HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AR-RISALAH CIAMIS Reni Sugiharti1 Yuldan faturohman2 Andik Setiyono3 Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi1 Dosen Pembimbing Bidang Kesehatan Lingkungan Universitas Siliwangi2 Dosen Pembimbing Bidang Kesehatan Lingkungan Universitas Siliwangi3 ABSTRAK Scabies adalah penyakit yang disebabakan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcotes scabei varietas humonis. Faktor pengetahuan dan personal hygene diduga berperan terhada kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor pengetahuan dan personal hygene (bergantian handuk, bergantian pakaian, tidur berhimpitan) dengan kejadian scabies ada santri di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Desain penelitian ini adalah case-control dengan metode survey. Popolasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang berumur 12-17 tahun yang tinggal menetap di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis dengan jumlah sampel 190 orang sampel diambil dengan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data skunder yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Analisis statistik menggunakan chi square dan dilakukan perhitungan Prevalensi Odds Ratio (POR). Hasil enelitian menunjukan bahwa prevalesni kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis berdasarkan hasil uji statistik dan uji chi square menunjukan bahwa variabel yang diteliti yang mempunyai hubungan dengan kejadian scabies yaitu variabel pengetahuan (p = 0,00) dengan OR 11,693 kali (95% CI : 5,925-23,074), bergantian pakaian (p = 0,00) dengan OR 9,291 kali (95% CI : 4,801 – 17,978), bergantian handuk Ciamis (p = 0,00) dengan OR 37,190 kali (95% CI: 15,149- 91,301), dan tidur berhimpitan p = 0,00) dengan OR 3,850 kali (95% CI: 2,088-7,099). Disarankan untuk dilakukan penyuluhan tentang bagaimana cara pola hidup bersih dan sehat ( PHBS) secara intensif dan kontinyu kepada santri agar mereka dapat menerapkannya dalam kehiduan sehari – hari sehingga dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khusunya scabies. Kata Kunci
: Pengetahuan, personal hygiene, scabies.
A. Pendahuluan Scabies adalah penyakit yang disebabakan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcotes scabei varietas humonis. Skabies disebut juga dengan the itch, amaan itch, seven year itch ( diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh tahunan). Di Indonesia Skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampere dan gatal ago ( Djuanda, 2006). Menurut WHO prevalensi scabies di seluruh dunia dilaporkan sekitar 300 juta kasus per tahun (Chosidow, 2009). Negara industri seperti di Jerman, scabies terjadi secara sporadik atau dalam bentuk endemik yang panjang (Ariza 2012). Baur (2013) melaporkan prevalensi scabies di India 20,4%. Onayemi (2006) juga melaporkan prevalensi scabies di Nigeria 28,6%. Zayyid (2010) melaporkan sebesar 31% prevalensi scabies pada anak berusia 10-12 tahun di Penang Malaysia. Kline (2013). Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut yang mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun jamur. Penyakit yang sering muncul karena kurangnya kebersihan diri adalah berbagai penyakit kulit (Kristiwiani, 2005). Scabies merupakan penyakit kulit yang masih sering dijumpai di Indonesia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat (Sudirman, 2006). Di Ciamis, terdapat pesantren yang sebagian santrinya banyak yang mengeluh kudisan, tepatnya di Pondok Pesantren Ar-Risalah ciamis merupakan pesantren endemis scabies karena dari tahun ke tahun penyakit ini selalu ada ( laporan Pos Kesehatan Pesantren Ar-Risalah Ciamis). Hal ini ditunjang dengan kondisi santri yang di lingkungan tersebut masih kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Menurut data pos kesehatan pesantren 2014-2015 menunjukan bahwa keajadian scabies di pondok pesantren Ar-Risalah Ciamis dari jumlah seluruh santri 686 orang terdapat 472 orang (69,09 %) sehat tidak terjangkit scabies dan 214 orang (31,19 %) yang terjangkit penyakit scabies. Kejadian scabies lebih tinggi terjadi terhadap laki-laki yaitu 145 orang (67,76%) dibandingkan dengan perempuan 69 orang (32,24%) dari jumlah 214 santri yang terjangkit scabies. Berdasarkan tingkat pendidikan santri SMP lebih banyak yang terjangkit yaitu 177 orang ( 82,7% ) sedangkan santri SMA yang terjangkit yaitu 37 orang ( 17,3%) (Poskestren Ar-Risalah, 2015).
