PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PESANTREN X, JAKARTA TIMUR MENGENAI PENCEGAHAN SKABIES Aga Krisnanda1, Saleha Sungkar2 1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2 Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Skabies adalah penyakit kulit akibat parasit yang banyak terdapat di pesantren dan sangat menurunkan produktivitas santri. Oleh karena itu, pengetahuan santri terhadap skabies harus ditingkatkan agar waspada terhadap skabies. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi efek penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan santri pesantren X, Jakarta Timur mengenai pencegahan skabies. Penelitian ini menggunakan desain pre-post study. Data diambil pada tanggal 22 Januari 2011 dengan membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai pencegahan skabies kepada 140 santri pesantren X, Jakarta timur. Hasilnya, responden terbanyak berusia ≤ 15 tahun (56,4%), laki-laki (57,9%), madrasah tsanawiyah (51,4%), informasi skabies dari tiga sumber informasi (36,4%), informasi paling berkesan dari dokter (62,8%). Sebelumnya, 82,1% santri memiliki tingkat pengetahuan kurang dan 9,3% santri memiliki tingkat pengetahuan baik dan tingkat pengetahuan tersebut tidak berbeda bermakna dengan karakteristik responden (chi square/Kolmogorov-Smirnov, p>0,05). Sesudah penyuluhan, jumlah santri yang tingkat pengetahuannya kurang 33,6% sedangkan yang berpengetahuan baik 45,7%. Tingkat pengetahuan tersebut tidak berhubungan dengan karakteristik responden (chi square, p>0,05) tetapi berhubungan dengan sumber informasi paling berkesan (chi square, p<0,05). Uji marginal homogeneity menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (terjadi peningkatan) pada tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies sebelum dan sesudah penyuluhan (p<0,001). Disimpulkan tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies tidak berhubungan dengan karakteristik responden tetapi dipengaruhi penyuluhan. Kata kunci: pencegahan skabies, penyuluhan, pesantren, tingkat pengetahuan.
HEALTH PROMOTION INFLUENCE ON PESANTREN X, EAST JAKARTA STUDENTS’ KNOWLEDGE LEVEL ABOUT SCABIES PREVENTION ABSTRACT Scabies is skin disease prevalent among pesantren students, thus lowering productivity of infested students. Therefore, students’ knowledge against scabies should be improved to increase their awareness of the disease. This study was conducted to know the influence of scabies health promotion on scabies prevention knowledge level of pesantren X, East Jakarta students. Data of this pre-post study was taken on January 22, 2011 through questionnaire about scabies prevention from 140 pesantren X students. Results showed most students were ≤15 years old (56,4%), male (57,9%), tsanawiyah (51,4%), having three information sources on scabies (36,4%), choosing doctor as the best information source (62,8%). Before health promotion, there were 82.1% students who had poor knowledge, 9.3% good and the knowledge level wasn’t significantly related to their characteristic (chi square/Kolmogorov-Smirnov, p>0,05). After health promotion, students who had poor knowledge 33.6% while the good ones 45.7%. The knowledge wasn’t significantly related to their characteristic (chi square, p>0,05) but their best information source was (chi square, p<0,05). Marginal homogeneity test showed significant difference of students’ knowledge level on scabies prevention before and after health promotion (p<0.001). In conclusion, scabies prevention knowledge level of the students wasn’t related to their characteristic but was influenced by health promotion.
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
Keywords: health promotion, level of knowledge, pesantren, scabies prevention.
