REFERAT METAMFETAMIN
Penguji : Saebani, SKM., MKes. Pembimbing : dr. Donald Rinaldi . K
Disusun oleh: Kurniawan (2011-061-036) Michaela Arshanty Limawan (2011-061-037) Prisca Gisella (2011-061-040) Sharon Claudia (2011-061-041) Haris Cakrasana (2012-061-059) Michelle Martina (2012-061-060) Karina Pratiwi (2012-061-088) Andika Surya Atmadja (2012-061-091)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE 23 SEPTEMBER 2013 – 5 OKTOBER 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah.............................................................................. 1 1.3. Tujuan ................................................................................................ 2 1.4. Manfaat .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3 2.1. Toksikologi Forensik ..................................................................... 3 2.2. Struktur Metamfetamin .................................................................. 4 2.3. Farmakokinetik Metamfetamin ..................................................... 6 2.4. Gejala Overdosis Metamfetamin ................................................... 9 2.5. Kerusakan Akibat Intoksikasi Metamfetamin ............................... 12 2.6. Diagnosa Keadaan Putus Obat Metamfetamin .............................. 12 2.7. Tanda Kematian Akibat Metamfetamin ........................................ 15
BAB III KESIMPULAN dan SARAN ............................................................ 20 3.1. Kesimpulan .................................................................................... 20 3.2. Saran .............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21
Bab I Pendahuluan 1.1
Latar Belakang Metamfetamin mempunyai nama lain ectasy atau shabu. Selama lebih dari 25 tahun
terakhir ini, penggunaan metamfetamin di dunia ini telah meningkat. Metamfetamin dapat menyebabkan euforia dan efek stimulan, seperti peningkatan atensi dan peningkatan energi. Metamfetamin dapat digunakan secara oral, intravena, dihisap ataupun dihirup.1,2,3 Kepopuleran metamfetamin mengalahkan kokain karena sekali memakai metamfetamin, dapat membuat orang melayang selama 6-12 jam, sedangkan penggunaan kokain hanya membuat orang yang mengkonsumsinya melayang selama 0,5-1 jam. Metamfetamin mempunyai beberapa efek samping seperti infark miokard, stroke, kejang, rhabdomiolisis, kardiomiopati, psikosis dan kematian. Penggunaan amfetamin secara kronis dapat berhubungan dengan gejala psikiatri dan juga fisik. Penggunaan dengan metamfetamin berhubungan dengan aktivitas seksual yang tinggi sehingga berhubungan juga dengan penuluran transmisi Human immunodeficiency virus (HIV). Pada
wanita
hamil,
penggunaan metamfetamin dapat menyebabkan abrupsio plasenta, intrauterine growth retardation dan kelahiran prematur.3,4 Populasi di Indonesia mencapai 240 juta penduduk. Estimasi pengguna obat-obatan mencapai 3,6 juta. Menurut survey Departemen Kesehatan pada tahun 2007, menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan terlarang dalam 12 bulan terakhir adalah kanabis 25%, ektasi 10%, metamfetamin 9%, heroin 6%, alkohol 5%, dan benzodiazepin 3%. Metamfetamin ini paling popular dan lebih disukai bila dibandingkan dengan psikotropika lainnya karena efeknya cepat dirasakan pengguna dan mudah didapatkan. Penggunaan metamfetamin mempunyai nilai adiksi yang paling tinggi dengan 92% penggunanya mengalami relaps setelah penghentian penggunaan. Pada sebuah penelitian, didapatkan hasil bahwa penggunaan metamfetamin akan menyebabkan kerusakan neuron pada otak yang tidak dapat sembuh walaupun penggunaannya telah dihentikan.3
1.2
Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan metamfetamin? 2. Bagaimana cara kerja metamfetamin pada tubuh manusia? 3. Apa saja efek yang dapat ditimbulkan dari penggunaan metamfetamin? 4. Bagaimana cara mendiagnosa pengguna metamfetamin? 5. Apa saja efek samping yang dapat terjadi akibat penggunaan metamfetamin?
1.3
Tujuan 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan metamfetamin. 2. Mengetahui cara kerja metamfetamin. 3. Mengetahui efek-efek yang dapat terjadi karena penggunaan metamfetamin. 4. Mengetahui cara mendiagnosa seseorang yang mengkonsumsi metamfetamin. 5. Mengetahui efek samping yang dapat terjadi karena penggunaan metamfetamin.
1.4
Manfaat 1.Memberikan informasi mengenai prevalensi pengguna metamfetamin di Indonesia. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bahaya penggunaan metamfetamin. 3.Mengurangi jumlah pengguna metamfetamin di Indonesia.
