PRIORITAS 2 RKP 2011 PENDIDIKAN
I.
PRIORITAS PENDIDIKAN DALAM KERANGKA RKP 2011 •
Tema prioritas pendidikan dalam RKP 2011 adalah peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat,kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuan ekonomi yang didukung keselarasan anatara ketersediaan tenaga pendidik dengan kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan 2)menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja.
•
Sasaran Utama Pembangunan Nasional 20111 dalam Pendidikan
Sumber : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
•
1
Untuk mencapai berbagai sasaran tersebut, maka kebijakan pembangunan pendidikan dalam tahun 2011 akan diarahkan antara lain pada (1) peningkatan kualitas wajib belajar sembilan tahun yang merata (2) peningkatan akses,kualitas dan relevansi pendidikan menengah dan daya saing pendidikan tinggi serta (3) peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga kependidikan.
Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
1 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Catatan : Dari segala prioritas yang diungkapkan oleh para politisi di negara-negara Asia Tenggara kepada Publik, tidak ada yang menjadi lebih penting ketimbang pendidikan. Kebanyakan pemimpin di Asia Tenggara menyadari bahwa negara mereka akan kehilangan investasi asing dan pertumbuhan ekonomi kecuali mereka menghasilkan lebih banyak lagi tenaga kerja ahli. Karena itu mereka ingin meningkatkan kualitas pengajaran dan menjaga setiap anak-anak untuk bersekolah lebih lama. Thailand sebagai contoh telah memperluas wajib belajar 9 tahun menjadi 12 tahun dan mulai mempersiapkan kebijakan wajib belajar 15 tahun secara gratis. Malaysia menargetkan angka partisipasi di Universitas mencapai 40% pada tahun 2010. Rencana dari negara tetangga ini tentunya akan meninggalkan Indonesia jauh di belakang dalam hal rata-rata lama sekolah dari para tenaga kerjanya. Sumber : Economist.com
•
Anggaran Prioritas Pendidikan. Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung pencapaian sasaransasaran prioritas pendidikan tersebut, pada tahun 2011 direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp52,5 Triliun. Anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 9 program prioritas, antara lain : (1) program pendidikan dan pendidikan dasar, dengan alokasi anggaran sebesar Rp20,3 Triliun; (2) program pendidikan tinggi sebesar Rp16,7 Triliun (3) program peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sebesar Rp8,7 Triliun: (4) program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya sebesar Rp3,1 Triliun serta (5) program pendidikan menengah Rp2,4 Triliun.
2 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
(dalam Triliun)
Instansi Pelaksana
Anggaran dalam buku RKP (Pagu Indikatif)
Program
1) Program Pendidikan Taman KanakKanak dan Pendidikan Dasar
2,954.3
2) Pogram Pendidikan Menengah
17,829.0
3) Program Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional (Komisi X)
Kementerian Agama (Komisi VIII) Kemenkominfo (Komisi II)
4) Program Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan 5) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya di Setjen Kemendiknas 6) Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional
2) Program Dukungan dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya Pengembangan
Total Anggaran Prioritas Pendidikan
8,730.5 110.7
107.4
1,073.1
1) Program Pendidikan Islam
Program Informatika
22,502.6
Aplikasi
3,114.2 63,12
56,484.9
Anggaran dlm NK RAPBN 2011(Pagu Sementara) 20,3 2,4 16,7 8,7
?
? ? 3,1 ? 52,5
Sumber : Buku RKP 2011 dan NK RAPBN 2011, diolah
•
Catatan : Terdapat perubahan alokasi anggaran prioritas pendidikan dari Rp56,48T dalam matriks buku RKP menjadi Rp52,5 Triliun dalam NK dan RAPBN 2011, namun dalam NK dan RAPBN 2011 tersebut tidak dijelaskan alasan perubahannya. Selain itu, dari 9 program prioritas pendidikan hanya ada 5 program yang disebutkan alokasi anggarannya. Namun ada kemungkinan bahwa keempat program yang tidak disebutkan alokasi anggarannya tersebut tidak berubah dari pagu semula dalam buku RKP.