Berdasarkan hasil presurvei tanggal 16 Agustus 2015, dari total sampel 686 santri , 214 santri yang terkena scabies dan 472 santri tidak terkena scabies diambil 20 orang santri,10 orang kelompok kasus yaitu santri penderita scabies dan 10 orang kelompok kontrol yaitu yang tidak scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah. Diketahui dari 10 orang didapatkan hasil kategori pengetahuan rendah pada kelompok kasus yaitu 9 orang (90%) dan pada kelompok kontrol didapatkan pengetahuan rendah yaitu 7 orang(70%). Pada kelompok kasus yang bergantian handuk dengan teman yaitu sebesar 7 orang (70%), dan pada kelompok kontrol yang bergantian handuk sebesar 5 orang (50%). kelompok kasus yang bergantian pakaian dengan teman sebanyak 8 orang (80%) dan kelompok kontrol
yang bergantian pakaian
dengan teman sebanyak 5 orang (50%). Pada kelompok kasus yang tidur berhimpitan sebanyak 9 orang (90 %) dan pada kelompok kontrol yang tidur berhimpitan sebanyak 7 orang (70%). Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprei, handuk, bantal, dan air yang masih terdapat kutu Sarcoptesnya (Harahap, 2009).
B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk survey yang bersifat observasional dengan pendekatan case-control, yaitu studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya (Murti, 2006). Kelompok kasus adalah santri yang menderita scabies dan kontrol adalah santri yang tidak menderita scabies. C. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah santri yang tinggal menetap di Pondok Pesantren ArRisalah Ciamis yaitu sebanyak 686 santri, dengan kelompok kasus sebanyak 118 santri dan kelompok kontrol 568 santri.
2.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 190 sampel. Penulis menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu proporsional random sampling adalah Cara yang tepat dan dianggap mewakili populasi yaitu dengan mengalokasikan jumlah sampel berdasarkan unit Tingkatan kelas secara proporsional, menurut Arikunto (2006). Selanjutnya sampel diambil dengan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). D. Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. 1.
Analisis univariat univariat
Analisis
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Tujuan dari analisis univariat adalah untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari berbagai variabel yang diteliti, data ditampilkan dalam bentuk tabel. 2.
Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu pengetahuan
tentang
scabies,
personal gygiene
yang
meliputi:
bergantian pakaian, bergantian handuk dan tidur berhimpitan. Penelitian ini dalam menganalisis data menggunakan uji chisquare yang menggunakan komputer dengan program SPSS for window versi 16. E. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor pengetahuan dan personal hygene dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Jumlah subjek penelitian adalah 190 orang (95 kasus dan 95 kontrol). Pembahasan mengenai karakteristik subjek digunakan untuk mengetahui gambaran umum subjek yang berdasar kan atas jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan.