Bab II Tinjauan Pustaka 2.1
Toksikologi forensik
Toksikologi forensik adalah salah satu cabang ilmu forensik yang mempelajari tentang kerja dan efek berbahaya zat kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme. Toksikologi forensik ditegakkan bertujuan untuk memastikan dugaan kasus kematian akibat keracunan atau diracuni. Karena banyaknya zat kimia yang dapat menjadi penyebab kematian, maka dapat digali informasi mengenai keracunan, kematian tidak wajar akibat keracunan, ataupun tindak kekerasan di bawah pengaruh obat-obatan yang dapat diperoleh dari laporan pemerikaan di tempat kejadian perkara (TKP) atau dari berita acara penyidikan oleh polisi penyidik.6,7 Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dianalisis dalam kasus kematian akibat keracunan zat tertentu antara lain: senyawa racun apa yang terlibat, berapa besar dosis yang digunakan, efek apa yang ditimbulkan, kapan paparan tersebut terjadi, dan melalui jalur apa paparan tersebut terjadi (oral, inhalasi, atau injeksi).6 Selain akibat overdosis dari zat metamfetamin sendiri, kematian dapat terjadi pula akibat bunuh diri dengan berbagai cara, baik tembakan, tusukan, ataupun gantung diri.8 Penetapan rute pemakaian biasanya diperoleh dari analisis berbagai specimen, dimana pada umumnya konsentrasi toksikan yang lebih tinggi ditemukan di daerah rute pemakaian. Jika ditemukan toksin dalam jumlah besar di saluran pencernaan dan hari, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa paparan melalui jalur oral. Demikian juga apabila konsentrasi tinggi ditemukan di paru-paru atau organ visceral lainnya mengindikasikan paparan melalui inhalasi. Bekas suntikan yang baru pada permukaan tubuh (seperti telapak tangan, lengan, dll) yang ditemukan pada kasus kematian akibat penyalahgunaan narkotika, merupakan petunjuk paparan melalui injeksi.6 Ditemukannya toksin dalam konsentrasi yang tinggi, baik di saluran pencernaan maupun di darah dapat dijadikan cukup bukti untuk menyatakan toksin tersebut sebagai penyebab kematian. Seorang toksikolog forensic dituntut juga dapat menerangkan absorpsi toksikan dan transportasi/ distribusi melalui sirkulasi sistemik menuju organ jaringan sampai dapat menimbulkan efek yang fatal. Interpretasi ini diturunkan dari data konsentrasi toksikan baik di darah maupun di jaringan-jaringan.6
Dalam menginterpretasi tingkat konsentrasi di dalam darah dan jaringan sebaiknya memperhatikan tingkat efek psikologis yang sebenarnya dan semua faktor yang berpengaruh dari setiap tingkat konsentrasi yang diperoleh dari spesimen. Faktor yang berpengaruh terhadap respon individu terhadap tingkat konsentrasi toksik, antara lain: usia, jenis kelamin, status hormonal, berat badan, status nutrisi, genetik, dan status imunologi. Selain itu, toleransi juga perlu diperhatikan, Interpretasi tingkat konsentrasi dalam darah dan jaringan dapat dibagi menjadi tiga kategori: normal atau terapeutik, toksik, dan lethal. Tingkat konsentrasi normal dinyatakan sebagai keadaan dimana tidak menimbulkan efek toksik pada organisme. Tingkat konsentrasi toksik berhubungan dengan gejala membahayakan nyawa, seperti: koma, kejang, kerusakan hati atau ginjal. Tingkat konsentrasi kematian dinyatakan sebagai konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian.6 2.2
Struktur metamfetamin
Metamfetamin merupakan obat sintetik yang bekerja sebagai stimulan sistem saraf pusat. Nama sistematiknya menurut IUPAC adalah N,α-dimethylbenzeneethanamine, dengan formula molekul C10H15N dan berat molekul 149,2 gr/mol. Diproduksi pertama kali di Jepang pada tahun 1919. Dalam kehidupan sehari-hari, metamfetamin dikenal dengan sabu, ubas, blue ice, kaca dan mecin.9,10 Metamfetamin tersedia dalam bentuk metamfetamin hidroklorid berupa tepung atau kristal putih kekuningan yang larut air, tidak berbau dan rasanya pahit. Metamfetamin dapat digunakan melalui oral. Inhalasi melalui hidung, hisap (smoked/dirokok) maupun intravena,), zat ini akan lebih cepat sampai ke otak dan efeknya berlangsung lebih lama.11 Penyalahgunaan
metamfetamin
semakin
meningkat
disebabkan
karena
pembuatannya yang mudah. Metamfetamin berasal dari reduksi efedrin dengan litium dalam ammonia cair maupun dengan fosfor merah dan iodin sebagai reduktor. Efedrin sebagai bahan dasarnya sendiri dapat ditemukan dalam obat-obat warung maupun dari ekstrak tanaman Ephedra vulgaris L.9,10 Struktur metamfetamin menyerupai feniletilamin, zat kimia yang terdapat dalam coklat, keju dan wine. Saat dikonsumsi, feniletilamin cepat di degradasi oleh enzim monoamine oksidase. Ketika grup metil (-CH3) berikatan dengan feniletilamin maka akan membentuk amfetamin. Bila pada amfetamin ditambahkan grup metil (–CH3) di struktur nitrogen dasarnya, maka akan membentuk metamfetamin. Grup metil memiliki sifat melindungi dari degradasi oleh monoamine oksidase, karena itu metamfetamin bertahan lebih lama di dalam tubuh dibandingkan feniletilamin.9
Keterangan gambar: 1. Struktur efedrin 2. Struktur feniletilamin 3. Struktur amfetamin 4. Struktur metamfetamin Sumber : Logan BK. Methamphetamin-Effects on Human Performance and Behavior; Forensic Sci Rev 14:133; 2002. 2.3
Farmakokinetik metamfetamin
