PRESENTASI KASUS DIARE AKUT
Disusun oleh: Liana Srisawitri 0906554346
MODUL PRAKTIK KLINIK KESEHATAN ANAK DAN REMAJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 2014
LEMBAR PERNYATAAN ANTIPLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa laporan ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari, ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan Universitas Indonesia kepada saya.
Jakarta, 1 April 2014
(Liana Srisawitri)
BAB I ILUSTRASI KASUS I. Identitas Pasien Nama
: An. FA
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir
: 14 November 2012
Usia
: 1 tahun 4 bulan
Alamat
: Kampung Pulo Jahe, Cakung, Jakarta Timur
Orang tua
: Ny. M
Agama
: Islam
NRM
: 04-49-91-XX
Tanggal masuk
: 22 Maret 2014
Tanggal pemeriksaan
: 26 Maret 2014
II. Anamnesis a. Keluhan utama: BAB mencret sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. b. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan BAB mencret sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB ±10 kali per hari, konsistensi cair, masih terdapat ampas, tidak ada bau asam atau bau busuk, warna kuning, tidak ada lendir maupun darah. Pasien juga mengalami demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Suhu tubuh pasien tidak diukur, namun ibu pasien mengatakan bahwa suhu tubuh pasien langsung tinggi, tidak naik secara perlahan-lahan. Pasien sempat diberikan parasetamol syrup, suhu sempat turun namun naik kembali setelah beberapa jam. Suhu demam dikatakan kurang lebih sama sepanjang hari. Selama sakit, pasien tidak mau makan, hanya mau minum susu. Pasien terus-menerus ingin minum susu. Pasien juga dikatakan semakin lemas dan rewel. Perut pasien kembung dan pasien sempat muntah 1 kali 1 hari sebelum masuk rumah sakit, isi air dan susu. Pasien BAK terakhir 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Adanya kejang, penurunan kesadaran, batuk, pilek, sesak napas, nyeri telinga, sakit perut, dan buang air kecil menjadi jarang disangkal. Tidak ada pemberian susu baru dalam waktu dekat. Selama sakit pasien dikatakan tidak mau makan nasi, hanya mau menyusu atau diberi minum susu formula. Saat dilakukan
pemeriksaan pasien masih mencret 4 kali dalam sehari, konsistensi cair namun ampas sudah lebih banyak, tidak berbau busuk maupun asam, berwarna kuning, tidak ada lendir dan darah. Pasien sudah tidak mengalami demam saat pemeriksaan dilakukan, namun dikatakan pagi harinya pasien masih demam. Pasien sudah tidak melulu haus maupun rewel. c. Riwayat penyakit dahulu: Pasien pernah mengalami diare 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Saat itu pasien dirawat di RS Jayakarta selama 2 hari. Pasien tidak memiliki riwayat asma maupun alergi. d. Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien. Tidak ada konsanguinitas, riwayat asma, dan alergi dalam keluarga. e. Riwayat kehamilan: Saat hamil ibu pasien rajin kontrol ke puskesmas dan minum obat yang diberikan puskesmas secara rutin. Ibu pasien sempat mengalami keputihan selama kehamilan dan mendapat amoksisilin dari puskesmas. f. Riwayat kelahiran: Pasien lahir di RSP, ditolong oleh dokter melalui SC karena dikatakan posisi bayi duduk, usia kehamilan 9 bulan, berat lahir 3,5 kg, panjang lahir 48 cm, langsung menangis, tidak biru. Tidak ada riwayat kuning. g. Riwayat imunisasi: Imunisasi dasar dikatakan lengkap, terakhir imunisasi campak saat usia 9 bulan. h. Riwayat nutrisi: Pasien mendapat ASI eksklusif hingga umur 5 bulan. Saat berusia 5 bulan pasien mulai diberi bubur susu. Bubur saring mulai diberikan pada usia 6 bulan, biasanya berisi bayam, wortel, ayam, dan ikan. Pada usia 9 bulan pasien mulai diberikan nasi tim. Saat usia satu tahun pasien sudah mulai makan nasi dan ASI mulai dicampur dengan susu formula. i. Riwayat tumbuh kembang: Ibu pasien lupa kapan tepatnya pasien mulai dapat mengangkat kepalanya dan tengkurap. Pasien bisa duduk tanpa bantuan sejak usia 9 bulan dan bisa berjalan sendiri pada usia 1 tahun. Saat ini pasien belum bisa berbicara. Pasien baru dapat mengucapkan satu suku kata. j. Riwayat sosial: Ibu pasien mengatakan terdapat anak tetangga yang juga mengalami diare beberapa hari sebelumnya.
III. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
Tekanan darah
: Tidak diperiksa. (Pasien dalam keadaan menangis.)
Frekuensi nadi
: 128 kali/menit, isi cukup, reguler, ekual
Frekuensi napas
: 26 kali/menit, reguler, dalam, abdominotorakal
Suhu
: 36,4o C
Status gizi
: Kesan gizi cukup. Berat badan 8 kg. Tinggi badan 75 cm. Lingkar kepala 46 cm. LLA 13 cm. BB/U : 8/10,5 x 100% = 76,19% TB/U: 75/80,2 x 100% = 93,52% BB/TB: 8/8,5 x 100% = 94,18% (Tidak dapat digunakan untuk menentukan status gizi karena pasien dalam keadaan dehidrasi ketika ditimbang.) LK/U: 46/47 x 100% = 97,87% LLA/U: 13/14,8 x 100% = 87,84% -- Gizi kurang
Kepala
: Normosefal, tidak ada deformitas, UUB datar,
Rambut
: Berwarna hitam, persebaran merata dan tidak mudah dicabut.
Mata
: Kelopak mata tidak cekung, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, terdapat air mata saat pasien menangis.
Telinga
: Tidak ada low-set ear, tidak tampak hiperemis, tidak ada sekret.
Hidung
: Tidak tampak deformitas, tidak ada sekret, tidak ada septum deviasi, tidak ada napas cuping hidung
Mulut
: Bibir tidak tampak sianosis, mukosa bibir basah, oral hygiene baik, arkus faring simetris, tonsil T1-T1.
Leher
: KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
Jantung
: Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea midklavikula kiri.
Perkusi
: Tidak dilakukan.
Auskultasi
: Bunyi jantung S1 dan S2 normal, tidak ada murmur maupun gallop
Paru
: Inspeksi
: Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi
: Ekspansi dada simetris, fremitus kiri dan kanan sama.
Perkusi
: Tidak dilakukan.
Auskultasi
: Bunyi napas vesikuler di kedua lapang paru, tidak ada ronkhi maupun wheezing.
Abdomen
: Inspeksi
: Datar, tidak tampak benjolan maupun venektasi.
Auskultasi
: Bising usus positif normal.
Palpasi
: Lemas, kesan tidak ada nyeri tekan, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi Ekstremitas
: Timpani.
: Tidak tampak sianosis, akral hangat, CRT <2 detik, tidak ada edema.
IV. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium (22 Maret 2014) Jenis Pemeriksaan Darah Rutin Leukosit Netrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH
Hasil
Satuan
Nilai Normal
12,05 50,3 41,3 7,2 0,1 1,1 4,80 11,7 32 66,9 24,4
ribu/mm3 % % % % % juta/uL g/dL % fL pg
5-14,5 25-50 25-50 1-5 1-5 0-1 3,96-5,32 11,5-13,5 34-47 75-87 24-30
MCHC RDW-CV Trombosit
36,4 13,8 542
% % ribu/mm3
31-37 11,5-14,5 150-440
133 3,4 102
mmol/L mmol/L mmol/L
135-145 3,5-5,5 98-109
Satuan
Nilai Normal
Elektrolit Natrium Kalium Klorida
Pemeriksaan Feses Rutin (24 Maret 2014) Jenis Pemeriksaan Makroskopis Warna Konsistensi Lendir Nanah Darah Mikroskopis Darah samar feses Leukosit Eritrosit Telur cacing Amoeba Lain-lain
Hasil
Kuning Lembek Negatif Negatif Negatif
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Serat Makanan
Coklat Lembek Negatif Negatif Negatif
%
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 11,5-14,5
Satuan
Nilai Normal
/LPB /LPB
Pemeriksaan Urin Lengkap (24 Maret 2014) Jenis Pemeriksaan Kimia Urin Warna Urin Kejernihan Berat Jenis Urin pH Urin Protein Urin Glukosa Urin Keton Urin Bilirubin Urin Urobilinogen Urin Nitrit Urin Darah Samar Urin Leukosit Esterase
Hasil
Kuning Keruh 1,010 8,0 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif
UE
Kuning Jernih 1,005-1,020 5,5-8,0 Negatif Negatif Negatif Negatif 0,1-1,0 Negatif Negatif Negatif
Mikroskopis Leukosit Eritrosit Sel Epitel Silinser Granular Cast Silinder Hyalin Bakteri Kristal Lain-lain
4-5 2-4 Positif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif
/LPB /LPB
V. Diagnosis Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang
VI. Tata Laksana - KAEN 3B 18 tpm makro - Diet lunak tanpa serat - Ceftriaxon 1x500 mg dalam NaCl 0,9% 100 cc (drip IV) - Parasetamol syrup 6x1 cth - Lacto-B 2x1 sachet - Orezinc 1x1 cth - Menunggu hasil fL, uL, kultur darah dan urin
VII. Prognosis Ad vitam
: Bonam
Ad fungtionam
: Bonam
Ad sanationam
