Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Periode 4 Januari 2016 s/d 12 Maret 2016 RSUD Tarakan, Jakarta
Presentasi Kasus dan Referat Perempuan 28 Tahun, Dengan Suspek Inkompatibilitas Rhesus Pada G1P0A0 Hamil 29 Minggu Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup Oleh: Krisantus Desiderius Jebada 112014152
Pembimbing : dr. Ekarini Aryasatiani, Sp.OG (K)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
STATUS OBSTETRI SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
Nama Mahasiswa
: Krisantus Desiderius Jebada
NIM
: 112014152
Dr. Pembimbing
: dr. Ekarini Aryasatiani, Sp.OG (K)
IDENTITAS PASIEN Nama lengkap
: Ny. F. Y.
Tempat/ tanggal lahir
: 28 Februari 1985/28 th Suku bangsa
: Padang
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SLTA
Alamat
: Meruya Utara, RT/RW Nama suami 18/04, Kembangan, Jakarta Barat
Jenis kelamin
: Perempuan
: Tn. I
G1A0P0
Datang Poli Kebidanan : Tanggal 5 Januari 2016
Jam 10.00 WIB
ANAMNESIS Diambil dari: Autoanamnesis, Tanggal: 5 Januari 2016, Jam: 10.00 WIB
Keluhan utama Pasien datang ke Poliklinik Kebidanan RSUD Tarakan untuk pemeriksaan kehamilan rutin.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengaku hamil 29 minggu, HPHT 13 April 2015, TP 21 Maret 2016. Pasien rutin periksa ANC di poliklinik Kebidanan RSUD Tarakan tiap 2 minggu. Sudah pernah 3 kali melakukan pemeriksaan USG, pada pemeriksaan terakhir tanggal 12 Desember 2015 menunjukkan usia kehamilan 28 minggu, jenis kelamin laki-laki, taksiran berat janin 1100 Halaman | 2
gram (sesuai usia kehamilan), presentasi kepala, lilitan tali pusat (-), letak placenta baik, ketuban cukup, gerak aktif, denyut jantung baik.. Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Kembangan, Jakarta Barat satu bulan yang lalu (saat usia kehamilan 27 minggu) dengan diagnosis suspek inkompatibilitas rhesus (setelah dilakukan pemeriksaan golongan darah; pasien golongan darah O rhesus negatif sedangkan suami bergolongan darah O rhesus positif).
Pasien tidak memiliki keluhan. Tidak ada mules-mules, keluar air-air (-) lendir darah (-) gerak janin aktif. Selama hamil demam (-) hipertensi (-) keputihan (-) gigi bolong (-) keputihan (-) nafsu makan baik, BAK dan BAB normal.
Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit jantung dan alergi obat disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat darah tinggi, asma, kencing manis dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.
Riwayat Haid Menarche usia 13 th, siklus 30 hari, teratur, selama 7 hari, ganti pembalut 3x/hari untuk 4 hari awal dan 2x/hari untuk 3 hari terakhir, nyeri haid disangkal.
Riwayat Kehamilan G1P0A0 : I – Kehamilan saat ini.
Riwayat Pernikahan 1 kali (th 2015), suami berusia 30 tahun, bekerja sebagai pedagang
Riwayat KB Tidak pernah memakai KB
Halaman | 3
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis : Tinggi badan
: 156 cm
Berat badan
: 55,5 kg
Tekanan darah
: 110/90 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Suhu
: 36,4 0C
Pernafasan (frekuensi dan tipe)
: 16 x/menit – teratur
Keadaan Gizi
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Sianosis
: tidak ada
Edema
: tidak ada
Mobilisasi (aktif/pasif)
: aktif
Mata: Konjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-
Jantung BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru Vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing -/-
Abdomen Membuncit sesuai usia kehamilan
Ekstremitas Akral hangat, edema -/-
Halaman | 4
Status Obstetrik
TFU : 25 cm, puki, presentasi kepala, 5/5, TBJ : 1860 gr, DJJ (+) : 145 dpm, kontraksi (-)
Inspeksi
: V/U tenang
Inspekulo
: tidak dilakukan
VT
: tidak dilakukan
Laboratorium (4 Januari 2016) HEMATOLOGI Darah Rutin Hemoglobin
11,2
Hematokrit
36,0
Eritrosit
4,15
Leukosit
10,930
Trombosit
351,500
KIMIA KLINIK GTT Glukosa Darah Puasa
82
Glukosa 2 jam
147
Fungsi Liver Albumin
3,55
URINE Maskroskopis Warna
kuning
Kejernihan
jernih
Berat jenis
1,020
pH
6.0
Protein Urine
negatif
Reduksi
negatif
Keton
negatif Halaman | 5
Darah Samar
negatif
Bilirubin
negatif
Urobilinogen
0,2
Nitrit
negatif
Leukosit
negatif
Mikroskopis Eritrosit
0–1
Leukosit
2–3
Silinder
negatif
Sel epitel
positif
Kristal
negatif
Bakteri
negatif
Lain-lain
negatif
Masalah 1. Perbedaan golongan rhesus pasien dengan suami
Pengkajian dan Rencana Tatalaksana 1. Perbedaan golongan rhesus pasien dengan suami Dari rujukan pasien didapatkan pasien memiliki golongan darah O rhesus negatif sedangkan suami bergolongan darah O rhesus positif. Berdasarkan hal ini, pasien mempunyai kemungkinan untuk terjadinya gangguan Inkompatibilitas Rhesus terutama hal ini bertujuan untuk kehamilan berikutnya setelah kehamilan pasien sekarang ini – karena pasien masih G1. Tetapi belum didapatkan data obyektif apakah fetus dalam kandungan pasien memiliki golongan rhesus yang sama dengan pasien atau mengikuti rhesus suami pasien. Hal inilah yang akan dikaji melalui pemeriksaan yang lebih lanjut.
