HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA Rifki Muslih 1) Kiki Korneliani dan Siti Novianti 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Universitas Silinwangi (
[email protected]) 1) Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2) Abstrak Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabei varietas humonis. Personal hygiene diduga berperan terhadap kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene (kebiasaan mandi, kebersihan kuku, kebiasaan ganti pakaian, penggunaan handuk bersama dan menjemur kasur) dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang berumur 10-16 tahun yang tinggal menetap di Pondok Pesantren Cipasung dengan jumlah sampel 83 orang sampel diambil dengan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Analisis statistik menggunakan Chi-square dan dilakukan perhitungan Prevalensi Odds Ratio (POR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kejadian skabies di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya adalah 42.2%. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa variabel yang diteliti yang mempunyai hubungan dengan kejadian skabies yaitu variabel kebersihan kuku (p = 0.007 , POR = 3.833 95% CI = 1.527 – 9.624 ), kebiasaan ganti pakaian ( p = 0.005 , POR = 4.339 95% CI = 1.639 – 11.487 ), penggunaan handuk bersama ( p = 0.004 , POR = 4.588 95% CI = 1.718 – 12.252 ), menjemur kasur (p = 0.028 , POR = 3.055 95% CI = 1.223 – 7.632 ), sedangkan satu variable tidak mempunyai hubungan yaitu variabel kebiasaan mandi dengan kejadian skabies (p = 0.157 , POR = 3.103 95% CI = 0.719 – 13.395 ). Disarankan untuk dilakukan penyuluhan tentang bagaimana cara pola hidup bersih dan sehat (PHBS) secara intensif dan kontinyu kepada santri agar mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khususnya skabies. Kata Kunci : Personal Hygiene, Skabies.
THE CORRELATION PERSONAL HYGIENE WITH INCIDENCE OF SCABIES ON THE STUDENT AT BOARDING SCHOOL CIPASUNG TASIKMALAYA Abstract Scabies is the disease skin that cause of infestasi and sensitisasi toward tungau sarcoptes scabei varietas humanis. Personal hygiene suspected cause the incidence of scabies to the student in boarding school Cipasung Tasikmalaya. The aims of this research is to know the relation of personal hygiene (bathing habits, nail hygiene, the habit of changing clothes, using towel turns and drying mattress) with incidence of scabies towards the students in boarding school Cipasung Tasikmalaya. The research design was cross sectional survey method. The population in this research was all of the students age 10-16 years old who lived in the boarding school Cipasung with sample of 83 people, the sampel taken with simple random sampling technique. Data collected consist of primary data and secondary data obtained through interview and direct observation. The analysis statistic using Chi-square and Prevalensi Odds Ratio (POR) The results of research show that the prevalence of scabies incidence in boarding school Cipasung Tasikmalaya was 42.2%. Based on the results of the statistical test and ChiSquare test showing that from the variable researched have relation with incidence of scabies that was variable of nail hygiene (p = 0.007, POR = 3833 95% CI = 1527-9624), the habit of changing clothes (p = 0.005, POR = 4339 95% CI = 1639-11487), using towel turns (p = 0.004, POR = 4588 95% CI = 1718-12252), drying the mattress (p = 0028, POR = 3055 95% CI = 1223-7632), but one of variable has no relation that was the variable of bathing habit with the incidence of scabies (p = 0157, POR = 3103 95% CI = 0719-13395). Recommended to do counseling about how to clean and healthy pattern of life (PHBS) intensive and continuously to the students so that they can apply in their daily life so that they can prevented of various of diseases especially scabies. Keywords: Personal Hygiene, scabies.