a. Karateristik subjek berdasarkan jenis kelamin Karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin yang sakit scabies (kelompok kasus) berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 51 orang (53,68%), sedangkan je nis kelamin perempuan sebanyak 44 orang (46,32%). Pada subjek kelompok kontrol jenis kelamin perempuan sebanyak 65 orang (68,42%) dan jenis kelamin laki-laki paling sedikit 30 orang (31,58%). Secara singkat dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1 Frekuensi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Scabies Jenis Kelamin
Tidak Scabies
Total
N
%
N
%
N
%
Laki - laki
51
53,68
30
31,58
81
42,63
Peremepuan
44
46,32
65
68,42
109
57,37
Total
95
100,0
95
100,0
190
100,0
b. Karateristik subjek berdasarkan umur Karakteristik berdasarkan umur subjek pada kelompok kasus menunjukkan paling banyak berumur antara 12 - 14 tahun yaitu 65 orang (68,42%), dan paling sedikit berumur antara 15 – 17 tahun yaitu sebanyak 30 orang (31,58%), sedangkan subjek kelompok kontrol paling banyak 41 berumur antara 15 – 17 tahun 53 yaitu sebanyak orang (55,79%), subjek paling sedikit berumur antara 12 – 14 tahun 42 orang (44,21%). Secara singkat dapat dilihat pada table 2 berikut: Tabel 2 Frekuensi Subjek Berdasarkan Umur di Pondok Pesantren ArRisalah Ciamis Jenis
Scabies
Kelamin
N
Tidak Scabies %
N
total
%
N
%
12 – 14 th
65
68,42
42
44,21
107
56,32
15 – 17 th
30
31,58
53
55,79
83
43,68
Total
95
100,0
95
100,0
190
100,0
c. Karateristik subjek berdasarkan tingkat pendidikan Karakteristik subjek berdasarkan tingkat pendidikan pada penderita scabies lebih banyak yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 66 orang (69,47%), tingkat pendidikan SMA sebanyak 29 orang (30,53%) sedangkan subjek bukan penderita scabies tingkat pendidikannya lebih banyak SMA yaitu sebanyak 52 orang (54,74%), dan tingkat pendidikan SMP sebanyak 43 oang ( 45,26%) Secara singkat dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3 Frekuensi Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis Scabies
Tingkat Pendidikan
N
Tidak Scabies %
N
Total
%
N
%
SMP
70
73,7
70
73,7
140
57,37
SMA
25
26,3
25
26,3
50
42,63
Total
95
100,0
95
100,0
190
100,0
2. Hasil Analisis Data Univariat a. Pengetahuan tentang scabies Pada subjek kasus penderita scabies sebagian besar mempunyaipengetahuan yang kurang baik yaitu sebesar 73 orang (76,8%), namunterlihat bahwa pada kelompok bukan penderita scabies
pengetahuan
yangkurang baik
lebih
sedikit
daripada
pengetahuan penderita scabies 21 orang(22,1%). Pada subjek yang menderita scabies sebagian besar mempunyaipengetahuan baik yaitu sebesar 21 orang (22,1%) dan subjek kontrol yang berpengetahuan baik 74 orang (77,9%).
Tabel 4 Distribusi Hubungan antara Pengetahuan dengan KejadianScabiesdi Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis Scabies Pengetahun
N
Tidak Scabies %
N
Total
%
N
%
Baik
22
23,2
74
77,9
96
50,5
Kurang
73
76,8
21
22,1
94
49,5
Total
95
100,0
95
100,0
190
100,0
b. Bergantian pakaian Berkaitan dengan perilaku bergantian pakaian terlihat bahwa pada subjek penderita scabies sebagian besar bergantianpakaian yaitu sebanyak 73 orang (76,8%), sedangkanyang tidak bergantian pakaian hanya 22 orang (23,2%).Pada kelompok tidak scabies bergantianpakaian
yaitu
sebanyak
25
orang
(26,3%),
yang
tidakbergantian pakaian atau alat shalat sebanyak 70 orang (73,7%). Tabel 5 Distribusi Hubungan antara Bergantian Pakaian dengan Kejadian Scabiesdi Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis Bergantian
Scabies
pakaian
N
Tidak Scabies %
N
Total
%
N
%
Ya
73
76,8
25
26,3
98
51,6
Tidak
22
23,2
70
73,7
92
48,4
Total
95
100,0
95
100,0
190
100,0
scabies
sebagian
c. Bergantian handuk Pada
subjek
penderita
besar
berperilakubergantian handuk dengan teman yaitu sebesar 71 orang (74,7%), danyang tidak bergantian handuk sebanyak 24 orang (25,3%). Hal ini lebihtinggi daripada kelompok tidak scabies yang menyatakan bergantianhanduk yaitu sebesar 7 orang (7,4), yang tidak berganti n handuk sebanyak 88 orang (92,6%).
