HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO Farni Djamalu, Zuhriana K. Yusuf, Ahmad Aswad1 Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG Email:
[email protected]
ABSTRAK Farni Djamalu. 2014. Hubungan Personal Hygiene, Usia, dan Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I, dr. Zuhriana K. Yusuf, M. Kes dan Pembimbing II, Ahmad Aswad, S.Kep, Ns, MPH, (Daftar Pustaka: 37, 2000-2013). Dermatitis adalah suatu peradangan pada epidermis dan dermis ditandai oleh gejala obyektif berupa lesi yang bersifat polimorf dan gejala subyektif gatal, dapat disebabakan oleh faktor endogen ataupun eksogen (Maryunani, 2010). Menurut Suryani (2011) bahwa personal hygiene, usia, dan jenis kelamin merupakan faktor penyebab terjadinya dermatitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan personal hygiene, usia, dan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo. Desain penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang datang berkunjung di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini menggunakan teknik aksidental (accidental), melalui kriteria inklusi dan eksklusi, sehingga sampel penelitian ini berjumlah 53 responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Teknik analisa data menggunakan uji Chi-Square (<0,05). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis dengan nilai =0,005, usia dengan kejadian dermatitis dengan nilai =0,004, dan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis dengan nilai =0,002. Simpulan dari penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene, usia, dan jenis kelamin dengan kejadian dermatititis. Hasil penelitian disarankan lebih mengembangkan penelitian lebih luas, guna untuk pendidikan di masa yang akan datang khususnya mengenai penyakit dermatitis. Kata Kunci:
1
Personal Hygiene, Usia, Jenis Kelamin, Dermatitis1
Farni Djamalu, 841410023, Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG, Zuhriana K. Yusuf, M.Kes, Ahmad Aswad, SKM S.Kep, Ns, MPH.
Dermatitis adalah suatu peradangan pada epidermis dan dermis yang ditandai oleh gejala obyektif berupa lesi yang bersifat polimorf dan gejala subyektif gatal, dapat disebabakan oleh faktor endogen ataupun eksogen (Maryunani, 2010). Dermatitis merupakan bentuk peradangan kulit yang sangat umum. Jika bertahan sampai suatu jangka yang lama maka sering disebut sebagai eksem (Knight, 2005). Menurut Djuanda (2007) penyakit infeksi dermatitis merupakan penyakit kulit yang umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang terhadap seseorang dalam bentuk peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Prevalensi dari semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, ekzema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk. Banyak faktor penyebab timbulnya penyakit dermatitis, diantaranya ada yang berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu), mikroorganisme (contoh: bakteri, jamur), dan ada pula yang berasal dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik yang belum diketahui pasti etiologinya. Umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, sumber air, tempat tinggal, dan waktu kejadian merupakan bagian dari faktor resiko/penyebab yang dapat menjadi faktor pendukung seseorang mudah untuk terinfeksi penyakit kulit dermatitis (Hasan, 2009). Selain itu terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis adalah Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect Causes yang meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan personal hygiene. Personal hygiene sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan atau penyakit pada kulit seperti dermatitis, oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa aspek kebersihan seperti kebersihan kulit, kebersihan kaki, tangan, dan kuku, serta kebersihan rambut. Usia juga salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya dermatitis (Suryani, 2011). Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring dengan bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Suryani, 2011). Menurut HSE (Health Safety Environment) (2000) dalam Suryani (2011) bahwa kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga menurun tajam, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. Sedangkan, jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria, karena terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar
keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit (Suryani, 2011). Kebanyakan orang terlalu mengganggap sepele penyakit ini, padahal bila didiamkan, lama-kelamaan akan timbul bengkak, dan bila digaruk secara terus menerus akan menyebabkan lecet (Nurani, 2012). Selain itu pada dermatitis ini dapat terjadi komplikasi yaitu infeksi bakteri. Gejalanya berupa bintik-bintik yang mengeluarkan nanah dan pembengkakan kelenjar getah bening sehingga penderita mengalami demam dan lesu (Ciptosantoso, 2011). Selain terjadi infeksi bakteri, dermatitis juga dapat terinfeksi oleh virus, infeksi virus ini berupa Herpes Simplex 1 (HVS 1) ditandai dengan munculnya bintik-bintik kecil yang berkelompok secara tiba-tiba, berisi cairan bening atau putih, nyeri dan gatal. Bintik-bintik ini kemudian dapat bernanah atau terkikis (Siada, 2007). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan wawancara pada penderita dermatitis yang datang berkunjung ke Puskesmas Global Tibawa didapatkan 4 dari 6 penderita dermatitis personal hygienenya kurang, kemudian rata-rata penderita dermatitis tersebut berusia lebih dari 40 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Personal Hygiene, Usia, dan Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo Tahun 2014”. METODE PENELITIAN Desain dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang digunakan untuk mengetahui hubungan personal hygiene, usia, dan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berkunjung di Puskesmas Global Tibawa pada 10 Maret sampai dengan 10 April 2014. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling, sehingga mendapatkan jumlah sampel 53 orang. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat untuk mencari hubungan antar variabel independen dan variabel dependen menggunakan uji Chi Square. HASIL PENELITIAN Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal Hygiene di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo No 1 2
Personal Hygiene Baik Tidak Baik Total Sumber: Data Primer 2014
Jumlah
%
30 23 53
56,6 43,4 100
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo Jumlah 25 28 53
No
Usia <40 tahun 1 >40 tahun 2 Total Sumber: Data Primer 2014
% 47,2 52,8 100
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah 23 30 53
% 43,4 56,6 100
Sumber: Data Primer 2014 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo No 1 2
Kejadian Dermatitis Menderita Tidak Menderita Total
Jumlah
%
41 12 53
77,4 22,6 100
1.
Sumber: Data Primer 2014 Tabel 5 Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo No
Personal Hygiene
Menderita n % 1 Baik 19 35,9 2 Tidak Baik 22 41,5 Total 41 77,4 Sumber: Data Primer 2014
Kejadian Dermatitis Tidak Menderita Total n % n % 11 20,8 30 56,7 1 1,8 23 43,3 12 22,6 53 100
value
0,005
Tabel 6 Hubungan Usia dengan Kejadian Dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo No
Usia
Menderita n % 1 <40 tahun 15 28,3 2 >40 tahun 26 49,1 Total 41 77,4 Sumber: Data Primer 2014
Kejadian Dermatitis Tidak Menderita n % 10 18,8 2 3,8 12 22,6
Total n % 25 47,1 28 52,9 53 100
value
0,004
Tabel 7 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis di Puskesmas Global Tibawa Kabupaten Gorontalo
No
Jenis Kelamin
Menderita n % 1 Laki-laki 13 24,6 2 Perempuan 28 52,8 Total 41 77,4 Sumber: Data Primer 2014
-
Kejadian Dermatitis Tidak Menderita n % 10 18,8 2 3,8 12 22,6
Total n % 23 43,4 30 56,6 53 100
value
0,002
PEMBAHASAN 1. Personal Hygiene Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki personal hygiene baik yaitu sebanyak 30 orang (56,6%), sedangkan responden yang memiliki personal hygiene tidak baik sebanyak 23 orang (43,4%). Hal ini dikarenakan responden memiliki kebiasaan mandi 2 kali sehari dan menggunakan handuk miliknya sendiri, kemudian responden sering membersihkan kuku yang kotor dengan sabun dan memotong kuku apabila kukunya sudah panjang. Selain itu juga responden rajin mengganti pakaian yang sudah berkeringat dengan pakaian yang bersih dan mengganti pakaian sebelum tidur. Hal ini sejalan dengan teori menurut Isro’in (2012) kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya. Tujuan perawatan personal hygiene meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki personal hygiene yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya diri seseorang, menciptakan keindahan. Personal hygiene sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan atau penyakit pada kulit seperti dermatitis, oleh karena itu perlu memperhatikan beberapa aspek kebersihan. 2. Usia Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden paling banyak berusia >40 tahun yaitu sebanyak 28 orang (52,8%), sedangkan responden yang
berusia <40 tahun yaitu sebanyak sebanyak 25 orang (47,2%). Menurut asumsi peneliti di mana usia sangatlah berpengaruh terhadap kejadian dermatitis hal ini dibuktikan dengan banyaknya responden yang datang berkunjung ke puskesmas termasuk dalam usia >40 tahun. Hal ini sejalan dengan teori Menurut HSE (Health Safety Environment) (2000) dalam Suryani (2011) bahwa kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga menurun tajam, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. 3. Jenis Kelamin Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden paling banyak berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 30 orang (56,6%), sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23 orang (43,4%). Menurut asumsi peneliti di mana responden yang berjenis kelamin perempuan sering mengalami dermatitis hal ini dibuktikan dengan banyaknya responden yang berkunjung ke puskesmas dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trihapsoro (2003) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan laki-laki. Suryani (2011) juga mengatakan bahwa kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin kering. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis. 4. Kejadian Dermatitis Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar menderita dermatitis yaitu sebanyak 41 orang (77,4%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis sebanyak 12 orang (22,6%). Menurut asumsi peneliti paling banyak responden menderita dermatitis hal ini dibuktikan dengan hasil diagnosa dokter. Menurut Djuanda (2007) bahwa penyakit infeksi dermatitis merupakan penyakit kulit yang umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang terhadap seseorang dalam bentuk peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Prevalensi dari semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, ekzema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.
5. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% atau derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai =0,005 (<0,05), maka secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis. Dari hasil penelitian didapatkan responden yang tidak menderita dan personal hygiene baik sebanyak 11 orang (20,8%). Hal ini dikarenakan responden memiliki kebiasaan mandi 2 kali sehari dan menggunakan handuk miliknya sendiri, sehingga handuk yang digunakan dalam keadaan kering, kemudian responden sering membersihkan kuku yang kotor dengan sabun dan memotong kuku apabila kukunya sudah panjang, selain itu responden rajin mengganti pakaian yang sudah berkeringat dan mengganti pakaian sebelum tidur, serta membersihkan tempat tidur sebelum digunakan. Sedangkan responden yang tidak menderita dan personal hygiene tidak baik sebanyak 1 orang (1,8%), karena responden tersebut belum begitu memahami tentang personal hygiene hal di buktikan dengan jawaban responden seperti memotong kuku kurang dari 1 kali seminggu, memakai handuk secara bergantian dengan keluarga, menggunakan handuk dalam keadaan lembab, serta jarang membersihkan tempat tidur sebelum digunakan. Selanjutnya responden yang menderita dermatitis dan memiliki personal hygiene baik sebanyak 19 orang (35,9%), sedangkan responden yang menderita dermatitis dan memiliki personal hygiene tidak baik sebanyak 22 orang (41,5%). Hal ini dikarenakan responden kurang memperhatikan personal hygienenya seperti membersihkan atau memotong kuku setiap 1 kali seminggu, kemudian responden juga jarang melakukan keramas rambut, selain itu responden sering menggunakan handuk secara bergantian dengan keluarga, sehingga handuk yang digunakan dalam keadaan lembab, serta responden juga jarang membersihkan tempat tidur sebelum digunakan. Hal ini sejalan dengan teori menurut Isro’in (2012) bahwa kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya. Tujuan perawatan personal hygiene meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki personal hygiene yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya diri seseorang, menciptakan keindahan. Personal hygiene sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan atau penyakit pada kulit seperti dermatitis, oleh karena itu perlu memperhatikan beberapa aspek kebersihan. Menurut Khairunnas (2004) bahwa kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia yang membungkus otot-otot dan organ-organ dalam serta merupakan jalinan jaringan pembuluh darah, saraf, dan kelenjar yang tidak berujung, semuanya memiliki potensi untuk terserang penyakit yang salah satunya adalah penyakit kulit. Begitu juga berdasarkan penelitian yang dilakukan Khairunnas (2004) bahwa penyakit kulit merupakan salah satu gangguan kesehatan yang sering dialami oleh pekerja pengangkut sampah di pasar tradisional Johar dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 70 responden personal hygiene yang
memenuhi syarat sebesar 23 responden (32,9%) sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebesar 47 responden (67,1%) dan responden yang menderita dermatitis sebesar 42 responden (60%). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan personal hygiene dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah (=0,013). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carina (2008) pada pekerja pengangkut sampah kota Palembang yang menunjukkan bahwa ada hubungan higiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Suryani (2011) menunjukkan bahwa 81,8% pekerja dengan personal hygiene tidak baik menderita dermatitis kontak, sedangkan hanya 38,5% pekerja dengan personal hygiene baik yang menderita dermatitis kontak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan personal hygiene dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah dengan nilai =0,028. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2007) pada pekerja di PT. Inti Pantja Press Industri yang menunjukkan bahwa 29 pekerja dengan personal hygiene yang kurang mengalami dermatitis kontak dan hanya 10 pekerja dengan personal hygiene baik mengalami dermatitis kontak. Dari hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa personal hygiene sangatlah berperan penting terhadap terjadinya penyakit kulit seperti dermatitis, sebagaimana hasil pada penelitian ini, di mana responden yang menderita dermatitis paling banyak personal hygienenya tidak baik, hal ini di buktikan dengan responden kurang memperhatikan personal hygienenya seperti membersihkan atau memotong kuku setiap 1 kali seminggu, kemudian responden juga jarang melakukan keramas rambut, selain itu responden sering menggunakan handuk secara bergantian dengan keluarga, sehingga handuk yang digunakan dalam keadaan lembab, serta responden juga jarang membersihkan tempat tidur sebelum digunakan, padahal personal hygiene merupakan suatu tindakan untuk membersihkan dan merawat diri, tindakan ini dapat mencegah terjadinya penyebaran kuman dan penyakit pada kulit yang menjadi penyebab timbulnya dermatitis. 6. Hubungan Usia dengan Kejadian Dermatitis Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% atau derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai =0,004 (<0,05), maka secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis. Dari hasil penelitian didapatkan responden yang tidak menderita dan berusia <40 tahun sebanyak 10 orang (18,8%), sedangkan responden yang tidak menderita dan berusia >40 tahun sebanyak 2 orang (3,8%). Selanjutnya responden yang menderita dermatitis dan <40 tahun sebanyak 15 orang (28,3%), sedangkan responden yang menderita dermatitis dan berusia >40 tahun sebanyak 26 orang (49,1%). Hal ini dikbuktikan dengan diagnosa dokter bahwa paling banyak yang berusia >40 tahun menderita penyakit dermatitis.
Hal ini sejalan dengan teori menurut HSE (Health Safety Environment) (2000) dalam Suryani (2011) bahwa kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga menurun tajam, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. Hayakawa (2000) juga menjelaskan bahwa usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya dermatitis Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Suryani, 2011). Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suwondo, dkk (2011) dengan hasil penelitian sebagai berikut: diperoleh usia dewasa 17,1% (7 responden), usia muda 17,1% (7 responden), dan usia tua 65,9% (27 responden, artinya usia tua lebih banyak menderita dermatitis. Hasil dari penelitian adalah terdapat hubungan yang sangat bermakna antara umur pekerja dengan angka kejadian dermatitis kontak (=0,025). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurhidayat (2013) dengan hasil penelitian diketahui jumlah rata-rata usia pekerja yang mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 49,88, sedangkan rata-rata usia pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak kosmetik adalah 32,15. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis kontak kosmetik pada penari studio fantasi di Dunia Fantasi Ancol (=0,001). Dari hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa usia juga berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis di mana dari hasil penelitian ini terdapat jumlah responden yang berusia >40 tahun lebih banyak menderita dermatitis hal ini dibuktikan dengan hasil diagnosa dokter dan responden yang berkunjung ke puskesmas yang mengalami dermatitis rata-rata berusia >40 tahun. 7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% atau derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai =0,002 (<0,05), maka secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis. Dari hasil penelitian didapatkan responden yang tidak menderita dan berjenis kelamin laki-laki sebnayak 10 orang (18,8%), sedangkan responden yang tidak menderita dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 2 orang (3,8%). Selanjutnya responden yang menderita dermatitis dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (24,6%), sedangkan responden yang menderita dermatitis dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang (52,8%). Hal ini dibuktikan dengan diagnosa dokter bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan paling banyak menderita dermatitis.
