOv. Lampung 300.000.000 pengembangan ekonomi lokal melalui strategi dan arsitektur PEL ysng terintegrasi & berkelanjutan ------------------- rert
2 Koordlnasi Perencanaan Pembangunan Bidang ekonoml
-
100%
--- --------------·- t-----
Program Perencanaan Pembangunan Ekonoml 1 Penyusunan lndikator Makro Ekonoml daerah Provinsl Lampung
6 Penyusunan Master Plan TermlnaiAgrlblsnls Provinsl Lampung
Provinsi Lampung
Sumber Dana
-1-oo%- r=---------------Prov. Lampung ·------soo~ooo.ooo
-- BappeCi-a- - -
X
Prov.Lampung
x:- r - - -
--
X
Bappeda --Prov.Lampung
eappedaProv.Lampung
Bappeda ___
X
Prov.Lampung
X
·t----- reaP"PE!Cia _____
Prov.Lampung
--1(i(io/;- Fi-iov:-camiii:in9-.--------soo.-aoo.ooot - -X· - t----- ~~a----
------------------------ ··-···---- ----
Sub Regional, Regional dan lnternasional ·-------------
------------ -------------- - - -
Prov.Lampung
~------
-·-------------
No
Pl'loritas Pembangunan
Program/Keglatan
1
2
3
lndikator Keluaran
Sasaran
Target %
Lokasi
Pagu Dana lndikatlf
Sumber Dana APBD APBN
2 Mempertahankan Daya Dukung lnfrastruktur dan Penlngkatan Pengelolaan Energl
3 Penlngkatan Akses dan Kualitas Pendidlkan dan Kesehatan ( Pengendallan Kependudukan ), serta Kesejahteraan Soslal
7 Kelompok Ke~a (Pokja) PNPM Mandiri DTK Provinsl Lampung
4 Terbentuknya Tim Koordinasi PNPM Mandlri DTK Provinsi Lampung
8 Koordlnasi Pelaksanaan penanggulangan Kemlskinan provlnsi Lampung
rerllirilii"k-iiYa Tirii-l
9 Publlkasl Pendataan Potensl Desa dan Data Kemisklnan
------------------------ lc-------Tersebarluasnya data poiensi desa dan- ferplitiiiiiasinya data-poiEinSi -1ooo;.- Prov. Lampung -----3oo:Ooo.ooo ----X Bappeda data kemlskinan desa dan data kemiskinan Prov.Lampung
10 Penyusunan Model Penanggulangan Kemlskinan Provlnsl Lampung
Terbentuknya model penanggulangan kemiskinan Provlnsi Lampung
1 Koordlnasi Perencanaan Pengembangan Wilayah
Terlaksananya Koordinasi dan Perencanaan Pengembangan wilayah
2 Pengelolaan Sumbar Daya Air dan lrigasl Prov.Lampung (Pendukung Tugas Pembantuan dan Penunjang Program WISMP & PISP)
Terlaksananya Program Pendukung bidang pengelolaan Sumber Daya Air dan irlgasl dalam upaya penlngkatan Kapasitas Aparat dalam Pengelolaan Sumberdaya air
---
1 Analise Pelakllanaan Kebijakan Terlihatnya hasil pembangunan MDGs Pembangunan MDGs Bldang Kesra bidang kesra di Provinsi Lampung Provlnsi Lampung
2 Penyusunan lndikator Pembangunan Soslal dan Politlk 3 Penyusunan Model Alokasl Dana Pendidikan 20%
5 Terkoordinasinya pelaksanaan PNPM PNPM Mandiri DTK
Pelaksanaan_____
1 Koordinasi Pengelolaan SDA dan LH Provinsi Lampung
'-------------------------
-----
6 7 100% Kab. LU, Kab.
8 150.000.000
Wk. Kab. LT
10
11 Bappeda Prov.Lampung
---iao•;.-- "Prc>v.-Campung -- ---·sao~ooO.ooo ---- ------ ··- aappE;aa-·---X
Prov.Lampung
--- '------- - - - - - - - -
100% Prov. Lampung
X
Terkoordinasinya rencina- 100% Pengembangan Wllayah dl Provinsi Lampung
350.000.000
X
Bappeda Prov.Lampung
- -100% Peningkatan Kapasitas Aparat Perencana (Capacity Building) dim pengelolaan sumberdaya air
400.000.000
X
Bappeda Prov.Lampung
150.000.00(
X
Bappeda Prov.Lampung
300.000.000
X
Bappeda Prov.Lampung
150.000.000
X
Bappeda Prov.Lampung
Hasil Pelaksanaan MDGs Bldang Keara Provinsi Lampung
~-
100% Prov. Lampung
------------------- --100% IPM, lnkesra, lndikator SosiaiiPG, IDI- Tersedianya data IPM, Prov. Lampung lnkesra, lndikator Sosial, lPG, IDI ----------- -PemanTaatanBiokasi ______ -1ooo/--.;- f=-------Terbentuknya model pemanfaatan Prov. Lampung alokasi anggaran pendidikan 20 % anggaran pendidikan tepat sasaran
---- -------15ri~ooo.ooo ~X --.,--oao;;· -----------· Prov. Lampung
- l'erlak&ananYSI
9 X
penanggulangan kemlskinan Provinsi Lampung
4 Penyusunan lndeks Pembangunan Tersusunnya IPK ------- ------------ rer&eCiianya-dat8biciaii9______ Kesehatan Kesehatan 4 Pengelolaan SDA-LH Serta Penanganan Bencana
Satker Penanggung Jawab
-----· ----------------
- --
----------------------- ----
-
250~000~00o--
---
--
Bappeda Prov.Lampung
- - - - -=-------X
Bappeda Prov.Lampung
-------------- - - ---- - - - - - - - - - - - - - - - - -
No I
Prlorltas Pembangunan
I
lndikator Keluaran
Program/Kegiatan
Sasaran
Target
I
Lokasi
I
7
Pagu Dana lndikatif
%
I
Sumber Dana
APBD APBN 1
I
2
-·------
I
1
1TIPemantapan Tala Kelola Pemerlntah sebagal wujud Pelaksanaan Reformasl Blrokrasl serta Pemantapan Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat
3 2 Koordlnasi penataan kawasan Pesislr dan pulau-pulau terdepan Lampung
4 5 Terlaksananya Koordinasi Perencanaan Bandar Lampung dan pembangunan kawasan pesisir dan pulau-pulau terdepan lampung
3 Pere-ncana Rencana detail tata·-.. -~'fersusunnya ·renC:aiiil detali"taia-r-Uaf19 ruang dan mitlgasl kawasan rawan pada kawasan rawan bencana dan bencana upaya mitlgasl pada kawasan rawan bencana
6 100%
·1 Provinsi Campun9 --
-.
