PRESENTASI KASUS TUMOR GINJAL KIRI
DISUSUN OLEH: Anggi P. N. Pohan
0906487695
Vhiolen Christin S.
0906639966
NARASUMBER: Dr. dr. Nur Rasyid, Sp.BU
MODUL PRAKTIK KLINIK BEDAH DAN ATLS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JANUARI 2014
BAB I ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas Pasien Nama
:S
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 55 tahun
Alamat
: Ciracas, Jakarta Timur
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Pendidikan
: SMA
Status Pernikahan
: Sudah menikah
No. RM
: 387-85-xx
Tanggal Masuk
: 3 Januari 2014
Tanggal Pemeriksaan
: 15 Januari 2014
1.2 Anamnesis (Autoanamnesis) Keluhan Utama Nyeri pinggang sebelah kiri yang hilang-timbul sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 4 tahun SMRS, pasien mengeluhkan adanya nyeri pinggang sebelah kiri yang hilang-timbul.Nyeri pinggang sebelah kiri muncul tiba-tiba; tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi tubuh. Nyeri dirasakan seperti diremas-remas dan tidak menjalar. Nyeri yang dirasakan sejak 4 tahun SMRS sampai selama perawatan dirasakan sama saja; tidak ada perubahan kualitas nyeri. Pada saat nyeri muncul, pasien menyangkal adanya keringat dingin. Keluhan nyeri tidak disertai dengan demam. Keluhan nyeri saat buang air kecil (BAK), BAK keruh, dan BAK berdarah disangkal. Riwayat keluar batu atau pasir saat BAK disangkal. Gangguan buang air besar (BAB) disangkal. Keluhan mual dan muntah juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak pernah mengalami trauma, khususnya di daerah pinggang. Pada saat itu, pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Pasien sempat menjalani pemeriksaan USG dan rontgen perut, kemudian dikatakan bahwa pasien mengalami tumor ginjal kiri dan disarankan untuk menjalani operasi. Pasien menolak tindakan
operasi dan tidak pernah memeriksakan dirinya kembali. Pasien justru mengonsumsi obat-obatan herbal. Pasien pernah mendapatkan transfusi darah: 1x pada 3 tahun SMRS, 2X pada 2 tahun SMRS, dan semakin sering (>2x) pada 1 tahun SMRS. Pasien mengatakan bahwa alasannya mendapatkan transfusi darah adalah Hb-nya rendah dimana Hb terendah 4,2. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebesar 10 kg, disertai adanya penurunan nafsu makan, dan badan terasa lemas. Pasien juga merasakan perutnya sedikit membesar sejak 2 tahun SMRS, tetapi pasien tidak merasakan terdapat masa. Pasien menyangkal ada demam lama. Riwayat kaki membengkak tidak ada. Pasien menyangkal adanya nyeri atau linu pada tulang. Pasien juga menyangkal adanya batuk-batuk yang berkepanjangan. Sejak 2 tahun SMRS, pasien mengatakan bahwa kadang-kadang tekanan darahnyatinggi dan pernah mendapatkan obat captopril. Pasien tidak mengonsumsi obat tersebut secara rutin. Sekitar tiga bulan SMRS, pasien pernah memeriksakan dirinya ke dokter (saat mendapatkan transfusi darah) dan dikatakan bahwa Hb yang turun disebabkan oleh tumor yang dialami pasien sehingga disarankan untuk menjalani operasi. Kemudian pasien dirujuk dari RS Pasar Rebo ke Poliklinik Urologi RSCM. Pasien mulai dirawat untuk operasi sejak 3 Januari 2014. Selama perawatan, pasien telah menjalani operasi pengangkatan tumor ginjal kiri pada 7 Januari 2014. Pasien diketahui memiliki riwayat alergi terhadap ampisilin.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien menyangkal adanya penyakit jantung, penyakit paru, asma, dan diabetes melitus. Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga Kakak kandung pasien memiliki hipertensi. Riwayat penyakit tumor di dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit lain di dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pekerjaan, Kebiasaan Pasien sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Dahulu pasien bekerja sebagai seorang sopir angkutan antarkota selama bertahun-tahun, tetapi sekarang sudah tidak bekerja lagi. Selama masih bekerja, pasien mengaku jarang sekali minum dan sering mengonsumsi minuman kratingdaeng. Pola makan pasien normal dan bergantian
mengonsumsi sayur-sayuran, buah-buah, dan daging. Pasien memiliki kebiasaan merokok 1-2 bungkus/hari selama >15 tahun, tetapi sekarang sudah berhenti merokok. Pasien menyangkal riwayat minum minuman beralkohol. Pasien berobat dengan jaminan kesehatan nasional.
