Efektivitas Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Santri Mengenai Penularan Pedikulosis di Pesantren X, Jakarta Timur Irene Ramadhani Putri, Sri Linuwih Menaldi Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pengetahuan yang baik dapat menghasilkan perilaku yang baik pula. Pengetahuan yang baik dapat diberikan melalui metode penyuluhan. Metode penyuluhan perlu dievaluasi dalam bentuk survei untuk menilai efektivitasnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan santri mengenai penularan pedikulosis. Penelitian ini menggunakan metode pre-post study. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Januari 2011 dengan cara pemberian kuesioner. Kuesioner diberikan pada santri Tsanawiyah (50,3%) dan Aliyah (49,7%) yang terdiri atas 88 (58,3%) orang santri laki-laki dan 63 (41,7%) santri perempuan. Santri-santri tersebut berada dalam rentang umur 13-18 tahun. Sebelum penyuluhan, jumlah santri yang memiliki pengetahuan baik mengenai penularan pedikulosis sebanyak 9 orang (6,0%), santri dengan pengetahuan cukup sebanyak 37 orang (24,5%), dan santri dengan pengetahuan kurang sebanyak 105 orang (69,5%). Setelah penyuluhan, santri yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai penularan pedikulosis sebanyak 39 orang (25,8%), yang memiliki pengetahuan yang sedang sebanyak 51 orang (33,8%), dan sebanyak 61 orang (40,4%) memiliki pengetahuan yang kurang. Uji yang digunakan adalah uji marginal homogenity pada program SPSS versi 11.5 dengan nilai (p<0,01) yang berarti terdapat perbedaan bermakna tingkat pengetahuan santri sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan. Kata kunci: pengetahuan; penularan pedikulosis; santri; pesantren Good knowledge delivers a good behavior. Good knowledge can be given by the method of seminar. Seminar needs to be avaluated by doing survey.The aim of this study is to know the effectiveness of health promotion in improving Islamic Boarding School Students’ knowledge on the spreading of pediculosis. This study used pre-post study method. This study was held on January 22th, 2011 and data was collected by giving questionnaire. The questionnaire was given to students of Tsanawiyah (50,3%) and Aliyah (49,7%) which consisted of 88 (58.3%) male students and 63 (41.7%) female students. All the students was in the range of 13-18 years old. Before health promotion seminar, students that have good knowledge level about the spreading of pediculosis were only 9 students (6,0%), number of students with fair knowledge level were 37 students (24,5%), and number of student with poor knowledge level were 105 students (69,5%). After health promotion, students that have good knowledge level were 39 students (25,8%), 51 students (33,8%) have fair knowledge level, and 61 (40,4%) students have poor knowledge level of the spreading of pediculosis. Statistic test which is used on this study is marginal homogenity test on SPSS version 11.5 with p<0,01, means that there is significant knowledge improvement before and after health promotion seminar was given. Keywords: knowledge, spreading of pediculosis, students, Islamic boarding school
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
