REFERAT ANESTESI ANESTESI REGIONAL
Andi Wahyudi 030.08.023 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI Karawang 2012
BAB I PENDAHULUAN Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar. Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal -, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
BAB II ANATOMI FUNGSIONAL VERTEBRA II.1. Anatomi Fungsional Vertebra Vertebra terdiri dari 7 tulang cervical,12 tulang thoracal,5 tulang lumbal,5 tulang sacral dan tulang coccygeus.Tulang cervical,thoracal dan lumbal menyatu membentuk kolumna vertebralis sedangkan tulang lumbal dengan coccygeus satu sama lain menyatu.
Spinal cord pada umumnya berakhir setinggi L2 pada dewasa dan L3 pada anak anak. Fungsi dural yang dilakukan diatas segment tersebut berhubungan dengan resiko kerusakan spinal cord dan sebaiknya tidak dilakukan. Secara anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4 - 5 Penting untuk mengingat struktur yang akan ditembus oleh jarum spinal sebelum bercampur dengan CSF •
Kulit
•
Lemak
subcutan
dengan
ketebalan
berbeda
dan
lebih
mudah
mengidentifikasi ruang intervertebra pada pasien kurus •
Ligament Supraspinosa
•
Ligament interspinosa yang merupakan ligament yang tipis diantara
prosesus spinosus •
Ligamentum Flavum yang sebagian besar terdiri dari jaringan elastic
yang berjalan secara vertical dari lamina ke lamina. •
Ruang epidural yang terdiri dari lemak dan pembuluh darah
•
Duramater
•
Ruang Subarachnoid yang terdiri dari spinal cord dan akar saraf yang
dikelilingi oleh CSF. Injeksi dari anestesi local akan bercampur dengan CSF dan secara cepat memblok akar syaraf yang berkontak.
BAB III ANESTESI LOKAL III.1. Definisi Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup.Obat bius lokal bekerja pada setiap bagian susuna saraf. Anestesi lokal diklasifikasikan menjadi 2 kelompok: 1.
Kelompok ester
2.
Gugus amida.
Klasifikasi didasarkan pada struktur kimia dari rantai menengah. Ini perbedaan struktural mempengaruhi jalur dimana anestesi lokal dimetabolisme dan potensi alergi. Anestesi Ester dimetabolisme oleh hidrolisis, yang tergantung pada pseudocholinesterase enzim plasma. Beberapa pasien memiliki cacat genetik yang langka dalam struktur enzim ini dan mungkin tidak dapat memetabolisme ester-jenis anestesi, ketidakmampuan ini meningkatkan kemungkinan mereka memiliki reaksi beracun dan kadar anestesi dalam darah. Selain itu, 1 dari produk metabolisme yang dihasilkan oleh hidrolisis PABA, yang menghambat aksi sulfonamida dan merupakan alergen diketahui. Pada pasien dengan alergi diketahui anestesi ester, penggunaan semua jenis ester-agen lainnya anestesi harus dihindari. Amida-jenis lokal anestesi dimetabolisme oleh enzim mikrosomal terletak di hati. Enzim mikrosomal spesifik bertanggung jawab atas penghapusan lidokain adalah sitokrom P-450 3A4. Oleh karena itu, amida-jenis anestesi harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
penyakit hati yang parah dan pasien yang memakai obat yang mengganggu metabolisme obat bius, dan pasien harus dipantau secara seksama tanda-tanda toksisitas. Sitokrom P-4503A4 hadir dalam usus kecil dan hati. Obat yang umum digunakan diketahui menghambat sitokrom P-4503A4 tercantum di bawah (diadaptasi dari Klein dan Kassarjdian). Inhibitor ampuh spesifik sitokrom P-4503A4 yang telah dikaitkan dengan interaksi klinis yang relevan termasuk itraconazole, ketoconazole (azol antijamur), eritromisin , klaritromisin, siklosporin (makrolid), amprenavir, indinavir, nelfinavir, ritonavir (HIV protease inhibitor), diltiazem, mibefradil (calcium channel blockers), dan nefazodone. Jus jeruk juga merupakan inhibitor potensial P-4503A4 tetapi tampaknya hanya mempengaruhi enzim enterik, yang tidak berperan dalam metabolisme obat bius lokal. Jika enzim dihambat karena penggunaan bersamaan obat, itu tidak tersedia untuk memetabolisme tingkat anestesi dan berpotensi beracun dari obat bius dapat terjadi. Selain itu, beta-blocker dapat menurunkan aliran darah ke hati, karena itu, mereka juga dapat menurunkan metabolisme amida-jenis anestesi dan dapat menyebabkan kadar serum obat bius meningkat.
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebgai anestesi lokal: 1.
Tidak mengiritasi dan merusak saraf secara permanen
2.
Batas keamanan harus lebar
3.
Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunakan setempat pada mukosa
4.
Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang lama
5.
Dapat larut dalam air dan menghasilkan lkarutan yang stabil,juga stabil terhadap pemanasan Di Indonesia yang sering digunakan adalah lidokain dan bupivakain.
III.2. Mekanisme Kerja Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel),mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tidak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak,makin larut makin poten.Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Mekanisme Anestesi Lokal Local anesthetic ⇓ Binds to receptor site ⇓ Na+ channel is blocked ⇓ ↓Sodium conductance ⇓ ↓Rate of membrane depolarization
⇓ No action potential
Konsentrasi minimal anestesitika local (analog dengan MAC,minimum alveolar concentration) dipengaruhi oleh: 1.
Ukuran, jenis dan meilinisasi saraf
2.
pH (asidosis menghambat blockade saraf)
3.
Frekwensi stimulasi saraf
Awal bekerja bergantung dari beberapa faktor yaitu: 1.
pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2.
Alkalinisasi anastetika local membuat awal kerja cepat
3.
Konsentrasi obat anestetika local
Lama kerja dipengaruhi oleh: 1.
Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anastetika local adalah
2.
Dipengaruhi oleh kecepatan absorbs
3.
Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.
protein
III.3. Efek samping terhadap sistem tubuh 1.
Sistem Kardiovaskular
2.
a.
Depresi automatisasi miokard
b.
Depresi kontraktilitas miokard
c.
Dilatasi arteriolar
d.
Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi
Sistem Pernapasan Relaksi otot polos bronkus.Henti napas akibat paralise saraf frenikus,paralise interkostal atau depresi langsung pusat pengaturan napas.
3.
Sistem Saraf Pusat SSP rentan terhadap toksisitas anestesi local,dengan tanda tanda awal parestesia lidah,pusing,kepala terasa ringan,tinnitus,pandangan kabur,agitasi,twitching,depresi pernapasan,tidak sadar,konvulsi,koma.Tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf.
4.
Imunologi Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering,karena merupakan derivat para-amino-benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen
5.
Sistem Muskuloskeletal Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain).Tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf.Regenerasi dalam waktu 3-4 minggu.
III.4. Komplikasi Obat anestesi lokal Obat anestesi local dengan dosis tertentu merupakan zat toksik,sehingga untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimal.Komplikasi dapat lokal atau sistemik Komplikasi lokal:
1.
Pada tempat suntikan : edema,abses,nekrosis, dan gangrene
2.
Infeksi karena asepsis dan antisepsis
3.
Iskemi jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor pada end arteri
Komplikasi sistemik: 1.