Rencana Pemeriksaan Pemeriksaan Coomb’s Test untuk Sensitisasi
Rencana Terapi Rencana pemberian Rh IgG
Halaman | 6
Rencana Edukasi Dijelaskan mengenai kemungkinan gangguan yang akan dihadapi oleh pasien saat ini serta penyebabnya dan tatalaksana selanjutnya. Edukasi mengenai diet yang cukup serta gerak aktif. Pasien dijadwalkan ANC 2 minggu lagi
Kesimpulan dan Prognosis Perempuan 28 tahun, dengan suspek inkompatibilitas rhesus pada G1P0A0 hamil 29 minggu janin presentasi kepala tunggal hidup. Pasien akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk melihat apakah ada sensitisasi atau tidak. PROGNOSIS Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
Ad sanationam
: bonam
Halaman | 7
Follow Up ANC (Tanggal 19 Januari 2016 pkl 10.00)
S
: Pasien datang untuk ANC rutin, tidak ada keluhan. Tidak ada mules-mules, keluar airair (-) lendir darah (-) gerak janin aktif. Selama hamil demam (-) hipertensi (-) keputihan (-) gigi bolong (-) keputihan (-) nafsu makan baik, BAK dan BAB normal.
O
: Keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Suhu
: 36,6 0C
Pernafasan (frekuensi dan tipe)
: 18 x/menit – teratur
Status generalis dalam batas normal Status obstetri; TFU : 26 cm, TBJ : 2015 gr, puki, DJJ 153 dpm, presentasi kepala, kontraksi (-). Inspeksi V/U tenang. PEMERIKSAAN COOMB’S TEST CBI (8 Januari 2015)
Hasil Pemeriksaan Ibu Golongan darah
: O Rhesus Negatif
Sel darah merah
: tidak terdapat sensitisasi invivo
Serum
: tidak ditemukan adanya antibody
Auto Kontrol
: negatip
Hasil Pemeriksaan Ayah Golongan darah
: O Rhesus Positif
Halaman | 8
A
: G1P0A0 hamil 31 minggu janin presentasi kepala tunggal hidup tanpa sensitisasi.
P
: Perencanaan pemberian anti-D immune globulin 300 mg Diet makanan cukup, gerak aktif, dan menjaga kebersihan daerah kewanitaan. ANC 2 minggu kemudian.
Halaman | 9
Inkompatibilitas Rhesus dan Hydrops Fetalis Darah
adalah
cairan
yang
terdapat
pada
semua
makhluk
hidup
(kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh untuk mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Komponen darah manusia terdiri atas 2 bagian besar, yaitu: 1. Plasma darah Plasma darah adalah cairan tempat sel-sel darah berada yang kaya dengan protein, albumin, bahan pembeku darah, hormon, garam, dan immunoglobulin. 2. Sel darah Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%). Eritrosit tidak mempunyai inti, mengandung hemoglobin (Hb) dan berfungsi mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit akan menderita penyakit anemia. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%) Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah. Sel darah putih atau leukosit (0,2%) Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit akan menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit akan menderita penyakit leukopenia. Sistem penggolongan darah yang dikenal saat ini adalah:1 1. Sistem ABO 2. Sistem Rhesus
Halaman | 10
Faktor Rhesus sangat penting terutama pada:1 1. Transfusi darah Dalam proses transfusi darah Rh menjadi faktor yang sangat penting, mengingat: Darah Rh- bisa ditransfusikan kepada darah Rh+ jika dalam uji silang (crossmatch) cocok Darah Rh+ tidak bisa ditransfusikan kepada darah Rh- walaupun cocok dalam uji silang (crossmatch) karena dalam tubuh pemilik darah Rh - akan segera terbentuk antibodi Rh+ yang menyebabkan darah Rh- tersebut tidak bisa lagi digunakan untuk transfusi ke Rh- lain 2. Wanita Rh- hamil dengan janin Rh+ KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIF1 Di dalam rahim, yang berfungsi sebagai penghubung ibu dan bayi adalah plasenta. Plasenta berperan dalam mengangkut oksigen dan sari-sari makanan dari ibu ke bayinya. Selain itu plasenta juga berfungsi sebagai barrier (pelindung) agar darah ibu dan bayi tidak tercampur. Maka pada kehamilan normal ibu dengan Rh- tidak perlu cemas atau khawatir karena ibu dan bayi masing-masing mempunyai sitem peredaran darah sendiri dan tidak akan mengganggu satu dengan lainnya. Namun yang perlu menjadi perhatian disini adalah: 1. Darah ibu dapat tercampur dengan darah janin dalam beberapa kondisi, seperti tindakan amniosentesis, trauma pada ibu, kebocoran darah bayi melalui tali pusat (perdarahan), selama proses persalinan, dan keguguran 2. Antibodi dalam darah dapat menembus plasenta dan masuk ke sistem peredaran darah janin
Apabila terjadi pencampuran darah Rh- dengan Rh+ maka secara otomatis tubuh si ibu Rh akan membentuk antibodi Rh+ karena Rh+ dianggap sebagai benda asing di tubuh ibu. Pada kehamilan pertama, jika terbentuk antibodi Rh+ dalam tubuh ibu tidak akan memberikan efek apa pun kepada bayi. Biasanya bayi lahir normal dengan anemia ringan.