Pendahuluan Pedikulosis adalah penyakit kulit disebabkan parasit Pediculus humanus capitis yang menyerang rambut dan kulit kepala.1 Pedikulosis termasuk masalah kesehatan masyarakat dunia dengan jumlah prevalensi yang terus meningkat.2 Pedikulosis merupakan penyakit endemik baik di negara maju maupun negara berkembang, namun Heukelbach (2005) melaporkan pedikulosis lebih banyak terdapat di negara berkembang. khususnya di daerah kumuh dengan prevalensi 43,4%.3 Pedikulosis lebih sering terjadi pada anak-anak dan perempuan.3 Hal ini karena anak-anak sering melakukan kontak kepala dengan temannya saat bermain sehingga tertular pedikulosis. Wanita tertular pedikulosis kebanyakan karena tukar-menukar barang seperti sisir.4 Penelitian di Italia menyebutkan bahwa pemberian penyuluhan bagi guru dan anak-anak tentang pedikulosis diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai penularan, pencegahan, dan pengobatan agar tidak tertular pedikulosis.2 Di Indonesia, pedikulosis biasanya banyak ditemukan di wilayah padat penduduk dengan tingkat kebersihan yang kurang baik. Prevalensi pedikulosis untuk keseluruhan Indonesia belum diketahui. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada murid SD kelas IV, V, dan VI di Sumatera Barat, prevalensi murid yang terinfestasi pedikulosis sebesar 59,2 %.5 Pada tahun 2009, diadakan penelitian terhadap murid SD kelas III, IV, V, dan VI di Riau mengenai pedikulosis. Hasilnya adalah 39,3% murid terinfestasi pedikulosis.5 Di Jakarta, prevalensi pedikulosis tergolong tinggi, khususnya pada murid pesantren. Riswandi (1996) melakukan penelitian di dua pesantren khusus perempuan di Jakarta. Hasilnya adalah 40,2% dan 47,5% santri di pesantren tersebut terinfestasi pedikulosis.6 Pedikulosis menggigit kulit sehingga menimbulkan rasa gatal dan infeksi. Infeksi yang terjadi menyebabkan anak tidak masuk sekolah, kesulitan tidur, anemia dan penurunan konsentrasi saat belajar.3,7 Masalah psikologis juga muncul, yaitu anak merasa malu dan tidak percaya diri karena dijauhi teman-temannya.7 Oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan agar penularan pedikulosis dapat dicegah. Pesantren dengan kepadatan santri yang sangat tinggi terdapat di wilayah Jakarta Timur. Pesantren adalah sekolah atau institusi pendidikan islam yang memiliki sistem asrama.8 Santri umumnya hidup pada lingkungan pesantren padat dengan sanitasi yang kurang baik dan memiliki kebiasaan pinjam meminjam barang sehingga mudah tertular pedikulosis. Oleh karena itu, santri perlu diberi pengetahuan cara penularan pedikulosis melalui penyuluhan
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
kesehatan. Untuk mengetahui efektivitas dari penyuluhan yang diberikan, peneliti perlu melakukan survei tentang tingkat pengetahuan santri mengenai penularan pedikulosis sebelum dan sesudah penyuluhan. Tinjauan Teoritis 1. Morfologi
Pediculosis humanus var. capitis adalah spesies tuma yang menyerang rambut kepala dan menyebabkan pedikulosis. P.h. capitis termasuk famili Pedicuidae yang telah dikenal sejak zaman dahulu dan ditemukan kosmopolit.9 Tuma dewasa memiliki panjang 2-3 mm dan berwarna putih keabu-abuan dan akan berwarna merah kecokelatan setelah makan.10 Tuma dewasa memiliki abdomen yang panjang, datar, dan bersegmental serta tidak memiliki sayap.10,11 Kepala tuma dewasa berbentul oval, terdapat sepasang mata laterat, sepasang antenna bersegmen lima dan mulut di bagian anterior.9 Toraks tuma bersegmen tiga yang masing-masing segmennya terdapat sepasang kaki berbentuk kail.10,11 Kaki yang berbentuk kail merupakan adaptasi tuma sehingga dapat menggenggam rambut dengan kuat.10 Tuma dapat merayap dan memanjat tapi tidak dapat terbang.10 Secara anatomi, terdapat perbedaan bentuk kaki tuma pada daerah tertentu. Kaki tuma yang endemik di Amerika Utara beradaptasi untuk dapat menggenggam rambut yang berbentuk bulat saat dipotong melintang. Tuma betina umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding tuma jantan.12 Setelah tuma dewasa sepenuhnya, tuma akan berkembang biak dan menghasilkan telur ratarata sebanyak 56 telur.