I. PENDAHULUAN Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabei varietas humonis. Menurut departemen kesehatan RI, prevalensi skabies menduduki urutan ke tiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian kulit dan kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1999, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 2000 dan 2001 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9% (Sungkar, S, 2002). Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit skabies dan salah satunya ialah higiene personal, higiene personal berasal dari bahasa yunani yaitu: higiene berarti sehat dan personal yang artinya perorangan. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah, 2003). Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit (dilihat berdasarkan frekuensi mandi dalam sehari, menggunakan sabun atau tidak ketika mandi), tangan dan kuku, pakaian, handuk dan tempat tidur (Badri, 2008). Data pola penyakit yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya menunjukan bahwa penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat seperti malaria, demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya termasuk skabies. Data penyakit skabies sendiri di Kabupaten tasikmalaya berdasarkan golongan umur yaitu pada umur 1-4 tahun prevalensi skabies adalah 4%, pada golongan umur 544 tahun prevalensinya 6%, umur 45-59 sebanyak 16% prevalensinya dan pada golongan umur >60 tahun untuk prevalensi skabies 19%. Menurut petugas kesehatan di Poskestren pada bulan Juni dan Juli tahun 2009 di pesantren ini pernah terjadi wabah penyakit Skabies atau buduk yang angka prevalensinya mencapai 55% dari jumlah keseluruhan santri yang ada. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas poskestren di tahun 2011 angka kejadian sekabies pada santri termasuk ke dalam 10 besar penyakit, yaitu 90 penderita (23,5%) dari jumlah pasien yang berobat ke poskestren dan prevalensi
terbanyak pada usia antara 10-16 tahun yaitu sebanyak 94,4%, ini di karenakan kurangnya kesadaran santri terhadap personal hygiene sehingga mereka terkena penyakit skabies. Maka dengan demikian berdasarkan paparan di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya”.
II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang bersifat menjelaskan, yaitu menjelaskan antar variabel melalui Hipotesis. Metode yang digunakan metode survei, dengan pendekatan Cross Sectional, dimana pengamatan dilakukan hanya sekali pada waktu bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalah santri yang berumur 10-16 tahun yang tinggal menetap di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya dengan jumlah 105 orang. Sedangkan sampelnya sebanyak 83 orang diambil dengan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). Instrumen penelitian yang digunakan adalah melalui wawancara dan observasi dengan semua responden yang dilakukan peneliti menggunakan kuesioner. Meliputi pertanyaan Personal Hygiene (kebiasaan mandi, kebersihan kuku, kebiasaan ganti pakaian, penggunaan handuk bersama dan menjemur kasur) pada Santri di Pondok Pesantren Cipasung terhadap Kejadian Skabies, sedangkan untuk mendiagnosis kejadian skabies pada santri dilakukan pemeriksaan oleh petugas kesehatan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis Univariat Analisis yang digunakan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk melihat distribusi dari variabel-variabel yang diteliti baik dari variabel yang terikat maupun variabel yang bebas dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah uji korelasi, tujuan dari analisis bivariat yaitu untuk menentukan hubungan antara variable bebas dan terikat yang dilakukan dengan uji Chi square dengan nilai kemaknaan p value = 0,05.
