HUBUNGAN FAKTOR JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAKBOK KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2016
SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program Studi S1 Keperawatan
Oleh : EKO GINANJAR NIM : 1413277003
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
HUBUNGAN FAKTOR JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAKBOK KABUPATEN CIAMIS TAHUN 20161 Eko Ginanjar 2 Hj. Ns. Jajuk Kusumawaty 3 Nur Hidayat 4 INTISARI Hipertensi adalah penyebab terbesar penyakit kardiovaskular. Pria di dalam populasi umum memiliki angka diastolik tertinggi pada tekanan darahnya dibandingkan dengan wanita pada semua usia dan juga pria memiliki angka prevalensi tertinggi untuk terjadinya hipertensi. Walau pria memiliki insiden tertinggi kasus kardiovaskular pada semua usia, hipertensi pada pria dan wanita dapat menyebabkan stroke, dan disfungsi ginjal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2015 sebanyak 5.180 orang.. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsional random sampling yaitu sebagian dari populasi yang dapat mewakili target keseluruhan sebanyak 92 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016, sebagian besar pada kategori perempuan sebanyak 54 orang (58,7%). Kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016, sebagian besar pada pada kategori hipertensi berat sebanyak 39 orang (42,4%). Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis karena nilai χ2hitung > χ2tabel (11,445>7,185) dan nilai α > ρ value (0,05 > 0,01). Saran diharapkan agar lebih meningkatkan promosi kesehatan ataupun penyuluhan-penyuluhan kesehatan mengenai faktor resiko kejadian hipertensi
Kata Kunci : Kepustakaan : Keterangan :
Jenis Kelamin, Hipertensi 30 Referensi (2006-2015) 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II
v
FACTORS RELATED EVENTS SEX WITH HYPERTENSION IN ELDERLY IN WORK AREA HEALTH DISTRICT LAKBOK CIAMIS YEAR 2016 1 Eko Ginanjar 2 Hj. Ns. Jajuk Kusumawaty 3 Nur Hidayat 4
ABSTRACT Hypertension is the biggest cause of cardiovascular disease. Men in the general population have the highest diastolic number in blood pressure compared with women of all ages and also men have the highest prevalence rate for hypertension. Although men have the highest incidence of cardiovascular cases at all ages, in men and women with hypertension can cause strokes, and kidney dysfunction. The purpose of this study was to determine the correlation between gender and the incidence of hypertension in Puskesmas Lakbok Ciamis District 2016. This research uses quantitative analytical research using cross sectional approach. The population in this study were all elderly hypertensive patients in Puskesmas Lakbok Ciamis regency in 2015 as many as 5,180 people. The sampling technique used in this research is proportional random sampling that is part of the population that can represent the overall target as many as 92 people. The results showed that the sex of the elderly in Puskesmas Lakbok Ciamis District 2016, mostly on the women's category as many as 54 people (58.7%). The incidence of hypertension in Puskesmas Lakbok Ciamis District 2016, mostly in the category of severe hypertension as many as 39 people (42.4%). There is a significant relationship between gender factor with hypertension in the elderly in Puskesmas Lakbok Ciamis District for grades χ2hitung> χ2tabel (11.445> 7.185) and the value of α> ρ value (0.05> 0.01). Suggestions expected to further enhance the promotion of health or medical counseling about the risk factors hypertension
Keywords : Bibliography : Description :
Gender, Hypertension 30 reference (2006-2015) 1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of Supervisor II
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit The Silent Killer sering kali dijumpai tanpa gejala. Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu 120/80 mmHg (Kemenkes, 2013). Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah ≤130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah ≥140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun). Penyakit ini disebut sebagai the silent killer karena penyakit mematikan ini sering sekali tidak menunjukkan gejala atau tersembunyi. Di Belanda lebih dari satu juta orang menderita tekanan darah tinggi tetapi yang mengherankan ialah lebih dari separuhnya tidak mengetahui
bahwa
mereka
adalah
penderita
tekanan
darah
tinggi
(Kemenkes, 2013). Menurut Lubis (2008), hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah
tersebut,
sedangkan
hipertensi
sekunder
disebabkan
oleh
penyakit/keadaan seperti penyakit parenkim ginjal, serta akibat obat. Hipertensi
primer
(esensial)
merupakan
penyakit
multifaktorial
yang
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Peranan faktor genetik pada
1
2
etiologi hipertensi didukung oleh penelitian yang membuktikan bahwa hipertensi terjadi di antara keluarga dekat walaupun dalam lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tekanan darah antara lain obesitas, stress, peningkatan asupan natrium, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan lain-lain. Seperti yang terdapat dalam QS. Al-Maidah Ayat 88 :
Artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS: Al-Maidah Ayat: 88).
