PENGETAHUAN PENGOBATAN PEDIKULOSIS DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SANTRI PESANTREN X DI JAKARTA TIMUR Fitria Isnarsandhi Yustisia Pembimbing : Prof.dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS
Abstrak Pedikulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kutu kepala (Pediculus humanus capitis). Pedikulosis dapat bermanifestasi pada anak dengan usia sekolah, terutama yang berada pada populasi yang padat serta kebersihan yang kurang. Penelitian ini dilakukan di Pesantren X, Jakarta Timur untuk mengetahui tingkat pengetahuan santri terhadap pengobatan pedikulosis. Penelitian menggunakan metode cross-sectional dan dilakukan dengan metode total population pada santri perempuan dengan tingkat pendidikan Aaliyah dan Tsanawiyah di pesantren tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011 dengan metode wawancara dan pengisian kuesioner. Data yang telah didapatkan, diolah menggunakan SPSS 17 dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas santri memiliki informasi mengenai pengobatan pedikulosis yang cukup (79,6%). Santri paling banyak berasal dari kelompok usia 15-18 tahun (59%) dengan tingkat pendidikan terbanyak dari kelompok Aliyah yaitu 33%. Sebanyak 96,7% orang mengalami pedikulosis, dengan 59,3% berambut lurus. Pada uji chi square tidak didapatkan perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan santri perempuan mengenai pengetahuan pengobatan pedikulosis dengan tingkat pendidikan, usia, dan riwayat pedikulosis. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan santri mengenai pengobatan pedikulosis cukup baik dan tidak ada hubungan dengan karakteristik santri.
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
Pendahuluan Pedikulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan ektoparasit yang tinggal di tubuh.1,2,3 Kutu badan (body louse) demam relaps.
merupakan vektor tipus, infeksi sekuder , dan
3
Pedikulosis terdistribusi di seluruh tubuh dan endemik di negara berkembang.3 Infeksi ini sering terjadi pada kondisi kesehatan yang rendah.2 Lebih dari tiga dekade insiden pedikulosis meningkat tajam. Semua orang dapat terkena kutu kepala.5 Pedikulosis kapitis lebih sering terjadi pada anak-anak terutama wanita muda maupun dewasa. Insidennya terjadi antara umur 3-11 tahun.2,3,4 Transmisi yang paling umum adalah kontak langsung dari kepala ke kepala akibat kontak yang dekat dengan teman sekelas dan fasilitas sehari-hari..3,4 Pada P.capitis gejala yang paling umum adalah pruritus. Daerah yang menjadi infestasi dari pedikulosis kapitis adalah kulit kepala, belakang kepala, dan area postaurikular. Distribusi pedikulosis adalah kosmopolitan dan banyak terdapat di lingkungan padat penduduk dengan kebersihan dan sanitasi yang kurang baik. Pesantren adalah institusi pendidikan yang muridnya menginap (boarding school). Pada satu kamar dapat ditempati oleh lebih dari 4-25 santri. Pedikulosis menimbulkan gatal hebat dan infeksi sekunder, sehingga konsentrasi belajar terganggu. Maka dari itu pedikulosis harus diberantas. Berdasarkan penjelasan diatas, pemberantasan pedikulosis harus dilakukan dengan pengobatan masal secara serentak diikuti dengan perilaku hidup sehat (PBHS) agar memberikan hasil yang baik. Santri perlu dibekali dengan memberikan penyuluhan. Penyuluhan harus diberikan dengan materi yang tepat, maka dari itu perlu diketahui pengetahuan santri mengenai pengobatan pedikulosis.
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
Rumusan masalah 1. Bagaimanakah tingkat pengetahuan tentang pengobatan pedikulosis kapitis? 2. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang pengobatan pedikulosis kapitis dengan karakteristik santri?