1 Dukungan optimallsasi fungsi badan,Terlaksananya fungsi BKPRD untuk IPengawasan dan koordinasi Penataan Ruang Daerah Koordinasl,pembinaan,mediasi,inlsiasi,a Pengendalian tala ruang (BKPRD) rbltrasi hukum dan supervisi RTRW Provinsi Lampung
8 I 150.000.0001
100%
250.000.0001
Tersenggaranya soslalisas"i Perda _ _ .IProvinsi"l.ampung RTRW Provinsi Lampung I-+---------+.,....I.-----;;P::;;R:;;;O:;;;G:;;;RA 7M;-;-7.;K;;::E~RJ-;-;Ac;;S;-;-A-;-;MA:-;----+ · - - - - - - - - - -------·-·-- ···---- ····---- - - - - · - - PEMBANGUNAN 1 Koordinasi Kerjasama Pembangunan wllayah Perbatasan,Sub Reglonai,Regional,dan lntemasional
I I
ln.
PENGEMBANGAN DATA DAN
Terselenggarannya rapat koordinasl dan tetfasllitaslnya pembangunan wilayah perbatasan, sub regional, regional, dan onternasional
I
·--------l1oo%
2 Pengembangan Jarlngan Data Spasial Provinsl Lpg
11 Bappeda Prov.Lampung
Bappeda Prov.Lampung
Bappeda Prov.Lampung
X
-5oci:ooo.otoox[]Bappeda____ _ Prov.Lampung ----·-·--------·---~
Prov. -----j--- 400.000.0001 Lampung,sub regional, regional, & onternasional
I
x
I
IBappeda Prov.Lampung
..------J--···-------------t---1-----+----------l---+----l--- - - - - 1
INFORMASI 1 Sistem lnformasl Data Pembangunan
10
X
--·-·-·aso.ooo~oacr-x~----
100%
------]·-fao•;;··r--------- -r-
2 Sosiallsasi Perda RTRW Provlnsi Lampung
9
Satker Penanggung Jawab
Tersedianya database pembangunan secara cepat, akurat dan uptodate dalam bentuk Website
-Penyuslinan Perencanaan Pembangunan serta Stakeholder yang membutuhkan data yang bersumber dari seluruh Satker dilingkungan Pemprov Lampung
-r ·wao;.-,---~--l--2-5o.ooo.ooo
Tersedlanya sarana dari-Prasarana---~lmplementasl Peraturin--t-1ooo;-;l-·--soT--I--- 35o.ooo.ooo Gubernur No.13 Tentang Pendukung, Terinventarisasinya Data Spasial Provlnsi Lampung, Terlatihnya JDSD Provinsl Lampung SOM pengelola JDSN
X
X
-----1-o-------
Bappeda Prov. Lampung
Bappeda Prov.Lampung
_ _ _ _ _ _ _ j _________________________ _ j _ _ _ _ _ J________________ L__ _ _ _ _ _ _ _ l _ __ -.L_ ___ __L_____ _________ ,_
Page 3
No
Prlorllae Pembangunan
Program/Kegiatan
lndikator Keluaran
Sasaran
Target %
Lokasi
1
2
3
4
5
6 100%
7
Pagu Dana lndikatif
Sumber Dana APBD APBN
3 Penyusunan Lampung Dalam Angka
Tersedianya data statistik berupa cetakan, CD dan Ringkasan
Stakeholders yang membutuhkan Data-data persektor pembangunan di Provinsi Lampung
BDL
8 150.000.000
- - 1oo"lo -iiiov.Ta-mpung- - --- a·so~iiocl.OOO Pembangunan, Pawai Budaya/ Kendaraan Hias, Pertandingan Olahraga Majalah Perencanaan Daerah, Diskusi/Ternu llrniah Perencanaan Pernbangunan Daerah, lnformasi multimedia Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang
Pawai-ei.JCi;iyai iieia-ksani:ian-Pameran- .-
1--+-----------l---:4-,.ln-:f;-:-orm-a-si-Pere-nc_a_n-aa_n_________ Pameran-pemb'angunan, Pembangunan Terpadu Kendaraan Hias, Pertandingan Olah Raga, Penerbitan Majalah Perencanaan Daerah, Diskusi/ Temu llmiah Perencanaan Pembangunan, Animasi lnlormasi Perencanaan Pernbangunan Daerah, lnforrnasi multimedia Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang Lampung
5
soslallsasi Kebiiakan Perencanaan rem_u_w-icara-.-T-atap-Muka:-ao-si-alfsisi Pembangunan tahun 2009 bagi Kades dan Kesepahaman tentang Stakeholder dan tokoh masyarakat Perencanaan Daerah
- ieiiiosiaOsa-sTr1-ya_be_rb89ai-kebijakan dan perencanaan pembangunan tahun 2009
-- ----- -~---------
x
10
11
Bappeda Prov.Lampung
- x- ------ ~appeda______ Prov.Lampung
-1ooaio - ---B.iampuri-9 -- -- -495.ooo.ooo- ~ x--
----- sappeda ____ _ Prov.Larnpung
f---~;-,--1--------------
6 Pameran dan Pawai Pembangunan Terselenggaranya pawai pembangunan Terlaksananya pameran 100% dan parneran pembangunan 2010 Pembangunan,dan Pawai pemabngunan b--,---,------,----:c---~---- - - - - - - - - - - - 7 Penerbltan Media Perencanaan Dlterbltkannya Media perencanaan Terlaksananya penerbitan 100% Oaerah daerah prov1nsi lampung Majalah Perencanaan Daerah (dua bahasa), Tabloid Lampung
Prov. Lampung
Prov. Lampung
Membangun, dan ----::7.:·,--t-=--:------t lnformasl Perencanaan Terselenggaranya interaksl secara Terlaksananya program 100% Prov. Lampung Pembangunan Terpadu aktlf antara Bappeda dengan publlk acara talks show bappeda yang dapat memberikan lnformasi dl media telev1sl dan radio perencanaan pembangunan daerah pada masyarakat luas
1-+---------+1::-:-11--;:;P:;;E-;;R-;:;-EN..-C"A-;-;N~AA;-;--;:N~-;PEMBANGUNAN
9
Satker Penanggung Jawab
----------------·--------- --·---------------- -----
-------~
250.000.000
-~
--
x
SOO.OOO.OOC
x
500.000.000
x
-------·---·
Bappeda Prov.Lampung
-------Bappeda Prov.Lampung
Bappeda Prov.Lampung
- - - - - - - - - - - - ---+---------
DAERAH L__t__ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ____JL__ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __j _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - - - - - - - - - - - - - - - - - - · - - ----~-------- - - - - - -
Page 4
----------
No
Prlorltaa Pembangunan
Program/Kegiatan
lndikator Keluaran
Sasaran
I Target'
Lokasi
I
% 2
3 1 Peningkatan Pengendalian dan Pelaporan Hasll-hasil Pembangunan
-·-··----- - - - - ---·----2-~~~~:~·~=~cigram
f-+- --
--1-3
4 5 Terpantaunya kegiatan pembangunan Program/kegiatan APBN (DKITP), tersedianya daftar pembangunan APBN Program/kegiatan APBN, tersedianya dokumen laporan konsolidasi triwulanan PenanggUiangan·l::~~~~~~~~~~~~~~~~~-~grllni · · ··· ·-
~:~~~!~~nn~8n8a~~
I 1
I
6
program-program penanggulangan kemiskinan
r.