Prevalensi hipertensi pada penderita dewasa pada tahun 2013 di dunia adalah sebesar 26,4% dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 29,2% (Lubis, 2008). Berdasarkan data Lancet, jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat. Di India mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang pada tahun 2025. Di China, 98,5 juta orang dan akan meningkat menjadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2013 dan diprediksi akan meningkat menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025 (Kemenkes, 2013). Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2013 menunjukkan hipertensi pada pria 12,2% dan wanita 15,5%. Penyakit sistem sirkulasi dari hasil SKRT tahun 2005, 2010, dan 2013 selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16%, 18,9%, dan 26,4%. Penderita hipertensi perlu mendapatkan perawatan yang serius dan harus ditangani dengan cepat karena dapat menimbulkan berbagai
3
komplikasi. Salah satu komplikasinya adalah adanya serangan stroke. Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke (Kemenkes, 2013). Pada tahun 2015 jumlah penderita hipertensi di Jawa Barat mencapai 31,7 persen, stroke (8,3 persen), penyakit jantung (7,2 persen), penyakit sendi (30,3 persen), asma (3,5 persen), diabetes melitus (5,7 persen), dan tumor (4,3 persen) (Kemenkes, 2015). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis jumlah penderita hipertensi pada tahun 2015 mencapai 19.552 penderita dari 333.390 Lansia (Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, 2015). Dari beberapa puskesmas yang ada di Kabupaten Ciamis diambil 10 besar puskesmas yang mempunyai jumlah penderita hipertensi terbanyak. Hal ini bisa dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1.1 Data 10 Besar Penderita Hipertensi di Kabupaten Ciamis Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Puskesmas Kawali Handapherang Ciamis Lakbok Cimaragas Banjarsari Awiluar Cieurih Payungsari Tambaksari Jumlah
Jumlah Lansia 3.935 3.893 15.780 5.180 4.051 12.597 5.790 4.813 5.289 7.122 68.450
Jumlah Penderita Hipertensi 1101 972 3754 1132 838 2406 1011 789 663 847 13.513
(Sumber : Laporan Dinkes Kabupaten Ciamis, 2015)
% 27,98 24,97 23,79 21,85 20,69 19,1 17,46 16,39 12,54 11,89
4
Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa dari 68.450 lansia dari 10 besar puskesmas di Kabupaten Ciamis tahun 2015, terdapat jumlah penderita hipertensi sebanyak 13.523 orang. Puskesmas Lakbok merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah penderita hipertensi keempat terbanyak dari 10 besar puskesmas yang ada di Kabupaten Ciamis Tahun 2015 sebanyak 1132 orang (21,85%) dari 5.180 lansia dan terjadi kasus kematian 1 orang pada tahun 2014 yang diakibatkan oleh hipertensi. Terjadinya hipertensi tersebut berawal dari riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat seperti kebiasaan merokok, konsumsi tinggi lemak, kurang serat, konsumsi garam berlebih, alkoholis, obesitas, gula darah tinggi, lemak darah tinggi dan stress, akan memperberat resiko komplikasi seperti: mengakibatkan infark miokardium, stroke, gagal ginjal, komplikasi kehamilan bahkan tidak jarang dapat menyebabkan kematian mendadak (Diana, 2005). Faktor risiko hipertensi antara lain adalah faktor genetik, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, stress, obesitas, asupan garam, dan kebiasaan merokok. Faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut adalah kadar kolesterol tinggi, tembakau, konsumsi sayuran dan buah yang rendah, serta kurang aktif bergerak (Julianti, 2011). Penelitian yang dilakukan Kartikawati (2013) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi diperoleh hasil bahwa faktor usia, pendidikan, pekerjaan, stress, obesitas, asupan garam, dan kebiasaan meroko berhubungan dengan kejadian hipertensi sedangkan faktor jenis kelamin tidak ada hubungan.