Halaman | 11
DAMPAK PADA JANIN Pada kehamilan selanjutnya, jika si bayi mempunyai Rh+ juga maka antibodi Rh+ dalam darah ibu akan menyerang Rh+ dalam darah bayi yang mengakibatkan:1-3 1. Penghancuran besar-besaran sel darah merah bayi sehingga sumsum tulang bayi aktif terus memproduksi sel darah merah untuk mengimbangi penghancuran tersebut. Akibatnya banyak sel-sel darah muda yang beredar dalam pembuluh darah bayi (ERYTHROBLASTOSIS FETALIS) 2. Terjadi juga penghancuran sel darah merah di organ hati dan limpa yang mengakibatkan organ hati dan limpa membesar 3. Fungsi hati tidak normal, produksi albumin menurun, tubuh bayi menjadi bengkak dan melepuh (HYDROPS FETALIS) DAMPAK PADA BAYI Apabila kadar antibodi Rh+ dalam darah ibu tidak terlalu tinggi maka penghancuran darah merah bayi tidak terlalu besar. Bilirubin yang dihasilkan dari penghancuran darah bayi akan masuk ke dalam sistem peredaran darah ibu dan dinetralisir dalam tubuh ibu sehingga BAYI DAPAT LAHIR SEHAT DAN NORMAL. Sisa bilirubin yang tetap ada dalam tubuh bayi saat bayi lahir akan menumpuk di jaringan bayi dan memberikan warna kuning pada bayi. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti, karena jika tidak antibodi Rh+ yang masih ada dalam tubuh bayi akan terus memecah sel darah bayi dan menyebabkan bilirubin terus naik. Apabila sudah mencapai kadar toksik (18-20 mg/dl) maka akan menyebabkan kerusakan otak permanen (KERN IKTERUS). INKOMPATIBILITAS ABO4 Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu contoh ikterus yang berdasarkan pada Hemolytic Disease of The Newborn (HDN). Inkompatibilitas ABO ini sering ditemukan biasanya tidak berat dan dapat menyertai kehamilan apapun pada ibu yang bergolongan darah O. Tingkat keparahannya tidak dapat diprediksi karena hal ini tergantung pada variabilitas dari banyaknya anti A atau anti B IgG antibody di tubuh ibu. Bayi yang memiliki golongan darah A atau B dapat terkena. Berbeda dengan penyakit Rh, penyakit hemolitik ABO tidak menjadi lebih berat Halaman | 12
pada kehamilan berikutnya. Hemolisis yang terjadi lebih ringan karena antibodi anti-A atau anti-B dapat melekat pada sel non-eritrosit yang mengandung antigen A atau B atau karena eritrosit janin mempunyai determinan antigenic A atau B lebih sedikit daripada determinan Rh. Sekitar 15% dari neonates memiliki faktor resiko mengalami inkompatibilitas ABO, tetapi hanya 0,3-2,2% yang penyakitnya berkembang hingga menimbulkan manifestasi klinik. Pada pemeriksaan laboraturium, kemungkinan besar penderita inkompatibilitas ABO memiliki hasil Coomb’s Test positif dan adanya spherosit pada apusan darah. Hemoglobin mungkin normal, tetapi tidak tertutup kemungkinan didapatkan 10-12 g/dL. Retikulosit mungkin meningkat hingga 10-15%.4 Eritrosis dari fetus saat dalam kandungan, bisa mencapai sirkulasi darah ibu saat trimester akhir kehamilan (di mana sititrofoblas tidak lagi dapat muncul sebagai barrier atau pelindung, atau saat kelahiran bayi itu sendiri). Tubuh ibu kemudian menjadi tersensitisasi oleh karena adanya antigen asing di dalam sirkulasi darahnya. Kebanyakan anti-A dan anti-B antibodi tergolong ke dalam tipe IgM, yang oleh karena itu tidak dapat menembus plasenta. Bayi bergol darah A atau B yang dilahirkan dari ibu bergol darah O, dengan alasan yang masih diperdabatkan oleh para ilmuwan, beberapa ibu gol darah O mengeluarkan IgG antibodi yang menyerang antigen A atau B anak, walaupun tanpa adanya sensitisasi (penyerangan dari antigen tersebut). Gejala klinik yang muncul pada bayi yang mengalami ikterus akibat inkompatibilitas ABO adalah anemia yang bermakna dan hiperbilirubinemia. Penyakit ini sangat mirip dengan inkompatibilitas ABO, tetapi memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaannya dapat dilihat dalam tabel berikut.4 Perbedaan
Rh
ABO
Gol darah ibu
Negatif
O
Bayi
Positif
A atau B
Tidak lengkap (7S)
Imun
4%
40-50%
Biasanya
Tidak
Sering
Jarang
Jenis antibody Aspek klinis yang tampak pada anak pertama Progresivitas
pada
kelahiran berikutnya Lahir mati/hidrops
Halaman | 13
Anemia berat
+++
+
Hepatosplenomegali
+++
+
Test Coomb direk
+
+/-
Antibodi maternal
Selalu ada
Tidak jelas
_
+
Ya
Tidak
Sferosit Terapi
memerlukan
“antenatal measures” Transfusi tukar -
frekuensi
-
-
golongan darah
- Rh negative dengan gol
donor
kira-kira 2/3
-
kira-kira 1/10
-
Rh, sesuai dengan
darah sesuai
golongan darah O
Insiden “late anemia”
Sering
jarang