Metamfetamin di metabolisme terutama di hati melalui beberapa jalur, antara lain : (i) N-Demetilasi menghasilkan amfetamin yang dikatalisasi oleh sitokrom P450 2D6; (ii) hidroksilasi aromatik oleh sitokrom P450 2D6, menghasilkan 4-hidroksimetamfetamin; dan (iii) ß-hidroksilasi yang menghasilkan norephedrine. Beberapa metabolit yang dihasilkan dari beberapa proses yang saling tumpang tindih. Metabolit dari metamfetamin tidak berkontribusi secara signifikan terhadap gejala klinis. Bila kita mengkonsumsi amfetamin sebanyak 30 mg, maka kadar puncak dalam plasma akan terjadi dalam waktu 12 jam dengan efek akut yang timbul minimal. Kadar puncak dalam plasma tersebut lebih rendah dibandingkan jumlah yang kita konsumsi. Keterlibatan polimorfik sitokrom P450 2D6 dianggap berkontribusi terhadap metabolisme yang berbeda-beda antar individu. Metabolisme tampak tidak terpengaruh oleh paparan kronik, oleh karena itu peningkatan dosis yang dibutuhkan diperkirakan terjadi lebih merupakan akibat efek farmakodinamik dibandingkan dengan toleransi farmakokinetik.12
Sekitar 70% dari metamfetamin yang diekskresikan melalui urin dalam 24 jam: 30 – 50% dalam bentuk metamfetamin, 15% dalam bentuk 4-hidroksimetamfetamin dan 10% dalam bentuk amfetamin. Ekskresi metamfetamin melalui urin dapat meningkat akibat penurunan pH dengan konsumsi amonium klorida. Konsumsi metamfetamin yang berulang dapat mengakibatkan akumulasi metamfetamin pada urin, Hal ini terjadi akibat panjangnya waktu paruh akhir dari metamfetamin (hingga 25 jam) yang diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu, metamfetamin dapat terdeteksi di urin hingga 7 hari setelah konsumsi 10 mg empat kali sehari. Metamfetamin diharapkan dapat berada di urin dalam waktu yang lama pada kasus penyalahgunaan metamfetamin, namun belum ada studi mendukung yang telah dilakukan.12 Waktu paruh akhir dari metamfetamin dalam plasma sekitar 10 jam dan tidak bergantung pada cara penggunaan, namun terdapat variabilitas antar individu. Efek akut dapat bertahan hingga 8 jam setelah pemberian 30 mg metamfetamin. Kadar metamfetamin yang meningkat setelah pemberian 10 mg IV dapat terdeteksi pada plasma dalam 36 – 48 jam. Pemberian 30 mg metamfetamin yang diberikan dalam 2 menit menyebabkan peningkatkan puncak konsentrasi dalam plasma 110 µg/L metamfetamin. Efek kardiovaskular dapat terdeteksi dalam 2 menit dan efek subjektif timbul dalam 10 menit setelah pemberian infus metamfetamin.12 Inhalasi asap (rokok) metamfetamin memiliki bioavailabilitas yang berkisar antara 67-90% tergantung pada teknik merokok. Merokok menghasilkan peningkatan kadar metamfetamin plasma, hal ini menunjukkan transfer obat yang efisien dari alveoli menuju darah. Namun, kadar plasma puncak tercapai sekitar 2.5 jam setelah merokok, yang dapat terjadi akibat absorbsi obat yang lebih lambat. Hal ini disebabkan karena terdapat obat yang tersisa di traktus respiratori.12 Metamfetamin memiliki bioavailabilitas 79% dengan penggunaan intranasal dan kadar puncak plasma metamfetamin terjadi setelah 4 jam. Namun, puncak efek kardiovaskular dan efek subjektif terjadi secara cepat (dalam 5-15 menit). Adanya perbedaan antara kadar plasma puncak dan efek klinis menunjukkan adanya toleransi akut, yang menunjukkan adanya proses molekular yang cepat seperti redistribusi vesikular monoamin dan internalisasi reseptor monoamin dan transporter lainnya.12
Efek subjektif akut menghilang setelah 4 jam, sementara efek kardiovaskular cenderung meningkat. Hal ini penting, seiring terjadinya tachyphylaxis yang bermakna terhadap efek subjektif cenderung mendorong penggunaan berulang dalam interval 4 jam, sementara risiko cardiovaskular terus meningkat.12 Metamfetamine adalah sebuah agonis indirek pada reseptor dopamin, noradrenalin, dan serotonin. Karena kesamaan struktur, metamfetamin dapat menggantikan monoamin pada membrane-bound transporter yang dikenal sebagai transporter dopamin (DAT), transporter noreadrenalin (NET), transporter serotonin (SERT) dan transporter-2 vesikuler monoamine (VMAT-2). VMAT-2 terikat di membran vesikular, sedangkan DAT, NET, dan SERT terikat pada permukaan sel yang terintegral dengan membran protein. Metamfetamin meredistribusi monoamin dari tempat penyimpanan menuju sitosol dengan cara membalik fungsi VMAT-2 dan mengganggu gradien pH yang menyebabkan akumulasi monoamin dalam vesikel. Fungsi endogen dari DAT, NET, dan SERT menyebabkan pelepasan dopamin, noreadrenalin, dan serotonin menuju sinaps. Monoamin pada sinaps menstimulasi reseptor monoamin posinaps. Metamfetamin menurunkan metabolisme monoamin dengan menghambat monoamin oksidase.12 Pada studi in vitro menunjukkan, metamfetamin 2x lebih poten dalam pelepasan noradrenalin dibandingkan pelepasan dopamin, dan memiliki efek 60x lebih poten dalam pelepasan noradrenalin dibandingkan dengan pelepasan serotonin. Jalur dopaminergic utama pada sistem saraf pusat meliputi, mesolimbik, mesokortikal, dan nigrostriatal. Daerah noradrenalin meliputi, medial basal forebrain yang memediasi kesadaran, hippocampus yang berperan dalam memori, dan prefrontal cortex (PFC) yang mengatur fungsi kognitif. Neuron serotonin berdistribusi luas pada otak dan meregulasi berbagai fungsi termasuk reward, hipertermia, respirasi, persepsi nyeri, perilaku seksual, rasa kenyang, impulsi, kecemasan, dan fungsi luhur.12 Beberapa faktor menambah kompleksitas efek stimulan dari monoamin: (i) reseptor multiple subtipe untuk noradrenalin, dopamin, dan serotonin yang memiliki afinitas yang berbeda, efek second messenger, dan distribusi sistem saraf pusat; (ii) jalur neuronal yang berinteraksi satu sama lain; dan beberapa efek amfetamin dimediasi secara perifer. Baseline fungsi dopamin juga berpengaruh respon terhadap amfetamin.12
Metamfetamin akan menyebabkan peningkatan neurotransmitter dopamine, serotonin, norepinefrin
pada sel neurotransmitter pada susunan saraf pusat di otak.