5
Alasan terjadinya perbedaan tekanan darah berdasarkan jenis kelamin
belum
laboratorium.
diketahui,
Dari
namun
beberapa
sedang
literatur
diselidiki
didapatkan
oleh
beberapa
berbagai
pendapat
mengenai hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Menurut Cortas (2008) mengatakan prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45 - 55 tahun sebelum lanjut usia. Pada umur lebih dari 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria yang diakibatkan faktor hormonal (Anggraini, 2012) Hipertensi adalah penyebab terbesar penyakit kardiovaskular. Pria di dalam populasi umum memiliki angka diastolik tertinggi pada tekanan darahnya dibandingkan dengan wanita pada semua usia dan juga pria memiliki angka prevalensi tertinggi untuk terjadinya hipertensi. Walau pria memiliki insiden tertinggi kasus kardiovaskular pada semua usia, hipertensi pada pria dan wanita dapat menyebabkan stroke, pembesaran ventrikel kiri, dan disfungsi ginjal. Hipertensi terutama mempengaruhi wanita karena faktor
6
resikonya dapat di modifikasi dan hipertensi sering terjadi pada wanita tua (Sanif, 2009). Penelitian yang dilakukan Rayhani (2013) mengenai hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang didapatkan hasil bahwa wanita lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan pria yaitu 51% banding 49% dan hasil penelitian Oktora (2007) juga didapatkan wanita lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan pria yaitu 58% banding 42%. Sedangkan menurut Hamaji (2012) yang menunjukkan bahwa laki-laki berisiko 1,5 kali untuk menderita hipertensi pada usia produktif, Bila ditinjau perbandingan prevalensi hipertensi antara perempuan dan laki-laki,ternyata menunjukkan angka yang bervariasi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan kepada 8 orang lansia dengan teknik wawancara di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok didapatkan sebanyak 5 orang penderita hipertensi berumur 65-70 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan 3 orang penderita hipertensi berumur 50-55 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016.
7
B. Perumusan Masalah Hipertensi adalah penyebab terbesar penyakit kardiovaskular. Pria di dalam populasi umum memiliki angka diastolik tertinggi pada tekanan darahnya dibandingkan dengan wanita pada semua usia dan juga pria memiliki angka prevalensi tertinggi untuk terjadinya hipertensi. Walau pria memiliki insiden tertinggi kasus kardiovaskular pada semua usia, hipertensi pada pria dan wanita dapat menyebabkan stroke, dan disfungsi ginjal. Berdasarkan
uraian
diatas,
dapat
dirumuskan
permasalahan
penelitian “Adakah hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016?”
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Diketahuinya hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran faktor jenis kelamin pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016 b. Diketahuinya kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016 c. Diketahuinya hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016
8
D. Manfaat Melalui identifikasi hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi, diharapkan dapat berguna secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan tambahan khasanah pengetahuan khususnya dalam pengembangan ilmu keperawatan mengenai hipertensi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai
pentingnya
pencegahan
hipertensi
berdasarkan jenis kelamin. b.
Puskesmas 1) Memberikan
gambaran
data
masyarakat
tentang
kejadian
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok. 2) Memberikan
masukan
kepada
pihak
Puskesmas
dalam
melaksanakan program yang dapat terjangkau oleh masyarakat dalam penyembuhan penyakit hipertensi. c.
STIKes Muhammadiyah Ciamis 1) Sebagai
sumber
pustaka
peneliti
selanjutnya
di
institusi
kesehatan. 2) Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan program kesehatan masyarakat khususnya berkaitan dengan hipertensi.
9
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hipertensi sebelumnya telah dilakukan oleh Ahmad (2013) dengan judul “Karakteristik Penderita Hipertensi (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjan) yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan Tahun 2013”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif, jumlah sampel 55 responden dengan teknik total sampling. Hasil analisis penelitian menunjukkan penderita hipertensi terbanyak berada pada rentang usia 59-68 tahun berjenis kelamin wanita, sebagian
besar
yaitu
berstatus
kawin
dan
kebanyakan
penderita
berpendidikan SLTA dengan mayoritas pekerjaan yaitu ibu rumah tangga (IRT). Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang hipertensi. Pada penelitian yang akan di lakukan oleh peneliti saat ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu judul, tempat penelitian, metode penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Hipertensi a. Definisi Hipertensi Menurut Indriyani (2009), hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, muda maupun tua, kaya maupun miskin dan merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. Hipertensi tidak dapat membunuh secara langsung tetapi dengan cara memicu penyakit yang tergolong berat yang
dapat
mengakibatkan
kematian.
