PREVALENSI ANEMIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ASUPAN ZAT BESI PADA SANTRI USIA 13-18 TAHUN DI PESANTREN X TAHUN 2011 Girry al-Farisy1, Saptawati Bardosono2 1
Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2
Departemen Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta E-mail:
[email protected]
Abstrak Di Indonesia, prevalensi anemia di masyarakat sebesar 14,8%. Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok masyarakat yang memiliki resiko tinggi terkena anemia sehingga dapat berdampak pada kemampuan siswa di sekolah. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia dan hubungannya dengan asupan zat besi pada anak usia sekolah (13-18 tahun). Data didapatkan dari 90 subyek yang merupakan santri pondok pesantren menggunakan kuesioner food records untuk mengetahui asupan zat besi dan skrining Hb menggunakan alat ukur Hb digital untuk mengetahui status anemia. Dari penelitian didapatkan prevalensi anemia sebesar 33,33% dan 98,89% subyek dengan asupan zat besi kurang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact Test dan didapatkan p=1,00 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara status anemia dengan asupan zat besi.
The Prevalence of Anemia and Its association with Iron Intake in school-age children (13-18 years old) in Pesantren Tapak Sunan, 2011 Abstract In Indonesia, the prevalence of anemia in the community is 14.8%. School-age children is a group of community who are in high risk of anemia which may affect their ability in school. This study uses cross-sectional design to measure the prevalence of anemia and its relation with iron intake in school-age student (13-18 years old). Data were obtained from 90 subjects from an Islamic boarding school using food records questionnaires to measure the iron intake and hemoglobin screening using a digital measuring device to determine the status of anemia. The result shows that the prevalence of anemia was 33,33% while the amount of subject with lack of iron intake was 98,89%. Data were analyzed using Fisher's Exact Test test and obtained p = 1.00, which means there is no significant difference between anemia status and iron intake. Keywords: Anemia; iron intake; school-age children (13-18 years old).
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
Pendahuluan/Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup banyak di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, sebanyak 14,8% penduduk Indonesia terkena anemia. Prevalensi tertinggi dari penderita anemia di Indonesia adalah kelompok umur 1-4 tahun yang mencapai 27,7% diikuti oleh kelompok umur di atas 75 tahun yang mencapai 17,7%. Pada anak usia sekolah yang termasuk kelompok umur 5-24 tahun, prevalensinya mencapai 16,3%. Anemia pada anak usia sekolah merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup besar dimana anemia dapat meningkatkan resiko penurunan konsentrasi belajar yang nantinya berdampak pada buruknya prestasi belajar anak yang terkena anemia tersebut. Anemia dapat terjadi akibat berbagai faktor seperti kehilangan darah akibat trauma, infeksi kronis, dan penyakit yang berhubungan dengan darah lainnya seperti pada penyakit anemia sel sabit. Namun dari semua penyebab tersebut, penyebab yang paling sering menyebabkan terjadinya anemia adalah kurangnya asupan zat besi yang nantinya menyebabkan anemia defisiensi besi. Melihat cukup rawannya anak usia sekolah terkena anemia dan risiko jangka panjang akibat anemia yang mungkin diderita seperti tingkat kecerdasan yang rendah menjadikan anemia merupakan suatu masalah kesehatan yang perlu diperhatikan khususnya pada anak usia sekolah. Kelompok masyarakat yang mungkin rentan terkena anemia adalah santri pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan suatu instansi pendidikan non formal yang memiliki sistem pengajaran khusus. Padatnya jadwal pendidikan pesantren yang lebih daripada pendidikan umum menjadikan para santri pondok pesantren harus belajar dengan lebih keras untuk memenuhi target pembelajaran mereka. Pembelajaran yang padat ini seharusnya juga ditunjang dengan adanya pola asupan nutrisi yang mendukung. Menu makanan yang ada di pondok pesantren biasanya merupakan menu makanan yang kurang sempurna dan hanya memenuhi beberapa kebutuhan nutrisi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap santri yang merupakan anak usia sekolah dan dalam masa pertumbuhan dimana diperlukan asupan nutrisi yang optimal untuk mendukung proses pembelajaran dan pertumbuhan mereka. Asupan nutrisi yang cenderung tidak mencukupi kebutuhan ini tentunya berdampak pada masalah kesehatan yang salah satunya kurangnya asupan zat besi yang dapat berujung pada anemia. Dari paparan di atas, peneliti ingin mengetahui berapakah prevalensi anemia pada santri pondok pesantren dan hubungannya dengan asupan zat besi, sehingga peneliti berharap