Manifestasi klinis reaksi neurologis dan kardiovaskuler
2.
Pengaruh pada korteks serebri dan pusta yang lebih tinggi berupa rangsangan pada pons dan batang otak berupa depresi
3.
Penurunan tekanan darah dan depresi niokardium serta gangguan hantaran listrik pada jantung.
BAB IV ANESTESI REGIONAL
IV.1. Definisi Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible), fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar. Dibagi ke dalam dua kategori yaitu :
1. Neurological blockade perifer •
Topikal
•
Infiltration
•
Field block
•
Nerve block
•
I.V regional anestesia
2. Neurological blockade sentral •
Anesthesia spinal
•
Anesthesia epidural
• IV.2. Keuntungan Anestesia Regional •
Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif lebih murah.
•
Relatif aman untuk pasien yg tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar sehingga resiko aspirasi berkurang
•
Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
•
Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
•
Perawatan post operasi lebih ringan/ murah
•
Kehilangan darah sedikit
•
Respon autonomik dan endokrin sedikit/menurun
IV.3. Kerugian Anestesia Regional •
Tidak semua penderita mau
•
Membutuhkan kerjasama penderita
•
Sulit diterapkan pada anak-anak
•
Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional
•
Pasien lebih suka dlm keadaan tidak sadar
•
Tdk praktis jika diperlukan bbrp suntikan
•
Ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan belum selesai.
•
Efek samping sangat berat → death
1.
Anestesi Spinal
1.1.
Definisi Anestesi spinal (subaraknoid)atau yang sering kita sebut juga analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid ( cairan serebrospinal). Anestesi ini umumnya menggunakan jarum dengan panjang 3,5 inci ( 9 cm ). Untuk pasien dengan keadaan obesitas beberapa anestesiologis lebih menyukai menggunakan jarum spinal dengan panjang 7 inci ( 18 cm ). Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene atau cutting needle) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre/pencil point needle) dimana ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal sedangkan jika menggunakan cutting needle akan meningkatkan resiko nyeri kepala pasca penyuntikan karna meningkatkan trauma duramater.
Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi
tulang
belakang,
usia
pasien,
obesitas,
kehamilan,
dan
penyebaran
obat.
Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan cairan serebrospinal. 1.2.
Fisiologi Anestesi Spinal Larutan Anestesi local disuntikkan kedalam ruang subarachnoid yang akan memblok
konduksi impulse saraf walaupun beberapa saraf lebih mudah diblok disbanding yang lain. Ada 3 klas syaraf, yaitu motoris, sensoris dan autonomic. Stimulasi saraf motorik menyebabkan kontraksi otot dan ketika itu diblok akan menyebabkan paralisis otot. Saraf sensory mentransmisikan sensasi seperti nyeri dan sentuhan ke spinal cord dan dari spinal cord ke otak. Dan saraf autonomic mengontrol pembuluh darah, heart rate, kontraksi usus, dan fungsi lainnya yang tidak disadari. Secara umum Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih. 1.3.
Persiapan Preoperasi Pasien harus diberitahu atau diinformasikan mengenai anestesinya pada kunjungan
preoperasi. Hal ini penting untuk dijelaskan walaupun anestesi spinal tanpa rasa nyeri namun harus hati hati dengan beberapa sensasi pada area atau lokasi yang berkaitan yang mungkin akan dirasakan tidak nyaman.
Premedikasi biasanya tidak dibutuhkan namun jika pasien gelisah benzodiazepine seperti 5-10 mg diazepam oral dapat diberikan 1 jam sebelum operasi.
1.4.
Posisi Pasien pada Fungsi Lumbal Fungsi Lumbal paling mudah dilakukan ketika flexi maksimal pada tulang Lumbar 9
gambar (2 ). Hal itu dapat dicapai dengan mendudukkan pasien pada meja operasi dan menempatkan kakiknya pada kursi. Jika pasien tersebut mengistirahatkan lengan bawahnya pada paha maka dia akan dapat mempertahankan kestabilan posisi dan berada dalam kondisi nyaman. Alternative lainnya, prosedur ini dapat dilakukan dengan pasien berbaring pada satu sisi dengan pinggul dan lutut dalam keadaan flexy maksimal.
1.5.
Faktor factor yang mempengaruhi penyebaran larutan anestesi lokal
Sejumlah factor yang mempengaruhi penyebaran injeksi anestesi local kedalam CSF •
Baricitas larutan anestesi local
•
Posisi pasien
•
Konsentrasi dan volume injeksi
•
Level injeksi
•
Kecepatan injeksi
Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Gaya berat dari local anestesi dapat dipengaruhin dengan penambahan dextrose. Konsentrasi 7,5 % dextrose dapat membuat anestesi local yang hiperbarik relative dari CSF. Larutan Isobaric dan hiperbarik dapat menghasilkan efek yang nyata. 1.6.
Kuantitas Lokal Anestesi yang digunakan
Untuk beberapa atau blockade tertentu, pengurangan anestesi local dibutuhkan ketika larutan hyperbaric lebih digunakan daripada larutan yang direncanakan. Table 1. Type of block Saddle block e.g. operations of genitalia, perineum Lumbar block e.g. operations on legs, groin, hernias Mid-thoracic blocks e.g.
Hyperbaric
Plain
Hyperbaric
Bupivacaine
Bupivacaine
Lidocaine
1ml
2ml
1ml
2-3ml
2-3ml
1.5-2ml
2-4ml
2-4ml
2ml
hysterectomy Volume dari local anestesi diperlihatkan dalam table 1 dan digunakan hanya sebagai patokan. 1.7.
Persiapan Fungsi Lumbal
Alat alat yang dibutuhkan dalam keadaan sterile : •
Jarum spinal Yang biasa digunakan 24-25 gauge dengan pencil point tip untuk meminimalkan resiko pasien seperti sakit kepala post-spinal.
•
Jika menggunakan jarum spinal dengan kualitas baik yang flexible dan ramping biasanya sangat susah jika secara langsung akurat, oleh karna itu jarum spinal disposibble standard 19 gauge cocok digunakan sebagai introducer
•
Syringe ( suntikan ) 5 ml untuk larutan anestesi spinal
•
Syringe ( suntikan ) 2 ml untuk larutan anestesi local yang digunakan untuk infiltrasi di kulit
•
Pilih jarum yang akan digunakan untuk mengambil larutan local anestesi dan untuk infiltrasi ke kulit.
•
Sebuah gallipot dengan antiseptic yang cocok untuk membersihkan kulit contohnya chlorhexidine, iodine, atau methyl alcohol.
•
Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada kulit di daerah punggung pasien
•
Local anestesi yang akan diinjeksikan harus dalam dosisi tunggal. Jangan pernah menggunakan local anestesi dengan injeksi multi dose.
1.8.
Tekhnik Anestesi Spinal
Sebelumnya sudah diperhatikan bahwa pasien sudah melakukan prosedur yang dijelaskan,akses intravena yang memadai dan persiapan alat resusitasi yang sudah disediakan. •
Pakai sarung tangan dan kemudian periksa alat alat apakah sudah dalam kondisi steril.
•
Ambillah obat anestesi local yang akan disuntikkan secara intratekhal dengan jarum suntik 5 ml dari ampul dan pstikan bahwa jarum tidak menyentuh bagian luar ampul yang tidak steril.