1.3 Pemeriksaan Fisik Kesadaran
: Kompos mentis
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Tekanan Darah
: 150/100 mmHg
Frekuensi Nadi
: 72 x/menit
Frekuensi Pernapasan
: 22 x/menit
Suhu
: Afebris
BB/TB
: 67 kg/165 cm
IMT
: 24,61 kg/m2
Kepala
: Normosefal, tidak ada deformitas
Mata
: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Hidung
: Lubang hidung lapang, tidak ada sekret
Telinga
: Kedua liang telinga lapang, tidak ada sekret, refleks cahaya positif, nyeri tekan tragus dan mastoid tidak ada
Mulut
: Mukosa tidak kering, gigi berlubang tidak ada, faring tidak hiperemis, uvula di tengah, tonsil tidak membesar
Leher
: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Paru
: Vesikuler (+/+), rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
: S1 dan S2 normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Perut
: Datar, lemas, defans tidak ada, bising usus normal, nyeri ketok CVA (+) sebelah kiri Stoma
: kesan vital, produksi (+) feses
Luka operasi : tertutup kassa, tidak ada rembesan Ekstremitas
: Akral hangat, tidak ada edema, capilarry refill time<2 detik
1.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium 3 Januari 2014
Jenis Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV/VER MCH/HER MCHC/KHER Trombosit Leukosit LED Hitung Jenis Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit Gambaran Darah Tepi Eritrosit Leukosit Trombosit Kesan Jumlah Retikulosit Absolut Relatif Kimia Klinik Ureum darah Kreatinin darah
Hasil
Satuan g/dL % 10^6/uL fL Pg g/dL 10^3/dL 10^3/dL Mm
11,6 36,7 4,96 74,0 23,4 31,6 363 7,78 40 0,6 6,0 56,5 25,6 9,3
Nilai Rujukan 13-17 40-50 4,5-5,5 80-95 27-31 32-36 150-400 5-10 0-10 0,5-1,0 1-4 55,0-70,0 20-40 2-8
Mikrositik hipokrom, anisositosis, sel pensil (+) Kesan jumlah cukup, eosinophilia Kesan jumlah cukup, morfologi normal Anemia mikrositik hipokrom dengan eosinophilia 40.200 0,81
/uL %
24.000-110.000 0,56-2,00
35 1,40
mg/dL mg/dL
<50 0,8-1,3
4 Januari 2014 Jenis Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV/VER MCH/HER MCHC/KHER Trombosit Leukosit Kimia Klinik Ureum darah Kreatinin darah SGOT SGPT Albumin GDS
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
11,3 36,1 4,80 75,2 23,5 31,3 372 8,06
g/dL % 10^6/uL fL Pg g/dL 10^3/dL 10^3/dL
13-17 40-50 4,5-5,5 80-95 27-31 32-36 150-400 5-10
38 1,40 23 9 3,5 87
mg/dL mg/dL U/L U/L g/dL mg/dL
<50 0,8-1,3 <33 <50 3,4-4,5 <140
Elektrolit Natrium Kalium Klorida Kalsium Hemostasis PT Pasien Kontrol APTT Pasien Kontrol Urinalisis Warna Kejernihan Sedimen Leukosit Eritrosit Silinder Sel epitel Kristal Bakteri Berat jenis pH Protein Glukosa Keton Darah/Hb Bilirubin Urobilinogen Nitrit Leukosit esterase
121 4,30 101,6 8,9
mEq/L mEq/L mEq/L mg/dL
132-147 3,30-5,40 94-111 8,4-10,2
11,9 11,8
Detik Detik
9,8-12,6
33,5 31,6
Detik Detik
31,0-47,0
Kuning Jernih 2-3 1-2 Negatif 1+ Negatif Negatif 1,020 5,5 Negatif Negatif Negatif Trace Negatif 3,2 Negatif Negatif
Kuning Jernih /LPB /LPB /LPK
0-5 0-2 0-2 1+ Negatif Negatif 1,005-1,030 4,5-8,0 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 3,2-16,0 Negatif Negatif
7 Januari 2014 Jenis Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV/VER MCH/HER MCHC/KHER Trombosit Leukosit LED Hitung Jenis Basofil
Hasil 12,4 38,9 5,01 77,4 24,8 32 264 16,61 14 0,1
Satuan g/dL % 10^6/uL fL Pg g/dL 10^3/dL 10^3/dL Mm
Nilai Rujukan 13-17 40-50 4,5-5,5 80-95 27-31 32-36 150-400 5-10 0-10 0,5-1,0
Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit Kimia Klinik Ureum darah Kreatinin darah SGOT SGPT Albumin Elektrolit Kalsium Magnesium
0,1 84,7 7,5 7,6
1-4 55,0-70,0 20-40 2-8
40 0,90 25 10 3,10
mg/dL mg/dL U/L U/L g/dL
<50 0,8-1,3 <33 <50 3,4-4,5
7,6 1,66
mg/dL mg/dL
8,4-10,2 1,70-2,55
11 Januari 2014 Jenis Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV/VER MCH/HER MCHC/KHER Trombosit Leukosit Kimia Klinik Ureum darah Kreatinin darah Elektrolit Natrium Kalium Klorida
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
10,6 33,2 4,43 74,9 24,4 32,5 255 9,26
g/dL % 10^6/uL fL pg g/dL 10^3/dL 10^3/dL
13-17 40-50 4,5-5,5 80-95 27-31 32-36 150-400 5-10
94 1,30
mg/dL mg/dL
<50 0,8-1,3
140 3,73 102,7
mEq/L mEq/L mEq/L
132-147 3,30-5,40 94-111