HIDROPS FETALIS Hidrops fetalis adalah bahasa latin dari suatu edema janin. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh Ballantyne tahun 1892, meskipun sesungguhnya kondisi ini telah diketahui sejak dua abad yang lalu. Gambaran klinis dari penyakit ini adalah abnormalitas akumulasi cairan dalam rongga tubuh (pleural, percardial dan peritoneal) dan jaringan lunak tubuh dengan ketebalan dinding lebih dari 5 mm. Hidrop fetalis sering berhubungan dengan hidramnion dan penebalan plasenta (>6 mm) pada 30–75% kasus. Sejumlah kasus ditemukan pula hepatosplenomegali. Masalah dasar pada hidrop fetalis adalah gangguan keseimbangan cairan homeostasis dimana terjadi banyak amumulasi cairan dibandingkan dengan yang di absorbsi.2 Pada beberapa pasien, juga dapat berhubungan dengan polihidramnion dan edema plasenta. Hidrops biasanya pertama kali dideteksi dari pemeriksaan USG selama trimester pertama atau kedua kehamilan. Kumpulan cairan dapat mudah terdeteksi, namun akumulasi cairan yang sedikit dan ringan dan kadang sulit dikenali dalam deteksi USG rutin.
Halaman | 14
Ada dua jenis hidrops fetalis: imun dan non-imun. Hidrops fetalis imun merupakan komplikasi inkompatibilitas Rh yang parah. Inkompatibilitas Rh ini menyebabkan kerusakan besar sel-sel darah merah, yang mengarah ke beberapa masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan parah dapat mengganggu kerja organ-organ tubuh. Hidrops fetalis non-imun terjadi ketika kondisi penyakit mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur cairan. Ada tiga penyebab utama untuk jenis ini: masalah jantung atau paru-paru, anemia berat (thalasemia), dan cacat genetik.2,5 Definisi. Hidrops fetalis adalah kondisi janin serius dengan menifestasi akumulasi abnormal cairan dalam dua atau lebih kompartemen janin, termasuk ascites, efusi pleura, efusi perikardial, dan edema kulit.2 Fisiologi Cairan Amnion. Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Telah diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal. Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke 8 usia kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion, dengan tehnik single pocket , dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa. Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Urin janin lebih banyak terdiri dari urea, kreatinin dan asam urat dibandingkan plasma., juga terdiri dari deskuamasi sel-sel janin, vernix, lanuga dan bermacam sekresi. Ginjal janin mulai memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai kehamilan aterm. Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan amnion. Pada penelitian dengan
Halaman | 15
menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut. Untuk mencapai keseimbangan dalam regulasi cairan amnion, janin menelan cairan amnion, dan juga mengabsorbsinya. Sembilan puluh delapan persen cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein, peptide, karbohidrat, lipid, dan hormon. Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan faktor pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-α, terdapat di cairan amnion. Hidramnion dijumpai pada sekitar 1 persen dari semua kehamilan. Sebagian besar penelitian klinis mendefinisikan hidramnion sebagai cairan amnion yang lebih besar dari 25 cm. Hidramnion terjadi oleh karena berbagai sebab. Dari faktor janin sendiri misalnya karena anomali kongenital, obstruksi gastrointestinal, hidrops non imun, aneuploidi. Gejala klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai kesulitan dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan mendengar denyut jantung janin. Pada kasus berat, dinding uterus sangat tegang. Membedakan antara hidramnion, asites, atau kista ovarium yang besar biasanya mudah dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan amnion dalam jumlah besar hampir selalu mudah diketahui sebagai ruang bebas-echo yang sangat besar di antara janin dan dinding uterus atau plasenta. Kadang mungkin ditemui kelainan janin misalnya anensefalus atau defek tabung syaraf lain, atau anomali saluran cerna. Indometasin mengganggu produksi cairan paru atau meningkatkan penyerapannya, mengurangi produksi urin janin, dan meningkatkan perpindahan cairan melalui selaput janin. Dosis yang digunakan oleh sebagian besar peneliti berkisar dari 1,5–3 mg/kg/hari. Cairan amnion sering digunakan untuk keperluan diagnosis, misalnya untuk mengetahui kematangan paru janin, mendeteksi gawat nafas pada janin dan mendiagnosis ketuban pecah sebelum waktunya. Epidemiologi. Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus tidak terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus mungkin berakhir secara spontan di dalam rahim.
