EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN MENGENAI PENCEGAHAN SKABIES PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN Anry Umara dan Prof. dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, SpParKb a
Program Studi: S1 Reguler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan b Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
[email protected] ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan perbandingan tingkat usia, pendidikan, jumlah sumber informasi, serta sumber informasi paling berkesan dengan tingkat pengetahuan santri tentang pencegahan penyebaran parasit Sarcoptes scabiei sebelum dan sesudah penyuluhan. Para santri pesantren X di Jakarta Selatan dikumpulkan untuk kuesioner pretest, selanjutnya diberi penyuluhan tentang pencegahan scabies, dan kemudian diberi kuesioner posttest setelah penyuluhan. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam komputer kemudian diuji dan dianalisa dengan program SPSS 21. Subjek penelitian ini didominasi oleh siswa SD/Imtihan dan SMP/tsanawiyah (89%), berusia ≥17 tahun (81%), mendapat informasi dari ≤3 Sumber (90%), dan informasi berasal dari petugas kesehatan/dokter (68%). Dari variabel-variabel yang dinilai dalam penelitian ini (usia, tingkat pendidikan, jumlah sumber informasi, serta sumber informasi paling berkesan), terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pretest mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara sampel dengan sumber informasi paling berkesan berasal dari petugas kesehatan dengan non petugas kesehatan (p=0,004), serta terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara sampel dengan jumlah sumber informasi >3 dan ≤3 (p=0,032). Terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum penyuluhan dengan setelah penyuluhan (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa penyuluhan tentang pencegahan Sarcoptes scabiei pada para santri di pondok pesantren X di Jakarta Selatan dinilai cukup efektif. Kata kunci: Kuesioner; pencegahan; penyuluhan; posttest; pretest; skabies
ABSTRACT This study was conducted to determine the distribution and comparison of age, education, number of information resources, and the most impressive information resources about the prevention of scabies before and after counseling in the student of pesantren X at South Jakarta. The students were collected to be given pretest questionnaire, then counseling of scabies prevention, and posttest questionnaire after counseling. The data obtained were entered into a computer and then tested and analyzed with SPSS 21. The subjects of this study were dominated by elementary school/Imtihan and junior high school/Tsanawiyah students (89%), aged ≥17 years (81%), being informed from ≤3 sources (90%), and information derived from the health officer (68%). Of the
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
variables assessed in this study, there are level of knowledge differences about the prevention of scabies in pretest among a sample with the most memorable information from health officers and non-health officers (p=0.004), and there were level of knowledge differences about the prevention of scabies in posttest between samples with a amount of information resources >3 and ≤3 (p=0.032). There were significant knowledge differences between pretest and posttest (p=0.000). Education about prevention awareness against Sarcoptes scabiei to the student of pesantren X in South Jakarta was quite effective. Keywords: Education; posttest; pretest; prevention; questionnaire; scabies
Latar Belakang Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Prevalensi skabies dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi yang rendah, kebersihan yang kurang baik, dan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah
satu
tempat
prevalensi
penyebaran
skabiesadalah
pesantren.Pesantren ialah sekolah Islam yang murid atau santrinya tinggal bersama di dalam asrama. Asrama pesantren biasa ditempati sekitar 8 sampai 30 setiap kamarnya tergantung besar kamar tersebut dan memungkinkan para santri berbagi alas tidur, bertukar handuk atau pakaian. Informasi tentang skabiesjuga tidak diajarkan di pesantren sehingga para santri tidak mengerti pencegahan penyakit tersebut. Para santri yang terinfestasi tungau mengalami gatal sepanjang hari selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Akibat gatal dan garukan yang menyebabkan lecet, dapat timbul infeksi sekunder yang menyebabkan demam dan menurunkan produktivitas para santri dalam pembelajaran. Untuk pengobatan scabies harus dilakukan kepada semua santri yang tertular secara bersamaan. Para santripun harus mebiasakan perilaku hidup bersih baik yang tidak tertular maupun yang tertular untuk upaya pencegahan penularan skabies. Santri juga perlu diberikan pengetahuan mengenai skabies melalui penyuluhan. Untuk mengetahui efektivitas penyuluhan
terhadap tingkat
pengetahuan para santri mengenai skabies sebelum dan sesudah penyuluhan perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini akan dilakukan di salah satu pesantren di Jakarta Selatan.