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
Tinjauan Pustaka Pedikulosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi kutu kepala.1 Kutu kepala yaitu sejenis kutu yang hidup dari darah manusia, di rambut kepala, badan, kemaluan atau baju. Kutu ini akan memberikan keluhan gatal pada penderitanya dan apabila digaruk terus menerus akan menyebabkan infeksi sekunder serta berasosiasi dengan impetigo.2,3 Kutu mendapatkan makanan dari darah manusia setelah menusuk kulit dan memasukkan saliva-nya. Saliva yang masuk
meyebabkan pruritus. Kutu dapat
bertahan hidup ketika tidak berada pada tubuh manusia, dalam waktu yang singkat. Kutu akan mati karena kelaparan dalam waktu 10 hari setelah dibuang dari tubuh manusia. Kutu betina dewasa dapat bertelur 3-6 telur per hari. Telur kutu berwarna putih dengan ukuran kurang dari 1 mm dan menetas dalam waktu 8-10 hari, dewasa pada 12-15 hari, dan hidup menjadi kutu dewasa dalam waktu 10 hari.1 Telur yang sering disebut sebagai nits memiliki bentuk oval dan memiliki perekat khitin.4,9
Orang dari berbagai golongan umur dapat mengalami infestasi kutu. Infestasi kutu kepala lebih sering terjadi pada anak-anak usia sekolah di Amerika Serikat. Pruritus adalah gejala klinis yang paling sering ditemukan. Anak-anak yang terkena kutuan biasanya asimptomatik. Pruritus dapat berlanjut menjadi ekskoriasis
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
yang merupakan faktor predisposisi infeksi kulit sekunder dan pembesaran kelenjar limfa. Tetapi, gejala diatas merupakan penemuan nonspesifik Meskipun kutu dapat ditemukan di semua bagian pada kulit kepala, mereka lebih sering ditemukan pada bagian postaurikular and oksipital. Inkubasi telur kutu tergantung dari suhu tubuh, substansi lengket yang melekatkan telur ke batang rambut kira-kira 3-4 mm dari kulit kepala. Terjadinya lesi pada kulit kepala disebabkan karena terjadinya tusukan ketika menghisap darah. Air liur yang dihasilkan oleh kutu akan menimbulkan rangsangan, akhirnya terdapat papul-papul merah dan rasa gatal pada kulit kepala. Rasa gatal ini akan membuat penderita menggaruk-garuk kulit kepala, sehingga terjadi iritasi. Pada awal infestasi, gejala pruritus mungkin tidak terasa dalam waktu 1-2 bulan, karena butuh waktu untuk meningkatkan sensitivitas. Maka dari itu, pada pasien yang sudah mengalami gejala-gejala pedikulosis, mungkin sudah terinfeksi lebih dari satu bulan.10 Diagnosis pedikulosis (kutuan) ditentukan dari observasi telur kutu dan kutu dewasa. Membasahi rambut dan menyisir dengan sisir khusus kutu, akan membantu observasi tersebut. Observasi kutu cukup sulit. Kutu dewasa sangat mudah untuk loncat dan berpindah tempat, terutama dalam kondisi rambut kering. Dengan penggunaan sisir khusus kutu, meningkatkan efektivitas pemeriksaan 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan visual biasa.10
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu penelusuran data dilakukan pada suatu waktu tanpa memberikan intervensi pada responden. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilaksanakan di Pesantren X Jakarta Timur dengan alasan pesantren tersebut terdapat di daerah yang memiliki sanitasi buruk, serta infeksi pedikulosis yang sering terjadi pada anak-anak di pesantren tersebut. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 20-21 Januari 2011. Penelitian dilakukan hingga bulan Desember 2011. Populasi Penelitian 1.
Populasi Target Populasi target pada penelitian ini adalah santri pada pesantren X usia
12-18 tahun. 2.
Populasi Terjangkau Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah santri di pesantren X yang
berada di tempat saat pengambilan data.
Sampel dan Cara Pemilihan Sampel Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan santri tentang pengobatan pedikulosis dan mendiagnosis infeksi pedikulosis pada santri. Semua santri perempuan dijadikan sampel penelitian (total populasi). Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1.
Kriteria Inklusi Santri Pesantren Tapak Sunan usia 12-18 tahun dan bersedia mengikuti
penelitian ini dengan seluruh prosedur yang diminta.
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
2.