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
dengan adanya data ini dapat memperbaiki sistem pengelolaan pondok pesantren sehingga dapat mengoptimalkan proses pembelajaran dan pertumbuhan pada santri. Tinjauan Teoritis Anemia Anemia merupakan penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin dalam darah di bawah normal, diukur per mm kubik atau melalui volume sel darah merah (packed red cells) dalam 100 ml darah; terjadi ketika keseimbangan antara kehilangan darah (melaui perdarahan atau perusakan) dan produksi darah terganggu.1, 2 Dalam referensi lain disebutkan, definisi anemia dapat dibedakan menjadi dua. (1) secara fungsional anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red cell mas) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). (2) secara praktis anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count).3 Prevalensi Berdasarkan hasil riskesdas 2007, menurut SK Menkes, didapatkan prevalensi anemia di Indonesia rata-rata adalah 14,8% dengan prevalensi di daerah DKI Jakarta mencapai 21,1%.4 Etiologi Etiologi anemia dapat disebabkan oleh berbagai macam hal namun dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar: (1) anemia akibat kehilangan darah, (2) anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah, dan (3) anemia akibat hemolitik.3 Pada anemia akibat gangguan pembentukan sel darah merah, gangguan diakibatkan oleh gangguan pada sumsum tulang sehingga tidak dapat menghasilkan sel darah merah maupun akibat kurangnya bahan pembentuk sel darah merah. Beberapa zat juga diperlukan dalam pembentukan sel darah merah, seperti besi, asam folat, vitamin B12. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi Besi merupakan mineral esensial dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga merupakan elemen penting dalam pembentukan mioglobin, beberapa sitokrom, peroksidase, dan katalase.5, 6
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
Tubuh dapat menyimpan total besi rata-rata sebesar 4-5 gr dan terbagi menjadi beberapa bentuk di dalam tubuh yang disajikan pada tabel 1.5 Tabel 1. Penyimpanan zat besi di dalam tubuh.
Bentuk
Persentase
Hemoglobin
65%
Feritin
15-30%
Mioglobin
4%
Senyawa heme
1%
Terikat transferin
0,1%
Besi tidak dapat diserap secara sempurna oleh tubuh. Penyerapan besi sangat bergantung pada kebutuhan tubuh terhadap mineral tersebut. Dari asupan besi normal sekitar 15-20 mg/hari, tubuh biasanya menyerap hanya 0,5-1,5 mg/hari.7 Penyerapan besi dapat dibagi menjadi dua tahapan: (1) penyerapan dari lumen menuju sel epitel usus dan (2) dari sel epitel usus ke dalam pembuluh darah.7 Perpindahan besi pada tahap pertama menggunakan mekanisme transport aktif. Pada wanita terdapat empat kali lebih banyak transport aktif daripada laki-laki. Besi dengan bentuk fero (Fe2+) lebih mudah diserap dibandingkan bentuk feri (Fe3+). Penyerapan besi juga dipengaruhi adanya zat lain di dalam lumen seperti asam askorbat (vitamin C) yang dapat mereduksi besi feri menjadi fero sehingga lebih mudah untuk diserap sedangkan fosfat dan oksalat lebih cenderung berikatan dengan besi dan membentuk garam yang tidak larut sehingga tidak dapat diserap oleh epitel usus.7 Setelah masuk ke dalam epitel usus, besi akan segerah dipindahkan ke pembuluh darah dan diangkut oleh suatu protein khusus yang disebut transferin. Besi yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah akan segera dibawa ke sumsum tulang sedangkan yang tidak terpakai akan tetap disimpan di dalam epitel sel usus dalam bentuk ferritin.7 Dalam sehari sekitar 0,6 mg besi dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk ekskresi tinja. Selain ekskresi secara normal, pendarahan juga dapat meningkatkan kehilangan besi. Pada wanita, rata-rata kehilangan besi ketika menstruasi sekitar 1,6 mg/hari.3
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