PENDAHULUAN Infestasi tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis pada kulit yang diikuti sensitisasi menimbulkan penyakit kulit yang disebut skabies atau kudisan.1 Prevalensi skabies dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi yang rendah, kebersihan yang kurang baik, dan kepadatan penduduk yang tinggi.2,3 Oleh karena itu, skabies banyak terdapat di barak-barak tentara, pengungsi, asrama dan pesantren. Pesantren adalah institusi pendidikan Islam yang muridnya (santri) tinggal di asrama. Pada umumnya para santri tinggal dalam lingkungan yang padat yaitu satu kamar berisi 20-30 orang dengan fasilitas kebersihan yang kurang memadai. Ma’rufi4 melaporkan, prevalensi skabies di pesantren-pesantren di daerah Lamongan sebesar 64,2%. Di pesantren itu, prevalensi pada kelompok yang kebersihan dirinya kurang baik mencapai angka 73,7% sedangkan pada kelompok dengan kebersihan baik hanya mencapai 48,0%. Skabies menimbulkan gatal terutama pada malam hari, papul, vesikel dan pustul di telapak tangan, sela jari tangan, pergelangan tangan dan tempat predileksi lainnya. Oleh karena itu tingginya prevalensi skabies menyebabkan kesehatan santri menjadi terganggu karena mereka mengalami gatal sepanjang hari selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun. Akibat gatal, timbul infeksi sekunder yang menyebabkan demam, tangan menjadi sulit digerakkan karena nyeri sehingga santri mengalami kesulitan menulis. Berdasarkan uraian di atas, skabies perlu diobati dan pengobatan skabies harus dilakukan kepada semua santri secara serentak diikuti dengan perilaku hidup bersih sehat sebagai upaya pencegahan skabies. Reinfeksi skabies mudah terjadi jika pengobatan tidak diikuti dengan perilaku hidup bersih sehat. Oleh karena itu santri perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai skabies yaitu penyebab, gejala, pengobatan, penularan dan pencegahannya dengan memberikan penyuluhan. Efektivitas penyuluhan perlu diketahui dengan cara melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan santri mengenai skabies sebelum dan sesudah penyuluhan. Karena keterbatasan penelitian, studi ini difokuskan pada tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies. Penelitian akan dilakukan di salah satu pesantren di Jakarta Timur dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies di pesantren X,
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
Jakarta Timur. TINJAUAN TEORITIS Pencegahan penyakit skabies memiliki konsep yang sama dengan preventive medicine5 yang membagi pencegahan penyakit menjadi tiga tingkatan: pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pembagian tingkatan dilakukan dengan mengaitkan pencegahan penyakit terhadap fase penyakit. Kaitan tersebut terlihat pada tabel berikut. Tabel 2 Kaitan Periode Penyakit dengan Tingkat Pencegahan 5
1.
Fase pre-patogenesis
Fase patogenesa
Pencegahan Primer :
Pencegahan Sekunder
Promosi kesehatan ( health promotion ) 2. Perlindungan khusus ( Specific protection)
1.
Diagnosis dini dan perawatan tepat (Early diagnosis dan prompt treament) 2. Pembatasan kerusakan (Disability limitation) Pencegahan tertier 1. Rehabilitasi
.
Pencegahan Primer Pencegahan primer yang dilakukan saat fase pre-patogenesa penyakit skabies dilakukan dengan: 1. Menjaga kebersihan badan. 2. Menjaga kebersihan pakaian. 3. Tidak menggunakan alat pribadi (handuk, sprei, pakaian) bersama dengan orang lain.6,7 4. Penyuluhan (untuk komunitas)7 Dalam menjaga kebersihan badan hal yang perlu diperhatikan adalah kebersihan kulit, kebersihan kuku tangan, dan kebersihan kaki. Kebersihan kulit dapat dijaga dengan mandi teratur dua kali sehari menggunakan sabun mandi yang lembut. Sedangkan kebersihan kuku tangan dijaga dengan mencuci tangan dengan sabun. Kebersihan kaki pun perlu diperhatikan karena kaki sering tertutup sepatu dan menjadi media lembab yang baik bagi parasit. Untuk mencegah terjadinya wabah skabies pada suatu komunitas, perlu diberikan penyuluhan kepada masyarakat awam7 (khususnya subjek berisiko tinggi) untuk
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