Peningkatan neurotransmitter pada susunan saraf pusat pada otak akan memliki efek α atau β adrenergic agonis. Norepinefrin banyak terdapat pada ujung saraf dan sel reseptor, dan responsif dengan metamfetamin, efek dari norepinefrin adalah simpatomimetik, seperti peningkatan denyut jantung, palpitasi, anoreksia, terjadi relaksasi otot bronkus, kontraksi otot sfingter, mata mengalami midriasis. Dopamin berlebih akan menstimulasi lokomotor efek, psikosis dan gangguan persepsi dan peningkatan kadar 5-HT akan menyebabkan delusi dan psikosis.13 Efek dari metamfetamin hampir sama dengan kokain tetapi memiliki efek lebih lama dari kokain dan memiliki onset lebih lama. Sedangkan metamfetamin memiliki potensi lebih tinggi dari d- metamfetamin dan racemik amfetamin. Absorbsi metamfetamin dilakukan secara oral melalui usus halus dan onset dari obat ini adalah 20 menit, dan memiliki durasi selama 8 jam atau lebih, dan di eksresikan melalui ginjal.14
2.4
Gejala overdosis metamfetamin
Intoksikasi metamfetamin terjadi pada tubuh ketika berada pada kadar obat yang melebihi batasnya biasanya dikarenakan penggunaan obat-obatan ilegal atau percobaan bunuh diri. Dosis letal metamfetamin bervariasi tergantung dari karakteristik obat dan pemakai. Sebab, semua orang memiliki sensitivitas yang berbeda tehadap kadar spesifik dari metamfetamin. Kadar toksisitas pada seseorang dapat menjadi kadar yang tidak toksik bagi orang lain. Definisi dari dosis letal metamfetamin dapat juga dipengaruhi oleh pemakaian obat lain secara bersamaan yang mungkin dikonsumsi, ataupun komplikasi dari penggunaan kronis atau penyebebab lainnya. Pada literatur disebutkan bahwa penggunaan bersamaan dengan alcohol, kokain dan opiate dapat meningkatkan resiko kerusakan sistem kardiovaskular. Komplikasi ini dapat terjadi pada penggunaan metamfetamin berlebihan secara oral, intranasal, rokok maupun injeksi.15,16 Tidak seperti intoksikasi penyebab lainnya, intoksikasi metamfetamin tidak menghasilkan gejala klinis secara langsung. Overdosis menimbulkan gangguan fisiologis dalam onset yang cepat, yang akan berakhir pada serangan jantung atau stroke. Sehingga, kematian menjemput pemakai metamfetamin secara tiba-tiba dan tidak disangka.15 Overdosis dari metamfetamin dapat dibagi dua yaitu akut dan kronis. Keracunan metamfetamin akut terjadi ketika seseorang secara tidak sengaja atau sengaja menggunakan obat ini dan memiliki efek samping yang dapat mematikan. Sedangkan, keracunan metamfetamin secara kronis merupakan efek dari pemakaian obat ini secara rutin.17 Metamfetamin adalah obat stimulan yang berefek pada sistem saraf pusat dan secara spesifik
bekerja pada
sistem saraf simpatis
sehingga menyebabkan pelepasan
neurotransmitter. Sehingga akan meningkatkan produksi adrenalin pada tubuh yang dapat menimbulkan sensasi euphoria. Namun penggunaan secara berlebihan akan menimbulkan efek samping berbahaya. Gejala tersebut antara lain adalah peningkatan laju nadi. Peningkatan laju nadi akan menyebabkan peningkatan kebutuhan energi sehingga akan meningkatkan produksi keringat, sampai akhirnya tubuh kehabisan cairan untuk memproduksi keringat, sehingga akan terjadi peningkatan temperatur tubuh. Adrenalin juga akan meningkatkan frekuensi napas, peningkatan laju nadi dan dilatasi dari pupil.
Gejala lainnya pada sistem kardiovaskular meliputi nyeri pada bagian dada yang dapat dikarenakan iskemi dari jantung, pasien dengan penggunaan kronik dari metamfetamin dapat menimbulkan aterosklerosis yang meningkatkan resiko iskemi jantung, penyebab lainnya adalah peningkatan pada terjadinya aneurisma.