Kriteria Eksklusi
1. Santri Pesantren X Jakarta Timur usia 12-18 tahun yang tidak hadir di saat penelitian berlangsung. 2. Santri Pesantren X Jakarta Timur usia 12-18 tahun yang tidak bersedia di wawancara. Cara Kerja 1. Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari kuesioner melalui wawancara dengan responden yang berisi pertanyaan mengenai karakteristik penyebab pedikulosis dan pengetahuan pengobatan pedikulosis. 2. Pengambilan data dilakukan secara langsung dan pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, tingkat pendidikan, jenis rambut dan variabel terikat adalah pengetahuan pengobatan pedikulosis. Pengumpulan Data dan Manajemen Penelitian 1. Penelitian ini menggunakan data primer yang berasal dari kuesioner melalui wawancara dengan responden yang berisi pertanyaan mengenai pengetahuan mengenai pengobatan pedikulosis. Pengolahan Data 1. Pengolahan data dilakukan menggunakan program SPSS 11.5. Melalui program ini, dilakukan proses editing, coding, data entry, dan perekaman data lalu dilakukan verifikasi data. 2. Data yang dimasukkan adalah nama santri, tanggal lahir, tingkat pendidikan santri, riwayat pedikulosis kapitis, frekuensi keramas, dan tingkat pengetahuan tentang pengobatan pada pedikulosis kapitis.
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
3. Data mengenai tingkat pengetahuan santri didapat dari jawaban santri mengenai pertanyaan yang ada di kuesioner. Nilai yang < 59% dikategorikan sebagai tingkat pengetahuan rendah, bila nilai antara 60%-79% dikategorikan sebagai tingkat pengetahuan sedang, dan tingkat pengetahuan baik bila nilainya >80%. Untuk melihat hubungannya digunakan uji Chi square. Derajat kepercayaan 95% (P<0,05).
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
Hasil Penelitian Hasil Penelitian
Pada penelitian, didapatkan sebagian besar santri pesantren memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pengobatan pedikulosis (79,6%).
Pada Tabel 4.2.2 menunjukan bahwa tingkat pengetahuan pengobatan pedikulosis pada santri tidak berbeda bermakna dengan usia setelah diuji dengan uji chi square dengan nilai p>0.05 (p= 0,625). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan pengobatan pedikulosis setelah melakukan uji chi
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
square dimana nilai p = 0,750. Hasil uji kolmogorov-smirnov menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan status pedikulosis (p = 0,536).
Diskusi Hubungan Tingkat Pengetahuan Pengobatan Pedikulosis dengan Usia Pada umumnya dengan bertambahnya usia seseorang maka bertambah pula pengetahuannya,18 namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan santri Pesantren X Jakarta Timur mengenai pengobatan pada pedikulosis tidak berhubungan dengan usia. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil survei Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), bahwa semakin muda usia seseorang maka rasa ingin tahunya lebih tinggi, serta mudah untuk menyerap informasi.19
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pengobatan Pedikulosis dengan Tingkat Pendidikan Sesorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki rasa peduli yang lebih besar terhadap masalah kesehatan karena mereka lebih mudah memahami dan mengolah informasi yang didapatkan,20 namun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan seseorang dengan pengetahuan mengenai pengobatan pada pedikulosis. Pada saat penelitian, santri Pesantren X yang menjadi responden didominasi oleh santri Tsanawiyah yang setara dengan SMP. Hal ini dapat disebabkan dalam kehidupan sehari-harinya, mereka tidak terbiasa menerima, memahami informasi yang mereka dapatkan dalam keseharian. Selain itu, tidak terdapat sumber informasi yang cukup memadai mengenai pengobatan pedikulosis baik dari orang tua, guru, dan media komunikasi lain.
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pengobatan Pedikulosis dengan riwayat pedikulosis Perilaku sakit adalah kemampuan seseorang untuk dapat merasakan keadaan sehat pada dirinya. Kemampuan tersebut berupa identifikasi penyakit, penyebab penyakit, dan usaha untuk mencegah terjadi penyakit. Maka dari itu, pada penelitian ini diharapkan santri yang memiliki pengalaman terinfeksi pedikulosis akan meningkatkan pengetahuan mengenai pengobatan pedikulosis. Namun, pada hasil penelitian ini tidak terdapat hubungan antara pengalaman menderita pedikulosis dengan pengetahuan mengenai pengobatan pada pedikulosis. Hal tersebut disebabkan, sebagian besar santri yang menderita pedikulosis (96,6%) tidak mengetahui bahwa mereka menderita pedikulosis dan tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Hal ini sesuai dengan penelitian Restiana21 di Yogyakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian pedikulosis kapitis pada santri.