12 Januari 2014 Jenis Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV/VER MCH/HER MCHC/KHER Trombosit Leukosit
Hasil 10,4 32,3 4,33 74,6 24,0 32,2 316 8,03
Satuan g/dL % 10^6/uL fL pg g/dL 10^3/dL 10^3/dL
Nilai Rujukan 13-17 40-50 4,5-5,5 80-95 27-31 32-36 150-400 5-10
Pemeriksaan Radiologi CT-Scan Abdomen Atas dan Bawah (2 Oktober 2013) Kesan
: Massa ginjal kiri DD/ nefroma DD/ Wilms tumor
Foto Polos Thorax Proyeksi PA (5 Januari 2014) Kesimpulan : - Elevasi hemidiafragma kiri - Elongasi aorta - Tidak tampak kelainan radiologis pada paru
1.5 Daftar Masalah 1. Post-debulking tumor ginjal kiri cT2bN0M0 H+8 2. Post-reseksi segmental kolon descendens + kolostomi double barrel H+8
1.6 Rencana Tatalaksana Diagnosis Dilakukan follow-up penyakit paling lama 3 bulan sampai 6 bulan setelah operasi. Follow-up berupa pemeriksaan DPL, fungsi hati dan ginjal, CT-Scan, serta kemungkinan terjadinya metastasis.
Terapi Diet lunak 1700 kkal Peptisol 5x1000 mL Cefoperazone 2x1 gr I.V. Omeprazole 2x40 mg I.V.
Edukasi Edukasi pasien untuk makan-makanan yang bergizi
1.7 Prognosis Ad vitam
: Dubia
Ad sanationam
: Dubia
Ad functionam
: Bonam
CT-Scan Abdomen Atas dan Bawah (2 Oktober 2013)
Foto Polos Thorax Proyeksi PA (5 Januari 2014)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal Ginjal terletak di dalam rongga abdomen atas pada kedua tepi kolumna vertebra di belakang peritoneum (retroperitoneal).1 Ginjal kanan terletak lebih rendah daripada ginjal kiri karena posisi hati di dekat ginjal.2 Berat ginjal dewasa sekitar 150 gram.2 Strukturstruktur yang menyokong ginjal adalah lemak perirenal (tertutup di dalam fasia perirenal), renal vascular pedicle, abdominal muscle tone, dan visera abdomen.2 Pada potongan longitudinal dari bagian luar ke dalam, ginjal terdiri atas korteks, medula, serta pelvis dan kaliks.1,2 Korteks tampak homogen dan berproyeksi ke dalam pelvis antara papilla dan forniks yang disebut dengan kolumna Bertin. Medula terdiri atas banyak piramida yang terbentuk oleh tubulus kolektivus.
Gambar 1. Ginjal, ureter, dan kandung kemih dari aspek anterior.2
Unit fungsional dari ginjal adalah nefron yang tersusun atas tubulus dengan fungsi sekretorik dan ekskretorik. Bagian sekretorik nefron terutama terletak di dalam korteks dan terdiri atas korpuskel dan tubulus bagian sekretorik. Korpuskel tersusun atas
glomerulus yang dikelilingi oleh kapsula Bowman. Bagian sekretorik dari tubulus terdiri atas tubulus konvolusi proksimal, lengkung Henle, dan tubulus konvolusi distal. Bagian ekskretorik nefron adalah tubulus kolektivus yang akan mengosongkan isinya melalui papilla atau ujung piramida ke dalam kaliks minor.2
Gambar 2. (A) Potongan frontal ginjal kanan menunjukkan struktur internal dan pembuluh darah. (B) Potongan ginjal menunjukkan beberapa nefron.1
Adapun aliran darah yang melalui ginjal adalah sebagai berikut. Darah dari aorta abdominal memasuki arteri renalis yang bercabang-cabang di dalam ginjal menjadi arteriarteri berukuran lebih kecil. Arteri terkecil masuk ke arteriola aferen di dalam korteks. Dari arteriola aferen, darah mengalir ke dalam glomerulus (kapiler), ke arteriola eferen, ke kapiler peritubular, ke vena di dalam ginjal, ke vena renalis, dan akhirnya ke vena kava inferior.1 Persarafan ginjal berasal dari pleksus renalis bersamaan dengan pembuluh darah renalis di sepanjang parenkim ginjal. Aliran limfatik ginjal mengalir ke dalam kelenjar getah bening lumbar.2 Ginjal memiliki banyak fungsi yang dijabarkan seperti di bawah ini.1 Pembentukan urin mulai dari filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus, sampai dengan hormon-hormon yang memengaruhi reabsorpsi, yaitu aldosteron,
atrial natriuretic peptide, hormon antidiuretik (antidiuretic hormone, ADH), dan hormon paratiroid. Keseimbangan asam-basa di dalam tubuh. Sekresi renin oleh sel-sel jukstraglomerular ketika tekanan darah menurun. Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan sekresi aldosteron. Sekresi eritropoietin sebagai respon terhadap hipoksia dimana terjadi perangsangan sumsum tulang untuk meningkatkan laju produksi sel darah merah. Aktivasi vitamin D, yaitu mengubah bentuk inaktif menjadi bentuk aktifnya.
