Tingkat Pengetahuan Mengenai Penyebab Skabies dan Hubungannya dengan Karakteristik Demografi Pesantren X, Jakarta Timur Elisah Aulia, Saleha Sungkar Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta, 10430, Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang menyerang komunitas padat, salah satunya pesantren. Penyakit skabies berdampak sangat besar bagi produktivitas belajar santri. Jika santri memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyakit skabies maka dapat menurunkan angka kejadian skabies. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan mengenai penyebab skabies dengan karakteristik demografi pesantren. Setelah mengetahui tingkat pengetahuan santri mengenai penyebab skabies maka pemberian penyuluhan harus sesuai dengan tingkat pengetahuan santri. Dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional proses pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 2011 melalui pemberian kuisioner kepada 140 santri yang sesuai dengan kriteria sampel penelitian. Setelah proses analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi-square dan Kolmogorov-Smirnov, penelitian memberikan hasil santri dengan tingkat pengetahuan baik 8 orang (5,7%), cukup 33 orang (23,6%), dan pengetahuan rendah 99 orang (70,7%). Hasil penelitian juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan usia(Kolmogorov-Smirnov, p>0,05), jenis kelamin(Kolmogorov-Smirnov, p>0,05), tingkat pendidikan(Kolmogorov-Smirnov, p>0,05), jumlah informasi(chi-square= 0,895), dan informasi yang paling berkesan(Kolmogorov-Smirnov, p>0,05). Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan santri mengenai penyebab skabies tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin, jumlah informasi, dan informasi yang paling berkesan. Kata Kunci : penyebab skabies, tingkat pengetahuan, karakteristik demografi, santri
Abstract Scabies is one of skin diseases that strikes dense community, for example boarding schools. Scabies has an enormous impact for students learning productivity. If students have good knowledge about scabies, hopefully, it can reduce the incidence of scabies. The purpose of this study is to determine the relationship of the level of knowledge about the etiology of scabies with the demographic characteristics of the school. Once students know the level of knowledge about the etiology of scabies, then counseling activity should be in accordance with the level of knowledge of the students. By using cross-sectional research design, the data was collected on January 22nd 2011 by giving questionnaires to 140 students who choose the criteria of the sample. After the data analysis performed using KolmogorovSmirnov test, the result shows that students with good knowledge 2 students (1,4%), fair 7 students (5%), and poor 131 students (93,6%). The result also shows, that there was no relationship between the level of knowledge of students with age (Kolmogorov-Smirnov, p> 0.05), sex (Kolmogorov-Smirnov, p> 0.05), educational level (Kolmogorov-Smirnov, p> 0,
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
05), the amount of information (Kolmogorov-Smirnov, p> 0.05), and the most memorable information (Kolmogorov-Smirnov, p> 0.05). From the description above, it can be concluded that the level of knowledge of students about the etiology of scabies is not related to age, gender, the amount of information, and the most memorable information. Keywords: etiology of scabies, the level of knowledge, demographic characteristics, students Pendahuluan Kulit merupakan organ terluar tubuh dengan intensitas yang tinggi terpapar lingkungan. 1 Salah satu penyakit kulit yang erat hubungannya dengan kondisi lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya adalah skabies. Skabies merupakan salah satu kelainan kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var hominis.2 Penyakit tersebut menyerang hampir semua golongan usia dan sering terjadi di pesantren, barak tentara, panti asuhan, dan lainnya.2 Prevalensi penyakit skabies di dunia mencapai 300 juta kasus.4 Di Australia,
tercatat
penderita skabies di kelompok suku aborigin dengan prevalensi pada anak yaitu 50% sedangkan 25% pada dewasa.5 Di Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 233,5 juta jiwa pada tahun 2002 penderita skabies tercatat 5-13%.6 Pada beberapa daerah di Indonesia seperti Sumatera dengan prevalensi 28%.7 Di kota besar seperti Jakarta, prevalensi penyakit tersebut cukup tinggi misalnya pada pesantren dengan populasi yang padat. Berdasarkan laporan Hilmy, 51,6% santri menderita skabies di sebuah pesantren, Jakarta Timur.8 Seperti yang telah kita ketahui pondok pesantren merupakan salah satu sarana pendidikan yang memiliki bangunan sekolah menyatu dengan asrama atau tempat tinggal para santrinya.9 Akibatnya, asrama di pesantren memiliki kamar-kamar yang luas yang dihuni oleh beberapa santri begitupula