•
Ambillah obat anestesi local yang akan digunakan untuk infiltrasi kulit kedalam jarum suntik 2 ml.
•
Bersihkan punggung pasien dengan kapas dan antispetik dan pstikan sarung tangan tidak menyentuh bagian kulit yang tidak steril
•
Carilah ruang interspinosa, mungkin akan dibutuhkan penekanan yang lebih dalam pada pasien yang gemuk untuk menvari ruang interspinosa
•
Suntikan sejumlah volum obat anestesi local kedalam tempat suntikan yang ditentukan dengan menggunakan jarum dispossible 25-gauge
•
Gunakan introducer jika menggunakan jarum 24-25 gauge
•
Tusukkan jarum spinal ( gunakan introducer jika ada ), pastikan bahwa stylet ada di tempat yang benar untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak akan terhalang oleh partikel dari jaringan atau bekuan. Harus diperhatikan agar jarum tetap di garis tengah dan BEVEL secara langsung kearah lateral, lalu buat sudut 100-300 derajat kearah kranial dan maju perlahan lahan. Peningkatan resistensi akan dirasakan ketika jarum menembus kedalam ligamentum flavum diikuti menghilangnya resistensi ketika memasuki epidural space. Hilangnya resistensi yang lain mungkin dirasakan ketika dura ditembus dan csf mengalir/menetes keluar dari jarum ketika stylet dicabut. Jika tulang disentuh maka jarum harus ditarik beberapa sentimeter lagi kemudian dimasukkan kembali perlahan dengan sudut lebih kea rah kepala untuk memastikan bahwa jarum tetap berada pada garis tengah. Jika jarum 25 gauge digunakan maka tunggulah selama 20 – 30
detik hingga csf muncul setelah stylet ditarik. Jika csf tidak mengalir maka gantikan stylet dan kemudian majukan atau masukkan jarum lebih jauh dan coba lagi. •
1.9.
Suntukan obat anestesi local yang sudah disiapkan
Penilaian Blockade Beberapa pasien mungkin tidak bisa menggambarkan apa yang mereka lakukan atau
yang mereka rasakan, karena itu, tanda-tanda objektif sangat diperlukan. Jika, misalnya, pasien tidak dapat mengangkat kakinya dari tempat tidur, blok setidaknya hingga pertengahan-daerah lumbalis. Perlu untuk menguji sensasi dengan jarum yang tajam. Lebih baik untuk menguji hilangnya sensasi temperatur menggunakan kapas direndam baik dalam eter atau alkohol. Lakukan hal ini dengan pertama-tama menyentuh pasien dengan kapas basah pada dada atau lengan (tempat sensasi adalah normal), sehingga mereka merasakan bahwa kapas tersebut terasa dingin. Lakukan dari kaki dan perut bagian bawah sampai pasien merasakan bahwa kapas tersa dingin.
Jika jawaban tidak konsisten atau samar-samar, lakukan cubitan dengan forsep arteri atau jari pada daerah yang diblokir dan tidak diblokir dan segmen dan tanyakan apakah mereka merasa sakit. Dengan menggunakan metode ini, jarang ada kesulitan dalam memastikan tingkat blok. 1.10.
Monitoring Monitoring merupakan tahapan yang penting untuk memonitor respirasi,, pulse dan
tekanan darah. Tanda tanda penting dari turunnya tekanan darah adalah pucat, berkeringat, mual atau merasakan badan yang tidak enak secara keseluruhan. Turunnya tekanan darah ringan berkisar antara systolic 80-90 mm Hg pada pasien usia muda, pasien sehat atau 100 mmHg pada pasien tua. Jika pasien merasa baik dan tekanan darah dapat dipertahankan, maka tidak dibutuhkan pemberian atropine. Namun jika heart rate turun dibawah 50 beats per menit atau ada hypotensi maka atropine 300-600 mcg diberikan secara intravena. Jika heart rate tidak juga meningkat maka cobalah berikan efedrin. Secara umum baik dilakukan pemberian oxygen dengan masker 2-4 liter/menit, terutama jika pemberian sedasi dilakukan. 1.11.
Perawatan post-operative Pasien harus diijinkan untuk berada di ruang pemulihan bersama dengan pasien anestesi
lainnya. Jika terjadi hipotensi diruang pemulihan ,kaki pasien harus dinaikkan atau ditinggikan. Pasien harus mengetahui seberapa lama efek dari blockade spinal dan pasien harus tetap ditempat tidur samapau seluruh sensasi dan kekuatan otot kembali. 1.12.
Keuntungan anestesi Spinal
•
Harga relative murah
•
Kepuasan pasien
•
Efek samping yang ringan pada system pernapasan
•
Penggunaan spinal anestesi mengurangi resiko obstruksi jalan nafas atau aspirasi lambung. Namun keuntungan ini tidak akan berarti jika terlalu banyak sedasi yang diberikan.
•
Spinal anestesi merupakan muscle relaxan yang baik untuk pembedahan abdomen dan anggota badan bagian bawah.
•
Berkurangnya pendarahan selama operasi dibandingkan dengan menggunakan anestesi umum, hal ini disebabkan menurunnya tekanan darah dan heart rate juga perbaikan drainase vena dengan hasil menurunnya pengeluaran darah.
•
Kembalinya fungsi usus dengan cepat
•
Dalam hal koagulasi spinal anestesi mengurangi resiko thrombosis vena dalam dan emboli pulmoner
1.13. •
Kerugian anestesi spinal
Terkadang akan sangat sulit untuk menetukan lokasi dural space dan mendapatkan cerebrospinal fluid. Dan untuk beberapa keadaan prosedur spinal anestesi dihindari.
•
Anestesi spinal tidak baik jika digunakan untuk pembedahan dengan jangka waktu lebih dari 2 jam. Jika operasi atau pembedahan lebih lama dari 2 jam maka disarankan menggantinya dengan anestesi umum atau memberikan ketamin intravena atau infuse propofol sebagai supplement jika obat obatan ini tersedia.
•
Dapat terjadi hipotensi karna overload ataupun pemberian anestesi dosis tinggi
dan
meningitis karna peralatan medis yang digunakan tidak dalam keadaan steril. •
Spinal anestesi mungkin tidak cocok untuk beberapa pasien bahkan jika mereka dalam keadaan sedasi hal ini dikarnakan tiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadapa berbagai cara anestesi.
1.14.
Indikasi Spinal anestesi paling baik digunakan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah,
panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah
anak. Spinal anestesi sebagian besar cocok untuk pasien tua dan dengan penyakit sistemik seperti penyakit respiratory kronik, hepatic, ginnjal dan kelainan endokrin seperti diabetes. Spinal anestesi juga cocok untuk menangani pasien trauma jika pasien tersebut memiliki resusitasi yang adekuat dan tidak dalam keadaan hypovolemik. Di bidang gynekologi, anestesi spinal pada umumnya digunakan untuk mengeluarkan placenta secara manual dimana tidak dalam keadaan hypovolemik, selain itu akan sangat menguntungkan bagi ibu dan anaknya jika menggunakan spinal anestesi pada section caesaria.Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum. 1.15.