Kab/Koia-
. . .,~=n:~=~~ii~:~~~~~u~~~-~- -r- ·-··eoC
·l::;:n~ann::~~=~~~~~~~;~a:::ra·~
8 750.000.000 I
~=~~~=~:~~~~=~~~~=~a~-T ~i::~n-
---- ---··
I Sumber Dana
J
l
7 BDL
100% I
Pagu Dana lndikalif
1Do%
APBD APBN 9 10
I
X
Satker Penanggung Jawab 11 Bappeda Prov.Lampung
-r·--·-2sri~oo.ooarx-r---~~~!:t~~pun·g-
--r-----25o:ooo.ooo
r-x··-r·---1 ~~~!.~~~~~~-
di daerah
-·1
4 Koordinasi Pengendallan PNPM::-··-jre~aksananya -koordinasi te-r-hliCiap· · Program~iirogran -PNPM~ -- -- ·-.,coo/~ Mandiri pelaksanaan program PNPM- Mandiri di Mandiri dl Provinsi Lampung provinsi Lampung
5
~~::!7~~!~~y~~~l~~~~~~~na- ~~!~~~:~:J:~penyelenisaraan oAI<~~~~~~n~~:~~~-~~-~~-1oo•~o Lampung
1~-
-r--·---eoc .. -
--~
...... --35o.ooo~aool--x-l--teapp-eda__ _ Prov.Lampung
·r-·- - eo1_ ..___f______
35o.oao.o4
1
x
~~~~:.~~~~~;
Provinsi Lampung ---.. ··--------·-----.. ... ..
·----------- .. " ·-·· .... _________ , ___ _
1-x-
... -...........1o-oo;;,·-t-firov.Tiimliun9-ln·---·3oo.oa·o.ooo Terkoordinasinya Bappeda Perencanaan & pelaks Prov.Lampung pembangunan llngkup ilo ci~g'.2" Paket-"1 ooo/~-r- ·a.-t:ampung- -~- --- '5oo'.ooO.oOot--x--r--l Bappeda··--- Prov.Lampung
6 Pemantapan Koordlnasl Bidang Terfasllltasinya penyusunan KUA dan Perencanaan Bidang Pemerintahan PPAS Lingkup bidang Pemkesra dan Kesejahteraan Rakyat l-+-----------l---=7:-:P:-:e-;-:la7.tlh;:-a::-::n:-A;~p=-=a:-ra"""t-ur-=P=-e-re~n-ca--na:---·trerwujudnya aparafpereneana Bappeda tetlatih dalam bidang perencanaan
---··---···1·
yang" --
----------,------···-
·1
------~--1oo•,:;··1- · s:Tariiiiun9. --~------75o:ooa.oool-x-·t--·--ra8Ppeda ·-··· ---
8 Revltalisasi Organlsasl Bappeda Prov. Lampung
Tersusunnya Ookumen tentang struktur 1 paket Organisasl dan Tupoksi Bappeda yang sesual dengan pola lndikator dan beban
9 Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Tersuaunnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah
11 Paket·---·-----------·r 100%1-B. Lampung--1
10 Updating data kepegawalan
Tersusunnya data aparatur Kepegawalan Bappeda Prov. Lampung
1·1P"S'ket---------l
11 Koordlnasi dal'l Penyusunan Perencanaan Dokumen makro Regional
Dllta dan Analise Dokumen Makro R$Qional
Prov.Lampung 75o.ooo.ooo I
x
I
IBap~-Prov.Lampung
I
---t=rerkoordinasinya dan tersediannya Dokumen Makro Regional
L.._.L_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _...l__ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _.J_ _______________________ j
Page 5
I
100%
100%
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __j,__
I
B. Lampung
B. Lampung
I
200.000.000
I
x
150.ooo~ x
Bappeda_ _ _ Prov.Lampung
I
laappeda Prov.Lampung
___J, _ _ _ L _ _ __ J__ _ _ _ __
No I
Prlorttas Pemb8ngunan
Program/Kegiatan
I
I
lndikator Keluaran
I
I
Sa saran
Target %
1 I
2
I
I
3 12 Koordlnasl Perencanaan Pembangunan daerah
4
5 ITerlaksananya Rapat-rapat dan Koordinasi dan Slkronisasi sinkronisasl serta sinergitas antar Prov. serta sinergitas antara Kabupaten/Kota dan Nasional Program Perencanaan Pembangunan Tahunan Prov. KabiKota dan nasional
6 100%
I
Lokasi
I
1 B. Lampung
···---··-·----------·--·--·-----13- ~:~t~:~=~~o~~~~en_______ . __ . loollumeii ~ioGs Prov. Lampuii9- ... · ---~~~~e~~~~:~~~~~~~~~g ·--·T -1·aa•i~-r-·s:Tampuii9
-·---·--1---14
~:~:~:~=~~k~~=~~~:~~~:~~-- .,!=~=~~~~~~~~~~~:~~~~~~-yang
~=~~~~~~~:~~~~:,a;;·--
Llngkungan
Lampung yg ramah Lingkunga11
15 sosi&lfsasi RPJM
-·
berwawasan Llngkungan
-------·-·-- ·:=~~~~!~a~riJ:~~pjij kepaCia____ - ·
--~~~~~~f~~~~~~ RPJM
·j"
---
6 1.250.000.000
Sumber Dana
APBD APBN 9 10 X
Satker Penanggung Jawab 11 Bappeda Prov.Lampung
T----- ·12s:soo.oo~--x-r----~~~f:.~~~~~g
1i!oo/~- rfirov.Tam-puiig·r·- ··2so.ooo]oorx-T -- ··-l~=:~~~-Prov: ·
-1oooi. · -FiroV. i.iimpun9-- --- ·sao.-ooo.ooo~----,c--~-----~~~~:~~Prov:·
Pembangunan
16 Optlmalisasi Perencanaan Pembangunan Terpadu
I
Pagu Dana lndikatif
.
-----·~::~~~~J:a~~~~P~~~~rov.Lampung -~~~f~!~;~:;~~~~~~~~~a~- · Hio%-
-Prov. Camiiung-- · ---4oo
ooo]oo -x-
-l~:::~Prov:
·
Pembangunan terpadu
-I
11
~::~a~~~~:~a~a~~~:erenC:aiin____ j~~~r~~anya Cia-ia.l
an9uniin-l ~=:~~~~!~r~~:;~~~~~r1 cioo/~--rfirov.·can;J,-un9-~-------soo:ooo~o-ool--,;
--l. ----·1 ~=:~~~F>rov~-
menyeluruh IV Program Soslalisa" dan Koordlnasi penanggulangan kemlsklnan 2 Koordlnasl Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan dan pengangguran Prov. Lampung melalui model Pemb. Partisipatif
-· ·------ ··-----------1 ·------
···-- --·----
------------1--- --------L----------····
·------1-----------
--t----t----------+--.. --.... -.