dengan kamar mandinya menyebabkan penularan skabies terjadi dengan mudah dan cepat. Hal tersebut mengganggu konsentrasi belajar para santri yang menderita skabies. Salah satu gejala dari penyakit ini adalah rasa gatal yang intens pada malam hari. 2 Garukan yang dilakukan oleh penderita mengakibatkan lesi berupa papul, vesikel dan, pustul bisa menjadi sumber infeksi dan menimbulkan penyakit-penyakit lainnya.2 Oleh karena itu diperlukan pengetahuan para santri mengenai penyakit skabies dan bahaya skabies serta prilaku pola hidup bersih dan sehat pada lingkungan tempat tinggalnya. Langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah memberikan pengobatan kepada penderita skabies. Dampak dari penyakit skabies adalah infeksi yang jangka panjang maka juga harus dilakukan penyuluhan mengenai skabies dan prilaku pola hidup bersih dan sehat di
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
lingkungan tempat tinggalnya. Penyuluhan yang diberikan tentunya harus memperhatikan tingkat pengetahuan serta karakteristik demografi santri tersebut. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan santri pesantren mengenai skabies serta merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit ini maka perlu dilakukan pengukuran pengetahuan tersebut melalui kuisioner. Dari sebuah uraian singkat diatas, merupakan upaya penulis dalam melakukan pencegahan dan menurunkan angka kejadian penyakit skabies melalui sebuah penelitian yang berjudul “Tingkat Pengetahuan Murid Pesantren Mengenai Penyebab Skabies Di Pesantren X Jakarta Timur dan Hubungannya dengan Faktor-faktor Terkait”. Tinjauan Pustaka Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Tungau tersebut akan masuk ke lapisan stratum korneum kulit manusia, disana tungau mengasilkan berbagai produknya akan menimbulkan rasa gatal. Tungau yang menyerang manusia memiliki nama latin Sarcoptes scabiei var hominis yang termasuk dalam filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, dan superfamili Sarcoptes. Penyakit ini dapat menyerang berbagai kelompok usia. Penyebaran penyakit akibat tungau tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti : sosial ekonomi, higiene yang buruk, hubungan sosial promiskuisitas, demografi dan ekologi sehingga dapat menyerang berbagai usia mulai dari anak-anak hingga dewasa. Penyakit skabies juga sering dijumpai di tempat-tempat padat penduduk seperti asrama, panti asuhan, pesantren, maupun barak tentara.2 Tubuh tungau terbagi atas tiga bagian yaitu kapitulum, thorax, dan abdomen yang batasnya tidak jelas dengan bentuk morfologi adalah oval, transluen, berwarna putih, punggung cembung, perut rata, kotor, tidak memiliki mata serta dilengkapi dengan alat penghisap(pedikel).2 Tungau skabies berukuran 3,5-4 mm untuk tungau betina dan 2,5-3 mm untuk tungau jantan sehingga tungau hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.10 Siklus hidup tungau dimulai dengan perkawinan tungau jantan dan betina terjadi diatas kulit penderita lalu tungau betina akan membuat terowongan pada stratum korneum 2-3 mm/hari sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari.2 Tungau betina mampu bertelur mencapai 40-50 butir dan meletakkan telurnya di terowongan tersebut.2 Panjang terowongan yang dapat digali tungau betina biasanya 4-5 mm dan yang terpanjang 10 mm.11 Tungau jantan hanya bertugas untuk membuahi tungau betina lalu setelah kopulasi mereka akan mati.2 Pada umumnya proses penggalian terowongan tersebut tidak disadari oleh penderita, namun
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
setelah 4-6 minggu akan terjadi reaksi hipersensitivitas akibat produk-produk yang dikeluarkan tungau betina.11 Selanjutkan tungau muda (larva dan nimfa) setelah beberapa hari akan menetas setelah 3-5 hari. Larva yang memiliki 3 pasang kaki ini akan hidup di terowongan atau dapat juga keluar, setelah itu larva berubah menjadi nimfa yang akan berubah menjadi parasit dewasa. Nimfa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki yang dimilikinya. Tungau betina akan mati dan meninggalkan telur-telurnya di terowongan sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi atau mampu bertahan beberapa hari setelah pembuahan di terowongan yang digali oleh betina. Siklus hidup tungau dari telur hingga menjadi parasit dewasa antara 8-12 hari.2, 11
Pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan berperan dalam pembentukan tindakan seseorang yang diperoleh melalui pendidikan, pengalaman, dan lingkungan. Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangan berpengaruh dalam sikap dan prilaku. Pengetahuan didapat melalui hasil pencarian dengan mata maupun telingan sehingga akan terbentuk perilaku yang tetap. Tahapan dalam adopsi pengetahun menjadi perilaku antara lain sadar, tertarik, memikirkan, mencoba dan berprilaku. Karakteristik yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sumber informasi.