2. Patologi
Tuma kepala umumnya terdapat di bagian posterior kepala dan area post-auricular.13 Tuma bertahan hidup dengan menghisap darah manusia menggunakan mulut pada bagian anterior di kepalanya. Saliva tuma keluar saat tuma menghisap darah yang menyebabkan iritasi kulit dan rasa gatal.14 Pada kasus pertama, rasa gatal tidak akan timbul dalam 4-6 minggu pertama karena butuh waktu untuk menimbulkan sensitivitas kulit terhadap saliva tuma.14 Tuma kepala tidak menimbulkan lesi langsung pada kulit kepala.15 Lesi terjadi karena rasa gatal yang ditimbulkan oleh sensitivitas saliva menyebabkan manusia untuk menggaruk15 Garukan menimbulkan lesi berupa ekskoriasi di kulit kepala.15 Infeksi sekunder dapat terjadi pada lesi di kulit kepala. Pada infeksi berat dengan tuma kepala, sering ditemukan helaian rambut yang menempel satu sama lain dan mengeras.9 Eksudat serum atau pus yang berasal
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
dari luka gigitan yang meradang dan bercampur dengan debu akan menimbulkan keadaan yang disebut plica palonica.9,15
3. Epidemiologi
Infestasi pedikulosis tidak hanya terjadi pada negara berkembang, tapi juga pada negara maju dan mempengaruhi orang dalam berbagai usia.16 Distribusi pedikulosis dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya musim, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, panjang rambut, jumlah keluarga, kepadatan kelas atau rumah, dan lokasi urban-rural.17 Infestasi pedikulosis lebih umum ditemukan pada anak sekolah dengan insidens tersering di kelompok usia 5-11 tahun.16 Studi yang dilakukan di Brazil menemukan bahwa 28-35,7% anak sekolah terinfestasi pedikulosis.17 Anak perempuan lebih sering terkena pedikulosis dibandingkan anak laki-laki. Transmisi secara langsung merupakan transmisi yang paling sering terjadi.16,14
4. Gejala Klinis dan Diagnosis
Rasa gatal atau pruritus merupakan gejala yang paing sering ditemukan walaupun pada beberapa kasus pedikulosis asimptomatik.11 Rasa gatal disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap saliva tuma atau kotoran tuma.11 Gejala klinis lain akibat infestasi pedikulosis adalah kurang tidur, kemerahan di kulit, ekskoriasi, ruam kulit, dan infeksi sekunder oleh bakteri karena garukan.12 Infeksi sekunder dapat menyebabkan demam dan limfadenopati. Diagnosis pedikulosis ditegakkan dengan menemukan tuma dewasa dan telur tuma18 Menemukan tuma kepala tidak mudah karena tuma kepala dapat bergerak 6-30 cm per menit dan biasanya hanya terdapat kurang dari 10 tuma per infestasi.12 Inspeksi dilakukan dengan menggunakan sisir serit di seluruh kepala. Adanya telur tuma tidak cukup membuktikan infestasi aktif pedikulosis karena telur tuma dapat tetap ada setelah pengobatan. 18 Pedikulosis merugikan baik secara fisik, mental, maupun finansial penderita. Infestasi kronik pedikulosis menimbulkan anemia.17 Anemia menyebabkan fatigue, rasa kantuk saat di kelas, kemampuan belajar, konsentrasi dan fungsi kognitif yang menurun.17 Gangguan tidur malam juga terjadi akibat anak terus menggaruk kepala yang gatal.17 Infeksi sekunder bakteri menyebabkan demam sehingga anak tidak dapat masuk sekolah. Pedikulosis juga merugikan secara mental karena menimbulkan stress psikologis akibat stigma negatif pedikulosis dari lingkungan sosial.19,20 Stigma negatif yang berkorelasi dengan pedikulosis memunculkan rasa malu dan marah pada anak.17
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
5. Pengobatan
Pengobatan dilakukan tidak hanya kepada orang yang terinfestasi pedikulosis, tapi juga pada orang-orang yang berkontak dengan penderita, seperti teman sekamar atau keluarga.10 Pengobatan yang diberikan harus dalam waktu yang sama dan berkelanjutan sehingga siklus penularan dapat diminimalisasi. Terdapat banyak jenis obat pedikulosis (pedikulosida) yang fungsinya adalah menghilangkan tuma dengan efektifitas yang berbeda-beda. Secara umum, bentuk sediaan obat krim lebih dipilih karena memiliki konsentrasi toksin untuk tuma yang lebih tinggi. Pyrethrin dan permethrin adalah obat yang umum dipakai di Amerika Serikat.18 Pyrethrin tidak dapat membunuh telur tuma (non-ovicidal) sehingga pemakaiannya harus diulang seminggu setelah pemakaian pertama.18 Permethrin merupakan produk sintetis pyrethrin yang dapat membunuh tuma dan telur tuma sekaligus. Permethrin bekerja dengan menghambat pompa Na pada neuron tuma sehingga menyebabkan paralisis respiratori dan kematian.11 Permethrin berbentuk krim dan dipakai selama 10 menit di seluruh kulit kepala. Pengobatan dengan permethrin dapat bertahan selama 2 minggu.11 Ahli menyarankan untuk tetap dilakukan pengobatan kedua setelah 7-10 hari setelah pemberian pertama untuk memastikan bahwa tuma dan telur tuma telah mati.11