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
Skabiesadalah penyakit kulit menular yang disebabkan infeksi pasarit Sarcoptes scabiei. Skabiesini termasuk penyakit kulit yang dapat mengenai siap saja tanpa memandang suku, ras, warna kulit dan usia di seluruh dunia. Pada umumnya skabiesdapat ditemui di tempat pemukiman yang padat dengan orangorang seperti tempat penitipan anak, pasti asuhan, panti jompo, rumah sakit dan tempat-tempat lainnya yang dilingkungannya banyak sekali terjadi kontak antara kulit manusia. Penularan skabiesdiperantai oleh tungau betina Sarcoptes scabiei yang sudah dibuahi atau oleh nimfa.Tungau betina yang telah dibuahi ini hanya dapat merayap dari permukan kulit penular ke permukaan kulit yang tertular. Oleh sebab itu, penularan paling sering terjadi melalui kontak dengan kulit penderita baik secara langsung bersentuhan ataupun tidak langsung seperti tidur di ranjang yang sama dengan penderita, menggunakan pakaian penderita, dll.12 Ketika tungau tersebut berada di permukaan kulit yang tertular, tungau akan mencari bagian kulit yang memiliki stratum korneum tipis untuk membuat terowongan, pada umumnya di daerah predileksi.13 Setelah infestasi, masa inkubasi tungau ini sangat bervariasi, bisa dalam berbulan-bulan bahkan bisa hanya dalam seminggu. Sekitar dua sampai empat minggu setelah infestasi akan mulai muncul gejala dan tanda sensitisasi.13-15 Sensitisasi tersebut mengakibatkan muncul lesi berupa papul, vesikel, dan utrikel yang diikuti dengan rasa gatal. Manifestasi utama yang dapat dilihat pada penderita skabies adalah adanya terowongan-terowongan pada permukaan kulit
disertai papul-papul dan rasa
gatal. Rasa gatal ini biasanya muncul pada malam hari yang disebut pruritus nokturna atau biasanya saat berkeringat dikarenakan suhu yang tinggi.Rasa gatal pada umumnya hanya terasa pada lesi. Tetapi pada skabieskronis, rasa gatal hebat ini bisa terasa di seluruh tubuh tidak hanya pada lesi.2 Pada permukaan kulit yang tipis seperti sela jari, pergelangan tangan dan kaki, aksila, umbilikus, penis, areola mammae dan di bawah payudara wanita.1,2 tampak terowongan yang dibentuk oleh tungau skabies berbentuk sedikit
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
meninggi, berkelok-kelok dan berwarna putih keabu-abuan. Pada kasus yang parah lesi kulit ini dapat menghitam dan menebal. Jarang ditemukan didaerah punggung atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut, telapak kaki dan tangan pada orang dewasa; tetapi pada anak kecil, daerah tersebut dapat terkena bahkan pada bayi bisa mengenai seluruh badan. Tanda skabiespada penderita yang masih bayi biasanya muncul di daerah ketiak, kepala, wajah, selangkangan, bokong, dan kadang di telapak tangan dan kaki. Tanda-tanda yang terlihat dapat berupa vesikel, pustul dan nodul.2 Sensitisasi kulit terhadap sekret, ekskret, dan telur yang dikeluarkan tungau ketika menggali terowongan inilah yang menyebabkan rasa gatal.1,2 Rasa gatal ini lah yang memicu untuk menggaruk dan menyebabkan luka lecet pada kulit. Pada luka lecet tersebut dapat terjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri. Kemudian infeksi sekunder ini bisa menyebabkan timbulnya pustul dan dapat terjadi pembesaran pada kelenjar getah bening. Diagnosis skabies ditegakan apabila ditemukan dua dari empat tanda dibawah ini: 1. Pruritus nokturna, serangan gatal yang hebat pada malam hari. 2. Orang yang berdekatan dengan penderita mengalami gejala yang sama. 3. Munculnya bercak jejas terowongan yang berkelok-kelok atau lurus berwarna keabuan dan terdapat papul atau vesikel di ujungnya yang sering disertai pustul bila terinfeksi bakteri. Panjang terowongan rata-rata 1 cm. 4. Penemuan tungau pada tubuh penderita adalah diagnosis pasti.20 Diagnosis banding skabies secara lengkap adalah Impetigo, Contact dermatitis, Atopic dermatitis, Dermatitis herpetiformis, Seborrheic dermatitis, Folliculitis, Papular
urticaria
from
other
insect
manifestations,
Lymphoma
and
pseudolymphoma (apabila skabiestampak seperti nodul), Linear immunoglobulin A bullous dermatosis, Pityriasis rosea, dan Psoriasis. Konsep pencegahan skabiessama dengan Preventive medicine.21 Konsep ini terbagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan pencegahan penyakit terhadap fase penyakit. Pembagiannya yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