2.2 Tumor Ginjal 2.2.1 Tumor Jinak Ginjal Tumor jinak ginjal meliputi adenoma, onkositoma, angiomiolipoma, leiomioma, hemangioma, lipoma, dan tumor sel jukstraglomerular. Tiga jenis tumor yang disebutkan paling awal akan dibahas di bawah ini, sedangkan jenis lainnya tidak akan dibahas karena sangat jarang ditemukan.3 A. Adenoma3 Adenoma merupakan jenis tumor jinak ginjal yang paling umum ditemukan. Tumor ini umumnya bersifat asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan. Secara histopatologi, dapat dilihat adanya tumor glandular kecil dengan diferensiasi baik pada korteks ginjal. Dahulu, semua tumor ginjal berukuran <3 cm dipikirkan merupakan adenoma. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan ilmu, tumor berukuran kecil dapat memiliki kemampuan membelah dan metastasis dengan cepat yang kemudian disebut dengan karsinoma sel ginjal (renal cell carcinoma, RCC).
B. Onkositoma Onkositoma merupakan jenis tumor jinak ginjal dengan jumlah 3-7% dari keseluruhan kasus tumor ginjal.2 Tumor ini lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan.3 Onkositoma dapat ditemukan di berbagai organ dan sistem organ termasuk kelenjar adrenal, saliva, tiroid, paratiroid, dan juga ginjal. Penampakan histopatologi dari onkositoma berupa sel-sel epithelial berukuran besar dengan
sitoplasma eosinofilik berganula halus (onkosit). Tumor ini biasanya berada dalam kapsul fibrosa berbatas tegas, soliter, unilateral, jarang berpenetrasi ke stuktur di sekitarnya, dan sangat jarang bermetastasis. Permukaan tumor biasanya berwarna coklat gelap atau coklat terang dengan sebuah central stellate scar.3 Tidak ada manifestasi klinis khusus dari tumor ini; hematuria makroskopik dan nyeri pinggang ditemukan pada <20% pasien.3 Pemeriksaan radiologi saja tidak dapat membedakan onkositoma dengan RCC.3,4 Oleh karena itu, penegakkan diagnosis onkositoma umumnya dengan pemeriksaan patologi walaupun spesifisitasnya juga rendah.3,4
C. Angiomiolipoma Angiomiolipoma merupakan tumor mesenkimal jinak yang tersusun atas sel-sel lemak, sel-sel otot polos, dan pembuluh darah berdinding tebal abnormal.3,4 Angiomiolipoma dapat muncul secara sporadik dan empat kali lebih banyak ditemukan pada perempuan.4 Selain itu, tumor ini ditemukan pada 45-80% pasien tuberous sclerosis4 dengan karakteristik multipel, bilateral, berukuran lebih besar, dan sering menimbulkan perdarahan spontan.3 Penegakkan diagnosis angiomiolipoma dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan radiologi ultrasonography (USG), computed tomography (CT), dan magnetic resonance imaging (MRI) melalui keberadaan sel-sel lemak.3,4 Pemeriksaan biopsi jarang digunakan.4 Tanda dan gejala klinis yang dapat ditemukan berupa nyeri pinggang dan perdarahan.3,4 Angiomiolipoma memiliki pertumbuhan yang lambat dan konsisten dengan laju kecepatan pertumbuhan 0,088 cm/tahun. Komplikasi utama yang dapat mengancam nyawa adalah perdarahan retroperitoneal atau perdarahan ke dalam sistem pengumpul urinarius akibat ketidakteraturan dan aneurisma pembuluh darah. Faktor risiko utama dari perdarahan tersebut adalah ukuran tumor, derajat komponen angiogenik tumor, dan adanya tuberous sclerosis.4
2.2.2 Tumor Ganas Ginjal Karsinoma Sel Ginjal A. Epidemiologi Adenokarsinoma ginjal atau karsinoma sel ginjal sering disebut juga dengan hipernefroma atau tumor Grawitz.5,6 Oleh karena tumor ini berasal dari sel-sel epitel
tubulus proksimal, nama yang tepat adalah renal cell carcinoma atau adenokarsinoma ginjal.5 Tumor ini berasal dari epitel tubulus proksimal dan merupakan 3% dari ganas pada orang dewasa dan biasanya ditemukan pada usia 40-70 tahun. Insidens pada laki-laki lebih sering daripada perempuan.6
B. Patologi Penampakan
makroskopik