Halaman | 16
Perkiraan secara umum hidrops fetalis di Amerika Serikat adalah sekitar 1 dalam 600 banding 1 dalam 4000 kehamilan. Insiden hidrops kekebalan tubuh menurun secara signifikan dengan penggunaan macam imunisasi pasif menggunakan imunoglobulin Rh untuk Rh-negatif ibu pada usia kehamilan 28 minggu (setelah dicurigai perdarahan fetomaternal) dan postpartum (setelah bayi Rh-positif). Efektivitas program ini telah ditunjukkan oleh penurunan kejadian penyakit hemolitik Rh dari janin atau bayi baru lahir, dari 65 dalam 10.000 kelahiran di Amerika Serikat pada 1960-10,6 di 10.000 kelahiran pada tahun 1990. Hidrops fetalis jauh lebih umum di Asia Tenggara. Di Thailand, frekuensi hidrops, dari homozigot alfa-thalassemia atau hidrops Bart sendiri, adalah 1 dalam 500 banding 1 dalam 1500 kehamilan, Sedangkan angka Akurat dari wilayah Mediterania tidak pernah dilaporkan.5 Pengaruh jenis kelamin pada hidrops fetalis sebagian besar berkaitan dengan penyebab kondisi tertentu. Bagian penting dari hidrops berhubungan dengan kelainan kromosom. Resiko pria yang lebih besar adalah peningkatan hampir 13 kali lipat pada hidrops janin lakilaki dengan penyakit hemolitik Rh D. Insidens pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus (yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada ras berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang pada bangsa Asia. Rhesus negatif pada orang Indonesia jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Hidrops Fetalis Imun Sistem Golongan Darah ABO. Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigenD, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara
Halaman | 17
parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya sama.4 Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis. Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi (anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin. Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis. Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk (1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan Freda (1963) meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif.1 Rhesus CDE. Ada tiga subtipe antigen spesifik C,D,E dengan pasangannya c, e, tapi tidak ada d. Hanya gen D dipakai sebagai acuan faktor rhesus. Istilah yang sekarang digunakan adalah Rhesus (D), bukan hanya Rhesus. Sel rhesus (D) positif mengandung substansi (antigen D) yang dapat merangsang darah rhesus (D) negatif memproduksi antibodi. Gen c, e, dan E kurang berperan disini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa antibodi yang dihasilkan oleh wanita Rhesus negatif disebut anti-D (anti-rhesus D).2,3 Seorang wanita Rhesus (D) positif tak akan memproduksi antibodi, karena darah yang positif tak akan memproduksi anti-d, tak ada anti Rhesus d. Seseorang mempunyai Rhesus (D) Halaman | 18
negatif, jika diwariskan gen d dari tiap orang tua. Mungkin saja anak Rhesus (D) negatif, jika ibu Rhesus (D) negatif dan bapak Rhesus (D) positif. Bapak dapat mempunyai gen D atau d, sehingga bayi dapat mewarisi gen d dari bapaknya. Sebaliknya, wanita Rhesus (D) negatif dengan pasangan Rhesus (D) negatif, dan tak akan timbul inkompatibilitas Rhesus, walaupun ibu telah membawa anatibodi Rhesus (D) dari kehamilan sebelumnya. Gejala Klinis. Hidrops fetalis adalah bayi yang menunjukan edema yang menyeluruh, asites dan efusi pleura pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yangg terjadi bervariasi, tergantung intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi kedalam kavum serosa (hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada sumsum tulang, hematopoesis ekstrameduler didalam lien dan hepar. Juga terjadi pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat membesar. Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu respirasi janin.2 Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan kegagalan sirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus dan lemas pada saat dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie dan menyebar, sesak nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi dalam waktu beberapa jam meskipun transfusi sudah diberikan. Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya ganglia basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yandg muncul berupa letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu. Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag terjadi akibat gangguan eritropoesis dapat bertahan selama berminggu–minggu hingga berbulan- bulan. Patofisiologi. Pada saat ibu hamil eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu, yang dinamakan Feto maternal microtransfusion. Bila ibu tidak Halaman | 19
memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin, sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis. Hemolisis terjadi dalam kandungan dan akibatnya adalah pembentukan eritrosit oleh tubuh secara berlebihan, sehingga akan didapatkan eritrosit berinti banyak, yaitu eritroblas.2,5 Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin. Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif, atau pada kehamilan kedua dan berikutnya.
Halaman | 20
Etiologi Hydrops Fetalis Non-Autoimmun5
Halaman | 21
Pemeriksaan Laboratorium2,3
Coombs test Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG. Untuk melakukan tes, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari membran eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs ditambahkan, dan jika imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen spesifik.