Selain itu karena
peningkatan saraf simpatis akan terjadi palpitasi dan takiaritmia dan tremor. Pada sistem respirasi dapat itu juga dapat terjadi gejala dyspnea disertai peningkatan frekuensi pernapasan, sehingga dapat juga disertai mengi. Pada sistem saraf pusat didapatkan gejala kecemasan dikarenakan peningkatan adrenalin secara tiba-tiba. Pengaruh terhadap sistem saraf pusat juga dapat menyebabkan terjadinya gerakan yang repetitif dan hiperaktif serta ketidakmampuan memfokuskan pikiran, hal ini yang seringkali disebut dengan tweaking. Terjadi ketidakstabilan perilaku yang memicu terjadinya perilaku kekerasan, labil secara emosional, kebingungan, psikosis, paranoid dan halusinasi. Bila penggunaan jangka lama dapat menimbulkan gejala sulit tidur serta perubahan mood yang ekstrem. Selain itu juga dapat terjadi koma dan kejang dengan onset baru. Gejala lainnya pada sistem gastrointestinal adalah kerusakan hepar yang disebabkan oleh efek langsung dari substansi yang hepatotoksik, serta nyeri perut yang diakibatkan vasokonstriksi maupun kolitis iskemik. Pada pengguna substansi ini secara kronis, terjadi gangguan pada kulit yang biasanya dikarenakan penggarukan secara obsesif akibat halusinasi yang menyebabkan adanya sensasi geli yang dijelaskan seperti serangga yang berjalan di bawah kulit. Pada wanita yang sedang mengandung juga dapat menyebabkan komplikasi fatal karena vasokonstriksi pada plasenta yang meningkatkan resiko abortus spontan. Kematian bayi karena keracunan air susu ibu yang mengandung metamfetamin juga pernah dilaporkan.16,17,18 Gejala klinis yang terlihat dapat menentukan derajat keparahan dari overdosis metamfetamin. Gejala yang berbahaya antara lain adalah peningkatan suhu tubuh dan gagal ginjal akut yang dikarenakan peningkatan protein karena kontraksi otot yang berlebihan, hipertermia, dan vasokonstriksi yang menurunkan perfusi dari jaringan dan sel di ginjal. Selain itu vasokonstriksi ini juga menyebabkan kolapsnya sistem kardiovaskular. Kematian yang disebabkan oleh keracunan metamfetamin biasanya dikarenakan kegagalan ginjal dan kolapsnya sistem kardiovaskular. Biasanya disertai dengan gejala koma, syok, dan twitching pada otot.15
Pada pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan tes urin dan contoh darah. Pemeriksaan lainnya dilakukan sesuai dengan gejala yang didapatkan, untuk membantu menegakkan diagnosis ataupun menyingkirkan diagnosis banding. Untuk mengetahui fungsi ginjal dapat dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal dan darah lengkap. Selain itu, bila dicurigai adanya kelainan jantung dan paru dilakukan juga pemeriksaan jantung dengan EKG serta pemeriksan x-ray. Untuk menyingkirkan diagnosis proses intrakranial dilakukan CT scan kepala. Bila curiga sedang mengandung dapat dilakukan tes kehamilan.18 2.5
Kerusakan akibat intoksikasi metamfetamin
Kerusakan organ tubuh pada pengkonsumsi metamfetamin, antara lain: jantung para pengguna metamfetamin relatif lebih besar dari berat normal, dengan adanya daerah dengan jaringan parut dari hancurnya sel otot jantung. Pada pembuluh darah terjadi percepatan penyakit arteri coroner dan kerusakan mikrovaskular. Penelitian pada mayat orang yang mati karena metamfetamin ditemukan pembengkakan paru sebanyak 70% kasus, dan radang paru pada 8% kasus. Bila tablet metamfetamin digerus dan dilarutkan untuk disuntikkan ke dalam pembuluh darah, maka zat pengikat yang tidak larut dalam air akan terperangkap dalam pembuluh darah mikro paru. Jika penyuntikkan berlanjut, maka akan terjadi penyumbatan pada pembuluh darah kecil paru dan membentuk jaringan parut. Selain itu, konsumsi metamfetamin berulang dapat mengakibatkan terjadinya stroke yang merusak bagian depan otak besar karena perdarahan pada otak dan di bawah selaput lunak otak. Kerusakan pada otak ini tidak dapat dibalikkan prosesnya walau konsumsi obat sudah dihentikan, kerusakan bersifat permanen.19 Penelitian dengan menggunakan neuroimaging telah mengungkapkan bahwa metamfetamin memang dapat menyebabkan perubahan neurodegeneratif dalam otak pecandunya. Kelainan ini termasuk penurunan persistent kadar dopamin transporters ( dat ) pada cortex orbitofrontal, cortex prefrontal dorsolateral, dan caudate-putamen. Kepadatan pengangkut serotonin (5-HTT) juga menurun di otak tengah, putamen, hipotalamus, thalamus, orbitofrontal, dan cortices cingulate. Pecandu psychostimulant juga menunjukkan metabolisme glukosa yang abnormal pada wilayah otak kortikal dan subkortikal. Selain itu, sebuah studi terbaru positron emisi tomografi (PET) telah menunjukkan aktivasi microglial pada otak tengah, striatum, thalamus, orbitofrontal dan kortikal dari pengguna metamfetamin. 20 Disregulasi suhu tampaknya juga merupakan faktor penting dalam mediasi dari beberapa tanggapan toxic terhadap metamfetamin. Beberapa kelompok penyidik