Pada orang dengan kekurangan zat besi, dapat terjadi anemia defisiensi besi yang merupakan anemia yang paling sering dijumpai dan paling sering mengenai wanita hamil. Etiologi dari anemia defisiensi besi antara lain disebabkan oleh kehilangan zat besi akibat pendarahan kronis, kurangnya asupan nutrisi, kebutuhan zat besi yang meningkat seperti pada saat kehamilan dan pertumbuhan, maupun gangguan absorbsi zat besi. Pada orang dengan kekurangan asam folat dan vitamin B12, anemia yang terjadi adalah anemia megaloblastik. Asam folat dan vitamin B12 diperlukan dalam pengaturan pembentukan sel darah merah. Kekurangan zat ini akan memperlambat produksi eritroblas pada sumsum tulang dan mengakibatkan sel darah merah tumbuh lebih besar daripada ukuran normalnya sehingga sel darah merah ini mudah pecah dan mengakibatkan anemia.3 Tanda dan Gejala Anemia dapat menimbulkan tanda dan gejala umum seperti lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdengung (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dyspepsia dan khusus pada anemia defisiensi besi terdapat tanda dan gejala yang khas seperti terjadinya disfagia, atrofi papil lidah, atomatitis angularis, dan kaku sendok (koilonychias).3 Diagnosis Dalam penentuan status anemia, selain anamnesis dan pemeriksaan fisis, parameter yang dapat digunakan ada 3: (1) kadar hemoglobin, (2) kadar hematokrit, dan (3) kadar eritrosit. Meskipun demikian, kadar tersebut sangat dipengaruhi berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.3 Kriteria diagnosis berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagaimana ditampilkan pada tabel 2.2, 8 Tabel 2. Batasan status anemia menurut WHO dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kelompok
Kadar Hb (gr/dl)
Anak usia 6 bulan – 6 tahun
<11
Anak usia 6-14 tahun
<12
Laki-laki dewasa
<13
Perempuan dewasa tidak hamil
<12
Perempuan dewasa hamil
<11
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
Tatalaksana Untuk menanggulangi dan menatalaksana anemia, dapat dilakukan beberapa pendekatan seperti dapat diberikan suplemen besi, fortifikasi bahan pangan yang bisa dikonsumsi dengan zat besi dan dapat dilakukan edukasi gizi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga asupan gizi tetap seimbang.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel data berasal dari santri pondok pesantren X, Jakarta Timur yang diambil dari tanggal 1-22 Januari 2011. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh santri pondok pesantren pada jenjang pendidikan tsanawiyah dan Aliyah yang berusia 13-18 tahun di Jakarta, dengan subjek penelitian seluruh santri pondok pesantren X pada jenjang pendidikan tsanawiyah dan Aliyah yang berusia 1318 tahun yang sebelumnya telah mengisi informed consent, bersedia mengisi lembar food records, dan bersedia diambil sampel darahnya. Kriteria eksklusi adalah santri yang tidak berada pada lokasi saat dilakukan penelitian dan lembar food records yang tidak diisi secara lengkap. Sampel diambil berdasarkan total populasi sehingga setelah memenurhi kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sejumlah 90 santri. Data diambil menggunakan lembar food records yang mencakup data karakteristik demografi santri berupa usia dan jenis kelamin serta tabel isian daftar makanan yang dikonsumsi selama 3 hari yang telah ditentukan. Selain itu data juga diambil dari skrining Hb menggunakan alat pengukur Hb digital. Data daftar makanan kemudian dikonversi menggunakan program Nutri Survey 2007 untuk mendapatkan nilai asupan zat besi. Data asupan zat besi dan nilai Hb kemudian di-coding dan dimasukkan ke dalam program SPSS for Windows versi 11.5 dengan skala yang diteliti berupa skala ordinal. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Fisher’s exact test karena pada tabel 2x2 tidak memenuhi syarat dilakukan uji Chi square berupa terdapat nilai expected<5. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara anemia dan asupan zat besi dengan karakteristik demografi santri Pesantren X. Jika p<0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna antara variable dependen dengan variabel independen sedangkan jika p>0,05 maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut.
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
Hasil Penelitian Penelitian pada 90 santri didapatkan responden paling banyak adalah laki-laki (52,22%) dan kelompok usia 13-15 tahun (55,56) sebagaimana disajikan dalam tabel 3. Tabel 3. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin dan usia
Karakteristik sampel
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jenis kelamin -‐
Laki-laki
47
52,22
-‐
Perempuan
43
47,78
-‐
13-15 tahun
50
55,56
-‐
16-18 tahun
40
44,44
Usia
Prevalensi anemia yang didapatkan 33,33% santri mengalami anemia sebagaimana disajikan dalam tabel 4. Tabel 4. Anemia berdasarkan karakteristik subjek penelitian.