Tabel 6 Distribusi Hubungan antara Bergantian Handuk dengan KejadianScabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Bergantian
Scabies
handuk
N
Tidak Scabies %
N
Total
%
N
%
Ya
71
74,7
7
7,4
78
41,4
Tidak
24
25,3
88
92,6
112
58,9
Total
95
100,0
95
100,0
190
100,0
d. Tidur berhimpitan Berkaitan dengan kebiasaan tidur subjek penderita scabies sebagianbesar menyatakan tidur berhimpitan dengan teman yaitu sebanyak 55orang (57,9%), dan 40 orang (42,1%) yang menyatakan tidaktidur berhimpitan. Perilaku tidur berhimpitan ini lebih tinggi padakelompok scabies daripada kelompok tidak scabies yang menyatakantidur berhimpitan yaitu sebanyak 25 (26,3%) dan yang tidak tidur berhimpitan 70 orang (73,7%) Tabel 7 Distribusi Hubungan antara Tidur Berhimpitan dengan KejadianScabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis Tidur
Scabies
berhimpitan
N
Tidak Scabies %
N
Total
%
N
%
Ya
55
57,9
25
26,3
80
42,1
Tidak
40
42,1
70
73,7
110
57,9
Total
95
100,0
95
100,0
190
100,0
1.
Analisis Bivariat 2. Hubungan antara pengetahuan subjek dengan kejadian scabies Table 4.8 Hubungan antara faktor pengetahuan dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis Kejadian Skabies
Penget ahuan
OR ( CI
Menderit
Tidak
a
Menderita
Skabies
Skabies
Kuran
73
21
94
g
76,8%
22,1%
49,5%
Baik
22
74
96
23,2%
77,9%
50,5%
95
95
190
100,0%
100,0%
100,0
Total
Total
Nila
95%)
ip
%
0,0
11,693 (
0
5,92 5– 23,07 4)
Berdasarkan hasil uji chi square dengan tingkat signifikan 5% diperoleh hasil p = 0,00 karena nilai p-value 0,00< 0,05 maka Hoditolak, artinya ada hubungan antara
tingkat pengetahuan
respondendengan kejadian scabiesdi Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Tingkat pengetahuan tentang scabies yang kurang baik mempunyai risiko terhadap penyakit scabies sebesar 11,693 kali (95% CI : 5,925-23,074), dibandingkan dengan pengetahuan tentang scabies yang baik.
3. Hubungan antara bergantian pakaian dengan kejadianscabies Table 4.9 Hubungan antara faktor berganti pakaian dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis Kejadian Skabies
Bergant
Ya
i Pakaia n Total
Tidak
OR ( CI
Menderit
Tidak
a
Menderita
Skabies
Skabies
73
25
98
76,8%
26,3%
51,6%
22
70
92
23,2%
73,7%
48,4%
95
95
190
100,0%
100,0%
100,0
4,801 –
%
17,978
Total
Nilai
95%)
p
0,00
9,291 (
) Berdasarkan hasil uji chi square dengan tingkat signifikan 5% diperoleh hasil p = 0,00 karena nilai p-value 0,00< 0,05 maka Hoditolak, artinya ada hubungan antara responden bergantian pakaian ataualat shalat dengan kejadian scabiesdi Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Bergantian pakaian mempunyaai risiko terkena penyakit scabies sebesar 9,291 kali (95% CI : 4,801 – 17,978), bila dibandingkan dengan yang tidak bergantian pakaian.
4. Hubungan antara bergantian handuk dengan kejadian scabies Table 4.10 Hubungan antara faktor berganti handuk dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis Kejadian Skabies
Bergant
Ya
i handuk
Total
Tidak
OR ( CI
Menderit
Tidak
a
Menderita
Skabies
Skabies
71
7
78
74,7%
7,4%
41,1%
24
88
112
25,3%
92,6%
58,9%
95
95
190
100,0%
100,0%
100,0
Total
Nilai
95%)
p
%
0,00
37,190 ( 15,149 – 91,301)
Berdasarkan hasil uji chi square dengan tingkat signifikan 5% diperoleh hasil p = 0,00 karena nilai p-value 0,00 < 0,05 maka Hoditolak, artinya ada hubungan antara responden yang bergantian handukdengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis.Bergantian handuk mempunyai risiko terkena penyakit scabies sebesar 37,190 kali (95% CI: 15,149- 91,301), bila dibandingkan dengan yang tidak bergantian handuk.