Hal ini sejalan dengan teori menurut Suryani (2011) bahwa jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin kering. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis (Suryani, 2011). Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Trihapsoro (2003) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan laki-laki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin terbanyak yang menderita dermatitis kontak adalah perempuan yaitu sebanyak 29 pasien (72,5%), sedangkan laki-laki sebanyak 11 pasien (27,5%). Dari hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis di mana hasil penelitian menunjukkan paling banyak responden yang mengalami dermatitis adalah berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dibuktikan dengan diagnosa dokter dan paling banyak yang berkunjung ke puskesmas berjenis kelamin perempuan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari 53 orang diperoleh responden yang memiliki personal hygiene baik sebanyak 30 orang (56,6%), sedangkan responden yang memiliki personal hygiene tidak baik sebanyak 23 orang (43,4%). 2. Dari 53 orang diperoleh responden yang berusia <40 tahun sebanyak 25 orang (47,2%), sedangkan responden yang berusia >40 tahun sebanyak 28 orang (52,8%). 3. Dari 53 orang diperoleh responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23 orang (43,4%), sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 orang (56,6%). 4. Dari 53 orang diperoleh responden yang menderita dermatitis sebanyak 41 orang (77,4%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis sebanyak 12 orang (22,6%). 5. Terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis dengan nilai =0,005 (<0,05).
6. Terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis dengan nilai =0,004 (<0,05). 7. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis, dengan nilai =0,002 (<0,05). SARAN 1. Disarankan agar penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi mengenai dermatitis. 2. Disarankan agar dapat lebih mengetahui mengenai masalah dermatitis itu sendiri terutama mengetahui cara mencegah terjadinya dermatitis misalnya melakukan personal hygiene dengan baik dan benar agar tingkat kejadian penyakit dermatitis dapat berkurang. 3. Disarankan menjadi sumber informasi pengetahuan ilmiah yang bermanfaat dalam bidang keperawatan dan menjadi acuan dalam menerapkan asuhan keperawatan khususnya terhadap penyakit dermatitis. 4. Untuk peneliti-peneliti selanjutnya khususnya yang berminat untuk meneliti lebih lanjut mengenai dermatitis, disarankan agar dapat meneliti mengenai dermatitis secara spesifik ataupun melanjutkan penelitian ini dengan meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan dermatitis misalnya faktor genetik, riwayat alergi maupun faktor lingkungan. Kemudian peneliti juga menyarankan agar nantinya peneliti selanjutnya dapat melaksanakan penelitiannya pada tempat penelitian yang lebih luas, misalnya di ruang lingkup rumah sakit agar jumlah sampel atau responden yang hendak diteliti akan lebih maksimal. DAFTAR PUSTAKA Carina, Metty. 2008. Hubungan antara Higiene Pribadi dengan Kejadian Dermatitis pada Pekerja Pengangkut Sampah Kota Palembang. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Ciptosantoso. 2011. Dermatitis. info-penyakit-online.blogspot.com. Diakses: 5 Februari 2014.
Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hasan, Hendra. 2009. Studi Epidemologi Penyakit Dermatitis di Wilayah Kerja Puskesmas Lombakasih Kecamatan Lantari Jaya Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara. http://hendraalhasan.blogspot.com/2012/09/ studi-epidemologi-penyakit-dermatitis.html. Diakses: 12 Januari 2014. Hayakawa, R. 2000. Contact Dermatitus. Nagoya J. Medicine. Science 63. 83-90. Nagoya. Isro’in, L. 2010. Personal Hygiene Konsep, Proses dan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Khairunnas. 2004. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis pada Pekerja Pengangkut Sampah di Pasar Tradisional Johar Kota
Semarang. http://eprints.undip.ac.id/28324/12103.pdf. November 2013.
Diakses:
30
Knight, J. 2005. Indera Prima. Bandung: Indonesia Publishing House. Lestari, Fatma. 2007. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT. Inti Pantja Press Industri. 11(2): 61-68. Maryunani, A. 2010. Kamus Perawat: Definisi Istilah dan Singkatan Kata-Kata dalam Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media. Nurani, Niken. 2011. Awas Penyakit Kulit Ini Bisa Berbahaya. Okezone.com. Diakses: 5 Februari 2014. Nurhidayat, Irfan. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kosmetik pada Penari Studio Fantasi di Dunia Fantasi Ancol Jakarta Utara. Skripsi. Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Siada, Made. 2007. Kulit Eksim Bukan Penyakit Menular. www.balipost.co.id. Diakses: 5 Februari 2014. Suryani, Febria. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT. Cosmar Indonesia Tangerang. perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/febria suryani.pdf. Diakses: 7 Desember 2013. Suwondo, dkk. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pekerja Tekstil di Jepara. journal.unsil.ac.id/. Diakses: 26 November 2013. Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.