Pencegahan primer dilakukan pada saat fase pre-patogenesis yaitu menggunakan promosi kesehatan dan perlindungan khusus.Promosi kesehatan disini yang dimaksud adalah memberikan informasi tentang skabiesseperti penyuluhan.Penyuluhan pun harus memperhatikan tingkat pendidikan dan budaya daerah tersebut untuk meningkatkan efektivitas penyuluhan. Sedangkan perlindungan khusus adalah dengan menjaga kebersihan diri, kuku tangan, pakaian, handuk, pakaian dalam dan tidak menggunakan peralatan pribadi bersama dengan orang lain. Pencegahan sekunder dilakukan pada saat fase patogenesis yaitu ketika ada seseorang yang sudah terkena penyakit skabies.Pada fase ini yang harus dilakukan adalah mencegah orang di sekitar penderita dari penularan dan dilakukan pengobatan untuk penderita.Cara pencegahan yang bisa dilakukan adalah sebisa mungkin menghindari kontak tubuh dalam waktu lama dengan penderita. Untuk kebaikan bersama penderita diisolasi terlebih dahulu semasa pengobatan agar tidak menularkan ke orang lain dan orang yang berada di sekitar penderita juga perlu diberi obat agar tidak terkena. Pencegahan
tersier
dilakukan
saat
penderita
skabiesdinyatakan
sembuh.Tujuan dari pencegahan ini supaya penderita dan orang disekitar penderita tidak terkena skabiesuntuk kedua kalinya. Semua pakaian, handuk, sprei, atau bahan kain yang digunakan dari lima terakhir oleh penderita harus dicuci dengan air panas agar seluruh tungau mati atau dicuci hingga bersih dengan deterjen dan dijemur di bawah matahari terik. Untuk barang yang tak bisa dicuci tetapi diduga masih ada tungau skabies, bisa dimasukan dalam kantong plastik tertutup. Lalu diisolasi di tempat yang tidak terjangkau selama seminggu sampai tungau mati kelaparan. Permetin adalah golongan obat pyrethoid.Permetrin sering digunakan sebagai bahan dasar insektisida.Obat ini bersifat sebagai antiparasit dengan spektrum luas dan dapat membunuh berbagai jenis arthropoda. Permetrin 5% dalam bentuk losion telah diakui aman untuk mengobati skabies oleh FDA di USA pada tahun 1989. Sulfur kurang efektif digunakan. Sulfur hanya efektif untuk membunuh tungau dan larva skabies tetapi tidak mematikan telur tungau skabies. Sulfur
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
memiliki keuntungan yaitu aman dipakai oleh anak-anak dengan setengah dosis orang dewasa, harga yang murah dan mudah didapatkan. Tetapi sulfur juga memilki kekurangan yaitu meninggalkan bau, meninggalkan noda dan memberikan sensai lengket yang tidak nyaman pada kulit. Desain Penelitian Studi ini memakai metode pre-post study untuk membandingkan tingkat pengetahuan santri tentang pencegahan scabies pada sebelum dan setelah penyuluhan. Penelitian ini dilakukan pada 9 Juni 2013 dan bertempat di pesantren X, Jakarta Selatan. Populasi target dari studi ini adalah siswa yang menetap pesantren X di Jakarta Selatan. Populasi terjangkau studi ini adalah siswa yang menetap di pesantren X di Jakarta Selatan, yang sedang belajardan hadir di lokasi penelitian pada saat pengambilan data. Sampel penelitian iniialah siswa pesantren yang sedang sekolah di pesantren Xsertahadir di lokasi penelitian saat pengambilan data, serta sesuai kriteria seleksi. Seluruh sampel yang dapat dijangkau akan diambil untuk dijadikan data pada penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dibuat.Peneliti mendatangi pesantren X untuk mengambil data penelitian.Lalu para santri yang menjadi responder dikumpulkan di tempat penyuluhan. Kemudian peneliti menjelaskan tujuan dan cara penelitian yang akan dilakukan. Setelah para santri yang menjadi responder mengerti dan menyutujui ikut serta penelitian ini, mereka akan diberi sebuah kuesioner sebelum penyuluhan mengenai pencegahan penyakit skabies. Selesai pengisian kuesioner, para responden akan diberikan penyuluhan tentang skabies skaligus sesi tanya jawab tentang skabies. Setelah sesi tanya jawab, para responden akan diberikan kuesioner yang sama. Setelah kuesioner telah terisi oleh rensponden, peneliti mengumpulkan kuesioner dan memeriksa kuesioner yang telah dijawab oleh responden. Data yang diperoleh dari kuesioner selanjutnya dimasukkan ke komputer ke dalam program SPSS 21. Data tersebut lalu dianalisa dengan menggunakan berbagai uji, diantaranya uji Kolmogorov Smirnov,normalitas data, Mann Whitney, Chi Square, Wilcoxon, dan Marginal homogeneity lalu hasil penelitian akan dituangkan dalam laporan penelitian.