Kontraindikasi
Kontraindikasi Relatif Kontraindikasi absolut Neuropati Infeksi pada tempat fungsi Nyeri punggung Bakteremia Penggunaan obat obat preoperasi Hipovolemia berat golongan AINS,heparin subkutan dosis rendah Koagulopati Peningkatan tekanan intrkranial
1.16. Komplikasi Komplikasi umum •
Sakit kepala post-spinal, insidensi ini berhubungan dengan pengunaan jarum spinal ukuran besar ( 22 G ), cutting needle.
•
Transient Radicular Syndrome/Transient Neurological Syndrome
•
Nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, hipotensi dan gatal gatal
Komplikasi yang jarang terjadi •
Total spinal
•
Retensi urine
•
Cardiac arrest
•
Aspetic meningitis
•
Bacterial meningitis
1.16.
Treatment jika terjadi total spinal Walaupun jarnag, total spinal dapat terjadi yang mungkin dapat menyebabkan kematian
pasien jika tidak secepatnya ditangani. Tanda tanda terjadinya total spinal : •
Hypotensi, ingat bahwa mual merupakan tanda pertama terjadinya hypotensu. Pengulangan dosis vasopressor dan pemberian cairan dengan volume yang besar mungkin dibutuhkan.
•
Bradycardia, berikan atropine. Jika tidak efektif berikan efedrin atau adrenalin.
•
Gelisah
•
Tangan dan lengan terasa lemas, merupakan indikasi bahwa blockade sampai pada cervico-thoraco junction
•
Susah bernafas.
•
Hilang kesadaran Jika terjadi total spinal maka yang dapat dilakukan adalah
•
ABC Resuscitation
•
Intubasi dan ventilasi pasien dengan oksigen 100 %
Penanganan hypotensi dan bradikardia dilakukan dengan pemberian cairan intravena, atropine dan vasopressor. Jika penanganan tidak dilakukan segera kombinasi bradikardia, hypotensi dan hypoxia dapat menyebabkan cardiac arrest.Ventilasi sangat dibuthkan, dan dilanjutkan sampai efek blockade spinal menurun dan pasien dapat bernafas kembali tanpa bantuan. Waktu yang dibuthkan tergantung dari jenis anestesi yang disuntikkan.
2. Anestesi Epidural
Anesthesia epidural adalah tekhnik blok pada sentral neural axial dengan banyak aplikasi. Ruang epidural pertama kali digambarkan oleh Corning di tahun 1901, dan Fidel Peges adalah orang yang pertama menggunakan anesthesia epidural ke manusia di tahun 1921. Pada tahun 1945 Touhy memperkenalkan jarum yang sekarang umum digunakan pada anesthesia epidural. Kemajuan alat, obat dan tekhnik telah membuatnya populer dan tekhniknya banyak digunakan, dengan aplikasinya pada bedah, obstretic dan control nyeri. Bentuk anesthesia ini, medikasinya atau obatnya diinjeksikan ke
dalam kolumna spinalis tepatnya pada ruang epidural di daerah L5-S1 dengan sebuah jarum atau tabung kecil tipis. Baik injeksi tunggal maupun tekhnik kateter dapat digunakan. Kapabilitasnya yang luas berarti dapat digunakan sebagai anestesi, sebagai analgesik ajuvan untuk anestesi umum, dan untuk analgesia pascabedah dalam prosedur yang melibatkan anggota tubuh bagian bawah, perineum, panggul, abdomen dan dada.
2.1.
Indikasi 2.1.1.
Umum
Anesthesia epidural dapat digunakan sebagai anesthesia tunggal untuk prosedur yang melibatkan tungkai bawah, perineum, pelvis, dan abdomen bawah. Anesthesia ini juga memungkinkan untuk digunakan pada prosedur di abdomen bagian atas, dan thorak, tetapi ketinggian dari blok dan efek samping yang ada membuat anesthesia ini sulit untuk mencegah rasa ketidaknyamanan dan resiko yang ditanggung pasien. Keuntungan dari anesthesi epidural melalui spinal adalah kemampuannya untuk mempertahankan continuitas dari anesthesia setelah epidural kateter dicabut, hal ini membuatnya cocok digunakan pada prosedur yang membutuhkan waktu yang lama. Tekhnik anesthesia epidural ini dapat juga digunakan sebagai anesthesia postoperative dengan menggunakan obat anesthesia local dosis rendah atau dikombinasikan dengan agen lain. 2.1.2 •
Khusus
Operasi panggul dan lutut. Fiksasi internal dari fraktur tulang panggul dengan komplikasi kehilangan darah yang sedikit yang digunakan adalah blok neuraxial sentral. Rata-rata trombosis pada vena dalam dapat dikurangi pada pasien yang melakukan pembedahan tulang panggung dan lutut dengan meggunakan anesthesia epidural.
•
Rekonstruksi vascular dari tungkai bawah. Anestesi epidural distal meningkatkan aliran darah arteri pada pasien yang menjalani bedah rekonstruksi.
•
Amputasi.
•
Obstetric. Analgesi epidural digunakan pada pasien obstetric yang sulit atau beresiko tinggi saat persalinan,misalnya kelahiran sungsang, kehamilan kembar, pre-ecklamsi dan persalinan yang lama.
2.2. Kontraindikasi 2.2.1.
Mutlak
•
Penolakan pasien
•
Koagulopaty
•
Therapeutic anticoagulant
•
Infeksi pada kulit tempat injeksi
•
Peningkatan tekana intracranial
•
Hypovolemi
2.2.2.
Relatif
•
Pasien tidak koperatif
•
Sebelumnya mempunyai gangguan neurology
•
Status cardiac output
•
Abnormalitas anatomi tulang vertebra
•
Profilaksis heparin dosis rendah
2.3. Teknik anestesi Untuk melakukan anesthesia ini, penting untuk mengetahui terlebih dahulu anatomi dari daerah epidural. Ruang epidural adalah bagian dari canal vertebra yang tidak ditempati duramater dan isinya. Daerah ini merupakan ruang potensial yang berada diantara duramater dan periosteum dalam canal vertebra. Daerah ini berawal dari foramen magnum dan berakhir di tingkat sacral. Serabut anterior dan posterior pada daerah ini berjalan menutupi daerah potensial menuju unit dalam foramen intervertebra untuk membentuk saraf segmental. Batas anterior terdiri atas ligament longitudinal posterior menutupi badan vertebra, dan
discus intervertebra. Di lateral, ruang epidural dibatasi oleh periosteum dari pedicle vertebra dan foremina intervertebralis. Di posterior, stuktur yang membatasinya adalah periosteum dari permukaan anterior lamina dan prosesus articular serta ligament penghubung, periosteum dari serabut tulang belakang, dan ruang interlaminar yang diisi ligamntum flavum. Ruang epidural mengandung lemak, pembuluh darah, pembuluh limfe, jaringan areolar dan serabut saraf spinal.
Anatomi tersebut sangat membantu untuk melakukan prosedur anesthesia epidural sesuai dengan tekhniktekhniknya. Hal-hal yang perlu dilakukan selama melakukan teknik anesthesia epidural adalah sebagai berikut: 2.4. Persiapan
•
Di lengkapi airway management dan resusitasi
•
Fasilitas untuk memonitor tekanan darah dan heart rate
•
Inform consent
•
Informasi resiko dan komplikasi
•
Perhatian khusus status
•
Daerah punggung diperikasa terdapat luka atau ketidaknormalan.