~~~~~~~:"~~~:~-~~~~~:-~~~i-s,;--- ~~~~t~~:~~~~t:~~-~~:~--r1-ciao;.·r·-·iHa-mpuri9---r -----·1sisao.ooo r-->< slnkronlsasl program kemiakinan antara pemerintah pusat KabiKota dengan Perencanaan Pemerintah Prov. Lampung Khususnya dalarn Bid. Kemiskinan
'--''--------------.1....---------------__J-- --------------------'-----------------L---.. .I..__________ .J.....____
Page6
--r------ -lf:::~Prov:-
upaya efektifitas penanggulangan kemiskinan di Prov. Lampung oleh ( Pokja Perenc. TKPK)
----L___ ....J...__________ ... -
No I
1
I
Prtorltas Pembangunan
I
Program/Keglatan
2
I
3
I
lndikator Keluaran
I
Target %
I
Lokasi
I
Pagu Dana lndikatif
________________
---·--------------~
V
4 Terkoordinasinya Program Penanggulangan Kemiskinan/PNPM Tim TKPKD
5 Terwujudnya Program penanggulangan Kemiskinan Pada kab/kota di prov.lampung
,__, .. ____ , .....
Sumber Dana
6
7
100%
Prov. Lampung
8 500.000.000
9 X
10
Satker Penanggung Jawab
11 Bappeda Prov. Lampung
______ .......... --- -+ ..... ------+----· ---·-------- -·-1-- ·-------------- ----+-----~----4------·-·--
Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perencanaan Pembangunan Daerah
.. -------------L-2_ Peiiiii9k'ataiikemamiii:iiii-fei
I
APBD APBN
----
3 Koordlnasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan/PNPM Tim TKPKD
·
I
Sasaran
Penyusunan anggaran, kursus bahasa inggris dan perencana
----t·~~!~~~~~-~=~~';;;~~~~~~=i ____ .. -l!:~!~~=~:s~~~~~~:n Fungsional
·J-1ooo/;ls: Campuns! ... -r--- '285.'ooo.oool--x-
- •rerwujudnya-aparat . -perencana yang terampil dan menguasal berbagai strategi serta teknik pembangunan Daerah
Jailatan Fuii95ioii'il Perencana Kab/Kota
Bappeda Prov. Lampung
------- so.ocfO.ooot--x-----t----l·eapp'E!Cia
100%
Prov:-
Lampung
.
-- -· .. ___ ........... _. _____________,_3 ~~~~~:~~~-i~~.~::~~~:,1i~~-~~~. ~~~,~~~~~i~~~~~~~~~~u~:~~a1~~~~ · ·-- ~~:~~~~~~:~,:~:~a-·- ~--- i ooo/~--~~~~~~<;:~u~~-r ..--------91 :aoo.oo,---xl_____ !~:=~~ Prov~· Oep. Perhubungan, ITB UN PAD
4
Global Terhadap Pertanian, Kelautan dan Perlkanan
pelaksanaan Seminar Nasional Anitisipasi Perubahan lkllm Global terhadap Pertanian, Kelautan dan Perikanan
~~~a0~e;~o~~~ ~~~~~:~!~~~-n-.... !:Z!I!~~~=~a~iy~r~~~~~~"~~:o vang ~~~~ci~~~:,s~~~~~~~-d~~ .. kapasitas kelembagaan yang berkelanjutan ) di Provinsi Lampung
-l.i oo•;~.. fProv~iariipiiliQ --~- ----sao:ooo.oorx:-r---l!f!:.~~pu~~--
pada Kab. Lmp.Timur, Kab.Lmp.Selatan, Kab.Lmp. Utara
5 Dana Pendamping SCBD (Program Ber]alannya -ke9ii:i't8n sc86'yang___ Pengembangan kapasltas kelembagaan yang berkelanjutan ) di Provinsi Larnpung
& Jogjakarta
berkelanjutan di Prov. Laml)ung
Page 7
···--- i'erselenggaranya Keg. ___ T.fooo/;-rProv~ia-rii'i)u'nii T --·-1-:-ooo.o'oo~ooor-,c·-SCBD Prov. Lampung dan pada Kab. Lmp.Timur, Kab.Lmp.Selatan, Kab.Lmp. Utara
Bappeda Prov.Lampung
No I
Prtoritas Pembangunan
I
Program/Kegiatan
1 I
2
I
3 VI KAJIAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNANDAERAH
I
lndikator Keluaran
4
I
Sa saran
5
I
Target %
I
Lokasi
Pagu Dana lndikatif
7
Tersusunnya Bahan Kajian tentang Pembangunan di Prov.Lampung
2 Study Komperatif Kajian Arah Pembangunan Pengembangan Prov.lampung
Tersusunnya Bahan Kajian tentang Pengembangan Perekonomian di Prov.Lampung
ITerwujudnya Masukan terhadap kebijakan perekonomian
100% IProv. Lampung
3 Study Komperatlf Kajlan Terclptanya Kesejahteraan Rakyat di Lampung
Tersusunnya Bahan Kajian tentang Kesejahteraan dl Prov.Lampung
Terwujudnya Masukan Terhadap l>emerintah tantang kesejahteraan
··1oo% IP'rov.Tamilung
4 Study Komperatif Kajian Terkendalinya Pembangunan di Prov.Lampung
Tersusunnya Bahan Kajian tentang Pengendalian Pembangunan di Prov.Lampung
Terwujudnya masukan terhadap kebijakan pemerintall tentang pengendallan
100% I Prov. Lampung
Para Staf Sappeda Prov.Lampung
100% IProv. Lampung
Satker Penanggung Jawab 10
8
1oo%-1Prov:-Lampun9_1 ____
1 Study Komperatif Kajlan Pembangunan lnfrastruktur Prov.Lampung Ke masa depan
Terwujudnya Masukan Perencanaan terhadap Pembangunan lnfrastruktur
I
125 ooo~oool--x ~t-·-
~- i2s.ooo:aoor~-x ~-
125.000.0001
X
--
11
IBappeda Prov.Lampung
Bappeda Prov.Lampung
Bappeda Prov.Lampung
- - i2s~ooO.oool~·x--,-- ·raappe
I
VII POGRAM PENINGKATAN APARATUR 1 Pengadaan Bimbingan Teknis bagi Terwujudnya staf yang handal dalm staf Bappeda bidang perencanaan Jumlah
-·- --------·-·- -· -------1--~ 15o.ooo.ooot x
21.400.000.000
Page 8
·-r---···-----,~---
---
Bappeda Prov.Lampung
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 12 TAHUN 2009 T£NTANG
PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH PROVINSI LAMPUNG D.ENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA .ESA
GUBERNUR l.AMPUNG, Menimbang
a. bahwa Peraturan Daerah Provinsi L.ampung Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Organisasl dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Provinsl sebagal lmplementasl Peraturan Pemerlntah Nomor 38 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerlntah Nomor 41 Tahun 2007 setelah dilakukan evaJuasi kelembagaan per1u dilakukan peninjauan kembali sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. bahwa agar penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat dl daerah dapat lebih berdaya guna dan berhasn guna, maka Organalsasl dan Tata Kerja lembaga Teknls Daerah sebagalmana yang dltetapkan dengan Peraturati Daerah Provinsi L.ampung Nomor 10 Tahun 2007 perlu dftetapkan kembali dan merubah menjadi Organlsasl dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi dengan Peraturan Daerah; Menglngat
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah lingkat I Lampung ( Lembaran Negara Republlk Indonesia Tahun 1964 Nornor 95; Tambahan Nomor 2688 );
lembaran
Negara
Republlk
Indonesia
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (lembaran Negara Republlk Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republlk Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indooesla Nomor 3890); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhlr dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (l.embaran Negara Republlk Indonesia Tahun 2004 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republlk Indonesia ·Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerfntah Pusat dan Pemerfntahan Daerah (L.embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republlk Indonesia Nomor 4438 ); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Pollsi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan L.embaran Negara Republk Indonesia Nomor 4593);
2
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pegelolaan Keuangan Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan lembaran Negara Republlk Indonesia Nomor 4578); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tent:ang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (L.embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 10. Perab.Jran Pemerfntah Nomor 38 Tahun 2007 tent:ang Pembaglan Urusan Pemerfntahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerfnt.ahan Oaerah Kabupaten/Kota {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerfntah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741). 12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 Tent.ang Pedoman Organisasi Rumah Saldt di Ungkungan Departemen Kesehatan. 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknls Penataan Otganisasl Perangkat r>aerah; 14. Peraturan Daerah Provlnsi Lampung Nomor 3 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan pada Pemerintah Provlnsi Lampung (Lembaran Daerah Provlnsl Lampung Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah .Provinsllampung Tahun 2009 Nomor 335).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT OAERAH PROVINSI LAMPUNG
dan GUBERNUR LAMPUNG
MEMlJTUSKAN : Menetapkan
PERAlURAN DAERAH TENTANG ORGANISASI DAN INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN lEMBAGA TEKNIS DAERAH PROVINSI LAMPUNG.