5. Hubungan antara tidur berhimpitan dengan kejadian scabies Table 4.11 Hubungan antara faktor tidur berhimpitan dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis Kejadian Skabies
Tidur
Ya
berhim pitan
Total
Tidak
OR ( CI
Menderit
Tidak
a
Menderita
Skabies
Skabies
55
25
80
57,9%
26,3%
42,1%
40
70
110
42,1%
73,7%
57,9%
95
95
190
100,0%
100,0%
100,0
2,088 –
%
7,099)
Total
Nilai
95%)
p
0,00
3,850 (
Berdasarkan hasil uji chi square dengan tingkat signifikan 5% diperoleh hasil p = 0,00 karena nilai p-value 0,00< 0,05 maka Hoditolak, artinya ada hubungan antara subjek yang tidur berhimpitan dengankejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Perilakusantri yang tidur berhimpitan mempunyai resiko terkena penyakit scabies sebesar 3,850 kali (95% CI: 2,088-7,099), bila dibandingkan dengan yang tidur tidak berhimpitan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.12 Hasil Analisis Chi Square Variable
Nilai p
Keterangan
Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian
0,00
Ho ditolak
0,00
Ho ditolak
0,00
Ho ditolak
0,00
Ho ditolak
scabies Hubungan antara bergantian pakaian dengan kejadian scabies Hubungan antara bergantian handuk dengan kejadian scabies Hubungan antara tidur berhimpitan dengan kejadian scabies Taraf signifikan a = 0,05 F.
Pembahasan 1.
Hubungan antara Pengetahuan Subjek dengan Kejadian Scabies Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa adanya hubungan
antarapengetahuan dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren ArRisalah Ciamis (p = 0,00). Pengetahuan sangat berpengaruh terhadap terjadinya scabies, penelitian ini sesuai hasil penelitian Andayani (2005) bahwa 15 responden (30%) berpengetahuan jelek (kurang baik). Pengetahuan tentang scabies sangat mempengaruhi kejadian scabieskarena pengetahuan merupakan sumber yang sangat penting untukterbentuknya suatu tindakan seseorang. Dilihat dari jawaban subjek pada hasilkuesioner menunjukkan bahwa subjek yang menderita scabies mempunyaipengetahuan kurang baik yaitu sebesar 73 orang (76,8%) dan yang tidakscabies juga mempunyai pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 21 orang(22,1%). Hal ini menunjukkan bahwa subjek kurang memahami tentang cara pencegahan, sumber penularan dan penyebab scabies. Menurut Iskandar (2000) scabies merupakan penyakit yang sulitdiberantas, pada manusia terutama dalam lingkungan masyarakat pada hunianpadat tertutup, karena kutu Sarcoptes scabiei penyebab scabies mudahmenular di lingkungan yang padat dan tertutup, hal ini sesuai dengan kondisihunian di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis. Santri di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis kurang memahami apa saja yangberkaitan dengan penyakit scabies, baik kondisi lingkungan,
tempat berkembangbiak kutu sarcoptes scabiei, dan cara penularan penyakit scabies.Tingkat pengetahuan tentang scabies yang kurang baik mempunyai risiko terhadap penyakit scabies sebesar 11,693 kali (95% CI : 5,925-23,074). 2. Hubungan antara Bergantian Pakaian dengan KejadianScabies Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara bergantian pakaian dengan kejadian scabiesdi Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis (p = 0,00). Pada penelitian ini ditunjukkanbahwa subjek bergantian pakaian yang menderita scabiessebanyak 73 orang (76,8%) dan yang tidak scabies yaitu 25 orang (26,3%).Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Handayani (2005), yangmenunjukkan 47 orang (94%)
pernah
meminjamkan
pakaian
pada
teman,karena
dengan
meminjamkan pakaian pada teman berarti memudahkanpenularna kuman scabies.