•
Penilaian laboratorium pasien terhadap status koagulasi diperlukan di mana ada keraguan mengenai koagulopati atau terapi antikoagulan.
•
Prothrombin time,aPTT dan platelet mutlak harus berada dalam rentang normal. Dimana ada keraguan mengenai fungsi trombosit di hadapan platelet normal, sebuah nasihat haematologist harus dicari.
•
Semua peralatan harus diperiksa.
•
Kulit harus dibersihkan dengan alcohol atau iodine.
•
Punggung harus bersih dari pakaian, dan operator harus benar-benar steril dan melakukan tindakan pencegahan, seperti mengenakan pakaian steril, masker dan sarug tangan.
2.5. Peralatan •
Tipe jarum epidural yang digunakan ialah 16-18G, panjang 8 cm dengan ciri interval permukaan 1 cm, dan mempunyai sudut tumpul dengan perbandingan 15-30 curve pada ujungnya. Yang paling umum digunakan versi jarum ini adalah jarum Touhy.
Sekarang, epidural disposable pack yang banyak dijual berisi syiringe plastic dengan plunger yang memiliki resistensi yang sangat rendah, dan banyak digunakan. Kateter epidural, jarumnya didisain untuk menembus lumen dan menjadikannya tahan lama tetapi tetap merupakan plastic yang fleksibel, dan memiliki lubang jarum, ada yang satu lubang diujung atasnya dan ada yang terdiri dari tiga lubang di sisi sampingnya. Sebuah filter menempel melalui Luer-Lok untuk menghubungkan,yang jika dikencangkan,
pada bagian proksimal filter akan menempel pada ujung keteter, dan ini mencegah kekeliruan injeksi ke dalam ruang epidural, dan juga berfungsi sebagai filter bakteri. Filter ini juga termasuk dalam epidural disposable pack.
2.6.
Teknik untuk mengidentifikasi ruang epidural Ruang epidural ditembus dengan ujung jarum setelah menembus ligamentum flavum. Ruang ini
sangat sempit dan terkadang sering disebut sebagai ruang potensial, dimana duramater dan ligamentum flavum berbatas sangat dekat. Oleh karena itu ruang ini harus diidentifikasi dengan mengukur sudut tempat jarum dimasukkan dengan ligamentum flavum, sehingga duramater akan dipenetrasi sesaat setelah jarum dimasukkan. Untuk mengidentifikasi hal ini, beberapa tekhnik telah dikembangkan, tapi banyak praktisi menggunakan syringe untuk mengidentifikasi daerah resisten. Beberapa menggunakan saline dalam syringe, dan yang lainnya menggunakan udara. Dua tekhnik ini sebenarnya sama dengan beberapa perbedaan kecil dari kegunaan syringe dan cara masuk ke dalam ruang epidural. Beberapa tekhnik untuk mengidentifikasi ruang epidural telah digunakan, contohnya tekhnik “hanging drop”. Dengan tekhnik ini, saline ditempatkan pada hub dari jarum dan jarum (tanpa syringe) dan ini merupakan keuntungannya. Ruang epidural diidentifikasi saat drop dihisap masuk kedalam jarum dengan tekanan negative atmosphere dalam ruang epidural (equivalent dengan tekanan intrapleural). Tekhnik ini banyak digunakan saat ini. Tekhnik blok ini dapat dilakukan pada pasein dengan posisi baik duduk ataupun berbaring lateral dengan punggung fleksi maksimal. Pasien harus diyakinkan dalam melakukan posisi ini, sehingga tekhnik ini
dapat membuka ruang antara prosesus spinosus dan juga memfasilitasi untuk identifikasi ruang intervertebra. Sesudah daerah punggung disterilkan dengan cairan steril dan pakaian dilepaskan, level yang tepat dapat dipilih. 2.7. Tekhnik Mendekati garis tengah •
Menggunakan anesthesia lokal dapat membangkitkan daerah subkutan pada titik tengah antara dua vertebra yang berdekatan. Inflitrasi lebih dalam di garis tengah dan secara paraspinous ke struktur anaesthetise posterior. Pada situs tusukan direncanakan membuat lubang kecil di kulit dengan menggunakan jarum 19g.
•
Masukkan jarum epidural ke kulit pada titik ini, dan masuk melalui ligamentum supraspinata, dengan jarum menunjuk ke arah yang sedikit lebih cephalad. Lalu majukan jaraum ke ligamentum interspinosum, yang dijumpai pada kedalaman 2-3 cm. Sampai sensasi berbeda dirasakan, jarum masuk ke dalam ligamentum flavum (pada kebanyakan orang jarum dapat masuk melalui ligamentum interspinous dan masuk ke dalam ligamentum flavum sebelum melampirkan LOR jarum suntik)
•
Pada titik ini, hapus stylet jarum suntik dan pasang ke hub jarum. Jika resistensi saline hilang gunakan syringe untuk mengisi tabung suntik dengan 5-10 ml salin normal. Pegang jarum suntik di tangan kanan (untuk tangan kanan operator) dengan ibu jari pada plunyer. Genggaman sayap jarum antara ibu jari dan jari telunjuk kiri, sementara dorsum tangan kiri bersandar ke bagian belakang. Tangan kiri bertindak dalam menstabilkan jarum dan berguna sebagai "rem" untuk mencegah jarum tidak terkendali. Ibu jari tangan kanan digunakan untuk melancarkan tekanan konstan pada pendorong jarum melalui ligamentum interspinous dan kemudian ke ligamentum flavum. Sementara ujung jarum di ligamentum interspinous kemungkinan kehilangan beberapa saline yang masuk ke dalam jaringan karena jaringan tidak terlalu padat, tetapi biasanya ada perlawanan signifikan terhadap tekanan pada tombolnya. Kadang-kadang, kehilangan palsu ini dapat menyebabkan beberapa kesulitan menempatkan epidural. Begitu jarum memasuki ligamentum flavum, biasanya ada sensasi yang khas, karena ini adalah ligamentum padat dengan konsistensi kulit. Dengan tekanan yang terus menerus pada plunyer, majukan jarum perlahanlahan sampai ujungnya keluar dari ligamentum flavum dan salin mudah disuntikkan ke dalam ruang epidural, dan jarum berhenti maju.
•
Keluarkan jarum suntik dan benang lembut kateter melalui jarum ke ruang epidural. Kateter memiliki tanda-tanda yang menunjukkan jarak dari ujungnya, dan harus maju ke 15-18 cm di pusat jarum, untuk memastikan bahwa panjang kateter telah memasuki ruang epidural. Lepaskan jarum dengan hati-hati,dan pastikan bahwa kateter tidak ditarik kembali. Tanda-tanda pada jarum akan menunjukkan kedalaman jarum dari kulit ke ruang epidural, dan jarak ini akan membantu menentukan kedalaman kateter yang harus dimasukkan pada kulit. Sebagai contoh, jika jarum memasuki ruang epidural pada kedalaman 5 cm, kateter harus ditarik sehingga 10 cm adalah tanda pada kulit, sehingga membuat sekitar 5 cm dari kateter ada di dalam ruang epidural, yang merupakan panjang yang pantas.