TATA KERJA DAERAH DAN
BABI KETENllJAN UMUM
Pasal 1 .Dalam Peraturan Daerah lnl, yang dlmaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Provinsi Lampung. 2. Pemertntah Daerah adaiah Pemerfntah Provinsi lampung. 3. Peratllran Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsl L.ampung. 4. Gubernur adalah Gubernur Lampung. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut bPRo adaiah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi lampung.
3 6. Sekretaris Daerah adalah Sekretarls Daerah Provinsi lampung.
7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republlk Indonesia. 8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dan Pemerlntah kepada Gubemur sebagai wakil Pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah.
penugasan dar! Pemerlntah kepada daerah dan desa dan dari daetah Ice desa untuk melaksanakan tugas tertmtu yang disertai pemblayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban metaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
9. Tugas Pembantuan adalah
10. Inspektorat adalah Inspektorat Provinsi lampung.
11. Badan Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disebut BAPPEDA adaJah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi lampung. 12. Lembaga Teknis Daerah adalah L.embaga-lembaga Teknis Daerah Provlnsi di lingkungan Pemerintah Provinsi lampung. 13. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Polltik Daerah Provinsi Lampung.
14. Badan
pengeJOiaan
Ungkungan
Hidup ooalah Badan Pengelolaan
Ungkungan Hidup Daerah Provtnsi L.ampung.
15. Badan Ketahanan Pangan adalah Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung.
16. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu adalah Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Daerah Provinsi Lampung.
17. Badan Pengefofaan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi adalah Badan Pengelolaan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah Provinsi Lampung. 18. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Lampung.
19. Badan Kepegawaian amlah Badan Kepegawalan Daerah Pri:>vinsi L.ampuiig 20. Badan Pencftdikan dan latihan yang selanjutnya disebut Bandiklatda adalah 8adan Pendidikan dan Latfhan Daerah Provinsi Lampung. 21. Satuan Poiisi Pamong Praja adalah Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Provinsi Lampung. 22. Rumah Saklt Umum adalah Rumah Sakit Umum Oaerah Dr. Hi. Abdul
MoeiOE!k Provii'ISi i...ampung.
23. Rumah Sakit Jiwa adalah Rumah Sakit Jlwa Daerah Provinsi Lampung.
24. Kantor Sandi Daerah adalah Kantor Sandi Daerah Provinsi Lampung. 25. Kepala Lembaga Teknis adalah Kepala L.embaga Teknis Daerah Provinsi Lampung. 26. Unit Pelaksana Teknis adalah Unit Pelaksana Teknis pada Lembaga Teknis Daerah ·Provinsi. ZJ. Kelompok Jabatan Fungsional adalah Kelompok. Jabatan Fungsional pada Lembaga Teknls Daerah Provlnsllampung.
4 BAD U PEMBENlUKAN
Pasal 2 ( 1) Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Inspektorat, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. (2) Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan lembaga Teknfs Daerah sebagarmana dimafcsud pada ayat (1), adafah : a. Inspektorat Provinsi; b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; c. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Daerah; d. Badan Pengelolaan Ungkungan Hidup Daerah; e. Badan Ketahanan Pangan Daerah; f. Badan Penariaman Modal dan Pelayanan PeriZinan Terpadu Daerah; g. Badan Pengelolaan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah; h. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa; i. Badan Kepegawaian Daerah; j. Badan Pendidikan dan L.atihan Daerah; k. Satuan Polisl Pamong Praja; I. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hi. Abdul Moeloek; m. Rumah 5aklt .Ttwa Daerahi n. Kantor Sandi Daerah. BABm
INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH
Baglan Kesatu Inspektorat Paragraf 1 Kedudukan Pasal3 (1) Inspektorat merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Inspektorat d"tplmpin oleh seorang Inspektur yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubemur. (3) Inspektorat dalam pelaksanaan tugas dan fungslnya bertanggung jawab langsung kepada Gubemur dan secara teknis adminisbatif mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah. Paragraf2
Tugas Pokok dan Fungsi Pasal4 (1) lnspektDrat Provinsl mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemertntahan di provfnsi, pelaksanaan pemblnaan atas ·penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan peJaksanaan wusan pemerintahan di daelah kabupaten,lkota. (2) Inspektorat Provlnsl dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (l)i menyelenggarakan fungsl :
a. perencanaan program pengawasan; b. ·perumusan kebljakan dan ·fasilitasl·pengawasan;
5
c. pelileriksaan, pengusutan, pengujlan, dan penilaian tugas pengawasan; d. pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Perangkat Pemerintah Provinsi yang meliputi aspek tugas pokok, pengelolaan sumber daya manusia, kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai daerah, barang negara/daerah serta pembinaan masyarakat, perekonomian daerah, keuangan daerah, pendapatan daerah, BUMD dan lain-lain yang ditUgaskan oleh Guberiiur; e. pengusutan kebenaran atas laporan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan, atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi; pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas f. pemeriksaan, pengawasan; g. pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; h. pelayanan admlnlstraHf. Paragraf3 Susunan Organlsasl PasaiS (1) Susunan Organisasi Inspektorat Provinsi terdiri dari : a. lnspektur; b. Sekretarlat, terdlr1 dar1 : 1) Bagian Umum, membawahi : a) Sub Baglan Umum dan Kepegawaian; b) Sub Baglan Keuangan. 2) Bagian Perencanaan, membawahl : a) Sub Bagian Data dan Penyusunan Program; b) Sub Baglan Monitoring dan Pelaporan. c. Inspektur PembanbJ Wllayah I, membawahl : 1) Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan; 2) Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan; 3) Seksl Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan. d. Inspektur PembanbJ Wilayah n, membawahi : 1) Seksl Pengawas Pemertntah Bidang Pembangunan; 2) 5ekSI Pengawas Petnerintah Bidang Pemertntahan; 3} 5eksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan. e. Inspektur PembanbJ Wllayah m, membawahl : 1} Seksl Pengawas Pemer1ntah Bldang Pembangunan; "2) seJcsl Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan; 3) Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan. f. Inspektur Pembantu Wilayah IV, membawahl :
1) Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan; 2) Seksf Pengawas Pemerintah Bldang Pemerintahan; 3) Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan. g. Kelompok Jabatan fungslonal, terdfrl dari sejumlah jabat:an fungslonal yang terbagl dalam berbagal kelompok sesuai dengan bldang keahlian dan keterclmpllannya. (2) Sekretarlat Inspektnrat Provlnsl sebagalmana dlmaksud pada ayat (1) huruf b, dlpimpln oleh seorang Sekretaris yang mempunyai tugas membantu Inspektur Provlnsl · dalam menyusun kebljakan, program, pelakSiriaan aamtrilstraSI pengawasan, t:at:a usaha dan kepegawalan.