•
Dalam pasal 28 RUU APBN 2011 dinyatakan bahwa anggaran pendidikan direncanakan sebesar Rp243,2 atau 20,2% terhadap total anggaran belanja negara yang sebesar Rp1.202,0 Triliun2. Dengan demikian, alokasi anggaran prioritas pendidikan yang sebesar Rp52,5 Triliun tersebut hanya 21,58% dari keseluruhan anggaran pendidikan .
•
Alokasi anggaran untuk prioritas program pendidikan menengah sebesar Rp2,4 Triliun atau hanya 4,57 % dari anggaran prioritas pendidikan. Mengingat bahwa Angka Partisipasi Murni pada tingkat pendidikan menengah pada tahun 2009
2
Dalam pasal 1 butir 48 RUU APBN TA 2011 dinyatakan bahwa “Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja negara”
3 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
masih dibawah 50% (tepatnya 45,09%)3 maka semestinya pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program pendidikan menengah ini lebih besar dari jumlah tersebut untuk memperluas akses dan daya jangkau masyarakat terhadap pendidikan menengah.
II.
ANGGARAN PENDIDIKAN
•
Undang-Undang Sisdiknas pasal 49 mengamantakan bahwa “ Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ”.
•
Rincian anggaran pendidikan 4dalam RAPBN 2011 adalah sebagai berikut : Rincian Anggaran Pendidikan RAPBN 2011 1 Anggaran Pendidikan melalui Belanja Pemerintah Pusat a. Anggaran pendidikan pada K/L (1) Kementerian Pendidikan Nasional (2) Kementerian Agama (3) Kementerian Negara/Lembaga lainnya b. Anggaran pendidikan pada non-K/L (BA 999) 2 Anggaran Pendidikan melalui Transfer ke Daerah a. DBH Pendidikan b. DAK Pendidikan c. DAU Pendidikan d. Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD e. Dana Tambahan Tunjangan Profesi Guru f. Danan Insentif Daerah g. Bantuan Operasional Sekolah h. Dana Otonomi Khusus Pendidikan 3 Anggaran Pendidikan melalui Pengeluaran Pembiayaan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional Total Anggaran Pendidikan Belanja Negara Rasio Anggaran Pendidikan Total (%)
Jumlah 84,175.4 82,012.0 50,348.7 26,263.2 5,400.1 2,163.4 156,600.6 745.1 10,041.3 104,106.8 3,696.2 17,149.0 1,387.8 16,812.0 2,662.5 2,500.0 2,500.0 243,275.9 1,202,019.2 20.24%
Sumber : Penjelasan RUU APBN 2011
3
BPS Dalam pasal 1 butir 47 RUU APBN TA 2011 dinyatakan bahwa “Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. 4
4 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Catatan : Amanah Panja dalam kesimpulan raker APBN-P 2010 : ”Sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1), (3), (4) dan (5) UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Panja meminta agar pelatihan TKI pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan pelatihan kewirausahaan pada Kementerian Koperasi dan UKM dalam APBN TA 2011 menjadi bagian dari fungsi pendidikan”.
•
Mulai tahun 2011 , direncanakan adanya kebijakan realokasi anggaran untuk dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang selama ini dialokasikan melalui anggaran Kementerian Pendidikan Nasional, kemudian dipindahkan menjadi bagian dari anggaran transfer ke daerah. Realokasi anggaran tersebut sebesar Rp16,8 Triliun terdiri dari (a) dana BOS sebesar Rp16,6 Triliun dan (b) dana cadangan (buffer funds) sebesar Rp0,2 Triliun. Namun, tidak dijelaskan arah penggunaan buffer funds tersebut.