6. Penularan
Pedikulosis ditularkan kontak langsung dan tidak langsung. Buckhart dan Burkhart yang dikutip dari Takano-Lee at al
21
menyebutkan bahwa transmisi pedikulosis dapat terjadi
melalui rambut rontok yang terdapat tuma kepala, pergerakan angin, pergerakan statis, atau berkontak fengan tuma kepala yang merayap di lantai. Cara penularan yang paling sering terjadi pada pedikulosis adalah kontak langsung dengan orang yang terinfestasi pedikulosis.16 Kontak langsung terjadi saat bermain atau di sekolah yang menyediakan fasilitas asrama atau pesantren. Penularan pedikulosis dengan kontak langsung tinggi di pesantren karena sebagian besar sanitasi asrama atau pesantren di Indonesia tidak baik. Sanitasi pesantren erat kaitannya dengan kepadatan hunian. Penelitian yang dilakukan oleh Restiana et al (2010)
22
di salah satu pesantren di Yogyakarta
memberikan hasil bahwa angka kejadian pedikulosis terbanyak pada tingkat kepadatan hunian yang tinggi yaitu 77,8 %. Kepadatan hunian merupakan syarat mutlak untuk kesehatan pesantren.23 Kepadatan hunian yang tinggi di pesantren terutama pada kamar tidur
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
memudahkan penularan pedikulosis secara kontak langsung dari satu santri kepada santri lain. Restiani et al (2010)
22
menyebutkan bahwa pada higienitas perorangan yang rendah,
prevalensi pedikulosis meningkat sebanyak 54,3 % dibanding pada higienitas perseorangan yang tinggi. Penularan pedikulosis secara tidak langsung terjadi dengan perantara sisir, topi, kerudung, handuk, alas tidur, jaket, dan karpet.16 Penggunaan loker, kendaraan umum seperti bis atau pesawat juga dapat menjadi media perantara penularan pedikulosis.16 Nobel yang dikutip dari Sungkar24 melaporkan bahwa prevalensi pedikulosis yang memiliki loker dan gantungan baju sendiri lebih rendah dibandingkan dengan murid yang menggunakan loker dan gantungan baju bersama. Kebiasaan pinjam-meminjam alat pribadi sering dijumpai pada santri di pesantren. Isa et al (2005)23 melaporkan bahwa perilaku sering memakai baju atau handuk bergantian dengan teman, tidur bersama dan berhimpitan dalam satu tempat tidur merupakan salah satu perilaku yang berperan dalam prevalensi skabies. Cara penularan skabies sama dengan pedikulosis, yakni secara kontak langsung dan tidak langsung.
7. Pesantren
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pesantren adalah asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji dsb; pondok. Menurut Dariansyah yang dikutip dari Muzakir25 suatu lembaga pendidikan islam dikatakan pesantren bila terdapat unsur Kyai/Syekh/Uztad yang mendidik serta mengajar, ada santri yang belajar, ada masjid dan ada pondok atau asrama tempat para santri bertempat tinggal.
8. Penyuluhan Kesehatan
Berdasarkan KBBI, penyuluhan merupakan cara, proses, perbuatan menyuluh; penerangan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan dari berbagai kegiatan yang berdasarkan prinsip belajar untuk mencapai keadaan dimana individu, kelurga atau masyarakat ingin hidup sehat, mengetahui caranya, melaksanakan apa yang dapat mereka kerjakan dan bila perlu mencari pertolongan.26 Penyuluhan kesehatan menggunakan beberapa metode, diantaranya dengan metode langsung dan metode tidak langsung.27 Penyuluhan dengan metode langsung menggunakan komunikasi tanpa perantara dan melakukan tanya jawab perorangan atau konseling secara langsung. Sedangkan penyuluhan kesehatan dengan metode tidak langsung menggunakan media perantara seperti radio, poster, booklet, leaflet, video, dan pameran.27
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
Berdasarkan media penyampaiannya, metode penyuluhan terbagi menjadi penyuluhan melalui media lisan, media cetak, dan media terproyeksi.28 Berdasarkan sasarannya, penyuluhan terbagi menjadi penyuluhan individual, kelompok, dan penyuluhan masyarakat.28
9. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.29 Menurut taufik (2007) yang dikutip dari Simanullang29 pengetahuan merupakan penginderaan manusia atau hasil tahus seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Penginderaan terjadi menggunakan panca indera manusia, yaitu pendengaran, penciuman, penglihatan, rasa, dan raba.29