Bisa
dikatakan
besar
kemungkinan hipertensi yang diderita akan memicu penyakit lainnya, seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal (Adib, 2009). Penyakit ini tidak dapat sembuh secara permanen walaupun mengkonsumsi obat antihipertensi.Pada sebagian kasus memang bisa disembuhkan total, tapi persentasenya kecil dan itupun hanya hipertensi ringan (Marliani, 2007). b. Klasifikasi Tekanan Darah Para ahli memberi klasifikasi tekanan darah yang berbedabeda, tetapi pada dasarnya seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darahnya di atas 140/90 mmHg.Seven Report of the Joint National Committee VII(JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure memberikan klasifikasi
10
11
tekanan darah bagi dewasa usia 18 tahun ke atas yang tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit serius dalam jangka waktu tertentu (Indriyani, 2009). Tabel 2.1 : Klasifikasi hipertensi menurut Seven Report of the Joint National Committee VII on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Kategori Normal Prahipertensi Hipertensi Stadium 1 Stadium 2
Sistolik (mmHg) <120 120-139 =140 140-159 160-=180
Diastolik (mmHg) <80 80-89 =90 90-99 100-=110
National Institute of Health, lembaga kesehatan nasional di Amerika mengklasifikasikan sebagai berikut (Indriyani, 2009). Tabel 2.2 : Klasifikasi hipertensi menurut National Institute of Health. Kategori Normal Pra-hipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2
Sistolik (mmHg) =119 120-139 140-159 =160
Diastolik (mmHg) <79 80-89 90-99 =100
Ahli penyakit dalam lain, Gordon H.Williams, mengklasifikasikan hipertensi sebagaiberikut (Indriyani, 2009). Tabel 2.3 : Klasifikasi hipertensi menurut ahli penyakit dalam lain, Gordon H.Williams Kategori Normal Normal tinggi Hipertensi ringan Hipertensi sedang Hipertensi berat
Sistolik (mmHg) <140 140-159 >159 >159 >159
Diastolik (mmHg) <85 85-89 90-104 105-114 >115
12
Tabel 2.4 : WHO membagi hipertensi sebagai berikut Kategori Normal Normal Tinggi Hipertensi Ringan Hipertensi Sedang Hipertensi Berat Hipertensi Maligna
Sistolik (mmHg) <130 130-139 140-159 160-179 180-209 ≥210
Diastolik (mmHg) <85 85-89 90-99 100-109 110-119 ≥120
(Triyanto, 2014)
c. Etiologi hipertensi Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi yaitu dengan penyebab yang tidak diketahui (hipertensi esensial/ primer atau idiopatik) dan dengan penyebab diketahui (hipertensi sekunder). Sebagian besar kasus hipertensi sekitar 90% diklasifikasikan sebagai hipertensi esensial, yaitu tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatik, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi natrium, peningkatan natrium dan kalsium intraseluler, serta faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko seperti : obesitas, alkohol, rokok, serta polisitemia (Tjay, 2012). Hipertensi sekunder adalah hipertensi dengan penyebabnya diketahui dan ini menyangkut 10% dari kasus-kasus hipertensi. Menurut Nafrialdi (2012), yang termasuk dalam kelompok ini adalah hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan syaraf pusat, obat-obatan. Corwin (2011) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR).Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
13
Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA.Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Astawan, 2011) Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi
apabila
terdapat
peningkatan
volume
plasma
yang
berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Astawan, 2011) Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan
normal.
Kedua
hal
tersebut
akan
menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit.Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan
14
peningkatan
tekanan
diastolik.Apabila
peningkatan
afterload
berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Astawan, 2011) d. Patofisiologi hipertensi Mekanisme
yang
mengontrol
konstriksi
dan
relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Astawan, 2011). Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon
pembuluh
darah
terhadap
rangsang
vasokontriktor.Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Astawan, 2011).
15
Pada
saat
bersamaan
dimana
sistem
saraf
simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.Medula
adrenal
mengsekresi
epinefrin
yang
menyebabkan vasokontriksi.Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.Renin merangsang pembentukan
angiotensin
I
yang
kemudian
diubah
menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan
retensi
natrium
menyebabkan
peningkatan
dan
volume
air
oleh
tubulus
ginjal,
intravaskuler.Semua
faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Astawan, 2011). Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh
kemampuan
darah,
distensi
dan
yang
pada
daya
gilirannya
regang
menurunkan
pembuluh
darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Astawan, 2011).