: Bonam
3-6 0-1 Positif Negatif Negatif Negatif Negatif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diare Akut Definisi Diare akut diartikan sebagai frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali per hari dan perubahan konsistensi feses menjadi cair yang berlangsung selama kurang dari satu minggu. Frekuensi buang air besar bayi yang minum ASI seringkali lebih dari 3-4 kali sehari. Hal ini disebabkan karena perkembangan saluran cerna yang belum sempurna sehingga terjadi intoleransi laktosa yang bersifat sementara. Hal ini merupakan hal yang fisiologis sehingga bukan merupakan suatu diare. Pengertian diare untuk bayi yang mendapat ASI eksklusif ialah peningkatan frekuensi buang air besar atau perubahan konsistensi feses menjadi cair yang abnormal menurut ibu atau pengasuh pasien.1 Epidemiologi Diare merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada anak. Diare adalah penyebab 17% kematian anak di dunia. Enam juta anak di dunia meninggal setiap tahun karena diare. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, diare adalah penyebab terbanyak kematian bayi di Indonesia dengan angka 42%, disusul pneumonia dengan 24%. Diare juga merupakan penyebab kematian terbanyak pada kelompok anak usia 1-4 tahun dengan angka 25,5%. Angka ini juga lebih banyak dibandingkan pneumonia dengan 15,5%.1 Faktor Risiko Diare ditularkan secara fekal-oral. Oleh karena itu, diare menular melalui makanan dan minuman yang mengandung enteropatogen, kontak langsung, baik dengan pasien maupun dengan barang yang tercemar feses pasien, atau melalui kontak tidak langsung dengan perantara lalat. Faktor-faktor yang dapat menularkan diare dapat disimpulkan dengan 4F, yaitu finger, flies, fluid,dan field. Hal-hal yang menjadi faktor risiko penularan diare antara lain anak tidak mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 4-6 bulan, sarana air bersih yang tidak memadai, air yang tercemar oleh feses, hygiene yang kurang baik termasuk dalam menyiapkan dan menyimpan makanan, serta penyapihan yang dilakukan dengan kurang baik.1 Terdapat pula faktor-faktor host yang meningkatkan risiko untuk tertular diare, yaitu genetik, penurunan keasaman lambung atau motilitas usus, keadaan gizi buruk, imunodefisiensi, dan menderita penyakit campak dalam sebulan terakhir. Kebanyakan kasus diare terjadi di bawah usia 2 tahun. Kasus terbanyak didapatkan pada anak usia 6-11 bulan ketika mendapat MPASI. Pada saat itu terjadi pengenalan makanan yang dapat tercemar oleh bakteri, berkurangnya antibodi yang diperoleh dari ASI dan kekebalan aktif yang didapat dari ibu sejak lahir, serta mungkin terjadi pajanan dengan benda yang tercemar feses saat anak belajar merangkak.1
Kasus diare yang terjadi dapat bervariasi sesuai dengan musim. Pada daerah dengan iklim subtropis, pada musim panas lebih sering terjadi diare dengan etiologi bakteri dan pada musim dingin terjadi peningkatan kasus diare akibat virus. Sementara itu, di daerah tropis seperti Indonesia diare akibat rotavirus didapatkan sepanjang tahun dan jumlah kasusnya meningkat pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan terjadi peningkatan kasus diare akibat infeksi bakteri.1 Etiologi Telah banyak mikroorganisme yang teridentifikasi sebagai penyebab diare pada anak, baik berupa virus, bakteri, maupun parasit.1
Bakteri
Virus
Parasit
Shigella Salmonella Campilobacter jejuni Escherichia coli Vibrio cholera Yersinia enterocolitica Clostridium difficile Clostridium perfringens Bacillus cereus Plesiomonas shigeloides Vibrio parahaemolyticus Aeromonas
Rotavirus Adenovirus enteral Norwalk virus Coronavirus Calcivirus Astrovirus Herpes simplex virus Cytomegalovirus
Entamoeba histolytica Giardia lamblia Cryptosporidium parvum Isospora belli Trichuris trichiura Balantidium coli Strongiloides stercoralis Blastocystis homonis
Tabel 1. Mikroorganisme Penyebab Diare1