PCR Perkiraan kualitatif dan kuantitatif dari proporsi sel darah merah mengandung hemoglobin janin dalam sirkulasi ibu memiliki nilai tertentu. Teknik Betke-Kleihauer tergantung pada kerentanan yang berbeda dari sel yang mengandung hemoglobin janin dari orang-orang dengan hemoglobin dewasa ketika mengalami asam-kromatografi. Sebuah metode baru menggunakan flow cytometry juga berguna sebagai pemeriksaan. Hasil yang keluar, baik menggunakan metode Betke-Kleihauer dan flow cytometry harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena sensitivitas dan spesifisitas dari tes diagnostik ini kurang akurat, telah dibuktikan dalam beberapa studi. Skrining Sifilis menggunakan VDRL
Halaman | 22
Infeksi CMV, herpes simpleks (TORCH), dan spesifik enzim-linked immunosorbent assay (ELISA) lebih sensitive untuk studiinfeksi agen individu. Hemoglobin elektroforesis untuk alfa-thalassemia heterozigositas telah berguna dalam etnis populasi beresiko. Tes skrining serum maternal (multipel-marker, triple-screen, triple-marker), biasanya digunakan jika anomali janin diduga, memiliki nilai pasti dengan hidrops fetalis. Pemeriksaan Radiologi 1. Ultrasonography 2. Doppler Ultrasound Penatalaksanaan Diagnosis dan pengelolaan hidrops fetalis menjadi tantangan tersendiri bagi perinatologis dan neonatologis. Tingkat kematian yang tinggi, dan pilihan pengobatan yang terbatas. Faktor yang paling penting untuk memastikan pengobatan yang tepat dari janin dengan hidrops adalah diagnosis yang tepat dan rinci. Sampai patofisiologi yang mendasari, dipahami dan luasnya kelainan memimpin pengembangan hidrops benar-benar didefinisikan, segala upaya pengobatan adalah sia-sia dan berpotensi membahayakan. Jika didiagnosis sebelum lahir, ibu harus dirujuk ke pusat berisiko tinggi untuk pengelolaan lebih lanjut dan konseling multidisiplin karena tingginya resiko kematian janin. Steroid prenatal harus diberikan jika terjadi pada kelahiran prematur. Setelah masalah yang mendasari benar-benar dipahami, menjawab pertanyaan tentang apakah kelainan ini kompatibel dengan kehidupan, apakah kelangsungan hidup janin akan berada di biaya dengan kualitas yang dapat diterima hidup yang buruk, dan apa konsekuensi mungkin untuk generasi mendatang. Saat ini, keterlibatan orang tua dan bimbingan persyaratan mendasar dan memerlukan pengetahuan penuh oleh orang tua dari semua konsekuensi potensial mungkin.
Halaman | 23
Jika keputusan dibuat untuk melanjutkan kehamilan, langkah selanjutnya adalah untuk memutuskan apakah akan melakukan intervensi dengan pengobatan janin invasif dan menentukan pada titik kelahiran prematur merupakan resiko yang kecil bagi janin dari usia kehamilan lanjutan. Karena ketidakpastian besar tentang pertanyaan-pertanyaan ini tidak dapat dihindari, terlepas dari penyebab yang mendasari, keterlibatan orang tua penuh sangat penting. Intervensi janin mungkin termasuk transfusi janin untuk anemia janin, obat antiaritmia ibu (misalnya digoksin) untuk aritmia janin, dan dalam operasi rahim (misalnya, thoracocentesis janin / paracentesis, reseksi bedah). Keputusan tentang pengobatan janin sering tidak menentu karena bukti yang diperlukan untuk diagnosis tidak tersedia. Meskipun banyak pendekatan ditemukan dalam literatur, tidak ada uji klinis yang dirancang dengan baik berbasis bukti. Skema pengobatan hanya didasarkan pada bukti empiris dan pengalaman masing ahli. Dalam keadaan demikian, keputusan pengobatan yang sulit, terutama untuk dokter yang membutuhkan bukti untuk menyeimbangkan risiko terhadap manfaat dari pengobatan khusus. Lebih memperumit masalah ini, remisi spontan dari proses hidropik telah dilaporkan dalam ratusan kasus. Penyebab dalam kasus ini termasuk aritmia jantung, twin-to-twin transfusion syndrome, penyerapan paru, malformasi adenomatoid fibrosis paru-paru, penyakit penyimpanan lisosomal, hygroma fibrosis dengan atau tanpa sindrom Noonan, baik parvovirus dan infeksi CMV, chorangioma plasenta, dan idiopatik asites atau efusi pleura. Dokter dan orang tua benar-benar harus memahami bahwa keputusan pada saat ini pada dasarnya tidak pasti dan sewenang-wenang.2 Belum terbukti berisiko tinggi perawatan lebih mudah untuk menerima ketika prosedur ditargetkan untuk memperbaiki patofisiologi yang mendasari menyebabkan hidrops fetalis. Skema manajemen yang paling banyak diterima adalah termasuk transfusi janin anemia benar apapun penyebabnya, obat untuk aritmia jantung, koreksi atau pengurangan ruang lesi yang menghalangi vena jantung atau limfatik, dan prosedur yang dirancang untuk menghentikan hilangnya janin dari darah, apapun penyebabnya.2,5 Halaman | 24