meningkatkan pengetahuan mereka mengenai skabies. Penyuluhan yang diberikan berisi tentang penyebab, gejala, pengobatan, penularan, dan pencegahan penyakit skabies. Pemberian penyuluhan juga harus disesuiakan dengan karakteristik sosial budaya dan tingkat pendidikan masyarakat yang akan diberi penyuluhan sehingga penyuluhan tersebut akan bermanfaat. Pencegahan Sekunder Ketika ada seseorang yang sudah terkena penyakit skabies, yang harus dilakukan adalah mencegah orang di sekitar penderita dari infestasi skabies. Inti dari fase ini adalah mencegah terjadinya penularan termasuk mengobati penderita. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah sebisa mungkin menghindari kontak tubuh dalam waktu lama (melakukan hubungan seksual, berpelukan) dengan penderita.8 Sebaiknya penderita diisolasi terlebih dahulu agar tidak menular ke orang lain. Orang-orang yang berada di sekitar penderita juga perlu diberi obat agar tidak tertular.6-8 Pencegahan Tersier Setelah penderita dinyatakan sembuh dari skabies, pencegahan tersier perlu dilakukan. Pencegahan tersier bertujuan agar penderita dan orang-orang disekitarnya tidak terjangkit skabies untuk kedua kalinya. Pakaian, handuk, dan sprei yang digunakan lima terakhir oleh penderita harus dicuci dengan air panas agar seluruh tungau mati.6-8 Atau dicuci bersih dengan deterjen dan dijemur di bawah matahari terik. Barang-barang yang tak bisa dicuci tetapi diduga terkena tungau bisa diisolasi dalam kantong plastik tertutup di tempat yang tidak terjangkau selama seminggu sampai tungau mati kelaparan.6 METODE PENELITIANETODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode pre-post study yaitu membandingkan pengetahuan santri sebelum dan setelah mendapat penyuluhan. Penelitian dilakukan di pesantren X, Jakarta Timur dan data diambil pada tanggal 22 Januari 2011. Populasi target penelitian ini adalah santri pesantren yang menetap di asrama pesantren X, Jakarta Timur. Subjek penelitian diberikan penyuluhan mengenai pencegahan skabies dan diminta untuk mengisi kuesioner pencegahan skabies dua kali sebelum dan sesudah diberi penyuluhan. Dari populasi terjangkau yaitu santri pesantren yang menetap di Pesantren X, diambil seluruhnya sebagai sampel karena berdasarkan asas justice lebih etis supaya setiap responden
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
yang telah dipersiapkan oleh pihak pesantren mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh informasi, terlibat dalam penelitian dan mendapatkan pengobatan serta pencegahan skabies. Total sampel yang diambil sebanyak 152 santri. Dilakukan analisis univariat untuk melihat penyajian distribusi frekuensi dari analisis distribusi variabel dependen dan variabel independen. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk melihat hubungan karakteristik santri dengan tingkat pengetahuan digunakan analisis sebagai berikut: digunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada analisis hubungan antara tingkat pengetahuan dengan jumlah informasi dan sumber informasi paling berkesan sebelum penyuluhan, pada analisis hubungan tingkat pengetahuan dengan karakteristik lainnya baik sebelum maupun sesudah penyuluhan digunakan uji chi square,9 untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan santri (pre-post) digunakan analisis marginal homogeneity.
HASILHASIL Data Umum Pesantren X berada di daerah Condet, Jakarta Timur. Pesantren tersebut berdiri di atas tanah seluas 12 500 m2 dengan luas total bangunan 7 050 m2. Jumlah total warga pesantren adalah 444 orang terdiri dari 15 orang pengurus pesantren, 36 orang pengajar madrasah, 100 orang santri MA (madrasah aliyah), 120 santri MTs (madrasah tsanawiyah), 75 santri MD (madrasah diniyah), 35 santri TK (taman kanak-kanak), dan 63 santri TPA (taman pendidikan alqur’an). Santri yang tsanawiyah dan aliyah sehari-hari bertempat tinggal di gedung asrama yang disediakan; sedangkan santri lainnya tidak menginap di pesantren. Asrama tersebut terdiri dari asrama putra yang memiliki 6 ruang kamar dan terletak di dekat gedung sekolah serta asrama putri yang merupakan 2 buah rumah tanpa kamar dan terletak di dekat kediaman pengurus pesantren. Selain gedung sekolah dan asrama, di pesantren X juga terdapat bangunan masjid, perpustakaan, laboratorium komputer, kantin, poskestren (pos kesehatan pesantren), lapangan utama, lapangan bawah, toko buku, warung telepon, dan ruang aula. Di sisi belakang, pesantren langsung berbatasan dengan perkebunan dan tanah kosong, sedangkan sisi lainnya berbatasan langsung dengan perumahan penduduk.