6
(3) Inspektur Pembantu Wilayah-lnspektur Pembantu Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, d, e, dan f masing-masing dipimpin oleh seorang Inspektur Pembantu membawahl wilayah kerja pembinaan dan pengawasan pada instansi/satuan kerja dllingkungan pemerlntah provinsl dan kabupaten/kota yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Inspektur. (4) Bagian-Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, maslngmaslrlQ dlpimpln oleh seorang Kepala Baglan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris. (5) SUb Baglan-Sub Bagian sebagaimana dlmaksud pada ayat (1) huruf b, maslng-masing dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Baglan yang bersangkutan. (6) Seksi-seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, d, e dan f masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Inspektorat Pembantu Wilayah yang betsangkutan. (7) Kelompok Jabatan Fungsional sebgaimana cfrmaksud pada ayat (1) huruf g, terdirl atas tenaga fungslonal dan jabatan fungsional lainnya yang terbagi dalam beberapa kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bldang keahliannya. (8) Bagan Strukb.lr Organlsasl Inspektorat Provlnsl sebagaimana dalam Lamplran I yang tidak terplsahkan datf Peraturan Daerah tnl. Baglan Kedua
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Paragraf 1
Kedudukan Pasal6 (l) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur perencanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Badan Perencanaan PembangLinan Daerah dipimpin Oleh seorahg Kepala Badan yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubemur. (3) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada Gubernur melalul Sekretaris Oaerah. Paragraf 2 Tugas pokok dan fungsi Pasal7
(4) BAPPEOA rnempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan
kebljakan daerah dl bldang perencanaan pembangunan, penelitlan dan pengembangan daerah, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Gubemur serta tugas lain sesual dengan kebijaksanaan yang dltetapkan oleh Gubemur · berdasarkan peraturan perutKJang-undangah yang bertaku. (5) BAPPEDA dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pacta ayat (1), menyelenggarakan fungsl :
a. perumusan ke6rjakan bidang perencanaan, pe;noongunan, peneitian dan pengembangan;
b. pemberian dula.a1gan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dl bi~ng perencanaan, pembangunan, penelltlan dan pengembangan; c. pemblnaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan, pembangunan, penelltlan
7 Paragraf 3 Susunan Organisasi Pasal8
(1) Susunan Organlsasi BAPPEDA Provinsi terdiri dart : a. Kepala Badan; b. Sekretariat, terdlri dari : 1) Bagian Umum, membawahi a) SUb Baglan Umum dan Kepegawaian; b) Sub Baglan Keuangan. 2) Baglan Perencanaan, membawahi : a) Sub Bag!an Data dan Penyusunan Program;
b) SUb Baglan Monitoring dan Pelaporan.
c. Bidang Ekonomi dan Pembangunan, membawahi : 1) SUb Bidang Produksf; 2) Sub Bidang Ekonoml dan Keuangan; 3) Sub Bidang Pembangunan dan Promosi.
d. Bidang Tata Ruang dan Prasarana Wilayah, membawahi ~ 1) Sub Bldang Pengembangan Wllayah; 2) Sub Bldang Sumber Daya Alam dan Ungkungan Hidup; 3) Sub Bidang Tata ruang. · e. Bidang Pengendalian, membawahi : 1) Sub Bldang Data Statistik; 2) Sub Bidang Monitoring dan Pelaporan; 3) Sub B1dang e.tatuasl. f. Bldang Sosial Budaya, membawahi : 1) Sub Bldang Pemerlntahan dan Hukum; _ i) Sub Bldang Sumber Daya Manusla dan Tenaga Kelja; 3) SUb Bi'dang Kesejahteraan Rakyat. g. Bldang Penelitian dan Pengembangan, membawahi : 1) Sub Bldang Pengembangan Pel'ekonomlan dan Keuangan; 2) Sub Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakat:an; 3) Sub Bidang Sumberdaya Alam dan Teknologi. h. Ulilt PelakSana Teknls {UPT); i. Kelompok Jabatan Fungsional, terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagl dalam berbagal kelompok sesuai dengan bidang keahlian dan keterampilannya. (2) Sekret:ariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dlplmpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan. (3) Sidang-Bidang sebagaJmana dJmaJcsud pada ayat (1) huruf c.d,e, f dang, masing-masing dfplmpln oleh seorang Kepala Bldang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan. (4) Baglan-Bagfan sebagalmana dimaksud pada ayat (1) huruf b, masfng-
maslng diplmpln oleh seorang Kepala Bagian yang berada dlbawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris Badan. (5) Sub Baglan-Sub Baglan sebagalmana dlmaksud pada ayat (1) huruf b, masfng-masfng dipfmpfn oleh seorang Kepafa Sub Bagian yang berada di bawah dan bertanggungJawa kepada Kepala Bagian yang bersangkutan. (6) SUb Bldang·Sub BldanQ ~Imam dlmakSud pada ayat (1) hurut c,d,e, f dan g, maslng-maslng dlplmpin deh seorang l<epala Sub Bidang yang berada dl -bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bldang yang bersangkutan.
8 (7) Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, dipimpin oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis yang berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Badan. (8) Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I, dlpimpin oleh seorang Pejabat Fungsional senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan. (9) Bagan struktur Organlsasl BAPPEDA sebagalmana tercatum dalam Lampiran n yang tidak terptsahkan darl Peraturan Daerah ini. BABIV LEMBAGA TEKNIS DAERAH Pasal9
(1) lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas Gubemur. (2) lembaga TekniS oaerah yang berbentuk Badan dlplmpln oleh Kepala Badan, yang berbentuk Satuan dipimpin oleh Kepala Satuan, yang berbentuk Rumah Sakit dipimpin oleh DirekbJr dan yang berbentuk Kantor dipimpln oleh Kepala Kantor. (3) Kepala dan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkedudukan dibawah dan bermnggung jawab kepada Gubemur melalui Sekretaris
Daerah.