Berdasarkan proses yang terjadi, diare dibedakan menjadi diare inflammatory dan noninflammatory. Pada diare inflammatory terjadi infeksi bakteri yang langsung menginvasi usus atau menghasilkan sitotoksin, sedangkan pada diare non-inflammatory terjadi infeksi oleh bakteri yang menghasilkan enterotoksin, virus yang menyebabkan destruksi permukaan villi usus, atau parasit atau bakteri yang melakukan perlekatan. Mikroorganisme penyebab utama diare akut anak di negara berkembang antara lain Rotavirus, Shigella, Campilobacter jejuni, E. coli enterotoksigenik, dan Cryptosporidium.1 Patogenesis Virus Mekanisme terjadinya diare akibat infeksi beberapa virus, misalnya Rotavirus, adalah terjadinya destruksi sel epitel serta pemendekan vili pada usus halus yang berperan dalam absorpsi pada usus. Sel-sel yang hilang sementara digantikan oleh sel kripta yang belum matur sehingga terjadi sekresi air dan elektrolit. Destruksi vili juga menyebabkan tidak
adanya enzim disakaridase sehingga penyerapan disakarida, terutama laktosa, berkurang. Bila telah terjadi regenerasi vili dengan epitel yang matang, penyembuhan akan terjadi.1
Tabel 2. Diagnosis Banding Disenteri Akut dan Enterokolitis Inflamatorik2
Bakteri Pada infeksi E. coli enterotoksigenik (ETEC) dan V. cholerae 01, pada awalnya bakteri berkembang biak dan menempel pada usus halus. Tujuan penempelan ini adalah agar bakteri tidak tersapu. Bakteri menempel menggunakan antigen yang berbentuk seperti rambut getar yang kemudian menempel pada reseptor yang terletak di permukaan usus. Peristiwa penempelan ini dihubungkan dengan sekresi cairan pada infeksi bakteri E. coli enteropatogenik (EPEC) dan E. coli enteroagregasi (EAEC) serta berkurangnya kapasitas penyerapan usus.1
Beberapa bakteri seperti ETEC dan V. cholerae menghasilkan toksin yang menyebabkan penurunan absorpsi natrium oleh vili dan peningkatan sekresi klorida oleh sel kripta sehingga hasil akhirnya adalah sekresi air dan elektrolit. Pemulihan fungsi akan terjadi dalam 2-4 hari setelah terjadi regenerasi sel. Beberapa bakteri seperti Shigella, E. coli enteroinvasif (EIEC), C. jejuni, dan Salmonella menginvasi mukosa usus halus dan menyebabkan destruksi sel epitel. Invasi terjadi terutama di distal ileum dan kolon. Invasi ini dapat menyebabkan terbentuknya mikroabses atau ulkus superfisial sehingga terdapat eritrosit dan leukosit pada feses. Bakteri-bakteri tersebut juga mengeluarkan toksin yang juga merusak jaringan dan ada kemungkinan juga menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit.1 Protozoa Pada infeksi G. lamblia dan Cryptosporidium, terjadi penempelan parasit pada mukosa usus halus yang menyebabkan terjadinya pemendekan vili. Parasit E. histolytica melakukan invasi pada sel epitel usus halus. Infeksi oleh E. histolytica strain ganas dapat menyebabkan terbentuknya ulkus dan mikroabses, namun 90% infeksi pada manusia disebabkan oleh strain E. histolytica yang tidak ganas sehingga hanya terjadi infeksi asimtomatik.1 Fisiologi Usus Diare disebabkan oleh adanya gangguan proses transpor air dan elektrolit pada usus halus. Pada umumnya pada usus orang dewasa setiap harinya terjadi penyerapan 2 liter cairan. Sementara itu, total sekresi air liur beserta sekret pankreas, lambung, dan hepar kurang lebih 7 liter. Oleh karena itu, setiap hari kurang lebih 9 liter cairan masuk ke usus. Di dalam usus terjadi proses absorpsi oleh vili dan proses sekresi oleh sel kripta secara bersamaan (terjadi proses dua arah). Jumlah cairan yang diabsorpsi lebih besar daripada yang disekresi (90% atau lebih cairan diserap). Kurang lebih 1 liter cairan masuk ke usus besar setiap harinya. Setelah penyerapan di usus besar, 100-200 ml cairan dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Bila di usus halus terjadi penurunan absorpsi atau peningkatan sekresi cairan, jumlah cairan yang masuk ke usus besar akan meningkat dan apabila jumlah ini melebihi kemampuan absorpsi usus, akan terjadi diare.3 Proses absorpsi yang terjadi di