Metode Penelitian Pada penelitian ini, desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah cross-sectional dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan murid pesantren mengenai penyebab skabies dengan karakteristik demografi di pesantren X, Jakarta Timur. Proses pengambilan data dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari lima pertanyaan berkaitan dengan aspek pengetahuan mengenai penyebab skabies dilakukan di pesantren X, Jakarta Timur pada tanggal 22 Januari 2011. Pada penelitian ini populasi target merupakan santri pesantren dan populasi terjangkau ialah santri pesantren X, Jakarta Timur. Sampel penelitian ditetapkan dengan menggunakan total populasi yaitu seluruh santri pesantren X, Jakarta Timur ikut serta dalam penelitian. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji chi square dan Kolmogorov Smirnov dengan SPSS for Windows versi 16.
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
Hasil Penelitian Tabel 1. Sebaran Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan Variabel Usia
Kategori <15 tahun >15 tahun
Jumlah % 80 57.1 60 42.9
Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
81 59
57.9 42.1
Tingkat Pendidikan
Aliyah Tsanawiyah
68 72
48.6 51.4
Tabel diatas tercatat bahwa responden dengan persentase tertinggi berusia < 15 tahun (57,1%), jenis kelamin laki-laki (57,9%) dan saat ini sedang menempuh pendidikan di madrasah tsanawiyah(51,4%). Tabel 2. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi dan Informasi Paling Berkesan Jumlah Sumber Informasi Tidak Mendapat Informasi Hanya 1 Sumber Informasi 2 Sumber Informasi 3 Sumber Informasi 4 Sumber Informasi 5 Sumber Informasi >5 Sumber Informasi
Jumlah 0 18 49 39 24 8 2
Sumber Informasi yang Paling Berkesan Guru Dokter Teman Orang Tua Internet Radio Televisi Koran Majalah Lain-lain
% 0 12.9 35.0 27.9 17.1 5.7 1.4
Jumlah
%
21 68 25 14 4 1 3 1 3
15 48.6 17.9 10.0 2.9 0.7 2.1 0.7 0 2.1
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan informasi mengenai skabies malui dua sumber informasi sebesar 35%. Sebanyak 68 responden memilih petugas kesehatan sebagai sumber informasi yang paling berkesan yaitu dokter (48,6%).
Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Penyebab Skabies Sebelum Penyuluhan dan Faktor-Faktor yang Berhubungan
Variabel
Kategori ≤ 15 tahun
Usia
Tingkat Pengetahuan P Baik Sedang Kurang 0 3 77 0.999
> 15 tahun
2
4
54
Laki-laki
2
7
72
Perempuan
0
0
59
Tingkat Aliyah Pendidikan Tsanawiyah
2
4
62
0
3
69
Jumlah Sumber Informasi
<3
2
5
99
>3
0
2
32
Petugas Kesehatan
1
5
62
Non Petugas Kesehatan
1
2
69
Jenis kelamin
Sumber informasi paling berkesan
Uji Kolmogorov Smirnov
0.793
Kolmogorov Smirnov
1.000
Kolmogorov Smirnov
1.000
Kolmogorov Smirnov
1.000
Kolmogorov Smirnov
Dari tabel berikut diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai penyebab skabies
tidak berbeda bermakna dengan karakteristik demografi responden
sehingga tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan responden mengenai penyebab skabies dengan karakteristik demografi pesantren.