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
Data Khusus Dari survei yang dilakukan di Pesantren Jakarta Timur berhasil didapatkan responden sebanyak 152 orang, namun, 12 responden drop out sehingga total data yang dapat dianalisis adalah 140 orang. Tabel 2 Sebaran Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan Variabel Usia
Kategori < 15 tahun >15 tahun
Jumlah % 79 56,4 61 43,6
Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
81 59
57,9 42,1
Tingkat Pendidikan
Tsanawiyah Aliyah
72 68
51,4 48,6
Pada tabel 4.2.1. dapat dilihat bahwa sebaran responden terbanyak pada kelompok usia ≤ 15 tahun (56,4%), sebagian besar responden adalah laki-laki (57,9%) dan mayoritas responden adalah santri madrasah tsanawiyah (51,4%). Tabel 3 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi Jumlah Sumber Informasi
Jumlah
%
Tidak Mendapat Informasi
0
0
Hanya 1 Sumber Informasi
12
8,6
2 Sumber Informasi
38
27,1
3 Sumber Informasi
51
36,4
4 Sumber Informasi
29
20,7
>5 Sumber Informasi
10
7,2
Dari tabel 4.2.2. diketahui bahwa responden paling banyak mendapatkan informasi tentang skabies dari 3 sumber informasi (36,4%) dan tidak ada yang tidak mendapat sumber informasi. Tabel 4 Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Informasi Paling Berkesan
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
Sumber Informasi
Jumlah
%
88 19 15 14 4 0 0
62,8 13,6 10,7 10 2,9 0 0
Dokter Teman Guru Orang Tua Internet Radio, TV Koran, majalah
Dari tabel 4.2.3. diketahui bahwa 92 orang responden (62,8%) mendapatkan informasi paling berkesan dari dokter dan tidak ada yang menganggap informasi dari radio, TV, koran, dan majalah sebagai informasi paling berkesan. Tabel 5 Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Pencegahan Skabies Sebelum Penyuluhan Variabel
Kategori
Tingkat Pengetahuan
0,184
Chi square
Baik 5
> 15 tahun
8
3
50
Jenis kelamin
Laki-laki
9
6
66
0,605
Chi square
Tingkat Pendidikan
Tsanawiyah
4
8
60
0,186
Chi square
Aliyah
9
4
55
<3
8
7
86
0,899
KolmogorovSmirnov
>3
5
5
29
Petugas Kesehatan
10
6
72
Non Petugas Kesehatan
3
6
43
Jumlah Sumber Informasi Sumber informasi paling berkesan
Kurang 65
Uji
≤ 15 tahun
Usia
Sedang 9
p
1,000
KolmogorovSmirnov
Dari tabel 4.2.4. diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden sebelum penyuluhan mengenai pencegahan skabies tidak berbeda bermakna dengan karakteristik responden yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
paling berkesan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tidak berhubungan dengan karakteristik mereka sebelum penyuluhan. Tabel 6 Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Pencegahan Skabies Sesudah Penyuluhan
Variabel
Kategori ≤ 15 tahun
Baik 33
>15 tahun
31
15
15
Jenis kelamin
Laki-laki
36
20
25
Perempuan
28
9
22
Tingkat Pendidikan
Tsanawiyah
28
14
30
Amaliyah
36
15
17
<3
43
22
36
>3
21
7
11
Petugas kesehatan
46
13
29
Nonpetugas kesehatan
18
16
18
Usia
Jumlah Sumber Informasi
Sumber informasi paling berkesan
p
Tingkat Pengetahuan Sedang 14
Kurang 32 0,135
Uji Chi square
0,376
Chi square
0,104
Chi square
0,485