Penularan
perlengkapan
tidur,
melalui
kontak
pakaian,
atau
tidak
langsung
handuk
sepertimelalui
memegang
peranan
penting(Mansyur , 2007). Santri
Pondok
Pesantren
Ar-Risalah
Ciamis
mempunyai
kebiasaan bergantian pakaian(saling pinjam meminjamkan pakaian). Santri melakukan hal tersebut karenasantri tidak mengetahui bahwa kutu sarcoptes scabiei dapat bertahan hidup dipakaian dan dapat menularkan penyakit scabies. Bergantianpakaian atau alat shalat mempunyaai risiko terkena penyakit scabies sebesar 9,291 kali (95% CI : 4,801 – 17,978), bila dibandingkan dengan yang tidakbergantian pakaian atau alat shalat. 3. Hubungan antara Bergantian Handuk dengan Kejadian Scabies Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antarabergantian handuk dengan kejadian scabiesdi Pondok Pesantren ArRisalah Ciamis (p = 0,00). Penelitian ini menunjukkan kebiasaan bergantianhanduk dengan teman berpengaruh terhadap kejadian scabies. Berdasarkanuraian di atas diketahui penderita scabies yang bergantian handuk dengan teman yaitu sebesar 71 orang (74,7%), yang tidak scabies dan bergantian handuk sebesar
7 orang (7,4%). Hal ini menunjukkan
bahwa santri di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis sebagian besar bergantian handuk denganteman.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) bahwaperilaku
yang
mendukung
terjadinya
scabies
adalah
sering
bergantian handukdengan teman.Menurut Mansyur (2007) penularan scabies secara tidaklangsung dapat disebabkan melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk. Santri Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis memiliki kebiasaan menjemurhanduk di dalam kamar, dan tidak semua santri memiliki alat mandi sendiri sendiri, jadi saat santri mandi menggunakan alat mandi bergantian denganteman santri, saling bergantian handuk karena santri tidak mengetahui bahwakutu sarcoptes scabiei dapat bertahan hidup pada handuk dan dapatmenularkan penyakit scabies. Bergantian handuk mempunyai risiko terkenapenyakit scabies sebesar 37,190 kali (95% CI: 15,149- 91,301), biladibandingkan dengan yang tidak bergantian handuk. 4. Hubungan antara Tidur Berhimpitan dengan Kejadian Scabies Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antaratidur berhimpitan dengan kejadian scabiesdi Pondok Pesantren ArRisalah Ciamis (p = 0,00). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa subjek yangtidur berhimpitan dan menderita scabies sebanyak 55 orang (57,9%) danyang tidak scabies yaitu 25 orang (26,3%). Hasil ini sesuai dengan penelitian mendukung
Ma’rufi
(2005)
terjadinya
yangmenyimpulkan
skabie
s
melaluitidur
bahwa
perilaku
bersama
dan
yang saling
berhimpitan dalam satu tempat tidur. Selain itu hasilpenelitian Handayani (2007) juga menunjukkan bahwa persentase respondenyang terkena scabies ada 62,9%; 61,4% mempunyai kebiasaan tidur bersamatemannya yang
menderita
scabies,
dan
60,0%
mempunyai
kebiasaan
memakaiselimut bersama-sama temannya yang menderita scabies. Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis tidak menyediakan tempat tidur, jadisantri tidur dengan menggunakan alas atau tidak menggunakan alas,
haltersebut
dilakukan
bersama-sama
dengan
teman
satu
kamar.Setiap kamar di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis ditempati 1012 santri. Perilaku santri yangtidur berhimpitan mempunyai risiko terkena penyakit scabies sebesar 3,850 kali (95% CI: 2,088-7,099), bila dibandingkan dengan yang tidur tidakberhimpitan.
Berdasarkan
hasil
penelitian
Fermawan
(2008)
terdapat
hubunganantara angka kejadian scabies dengan jenis kamar di Pondok PesantrenModern Islam PPMI Assalaam Surakarta, hasil penelitian menunjukkan adahubungan antara kepadatan hunian dengan angka kejadian scabies.Angkakejadian scabies di pondok pesantren masih cukup tinggi,
hal
ini
disebabkanoleh
banyaknya
faktor
risiko
yang
mempengaruhinya terutama kepadatanpenghuni yang tinggi. Berdasarkan keempat variabel penelitian yaitu pengetahuan, bergantianpakaian, bergantian handuk dan tidur berhimpitan menunjukkan bahwa variabel bergantian pakaian merupakan faktor risiko yangpaling besar, dimana dengan bergantian pakaian merupakan perilaku yang mendukung terjadinya scabies. G. Keterbatasan Peneliti Pada saat melakukan pengumpulan data masih terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan, walaupun peneliti berupaya semaksimal mungkin dengan berbagai usaha untuk membuat hasil penelitian ini jauh lebih sempurna. Peneliti menyadari bahwa keterbatasan dalam melakukan penelitian antara lain: a.