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui oleh responden tentang pencegahan penyakit skabies.Data didapat dari kuesioner dan diukur dari hasil penilaian yang diberikan pada setiap jawaban responden. Tingkat pengetahuan akan dikategorikan menjadi tiga yaitu pengetahuan baik jika nilai ≥ 80%, pengetahuan cukup jika nilai 60-79% dan pengetahuan kurang jika nilai ≤ 59%.Penyuluhan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan santri akan penyebab penyakit skabies. Penyuluhan dalam penelitian ini dilakukan oleh para ahli yang kompeten di dalam bidang skabies.Penyuluhan dianggap efektif bila terdapat peningkatan tingkat pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan setelah penyuluhan. Efektivitas penyuluhan ini akan diuji dengan uji Wilcoxon sertamarginal homogenity dengan ketetapan batas kemaknaan p<0,05. Karakteristik Responden Penelitian Usia rata-rata sampel penelitian ialah 19,70 ± 3,92 tahun. Usiatertua sampel penelitian adalah 37 tahun dan termuda adalah 13 tahun.Dari tabel 4.1 di atas, terdapat data usia secara kategori dengan titik potong pada usia 17 tahun. Dari 100 sampel penelitian, terdapat 81 sampel (81%) yang memiliki usia ≥17 tahun, dan 19 sampel (19%) memiliki usia <17 tahun. Dapat dilihat ada 36 sampel (36%) memiliki tingkat pendidikan SD/Ibtidayah/Imtihan, SMP/Tsanawiyah,
dan
53 11
sampel sampel
(53%) (11%)
memiliki
tingkat
pendidikan
memiliki
tingkat
pendidikan
SMA/Aliyah. Sebagian besar sampel penelitian berada pada tingkat pendidikan SMP/Tsanawiyah. Peneliti juga mencari data jumlah informasi mengenai scabies yang diterima sampel penelitian. Dari 100 sampel penelitian, 50 sampel (50%) memperoleh informasi tentang scabies dari 1 sumber informasi, 27 sampel (27%) dari 2 sumber informasi, 13 sampel (13%) dari 3 sumber informasi, 5 sampel (5%) dari 4 sumber informasi, dan 5 sampel (5%) dari ≥5 sumber informasi. Sebagian besar sampel penelitian memperoleh informasi tentang scabies dari 1 sumber informasi. Lalu peneliti mengkategorikan jumlah sumber informasi menjadi 2 kategori, yaitu jumlah sumber informasi ≤3 dan >3.Sebanyak 90
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
sampel (90%) mendapat informasi dari ≤3 sumber informasi dan 10 sampel (10%) mendapat informasi dari >3 sumber informasi. Berdasarkan sumber informasi yang paling berkesan, sampel penelitian dibagi menjadi 2 kategori, yaitu yang mendapat informasi dari petugas kesehatan/dokter dan non petugas kesehatan. Pada penelitian ini 68 sampel (68%) mendapat informasi dari petugas kesehatan/dokter, dan sisanya 32 sampel (32%) mendapat dari non petugas kesehatan. Sebanyak 68 sampel (68%), mendapat informasi mengenai scabies dari dokter. Jenis sumber informasi yang paling tak berkesan berasal dari radio dan internet, secara berturut-turut berjumlah 0 sampel (0%) dan 3 sampel (3%). Hubungan Berbagai Variabel SampelDengan Nilai Pretest (Tingkat Pengetahuan Sebelum Penyuluhan) Pada penelitian ini dilakukan pretest pada sampel sebelum dilakukan penyuluhan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mengenai pencegahan scabies sebelum penyuluhan. Nilai rata-rata pretest 44,12± 22,907. Nilai pretest terendah adalah 0 poin dan tertinggi sebesar 100 poin. Data pretest merupakan data numerik, sehingga peneliti menguji normalitas data menggunakan metode analitis dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil uj Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p = 0,000. Hasil uji ini menunjukkan distribusi nilai pretest tidak normal. Selanjutnya peneliti mentransformasikan data ke bentuk logaritma untuk menormalkan distribusi pretest yang tidak normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk logaritma data pretest adalah p = 0,000 yang berarti logaritma data pretest tidak normal. Oleh sebab itu, peneliti menarik kesimpulan bahwa distribusi data pretest tidak normal. Peneliti juga mengelompokkan data nilai pretest secara kategorik. Dari 100 subjek, terdapat 12 subjek (12%) yang mempunyai pengetahuan baik (nilai ≥80 poin), 11 subjek (11%) mempunyai pengetahuan sedang (nilai 60-79 poin), dan 77 sampel (77%) mempunyai pengetahuan buruk (<60 poin).