Ketidakmatangan janin dapat mencegah pendekatan ini, penggunaan obat secara umum telah diterima sebagai sesuai. Namun, apakah ini dibenarkan tidak didukung oleh bukti dari uji klinis terkontrol, dan frekuensi yang berhenti spontan dari aritmia dan remisi dari hidrops telah dilaporkan harus mempromosikan sikap skeptis dan lebih hati-hati tentang terapi obat janin dari umumnya telah standar . Obat telah diberikan kepada ibu (oral, intramuskular, intravena), untuk janin (intraperitoneal, intramuskular, intravena melalui kordosentesis), untuk memperbaiki aritmia janin. Obat yang digunakan diantaranya digitalis, furosemid, flecainide, verapamil, amiodaron, propanolol, prokainamid, quinidine, adenosin, sotalol, terbutaline, kortikosteroid, dan imunoglobulin; berbagai kombinasi obat ini juga telah digunakan. Meskipun adenosin tampaknya sangat efektif dengan aritmia supraventricular, dan terapi kortikosteroid tampaknya efektif untuk blok jantung janin yang lengkap terkait dengan penyakit kolagen ibu, pilihan obat tetap empiris dan sewenang-wenang, sampai saat bukti definitif dari uji klinis telah dilakukan. Sebaiknya dokter memilih pendekatan yang memberikan risiko rendah untuk janin dan ibu sampai data lebih definitif yang tersedia. Keberhasilan transfusi janin intrauterin intraperitoneal dengan sel darah merah dikemas dalam pengobatan janin anemia kehamilan isoimmunized telah menjadi kisah sukses untuk pengobatan modern perinatal. Sayangnya, kontrol bersejarah membentuk dasar untuk kesimpulan ini, dan bukti definitif dari uji klinis acak mungkin bwlum pernah dikaporkan. Transfusi janin menggunakan rute intraperitoneal tampaknya telah menjadi diterima sebagai standar perawatan untuk janin dengan anemia berat. (Hct <30%) merupakan indikasi untuk transfusi vena umbilikalis pada bayi dengan ketidakmatangan paru. Transfusi janin intravaskular difasilitasi oleh sedasi ibu dan janin dengan diazepam dan dengan kelumpuhan janin dengan pankuronium. Sel darah merah dikemas diberikan setelah pencocokan silang dengan serum ibu. Sel-sel harus diperoleh dari donor CMV-negatif dan iradiasi untuk membunuh limfosit/transfusi harus mencapai tingkat posttransfusion Hct dari 45-55% dan dapat diulang setiap 3-5 minggu.2 Halaman | 25
Indikasi untuk pemberian obat kematangan paru, gawat janin, komplikasi pengambilan sampel darah tali perkutan, atau usia kehamilan 35-37 minggu. Tingkat kelangsungan hidup untuk transfusi intrauterin adalah 89%, tingkat komplikasi adalah 3%. Komplikasi termasuk pecahnya membran dan kelahiran prematur, infeksi, gangguan janin membutuhkan pengiriman darurat sesar, dan kematian perinatal. Dilaporkan rute pemberian produk darah pada janin melalui perkutan vena umbilikalis, vena umbilikalis intrahepatik, arteri umbilikalis, dan pendekatan berbagai gabungan intervensi. Transfusi intrakardiak juga telah dilaporkan. Sukses telah diklaim dengan transfusi janin parsial dikemas-sel uang, plasmapheresis ibu, prometazin ibu atau pengobatan kortikosteroid, janin intravena Ig-G, transfusi trombosit janin, dan administrasi janin manusia granulosit-stimulating faktor, sekali lagi menggunakan berbagai rute.2 Penggunaan metode invasif langsung mungkin meningkatkan risiko janin. Pendarahan berat karena kerapuhan pembuluh darah, massa tumor vaskuler, perdarahan masif sering mengakibatkan kematian janin secara cepat. Meskipun mereka yang bertahan hidup mungkin mendapatkan keuntungan dari transfusi janin, seperti dijelaskan di atas, perdarahan lanjutan dapat membuat upaya tersebut sia-sia. Dengan demikian, pendekatan yang lebih agresif dalam kondisi seperti itu dapat dibenarkan. Efusi pleura ditangani dengan thoracenteses janin tunggal atau serial, pleurothoracoketuban shunts, dan bedah janin untuk mengoreksi penyebab yang mendasari. Efusi perikardial dikelola dengan pericardiocenteses tunggal atau serial atau manuver drainase berkelanjutan. Asites dapat diobati dengan peritoneo-amniotic shunts, dan intraperitoneal albumin. Keberhasilan dan kegagalan telah dilaporkan dengan semua metode; bukti menunjukkan bahwa salah satu pendekatan adalah lebih baik daripada yang lain karena tepat data percobaan komparatif tidak tersedia. Operasi janin dengan koreksi definitif anomali yang mendasari telah dilaporkan dengan frekuensi meningkat. Kelangsungan hidup janin ditingkatkan dengan malformasi adenomatoid kistik dan dengan penyerapan bronkopulmonalis telah diamati dalam seri besar Halaman | 26