16
e. Gejala Hipertensi Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.Jika menunjukkan gejala, gejala tersebut bukanlah gejala yang spesifik yang mengindikasikan adanya hipertensi. Meskipun jika kebetulan
beberapa
gejala
muncul
bersamaan
dan
diyakini
berhubungan dengan hipertensi, gejala-gejala tersebut sering kali tidak terkait dengan hipertensi. Akan tetapi menurut Indriyani (2009), jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala, antara lain sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah, sesak napas, napas pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan menjadi kabur, mata berkunang-kunang, mudah marah, telinga berdengung, sulit tidur, rasa berat di tengkuk, nyeri di daerah kepala bagian belakang, otot lemah, pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebihan, kulit tampak pucat atau kemerahan, denyut jantung yang kuat, cepat, atau tidak teratur, impotensi, darah di urine, mimisan (jarang dilaporkan). Daftar keluhan berikut ini adalah yang paling sering disebutkan oleh penderita kasus hipertensi yang berkepanjangan. Tetapi karena keluhan itu muncul sama seringnya dengan orang pada kelompok usia sama yang tidak mengidap tekanan darah tinggi, gejala itu bisa menjadi gejala penyakit lainnya (Wolff, 2006).
17
Tabel 2.5 :Keluhan yang tidak spesifik pada hipertensi. Keluhan
Frekuensi (kira-kira)
Kegelisahan Jantung berdebar-debar Pusing Rasa sakit di dada Sakit kepala Depresi, kurang semangat
f.
35% 32% 30% 26% 23% 7%
Komplikasi Hipertensi Hipertensi dapat berakibat fatal jika tidak dikontrol dengan baik atau biasa disebut dengan komplikasi. Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang diakibatkan peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama dan organ-organ yang paling sering rusak antara lain otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal (Marliani, 2007). Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi cukup mematikan. Berdasarkan penelitian, sebagian besar kasus stroke disebabkan hipertensi. Apabila hipertensinya dapat dikendalikan, risikonyapun dapat menurun.Selain stroke, komplikasi pada organ otak akibat hipertensi ini adalah demensia atau pikun. Ini adalah penyakit kehilangan daya ingat dan kemampuan mental yang lain. Risiko
demensia
dapat
diturunkan
dengan
pengobatan
hipertensi(Marliani, 2007). Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi
18
dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang (Marliani, 2007). Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehingga
meningkatkan
kemungkinan
terbentuknya
aneurisma (Marliani, 2007). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Marliani, 2007). Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark.Demikian
juga
hipertropi
ventrikel
dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Marliani, 2007). Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia
19
dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Marliani, 2007). Gagal memompa
jantung
darah
yang
atau
ketidakmampuan
kembalinya
kejantung
jantung dengan
dalam cepat
mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Marliani, 2007).). Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat).Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat.Neron-neron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Marliani, 2007). Pada
mata,
hipertensi
dapat
menimbulkan
kerusakan
pembuluh darah halus mata.Hipertensi menyebabkan pembuluh darah halus pada retina (bagian belakang mata) robek.Darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan kebutaan.Kejadian ini dapat dihindari dengan pengendalian hipertensi secara benar (Marliani, 2007). Komplikasi yang terjadi pada jantung dan pembuluh darah yaitu ateriosklerosis yaitu pengerasan pada dinding arteri yang terjadi karena terlalu besarnya tekanan, aterosklerosis yaitu penumpukan lemak pada pembuluh darah, aneurisma yaitu terbentuknya gambaran
20
seperti balon pada dinding pembuluh darah akibat melemah atau tidak elastisnya pembuluh darah, penyakit pada arteri koronaria misalnya karena plak, hipertropi bilik kiri jantung akibat ototnya yang bekerja terlalu berat ketika memompakan darah ke aorta, gagal jantung yaitu suatu keadaan ketika jantung tidak kuat memompa darah ke seluruh tubuh (Marliani, 2007). Pada ginjal, komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah dalam ginjal mengalami aterosklerosis karena tekanan darah terlalu tinggi sehingga aliran darah ke ginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya (Marliani, 2007). g. Pengobatan Hipertensi Jika sudah didiagnosa hipertensi maka hal yang biasanya dilakukan adalah pengobatan.Ada dua pilihan terapi yang bisa dipilih, yakni pengobatan farmakologis dan nonfarmakologis.Pengobatan farmakologis
dilakukan
dengan
menggunakan
obat-obatan
antihipertensi.Pada kasus-kasus ringan dan sedang, salah satu dari jenis obat saja biasanya sudah dapat mengontrol hipertensi (Indriyani, 2009). h. Jenis-jenis obat antihipertensi adalah : 1) Diuretik Obat jenis ini biasanya merupakan obat yang pertama diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan
dan
mengurangi
tekanan
darah.