Chi square
0,043
Chi square
Dari tabel 4.2.5. diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden setelah penyuluhan mengenai pencegahan skabies tidak berbeda bermakna dengan karakteristik responden yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jumlah sumber informasi. Perbedaan bermakna hanya terdapat pada sumber informasi paling berkesan saja. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden setelah penyuluhan tidak berhubungan dengan karakteristik mereka. Tabel 7 Tingkat Pengetahuan Responden mengenai Pencegahan Skabies Sebelum dan Sesudah Penyuluhan
Penyuluhan
Baik
Tingkat Pengetahuan Sedang Kurang
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
Uji
Sebelum
13 (9,3%)
12 (8,6%)
115 (82,1%)
Sesudah
64 (45,7%)
29 (20,7%)
47 (33,6%)
Marginal homogeneity p<0,001
Dari tabel 4.2.6. diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai pencegahan skabies sebelum dan sesudah penyuluhan berbeda bermakna (p<0,001) yang berarti penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan santri tentang pencegahan skabies. Dari kuesioner yang diberikan, para santri kebanyakan menjawab salah pada soal nomor 21. Soal nomor 21 berbunyi “kudisan dapat dicegah dengan cara?”. Semua jawaban benar yaitu mandi dua kali sehari menggunakan sabun, tidak menggunakan pakaian teman, dan menjemur kasur seminggu sekali. Sebelum penyuluhan, persentase jawaban salah mencapai 63,3% sedangkan sesudah penyuluhan persentase jawaban salah berkurang menjadi 31,7%. DISKUSI DISKUSI
Tingkat Pengetahuan Mengenai Pencegahan Skabies Skabies umumnya tidak berbahaya dan dapat diobati akan tetapi sangat mengganggu aktivitas sehari-hari penderita. Di pesantren, skabies sering menjadi hambatan bagi santri untuk mendapatkan hasil belajar maksimal. Oleh karena itu, santri yang menderita skabies harus diobati secara serentak dan diberi pengetahuan yang cukup mengenai pola hidup bersih sehat (PHBS). Pengetahuan PHBS dan skabies perlu diberikan melalui penyuluhan agar pemberantasan skabies mendapatkan hasil sesuai harapan. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sebelum pemberian penyuluhan, sebagian besar santri memiliki tingkat pengetahuan yang kurang mengenai pencegahan skabies (82,1%) serta hanya sedikit (9,3%) santri yang berpengetahuan baik. Kurangnya pengetahuan para santri tersebut disebabkan belum adanya kurikulum mereka yang mencantumkan skabies dalam pembelajarannya. Selain itu, terdapat suatu slogan di kalangan santri yang berbunyi “belum jadi santri kalau belum pernah kudisan” hal tersebut menandakan adanya anggapan bahwa skabies merupakan hal yang wajar bagi santri dan tidak ada usaha untuk mencegah atau mengobatinya. Temuan serupa dilaporkan oleh Andayani,10 di sebuah pesantren di Sumatera Utara, santri dengan tingkat pengetahuan pencegahan skabies baik hanya 14% dari total santri, sisanya (86%) berpengetahuan sedang atau kurang. Sementara itu, di sebuah pesantren di Kota Tegal, Saroh11 melaporkan bahwa sebagian besar santri (61,8%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik mengenai pencegahan skabies.