beberapa di mana langkah-langkah korektif langsung telah digunakan. Meskipun keberhasilan ini telah diukur terhadap hasil menggunakan kontrol bersejarah, tindakan tersebut masuk akal fisiologis dan, dengan demikian, menunjukkan menjanjikan. Resusitasi pada hidrops fetalis menimbulkan masalah yang unik untuk neonatologis. Dokter kandungan harus bekerja sama dengan neonatologis sesegera hidrops diidentifikasi pada janin. Setelah hidrops telah didiagnosis antenatal, melakukan segala upaya untuk menegakkan penyebabnya, ini sangat membantu dalam mengobati bayi saat lahir. Selain peralatan yang sesuai dan perlengkapan, tim terampil profesional perawatan kesehatan neonatologis, perawat, ahli terapi pernapasan, radiograf teknisi, teknisi ultrasonografi yang berpengalaman harus hadir di ruang bersalin. Lakukan atau ulangi pemeriksaan ultrasonografi antenatal untuk menilai keberadaan dan tingkat efusi pleura, efusi perikardial, atau ascites sebelum pengiriman karena cairan tersebut mungkin memerlukan aspirasi di ruang bersalin untuk membentuk ventilasi yang cukup dan sirkulasi. Penilaian hematokrit janin, pO2 dan pH sampling pusar perkutan, meskipun berisiko, dapat membantu dalam kasus-kasus yang dipilih untuk manajemen awal. Setelah menetapkan jalan napas bayi dan ventilasi, kateter umbilikalis tempat arteri dan vena untuk memonitor tekanan arteri, gas darah, dan tekanan vena. Packed RBCs atau whole blood crossmatched dengan darah ibu harus tersedia untuk transfusi atau transfusi tukar parsial untuk mengoreksi anemia berat. Mengantisipasi dan segera memperbaiki kelainan metabolik seperti asidosis dan hipoglikemia.
Halaman | 27
Komplikasi. Komplikasi yang terjadi pada ibu:2 Edema Hipertensi Proteinuria saat pengobatan konservatif hidrops fetalis yang disebut Mirror syndrome (pseudotoxemia atau Ballantyne syndrome) Pencegahan. Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat isoimunisasi Rhesus, adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin yang digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan berikutnya.2,3 Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan, ternyata sangat protektif. Ibu dengan kemungkinan abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau perdarahan pervaginam harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi tanpa preparat imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun fraksi darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk mengalami sensitisasi.2,3 Prognosis. Hidrops fetalis tetap menjadi kondisi yang kompleks dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Prognosis sebagian tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dengan perawatan postnatal agresif, tingkat kelangsungan hidup meningkat pada kasus tertentu. Hasil hidrops fetalis terutama tergantung pada usia, penyebab yang mendasari kehamilan saat lahir, dan tingkat albumin serum. KESIMPULAN. Hidrops fetalis adalah kondisi janin serius dengan menifestasi akumulasi abnormal cairan dalam dua atau lebih kompartemen janin, termasuk ascites, efusi pleura, efusi perikardial, dan edema kulit. Halaman | 28
Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus tidak terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus mungkin berakhir secara spontan di dalam rahim. Hidrops fetalis tetap menjadi kondisi yang kompleks dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Prognosis sebagian tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dengan perawatan postnatal agresif, tingkat kelangsungan hidup meningkat pada kasus tertentu. Ada dua jenis hidrops fetalis: imun dan non-imun. Hidrops fetalis imun merupakan komplikasi inkompatibilitas Rh yang parah. Inkompatibilitas Rh ini menyebabkan kerusakan besar sel-sel darah merah, yang mengarah ke beberapa masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan parah dapat mengganggu kerja organ-organ tubuh. Hidrops fetalis non-imun terjadi ketika kondisi penyakit mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur cairan. Ada tiga penyebab utama untuk jenis ini: masalah jantung atau paru-paru, anemia berat (thalasemia), dan cacat genetik. Diagnosis dan pengelolaan hidrops fetalis menjadi tantangan tersendiri bagi perinatologis dan neonatologis. Tingkat kematian yang tinggi, dan pilihan pengobatan yang terbatas. Faktor yang paling penting untuk memastikan pengobatan yang tepat dari janin dengan hidrops adalah diagnosis yang tepat dan rinci. Sampai patofisiologi yang mendasari, dipahami dan luasnya kelainan memimpin pengembangan hidrops benar-benar didefinisikan, segala upaya pengobatan adalah sia-sia dan berpotensi membahayakan.
Halaman | 29
Referensi 1. Hanretty KP. Obstetrics illustrated. 6th ed. London: Churchill Livingstone; 2003: 104-7. 2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et all [editors]. Williams obstetrics. 24th ed. Philadelphia: McGraw-Hill Medical; 2014: 306-20. 3. Arias F, Daftary SN, Bhide AG. Practical guide to high-risk pregnancy & delivery: a south Asian perspective. 3rd ed. New Delhi: Elsevier, 2008: 358-72. 4. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Ed. 4. Jakarta: Infomedika, 2007: 1051-165. 5. Hollingworth T. Differential diagnosis in obstetrics and gynaecology: an a-z. 2nd ed. London: CRC Press, 2016: 170-4.
Halaman | 30