biasanya
berwarna
kekuningan
karena
mengandungjaringan lemak di daerah korteks sehingga menonjol di permukaan ginjal. Ukuran tumor bisa kecil, tetapi bisa juga mengisi seluruh rongga peritoneal. Gambaran mikroskopik dapat terdiri atas clear cell (30-40%), sel bergranula (9-12%), atau campuran. Yang paling sering adalah tumor campuran clear cell, sel bergranula, dam sel sarkomatoid.6
C. Etiologi Penyebab pasti dari tumor ini belum diketahui walaupun secara eksperimen dilaporkan adanya hubungan dengan cyscasin, aflatoxin, antibiotika, dan zat-zat kimia (timah dan cadmium), radiasi, virus.1 Merokok merupakan faktor risiko tinggi.6
D. Manifestasi klinik 1. Asimtomatik Sekitar 20-40% karsinoma sel ginjal ditemukan pada saat pemeriksaan fisik rutin atau sebab lainnya, pasien tanpa gejala apapun, sebagian besar termasuk dalam lesi stadium dini, prognosis relatif baik.7 2. Gejala lokal tipikal Hematuria, nyeri, dan massa merupakan „tiga serangkai‟ tipikal karsinoma sel ginjal. Sindroma tiga serangkai itu hanya ditemukan pada sebagian kecil pasien (10%), sering kali pertanda penyakit sudah termasuk lanjut, sebagian besar pasien hanya menunjukkan satu atau dua gejala dari sindrom tiga serangkai tersebut.5,6,7 a. Hematuria: sekitar 40-50%, pasien karsinoma sel ginjal mengalami hematuria total makroskopik yang intermiten, tidak nyeri. Pada sebagian kecil kasus terjadi hematuria mikroskopik. Hematuria massif dengan bekuan darah dapat menimbulkan kolik ginjal, buang air kecil sakit atau sulit, bahkan retensi urin.7
b. Massa: Ginjal terletak retperitoneal, lokasinya dalam, palpasi abdomen sulit merabanya, hanya bla tumor cukup besar atau terletak di kutub bawah ginjal, barulah teraba, sekitar 10-49% teraba massa abdominal.7 c. Nyeri: tumor berdarah hingga berbentuk hematom subkapsul ginjal dapat timbul nyeri tumpul atau nyeri samar, bila terjadi bekuan darah hingga obstruksi saluran kemih dapat timbul nyeri kolik dan dysuria. Tumor menginvasi jaringan organ sekitar seperti otot psoas atau saraf dapat menimbulkan nyeri pinggang dan punggung menetap dan berat. Frekuensi kejadian nyeri adalah 20-40%.7 3. Manifestasi sistemik Terdapat demam, anemia, lesu, berat badan turun, mengurus, hipertensi, giperkalsemia dan gangguan fungsi hati (sindrom Staufer), varikokel, dilatasi vena dinding abdomen, dan lain-lain.7 a. Demam: terjadi pada 10-20% pasien. Tumor menyebar luas, hemoaragi, nekrosis dapat menimbulkan demam, sitokin seperti interleukin-6 yang disekresi sel karsinoma ginjal juga dapat menimbulkan demam.7 b. Anemia: terjadi pada 15-40% pasien, lebih sering pada kasus dengan prognosis buruk.7 c. Lesu: terjadi pada sekitar 1/3 pasien.7 d. Nafsu makan turun, berat badan turun, mengurus: terjadi pada sekitar 1/3 pasien, berkaitan dengan reaksi antigen-antibodi terhadap jaringan saraf dalam tumor seingga fungsi saraf tepi terganggu, tidak selalu pertanda stadium lanjut.7 e. Hipertensi. Pasien karsinoma sel ginjal 15-40% menderita hipertensi, paskanefrektomi tensi dapat turun hingga normal.7 f. Hiperkalsemia, terjadi pada 10% pasien berkaitan dengan sekresi zat mirip hormon paratiroid dari sel karsinoma ginjal, paska-reseksi tumor primer kadar kalsium darah akan turun. Bila kadar kalsium darah tidak turun atau setelah turun naik lagi, pertanda metastasis atau rekurensi.7 g. Gangguan fungsi hati. Kelainan fungsi hati bersumber ginjal, disebut juga dengan staufer, tetapi tampil sebagai kelainan hasil laboratorium fungsi hati, leukopenia, demam dan fokus nekrosis dalam hati, tanpa metastasis hati. Paska-nefrektomi fungsi hati kembali normal, 88% pasien memiliki survival