Pasal 10 (1) L.ernbaga Teknis mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat speslfik. (2) lembaga Teknis dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan kebljakan teknls sesuai dengan llngkup tugasnya; b. pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengarf lingkup tugasnya; c. pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya;
dan d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubemur sesual dengan bidang tugas dan fungsinya. Bagian Kesatu Badan Kesatuan Ballgsa clan Polltlk Daerah
Paragraf 1 Tugas Pokok dan Fungsi Pasal11 (1) Badan
Kesatuan
Bangsa dan
Polltik
Daerah
mempunyal
tugas
meakSaiiat<:an penyusunan dan petakSanaan kebijakan daerah di bldang
Kesatuan Bangsa dan Politik, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Gubemur serta tugas lain sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubemur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Daerah dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan teknls kesatuan bangsa dan politlk; b. pemberlan dukungan atas penyelenggaraan pemerlntahan daerah di bidang kesatuan bangsa dan politik; c. pemblnaan ~ pelaksanaan tugas cl bidang kesatuan bangSa dan polltik; d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubemur di bidang kesatllan bangsa dan politik; e. pelayanan administratif.
24 &aglan Keduabelas Kantor Sandi Daerah
Paragraf 1 Tugas Pokok dan Fungsi Pasal33 (1) Kantor Sandi Daerah mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan dan peJaksanaan kebijakan daerah dalam bldang persandlan.
(2) Kantor Sandi Daerah, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan fungsi : a. perumusan kebijakan tek.-ds bldang persandian yang meliputi i>enyelenggaraan pembinaan SDM, peralatan sandi, sistem sandi,
kelembagaan, pengawasan dan pengendalian; b. pembinaan dan pengkoordlnasian pelaksanaan funQsi Opef'astonal pengamanan lnfonnasl pada unit pembantu SKPD; c. pengkoordinasian penyelenggaraan pengamanan sandi; d. pemberian layanan pemeliharaan materiil sandi; e. penyiapan, pemanfaatan dan pengembangan sumber daya persandian; f. pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan persandian pada skalanya; g. pembinaan dan pengkoordlnasian penyelenggaraan komunikasl dan sfstem informasi; h. pemblnaan jabatan fungsionaJ d bldang persandian; I. penyusunan dan pelaksanaan koordinasi urusan pelayanan dan admlnlstrasi dl bldang persancf.an pada skalanya; j. pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah btdang persandlan; k. pengelolaan administratif. Paragraf 2 Susunan Organlsasi (1)
(2)
(3) (4) (5)
Pasal34 Susunan Organisasl Kantor Sandi Oaerah, terdiri dar1 : a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Pembinaan Persandian; d. Seksi Penyelenggaraan Pengamanan Persandian. e. Kelompok Jabatan Fungsional, terdiri dari sejumlah jabat.an fungsional yang terbagl dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahlian dan keterampilan. Sub Baglan Tata Usaha sebagalmana dlmaksud pada ayat (1), dlp1mpin deh seorang Kepala Sub Bagian, yang berada dlbawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor. Seksl-seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dlplmpin oleh seorang Kepala Seksi, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor. Kelompok Jabatan Fungsional sebagalmana dimaksud pacla ayat (1), dlpimpln Oleh seorang Pejabat Fungsional senior sebagal Ketua Kelompok. Bagan Struktur Organisasi Kantor Sandi Daerah sebagalmana tercantum pada lampiran XIV yang tidak terplsahkan dart Peraturan Daerah lni.
BAil VI UNIT PELAKSANA TEKNIS Pasal
35
(1) Susunan Organlsasi Unit Pelaksana Teknls yang belum terdapat jabatan fungslonal, terdlrf dari :
a. Kepala; b. Sub Baglan Tata Usaha; c. Seksf, paling banyak 2 (dua);
25 (2) Susunan Organisasl Unit Pelaksana Teknis yang sudah terdapat jabatan fungsional, terdiri dari : a. Kepala; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Kelompok Jabatan Fungslonal. (3) Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknls ditetapkan dengan Peraturan Gubemur. (4) Agar Lembaga Teknis dapat berdaya guna dan bertlasll guna dalam melaksanakan sebaglan tugas Lembaga Teknis tertentu, Gubemur berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat : a. membentuk Unit Pelaksana Teknis sesuai dengan kebutuhan; b. menghapus Unit Pelaksana Teknis, bila tidak dlper1ukan; c. menggabungkan Unit Pelaksana Teknis; untuk memperoleh efisiensi. (5) Kelompol< .Jabatan FungsionaJ sebagalmana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang Pejabat Fungsionat senior sebagai Ketua Kelompok. (6) Bagan Struktur Organlsasi Unit Pelakscina Teknis (UPT) sebagalmana tercanb.Jm pada Lamplran XVI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BABVII KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
PasaJ 36
(1) ~elompok Jabatan Fungslonal terdirf dari sejumlah tenaga dalam jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagal keJompok sesual dengan bidang keahnannya.
(2) Setiap kelompok dtpimpln oleh seorang tenaga fungslonal senior yang ditunjuk oleh Gubemur dan bertanggung jawab kepada Kepala Lernbaga Teknis Daerah. (3) Jumlah .Jabatan Fungsional dimaksud pada ayat (2) dlbentuk berdasarf
BABYUI ESELONEiuNG
Pasa137 {1)
Inspektur ProWls~.~ Kepala_ Badan, Olrektur utama Rumah Saldt Urnum Daerah merupakan Jabatan Struktural Eselon lla.
(2)
Sekretaris pada Inspektorat dan Badan, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Dlrektur pada Rumah Sakit Umum Daerah merupakan Jabatan Struktural
(3)
( 4) (5)
Eselon Tib. Direktur Rumah Saklt JJwa, Kepala Kantor, Inspektur Pembantu, Kepala Bidang dan Sekretaris Satuan Pollsl Pamong Praja merupakan .Jabatan Struktural Eselon rna. Kepala Bagian merupakan Jabatan Strktural Eselon lllb. Kepala Sub Bagian, dan Kepala Sub Bidang merupakan Jabatan Struktural
ESeloo
Na.
BABIX TATAKERJA Pasal 38
(1)
Dalam rnelaksanakan tugasnya Kepala lembaga Teknls Daerah wajlb menerapkan pr1nslp koordlnasl, intergrasl, slnkronlsasl dan slmpllflkasi baik dalam lingkungamya maupun dengan lnstansi lain.