•
Teknik ketika menggunakan perlawanan terhadap hilangnya udara sedikit berbeda. Dengan 5-10 ml udara dalam tabung suntik, pasangkan ke hub jarum setelah memasuki ligamentum interspinous. Cengkeram kedua sayap jarum antara ibu jari dan jari telunjuk kedua tangan. Plunyer ditekan, dan jika ada perlawanan ( "bouncing"), ,masukkan jarum dengan sangat hati-hati, dengan dorsum kedua tangan bersandar di belakang untuk memberikan kestabilan. Setelah 2-3 mm, plunyer ditekan kembali, dan prosedur ini diulang sampai jarum maju dengan hati-hati melalui jaringan. Terasa peningkatan yang khas ketika jarum memasuki ligamntum flavum, dan proses dilanjutkan secara bertahap di 2mm. Biasanya ada rasa khas "klik" ketika jarum memasuki ruang epidural, dan ini memberikan perhatian yang besar, dan jarum hanya maju dalam 2mm increment, jarum harus berhenti sebelum mencapai dura. Pada titik ini udara dapat disuntikkan dengan sangat mudah ke dalam ruang epidural. Jarum suntik akan dilepas dan kateter diberlakukan dengan cara seperti di atas.
2.8.
Pendekatan Paramedian •
Tindakan epidural dapat diletakkan pada setiap tingkat di sepanjang pinggang dan tulang belakang, sehingga memungkinkan penggunaannya dalam prosedur mulai dari operasi thoraks dan untuk prosedur ekstremitas bawah. Karena angulasi ke bawah dari prosesproses spinosus vertebra toraks, terutama pada pertengahan daerah dada, jarum harus diarahkan jauh lebih cephalad. Untuk melanjutkan melalui jaringan ligamen dan masuk ke dalam ruang epidural. Ligamen di daerah ini juga kurang padat dan hilangnya resistensi tidak biasa. Karena susunan miring proses spinosus, jarum harus menempuh jarak yang lebih panjang sebelum mencapai ligamentum flavum, dan ada sedikit ruang antara proses spinosus. Oleh karena itu, jauh lebih umum menghadapi perlawanan yang sulit selama penempatan epidural toraks. Untuk alasan ini, banyak praktisi memilih untuk menggunakan pendekatan paramedian di wilayah ini.
•
Masukkan jarum, tidak di garis tengah di ruang antara proses spinosus, tapi 1-2 cm lateral proses spinosus yang lebih cephalad.
•
Memajukan jarum; tegak lurus ke kulit sampai lamina atau gagang bunga yang dihadapi, dan kemudian mengarahkan itu sekitar 30 ° cephalad dan 15 ° medial dalam upaya untuk memberikan "jalan jarum" dari lamina, dimana jarum harus berada di dekat ligamentum flavum. Jarum kemudian maju lebih jauh dengan menggunakan teknik hilangnya resistensi.
Epidural thorak secara teknis lebih sulit untuk dilakukan daripada lumbar epidural, dan harus dicoba hanya oleh praktisi berpengalaman dan percaya diri dalam melakukan kinerja lumbalis blok epidural.
2.9. Factor yang mempengaruhi anesthesia epidural 2.9.1. •
Tempat Injeksi
Setelah lumbal injeksi, analgesia menyebar baik secara caudal dan, sejauh yang lebih besar, cranially, dengan keterlambatan pada segmen L5 dan S1, karena ukuran besar akar saraf ini.
•
Setelah toraks injeksi, analgesia menyebar secara merata dari tempat injeksi. Toraks bagian atas dan bawah akar serviks tahan terhadap blokade karena ukuran yang lebih besar. Ruang epidural di daerah dada biasanya lebih kecil dan volume yang lebih rendah diperlukan anestesi lokal.
2.10.
Dosis
Dosis yang sesuai untuk analgesi atau anesthesia umumnya berbeda-beda yang dipengaruhi oleh beberapa factor,tapi umumnya 1-2 ml local anesthesia dibutuhkan per blok segmen. Penyebaran dari local anesthesia di dalam ruang epidural tidaklah dapat diprediksi karena terpengaruh dari variasi ruang epidural,dan sejumlah local anesthesia dapat berlebihan ke ruang paravertebra. Dosis (dalam milligram) injeksi berfungsi dalam volume injeksi dan konsentrasi cairan, dan responsnya tidak selalu sama walaupun dalam dosis yang sama tapi berpengaruh pada volume dan konsentrasi yang berbeda. Volume yang tinggi dari konsentrasi local anesthesia akan berpengaruh pada blok segmen yang luas tapi tidak terjadi pada blok sensory dan blok motor. Ini penting untuk diingat bahwa serabut saraf sympathic mempunyai diameter yang lebih tipis dan sangat mudah di blok, walaupun konsentrasi local anesthesia rendah. Dengan kateter epidural, dosis masih mungkin untuk ditambah dan ini penting untuk mencegah peningkatan blok sympahtic yang dapat menyebabkan hypotensi.
Kebutuhan untuk mengulang dosis pada local anesthesia bergantung pada lama kerja obat. Pengulangan dosis harus diberikan sebelum terjadi kemunduran blok untuk dapat tetap memperpanjang sensasi tidak nyeri. Konsep yang sering digunakan adalah “waktu kemunduran dua segmen”. Waktu kemunduran dua segmen ini adalah waktu dimana dosos injeksi pertama dari local anesthesia mencapai titik maksimum dan mengalami penyusutan pada dua segmen sensorik. Waktu kemunduran dua segmen untuk lignocaine adalah 90-150 menit, dan untuk bupivacaine adalah 200-260 menit.
2.11.
Efek Fisiologis Epidural Blokade
Segmental saraf-saraf di daerah dada dan pinggang berisi serabut saraf somatic, sensorik, motorik dan otonom (simpatis). Serat sensorik dan otonom mempunyai diameter yang lebih kecil dan lebih mudah diblokir dari yang lebih besar, serat motorik lebih cepat menyaluran rangsang. Hubungan antara sensorik dan otonom adalah rumit, tetapi biasanya blok simpatik meluas 1-2 tingkat lebih tinggi daripada blok sensorik.
2.12. •
Efek pada sistem organ Sistem kardiovaskular. Terjadinya resistensi dari vasodilatasi dan
kapasitansi
pembuluh, menyebabkan hipovolemia relatif dan takikardi, dengan resultan penurunan tekanan darah. Hal ini diperburuk oleh blokade saraf simpatik ke kelenjar adrenal, mencegah pelepasan katekolamin. Jika blokade setinggi T2, pasokan simpatik ke jantung (T2-5) juga terganggu dan dapat mengakibatkan bradycardia. Hasil keseluruhan mungkin tidak memadai perfusi organ vital dan langkah-langkah yang diperlukan untuk memulihkan tekanan darah dan cardiac output, seperti cairan administrasi dan penggunaan vasoconstrictors. Serabut simpatik keluar memanjang dari T1 - L2 dan blokade saraf akar di bawah tingkat ini, seperti, misalnya, operasi lutut, cenderung kurang menyebabkan blokade simpatik yang signifikan, dibandingkan dengan prosedur yang memerlukan blokade di atas umbilikus.
•
Sistem pernapasan. Biasanya tidak terpengaruh kecuali blokade cukup tinggi untuk mempengaruhi suplai saraf otot interkostalis (thoracicus longus akar) yang menyebabkan ketergantungan hanya pada pernapasan diafragma. Hal ini mungkin menyebabkan kesusahan pada pasien, karena mungkin merasa tidak mampu bernapas secara memadai.