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
Hubungan Berbagai Variabel Sampel Dengan Nilai Posttest (Tingkat Pengetahuan Setelah Penyuluhan) Pada penelitian ini dilakukan posttest pada sampel setelah dilakukan penyuluhan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mengenai pencegahan scabies setelah penyuluhan. Nilai rata-rata posttest 56,36 ± 23,497. Nilai posttest terendah 8 poin dan tertinggi 100 poin. Data posttest merupakan data numerik, sehingga peneliti menguji normalitas data menggunakan metode analitis dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil uj Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p = 0,002. Hasil uji ini menunjukkan distribusi nilai posttest tidak normal. Selanjutnya peneliti mentransformasikan data ke bentuk logaritma untuk menormalkan distribusi posttest yang tidak normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk logaritma data posttest adalah p = 0,000 yang berarti logaritma data posttest tidak normal. Oleh sebab itu, peneliti menarik kesimpulan bahwa distribusi data posttest tidak normal. Peneliti juga mengelompokkan data nilai posttest secara kategorik. Dari 100 subjek, terdapat 23 subjek (23%) yang mempunyai pengetahuan baik (nilai ≥80 poin), 22 subjek (22%) mempunyai pengetahuan sedang (nilai 60-79 poin), dan 55 sampel (55%) mempunyai pengetahuan buruk (<60 poin). Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Pencegahan Skabies Pada Sebelum dan Sesudah Penyuluhan. Data numerik pada pretest dan posttest memiliki distribusi yang tidak normal.
Oleh
karena
itu,
peneliti
menggunakan
uji
Wilcoxon
untuk
membandingkan atau mencari hubungan antar kedua data berpasangan tersebut. Hasil uji Wolcoxon adalah p=0,000. Hal ini berarti terdapat perbedaan antara nilai pretest dan posttest (tingkat pengetahuan tentang pencegahan skabies) yang bermakna antara sebelum penyuluhan dengan sesudah penyuluhan. Peneliti
juga
menggunakan
uji
Marginal
homogeneity
setelah
mengkategorikan nilai pretest maupun posttest menjadi kategori tingkat pengetahuan baik (≥80 poin), sedang (60-79 poin), dan kurang (<60 poin). Hasil uji Marginal homogeneity adalah p=0,000. Hasil uji ini menunjukkan bahwa
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
terdapat perbedaan antara nilai pretest dan posttest (tingkat pengetahuan tentang pencegahan skabies) yang bermakna antara sebelum penyuluhan dengan sesudah penyuluhan.. Hasil uji Marginal Homogeneity ini serupa dengan uji Wilcoxon. Hubungan Berbagai Variabel SampelDengan Nilai Pretest (Tingkat Pengetahuan Sebelum Penyuluhan) Data pretest pada penelitian ini merupakan data numerik, sehingga peneliti menguji normalitas data menggunakan metode analitis dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Penulis memilih uji analitis disbanding uji deskriptif karena uji analitis lebih objektif serta lebih sensitif dibandingkan uji deskriptif yang menggunakan berbaagai histogram dan plot. Uji Kolmogorov-Smirnov dipilih sebagai uji normalitas data karena jumlah sampel yang besar (>50 sampel), dimana bila jumlah sampel yang kecil (≤50 sampel) akan dipakai Uji ShapiroWilk. Dari hasil uj Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p = 0,000. Hasil uji ini menunjukkan distribusi nilai pretest tidak normal karena nilai p<0,05. Selanjutnya peneliti mentransformasikan data ke bentuk logaritma untuk menormalkan distribusi pretest yang tidak normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk logaritma data pretest adalah p = 0,000 yang berarti logaritma data pretest tidak normal. Oleh sebab itu, peneliti menarik kesimpulan bahwa distribusi data pretest tidak normal. Peneliti juga mengelompokkan data nilai pretest secara kategorik. Dari 100 subjek, terdapat 12 subjek (12%) yang mempunyai pengetahuan baik (nilai ≥80 poin), 11 subjek (11%) mempunyai pengetahuan sedang (nilai 60-79 poin), dan 77 sampel (77%) mempunyai pengetahuan buruk (<60 poin). Variabel-variabel yang ingin dinilai hubungannya dengan nilai pretest (baik saat nilai pretest dalam bentuk data numerik maupun kategorik) adalah tingkat pendidikan, usia, jumlah informasi yang didapat, dan sumber informasi yang paling berkesan. Tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu SMA/Aliyah dan gabungan SMP/Tsanawiyah dengan SD/Imtihan. Usia dibagi menjadi 2 kategori dengan titik potong pada usia 17 tahun. Jumlah informasi yang diterima dibagi menjadi 2 kategori, yaitu >3 sumber informasi dan ≤3 sumber informasi. Sumber informasi yang paling berkesan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu dari petugas kesehatan/medis dan non petugas kesehatan.