usus halus terjadi karena adanya perbedaan osmolaritas karena adanya absorpsi natrium secara aktif dari lumen usus oleh sel vili. Absorpsi natrium di usus halus terjadi melalui beberapa cara, antara lain berhubungan dengan absorpsi klorida, diabsorpsi sebagai natrium, bertukar dengan ion hidrogen, dan berhubungan dengan absorpsi asam amino atau glukosa. Natrium yang telah diabsorpsi oleh sel epitel vili dikeluarkan ke cairan ekstrasel melalui pompa Na+-K+-ATPase sehingga osmolaritas cairan ekstrasel meningkat dan terjadi perpindahan cairan dan elektrolit dari lumen usus melalui celah interseluler (tight junction) menuju cairan ekstrasel. Cairan dan elektrolit di usus halus disekresi oleh sel-sel kripta usus halus. Ion natrium dan klorida dari cairan ekstrasel dibawa masuk ke sel epitel melalui membran basolateral. Selanjutnya ion-ion tersebut melalui membran sel kripta dan masuk ke lumen usus.3,4
Patofisiologi Diare Sekretorik Diare sekretorik disebabkan oleh peningkatan sekresi ion klorida oleh sel kripta yang dipicu oleh berbagai mediator, antara lain Ca2+, cAMP, dan cGMP, yang selanjutnya mengaktivasi protein kinase dan menyebabkan membran protein terfosforilasi. Akibatnya terjadi peningkatan sekresi klorida melalui sel kripta usus. Selain itu,aktivitas pompa natrium juga meningkat dan natrium juga disekresi ke lumen usus. Mediator-mediator ini juga menyebabkan gangguan pengikatan ion natrium dengan klorida pada sel epitel vili sehingga terjadi gangguan absorpsi dan peningkatan sekresi cairan ke lumen usus. Ciri diare sekretorik adalah volume feses yang besar (>200 ml/24 jam), konsistensi feses sangat cair, tidak membaik dengan puasa, serta kadar Na+ dan Cl- dalam feses >70 mEq. Salah satu etiologi diare sekretorik adalah V. cholerae yang menghasilkan toksin yang kemudian mengaktivasi cAMP.1,3 Diare sekretorik juga dapat disebabkan oleh proses alergi, antara lain hipersensitivitas tipe I (alergi makanan), III (gastroenteropati), dan IV (protein-loss enteropathy, celiac disease). Ketiga jenis hipersensitivitas tersebut sama-sama akan mengakibatkan kerusakan mukosa usus sehingga luas permukaannya berkurang dan selanjutnya terjadi peningkatan sekresi klorida yang disertai peningkatan sekresi natrium dan air.1 Diare Osmotik Diare osmotik terjadi ketika terdapat gangguan absorpsi nutrien di usus halus sehingga nutrien langsung masuk ke usus besar. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan osmotik pada lumen usus sehingga terjadi penarikan cairan. Gangguan absorpsi dapat disebabkan karena destruksi sel epitel dan berkurangnya waktu transit makanan di usus. Diare akibat malabsorpsi umumnya terjadi akibat infeksi bakteri atau virus, namun juga dapat disebabkan oleh inflammatory bowel disease, toksin, atau obat-obatan tertentu. Ciri khas diare akibat malabsorpsi adalah atrofi vili. Malabsorpsi juga dapat terjadi akibat perubahan fungsi membran brush border yang disebabkan oleh infeksi G. lamblia atau E. coli enteroadheren dan akibat gangguan hormon pankreas.1,3 Contoh diare osmotik adalah diare pada keadaan intoleransi laktosa. Karena enzim laktase tidak ada, baik secara primer maupun sekunder, laktosa tidak diserap dan langsung masuk ke usus besar. Laktosa kemudian mengalami fermentasi oleh bakteri di usus besar sehingga dihasilkan asam laktat. Diare karena intoleransi laktosa ditandai dengan pH feses <5, membaik dengan puasa, serta memberikan hasil positif pada uji substansi pereduksi.1,3
Gambar 1. A: Penyerapan elektrolit normal; B: Penyerapan elektrolit pada keadaan diare2