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
Sesudah pemberian penyuluhan, tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies mengalami peningkatan yang bermakna. Jumlah santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik bertambah dari 13 (9,3%) menjadi 64 (45,7%) dan jumlah santri yang memiliki tingkat pengetahuan kurang berkurang dari 115 (82,1%) menjadi 47 (33,6%). Peningkatan
pengetahuan
santri
tersebut
menunjukkan
bahwa
penyuluhan
dapat
meningkatkan pengetahuan mereka. Peningkatan pengetahuan santri terjadi karena santri tergolong antusias dan memiliki niat penuh dalam mengikuti dan mencermati informasi mengenai skabies yang diberikan lewat penyuluhan. Keinginan mereka untuk sembuh serta terhindar dari gangguan penyakit skabies juga mendukung hal tersebut. Selain itu, para santri adalah siswa madrasah yang umumnya sudah terbiasa untuk menyimak guru yang sedang mengajar dan pemberi penyuluhan adalah tenaga kesehatan berpengalaman sehingga informasi yang diberikan mudah dipahami responden. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Santri Mengenai Pencegahan Skabies dengan Usia Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies dengan usia santri baik sebelum (p=0,184) maupun sesudah penyuluhan (p=0,135). Berlawanan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Wazir et al.12 menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tukang cukur di Pakistan mengenai penyakit menular salah satunya skabies dengan usia mereka (p=0,002). Perbedaan hasil tersebut terjadi karena perbedaan penggolongan usia yang dilakukan sebagai dasar analisis. Wazir et al.12 menggolongkan responden ke dua kelompok usia 15-25 tahun dan 26-50 tahun; sedangkan pada penelitian ini, santri digolongkan ke dua kelompok usia < 15 tahun dan >15 tahun. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Santri Mengenai Pencegahan Skabies dengan Jenis Kelamin Pada penelitian ini, tidak ditemukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies dengan jenis kelamin santri baik sebelum (p=0,605) maupun sesudah penyuluhan (p=0,376). Berlawanan dengan hasil tersebut, Rubaiah13 dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa di sebuah pesantren di Demak, santri perempuannya lebih banyak menderita skabies dibanding santri laki-laki karena pengetahuan mereka kurang serta kebiasaan berperilaku mereka kurang sehat. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
perbedaan tingkat pengetahuan yang bermakna karena baik santri laki-laki maupun perempuan menetap dalam lingkungan yang sama dan mendapat pendidikan yang sama pula. Maka dari itu keduanya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang tidak berbeda bermakna.
Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Santri Mengenai Pencegahan Skabies dengan Tingkat Pendidikan Wazir et al.12 meneliti hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan tukang cukur di Pakistan mengenai beberapa penyakit menular termasuk di antaranya skabies. Hasilnya, terdapat perbedaan bermakna (p<0,05), tukang cukur yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik. Berlawanan dengan hasil tersebut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies baik sebelum (p=0,186) maupun sesudah pemberian penyuluhan (p=0,104). Penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang berbeda bermakna karena baik santri tsanawiyah maupun aliyah sama-sama tidak mendapatkan kurikulum yang mencantumkan pengetahuan mengenai skabies. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Santri Mengenai Pencegahan Skabies dengan Jumlah Sumber Informasi Menurut Sukanto (dikutip oleh Diah14), semakin banyak jumlah sumber informasi yang dipaparkan terhadap sesorang, semakin tinggi tingkat pengetahuan orang tersebut. Namun, hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies dengan jumlah informasi yang didapat oleh santri baik sebelum (p=0,899) maupun sesudah penyuluhan (p=0,485). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Santri Mengenai Pencegahan Skabies dengan Sumber Informasi Paling Berkesan Sebuah penelitian di Pakistan yang dilakukan oleh Wazir et al.12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan (p=0,01) antara tingkat pengetahuan mengenai beberapa penyakit menular termasuk di antaranya skabies dengan akses tukang cukur ke televisi (dari 78% yang memiliki TV, 69% memiliki pengetahuan tentang bahaya skabies). Sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada santri yang menyatakan TV sebagai sumber informasi skabies