III. PEMBAHASAN 1. Lokasi Penelitian Pondok Pesantren Cipasung ialah salah satu pesantren terbesar yang ada di kabupaten tasikmalaya yang letaknya berada di kecamatan singaparna. Jumlah keseluruhan santri yang ada di Pondok Pesantren Cipasung hampir mencapai 100 orang, terdiri dari sekitar 46.3% santri laki-laki dan sisanya santri perempuan sebanyak 53.7% mereka tersebar di beberapa asrama pemondokan terdiri dari 8 asrama Laki-laki dan 7 Asrama Perempuan. 2. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil observasi dan analisis data didapat bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita skabies yaitu 63,9% sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan hanya sebanyak 38,1%. Prevalensi terbanyak pada usia antara 10-16 tahun yaitu sebanyak 94,4%. 3. Hasil Penelitian Hubungan kebiasaan mandi dengan kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Cipasung Tabel 1 : Hubungan Antara Kebiasaan Mandi Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012 Kejadian Skabies Pada Total Santri Kebiasaan Mandi Ya Tidak f % f % f % Buruk 6 66.7 3 33.3 9 100 Baik 29 39.2 45 60.8 74 100
Nilai p
OR (CI 95%)
0.157
3.103 (0.71913.395)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi pada responden yang memiliki kebiasaan mandi buruk (66.7%), dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan mandi baik (39.2%). Hasil uji Chi-square antara variabel kebiasaan mandi dengan kejadian skabies didapat nilai p = 0.157 menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan mandi dengan kejadian skabies, di peroleh bahwa responden yang mempunyai kebiasaan mandi dalam kategori baik proporsi menderita skabies
(42.2%) sedangkan pada responden yang memiliki kebiasaan mandi dalam kategori buruk jauh lebih besar proporsi menderita skabies (66.7%). Secara teori disebutkan bahwa mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur dan menggunakan sabun merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan diri terutama kebersihan kulit, karena kulit merupakan pintu masuknya kutu sarkoptes scabiei sehingga menimbulkan terowongan dengan garis ke abu-abuan. Bila kulit bersih dan terpelihara maka bisa menekan dalam pembuatan lorong pada kulit oleh kutu (Iskandar : 2000) Hasil dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan, berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang memiliki kebiasaan mandi <2 dalam sehari hanya sebanyak 10.8% sedangkan santri yang memiliki kebiasaan mandi ≥2 dalam sehari sebanyak 89.2%. meskipun frekuensi kebiasaan mandi ≥2 sangat tinggi tetapi angka kejadian skabies masih tetap tinggi karena dengan mandi saja tidak cukup untuk mencegah kejadian skabies, masih ada faktor lainnya (menggunakan handuk bersama dengan teman dan kebiasaan mengganti pakaian) yang dapat mempengaruhi penyakit skabies sehingga prevalensi skabies masih cukup tinggi.
Hubungan Kebersihan kuku dengan kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Cipasung Tabel 2 : Hubungan Antara Kebersihan Kuku Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012 Kejadian Skabies Pada Santri Kebersihan Kuku Ya Tidak f % f % Buruk 23 59 16 41 Baik 12 27.3 32 72.7
Total f
%
39 44
100 100
Nilai p
OR (CI 95%)
0.007
3.833 (1.5279.624)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi pada responden yang memiliki Kebersihan kuku buruk (59%), dibandingkan dengan responden yang memiliki kebersihan kuku baik (27%). Hasil uji Chisquare antara variabel kebersihan kuku dengan kejadian skabies mempunyai
nilai p = 0.007 menunjukkan adanya hubungan antara kebersihan kuku dengan kejadian skabies diperoleh bahwa responden yang kebersihan kukunya buruk, proporsi menderita skabies (59%) sedangkan pada responden yang kebersihan kukunya baik, proporsi menderita skabies (27%). Hasil POR menunjukkan responden yang kebersihan kukunya buruk 3.833 kali berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden yang kebersihan kukunya baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Frenki (2011) di Pondok Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru antara variabel Kebersihan tangan dan kuku secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian scabies di Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru dengan nilai p = 0,029 (p < 0,05). Dikulit, kutu ini membuat lubang dan bertelur sehingga terjadi bintikbintik kecil dan gatal dan berisi cairan atau nanah. Skabies ini semakin parah bila digaruk karena kuman di kuku tangan yang panjang dan kotor menginfeksi kulit dan menimbulkan bisul-bisul. Maka untuk mencegah penularan atau mengurangi skabies, kuku tangan harus tetap pendek dan bersih (Santosa:2002) Teori yang dikemukakan sesuai dengan hasil penelitian, berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang memiliki kuku bersih dan pendek sebanyak 53% sedangkan santri yang memiliki kuku panjang dan kotor sebanyak 47%. Beberapa penyebab masih adanya santri yang memiliki kuku panjang dan kotor diantanya yaitu mereka malas untuk memotong kuku serta membersihkannya, tidak punya gunting kuku, karena kesibukan dan tidak memperdulikannya.