Manifestasi Klinis Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi gastrointestinal. Gejala gastrointestinal yang dapat timbul antara lain diare, muntah, serta kram perut. Diare mengakibatkan hilangnya cairan dan elektrolit dari tubuh sehingga dapat terjadi dehidrasi, gangguan asambasa, dan gangguan elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit semakin berat bila terdapat muntah. Kehilangan cairan meningkat pula bila terdapat demam.1 Dehidrasi adalah kelanjutan dari diare yang paling perlu diwaspadai karena dapat mengakibatkan hipovolemia, syok, dan kematian tanpa penanganan yang tepat. Demam dapat disebabkan oleh proses inflamasi yang sedang terjadi atau dehidrasi. Nyeri perut hebat dan tenesmus menunjukkan keterlibatan usus besar. Adanya muntah dapat menunjukkan keterlibatan saluran cerna bagian atas, misalnya akibat infeksi virus enterik, Cryptosporidium, dan Giardia. Muntah juga dapat menjadi gejala dari diare non-inflamasi. Infeksi yang melibatkan saluran cerna atas juga dapat menimbulkan gejala berupa tidak adanya demam atau subfebris, nyeri ringan periumbilikal, dan watery diarrhea.1
Gejala klinik Masa tunas Panas Mual muntah Nyeri perut Nyeri kepala Lama sakit Sifat tinja Volume Frekuensi Konsistensi Darah Bau Warna
Leukosit Lain-lain
Rotavirus
Shigella
Salmonella
ETEC
EIEC
Kolera
17-72 jam + Sering
24-48 jam ++ Jarang
6-72 jam ++ Sering
6-72 jam +
6-72 jam ++ -
48-72 jam Sering
Tenesmus
Tenesmus, kolik +
-
Tenesmus, kram -
Kram
-
Tenesmus, kram +
5-7 hari
>7 hari
3-7 hari
2-3 hari
Variasi
3 hari
Sedang 5-10 x/hari Cair Langu Kuning hijau
Sedikit >10 x/hari
Sedikit Sering
Banyak Sering
Sedikit Sering
Lembek Sering ± Merahhijau
Lembek Kadang Busuk Kehijauan
Cair + Tak berwarna
Lembek + Tidak Merahhijau
Anoreksia
+ Kejang ±
+ Sepsis ±
Meteorismus
Infeksi sistemik
Banyak Terusmenerus Cair Amis khas Seperti air cucian beras ±
-
Tabel 3. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab1
Hal-hal yang perlu ditanyakan selama anamnesis antara lain berapa lama diare sudah berlangsung, frekuensi diare, volume dan konsistensi feses, warna dan bau feses, serta ada tidaknya lendir dan darah pada feses. Perlu juga ditanyakan mengenai frekuensi dan banyaknya muntah serta BAK, gejala penyerta lainnya, serta pengobatan yang telah dilakukan. Sementara hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik antara lain kesadaran, tanda vital, tanda-tanda dehidrasi seperti rasa haus, turgor kulit, ubun-ubun besar (UUB) yang cekung, mata cekung, ada tidaknya air mata saat pasien menangis, serta keadaan mukosa bibir, mulut, dan lidah.1 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak selalu diperlukan pada kasus diare akut. Beberapa pemeriksaan yang kadang diperlukan antara lain pemeriksaan darah, urin, dan feses. Pemeriksaan darah yang dimaksud antara lain darah lengkap, analisis gas darah, elektrolit serum, glukosa darah, serta kultur dan resistensi antibiotik. Sementara pemeriksaan urin yang dilakukan meliputi pemeriksaan urin lengkap serta kultur dan resistensi antibiotik. Pemeriksaan feses meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik.1
Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare5
Tata Laksana Terdapat lima pilar dalam penatalaksanaan diare anak, baik yang berobat jalan maupun yang dirawat inap. Kelima pilar tersebut adalah rehidrasi dengan oralit, pemberian zinc, meneruskan ASI dan makanan lainnya, selektif dalam menggunakan antibiotik, dan edukasi kepada orang tua.1 1. Rehidrasi dengan oralit Pada tahun 2002, WHO menganjurkan penggunaan larutan oralit dengan formula baru untuk mencegah atau mengatasi dehidrasi yang disebabkan oleh diare. Perubahan komposisi larutan oralit diadakan sebagai respons terhadap pergeseran etiologi diare saat ini yang lebih didominasi oleh virus, dibandingkan di masa lalu (sebagian besar adalah disentri) untuk mencegah terjadinya hipernatremia. Pada anak berusia di bawah 2 tahun diberikan 50-100 ml setiap kali buang air besar, sedangkan pada anak berusia 2 tahun atau lebih diberikan 100-200 ml setiap kali buang air besar.1 2. Pemberian zinc Pemberian zinc selama 10 hari sejak awal diare terbukti menurunkan angka mortalitas dan morbiditas secara bermakna. Zinc dapat menyebabkan peningkatan absorpsi cairan dan elektrolit di usus halus, mempercepat regenerasi sel epitel, menambah jumlah brush border