•
Dampak yang diharapkan dari pengalihan dana BOS ke daerah adalah peningkatan tanggungjawab kabupaten/kota sehingga pencairannya lebih dekat. Selama ini pencairan dana BOS dilakukan dengan penyaluran langsung ke rekening-rekening sekolah.
•
Dana Pengembangan Pendidikan Nasional5 Latar Belakang alokasi dana pengembangan pendidikan nasional : 1) Untuk antisipasi pengalaman tahun-tahun sebelumnya terkait siklus normal APBN-P , dimana DIPA APBN-P baru diselesaikan sekitar bulan Oktober, sehingga program/kegiatan yang dibiayai dari tambahan anggaran pendidikan banyak yang tidak terealisasi akibat waktu pelaksanaannya. 2) Terdapat kebutuhan pendanaan pendidikan yang tidak selalu bisa sepenuhnya mengikuti siklus APBN (pemberian tunjangan beasiswa tahunan pemberian tunjangna beasiswa tahunan yang jika dialokasikan melalui BA/KL, allowancenya baru bisa dibayarkan mulai bulan Maret , sementara jika melalui dana pengembangan pendidikannasional diharapkan dapat dibayarkan sejak awal. 3) Untuk antisipasi apabila APBN mengalami penurunan akibat faktor eksternal yang menyebabkan anggaran pendidikan 20% secara nominal juga mengalami penurunan 4) Untuk antisipasi apabila terjadi force majeure seperti bencana alam sementara pelaksanaan pendidikan tidak boleh terganggu.
5
Dalam pasal 1 butir 40 RUU APBN 2011 dinyatakan bahwa “ Dana Pengembangan Pendidikan Nasional adalah anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk pembentukan endowment fund yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antar generasi (intergenerational equty) yang pengelolaannya menggunakan mekanisme dana bergulir dan dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) di bidang pendidikan, dan dana cadangan pendidikan untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam.”.
5 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Tujuan alokasi dana pengembangan pendidikan nasional : 1) Menjamin keberlangsungan program pendidiakn bagi generasi berikutnya, yang dapat digunakan untuk investasi pendidikan seperti pemberian beasiswa, dan a bergulir kepada pelajar/mahasiswa, dan sebagai bentuk pertanggungjawaban antar generasi 2) Penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan dalam keadaan darurat (bencana alam) • Alokasi Anggaran Fungsi Pendidikan K/L Pada tahun 2011, sebagai hasil kompilasi
dari
angagran
berbagai
program.kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh beberapa kementerian negara/lembaga , alokasi anggaran pada fungsi pendidikan K/L diperkirakan sebesar Rp 82,0 triliun yang terdiri dari : -
Sub fungsi pendidikan dasar sebesar Rp9,2 Triliun (11,3%)
-
Sub fungsi pendidikan menengah Rp3,9 Triliun (4,7%)
-
Sub fungsi pendidikan tinggi Rp29,2 Triliun (35,6%)
-
Sub fungsi pelayanan bantuan terhadap terhadap pendidikan Rp15,7 Triliun (19,2%)
-
Sub fungsi pendidikan lainnya Rp14,8 Triliun (18,1%)
-
Sisanya sebesar Rp9,2 Triliun (11,2%) tersebar pada sub fungsi-sub fungsi lainnya yang meliputi sub fungsi pendidikan anak usia dini, pendidikan non formal dan informal, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,dan litbang pendidikan serta pendidikan dan pembinaan kepemudaan dan olahraga.