Keterbatasan kuisioner yang kurang menggali faktor-faktor lain yang berhubungan dengan scabies.
b.
Keterbatasan dalam jumlah variabel yang diteliti. Masih ada variabel-variabel lainnya yang mempunyai hubungan dengan variabel indefendent dalam penelitian ini yang tidak di teliti karena adanya keterbatasan biaya mauun tenaga.
F. Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data, maka dapatdisimpulkan sebagai berikut: 1.
Ada hubungan antara pengetahuan santri tentang kesehatan lingkungandengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis (p = 0,00) dengan OR 11,693 kali (95% CI : 5,925-23,074).
2.
Ada hubungan antara perilaku santri bergantian pakaian dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis dengan (p = 0,00) dengan OR 9,291 kali (95% CI : 4,801 – 17,978).
3.
Ada hubungan antara perilaku santri memakai handuk secara bergantian dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Ar-Risalah Ciamis (p = 0,00) dengan OR 37,190 kali (95% CI: 15,149- 91,301).
4.
Ada hubungan antara perilaku santri tidur dalam satu tempat dan salingberhimpitan dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren ArRisalah Ciamis (p = 0,00) dengan OR 3,850 kali (95% CI: 2,0887,099).
H. Saran 1.
Bagi pondok pesantren dan pihak pos kesehatan pesantren sebaiknya memberikan penyuluhan kepada santri tentang bagaimana cara pola hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya mengenai pengetahuan tentang scabies dan betapa pentingnya menjaga agar tidak saling bergantian pakaian, bergantian handuk dan tidak tidur saling berhimpitan. Penyuluhan ini diharapkan dilakukan secara intensif (cermat dan teliti) dan terus menerus sehingga santri dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khususnya penyakit kulit scabies.
2.
Bagi penelitian lain perlu dikembangkan
lagi dengan
variabel-variabel yang
lebih
kompleks, karena masih banyak faktor yangmempengaruhi dalam kejadian scabies, termasuk kondisi lingkunganseperti sumber air dan pembuangan limbah.
Daftar Pustaka Abdul Rahman. M dan Muhidin. S.A. 2007. Analisis Korela si, Regresi,
dan
jalur dalam Penelitian. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Al-Falakh
.
Scabies.
Diakses
30
Desember
20009.
http://alfalakh.
blogspot.com/2009/04/skabies.html Alfarisi. K. 2008. Pentingnya Menjaga Kebersihan. Diakses 1 Maret 2010. http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=10187
Andayani. L. S. 2005. Perilaku Santri Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat. Info Kesehatan Masyarakat.Vol. IX, Nomor 3, Desember 2005. Halaman 33-38
Budiarto.
E.
Biostatistik
2001.
untuk
Kedokteran
dan
Kesehatan
Masyarakat.Jakarta : EGC. Cak Moki. 2007. Skabies : Kulit Gatal Bikin Sebal. Diakses 14 Februari 2010.http://www.k-sate-edu/parasitlogy/625tutorials/Anthropods01.html Dinkes Jabar. 2006. PHBS Di Tempat Umum. Diakses 14 Januari 2010 http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=&idMenuKiri=50&idMe nuTab=53 Dinkes
Jateng.
2009.
Strategi
Memasyarakatkan
PHBS.diakses
14
Januari2010.http://www.diskesjatengprov.go.id/index.php?option=com_c ontent&view=article&id=47%3Astrategi-memasyarakatkanPHBS&catid=48%3Apkpm&lang=em. Dinkes Sulawesi Selatan. 2006. Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan
Program
Perilaku
Hidup
Bersih
Dan
Sehat
(PHBS).Makasar : Dinkes Sulawesi Selatan. Diakses 23 Desember 2009.http://dinkessulsel.go.id/pdf/Perilaku_hidup_bersih_&_sehat.pdf
Djuanda. A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, cetakan kedua.Jakarta : FKUI Fernawan. N. 2008. Perbedaan Angka Kejadian Skabies di Kamar Padat dan Kamar tidak Padat di Pondok Pesantren Modern Islam PPMI Assalam Surakarta . Skripsi. UMS. Tidak di Publikasikan. Handajani. 2007. hubungan Antara Praktik Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Nihayatul Amal Waled Kabupaten Cirebon.