Karakteristik sampel
Jumlah anemia (orang)
Persentase (%)
Jenis kelamin -‐
Laki-laki (47)
7
14,89
-‐
Perempuan (43)
23
53,49
-‐
13-15 tahun (50)
21
42
-‐
16-18 tahun (40)
9
22,5
30
33,33
Usia
Total (90)
Berdasarkan hasil konversi daftar makanan harian didapatkan hampir seluruh siswa mengalami asupan zat besi kurang sebagaimana disajikan dalam tabel 5.
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
Tabel 5. Kriteria asupan zat besi berdasarkan karakteristik subjek penelitian
Asupan zat besi Karakteristik sampel
kurang (<80% AKG) cukup (≥80% AKG)
Jenis kelamin -‐
Laki-laki (47)
47 (100%)
0 (0%)
-‐
Perempuan (43)
42 (97,67%)
1 (2,33%)
-‐
13-15 tahun (50)
50 (100%)
0 (0%)
-‐
16-18 tahun (40)
39 (97,5%)
1 (2,5%)
89 (98,89%)
1 (1,11%)
Usia
Total (90)
Berdasarkan uji Fisher’s exact test didapatkan nilai p=1,00 yang berarti anemia tidak memiliki hubungan bermakna dengan asupan zat besi harian.
Pembahasan Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Nasional, didapatkan rasio penduduk menurut jenis kelamin di DKI Jakarta sebesar 102,83%, hal ini menunjukkan bahwa persebaran penduduk di DKI Jakarta lebih banyak penduduk lakilaki dan dari data Badan Pusat Statistik daerah DKI Jakarta tahun 2011 juga menyebutkan bahwa penduduk DKI Jakarta lebih banyak penduduk laki-laki (51,56%) daripada penduduk perempuan (48,44%). Di Indonesia secara umum juga berdasar dari data sensus penduduk tahun 2010 lebih banyak penduduk laki-laki dengan rasio 101,40%. Terlihat bahwa persebaran subjek penelitian tidak berbeda jauh dengan data yang ada secara umum di DKI Jakarta maupun di Indonesia secara umum.9 Badan Pusat Statistik tidak mengelompokkan usia seperti dilakukan pada penelitian namun terdapat pengelompokan usia yang mirip dengan penelitan yaitu kelompok usia 10-14 tahun dan 15-19 tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 didapatkan persebaran kelompok usia di DKI Jakarta lebih banyak pada kelompok usia 15-19 (54,13%) daripada kelompok usia 10-14 tahun (45,87%), sedangkan dari data Indonesia secara umum didapatkan persebaran
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
kelompok usia di Indonesia lebih banyak pada kelompok usia 10-14 tahun (52,06%) daripada kelompok usia 15-19 tahun (47,94%). Terlihat terdapat perbedaan persebaran penduduk berdasarkan kelompok usia bila dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta, namun dibandingkan dengan persebaran secara umum di Indonesia, data pada subjek penelitian tidak berbeda. Perbedaan rentang usia pengelompokan yang dilakukan pada sensus penduduk dan penelitian mengakibatkan adanya perbedaan persebaran data yang ada.9 Prevalensi anemia pada subjek penelitian sebanyak 30 orang (33,33%). Data Riskesdas 2007, prevalensi anemia secara umum di Indonesia sebesar 14,8% dan pada anak usia sekolah sebesar 16,3% yang menunjukkan bahwa prevalensi pada subjek penelitian merupakan masalah yang besar karena mencapai dua kali lebih besar daripada data Riskesdas 2007. Pada penelitan lain mengenai anemia pada remaja putri didapatkan prevalensi anemia sebesar 20%,10 38,8%,11 50%,12 dan 67%.13 Berdasarkan kelompok usia, berdasarkan Riskesdas 2007 memang tidak terdapat kelompok usia yang sama dengan penelitian namun ada kelompok usia yang mendekati yaitu kelompok usia 5-14 tahun dan 15-24 tahun. Berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalensi pada anak usia 5-14 tahun sebesar 9,4% sedangkan pada anak usia 15-24 tahun sebesar 6,9%. Terlihat perbedaan prevalensi pada subjek penelitian berupa prevalensi anemia kelompok usia 13-15 tahun yang lebih besar daripada kelompok usia 16-18 tahun. Perbedaan dengan data Riskesdas 2007 dikarenakan bias akibat rentang usia yang terlalu luas. Didapatkan bahwa 98,89% subjek tidak mencapai nilai anjuran minimum asupan zat besi dengan persebaran nilai tidak normal dengan median 4,27 gr/dL, minimum 1,67 gr/dL, dan maksimum 21,7 gr/dL. Pada penelitian yang hampir serupa mengenai asupan zat besi didapatkan hasil subjek yang tidak memenuhi asupan minimal zat besi sebanyak 64%,14 99,1%,15 dan 100%16.16 Hal ini menunjukkan memang pola konsumsi makanan yang mengandung cukup zat besi masih menjadi masalah di Indonesia.