Diuretik
juga
21
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan menyebabkan hilangnya kalium melalui urine sehingga kadang-kadang diberikan tambahan kalium atau obat penambah kalium.Contoh obat diuretik antara
lain
chlorthalidone,
furosemide,
hydrochlorothiazide,
metolazone, indapamide, bumetanide, spironolactone, torsemide, dan eplerenone (Indriyani, 2009). 2) Beta-blockers Obat yang dipakai dalam upaya untuk mengontrol tekanan darah
melalui
memperlebar
proses
memperlambat
(vasodilatasi)
pembuluh
kerja darah.
jantung
dan
Contohnya
:
Propanolol 10mg (Inderal, Farmadral), Atenolol 50, 100mg (Tenormin, Farnormin), atau Bisoprolol 2,5 & 5mg (Concor). Betablockers
tidak
dikhawatirkan
disarankan dapat
memicu
bagi
penderita
serangan
asma
asma
karena
yang
parah
(Indriyani, 2009). 3) Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitor Bekerja
dengan
menghambat
pembentukan
zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).Contohnya : Kaptopril 12,5 , 25, 50mg (Capoten, Captensin, Tensicap), Enalapril 5 dan 10mg (Tenase) (Indriyani, 2009). 4) Angiotensi II Receptor Blockers (ARBs) Obat-obat ARBs melindungi pembuluh darah dari efek angiotensin II, sebuah hormon yang menyebabkan pembuluh darah menyempit.Beberapa contoh obat-obatan ARBs adalah
22
Candesartan, Irbesartan, Losartan, olmesartan, Telmisartan, Eposartan, dan Valsartan (Indriyani, 2009). 5) Calcium Channel Blockers (CCBs) Obat-obatan CCBs membantu agar pembuluh darah tidak menyempit dengan menghalangi kalsium memasuki sel otot jantung dan pembuluh darah sehingga darah menjadi rileks dan tekanan menurun (Indriyani, 2009). 6) Alpa Blockers Alpa Blockers membuat otot-otot tertentu menjadi rileks dan membantu pembuluh darah yang kecil tetap terbuka (Indriyani, 2009). 7) Clonidine Clonidine adalah obat antihipertensi yang bekerja di pusat kontrol sistem saraf di otak.Clonidine menurunkan tekanan darah dengan memperbesar arteri di seluruh tubuh (Indriyani, 2009). 8) Vasodilator Vasodilator
adalah
pengobatan
dengan
melebarkan
pembuluh darah.Obat ini bekerja langsung pada otot-otot di dinding arteri, membuat otot rileks, dan mencegah dinding menyempit (Indriyani, 2009). Pengobatan nonfarmakologis dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup. Faktor gaya hidup merupakan salah satu penyebab hipertensi yang bisa diatur, tidak seperti faktor keturunan, jenis kelamin, dan usia. Langkah awal yang biasanya dilakukan adalah dengan menurunkan berat badan penderita hipertensi sampai batas
23
ideal, mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya, mengurangi/tidak minum minuman beralkohol, berhenti merokok, olahraga aerobik ringan hingga sedang seperti jalan kaki cepat, berenang, joging, dan lain-lain. 2. Lansia a. Definisi Seseorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 65 tahun atau lebih, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Sebenarnya lansia merupakan proses alami (Maryam, 2008). Menurut Ruhyanudin dalam Kuswardhani (2006), Proses menua adalah proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah, dimulai sejak lahir dan umum dialami pada semua makhluk hidup. Lansia bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia (bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, lanjut usia). Umur manusia maksimal sekitar 6 x 12 tahun = 120 tahun. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami penurunan kemampuan fisik, mental dan sosial secara sedikit demi sedikit sampai tidak bisa melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Bagi kebanyakan orang masa tua itu masa yang kurang menyenangkan (Maryam, 2008). Semua orang ingin panjang umur tetapi tidak ada yang menjadi tua. Sehubungan hal tersebut Berren dan Jenner (dalam
24
Depkes RI, 2012) mengusulkan untuk membedakan antara usia biologik, usia psikologik dan usia sosial. 1) Usia biologik adalah yang menunjukan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup. 2) Usia psikologik adalah yang menujukan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya. 3) Usia sosial adalah yang menunjukan kepada peran yang diharapkan
atau
diberikan
masyarakat
kepada
sesorang