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
Tabel 4. Proporsi Skor Jawaban Terhadap Pertanyaan Mengenai Penyebab Skabies No
Pertanyaan
Skor
Jumlah
%
0
86
61,4
5
54
38,6
2 Kudisan
0 5
135 5
96,4 3,6
3 Penyebab
0 2 3 5
6 15 110 9
4,3 10,7 78,6 6,4
4 Selain di kulit,
0 1 2 3 4 5
25 66 42 2 1 4
17,9 47,1 30 1,4 0,7 2,9
5 Organisme
0 5
114 26
81,4 18,6
1 Istilah
kedokteran untuk penyakit kudisan adalah... disebabkan oleh...
kudisan di...
hidup
organisme penyebab kudisan juga dapat hidup di....
penyebab kudisan berkembangbiak dengan...
Tabel diatas menunjukkan pada soal nomor 1, sebagian besar responden menjawab salah dan hanya 38,6% yang menjawab benar. Pada soal nomor dua hampir semua responden menjawab salah yaitu 96,4%. Demikian juga soal nomor 3, 4 dan 5, umumnya dijawab salah oleh sebagian besar responden. Berdasarkan data pada tabel 4.1.4, maka pengetahuan murid perlu ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan dan materi penyuluhan diberikan berdasarkan hasil analisis kuesioner.
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
Pembahasan 1.Tingkat Pengetahuan Mengenai Penyebab Skabies Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak diderita oleh orang-orang yang tinggal di komunitas padat penghuni dengan kondisi lingkungan dan sanitasi yang kurang baik. Pesantren merupakan tempat tinggal bagi santri yang mempelajari Agama Islam di pesantren yang bersih prevalensi skabies rendah sedangkan di pesantren padat penghuni dengan lingkungan dan sanitasi yang kurang baik, prevalensi skabies tinggi. Untuk memberantas skabies di pesantren, santri perlu diberikan penyuluhan kesehatan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam hubungannya dengan skabies. Agar penyuluhan yang diberikan memberikan hasil yang baik maka penyuluhan harus sesuai dengan tingkat pengetahuan santri pesantren dan karakteristik demografinya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan santri mengenai penyebab skabies sebagian besar tergolong kurang dan hanya sedikit santri yang memiliki pengetahuan baik. Sebanyak 93,6% santri memiliki pengetahuan yang tergolong kurang, 5% santri memiliki pengetahuan cukup dan hanya 1,4% memiliki pengetahuan baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Andayani12 yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan santri pesantren di Stabat, Sumatera Utara umumnya tergolong rendah (kurang 56%, buruk 30%) dan hanya 14% yang memiliki pengetahuan baik. Penelitian Nugraheni13 juga menyatakan tingkat pengetahuan dan sikap santri di sebuah pesantren di Solo tergolong kurang dan prevalensi skabies adalah 80%. Penelitian yang dilakukan oleh Ma’rufi14 di Surabaya mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan santri pesantren rendah, perilaku yang buruk dalam hubungannya dengan skabies serta prevalensi skabies sebesar 64,2%. Penelitian Fitriani15 pada sebuah pesantren putri di Purworejo menunjukkan terdapat hubungan antara higiene santri dengan kejadian skabies. 2.Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Penyebab Skabies dengan Usia Secara umum, usia seseorang mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Anderson16 usia mempengaruhi tingkat pengetahuannya dalam melakukan tindakan terhadap kondisi kesehatannya. Penelitian ini menunjukkan hasil tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan mengenai penyebab skabies dengan usia responden. Hasil ini berbeda dengan penelitian Ubaidillah17 di sebuah pesantren di Kudus yang mendapatkan hasil bahwa prevalensi skabies
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
tinggi (64,9%) di lingkungan yang tidak sehat, dan perilaku santri yang kurang baik. Ubaidillah17 juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik individu, perilaku serta lingkungan pesantren dengan kejadian skabies pada pesantren tersebut. 3.Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Penyebab Skabies dengan Jenis Kelamin Perempuan biasanya lebih memperhatikan dirinya dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan penyakit yang diderita. Azizah18 melakukan penelitian di sebuah pesantren di Jember dan mendapatkan hasil tingkat pengetahuan
mengenai
skabies
berhubungan
dengan
jenis
kelamin.