apikal, serta menyebabkan respons imun meningkat. Penggunaan zinc juga dapat mengurangi frekuensi diare dan volume feses sehingga mengurangi risiko dehidrasi. Anak yang berusia di bawah 6 bulan diberikan 10 mg atau setengah tablet zinc setiap hari dan anak berusia di atas 6 bulan diberikan 20 mg atau 1 tablet zinc setiap hari. Pemberian dilakukan selama 10-14 hari dan tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti.1 3. Meneruskan ASI dan makanan lainnya. Pemberian ASI dan makanan tetap diberikan selama diare sesuai dengan usia dan dengan komposisi yang sama seperti biasa. Makanan diberikan yang rendah serat dalam jumlah sedikit dan frekuensi yang sering (±6 kali dalam sehari). Makanan yang pedas, asam, terlalu banyak lemak sebaiknya dihindari terlebih dulu. Buah-buahan, terutama pisang, dapat diberikan.1,6 4. Selektif dalam menggunakan antibiotik Antibiotik tidak boleh digunakan tanpa indikasi. Indikasi pemberian antibiotik pada kasus diare antara lain diare berdarah dan kolera. Bila antibiotik diberikan secara tidak rasional, keseimbangan flora normal di usus akan terganggu sehingga diare justru akan bertambah lama dan ada kemungkinan Clostridium diffcile akan tumbuh sehingga diare menjadi sukar disembuhkan. Selain itu, antibiotik yang diberikan secara tidak tepat akan meningkatkan resistensi mikroba terhadap antibiotik dan meningkatkan biaya pengobatan.1 Pilihan antibiotik utama untuk kolera adalah tetrasiklin dengan dosis 12,5 mg/kgBB, sementara untuk disentri akibat infeksi Shigella diberikan siprofloksasin dengan dosis 15 mg/kgBB. Untuk amoebiasis dan giardiasis diberikan metronidazol dengan dosis berturutturut 10 mg/kgBB dan 5 mg/kgBB.1 5. Edukasi kepada orang tua Orang tua perlu diberitahu untuk kembali jika timbul demam, diare berdarah, diare yang terus-menerus, pasien merasa sangat haus, hanya dapat makan dan minum sedikit, diare semakin sering, atau diare tidak sembuh dalam 3 hari.1 Tata Laksana Dehidrasi Bila diare tidak disertai dehidrasi, diberikan larutan oralit sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap buang air besar atau 50-100 ml untuk anak di bawah usia 1 tahun dan 100-200 ml untuk usia di atas 1 tahun. Pada kasus diare dengan dehidrasi ringan-sedang diberikan oralit 75 cc/kgBB. Pada anak di atas 6 bulan pemberian makanan selain ASI dan oralit ditunda selama 3 jam pertama. Pada kasus diare dengan dehidrasi berat, diberikan cairan rehidrasi intravena sebanyak 100 ml/kgBB. Untuk anak berusia di bawah satu tahun 30 ml/kgBB diberikan dalam 1 jam pertama dan 70 ml/kgBB diberikan dalam 5 jam selanjutnya. Sementara pada anak usia di atas 1 tahun diberikan 30 ml/kgBB dalam setengah jam pertama dan 70 ml/kgBB dalam dua setengah jam selanjutnya.7,8
BAB III PEMBAHASAN
Pasien, seorang anak laki-laki berumur 1 tahun 4 bulan, datang dengan keluhan buangair besar (BAB) mencret sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi BAB kurang lebih 10 kali per hari, konsistensi feses cair namun masih terdapat ampas, warna feses kuning, tidak ada bau yang khas, serta tidak disertai lendir maupun darah. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Saat mulai mengalami demam, ibu pasien mengatakan suhu tubuh pasien langsung tinggi, tidak naik secara perlahan-lahan. Ibu pasien sempat memberikan obat penurun panas berupa parasetamol syrup, suhu sempat turun selama beberapa jam kemudian naik kembali. Dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami diare akut karena terjadi perubahan konsistensi BAB menjadi cair dan peningkatan frekuensi lebih dari 3 kali/hari selama kurang dari 7 hari. Pasien juga mengalami demam yang dimulai pada waktu bersamaan dengan diare sehingga diduga diare disebabkan oleh infeksi. Karakteristik demam yang langsung menjadi tinggi lebih mengarah pada infeksi virus. Pasien tidak memiliki riwayat pemberian susu baru sehingga kemungkinan diare alergi susu