26
(2) Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Lembaga Teknis Daerah bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya serta memberikan blmbingan dan peb.mjuk bagi pelaksanaan b.Jgas k.edinasan. (3) Setiap plmpinan satuan organisasi dalam llngkungan Lembaga Tem\5 Oaerah bertanggung jawab kepada atasan dan menyampaikan laporan secara berkala terhadap pelaksanaan tugas maslng-maslng. (4) Setiap pimplnan sab.Jan organisasi dilingkungan L.embaga Teknis Daerah Provinsi wajlb melaksanakan pengawasan melekat (WASKAT). BABX
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN DALAM JABATAN Pasal 39
n pada Inspeklnrat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan L.embaga Teknis Daerah Provlnsi dlangkat dan dibementlkan oleh Gubemur dari Pegawai Negert Sipll yang t.elah memenuhl syarat sesuai perab.Jran perundang-undangan yang bertaku. (2) Pejabat Eselon m dan Eselon IV pada Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi diangkat dan dlbementikan oleh Gubemur dan dapat dillmpahkan kewenangannya k.epada Sekretaris Daerah Provinsl, darf Pegawai Negeri Sipll yang telah memenuhl syarat sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. (3) Pengangkatah dan Pembeiilentiah dalain jabat:arl Strukti.iral dilakukan sesuai peraturan perundangan-undangan yang beriaku. (1) Pejabat Eselon
BAS XI KETENTUAN lAIN-LAIN Pasal 40
(1) Eselonering Jabatan Sekretarls pada
Inspektorat, Badan Perencanaan pembangunan Daerah dan lembaga Teknis Daerah Provlnsi sebeJum ada persetujuan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, tetap mendudukl Jabatan Struktural Eselon ma. (2) Organlsasi Sekretariat sebagaimana dlmaksud pada ayat (1) terdiri dari Sub Baglan Umum dan Kepegawalan, Sub Bagian Keuangan dan Sub Baglan Perencanaan. (3) Perubahan Eselonering labatan Sekretaris pada · Inspeldnrat, Badan Perencanaan pembangunan !)aerah dan Lembaga Tekn"ls Daerah Pr<Mnsi dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dan Menterf Negara Pendayagunaan Aparab.Jr Negara yang pengaturannya d"tatur lebih lanjut dengan Perab..tran Gubemur dan dlsampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Oaerah.
BABm KETENTUAN PERAUHAN Pasal 41 Selama belum dlt2tapf
Pasal 42
(1) Untuk melaksanakan urusan yang dlserahkan oleh l
PE.RA:I1JRAN DAERAH PROVINS1 LAMPUNG NOMOR : 12 TAIJUN 2009
l.AMP\RAN II
RAGAN STRUKTUR ORGANISAS\
BADANPERENCANAANPEMBANGUNAN DAERAII PROVINSI LAMt>UNG
TANGGAL
:
9
Del!letlber -
2009
KEPALA
SEKRETARIA T I
l
I
Bagian Perencanaan
Bagiiin Umum
T
l SubBagim Vmum&: Kepcgawaian
I
I SubBapm
SubBagian Keuangan
SubBagian Mooi!OriiJg&: Pelapor111
Dala"' Pcn)IUSUIIIIII Prosram
l
_l
Bidang
Bidang Ekonomidan Pembangunan
Pnsarana
Bidang Penelitian dan Pengcmbangao
Bidang Sosial Budayll
Bidang Pengendalian
T~Ruangdan
Wilayab
SubBidang Produlcsi
....
I-
SubBidang Pengembmgan Wilayab -
t-
--
t-
SubBidang Pmgcmbanpn Pcrdconomi111 dao Kcuangan
I-
-
SubBidang Monitoring dan Pclaporan
Li~~gan Hid up
SubBidang Pemcrintahan danHulrum
- ··--
·-·-··----
SubBidang SDAdan
SubBidaog Ekonomidan Keu;mgan
SubBidang Data Statistik
SubBidang
Sub Bida.og SDMdan Teu.aga Kctja
Pemcrioraban dan
itemasyarakabm
.
-
SubBidang Pembangunan dan Promosi
'-
SUbBidliiig TataRuang
'-
SUb Bidaiig Evaluasi
'-
SubBidang Kesejahteraan
L
Ralcyat
KELOM.POK
UPT
JABATAN FUNGSIONAL ....
-·-·
GUBE~ LAMP
l \.
G, •
~~AcaR~~
SubBidang SDAdan Tetnologi
MATRIK PERBAIK.AN UJIAN TESIS IMPLEMENTAS! KEBIJAKAN PEMBENTUK.AN ORGANISASI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG BERDASARKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 12 TAHUN 2009 Nama :· M. AZlZ SATRIYA JA YA NIM :20092511021 Kelas : MAP Bappenas
No
1.
2.
NamaDosen
Prot Dr.
VVaspodo,~A
Prof. Dr. Kg31. M. Sobri
Materi yang diperbaiki 1. Pergunak.an Bahasa Indonesia yang baik dan benar 2. Perhatikan pedoman penulisan karya ilmiah, lihat pedoman penulisan tesis 3. Perhatikan konsistensi penulisa! Antara judul, latar belakang masalah, teori, metode, kesimpulan dan saran 4. Lengkapi dengan data observasi
1.
Keterangan Sudah diperbaiki
2.
Sudah diperbaiki
3.
Sudah diperbaiki
4.
Sudah diperbaiki
5. Perjelas metode/teknik pengumpulan data
5.
Sudah diperbaiki
6. Gunakan teori untuk menganalisis data 7. Pertajam analisis data dengan menggunakan teori 1. Faktor-faktor haruslah muncul dari analisis implementasi kebijakan 2. Model harus jelas dan terkait muncul dari kelemahan implementasi dan faktor-faktor yang muncul, sehingga menggunakan model kebijakan implementasi yang ada.
6.
Sudah diperbaiki
7.
Sudah diperbaiki
---~
----
Tanda tangan
~-
1. Sudah diperbaiki 2. Sudah diperbaiki
L___ - - -
------
r6~
3. I
4. I
5. I
Prof. Dr. Slamet Widodo, .MS,MM
I
1. Segi penulisan di sesuaikan dengan standar penulisan yang baku, kutipan, tabel· daftar pustaka dan Iampi ran 2. Tunjukkan temuan-temuan secara spesifik dan rinci 3. Bahasa pe.rlu dikembangkan lagi disesuaikan dengan studi kepustakaan 4. Kesimpulan di tunjukkan dan di pertajam lagi 1. Pertajam analisis yang akan menjurus kepada rumusan model altematif 2. Perbaiki saran
Prof. Dr. Fachrurrozi Syarkowi, M.Sc.
1. Kerangka pikiran disederhanakan secara konseptual I 2. Saran sebaiknya di pisahkan secara akademik dan secara praktis 3. Daftar pustaka lihat buku pedoman
Drs. Alfitri M.Si.
I
1. Sudah diperbaiki
I
2. Sudah diperbaiki
I
3. Sudah diperbaiki
I
4. Sudah diperbaiki
1. Sudah diperbaiki
I
2. Sudah diperbaiki
r vrz
1. Sudah diperbaiki
(
2. Sudah diperbaiki 3. Sudah diperbaiki
Mengetahui Pembimbing II ~
I
~ ~
Prof. Dr. H. Fachrurrozi Syarkowi, M.Sc.
Drs. Alfitri, M.Si
\ IJ