Berdasarkan
penelitiannya, didapatkan hasil sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 53,4% dengan tingkat pengetahuan sedang dan pada penelitian Tiyakusuma19 ditemukan prevalensi skabies pada responden yang berjenis kelamin laki-laki 56,67%. Pada penelitian ini, tidak didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan jenis kelamin. Hal tersebut dikarenakan baik santri laki-laki maupun perempuan sama-sama tinggal dan belajar di pesantren. Penelitian Megawati20 di sebuah pesantren di Kendal melaporkan prevalensi skabies 27% dan santri putra maupun putri mempunyai perilaku yang buruk dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
4.Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Penyebab Skabies dengan Tingkat Pendidikan Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya; semakin tinggi tingkat pendidikannya maka akan semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan santri tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan mereka. Hal itu dikarenakan santri tersebut merupakan santri jurusan IPS yang tidak mendapatkan mata ajar biologi dan pengetahuan mengenai skabies. Penelitian Rahmawati21 juga melaporkan bahwa tidak terdapat hubungan antara angka kejadian skabies dengan kelompok santri berdasarkan lama belajarnya. Pawening melaporkan dalam penelitiannya tidak terdapat hubungan antara angka kejadian skabies dengan kelompok santri berdasarkan perbedaan lama belajarnya dari 30 santri.
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
5.Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Penyebab Skabies dengan Jumlah Sumber Informasi Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan pesat membuat informasi dalam bentuk media massa dan media cetak dengan mudah diakses. Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan santri pesantren dengan jumlah sumber informasi yang mereka peroleh. Hal tersebut dapat disebabkan kurangnya kemudahan dalam mengakses informasi. Para santri yang tinggal di asrama tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi sedangkan fasilitas internet di pesantren sangat terbatas sehingga menyulitkan mereka dalam memperoleh informasi. Selain itu tingkat pengetahuan santri mengenai penyebab skabies juga akibat jumlah informasi yang diterima sangat sedikit. Penelitian Muzakir22 di sebuah pesantren di Aceh salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian skabies adalah informasi yang sedikit diterima santri dari orangtua, teman, dan tetangga sehingga tingkat pengetahuan santri di pesantren tersebut rendah.
6.Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Penyebab Skabies dengan Informasi Paling Berkesan
Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan sumber informasi paling berkesan meskipun sebagian responden memilih sumber informasi yang paling berkesan dari petugas kesehatan yaitu dokter. Hal ini dapat dipertimbangkan dalam memberikan penyuluhan ke pesantren sebaiknya diberikan oleh petugas kesehatan agar pengetahuan para santri di pesantren tersebut meningkat. Riyanto23 melakukan penelitian di sebuah pesantren di Malang yang menyatakan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan berhubungan dengan peningkatan pengetahuan dalam kejadian skabies. Simpulan 1. Karakteristik demografi santri pesantren X, Jakarta Timur: 81 santri (57,9%) laki-laki, 59 santri (42,1%) perempuan, 72 santri tsanawiyah (51,4%) dan 68 santri aliyah (48,6%). 2. Santri pesantren X, Jakarta Timur yang mempunyai pengetahuan kurang mengenai penyebab skabies adalah 93,6%, cukup 5%, dan baik 1,4%.