III. •
Profile Pendidikan di Indonesia Indikator pendidikan mencerminkan pencapaian atas sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dalam bidang pendidikan. Dalam periode 2004 – 2009 berbagai program pendidikan telah menghasilkan pencapaian antara lain (1) meningkatnya akses pemerataan pendidikan Indonesia yang antara lain tercermin dari meningkatnya angka partisipasi murni/kasar (APM/APK) dan disparitas APM/APK antar kawasan (2) meningkatnya mutu dan daya saing pendidikan yang antar alain tercermin meningkatnya rerata ujian nasional seluruh jenjang pendidikan dan profesi guru yang memenuhi kualifikasi S1/D4 (3) meningkatnya relevansi pendidikan. Perkembangan yang lebih rinci dari pencapaian sasaran tersebut terdapat dalam tabel di bawah ini :
6 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Sasaran
2005 I. Meningkatnya Akses Pendidikan 42.34% 94,30% 85,22% 52,20% 15,00% 9,55%
2006
2007
2008
2009
1 2 3 4 5 6
APK PAUD APM SD/MI/Paket A APK SMP/MTs/Paket B APK SMA/SMK/MA/Paket C APK PT/PTA termasuk UT Buta Aksara > 15 tahun
45,63% 94,48% 88,68% 56,22% 16,70% 8,07%
48,32% 94,90% 92,52% 60,51% 17,25% 7,20%
50,62% 95,14% 96,18% 64,28% 17,75% 5,95%
53,70% 95,20% 98,30% 69,60% 18,36% 5,30%
1 2 3 4 5 6 7
II. Meningkatnya Pemerataan Akses Pendidikan Disparitas APK PAUD antara Kab/kota 5,42% 4,37% Disparitas APK SD/MI/Paket A antara Kab/Kota 2,49% 2,43% Disparitas APK SMP/MTs/Paket B antara Kab/Kota 25,14% 23,44% Disparitas APK SMA/MA/SMK/Paket C antara kab/kota 33,13% 31,44% Disparitas APK antar gender di jenjang pendidikan menengah 6,07% 5,50% Disparitas APK antar gender di jenjang pendidikan tinggi 9,62% 0,17% Disparitas APK antar gender buta aksara 5,59% 5,33%
4,20% 2,40% 23,00% 31,20% 5,45% 0,59% 5,09%
3,61% 2,28% 20,18% 29,97% 4,45% -2.29% 3,24%
2,99% 2,23% 18,95% 29,18% 3,97% -0.60% 2,62%
1 2 3 4
III. Meningkatnya Mutu dan Daya Saing Pendidikan Rata-rata nilai UN SMP/Mts 6,38 7,27 Rata-rata nilai UN SMA/SMK/MA 6,32 7,08 Guru yangmemenuhi kualifikasi S1/D4 30,00% 35,60% Dosen yang berkualifikasi S2/S3 50,00% 54,02%
6,98 7,20 41,70% 71,82%
6,87 7,13 47,04% 74,39%
7,35 7,34
44 56 3,86% 78,22% 12,50%
46 54 3,80% 44,81% 16,40%
49 51 2,92% 20,00% 18,99%
1 2 3 4
IV. Meningkatnya Relevansi Pendidikan Rasio jumlah siswa SMK/SMA 32:68 APK PT vokasi (D2/D3/D4/politeknik) 3,31% Rasio jumlah mahasiswa profesi thd jumlahlulusan S1/D4 10,00% Persentase peserta pendidikan kecakapan hidup terhadap lulusan 6,50% SMP/MTs dan SMA/SMK/MA yang tidak melanjutkan
35:65 3,96% 10,00% 12,70%
76,47
Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional
Catatan : • Laporan Unesco 2005 menyebutkan bahwa tingkat aksara orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan usia 15 keatas di Indonesia relatif tinggi 92% dan 83%, dibanding dengan tingkat aksara rata- rata dunia 84% dan 71%. • Pada tahun 2001- 2002 tingkat partisipasi kasar dengan 20% pada pendidikan anak usia dini, Indonesia mempunyai ranking yang rendah diantara negara – negara yang berpenghasilan rendah. Dalam kurun waktu tersebut Indonesia mempunyai prosentase tinggi untuk partisipasi swasta, terutama pendidikan anak usia dini, dimana partisipasi di sekolah swasta hampir 100% jumlahnya. Namun pada tahun 2009 APK PAUD telah meningkat menjadi 53,70%.