Hubungan kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Cipasung Tabel 3 : Hubungan Antara Kebiasaan Mengganti Pakaian Sehabis Mandi Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012 Mengganti Kejadian Skabies Pada Santri Pakaian Sehabis Ya Tidak Mandi f % f % Tidak 27 56.2 21 43.8 Ya 22 22.9 27 77.1
Total F
%
48 35
100 100
Nilai p
OR (CI 95%)
0.005
4.339 (1.63911.487)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi pada responden yang tidak mengganti pakaian sehabis mandi (56.2%), dibandingkan dengan responden yang mengganti pakaian sehabis mandi (22.9%). Hasil uji Chi-square antara variabel Kebiasaan ganti pakaian dengan kejadian skabies mempunyai nilai p = 0.005 menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan ganti pakaian dengan kejadian skabies diperoleh bahwa responden yeng tidak memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang bersih, proporsi menderita skabies (56.2%) sedangkan pada responden yang memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang bersih sebanyak (22.9%). Hasil POR menunjukkan responden yang tidak memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang bersih 4.339 kali berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden yang memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang bersih. Secara teori disebutkan kebersihan diri merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan, agar kita selalu dapat hidup sehat dan terhindar dari penyakit seperti skabies. Cara menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan mengganti pakaian sehabis mandi dengan pakaian yang habis dicuci bersih dengan sabun/detergen, dijemur di bawah sinar matahari dan di setrika (Wolf, 2000) Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan, berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang biasa
mengganti pakaian sehabis mandi sebanyak 53% sedangkan santri yang tidak biasa mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang bersih sebanyak 57.8%, ini di karnakan mereka menganggap pakaian yang baru sekali dipakai itu masih bersih dan malas untuk mencuci.
Hubungan penggunaan handuk bersama dengan kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Cipasung Tabel 4
: Hubungan Antara Menggunakan Handuk Bersama Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012
Menggunakan Handuk Bersama Ya Tidak
Kejadian Skabies Pada Santri Ya Tidak f % f % 18 66.7 9 33.3 17 30.4 39 69.6
Total f
%
27 56
100 100
Nilai p
OR (CI 95%)
0.004
4.588 (1.71812.252)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi pada responden yang menggunakan handuk bersama (66.7%), dibandingkan dengan responden yang tidak menggunakan handuk bersama (30.4%). Hasil uji Chi-square antara variabel penggunaan handuk bersama dengan kejadian skabies mempunyai nilai p = 0.004 menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan handuk bersama dengan kejadian skabies diperoleh bahwa responden yang menggunakan handuk bersama, proporsi menderita skabies (66.7%) sedangkan pada responden yang tidak menggunakan handuk bersama, proporsi menderita skabies (30.4%). Hasil POR menunjukkan responden yang menggunakan handuk bersama 4.588 kali berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden yang tidak menggunakan handuk bersama. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) di Pondok Pesantren Lamongan bahwa perilaku yang mendukung terjadinya skabies adalah sering bergantian handuk dengan teman. Menurut mansyur (2007) penularan skabies secara tidak langsung dapat disebabkan melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.
Berdasarkan
analisis
distribusi
frekuensi
santri
yang
tidak
menggunakan handuk bersama dengan teman sebanyak 67.5%, sedangkan santri yang menggunakan handuk bersma dengan teman sebanyak 32.5%, ini disebabkan mereka yang menggunakan handuk bersama dengan temannya handuknya kotor dan malas untuk mencuci lalu meminjam handuk temannya serta ada pula yang handuknya sudah tidak layak pakai sehingga meminjam handuk temannya.