lebih dari satu tahun. Sindrom Staufer menetap atau rekuren pertanda terjadi metastasis atau rekurensi.7 h. Varikokel atau dilatasi vena dinding abdomen, terjadi pada 2-3% kasus. Tumor menginvasi vena ginjal atau vena kava inferior, membentuk embolus kanker hingga menghambat aliran balik vena, dapat timbul varikokel, dilatasi vena dinding abdomen. Vena spermatik kiri bermuara langsung ke vena ginjal kiri, maka bila terdapat embolus kanker vena ginjal kiri, dapat tumbl varikokel kiri secara mendadak. Sedangkan embolus kanker vena kava inferior menyebabkan timbulnya dilatasi vena dinding abdomen secara bertahap.7 4. Gejala metastasis Sekitar 10% pasien datang dengan gejala metastasis. Dari kasus yang datang pertama kali, 25-30% sudah terjadi metastasis.7 Cara penyebaran bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke jaringan sekiatarnya dan melalui pembuluh limfe atau vena renalis.6 Pada autopsi ditemukan lokasi metastasis yang sering adalah di paru (50-60%), kelenjar limfe (30-55%), tulang (30-40%), hati (2040%), kelenjar adginjal ipsilateral (20-25%), kelenjar adginjal kontralateral (1020%), otak (5-8%), jantung (5-6%), limpa (5%), usus kecil (4%) dan kulit (23%).7 E. Diagnosis dan diagnosis banding Laboratorium Pada pemeriksaan urinalisa dapat dijumpai adanya hematuria. Namun, harus diingat bahwa tidak adanya hematuria tidaklah dapat menyingkirkan kemungkinan adanya tumor ganas ginjal. Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai anemia, gangguan fungsi hepar, dan hiperkalsemia. Peninggian laju endap darah juga sering dijumpai.5
Radiologi Diagnosis karsinoma ginjal terutama mengandalkan pemeriksaan pencitraan, termasuk USG, CT dan MRI, BNO-IVP dan angiografi ginjal kiri sudah jarang digunakan, skrining radioisotope terutama digunakan untuk menilai metastasis tulang atau hati. Pasien hematuria harus berlebih dulu diperiksa dengan USG, jika menemukan lesi penempat ruang, harus diperiksa lebih lanjut dengan CT atau MRI untuk memperjelas diagnosis. Karsinoma asimtomatik dewasa ini sebagian terbesar
terdeteksi dengan USG. Setahun sekali USG ginjal merupakan cara paling sederhana dan efektif untuk menemukan karsinoma ginjal.7 Pemeriksaan
USG
umumnya
dapat
membedakan
karsinoma
ginjal,
angioleiomiolipoma ginjal dan kista ginjal sederhana. Lemak menunjukkan hiperekoik, karsinoma sel ginjal tidak mengandung lemak sehingga USG dapat membedakan dengan baik karsinoma ginjal dan angioleiomiolipoma ginjal. Tapi angioleiomiolipoma ginjal yang mengandung sedikit lemak mudah didiagnosis keliru sebagai karsinoma ginjal. Skringing CT harus planar dan kontras, dapat mendiagnosis secara tepat kebanyakan karsinoma ginjal, tapi kista hemoragik mudah terdiagnosis keliru sebagai karsinoma ginjal, dalam hal ini MRI dapat membantu membedakannya, CT dan MRI sangat membantu dlam menemukan embolus vena, menentukan lingkup embolus kanker dan stadium klinis.7 Diagnosis banding antara lain hidronefrosis, ginjal polikistik, dan tuberkulosis ginjal.6
F. Penentuan gradasi dan stadium Gradasi patologik Berdasarkan bentuk dan ukuran sel tumor dilakukan gradasi . Penggolongan gradasi patologik yang sering dipakai adalah gradasi Fuhrman: -
Grade I (GI): diameter nukleus 10 µm, semua berbentuk sferis, nukleolus tidak jelas atau tidak ada.
-
Grade II (G2): diameter nukleus 15 µm, di bawah magnifikasi tinggi tampak bentuk nukleus tidak beraturan, terdapat nukleolus.
-
Grade III (G3): diameter nukleus 20 µm, di bawah mangifikasi rendah bentuk nukleus tidak beraturan, nukleolus jelas.
-
Grade IV (G4): diameter nukleus 20 µm, bentuk deformasi, lobulasi, kromatin berbongkah-bongkah, nukleolus jelas.
Klasifikasi TNM (JACC edisi 6, tahun 2002) Penggolongan stadium: -
I
: T1 N0 M0
-
II : T2 N0 M0
-
III : T1 NI M0 – T3 N1 M0
-
IV : T4 N0 M0, T4 N1 M0, T apapun N2 M0, T apapun N apapun M1.