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
3. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan santri mengenai penyebab skabies dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, dan informasi yang paling berkesan. Saran 1. Peningkatan pengetahuan murid pesantren X, Jakarta Timur harus dilakukan. 2. Meningkatkan pengetahuan murid pesantren X, Jakarta Timur mengenai penyebab skabies dengan memberikan penyuluhan pada semua santri tanpa mempertimbangkan karakteristik demografi. 3. Penyuluhan dapat dilakukan oleh dokter maupun petugas kesehatan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan pesantren. Daftar Pustaka 1. Slonane E. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC,2004: 84. 2. Handoko RP. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah A, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2007: 122-24. 3. Strong M, Johnstone P. Intervention for treating scabies. UK: John Wiley & Sons, 2010: 2-3. 4. Clucas DB, Carville KS, Connors C, Currie BJ, Carapetis JR, Andrews RM. Disease Burden and Health Cer Clinic attendaces for Young Children in Remote Aboriginal Communities
of
Northern
Australia.
2008,
241-320.
Available
at
http://www.who.int/bulletin/volumes/86/4/07-043034/en/
5. Yendra M.Indonesia Economic Outlock. Jakarta: Grasindo, 2010: 45-48. 6. Nugraheni DN. Pengaruh Sikap Tentang Kebersihan Diri Terhadap Timbulnya Skabies(Gudik) Pada Santriwati Di Pondok Pesantren Al-Muayyad. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008. 7. Jamison DT. Disease Control Priorities In Developing Countries. Washington DC: World Bank Publication, 2006: 708. 8. Hilmy F. Prevalensi Penyakit Skabies dan Hubungannya dengan Karakteristik Santri Pesantren X, Jakarta Timur. Jakarta: Universitas Indonesia; 2011. 9. Qomar M. Pesantren dari transformasi metodologi menuju demokratisasi. Jakarta: Erlangga.
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014
10. Prabhakara GN. Short textbook of preventive and social medicine. New Delhi: Jaypee, 2002; 73-74. 11. Kayser FH, Bienz KA, Eckert J, Zinkernagel RM. Medical microbiology. Jerman: Thieme, 2005; 610-612. 12. Andayani LS. Perilaku santri dalam upaya pencegahan penyakit skabies di pondok pesantren Ulumu Quran Stabat. Medan: Universitas Sumatera Utara. 13. Rahmawati N. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penyakit skabies terhadap perubahan sikap penderita dalam pencegahan penularan penyakit skabies pada santri di pondok pesantren Al-Amin Sukoharjo. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009. 14. Ma’rufi I. Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit skabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;2(1):11-8. 15. Fitriani E. Pengaruh hygiene dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies di pondok pesantren putri Al-Iman Purworejo. Jember: Universitas Negeri Jember; 2010. 16. Sudarma M. Sosiologi kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba; 2008. 17. Ubaidillah. Hubungan karakteristik, faktor lingkungan, dan prilaku terhadap kejadian skabies di pondok pesantren Alqui Oumanian Desa Kauman, Kecamatan Jengkulo Kabupaten Kudus [skripsi]. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2010. 18. Azizah U. Hubungan antara pengetahuan santri tentang PHBS dan peranan ustadz dalam mencegah penyakit skabies dengan prilaku pencegahan penyakit skabies di Pesantren Al-Falah Jember. Jember: Universitas Negeri Jember; 2012. 19. Tiyakusuma E. Perbedaan angka kejadian skabies anatara santri yang tidur sendiri dengan tidur berkelompok pada pondok pesantran Assalaam. Universitas Sebelas Maret, 2010. 20. Megawati R. Gambaran kejadian penyakit skabies di pesantren Al Itqon Kendal. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2006. 21. Pawening AN. Perbedaan angka kejadian skabies antar kelompok santri berdasarkan lama belajar di pesantren. Solo: Universitas Sebelas Maret; tahun 22. Muzakkir. Faktor yang berhubungan dengan penyakit skabies pada pesantren di kabupaten aceh besar tahun 2007. Aceh Besar: Universitas Sumatera Utara; 2008. 23. Riyanto SF. Pengaruh pemberian penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan penyakit skabies pada santri pondok pesantren Bahrul Maghfiroh Malang. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang; 2005.
Tingkat pengetahuan..., Elisah Aulia, FK UI, 2014