sehubungan dengan usianya. Ketiga jenis usia menurut Berren dan Jinner itu saling mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan. Oleh karena itu secara umum tidak akan terdapat perbedaan berarti antara kelangsungan ketiga jenis usia tersebut. Dalam batas-batas tersebut seseorang bisa saja sudah tua dilihat dari keadaan fisiknya namun tetap bersemangat muda. Yang pertama ada hubungan dengan usia biologik yang kedua dengan usia psikologik. (Depkes RI, 2012). b. Pengelompokkan Lansia Mengenai kapan seseorang disebut lansia sulit untuk dapat dijawab secara memuaskan. Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batas usia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berpendapat bahwa lansia meliputi : 1) Usia pertengahan (midle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun 2) Usia lanjut (elderly) yaitu antara 60 sampai 70 tahun 3) Usia lanjut tua (old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun
25
4) Usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun. Suamiati Ahmad Mohamad (2012) dalam Buku Perawatan VC Unit E membagi periodisasi biologik perkembangan manusia sebagai berikut : 1) Usia 0 – 1 tahun adalah masa bayi 2) Usia 1 – 6 tahun adalah masa pra sekolah 3) Usia 6 – 10 tahun adalah masa sekolah 4) Usia 10 – 20 tahun adalah masa pubertas 5) Usia 20 – 40 tahun adalah masa dewasa 6) Usia 40 – 65 tahun adalah masa setengah umur (prasenium) 7) Usia 65 tahun ke atas adalah masa lanjut usia (senium). Menurut Jos Masdani lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, pertama faseluventus antara 25 – 40 tahun, kedua fase virilitas antara 40 hingga 50 tahun, ketiga fase fraessenium antara 55 hingga 65 tahun dan keempat fase senium antara 65 sampai tutup usia. (Maryam, 2008). Sedangkan
Koesoemanto
(dalam
Depkes
RI,
2012)
mengelompokkan lansia sebagai berikut : 1) Usia dewasa muda (elderly adulhood) yaitu antara 18/20 – 25 tahun 2) Usia dewasa penuh (midle years) atau mathuritas yaitu antara 25 – 60/65 tahun 3) Lanjut usia (geriatric age) yaitu lebih dari 65 – 70 tahun, terbagi untuk umur 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old) dan lebih dari 80 tahun (very old).
26
3. Jenis Kelamin Jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Hungu, 2013) Faktor risiko hipertensi antara lain adalah faktor genetik, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, stress, obesitas, asupan garam, dan kebiasaan merokok. Faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut adalah kadar kolesterol tinggi, tembakau, konsumsi sayuran dan buah yang rendah, serta kurang aktif bergerak (Julianti, 2011). Hipertensi adalah penyebab terbesar penyakit kardiovaskular. Pria di dalam populasi umum memiliki angka diastolik tertinggi pada tekanan darahnya dibandingkan dengan wanita pada semua usia dan juga pria memiliki angka prevalensi tertinggi untuk terjadinya hipertensi. Walau pria memiliki insiden tertinggi kasus kardiovaskular pada semua usia, hipertensi pada pria dan wanita dapat menyebabkan stroke, pembesaran ventrikel kiri, dan disfungsi ginjal. Hipertensi terutama mempengaruhi wanita karena faktor resikonya dapat di modifikasi dan hipertensi sering terjadi pada wanita tua (Sanif, 2009).
27
Menurut
Cortas
(2008)
mengatakan
prevalensi
terjadinya
hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya prosesaterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45 - 55 tahun sebelum lanjut usia. Pada umur lebih dari 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria yang diakibatkan faktor hormonal (Anggraini, 2008) B. Landasan Teori Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu 120/80mmHg (Kemenkes, 2013). Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Kenaikan prevalensi hipertensisejalan dengan bertambahnya usia terutama pada usia lanjut. Prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Menurut hasil penelitian
28
Yulia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering (2011) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan prevalence rate hipertensi lansia sebesar 35,58% (Yulia, 2011). Faktor risiko hipertensi antara lain adalah faktor genetik, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, stress, obesitas, asupan garam, dan kebiasaan merokok. Faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut adalah kadar kolesterol tinggi, tembakau, konsumsi sayuran dan buah yang rendah, serta kurang aktif bergerak (Julianti, 2011). Menurut Hungu (2013) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.Seks berkaitan
dengan
tubuh
laki-laki
dan
perempuan,
dimana
laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. Menurut Depkes RI (2014) Jenis kelamin sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada wanita lebih tinggi ketika seorang wanita mengalami menopause, hal ini didukung juga oleh pendapat Cortas (2008) dalam Anggraini (2012) mengatakan bahwa wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.