•
Sistem pencernaan. Blokade simpatik (T5-L1) untuk saluran GI mengarah pada dominasi parasimpatik (vagus dan sakral parasimpatis keluar), sehingga menyebabkan gerak peristaltik aktif dan relaksasi sfingter, kontraksi usus, yang meningkatkan akses bedah. Terjadi pembesaran lienaslis (2-3 lipatan).
•
Sistem endokrin. Persarafan ke adrenal diblokir dan mengarah pada pengurangan pelepasan katekolamin.
•
Saluran genitourinary. Retensi urin adalah masalah umum pada anestesi epidural. Parahnya penurunan tekanan darah dapat mempengaruhi filtrasi glomerulus di ginjal, dan jika blokade simpatik meluas cukup tinggi dapat menyebabkan vasodilatasi yang signifikan.
•
Efek pada kardiovaskular fisiologi selama kehamilan. Kompresi aortocaval karena rahim yang membesar, dalam posisi telentang menyebabkan hipotensi karena kompresi vena kava inferior, yang menyebabkan vena kembali berkurang dan penurunan cardiac output. Epidural blokade, dengan simpatik blokade , memperburuk hipotensi dengan menyebabkan vasodilatasi perifer. Kompresi aorta juga mengurangi aliran darah rahim, dan dengan demikian jelas bahwa kombinasi dari kompresi aortocaval dan blokade epidural dapat memiliki efek yang besar pada rahim dan aliran darah plasenta. Posisi telentang harus dihindari pada wanita hamil yang menjalani analgesia atau anesthesi epidural, dan pasien harus berada dalam posisi lateral (sebaiknya kiri) atau posisi miring setiap saat. Hipotensi harus segera diperbaiki dengan penggantian cairan untuk contoh pertama di atas. Alpha-adrenergik, seperti methoxamine atau phenylephrine, secara tradisional telah dihindari karena menyebabkan penyempitan pembuluh darah uterus dan dapat memperburuk hypoperfusion uterus. Ephedrine adalah obat pilihan, karena pada dasarnya merupakan suatu adrenergik dan meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan output jantung. Namun, jika terjadi hipotensi mendalam, vasokonstriktor murni mungkin lebih efektif dalam meningkatkan tekanan darah dan oleh karena itu tekanan perfusi uterus.
2.13.
Pilihan obat
Pilihan obat-obatan yang diberikan tergantung pada indikasi untuk aniesthesi epidural:
•
Bedah anestesi - memerlukan blok sensorik dan biasanya moderat untuk blok motorik. Untuk mencapai hal ini, perlu persiapan untuk konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan. Yang paling umum digunakan anestetik lokal dalam pengaturan ini adalah 2% lignocaine 10-20ml (dengan atau tanpa adrenalin 1:200 000) atau 0,5% bupivacaine 10-20ml. Yang terakhir ini memiliki durasi yang lebih lama , tetapi waktu onset yang lebih lambat, dibandingkan dengan lignocaine.
•
Untuk analgesia selama persalinan, 0,1-0,25 % bupivacaine 5-10 ml lebih populer, seperti memproduksi lebih sedikit motor blok.
•
Analgesia pascaoperasi, konsentrasi lemah bupivacaine, misalnya 0,1-0,166 % dengan atau tanpa tambahan opioid dosis rendah, dengan bolus, infus kontinu atau PCEA (analgesia epidural yang dikendalikan pasien) telah terbukti aman dan efisien apabila diberikan dengan pompa melalui jarum suntik.
2.14.
Komplikasi dan Efek Samping
Komplikasi serius dapat terjadi dengan anestesi epidural. Fasilitas untuk resusitasi harus selalu tersedia kapan pun dilakukan anestesi epidural. Hipotensi, yang paling umum adalah efek samping dari terapi blokade untuk prosedur di atas umbilikus. Hal ini terutama sering terjadi pada kehamilan, baik dalam partus normal dan ketika digunakan untuk Caesar, dan harus segera diperbaiki dengan menggunakan cairan dan vasopressors. Gejala yang diajukan hipotensi adalah sering mual, yang mungkin terjadi sebelum perubahan dalam tekanan darah. Blok epidural tinggi karena dosis yang terlalu besar pada anestesi lokal di ruang epidural dapat timbul hipotensi, mual, kehilangan atau parestesia sensoris tinggi atau bahkan toraks akar saraf serviks, atau kesulitan bernapas akibat blokade suplai saraf untuk otot interkostal. Gejala ini bisa sangat menyedihkan bagi pasien dan dalam kasus yang paling parah mungkin memerlukan induksi anestesi umum dengan mengamankan jalan napas, sementara mengobati hipotensi. Jika pasien memiliki saluran yang jelas dan memadai harus diyakinkan untuk dapat bernapas dan setiap hipotensi segera diobati. Kesulitan dalam berbicara (pasang surut volume kecil karena
phrenic blok) dan mengantuk adalah tanda-tanda bahwa blok menjadi terlalu tinggi dan harus dikelola sebagai keadaan darurat. Keracunan obat bius lokal juga dapat terjadi sebagai akibat dari dosis yang berlebihan obat bius lokal di ruang epidural. Bahkan dosis yang moderat pada anestesi lokal, ketika disuntikkan langsung ke pembuluh darah, dapat menyebabkan keracunan. Hal ini sangat mungkin bila kateter epidural secara tidak sengaja maju ke salah satu dari banyak epidural pembuluh darah. Oleh karena itu penting untuk aspirasi dari kateter epidural sebelum menyuntikkan anestesi lokal. Gejala biasanya mengikuti urutan pusing, tinnitus, kesemutan atau mati rasa dan perasaan kecemasan, diikuti oleh kebingungan, gemetaran, kejang-kejang, koma dan terjadi cardiac arrest. Adalah penting untuk mengenali gejala-gejala ini lebih awal, dan menghentikan administrasi lebih lanjut obat bius local ini. Perawatan harus mendukung, dapat pula dibantu dengan obat penenang / Antikonvulsan (thiopentone, diazepam) di mana diperlukan, dan resusitasi cardiopulmonary jika diperlukan. Total spinal merupakan komplikasi yang jarang terjadi ketika jarum epidural, atau kateter epidural, maju ke dalam ruang subarachnoid tanpa sepengatahuan operator, dan "dosis epidural" misalnya 10-20 ml anestesi lokal disuntikkan langsung ke dalam CSF. Hasilnya adalah hipotensi mendalam, apnoea, ketidaksadaran dan dilatasi pupil sebagai akibat dari tindakan anestesi lokal pada batang otak. Penggunaan dosis tes harus mencegah sebagian besar kasus total tulang belakang (total spinal), namun kasus ini telah dideskripsikan di mana awalnya epidural tampaknya benar diletakkan, tapi selanjutnya top-up dosis menyebabkan gejala-gejala dari total tulang belakang (total spinal). Hal ini telah dianggap berasal dari migrasi kateter epidural ke dalam ruang subarachnoid, walaupun mekanisme yang tepat tidak pasti. Manajemen dari total tulang belakang (total spinal) •
Airway - jalan napas dan mengelola aman 100% oksigen
•
Pernapasan - ventilasi oleh facemask dan intubasi.