Diakses:
2
Januari
2010.
http://fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3264 Harahap. M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates
Iskandar. T. 2000. Masalah Skabies Pada Hewan dan Manusia Serta Penanggulangannya. Wartazoa . Vol. 10, No. 1 th 2000. hal 28-34
Kartika.
H. 2008. Skabies.
Diakses 10
Januari 2010.http://henykartika.
Wordpers.com /2008/02/24/scabies Khotimah. K. 2006. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantran Nurul Hikmah Jatisawit Bumiayu Brebes.Skripsi. Semarang. UNDIP. Kristiwiani D. 2005. Hubungan Antara Praktik Kebersihan Diri Dengan Kejadian Skabies
Pada
Anak
SD
Di
SD
Bandarharjo
I
Semarang.
Skripsi.Semarang. FKM UNDIP. Kurnitasari. 2004. Faktor-raktor yang Berhubungan dengan Penyakit Skabies di Pondok Pesantren di Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara. Diakses:
4
Januari
http://fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=2228 Lomeshow, Stanely. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
2010.
Machfut, I. 2007. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan . Yogyakarta : Citramaya.Mahyuliansyah. 2009. Peran Serta Pondok
Pesantren
Dalam
Kesehatan
.
Diakses:14
November
2009.http://keperawatan komunitas.blogspot.com /2009/05/peran-sertapondok-pesantren-dalan-kesehatan.html
Ma’rufi. I. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Skabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2, No. 1. juli 2005.hal : 11-18.
Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia . Vol. 57, No. 2, Februari 2007. Hal : 63-67 Muktihadid. 2008. Kebersihan Adalah Napas Kehidupan . Diakses 1 Maret 2010.http://muktihadid.wordpress.com/2008/01/16/kebersihan-adalahnapaskehidupan MUI. 1995. Air Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Menurut Ajaran Islam.MUI. Depkes. Depag. Unicef Indonesia Murti, B. 1997. Prinsip & Metode Reset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatis dan Kualitatif. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Nafi’. D. 2007. Praktis Pembelajaran Pesantren . Forum Pesantren Nawawi. 2006. Sejarah dan Perkembangan Pesantren. Ibda’. Vol. 4. No. 1.Januari-Juni 2006. Halaman: 4-19 Notoatmojo. S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : RinekaCipta.Pawening. A. 2009. Perbedaan Angka Kejadian Skabies Antar Kelompok San tri Berdasar Lama
Belajar
di
Pesantren.
Diakses:
16
November
2009.
http://digilib.uns.ac.id/abstrak_1262_perbedaan-angka-kejadianskabiesantar-kelompok-santri-berdasar-lama-belajar-di-pesantren.html
Qomar. M. 2007. Pesantren . Yogyakarta: Erlangga Sudirman. T. 2006. scabies : Masalah Diagmosis dan Pengobatan. Majalah Kesehatan Damianus. Vol. 5, No. 3. September 2006. Hal : 177-190 Utomo. P. 2004. Pengendalian Parasit dengan Genetik Host Resistance. Wartazoa. Vol. 14. no. 4. th 2004. Halaman: 160-172 Wahid. I.2009. Refleksi Kasus Skabies. Diakses 15 Februari 2010. http://diyoyen.blog. frienster.com/2009/08/skabies/ Wardhani. 2007. Hubungan Praktek Kebersihan Diri Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Kejadian Skabies Pada Pemulung di TPA Bukung Bandar Lampung. Skripsi. Semarang. UNDIP.WHO. 2001. Planet Kita Kesehatan Kita. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Vincente. S. 2009. “Community Management of Endemic Scabies in Remote Aboriginal Communities of Northern Australia: Low Treatment Uptake and High Ongoing Acquisition. Majalah PLOS. Vol 3 issue 5 e444.