Tabel 1. Klasifikasi TNM karsinoma sel ginjal.4
Klasifikasi stadium klinik ditambahkan huruf kecil “c” di depan stadium, misalnya cT2aN0M0. Sementara itu, penggolongan stadium patologik, tambahkan huruf kecil “p” di depan stadium, misalnya pT2aN0M0.
Klasifikasi stadium Robson Klasifikasi ini sudah jarang digunakan. Terdiri dari stadium I, II, III (III a-c), dan IV.
G. Tatalaksana Pengobatan pilihan untuk tumor yang belum menunjukkan tanda-tanda metastasis adalah radikal nefrektomi (pada stadium I, II, dan III A). Pada tumor yang sudah bermetasasis jauh, nefrektomi radikal merupakan terapi paliatif bila ada hematuria, nyeri, atau sindrom paraneoplastik. Meskipun tumor ginjal bersifat radioresisten, radioterapi bermanfaat sekali untuk menghilangkan metastasis jauh seperti di otak, tulang, dan paru.
Nefrektomi radikal Nefrektomi radikal tipikal mencakup fasia gerota, kantung lemak periginjal, ginjal dan adginjal serta kelenjar limfe regional. Separasi dilakukan di luar fasia gerota, reseksi in toto semua jaringan tersebut, merupakan faktor paling menentukan untuk mengurangi reseksi lokal. Jika terdapat emboli kanker dalam vena, saat operasi radikal sedapat mungkin mengangkat emboli kanker tersebut.
Surgical debulking Surgical debulking tumor merupakan sebuah prosedur dimana sebuah tumor ganas diangkat secara parsial untuk kemudian mendapatkan terapi lanjutan dengan obat-obatan, radiasi, atau lainnya sehingga meningkatkan lamanya kelangsungan hidup.8 Debulking telah dianjurkan untuk penanganan karsinoma testis dan ovarium, subtipe limfoma, sarkoma, karsinoma sel ginjal, tumor adrenal dan lainnya yang terkait endokrin, neoplasma sistem saraf pusat, dan lain-lain.8 Debulking dikenal juga dengan sebutan cytoreductive surgery. Nefrektomi tumor bersifat kuratif hanya jika pembedahan dapat mengeksisi semua massa tumor. Pada kebanyakan pasien dengan metastasis, cytoreductive nephrectomy terapi paliatif dan sistemik yang perlu dilakukan. Pada sebuah studi metaanalisis yang membandingkan antara cytoreductive nephrectomy dikombinasikan dengan imunoterapi dan imunoterapi saja, peningkatan lama kelangsungan hidup ditemukan pada pasien yang menjalani cytoreductive nephrectomy.4
H. Prognosis Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penyakit ini seperti keadaan klinis, stadium, derajat histologi dan ukuran tumor, laju endap darah, dan kelamin penderita. Secara umum presentasi harapan hidup untuk stadium I adalah 95%, stadium II 88%, stadium III 59%, dan stadium IV 20%. Paska nefrektomi radikal karsinoma sel ginjal yang terlokalisir memiliki survival 5 tahun 89-94%. Karsinoma sel ginjal yang terlokasisasi berdiameter ≤4 cm, paska-operasi memiliki survival 90100%, angka rekurensi lokal dalam 3%. Rekurensi lokal tanpa metastasis jauh, paskareseksi lesi rekuren, survival 5 tahun masih mencapi 80%.7
BAB III DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kiri yang sudah mulai dirasakan sejak 4 tahun SMRS. Nyeri pinggang dirasakan muncul tiba-tiba; tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi tubuh. Nyeri dirasakan seperti diremas-remas dan tidak menjalar. Dari keluhan nyeri pinggang tersebut terdapat beberapa diagnosis yang bisa dipikirkan, misalnya gangguan pada ginjal, ureter, atau trauma. Gangguan pada ginjal bisa berupa tumor ginjal, kista ginjal, nefrolitiasis, hidronefrosis, ginjal polikistik, dan lain-lain.6 Gangguan pada ureter yang menyebabkan nyeri ginjal bisa berupa tumor ganas ureter yang menyumbat total sehingga terjadi dilatasi ureter dan hidronefrosis. Kemungkinan trauma disingkirkan karena pasien tidak ada riwayat trauma. Keluhan nyeri saat buang air kecil (BAK), BAK keruh, dan BAK berdarah disangkal. Riwayat keluar batu atau pasir saat BAK disangkal. Oleh karena itu, kemungkinan nyeri pinggang dikarenakan oleh nefrolitiasis bisa disingkirkan. Oleh karena nyeri pinggangnya itu, pasien berobat ke dokter dan dilakukan pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan USG dikatakan terdapat tumor pada ginjal kiri pasien dan pasien disarankan operasi, tetapi pasien tidak melakukannya dan malah berobat herbal. Pada 4 tahun SMRS, keluhan yang dirasakan pasien hanya nyeri pinggang, tetapi nyerinya tidak bertambah berat setiap harinya. Keluhan BAB berdarah disangkal oleh pasien. Pasien