Kesimpulan Karakteristik subjek penelitian ini adalah laki-laki 47 orang (52,22%), perempuan 43 orang (47,78%), kelompok usia 13-15 tahun 50 orang (55,56), dan kelompok usia 16-18 tahun 40 orang (44,44%). Prevalensi anemia pada subjek penelitan adalah 33,33% dan sebanyak 98,89% subjek penelitian mengonsumsi zat besi yang kurang dari asupan zat besi yang
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
dianjurkan dengan jumlah asupan rerata 4,68 mg/hari dan simpangan baku 2,67. Tidak ada hubungan bermakna antara prevalensi anemia dengan asupan zat besi pada subjek penelitian.
Saran 1.
Perlu diadakan program guna menanggulangi masalah anemia dan defisiensi asupan zat besi berupa diadakannya program sadar gizi dengan melakukan penyuluhan gizi kepada santri, pengurus pondok pesantren dan keluarga santri. Selain itu perlu diadakan juga pemantauan berkala dari dinas kesehatan terkait untuk mengetahui keadaan status gizi dan masalah gizi pada anak usia sekolah.
2.
Perlu diadakan program penganekaragaman jenis makanan pada santri khususnya yang memiliki kadar zat besi tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan asupan zat gizi terutama zat besi harian.
3.
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut guna mengetahui faktor-faktor lain yang menyebabkan tingginya angka prevalensi anemia serta rendahnya kecukupan asupan zat besi pada santri usia 13-18 tahun di Pondok Pesantren X Jakarta Timur.
Daftar Referensi 1. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. Anemia; p. 92-5 2. Handayani W, Haribowo AS. Buku Ajar Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008. p. 37-133 3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakata: InternaPublishing; 2010. p. 1109-15 4. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia; 2008. 5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran's Pathologic Basis of Disease. Edisi 7. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2004. 6. Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food & Nutrition Therapy. Edisi 12. Missouri: Saunders Elsevier; 2008. p. 114-20
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014
7. Santoso BI [editor]. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. p. 578-80 8. Sari RN. Dangerous Junk Food. Yogyakarta: O2; 2008. p. 145 9. Anonymous. Jakarta Dalam Angka 2012. Jakarta: BPS Provinsi DKI Jakarta; 2012. 10. Indriantika F, Soekatri M. Hubungan Antara kelebihan berat badan dengan status hemoglobin pada siswi sekolah menengah atas sederajat di Jakarta. Gizi Indon 2009; 32(2): 157-162 11. Arumsari E. Faktor Resiko Anemia pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi.Bogor; Institut Pertanian Bogor; 2008. 12. Mubarokah N. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Anemia Defisiensi Besi Pada Remaja Putri Kelas VII dan VIII SMP Muhammadiyah 17 Tanggerang Selatan Tahun 2010; 2010. 13. Hapzah, Yulita R. Hubungan tingkat pengetahuan dan status gizi terhadap kejadian anemia remaja putri pada siswi kelas III di SMAN 1 Tinam`bung kabupaten Polewali Mandar. Media Gizi Pangan 2013; 8(1): 20-5 14. Syatriani S, Aryani A. Gambaran kecukupan konsumsi makanan pada siswi SMP Negeri 19 kota Makassar tahun 2009. Media Gizi Pangan 2009 Juli; 8(2): 29-32 15. Fanny L, Salmiah, Pakhri A. Tingkat asupan zat gizi dan status gizi siswa SMU PGRI kabupaten Maros propinsi Sulawesi Selatan. Media Gizi Pangan 2010 Januari; 9(1): 15-9 16. Manampiring AE. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi pada Anak Sekolah Dasar di Desa Minahasa Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara [karya ilmiah]. Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2008.
Prevalensi Anemia..., Girry Al Farisy, FK UI, 2014