melakukan studi yang mendalam dari potensi hubungan antara hyperthermic dan neurotoxic tindakan obat 2.6
Diagnosa keadaan putus obat metamfetamin
Cara mendiagnosa seseorang yang mengalami gejala putus obat metamfetamin adalah: Anamnesa: Riwayat penggunaan metamfetamin
Pemeriksaan spesifik: Metamfetamin dapat dideteksi melalui urine dan cairan lambung. Bagaimanapun kadar serum kuantitatif tidak berhubungan dengan beratnya efek klinis. Metamfetamin ditemukan 1-2 hari setelah penggunaan dan diekskresi dalam bentuk metamfetamin dan amfetamin. Dilaporkan pula bahwa untuk mendeteksi penyalahgunaan metamfetamin dapat diperiksa pada rambut manusia. Pada keringat metamfetamin dapat dideteksi segera setelah dikonsumsi. Saliva atau air liur dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mendeteksi metamftmin. Tetapi kadar obatnya jauh lebih rendah daripada dalam urine, biasanya dapat digunakan pada keadaan toksik akut. Gejala putus obat merupakan gejala yang timbul ketika seorang pengguna berhenti mengkonsumsi suatu zat. Gejala yang ditimbulkan oleh keadaan ini berbeda antara satu pengguna dengan pengguna lainnya tergantung dari lamanya penggunaan metamfetamin, dosis metamfetamin yang digunakan, komposisi tambahan yang digunakan, dan kurun waktu metamfetamin dihentikan. Keadaan putus penggunaan metamfetamin bersifat tidak menyebabkan kematian dan tidak menimbulkan gangguan psikologis. Berikut ini merupakan gejala yang ditimbulkan dari keadaan putus penggunaan metamfetamin berdasarkan kurun waktu penghentian metamfetamin: 1. Crash period (9 jam sampai 4 hari)
- Agitasi - Anoreksia - Kelelahan - Depresi - Hipersomnolen Ketagihan dapat terjadi pada keadaan ini dan kemudian hilang. 2. Withdrawal period (1-4 minggu) - Anhedonia - Kehilangan energi - Kelelahan yang bertambah Ketagihan dapat terjadi pada keadaan ini Dalam intensitas rendah atau tidak ada sama sekali. 3. Extinction period (lebih dari 4 minggu) - Perasaan mengantuk - Mood depresi - Energi yang normal Ketagihan bersifat episodik
2.7
Tanda Kematian Akibat Metamfetamin
Kerusakan organ tubuh pada pengkonsumsi metamfetamin, antara lain: jantung para pengguna metamfetamin relative lebih besar dari berat normal, dengan adanya daerah dengan jaringan parut dari hancurnya sel otot jantung. Pada pembuluh darah terjadi percepatan penyakit arteri koroner dan kerusakan mikrovaskular. Penelitian pada mayat orang yang mati karena metamfetamin ditemukan pembengkakan paru sebanyak 70% kasus, dan radang paru pada 8% kasus. Bila tablet metamfetamin digerus dan dilarutkan untuk disuntikkan ke dalam pembuluh darah, maka zat pengikat yang tidak larut dalam air akan terperangkap dalam pembuluh darah mikro paru. Jika penyuntikkan berlanjut, maka akan
terjadi penyumbatan pada pembuluh darah kecil paru dan membentuk jaringan parut. Selain itu, konsumsi metamfetamin berulang dapat mengakibatkan terjadinya stroke yang merusak bagian depan otak besar. Terjadi perdarahan pada otak dan di bawah selaput lunak otak. Kerusakan pada otak ini tidak dapat dibalikkan prosesnya walau konsumsi obat sudah dihentikan, kerusakan bersifat permanen.3 Tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi metamfetamin Secara umum tugas analisis toksikologi forensic (klinik) dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu : 1. Penyiapan sampel “sample preparation” 2. Analisis meliputi uji penapisan “screening test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi 3. Interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis.20 Beberapa hal yang perlu diperhitungkan dalam tahapan penyiapan sampel adalah : jenis dan sifat biologis spesimen, fisikokimia dari specimen, serta tujuan analisis. Pemilihan metode ekstraksi ditentukan juga oleh analisis yang akan dilakukan, missal pada uji penapisan
sering dilakukan ekstraksi satu tahap. Bahkan pada uji penapisan
menggunakan teknik ”immunoassay” sampel tidak perlu diekstraksi dengan pelarut tertentu. Sampel urin pada umumnya dapat langsung dilakukan uji penapisan dengan menggunakan teknik “immunoassay” sampel tidak perlu diekstraksi dengan pelarut tertentu. Secara umum dikenal 2 jenis tes yang biasa digunakan untuk menguji specimen yaitu tes penapisan dan tes konfirmasi :
A. Tes Penapisan 1. Teknik immunoassay Teknik immunoassay adalh teknik yang sangat umum digunakan dalam analisis obat terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan “anti-drug antibody” untuk mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi biologic). Jika di dalam materi terdapat obat dan metabolitnya (antigen-target) maka dia akan berikatan dengan “anti-drug antibody”, namun jika tidak ada antigen-target maka “anti-drug antibody” akan berikatan dengan “antigen-penanda”. Terdapat berbagai metode/ teknik untuk mendeteksi ikatan antigen-antibodi ini, spserti “enzyme linked immunoassay” (ELISA), enzyme
multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization immunoassay (FPIA), cloned enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio immunoassay (RIA). Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena kemungkinan antibody yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hamper sama. Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap tes immunoassay dari antibody metamfetamin. Oleh sebab itu hasil dari reaksi immunoassay harus diuji lagi dengan uji pemastian (tes konfirmatori).20 2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Merupakan metode analitik yang relative murah dan mudah pengerjaannya, namun KLT kurang sensitive jika dibandingkan dengan teknik immunoassay. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya.20
B. Tes Konfirmasi Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya. Uji pemastian umumnya menggunakan teknik kromatografi. Di samping melakukan uji identifikasi potensial positif analit (hasil uji penapisan), pada uji ini juga dilakukan penetapan kadar dari analit. Data analisis kuantitatif analit akan sangat berguna bagi toksikolog forensik dalam menginterpretasikan hasil analisis seperti jenis senyawa yang terlibat, dosis yang digunakan, waktu terjadinya paparan, dan jalur paparan.20
Hasil uji penapisan dapat dijadikan petunjuk bukan untuk menarik kesimpulan bahwa seseorang telah terpapar atau menggunakan obat terlarang. Sedangkan hasil uji pemastian dapat dijadikan dasar untuk memastikan atau menarik kesimpulan apakah seseorang telah menggunakan obat terlarang yang dituduhkan.20 Untuk uji metamfetamin sendiri biasanya digunakan tes urin. Hasil yang positif akan terlihat dalam 1-4 hari namun juga bisa lebih, sampai 1 minggu setelah pemakaian yang berlebihan. Ekskresi metamfetamin dalam urin sangat dipengaruhi oleh pH urin. Jika didapatkan kadar matamfetamin atau metabolitnya minimal 200 ng/mL atau lebih, maka tes urin dinyatakan positif.20
Selain tes urin, dapat juga dilakukan tes darah. Waktu paruh yang cukup lama menyebabkan obat dapat dideteksi dalam waktu beberapa jam, bergantung dari dosisnya. Metabolisme menghasilkan amfetamin sebagai metabolit pertama dari metamfetamin dan rasio pada darah dan urin dapat membantu menentukan penggunaan akut atau kronis.20 Pada orang yang sudah meninggal, dapat ditemukan beberapa tanda penggunaan metamfetamin seperti : 1. Obat dihirup Dapat ditemukan sejumlah kecil bubuk pada saat hidung dibuka atau melalui swab methanol pada septum hidung. Pada injeksi biasanya digunakan jarum insulin, dan bekas suntikan biasanya agak sulit dilihat. Kaca pembesar dapat digunakan untuk melihat bekas suntikan tersebut, bekas suntikan tersebut kemungkinan tidak terdapat perdarahan. Ketika pengguna cenderung untuk menggunakan berulang kali untuk meningkatkan efek, bekas tusukan cenderung banyak dan berkumpul disekitar vena yang sering digunakan. Terkadang bekas tato di atas vena menyembunyikan bekas tusukan.20
2. Obat dihisap atau dikonsumsi secara oral Mungkin tidak ada manifestasi eksternal yang ditemukan. Disamping informasi lain, terdapat tanda terbakar pada jari telunjuk bagian palmar yang digunakan untuk memegang pipa panas pada penggunaan oral. Sampel autopsi harus menyertakan darah perifer, urin, jaringan hepar, empedu, isi lambung dan rambut. Urin, cairan spinal dan jaringan dapat positif untuk beberapa hari setelah penggunaan pertama, dan positif untuk waktu yang lebih lama pada penggunaan kronis.
Rambut juga dapat dianalisis untuk melihat positif tidaknya penggunaan MDMA. Beberapa pemeriksaan juga menyertakan paru – paru dan otak sebagai sampel tambahan.20
3. Penemuan pada otak Studi post mortem memperlihatkan perubahan level serotonin dan metabolit utamanya pada otak pada pengguna jangka panjang metamfetamine. Level serotonin berkurang 50%–80% pada regio yang berbeda pada otak, pada perbandingan dengan yang tidak menggunakan metamfetamine. Dapat memperlihatkan gambaran disseminated
intravaskular coagulation (DIC), edema dan degenerasi neuron nampak pada lokus ceruleus. Sebuah studi postmortem terhadap 6 orang pengguna metamfetamine, 2 orang memperlihatkan fokal hemoragi pada otak. Pada salah satu kasus terdapat nekrosis glandula hipofisis, hal ini kemungkinan karena kurangnya suplai darah.20
4. Penemuan pada paru-paru Pada pemeriksaan internal, paru – paru berat, biasanya berat masing – masing 400 hingga 500 gram, tapi berat paru – paru yang sampai 1000 gram atau lebih juga terkadang ditemukan. Jika digunakan secara intravena, dapat ditemukan benda asing pada paru. Sebuah studi postmortem terhadap 6 orang pengguna amfetamine, ditemukan infark pulmonar pada salah seorang pengguna. Pada dua orang lainnya ditemukan hemoragi intra alveolar. Pada salah satu kasus terdapat inhalasi isi gaster.20