juga mengaku perutnya seperti membesar, tetapi pasien tidak merasakan terdapat massa di perutnya. Sejak 2 tahun SMRS, pasien merasakan tubuhnya terasa lemah dan ternyata pasien menderita anemia sehingga harus melakukan transfusi darah. Selain itu, 2 tahun SMRS pasien merasakan berat badannya turun hingga 10 kg dan nafsu makanpun turun. Sejak 2 tahun SMRS, pasien juga mengaku mulai menderita darah tinggi. Pasien juga diperiksa CT-Scan dan dinyatakan terdapat tumor ginjal kiri dd/ nefroma dd/ Wilms tumor. Berdasarkan keluhan yang dikatakan pasien, penyakit pasien memang mengarah kepada tumor ginjal. Trias karsinoma sel ginjal terdiri dari nyeri di pinggang, hematuria, dan massa di daerah ginjal.5,6,7 Gejala klinis yang jelas yang ada pasien berupa nyeri di pinggang. Pasien tidak mengaku BAK berwarna merah, tetapi pada urinalisis didapatkan eritrosit trace (1-2/LPB). Massa pada ginjal tidak dapat dipastikan karena pada saat pemeriksaan sudah dilakukan operasi pengangkatan ginjal pada pasien. Berdasarkan tinjauan pustaka, trias klasik karsinoma sel ginjal tidak harus ada semuanya. Trias klasik hanya ditemukan pada sebagian kecil pasien (10%) dimana seringkali sebagai petanda penyakit sudah termasuk lanjut.
Sebagian besar pasien hanya menunjukkan satu atau dua gejala dari trias klasik tersebut.7 Manifestasi klinis karsinoma sel ginjal yang ada pada pasien adalah anemia, hipertensi, dan sedikit peningkatan LED. Sindrom paraneoplastik seperti eritrosiosis, hiperkalsemia, gangguan fungsi hati belum ada pada pasien. Sindrom paaneoplastik yang sudah ada hanya hipertensi saja. Berdasarkan hasil CT scan, tumor terlokalisir di ginjal dan berukuran 10 cm. Tidak ada penyebaran ke pembuluh limfe dan tidak ada kecurigaan terjadinya metastasis. Secara klinis, staging pada pasien cT2bN0M0 dengan stadium II berdasarkan klasifikasi TNM. Dikarenakan pasien masih stadium II, seharusnya pada pasien dilakukan nefrektomi radikal. Namun, pada saat dilakukan operasi, ternyata terdapat perlengkatan massa di colon transversum dan kolon descendens sehingga dilakukan reksesi segmental colon descenden yang nonvital sepanjang 10 cm dan dikirim untuk pemeriksaan PA, kemudian dibuat colostomy double barrel. Pada operasi, diputuskan untuk melakukan debulking tumor. Berdasarkan pengertian, debulking dilakukan pada keadaan karsinoma ginjal dimana pembedahan biasa tidak dapat mengeksisi seluruh massa tumor, biasanya pada kasus metastasis. Meskipun penegakan klinis kasus ini tidak menunjukkan adanya metastasis, debulking tetap dipilih untuk dilakukan karena terjadi perlengketan massa ke jaringan sekitarnya. Prognosis pada pasien bergantung pada keadaan klinis dan stadium pasien. Perlengketan yang ada di colon decendens dan transversum akan diperiksa PA untuk menentukan adakah metastasis atau tidak. Sebelum ada hasil PA, sejauh ini pasien dikategorikan stadium II. Pada stadium II, angka survival 5 tahun adalah 88%. Secara keseluruhan, prognosis ad functionam bonam, ad sanactionam dubia, dan ad vitam dubia.
BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1. Scanlon VC, Sanders T. Essentials of anatomy and physiology.5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2007. p.421-30. 2. Tanagho EA. Anatomy of the genitourinary tract. In: Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smith‟s general urology. 17th ed. USA: McGraw-Hill; 2008. p.1-4. 3. Konety BR, Williams RD. Renal parenchymal neoplasms. In: Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smith‟s general urology. 17th ed. USA: McGraw-Hill; 2008. p.328-9. 4. Ljungberg B, Bensalah K, Bex A, Canfield S, Dabestani S, Hofmann F, et al. Guidelines on renal cell carcinoma. European Association of Urology; 2013. p.28, 37. 5. Umbas Rainy. Tumor ganas dalam bidang urologi. Dalam: Reksoprodjo S, editor. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara; 2008. h.169-74. 6. Murtdjo U, Iyad HA, Manoppo AE, Manuaba TW. Sistem endokrin. Dalam: Samsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T, Rudiman R, editor. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2007. h.890-5. 7. Desen W. Buku ajar onkologi klinis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. h.467-72. 8. Silberman AW. Surgical debulking of tumors. Surg Gynecol Obstet. 1982 Oct;155(4):577-85.