7 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
• Perbandingan APM 2008 Keterangan Rata-Rata Nasional Tertinggi Terendah
SD 93,98 96,16 (NAD) 90,44 (Gorontalo)
SMP 66,75 76,67 (NAD) 49,56 (NTT)
SMA 44,22 62,05 (NAD) 33,51 (NTT)
Sumber : BPS , diolah Dari data tersebut dapat diketahui bahwa secara nasional akses masyarakat terhadap pendidikan menengah masih rendah dibandingkan akses terhadap pendidikan dasar. Rendahnya akses tersebut dapat disebabkan antara lain : masih terbatasnya geudng sekolah menengah dan kurangnya biaya. Namun, sebagaimana diungkapkan pada paparan sebelumnya bahwa alokasi anggaran prioritas untuk pendidikan menengah hanya 2,4 Triliun pada tahun 2011. •
Pendanaan Pendidikan. Penanggungjawab keuangan untuk mencapai bebas wajib belajar 9 tahun dibagi antara pemerintah, provinsi, kabupaten dan kota madya.
•
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa hingga tahun 2007 , 20% anggaran pendidikan belum tercapai. Anggaran pendidikan 20% dari APBN tercapai mulai tahun 2009.
8 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
•
•
Proporsi anggaran pendidikan Indonesia terhadap APBN dan juga terhadap GDP masih lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Thailand.
Pengeluaran pendidikan per siswa untuk tingkat dasar, menengah dan tinggi juga lebih rendah dibandingkan Malaysia, India dan Philipina.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia •
Tidak semua anak bersekolah. Indonesia masih belum mampu memenuhi program wajib belajar 9 tahun bagi semua anak. Saat ini masih terdapat sekitar 20 persen anak usia sekolah menengah pertama yang masih belum bersekolah. Perbedaan partisipasi antar daerah yang cukup besar. Pada tahun 2002, sebagai contoh, angka partisipasi murni
9 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
pada jenjang sekolah dasar berkisar antara 83,5 persen di propinsi Gorontalo dan 94,4 persen di Sumatera Utara. Pada jenjang sekolah menengah pertama, angka partisipasi murni berkisar antara 40,9 persen di Nusa Tenggara Timur dan 77,2 persen di Jakarta dan pada jenjang sekolah menengah atas berkisar antara 24,5 persen di Nusa Tenggara Timur dan 58,4 persen di Yogyakarta. •
Anak dari kelompok miskin keluar dari sekolah lebih dini. Pada tahun 2002 angka partisipasi sekolah menengah pertama dari kelompok penduduk seperlima terkaya, lebih tinggi 69 persen dibandingkan dengan angka partisipasi dari kelompok seperlima termiskin. Sementara pada jenjang sekolah menengah atas, angka partisipasi murni dari kelompok seperlima terkaya mencapai tiga setengah kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka partisipasi murni kelompok termiskin. Walaupun hampir semua anak dari berbagai kelompok pendapatan bersekolah di kelas satu sekolah dasar, anak dari kelompok pendapatan termiskin cenderung menurun partisipasinya setelah mencapai kelas enam.
•
Kualitas sekolah di Indonesia masih rendah dan cenderung memburuk. Selama ini ekspansi sekolah tidak menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di masa depan. Bukti ini ditunjukkan dengan rendahnya kemampuan murid tingkat 8 (SMP kelas 2) dibandingkan dengan negara tetangga Asia pada ujianujian internasional di tahun 2001 (lihat tabel 1). Telihat cukup jelas bahwa ekspansi partisipasi sekolah di Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan kualitas.