10. Jakarta Timur
Jakarta Timur adalah salah satu kotamadya di DKI Jakarta dengan luas wilayah 661,62 km2. Di bagian utara, Jakarta Timur berbatasan dengan Jakarta Pusat dan Jakarta Utara; di bagian selatan selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor; di bagian barat berbatasan dengan Jakarta Selatan; di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi.30 Letak geografis Jakarta Timur berada diantara 1060 49' 35'' Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan.30 Jumlah penduduk di Jakarta Timur mencapai 10 % dari total penduduk DKI Jakarta, yakni 1.959.022 jiwa.30 Iklim di Jakarta Timur panas dengan suhu rata-rata 270C. Curah hujan ratarata 2.000 mm per tahun yang terjadi maksimum sampai bulan Januari.30
11. Pesantren X
Pesantren X merupakan sekolah islam dengan sistem asrama yang terletak di daerah Jakarta Timur. Luas tanah Pesantren X adalah 12.500 m2 dan luas bangunannya 7.050 m2. Fasilitas yang tersedia di Pesantren ini yaitu asrama putra dengan 6 kamar, asrama putri dengan 2 rumah tanpa kamar, 1 aula, 1 perpustakaan, 1 masjid, 2 bangunan sekolah, 1 lapanganutama, 1 lapangan bawah, 1 laboratorium komputer, 1 kantin, 1 poskestren, 1 toko buku, dan 1 wartel. Pesantren X terdiri dari 2 tingkatan, yaitu Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) dan Madrasah Aliyah (setingkat SMA). Total santri di Pesantren X adalah 220 santri, terdiri dari 120 santri Madrasah Tsanawiyah dan 100 santri Madrasah Aliyah. Total guru pesantren
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
berjumlah 36 orang dan pengurus pesantren berjumlah 15 orang. Jumlah santri yang mengikuti penelitian ini berjumlah 151 orang. Hal ini disebakan karena pengambilan data penelitian dilakukan pada hari Sabtu dimana sebagian santri sedang pulang ke rumah masingmasing. Santri di Pesantren X berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mayoritas santri di Pesantren ini bersal dari daerah Jakarta Timur dan sekitarnya. Meskipun berasal dari daerah Jakarta, mayoritas latar belakang keluarga santri adalah keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang. Penelitian dilakukan pada 151 responden, terdiri dari responden laki-laki berjumlah 88 orang (58,3%) dan perempuan 63 orang (41,7%).
Metode Penelitian Desain penelitian yang dipakai adalah pre-post study. Penelitian dilangsungkan di Pesantren X, Jakarta Timur pada tanggal 22 Januari 2011. Terdapat tiga variabel pada penelitian ini, yaitu variabel dependen (tingkat pengetahuan tentang penularan pedikulosis), variabel independen (penyuluhan), dan variabel perancu (usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan). Populasi target penelitian ini yaitu santri pesantren. Santri Pesantren X Jakarta Timur menjadi populasi terjangkau, sedangkan seluruh santri pesantren X yang hadir saat pengambilan data menjadi sampel penelitian ini. Kriteria inklusi adalah seluruh santri Pesantren X yang masih terdaftar sampai tanggal 22 Januari 2011. Kriteria ekslusi adalah santri Pesantren X yang tidak hadir saat penelitian dilakukan. Kriteria drop out adalah santri tidak hadir saat pengambilan data post-test namun hadir dan mengikuti pre-test. Besar sampel disesuaikan dengan jumlah santri pesantren X yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dimulai dengan memberikan penjelasan kepada santri tentang penelitian ini dan meminta kesediaan santri dalam berpartisipasi. Kemudian, santri diberikan pre-test kuesioner mengenai penularan pedikulosis. Setelah itu, santri mendapat penyuluhan oleh narasumber yang berkompeten mengenai materi penyuluhan. Kemudian, santri kembali diberikan kuesioner post-test mengenai penularan pedikulosis. Pertanyaan kuesioner pre-test dan post-test sama. Setelah diperiksa kelengkapannya oleh peneliti, data diolah menggunakan program SPSS 16.0 dengan terlebih dulu dikelompokkan ke dalam skala nominal, ordinal, atau scale . Interpretasi analitik digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel. Analisis data dilakukan menggunakan uji marginal homogeneity. Penelitian ini menggunakan dua jenis analisis data,
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat memperlihatkan penyajian distribusi frekuensi dari analisis distribusi variabel dependen dan variabel independen, sedangkan analisis bivariat memperlihatkan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen.