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
yang paling berkesan. Hal tersebut disebabkan oleh konten televisi di Indonesia yang jarang sekali menampilkan informasi kesehatan khususnya skabies. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sumber informasi paling berkesan sebelum penyuluhan dengan tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies (p=1,000); namun, sesudah
penyuluhan, terdapat perbedaan tingkat
pengetahuan mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara santri yang memiliki sumber informasi berkesan petugas kesehatan dan santri yang memiliki sumber informasi berkesan nonpetugas kesehatan (p=0,043). Hal tersebut memiliki arti bahwa santri dengan sumber informasi paling berkesan petugas kesehatan memiliki daya tanggap yang lebih tinggi dalam memahami informasi kesehatan yang diberikan dalam penyuluhan. Hal lain yang menarik dari hasil penelitian ini, jumlah santri yang menuliskan teman sebagai sumber informasi paling berkesan tergolong banyak (13,6%) dan menempati terbanyak kedua dibawah jumlah santri yang menyatakan dokter sebagai sumber informasi paling berkesan (62,8%). Hal itu menunjukkan adanya potensi tutor sebaya (penyebaran info antar teman) sebagai sarana penyebaran informasi kesehatan. Selain itu secara psikologis, biasanya anak anak akan merasa lebih aman dan nyaman untuk menerima dan memberikan informasi kepada teman sebayanya. Pengaruh Penyuluhan terhadap Tingkat Pengetahuan Santri Mengenai Pencegahan Skabies Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies yang bermakna setelah pemberian penyuluhan. Hasil analisis bivariat marginal homogeneity menunjukkan bahwa penyuluhan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan santri mengenai pencegahan skabies (p<0,001). Hasil tersebut serupa dengan dengan yang disampaikan Riyanto15 pada laporan penelitiannya bahwa terdapat pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan mengenai skabies di sebuah pesantren di Malang. Selain itu, Taufik (dikutip oleh Muzakir16) juga mendukung pernyataan tersebut dalam laporannya yang menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan pengungsi mengenai pencegahan skabies secara bermakna setelah diberikan intervensi berupa promosi kesehatan. Dengan adanya peningkatan pengetahuan santri tersebut, diharapkan terjadi peningkatan upaya santri dalam mencegah dan mengobati skabies serta penurunan angka kejadian skabies. Pada penelitian yang dilakukan Rohmawati,17 di sebuah pesantren di Surakarta, dilaporkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan kejadian
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
skabies (p=0,026). Sejalan dengan itu, Muzakir16 melaporkan adanya hubungan pengetahuan dengan kejadian skabies di pesantren di Aceh (p<0,001). Di sebuah pesantren di Malang, Aini18
juga mendukung hal tersebut dengan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa faktor risiko terbesar skabies adalah pengetahuan yang kurang baik (PR=6,148). Selain itu, Sudjari et al.19 dalam penelitiannya di sebuah pesantren di Malang, melaporkan bahwa terdapat hubungan (p=0,03) antara tingkat pengetahuan dengan derajat klinis skabies yang dialami santri. Meskipun demikian, lewat penelitiannya, Arsa20 menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan santri dengan tindakan pencegahan skabies (p=0,534). Artinya peningkatan pengetahuan santri tidak serta merta meningkatkan upaya santri untuk hidup bersih sehat dan mencegah skabies. Selain pengetahuan, masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1.
Sebanyak 56,4% santri berusia <15 tahun, 57,9% laki-laki, 51,4% santri tsanawiyah, 36,4% santri memiliki tiga sumber informasi dan 62,8% santri menyatakan dokter adalah sumber informasi paling berkesan.
2. Sebelum penyuluhan, sebanyak
9,3% santri memiliki tingkat pengetahuan baik dan
82,1% rendah. Sesudah penyuluhan 45,7% santri tergolong berpengetahuan baik dan 33,6% santri berpengetahuan kurang. 3. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan responden mengenai pencegahan skabies dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sumber informasi tetapi dipengaruhi penyuluhan. Saran 1. Tingkat pengetahuan perlu dipertahankan dan ditingkatkan dengan penyuluhan berkala. 2. Penyuluhan sebaiknya diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan. 3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai sikap dan perilaku responden yang berdampak pada usaha pencegahan dan pengobatan skabies.