5. Penemuan pada jantung Jantung adalah target organ, terkadang terjadi penambahan berat, terutama pada hipertrofi ventrikel kiri dan pembesaran jantung bagian kanan. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan kongesti dari organ dengan edema. Juga dapat ditemukan peningkatan sejumlah partikel karbon. Bisa juga terlihat nekrosis myofibril. Sejak diketahui bahwa obat ini merupakan stimulator katekolamin, dan menyebabkan terjadinya peningkatan katekol dalam darah, jantung sering terdapat area iskemi dan mionekrosis yang dikelilingi oleh neutrofil dan makrofag.20
6. Penemuan pada hepar Dapat terdapat pembesaran hepatosit dan pada sitoplasma bisa mengandung banyak vakuola. Kasus intoksikasi yang menyebabkan hipertermia dengan kegagalan fungsi hati sering terdapat nekrosis hepatis masif., Perlemakan, dilatasi sinusoidal dan inflamasi juga ditemukan.20
Bab III Kesimpulan dan Saran
3.1
Kesimpulan
Metamfetamin merupakan suatu zat yang bekerja sebagai stimulan di susunan saraf pusat. Hal ini menyebabkan aktifnya saraf simpatis. Prevalensi penggunaan metamfetamin di Indonesia masih tinggi. Pada tahun 2007, dari 240 juta penduduk di Indonesia, 3,6 juta penduduknya menggunakan obat-obatan terlarang dan 9%nya
merupakan pengguna
metamfetamin. Metamfetamin dapat digunakan dengan cara diminum melaui oral, secara intravena, dihisap maupun dihirup. Penggunaan metamfetamin dapat menyebabkan adiksi dan apabila dihentikan dapat menimbulkan gejala putus obat. Penggunaan metamfetamin yang mencapai kadar toksik juga dapat menyebabkan kematian. Pada pengguna metamfetamin yang sudah meninggal, dapat ditemukan kelainankelainan pada berbagai organ, seperti saluran pernapasan, otak, jantung, dan hati. Ibu hamil yang mengkonsumsi metamfetamin juga memiliki efek yang negatif pada kehamilannya. 3.2
Saran
Penyuluhan mengenai bahaya penggunaan metamfetamin sebaiknya ditingkatkan lagi karena penggunaannya di Indonesia masih banyak. Pengawasan peredaran obat-obatan terlarang juga sebaiknya ditingkatkan lagi.
Daftar Pustaka
1. Das-Douglas M, Colfax G, Moss AR, Bangsberg DR, Hahn JA. Tripling of Methamphetamine/Amphetamine Use among Homeless and Marginally Housed Persons, 1996-2003. J Urban Health. Dec 2008; 85(2):239-49. 2. Richards JR. Amphetamine derivates. In: Cole SM. New research on street drugs. New York: Nova; 2006:chap 5. 3. Idires AM, Tjiptomartono AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Sagung Seto. Jakarta: 2011. 4. Katherine A. Pehl, MD, Denver Health Medical Center, Denver, Colorado Am Fam Physician. 2007 Oct 15;76(8):1169-74. 5. Nurhidayat A, Amir N, Susami H, Brink W, Metzger D. Drug Abuse and AIDS in Indonesia : From Research to Drug Policy and Treatment. Addiction. 2013; 429-32. 6. Agus, Made. Analisis toksikologi forensik dan interpretasi temuan analisis. Bali: FMIPA Universitas Udayana; 2008. 7. Budiyanto, Arif et al. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997 8. Logan BK. Methamphetamine-Effects on Human Performance and Behavior; Forensic Sci Rev 14:133; 2002. 9.
The
University
of
Arizona.
Methamphetamine
chemistry.
www.methoide.fcm.arizona.edu/infocenter/index.cfm?stid=165. 10. European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction. Methamphetamine. www.emcdda.europa.eu/publications/drug-profiles/methamphetamine 11. Logan BK. Methamphetamine-Effects on Human Performance and Behavior; Forensic Sci Rev 14:133; 2002. 12.
Cruickshank
C.C,
Addiction;104:1085–99.
Dyer
K.R.
A
review
of
a
clinical
pharmacology.
13. Amanda Baker. Models of intervention and care for psychostimulant users, 2nd edition -
monograph
series
no.
51,
Available
at:
http://www.health.gov.au/internet/publications/publishing.nsf/Content/drugtreat-pubsmodpsy-toc~drugtreat-pubs-modpsy-2~drugtreat-pubs-modpsy-2-3~drugtreat-pubsmodpsy-2-3-pamp (Accessed: 26th September 2013).Bertram G. Katzung (2006) Basic & Clinical Pharmacology , edisi 7, San Francisco: McGraw-Hill. 14. Bertram G. Katzung (2006) Basic & Clinical Pharmacology , edisi 7., San Francisco: McGraw-Hill. 15. Lan, KC. (1998) Clinical Manifestations and Prognostic Features of Acute Methamphetamine Intoxication. Journal of Formosan Medical Association, 8; 528-33. 16. Kaye, S and McKetin, R. (2005). Cardiotoxicity Associated With Methamphetamine Use and Signs of Cardiovascular Pathology Among Methampetamine Users. Sydney : National Drug and Alcohol Research Centre. 17. US National Library of Medicine : MedlinePlus. Methamphetamine Overdose. Tersedia : www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007480.htm. Diakses tanggal : 25 September 2013. 18.
Medscape.
Metamphetamine
Toxicity
:
clinical
presentation.
Tersedia
:
www.emedicine.medscape.com/article/820918-clinical. Diakses tanggal : 25 September 2013. 19.
Cruickshank
C.C,
Dyer
K.R.
A
review
of
a
clinical
pharmacology.
Addiction;104:1085–99. 21. Wirasuta MAG. Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan Analisis. Jakarta: Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences; 2008; 1(1):47-55.