Hasil Penelitian Tabel 1. memperihatkan karakteristik umur santri dalam penelitian berkisar antara 12-18 tahun. Santri terbanyak dalam penelitian ini berumur antara 16-18 tahun. Jumlah santri lakilaki lebih banyak dibanding santri perempuan, yaitu 88 orang. Jumlah santri Madrasah Tsanawiyah dan Madrash Aliyah dalam penelitian ini relatif sama. Tabel 1. Karakteristik Demografi Santri Pesantren X Jakarta Timur Variabel Usia
Kategori 12 - 13 14 - 15 16 - 18
Jumlah (%) 39 (25,8) 41 (27,1) 71 (47,1)
Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
88 (58,3) 63 (47,1)
Tingkat Pendidikan
Tsanawiyah 76 (50,3) Aliyah 75 (49,7)
Tabel 2. Perbandingan Tingkat Pengetahuan Santri Mengenai Penularan Pedikulosis Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Penyuluhan
Tingkat Pengetahuan Baik
Sedang
Kurang
Sebelum
9 (6%)
37 (24,5%)
105 (69,5%)
Sesudah
39 (25,8%)
51 (33,8%)
61 (40,4%)
Uji Marginal Homogenity p<0,01
Pada tabel 3. terlihat bahwa mayoritas skor jawaban kuesioner meningkat setelah diberikan penyuluhan. Peningkatan skor jawaban kuesioner terjadi pada pertanyaan nomor 12,13,14,dan 15, sedangkan penurunan skor jawaban kuesioner terjadi pada pertanyaan nomor 11 (Tuma dapat berpindah dari satu kepala ke kepala lainnya dengan cara …). Peningkatan
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
skor jawaban kuesioner tertinggi terjadi pada nomor 12 (Faktor yang mempengaruhi penularan tuma ...) dengang peningkatan sebesar 186 poin (24,6 %). Tabel 3. Proporsi Skor Jawaban terhadap Pertanyaan Mengenai Penularan Peduculosis Capitis No. Pertanyaan 11.
12. 13. 14. 15.
Tuma dapat berpindah dari satu kepala ke kepala lainnya dengan cara …
Skor Total Pre
Post
Skor Maks
104 (13,8 %)
74 (9,8%)
755
Faktor yang mempengaruhi penularan tuma ...
525 (69,5%)
711 (94,1%)
755
Penularan tuma dapat dicegah dengan …
273 (36,1%)
395 (52,3%)
755
Cara pencegahan tuma yang paling tepat adalah …
551 (72,9%)
616 (81,5%)
755
Mencuci rambut dengan sampo dapat menghilangkan 345 (45,7%) tuma secara keseluruhan …
380 (50,3%)
755
Pembahasan Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Restiana22 yang meneliti hubungan berbagai faktor risiko terhadap angka kejadian pedikulosis kapitis di salah satu asrama di Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa sebagian santri dalam penelitian ini (70,0%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik, jumlah santri berpengetahuan sedang berjumlah 21,3% sedangkan jumlah santri berpengetahuan buruk berjumlah 8,8%. Santri yang diteliti adalah santri perempuan dengan jenjang pendidikanMTs dan MA. Perbedaan hasil tingkat pengetahuan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan standar kurikulum pada masing-masing pesantren. Pada pesantren ini, para santri diajarkan pelajaran IPA sehingga telah mengetahui sebelumnya tentang pedikulosis. Restiana22 juga melaporkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna yang singnifikan antara faktor tingkat pendidikan dengan kejadian pedikulosis (p>0,5). Pengaruh Penyuluhan terhadap Tingkat Pengetahuan Santri Mengenai Penularan Pedikulosis Berdasarkan hasil penelitian ini, penyuluhan efektif dalam meningkatkan pengetahuan santri
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
mengenai penularan pedikulosis (p<0,10). Peningkatan jumlah santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik yang terjadi setelah diberikan penyuluhan yaitu dari 6% menjadi 25,8%. Sebaliknya, terjadi penurunan jumlah santri yang memiliki tingkat pengetahuan kurang dari 69,5% menjadi 40,4%. Peningkatan tersebut terjadi karena santri yang mengikuti penyuluhan telah terbiasa menerima materi dalam bentuk ceramah sehingga mereka dapat menyimak dan memahami dengan baik. Materi yang diberikan yaitu tentang pedikulosis merupakan materi yang baru bagi para santri sehingga mereka tertarik dan bersemangat menyimak topik penyuluhan. Selain itu, penyuluh merupakan dokter yang mengerti akan topik yang dibawakan dan berpengalaman dalam memberikan penyuluhan dengan cara yang menarik dan mudah dipahami santri sehingga menjadi salah satu faktor pendukung peningkatan pengetahuan santri. Metode ceramah