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
Bila menggunakan data numerik dari nilai pretest, penguji menggunakan uji Mann Whitney karena distribusi data yang tidak normal pada kelompok data yang tak berpasangan. Hasil uji Mann Whitney pada variabel tingkat pendidikan, usia, dan jumlah informasi menunjukkan nilai p > 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pretest mengenai pencegahan scabies yang bermakna antara kategori dalam variabel tingkat pendidikan, usia, dan jumlah informasi yang diterima oleh subjek penelitian. Pada variabel jenis sumber informasi yang paling berkesan (dibagi menjadi dari medis dan non medis) didapatkan nilai p = 0,004. Karena nilai p < 0,05, maka dari uji ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pretest mengenai pencegahan scabies yang bermakna antara subjek dengan informasi paling berkesan yang berasal dari petugas kesehatan/medis dan non petugas kesehatan. Dengan menggunakan data kategorik, peneliti menggunakan uji Chi Square yang dilanjutkan uji Kolmogorov Smirnov bila syarat uji Chi Square tidak terpenuhi. Syarat uji chi square adalah jumlah sel yang memiliki expected count<5 tidak boleh melebihi 20% keseluruhan sel.Hasil uji Chi Square pada seluruh variabel (tingkat pendidikan, usia, jumlah informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan) menunjukkan ketidak layakan uji karena seluruh variabel memiliki 2 sel (33%) yang memiliki expected count<5. Oleh karena itu, peneliti memakai uji Kolmogorov Smirnov. Hasil uji Kolmogorov smirnov pada seluruh variabel menunjukkan nilai p > 0,05. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pretest mengenai pencegahan scabies yang bermakna antara kategori dalam variabel tingkat pendidikan, usia, jumlah informasi, dan sumber informasi yang diterima oleh subjek penelitian. Dari hasil kedua uji dengan menggunakan data numerik (Uji Mann Whitney) dan dengan data kategorik (Uji Kolmogorov Smirnov) hanya memiliki satu perbedaan hasil, yaitu pada variabel sumber informasi yang paling berkesan. Namun, peneliti lebih memilih menarik kesimpulan dari hasil uji Mann Whitney yang menggunakan numerikkarena data nilai pretest numerik yang tersaji lebih mencerminkan kondisi sesungguhnya tanpa adanya kerancuan pengambilan titik potong nilai pretest yang sesungguhnya.