29
C. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konsep dari penelitian yang berjudul ”Hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016”, dapat di gambarkan sebagai berikut :
Faktor Risiko Hipertensi - Umur -
Jenis Kelamin
-
Pendidikan Pekerjaan Stress Obesitas Asupan garam Kebiasaan Merokok
Laki-laki Kejadian hipertensi
Perempuan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Sumber dimodifikasi Julianti (2011) dan Anggraini (2012)
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel tidak diteliti Kerangka konsep diatas menggambarkan faktor risiko hipertensi antara lain adalah faktor genetik, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, etnis, aktivitas fisik, stress, obesitas, asupan garam, dan kebiasaan merokok.
30
Faktor risiko yang akan diteliti yaitu faktor genetik jenis kelamin sedangkan umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, aktivitas fisik, stress, obesitas, asupan garam, dan kebiasaan merokok tidak diteliti.
D. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan duga, atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis pada peneiitian ini yaitu terdapat hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis Tahun 2016.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung, dan Stroke. Yogyakarta : Dianloka Printika. Ahmad, (2013). Asupan Garam Pada Penderita Hipertensi. Jakarta : EGC Albert Siagian (2010). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Anggraini, (2012). Jenis Kelamin Penderita Hipertensi. Bandung : PT Remaja Rosida Karya. Arikunto, S, (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI, Cetakan 13. Rineka Cipta. Jakarta. Astawan, (2011). Cegah Hipertensi dengan pola makan. Tersedia dalam http//: astawanridwan.wordpress.com/1548797/etiologidanpatofisiologihiperten si.html. diakses pada 29 maret 2016. Cortas K, et al, (2008), Hypertension, Tersedia dalam http//:www.emedicine.com. diakses pada tanggal 23 maret 2016. Corwin, E.J., 2011. Buku Saku Patofisiologi. Terjemahan Brahman U. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Depkes RI, (2012). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes RI. __________
(2014).
Pengertian
Jenis
Kelamin.
wordpress.com/1548797/etiologidanpatofisiologihipertensi.html. diakses pada 05 Maret 2016. Diana,
(2005) Diabetes dan Kaki. Tersedia dalam http://translate.diabetes.neuropathies.co.id diakses pada tanggal 28 Maret 2016
Dinkes, (2015). Jumlah Penderita Hipertensi Pada Lansia di Kabupaten Ciamis. Endang, Triyanto. (2014) Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hungu,
(2013). Pengertian Jenis Kelamin. Available http://www.psychologymania.com . diakses 18 maret 2016.
from:
Indriyani (2009), Deteksi Dini Kolesterol, Hipertensi, dan Stroke. Jakarta : Millestone Julianti, (2011). Hipertensi sebagai Faktor Risiko Stroke di RS Roemani http://www.unissula.ac.id/perpustakaan/index.php. diakses pada tanggal 16 Maret 2016
Junaidi (2010). Faktor Risiko Hipertensi. Jakarta : Agro Media Pustaka Kartikawati, (2013) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Di Puskesmas di Jakarta Utara Tahun 2013. Depok:Skripsi FKM Kemenkes, (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI _________, (2015). Hipertensi di Indonesia Diakses http://www.depkes.go.id?undex.php?=newsw&task=viewarticle, tanggal 15 Maret 2016.
dari pada
Komisi Nasional Etik, (2010). Etika Penelitian Kesehatan. Tersedia dalam http://www.google.com. diakses pada 15 Maret 2016. Kuswardhani, R. (2006). Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. Topics in Hypertension elderly. Lubis, (2008). Hipertensi dan Ginjal. Medan : USU Press. Marliani, (2007). 100 Questions & Answers Hipertensi. Jakarta : Elex Media Komputindo Maryam, ( 2008). Pemanfaatan Posyandu Lansia. EGC : Jakarta Notoatmodjo, (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta Oktora, (2007). Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai Desember 2005. Riau: FK UNRI. Rayhani, (2013) Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang. Pekanbaru Riau : Faculty of Medicine – University of Riau Riduwan dan Akdon, (2007). Rumus dan Data dalam Analisis dan Statistik. Bandung : Alfabeta Sanif,
(2009). Hipertensi Pada Wanita. Tersedia http://www.jantunghipertensi.com/ diakses 18 maret 2016.
dalam
Sugiharto (2011) Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat(Studi Kasus Di Kabupaten Karanganyar). Tidak Dipublikasikan Tesis Semarang: Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang WHO (2010). Tekanan Darah Hipertensi. diakses 18 maret 2016.
http://www.jantunghipertensi.com/
Wolff,
(2006). Keluhan dan gejala hipertensi. Tersedia dalam. www.idsehat.com/2005/02/keluhan-dan-gejala.html. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016
Yulia, (2013). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tembung Tahun 2010. FKM USU. Medan Yuliarti (2007). Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT Intisari Mediatama