•
Sirkulasi - memperlakukan dengan i.v cairan dan vasopressor misalnya efedrin 3-6 mg atau metaraminol 2 mg atau penambahan 0,5-1 ml adrenalin 1:10 000 sesuai yang diperlukan
•
Lanjutkan untuk ventilasi sampai habis blok (2 - 4 jam)
•
Setelah blok berkurang, pasien akan mulai siuman diikuti dengan bernapas dan kemudian pergerakan lengan dan akhirnya kaki. Pertimbangkan beberapa sedasi (diazepam 5 10mg i / v) bila pasien mulai pulih kesadaran tapi masih intubated dan memerlukan ventilasi.
Terkadang tusukan dural biasanya mudah dikenali oleh hilangnya langsung CSF melalui jarum epidural. Komplikasi ini terjadi pada 1-2% dari blok epidural, meskipun lebih sering terjadi pada tangan yang tidak berpengalaman. Ini mengarah pada insiden sakit kepala pasca tusuk dural, yang sangat parah dan terkait dengan sejumlah fitur khas. Sakit kepala biasanya frontal, diperburuk oleh gerakan atau duduk tegak, berhubungan dengan photophobia, mual dan muntah, dan lega ketika berbaring datar. Pasien muda, khususnya pasien kebidanan, lebih rentan daripada orang tua. Sakit kepala diduga karena kebocoran LCS melalui tempat tusukan. Langkah dasar, seperti analgesik sederhana, kafein, istirahat, rehidrasi cairan dan penenangan dapat dilakukan, dan seringkali cukup untuk mengobati sakit kepala. Jika sakit kepala parah, atau tidak responsif terhadap langkah-langkah konservatif, tambalan darah epidural dapat digunakan untuk mengobati sakit kepala. Prosedur ini efektif dalam mengobati sekitar 90% sakit kepala pasca tusukan dural. Jika berhasil, patch darah dapat diulang, dan tingkat keberhasilan meningkat menjadi 96% pada usaha kedua. Darah disuntikkan ke dalam ruang epidural untuk menutup lubang di dura. 2.15.
Kontraindikasi
•
Gejala neurologist yang tak teridentifikasi
•
Penyakit saraf aktif
•
Sepsis terlokalisasi di daerah pinggang
•
Generalised sepsis
•
Koagulopati
Hematoma epidural,jarang terjadi tapi berpotensi bencana pada anestesi epidural. Ruang epidural diisi oleh jaringan yang kaya pleksus vena, dan tusukan vena ini, dengan perdarahan ke dalam ruang epidural, dapat mengarah pada perkembangan pesat hematoma yang dapat menyebabkan kompresi saraf tulang belakang, dan dapat menyebabkan ketidaknyaman pasien termasuk paraplegia. Untuk alasan ini, koagulopati atau perawatan antikoagulasi dengan antikoagulan heparin telah lama menimbulkan kontraindikasi mutlak bagi blokade epidural. Infeksi,langka, tapi berpotensi menyebabkan komplikasi serius. Organisme patogen dapat masuk ke dalam ruang epidural jika tidak diamati selama kinerja blok. Patogen yang paling umum adalah Staphylococcus aureus dan streptokokus. Meningitis telah digambarkan, seperti adanya abses epidura. Di samping gejala kompresi sumsum tulang belakang yang dijelaskan di atas, pasien mungkin menunjukkan tanda-tanda infeksi seperti pireksia dan peningkatan jumlah sel putih. Sekali lagi, indeks tinggi kecurigaan diperlukan, dan bedah dekompresi dari abses harus dilakukan tanpa penundaan. Kegagalan blok dapat terjadi sebagai akibat dari banyak faktor, yang paling penting adalah pengalaman operator. Hilangnya perlawanan kinerja selama blok dapat mengakibatkan masuknya kateter epidural ke area lain dari ruang epidural, sehingga kegagalan dapat terjadi saat membangun anestesi. Penyempitan segmental kadang-kadang terjadi karena alasan-alasan yang tidak jelas, tetapi dapat pula diasumsikan sebagai hasil dari variasi anatomi dari ruang epidural, sehingga anestesi lokal gagal untuk menyebar secara merata di seluruh ruang. Hasilnya adalah bahwa beberapa akar saraf adalah kurang direndam dengan anestesi lokal, sehingga meninggalkan dermatom akar saraf ini, akhirnya anaesthesinya buruk. Blokade sepihak kadangkadang terjadi, dan ini dianggap sebagai hasil dari sebuah septa ruang epidural, dengan kegagalan anestesi lokal untuk menyebarkan ke setengah dari ruang epidural. Posisi pasien dengan sisi diblokir ke bawah kadang-kadang berhasil dalam memungkinkan penyebaran anestesi lokal ke sisi dependen, memberikan anestesi bilateral.
3. Anestesi caudal Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural,karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus
sakralis.Hiatus sakralis ditutupi oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog degan
gabungan
antara
ligamentum
supraspinosum,ligamentum
interspinosum,dan
ligamentum flavum.Ruang kaudal berisi saraf sacral,pleksus venosus,felum terminale dan kantong dura. Indikasi: Bedah daerah sekitar perineum,anorektal misalnya hemoroid,fistula paraanal. 3.1.
Teknik anestesi kaudal 1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral,terutama pada wanita hamil. 2. Dapat
digunakan
jarum
suntik
biasa
atau
jarum
dengan
kateter
vena(venocath,abbocath) ukuran 20-22 pada pasien dewasa. 3. Pada dewasa biasanya digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/segmen) 4. Pada anak prosedur lebih mudah 5. Identifikasi hiatus sakralis diperoleh dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri yang sangat teraba pada penderita kuru dan spina iliaka superior posterior.Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis. 6. Setelah dilakukan a dan antiseptic pada daerah hiatus sakralis,ditusukkan jarum
mula mula 90° terhadap kulit.Setelah diyakini masuk kanalis sakralis arah jarum diubah 45-60 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm.Kemudian suntikkan Na Cl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan dikulit untuk menguju apakah cairan masuk dengan benar di kalnalis kaudalis.
3.2.
Efek Fisiologis Neuroaxial Block 1. Efek Kardiovaskuler: -
Akibat dari blok simpatis , akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal , 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi block pada level yang sama. Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi: -
Bila terjadi spinal tinggi
atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan terjadinya respiratory arrest. -
Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menmyebabkan gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
3. Efek Gastrointestinal:
-
Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.
BAB V
KESIMPULAN
Obat
untuk
menghilangkan
nyeri
terbagi
dalam
2
kelompok,yaitu
analgetik
dan
anestesi.Analgetik adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien.Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri,tetapi selalu meringankan rasa nyeri.Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainnya tetap sadar. Secara umum anestesi dibagi menjadi dua,yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya kesadaran secara total dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blockade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.Dan anestesi regional dibagi menjadi sentral dan perifer.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, S.A, Suryadi, K.A, Dachlan, M.R. Petunjuk Praktis Anestesiologi.Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h 97-127 2. Robyn Gmyrek, M.D. Local dan regional
anesthesia.http://emedicine.medscape.com/article/1831870overview#a15.Accesed in October,14,2012. 3. Casey,W.F. Intravenous regional . http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u01/u01_003.htm.Accesed in October,14,2012.