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
Hubungan Berbagai Variabel SampelDengan Nilai Posttest (Tingkat Pengetahuan Setelah Penyuluhan) Data posttest pada penelitian ini merupakan data numerik, sehingga peneliti menguji normalitas data menggunakan metode analitis dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Penulis memilih uji analitis dibanding uji deskriptif karena uji analitis lebih objektif serta lebih sensitif dibandingkan uji deskriptif yang menggunakan berbagai histogram dan plot. Uji KolmogorovSmirnov dipilih sebagai uji normalitas data karena jumlah sampel yang besar (>50 sampel), dimana bila jumlah sampel yang kecil (≤50 sampel) akan dipakai Uji Shapiro-Wilk. Dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p = 0,000. Hasil uji ini menunjukkan distribusi nilai posttest tidak normal karena nilai p<0,05. Selanjutnya peneliti mentransformasikan data ke bentuk logaritma untuk menormalkan distribusi posttest yang tidak normal. Hasil uji KolmogorovSmirnov untuk logaritma data posttest adalah p = 0,002 yang berarti logaritma data posttest tidak normal. Oleh sebab itu, peneliti menarik kesimpulan bahwa distribusi data posttest tidak normal. Peneliti juga mengelompokkan data nilai posttest secara kategorik. Dari 100 subjek, terdapat 23 subjek (23%) yang mempunyai pengetahuan posttest baik (nilai ≥80 poin), 22 subjek (22%) mempunyai pengetahuan sedang (nilai 60-79 poin), dan 55 sampel (77%) mempunyai pengetahuan buruk (<60 poin). Variabel-variabel yang ingin dinilai hubungannya dengan nilai posttest (baik saat nilai posttest dalam bentuk data numerik maupun kategorik) adalah tingkat pendidikan, usia, jumlah informasi yang didapat, dan sumber informasi yang paling berkesan. Tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu SMA/Aliyah dan gabungan SMP/Tsanawiyah dengan SD/Imtihan. Usia dibagi menjadi 2 kategori dengan titik potong pada usia 17 tahun. Jumlah informasi yang diterima dibagi menjadi 2 kategori, yaitu >3 sumber informasi dan ≤3 sumber informasi. Sumber informasi yang paling berkesan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu dari petugas kesehatan/medis dan non petugas kesehatan. Bila menggunakan data numerik dari nilai posttest, penguji menggunakan uji Mann Whitney karena distribusi data yang tidak normal pada kelompok data
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
yang tak berpasangan. Hasil uji Mann Whitney pada variabel tingkat pendidikan, usia, dan sumber informasi menunjukkan nilai p > 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai pencegahan scabies yang bermakna antara kategori dalam variabel tingkat pendidikan, usia, dan sumber informasi yang diterima oleh subjek penelitian. Pada variabel jenis jumlah informasi yang paling berkesan (dibagi menjadi >3 info dan≤3 info) didapatkan nilai p = 0,032. Karena nilai p < 0,05, maka dari uji ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai pencegahan scabies yang bermakna antara subjek dengan jumlah informasi>3 dan ≤3 informasi. Dengan menggunakan data kategorik, peneliti menggunakan uji Chi Square yang dilanjutkan uji Kolmogorov Smirnov bila syarat uji Chi Square tidak terpenuhi. Syarat uji chi square adalah jumlah sel yang memiliki expected count<5 tidak boleh melebihi 20% keseluruhan sel. Hasil uji Chi Square pada variabel tingkat pendidikan, usia, dan jumlah informasi menunjukkan ketidaklayakan uji karena variabel-variabel tersebut memiliki 2 sel (33%) yang memiliki expected count<5. Sementara untuk variabel sumber informasi yang paling berkesan menunjukkan kelayakan uji chi square karena tidak terdapat sel yang memiliki expected count<5. Oleh karena itu, peneliti memakai uji Kolmogorov Smirnov untuk variabel tingkat pendidikan, usia, dan jumlah informasi serta chi square untuk variabel sumber informasi yang paling berkesan. Hasil uji Kolmogorov smirnov pada variabel tingkat pendidikan, usia, dan jumlah informasi menunjukkan nilai p > 0,05. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai pencegahan scabies yang bermakna antara kategori dalam variabel tingkat pendidikan, usia, dan jumlah informasi yang diterima oleh subjek penelitian. Hasil uji chi square menunjukkan p = 0,200. Oleh karena itu dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai pencegahan scabies yang bermakna antarasubjek dengan informasi paling berkesan yang berasal dari petugas kesehatan/medis dan non petugas kesehatan.
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
Dari hasil kedua uji dengan menggunakan data numerik (Uji Mann Whitney) dan dengan data kategorik (Uji Kolmogorov Smirnov) hanya memiliki satu perbedaan hasil, yaitu pada variabel jumlah informasi yang paling berkesan. Namun, peneliti lebih memilih menarik kesimpulan dari hasil uji Mann Whitney yang menggunakan numerik karena data nilai posttest numerik yang tersaji lebih mencerminkan kondisi sesungguhnya tanpa adanya kerancuan pengambilan titik potong nilai posttest yang sesungguhnya. Hubungan antara kelima nilai soal tentangpencegahan scabies antara sebelum dan sesudahpenyuluhan dihitung dengan uji Wilcoxon sebab data nilai pretest dan post test merupakan data numerik. Uji Wilcoxon menunjukkan seluruh soal memiliki nilai p=0,000 yang artinya terdapat perbedaan pengetahuan tentang pencegahan scabies dari tiap soal yang bermakna antara sebelum dan setelah penyuluhan. Kesimpulan • Subjek penelitian ini didominasi oleh siswa SD/Imtihan dan SMP/tsanawiyah (89%), berusia ≥17 tahun (81%), mendapat informasi dari ≤3 Sumber (90%), dan informasi berasal dari petugas kesehatan/dokter (68%). • Tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pretest mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara variabel usia, tingkat pendidikan, dan jumlah sumber informasi. • Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pretest mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara sampel dengan sumber informasi paling berkesan berasal dari petugas kesehatan dengan non petugas kesehatan (p=0,004). • Tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara variabel usia, tingkat pendidikan, dan sumber informasi yang paling berkesan. • Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai pencegahan skabies yang bermakna antara sampel dengan jumlah sumber informasi >3 dan ≤3 (p=0,032). • Terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum penyuluhan dengan setelah penyuluhan (p=0,000).