Hubungan menjemur kasur dengan kejadian Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Cipasung Tabel 5 : Hubungan Antara Menjemur Kasur Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012
Menjemur Kasur Tidak Ya
Kejadian Skabies Pada Santri Ya Tidak F % f % 24 54.5 20 45.5 11 28.2 28 71.8
Total f
%
44 39
100 100
Nilai p
OR (CI 95%)
0.028
3.055 (1.2237.632)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi pada responden yang tidak menjemur kasur (54.5%), dibandingkan dengan responden yang menjemur kasur (28.2%). Hasil uji Chi-square antara variabel menjemur kasur dengan kejadian skabies mempunyai nilai p = 0.028 menunjukkan adanya hubungan antara menjemur kasur minimal 2 minggu sekali dengan kejadian skabies diperoleh bahwa responden yang tidak menjemur kasur minimal 2 minggu sekali, proporsi menderita skabies (54.5%) sedangkan pada responden yang menjemur kasur minimal 2 minggu sekali, proporsi menderita skabies (28.2%). Hasil POR menunjukkan responden yang tidak menjemur kasur minimal 2 minggu sekali 3.055 kali berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden yang menjemur kasur minimal 2 minggu sekali. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Frenki (2011) di Pondok Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru antara variabel Kebersihan Tempat
Tidur dan Sprei secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian scabies di Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru dengan nilai p = 0,000(p < 0,05). Kasur merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas tidur. Agar kasur tetap bersih dan terhindar dari kuman penyakit maka perlu menjemur kasur minimal 2 seminggu sekali karena tanpa disadari kasur juga bisa menjadi lembab hal ini dikarenakan seringnya berbaring dan suhu kamar yang berubah rubah ( Siregar (1996) yang dikutip Ruteng 2007 ). Berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang menjemur kasur minimal seminggu sekali sebanyak 47%, sedangkan yang tidak menjemur kasur minimal 2 minggu sekali sebanyak 53% ini di karenakan mereka menganggap bahwa menjemur kasur itu tidak penting, malas, tidak sempet karena kesibukan.
IV. PENUTUP 1. Simpulan a. Tidak ada hubungan antara kebiasaan mandi dengan kejadian skabies. b. Ada hubungan antara kebersihan kuku dengan kejadian skabies. c. Ada hubungan antara kebiasaan ganti pakaian dengan kejadian skabies. d. Ada hubungan antara penggunaan handuk bersama dengan kejadian skabies. e. Ada hubungan antara menjemur kasur dengan kejadian skabies. 2. Saran Bagi pesantren sebaiknya memberikan penyuluhan tentang bagaimana cara pola hidup bersih dan sehat (PHBS) secara intensif dan berkala kepada santri agar mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khususnya skabies.
DAFTAR PUSTAKA
Badri, (2008). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bandung. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk
gdl-grey-
2008-
mohbadri-2623&node=146&start=141 yang diakses bulan Mei 2011 Djoko Santosa. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Kulit. Penebar Swadaya. Jakarta, 2002. Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, cetakan kedua. Jakarta : FKUI. Frenki, 2011. Hubungan Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian Penyakit Kulit Infeksi Skabies Dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011. Skripsi, Sumatra Utara. Harahap. M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates. Iskandar.
T.
2000.
Masalah
Skabies
Pada
Hewan
dan
Manusia
serta
Penanggulangannya. Wartozoa. Vol. 10, No. 1 th 2000. Hal 28-34 Lomeshow. Stanley. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ma’Rufi, 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Kabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 2 No 1, Surabaya. Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia. Hal 63-67 Notoatmojo. S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta. Sadana, (2007). Untuk Pengobatan Scabies. Jakarta. Dibuka pada website http://yosefw.wordpress.com/2007/12/30/krim-permethrin-5-untuk pengobatan-scabies/ Sungkar,
2002.
Kejadian
Scabies
Di
Indonesia.
Di
akses
dari
http;//www.republika.com Tarwoto dan Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi pertama. Salemba Medika. Webhealthcenter. (2006). Personal Hygiene. Dibuka pada website http://www. webhealthcenter.com, Jakarta
Wolf, LV dkk, 2000. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Penerbit Gunung Agung, Jakarta.