sapi dapat dikesampingkan. Tidak ada batuk, pilek, sesak napas, dan nyeri telinga sehingga tidak ditemukan fokus infeksi lain. Pasien semakin lama menjadi semakin lemas, rewel, dan terus-menerus ingin menyusu. Perut pasien juga kembung dan pasien sempat muntah 1 kali 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran (tidak terlihat melamun, kontak masih baik). Pada pemeriksaan fisik didapatkan UUB dan kelopak mata pasien tidak cekung, masih terdapat air mata saat pasien menangis, mukosa bibir dan mulut basah, dan turgor kulit masih baik. Adanya rasa haus terus-menerus dan pasien semakin rewel mengarahkan pada dehidrasi ringan-sedang. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit dalam batas normal dan tidak ada peningkatan neutrofil maupun limfosit pada hitung jenis. Hanya didapatkan nilai natrium dan kalium serum sedikit rendah. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan diare yang dialami pasien. Pada pemeriksaan feses tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan eritrosit urin sedikit meningkat namun belum memenuhi kriteria infeksi saluran kemih (>5/LPB). Pasien diberikan cairan KAEN 3B sebanyak 18 tetes per menit makro (54 cc/jam= 1296 cc/24 jam). Bila dihitung kebutuhan maintenance cairan pasien adalah 800 cc/24 jam (rumus Darrow: 100 cc/kgBB untuk 10 kg pertama), dan cairan pengganti untuk dehidrasi ringansedang yang dialami pasien adalah 75 cc/kgBB, yaitu 600 cc sehingga pada awal masuk pasien membutuhkan 600 cc yang diberikan dalam 3 jam pertama ditambah 800 cc/24 jam untuk maintenance. Pada saat dilakukan pemeriksaan pasien sudah tidak dalam keadaan dehidrasi (tidak lagi haus dan sudah tidak rewel) sehingga hanya dibutuhkan cairan maintenance dan cairan rehidrasi oral untuk mengganti kehilangan cairan dari diare (100-200
ml setiap kali diare). Dengan pemberian 1296 cc/24 jam dan frekuensi diare saat ini (kurang lebih 4 kali sehari), pemberian cairan sudah adekuat. Pasien juga sudah mulai makan dan tetap menyusu. KAEN 3B memiliki komposisi meliputi NaCl 0,9%, natrium laktat, kalium 20 mEq/L, dan dekstrosa anhidrat. Pada pasien ini KAEN 3B cocok diberikan karena terdapat sedikit hipokalemia akibat diare dan diare masih terus berlangsung. Pada pasien juga diberikan zinc sebagai upaya membantu penyembuhan diare dan regenerasi sel epitel usus. Lacto-B merupakan probiotik yang berfungsi mencegah diare dengan mengeluarkan substansi antimikroba untuk patogen tertentu, mencegah adhesi patogen, menyediakan nutrien dan meningkatkan imun, serta memodifikasi toksin.1 Pasien juga diberikan diet lunak tanpa serat yang memang sesuai untuk keadaan diare dan parasetamol sebagai obat penurun panas karena pasien masih mengalami demam. Pada pasien diberikan antibiotik ceftriaxon 1x500 mg. Penulis beranggapan bahwa karena diare tidak berlendir maupun berdarah, karakteristik demam cenderung ke arah infeksi virus, serta nilai leukosit dan pemeriksaan feses dalam batas normal, pasien belum perlu diberikan antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Juffrie M. Buku ajar gastroenterologihepatologi. Jilid 1. Jakarta: UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI; 2009. 2. Bhutta ZA. Acute gastroenteritis in children. Dalam: Klieg RM, Stanton BF, Schor NF, St. Geme JW III, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.h.1323-32. 3. Departemen Kesehatan RI. Buku ajar diare. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1996.h.1922. 4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006.h.814. 5. WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO-Departemen Kesehatan RI; 2009.h.134. 6. Farthing M, etc. Acute diarrhea in adults and children: a global perspective. World Gastroenterology Organization; 2012. 7. Departemen Kesehatan RI. Buku saku petugas kesehatan lintas diare. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2011.h.6-10. 8. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.h.59-60.