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
Kesimpulan 1. Karakteristik responden paling banyak berusia 15 hingga 18 tahun (59,3%). Semua reponden berjenis kelamin perempuan. Mayoritas responden memiliki informasi mengenai pengobatan pedikulosis (79,6%). 2. Santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai pengobatan pedikulosis adalah 15,2%, sedang 79,6%, kurang 5,08%. 3. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan pengobatan pedikulosis dengan karakteristik responden Saran 1. Pemberian penyuluhan untuk santri Tsanawiyah dan Aliyah yang bersumber dari petugas kesehatan sebagai sosok yang dipercaya dan paling berkesan berdasarkan kuesioner. 2. Penyuluhan diberikan kepada semua santri tanpa memperhatikan karakteristik santri 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui metode yang tepat untuk memberikan penyuluhan yang sesuai dalam meningkatkan pengetahuan santri mengenai pedikulosis
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
Daftar Pustaka 1. Belding LD. The parasitic lice of man. Textbook of clinical parasitology. 2nd edition. New York: Appleton Centry-Crofts, INC; 1952. 2. Rubeiz NR, Kibbi AG. Pediculosis in Emergency Medicine. 2011. [dikutip 20 Maret 2011]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/785248overview. 3. Ebomoyi E : Pediculosis capitis among urban school children in Ilorin, Nigeria. Journal of the National Medical. 1994:86 4. Guenther L, Maguiness S, Austin TW. Pediculosis. Medscape. 2011. [dikutip 20 Maret
2011].
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/225013-
overview . 5. Esfandiari B, Youssefi MR, H. Nahrevanian, M. Keighobadi, S. Aghvami Amoli, et al. Incidence of pediculosis in patients referring to Shemiranat Health Center, Tehran during 2002 to 2006. The Internet Journal of Parasitic Diseases. 2008;3 (1). 6. Donaldson RJ. The head louse in England. Prevalence amongst school children. Roy Soc Hlth J 1976;96:55. 7. Heukelbach J, Wilcke T, Winter B, Feldmeier H. Epidemiology and morbidity of scabies and pediculosis capitis in resource-poor communities in Brazil. British Assosiation of dermatologist. British Journal of Dermatology; 2005.153. p 150-6 8. Leung AKC, Fong JHS, Pinto-Rojas A. Pedikulosis.Medscape. 2005 [dikutip 21 Maret 2011]. Diunduh dari: www.medscape.com.
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
9. Rosa E. Pedikulosis capitis. Seminar Entologi. Kekhususan Parasitologi Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta 1994. 10. Nutanson I, Steen C.J, Schwartz R.A, Janninger C.K. Pediculus humanus capitis: an update. Acta Dermatoven APA. 2008;17(4). 147-53. 11. Barbara L, Frankowski MD, Leonard BW, et al. Clinical report guidance for the clinician in rendering pediatric care. PEDIATRICS. 2002;110(3) 12. Sungkar S. Pedikulosis. In : Dasar parasitologi klinik. Hadidjaja P, Margono SS (eds). Edisi 1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2011: 349-56 13. Nobel RE. Parasitology. The biology of animal parasites. 5th edition. Philadelphia: Lea & Febriger; 1982. 14. Kokturk A, Baz K, Bugdayci R, Sasmaz T, Tursen U. The prevalence of Pediculosis capitis in school children in Mersin, Turkey. Int J Dermatol. 2003; 42(9): 694-8. 15. Counahan M, Andrews R, Buttner P, Byrnes G, Speare R .Head lice prevalence in primary school in Victoria. Aust J Paediator. 2004;40:616-19. 16. Sim S, Lee LY, Lee KJ, Seo JH. A survey on head lice infestation in Korea and the therapeutic efficacy of oral trimethoprim/ sulfamethoxazole adding to lindane shampoo. Korean J Parasitol. 2003; 41:57-61. 17. Kurhanova L. Lice infestation and lice control remedies in the Ukrain. Ann N Y Acad Sci. 2006;1078:357-60. 18. Penelitian Ahmad yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang, maka semakin banyak pula seharusnya pengetahuan yang dimilikinya.
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013
19. Survei Persatuan Guru Republik Indonesia. Hubungan antara karakteristik masyarakat dengan rasa ingin tahu mengenai hal baru. Diunduh dari www.binaputera.org/artikel/artikel.php?aid=318; 13 Maret 2010 20. Sarwono, Solita W. Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers;1991 21. Restiana R. Hubungan berbagai faktor risiko terhadap angka kejadian pedikulosis kapitis di asrama. 2010. Diunduh dari: digilib.fk.umy.ac.id
Pengetahuan pengobatan..., Fitria Isnarsandhi Yustisia, FK UI, 2013