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
Saran Penting untuk dilakukan penelitian dan penyuluhan serupa mengenai scabies di masa mendatang dan tempat yang beragam untuk menjaga dan meningkatkan tingkat pengetahuan siswa. Daftar Pustaka 1.
Effendi EH. Skabies [powerpoint presentation]. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI / RSCM; 2009.
2.
Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: A ubiquitous neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2006;6:769–79.
3.
Sunderkötter C, Mayser P, Fölster-Holst R, A.Maier W, Kampen H, Hamm H. Scabies. JDDG. 2007;5:424-30.
4.
Ma’rufi I, Keman S, Notobroto HB. Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit scabies - studi pada santri di pondok pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2005;2(1):11-8.
5.
Linda B, Steven W. The herbal drugstore: The best natural alternatives to over-the-counter and prescription medicine. Rodale Inc. 2000.
6.
Parker J, Parker P. The official patient’s sourcebook on scabies: A revised and updated directory for the internet age. San Diego: ICON Health Publications; 2002.
7.
Angeles RM. A closer look at sarcoptes scabiei. Arch Pathol Lab Med. 2005;129(6):810.
8.
Samuel W, Kocan A, Pybus M, Davis J. Parasitic diseases of wild mammals: Iowa State University Press; 2001.
9.
Robertson H. Sarcoptes scabiei (scabies or itch mite) [Internet]. Iziko Museum
of
Capetown;
[cited
2013
Juny
1].
Available
from:
http://www.biodiversityexplorer.org/arachnids/acari/sarcoptes_scabiei.htm. 10. Scabies sarcoptes scabiei [Internet]. Centers for Disease Control & Prevention Center for for Global Health; [cited 2013 Juny 1]. Available from: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Scabies.htm. 11. Vivier A, McKee P. Atlas of clinical dermatology: Churchill Livingstone; 2002.
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013
12. Chosidow O. Clinical practices. Scabies. The New England Journal Of Medicine. 2006;354(16):1718-27. 13. Chandra EN. Uji banding efektivitas krim permetrin 5% dan salep 2-4 pada pengobatan skabies [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2004. 14. Harper J, Oranye A, Prose N, editors. Pediatric dermatology. London: Blacwell Sciense Ltd; 2000. 15. Dermatology diagnosis and therapy. 1 ed. Philadelphia: Prentice-Hall International Inc; 1991. 16. Adams SP. Dermacase. Canadian Family Physician. 1999;45(6):1462. 17. Chouela E, Abeldaño A, Pellerano G, Hernández MI. Diagnosis and treatment of scabies - a practical guide. Am J Clin Dermatol. 2002;3(1):9-18. 18. Shahab RKA, Loo DS. Bullous scabies. J Am Acad Dermatol. 2003;49:34650. 19. Chosidow O. Scabies and pediculosis. Lancet Infect Dis. 2000;355:819-26. 20. Natadisastra, Djaenudin. Parasitologi kedokteran : Ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. p. 292-296. 21. Jekel
J.
Epidemiology,
biostatistics,
and
preventive
medicine:
Saunders/Elsevier; 2007. 22. Irmayanti M. Modul pengembangan kepribadian terintegrasi. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI; 2007. 23. Sunaryo, Ester M. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC; 2004. 24. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009. 25. Wazir MS, Mehmood S, Ahmed A, Jadoon HR. Awareness among barbers about health hazards associated with their profession. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2008;20(2):35-8. 26. Sudjari, Rofiq A, Rachmatullah MR. Hubungan pengetahuan dan derajat klinis penderita skabies di Pondok Pesantren Darul Hadits, Malang [skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya; 2004. 27. Asra HP. Pengaruh pengetahuan dan tindakan higiene pribadi terhadap kejadian penyakit skabies di Pesantren Ar-raudhatul Hasanah Medan [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010.
Efektivitas penyuluhan…, Anry Umar, FK UI, 2013