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
KEPUSTAKAAN 1.
Effendi EH. Skabies [powerpoint presentation]. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI / RSCM; 2009.
2.
Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: A ubiquitous neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2006;6:769–79.
3.
Sunderkötter C, Mayser P, Fölster-Holst R, A.Maier W, Kampen H, Hamm H. Scabies. JDDG. 2007;5:424-30.
4.
Ma’rufi I, Keman S, Notobroto HB. Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit scabies - studi pada santri di pondok pesantren kabupaten lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005;2(1):11-8.
5.
Jekel J. Epidemiology, biostatistics, and preventive medicine: Saunders/Elsevier; 2007.
6.
Fina. Cara cegah skabies, penyakit kulit mengerikan [internet]. Suara Media; 2010 [updated January 13]; Available from: http://www.suaramedia.com/gayahidup/kesehatan/22421-cara-cegah-skabies-penyakit-kulit-mengerikan.html.
7.
Risna I. Skabies. MedZone; 2010 [updated January 13]; Available from: http://www.medicalzone.org/2010/index.php?option=com_content&view=article&id=31 5:s-k-a-b-i-e-s&catid=9:tinjauan-pustaka.
8.
Stöppler MC. Is it possible to prevent scabies? 2009 [updated August 25, 2011; cited 2011 January 13]; Available from: http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=104988.
9.
Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
10. Andayani LS. Perilaku santri dalam upaya pencegahan penyakit skabies di pondok pesantren ulumu qur'an stabat. Info Kesehatan Masyarakat. 2005;IX(3):33-8. 11. Saroh S. Gambaran tingkat pengetahuan santri putri tentang penyakit kulit skabies di pondok pesantren ma'haduttholabah babakan lebaksiu kabupaten tegal [undergraduate thesis]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2010. 12. Wazir MS, Mehmood S, Ahmed A, Jadoon HR. Awareness among barbers about health hazards associated with their profession. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2008;20(2):35-8. 13. Rubaiah. Hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik usia dini pada santri dengan kejadian skabies di pondok pesantren darul taufik muih kulon kecamatan wedung kabupaten demak [undergraduate thesis]. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2008.
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014
14. Diah. Hubungan tingkat pengetahuan tentang dismenoria dengan perilaku penanganan dismenoria pada siswi smk ypkk 1 sleman yogyakarta [undergraduate thesis]. Yogyakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010. 15. Riyanto SF. Pengaruh pemberian penyuluhan penyakit scabies terhadap peningkatan pengetahuan penyakit scabies: Studi pada santri pondok pesantren bahrul maghfiroh wilayah kerja puskesmas dinoyo malang [undergraduate thesis]. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang; 2005. 16. Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada pesantren di kabupaten aceh besar tahun 2007 [undergraduate thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008. 17. Rohmawati RN. Hubungan antara faktor pengetahuan dan perilaku dengan kejadian skabies di pondok pesantren al muayyad surakarta [undergraduate thesis]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2010. 18. Aini N. Hubungan faktor lingkungan dan peilaku santri terhadap prevalensi scabies di pondok pesantren putra "sidogiri" kecamatan kraton - kabupaten pasuruan [undergraduate thesis]. Malang: University of Muhammadiyah Malang; 2009. 19. Sudjari, Rofiq A, Rachmatullah MR. Hubungan pengetahuan dan derajat klinis penderita skabies di pondok pesantren darul hadits, malang [undergraduate thesis]. Malang: Universitas Brawijaya; 2004. 20. Asra HP. Pengaruh pengetahuan dan tindakan higiene pribadi terhadap kejadian penyakit skabies di pesantren ar-raudhatul hasanah medan [undergraduate thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010.
Pengaruh Penyuluhan..., Aga Krisnanda, FK UI, 2014