merupakan metode yang sudah sejak lama dipergunakan untuk menyampaikan informasi dalam proses belajar. Metode ceramah baik digunakan apabila penyuluhan lebih dari lima belas orang, dengan sasaran yang berpendidikan tinggi aatau rendah.31 Menurut Suprapto (dikutip dari Pasaribu27) menyatakan bahwa dalam penyuluhan dengan metode ceramah terjadi komunikasi dua arah antara santri dan penyuluh sehingga terjadi interaksi antara penyuluh dan santri. Penyuluhan dengan metode lain seperti buku bacaan menarik (komik) juga memberikan perbedaan bermakna terhadap peningkatkan pengetahuan santri. Penyuluhan dengan metode ceramah memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan metode komik karena pada metode ceramah terjadi komunikasi dua arah sedangkan pada penyuluhan dengan metode komik komunikasi yang terjadi hanya satu arah.27 Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Munawaroh31 yang menyatakan bahwa pemberian penyuluhan kesehatan pada siswa SMA dengan metode ceramah lebih efektif dibandingkan dengan metode leaflet. Proporsi Skor Jawaban Terhadap Pertanyaan Mengenai Penularan Pedikulosis Pertanyaan mengenai penularan pedikulosis pada kuesioner terdiri dari 5 soal. Skor maksimal tiap soal adalah 5 dan santri diizinkan untuk menjawab lebih dari 1 jawaban di tiap soal. Sebagian santri banyak menjawab salah pada pengisian kuesioner sebelum penyuluhan sehingga menghasilkan skor yang rendah. Skor yang mengindikasikan tingkat pengetahuan mereka tergolong rendah. Setelah diberikan penyuluhan, jawaban benar terhadap pertanyaan kuesioner meningkat dan jawaban salah berkurang sehingga didapatkan peningkatan pengetahuan yang bermakna.
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
Dari lima pernyataan di kuesioner, dapat dikatakan bahwa skor santri yang diperoleh setelah penyuluhan secara umum meningkat dibandingkan dengan skor sebelum penyuluhan. Meskipun demikian, belum semua soal mencapai skor kategori baik. Oleh karena itu, penyuluhan perlu diberikan secara teratur dan berulang sehingga pengetahuan santri meningkat.
Kesimpulan Penyuluhan efektif meningkatkan pengetahuan santri yang terlihat dari meningkatnya jumlah santri yang memiliki tingkat pengetahuan baik pada post-test. Saran 1. Pemberian penyuluhan yang berulang dan teratur perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan santri agar mencapai kategori baik. 2. Penyuluhan dilakukan dengan menggunakan media penyuluhan yang lebih beragam, seperti leaflet, poster, film, dan lain-lain. 3. Penyuluhan yang teratur dapat diberikan oleh guru dan santri-santri yang sebelumnya telah mendapatkan penyuluhan. 4. Memperbaiki metode penyuluhan dengan menambah sesi diskusi kelompok kecil setelah diberikan materi oleh penyuluh. Kepustakaan 1. Feldmeier H, Heukelbach J. Epidermal parasitic skin disease: a neglected category of poverty-associated plagues. Bull World Health Organ. 2009; 87: 152-59. 2. Sidoti E, Bonura F, Paolini G, Tringali G. A survey on knowledge and perception regarding head lice on a sample of teachers and students in primary school of north and south of Italy. J Prev Med Hyg. 2009;50: 141-51. 3. Heukelbach J, Wilcke T, Winter B, Feldmeier H. Epidemiology and morbidity of scabies and pediculosis capitis in resource-poor communities in Brazil. British Journal od Dermatology. 2005;153:150-56. 4. Soleimani M, zare Sh, Hanafi-Bjod AA, Amir-Haidarshah M. The epidemiology aspect of pediculosis in primary school of Qeshm, South of Iran. JMed. 2007;7(2):299-302.
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian pedikulosis kapitis pada murid kelas III, IV, V, dan VI SDN 019 Tebing Tinggi Okura kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru. 2009. [inpres]. 6. Riswandi SF. Efek penyuluhan terhadap penanggulangan penyakit pedikulosis kapitis di dua pondok pesantren [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 1996. 7. Speare R, Buettner P. Head lice in pupils of a primary school in Australia and implication for control. International Journal of Dermatology. 1999;38:285-90. 8. Dhofier Z. Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai. Jakarta: LP3ES; 1982. 9.
Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: EGC; 2005.
10. Martinez-Diaz GJ, Mancini AJ. Head lice: diagnosis and therapy. Dermatology Nursing. 2010. 11. Leung AKC, Fong JHS, Pinto-Rojas A. Pediculosis capitis. J Pediatr Health Care. 2005;19(6): 363-373. 12. Guidelines for treatment of pediculosis capitis (Head Lice). Canada: District Health Authority Public Health Service and Department of Health Promotion and Protection.; 2008 Feb. p.23. 13. Winnipeg Regional Health Authority. Head lice: life cycle and characteristic. [internet]. 2008 [updated on 2008 Feb; cited on 2012 Jan 17]. Available from: http://www.wrha.mb.ca/healthinfo/a-z/lice/files/HeadLice_LifeCycle.pdf 14. Frankowski BL, Weiner LB. Head lice. American Academy of Pediatrics. 2002;110(3):638-48. 15. Dearborn FM. Disease of the skin: including the exanthemata. Delhi: B. hJain Publisher. 2002. 16. Head lice: a lousy problem. North Dakota: Department of Health division of Maternal and Child Health; 2002. p.30. 17. Bachok N, Nordin RB, Awang CW, Ibrahim NA, Naing L. Prevalence and associated factors of head lice infestation among primary school children in Kelantan, Malaysia. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2006;37(3):536-43. 18. Bloomfield D. Head lice. Pediatrics in Review. 2002;23(1); 34-35 19. Speare R, Buettner P. Head lice in pupils of a primary school in Australia and implication for control. International Journal of Dermatology. 1999;38:285-90.
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
20. Govere JM, Speare R, Durrheim DN. The prevalence of pediculosis in rural South African school children. South African Journal of Science. 2003;99:21-23. 21. Takano-Lee M, Edman JD, Mullens BA, Clark JM. Transmission potential of the human head louse, pediculosis capitis (Anopura pediculidae). International Society of Dermatology. 2005;44: 811-16. 22. Restiana R, Aminah S. Hubungan berbagai faktor risiko terhadap angka kejadian pedikulosis kapitis di asrama. [disertasi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2010. 23. Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada pesantren di Kabupaten Aceh Besar [disertasi]. Medan: USU e-Repository; 2008 [cited on 2011 Aug 10]. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6797/1/047023015.pdf 24. Sungkar S. Beberapa aspek epidemiologi pedikulosis kapitis. Majalah Kedokteran Indonesia. 1994;44(10): 640-4. 25. Ma’arufi I, Keman S, Notobroto HB. Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit scabies: studi pada santri di pondok pesantren kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;2(1):11-18. 26. Djuhaeni H. Kebijakan departemen kesehatan tentang PKMRS pada penyuluhan kelompok bagi RS Swanta Se-Jabar. Bandung. [internet]. 1993. [cited on 2012 Jan 20]. Diunduh dari: http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/kebijakan_departemen_kesehatan_tentang_pkmrs1.pdf 27. Pasaribu HER. Perbandingan penyuluhan kesehatan metode ceramah tanya jawab dengan penyuluhan kesehatan menggunakan buku kecacingan dalam mencegah reinfeksi Ascaris lumbricoides pada anak sekolah dasar [thesis]. Semarang: Pascasarjana Universitas Diponegoro; 2005. 28. Pulungan R. Pengaruh metode penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD di kecamatan Helvetia. [Disertasi]. 2007. [cited on 2012 Jan 25]. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6813/1/09E01341.pdf 29. Simanullang MSD. Hubungan antara tingkat pengetahuan suami tentang perawatan kehamilan dengan partisipasi suami dalam perawatan kehamilan di klinik bersalin Mariani Medan. [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010. 30. Demografi Jakarta Timur. [Internet]. 2011[cited on 2011 Oct 22]. Diunduh dari: http://timur.jakarta.go.id/v10/?page=Demografi
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012
31. Munawaroh S. Sulistyorini A. Efektifitas metode ceramah dan leaflet dalam peningkatan pengetahuan remaja tentang seks bebas di SMA Negeri Ngrayun. Universitas Ponorogo Muhammnadiyah. 2010
Efektivitas penyuluhan…, Irene Ramadhani Putri, FK UI, 2012