•
Persiapan dan kehadiran tenaga pengajar yang masih kurang. Berbeda dengan kebanyakan negara, Indonesia memperbolehkan semua lulusan institusi pendidikan keguruan menjadi tenaga pengajar, tanpa perlu melewati ujian dalam hal kesiapan untuk memberikan ilmu pengetahuan dan keahlian mereka pada kondisi sekolah yang beragam. Pada waktu yang sama terdapat kesulitan untuk memberhentikan tenaga pengajar yang tidak mampu mengajar. Lebih jauh, berdasarkan survei yang dilakukan untuk Laporan Pembangunan Dunia 2004, 20 persen tenaga pengajar Indonesia tidak masuk sekolah pada saat pengecekan di sekolah-sekolah yang terpilih secara random. Ini berarti 20 persen dari dana yang digunakan untuk membiayai tenaga pengajar tidak memberikan manfaat secara langsung kepada murid, karena ternyata tenaga pengajar tersebut tidak berada di kelas.
•
Pemeliharaan sekolah-sekolah tidak dilakukan secara berkala. Berdasarkan data survei sekolah dari Departemen Pendidikan Nasional,satu dari enam sekolah di Jawa Tengah berada dalam kondisi yang buruk, sementara itu sedikitnya satu dari dua sekolah di Nusa Tenggara Timur juga berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Muridmurid berada di ruang kelas tanpa peralatan belajar yang memadai, seperti buku pelajaran, papan tulis, alat tulis, dan tenaga pengajar yang menguasai materi pelajaran sesuai kurikulum.
10 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
•
Rendahnya kecukupan gizi para peserta didik khususnya pada tingkat dasar . Hal ini menyebabkan kurangnya kemampuan peserta didik dalam menerima dan mengembangkan potensi dan ilmunya.
•
Distribusi guru masih belum merata sehingga pemanfaatan guru masih belum optimal.Satuan pendidikan di daerah perkotaan mengalami kelebihan guru tetapi satuan pendidikandi darah terpencil banyak mengalami kekuarangan guru.
IV.
TEMUAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)
Tahun Hapsem II 2008
Jenis Pemeriksaan PDTT BOS (pengelolaan dan pertanggungjawaban dana BOS)
Auditee 33 pemerintah provinsi, 62 (12,55%) pem kab/kota, dan 6 Kanwil Depag , sampel sekolah 4.127 (2,41%).
Hapsem II 2009
Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Prov DKI atas pengelolaan Jakarta dan 31 sarana dan Pemerintah Kab/kota.
Kesimpulan Temuan 1. SDM di sekolah khususnya SD/MI tidak memiliki kemampuan memadai dalammengelola dan mempertangggungjawabkan dana pendidikan yang jumlahnya cukup besar. 2. RAPBS yang disusun sekolah belum komprehensif sehingga pengelolaan penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan kurang transparan. 3. Belum ada prosedur yang memadai untukmemberikan keyakinan tentang jumlah sisa dana BOS akhir tahun yang ada pada rekening Tim Manajemen BOS Provinsi 4. Lemahnya pengetahuan perpajakan penaggungjawab atau bendahara BOS dan adanya perbedaan perlakuan antara sekolah negeri dan sekolah swasta dalam pemungutan pajak menyulitkan sekolah negeri dalammenerapkan surat edaran Dirjen Pajak No SE.02/PJ/2006 5. Adanya peluang penyalahgunaan kebijakan pelaksanaan DAK secara swakelola 6. Banyak aset yangtidak jelas status kepemilikannya dan rawan disalahgunakan. 1. Lima pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pengelolaan sarana prasarana (sarpras) pendidikan
11 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
prasarana , serta tenaga pendidik dalam menunjang Program Wajar dikdas 9 tahun (aspek efektivitas)
dasar secara cukup efektif dan 27 pemerintah kabupaten/kota termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang efektif. 2. Satu pemerintah kabupaten telah mengelola tenaga pendidik pendidikan dasar secara cukup efektif, 29 pemerintah kabupaten/kota termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang efektif dan dua pemerintah kabupaten/kota tidak efektif. 3. Dua puluh empat pemerintah kabupaten/kota termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan pengolahan data yang digunakan dalam menghitung angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) secara kurang efektif dan sebanyak delapan pemerintah kabupaten/kota tidak efektif.
Sumber : Hapsem BPK
***
12 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI