PLURALITAS AGAMA PERSPEKTIF ISLAM PADA KORAN SEPUTAR INDONESIA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh Nina Rizki NIM: 108051000079
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 28 April 2015
Nina Rizki
ABSTRAK Di tengah derasnya kemajuan teknologi dan alat komunikasi, surat kabar mampu bertahan dalam eksistensinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi. Surat kabar berperan dalam menyuguhkan pemberitaan pluralitas agama terhadap masyarakat. Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk menjadikan koran Seputar Indonesia (SINDO) sebagai acuan dalam pemberitaan pluralitas agama. Koran SINDO memiliki segmentasi pembaca golongan menengah ke atas yang konsen akan pendidikan, sehingga memberikan kebebasan kepada pembaca untuk menyerap informasi sekaligus menjadi gatekepper, khususnya terhadap berita pluralitas agama. Penelitian ini berjudul “Pluralitas Agama Perspektif Islam Pada Koran Seputar Indonesia” dengan menggunakan analisis framing Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) sebagai alat analisis pemberitaan pluralitas agama pada koran SINDO. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menjelaskan bagaimana pemberitaan koran SINDO mengemas pemberitaan pluralitas agama secara sintaksis (cara wartawan menyusun fakta), skrip (cara wartawan mengisahkan fakta), tematik (cara wartawan menulis fakta) dan retoris (cara wartawan menekankan fakta). Berdasarkan hasil penelitian yang selama ini dilakukan dapat diketahui bahwa koran SINDO sangat konsen terhadap pemberitaan pluralitas agama. Hal tersebut juga terbukti dengan disediakan kolom khusus kepada tokoh pluralitas agama untuk berpartisipasi menyumbangkan karya tulisnya. Pemberitaan yang dilakukan koran SINDO dilakukan tanpa keberpihakan kepada agama mayoritas dan minoritas. Pemberitaan terkait pluralitas agama dilakukan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan pembaca. Pemberitaan koran SINDO banyak terdapat judul berita untuk menghimbau kepada pembaca untuk melestarikan pluralitas agama. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan korelasi dengan teori pluralitas agama Anis Malik Thoha (2005). Dimana teori ini memandang pluralitas berdasarkan segi tauhid, sunnatullah, kebebasan beragama, pluralitas membutuhkan frame of reference. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis melakukan analisis pada enam berita Koran SINDO berkaitan dengan kegiatan agama Islam dan agama Kristen dengan menggunakan teori framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, serta Anis Malik Thoha. Penelitian ini melakukan analisis judul berita “Tradisi Menyambut Ramadhan,” “Jaga Prinsip Pluralisme dan Toleransi,” “Sambut Lebaran Istana Negara dibuka Dua Jam,” “Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan,” “Metamorfosis Beragama,” dan “Natal Membangun Jiwa yang Terang.” Dari analisis tersebut dapat disimpulkan pemberitaan Koran SINDO sesuai dengan perspektif Islam. Meskipun demikian pemberitaan dilakukan secara netral, tanpa keberpihakan kepada agama apapun. Hal itu sangat berkaitan dengan fungsi utama komunikasi sebagai penyedia informasi kepada khalayak.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya yang diberikan, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sosok yang menjadi panutan umat Islam. Adapun tugas akhir yang berjudul ”Pluralitas Agama Perspektif Islam Pada Koran Seputar Indonesia” ini disusun sebagai syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S-1) pada program studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) , Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan penulis untuk memberi ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. Arief Subhan, M.Ag, serta para pembantu dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
2. Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Rachmat Baihaky, MA dan Sekertaris Jurusan Fita Fathurokhmah, M.Si atas dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA, Ph.D sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, menjadi inspirasi dan selalu memotivasi, mendukung, mengkritisi skripsi ini guna menjadi peneliti yang baik. 4. Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Bapak dan Ibu Dosen selalu berada dalam lindungan Allah SWT, sehingga ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat di kemudian hari. 5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan sangat istimewa penulis ucapkan dengan penuh rasa hormat, rendah hati dan cinta kasih kepada Ayahanda H. Rohmatullah dan Ibunda Hj. Bahiyyah atas do’a, nasihat, dukungan moril dan materil, serta segala jasa-jasa beliau yang tak terkira bagi kehidupan penulis. 6. Adik-adik tercinta Ainur Robitoh dan Balyan Rabaz atas motivasi, do’a dan bantuan dalam penulisan skripsi ini. 7. Dwi Sasongko sebagai narasumber dari pihak Koran SINDO yang telah meluangkan waktu membantu penulis dalam proses penelitian skripsi. 8. Seseorang terdekat dan terkasih, suami penulis Ahmad Zikri atas do’a dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan kelas KPI C angkatan 2008-2009 yang telah memberikan dukungan kepada penulis. iii
Akhirnya penulis berharap semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan yang terbaik dari rahmat Allah SWT. Semoga apa yang ditulis dalm skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbal a’lamin. Jakarta, 28 April 2015
Nina Rizki
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ........................................................................................................... i KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G. H.
Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................. 4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 6 Kajian Pustaka ....................................................................................... 7 Bingkai Teori ......................................................................................... 8 Metodologi Penelitian............................................................................ 11 Sistematika Penulisan ............................................................................ 16
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Framing ........................................................................................ 17 1. Pengertian Framing.......................................................................... 17 2. Konsep Framing .............................................................................. 19 3. Framing Model Zhongdan Pan dan Gerald M. kosicki ................... 21 C. Teori Berita dan Teks ........................................................................... 26 1. Konsep Berita .................................................................................. 26 2. Konsep Teks .................................................................................... 28 B. Teori Pluralitas Agama .......................................................................... 31 1. Pengertian Pluralitas dan Pluralisme Agama................................... 31 2. Sejarah Pluralitas dan Pluralisme Agama ........................................ 35 3. Islam, Pluralitas dan Pluralisme Agama .......................................... 37 BAB III PROFIL KORAN SEPUTAR INDONESIA A. Sejarah Singkat Koran SINDO .............................................................. 50 B. Visi dan Misi Koran SINDO .................................................................. 52 v
C. Profil Pembaca ....................................................................................... 54 D. Struktur Redaksional ............................................................................. 54 BAB IV PLURALITAS AGAMA PERSPEKTIF ISLAM: ANALISIS FRAMING A. B. C. D. E. F.
Analisis Berita “Tradisi Menyambut Ramadhan” ................................ 57 Analisis Berita “Jaga Prinsip Pluralisme dan Toleransi” ..................... 62 Analisis Berita “Sambut Lebaran Istana Negara Dibuka Dua Jam” .... 69 Analisis Berita “Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan” .................. 74 Analisis Berita “Metamorfosis Beragama” .......................................... 78 Analisis Berita “Natal Membangun Jiwa yang Terang” ...................... 83
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................ 89 B. Saran ...................................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era masyarakat informasi, media massa merupakan media yang paling intensif dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Kehadiran media massa membuat dunia dirasakan semakin kecil. Intensitas siaran media massa semakin menguat sejak terjadinya revolusi elektronika pada abad ke 20, di mana mampu menimbulkan pengaruh kuat terhadap kegiatan komunikasi bagi kehidupan umat manusia. Dengan berkembangnya teknologi, media massa pun menjadi semakin canggih dan pengaruhnya semakin meningkat. Informasi mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Bahkan, di luar angkasa muncul di setiap rumah bahkan dapat disaksikan pada saat peristiwa itu terjadi.1 Media massa merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian pesanpesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, televisi, radio, film bahkan Internet (new media). Surat kabar dijadikan sebagai alat untuk menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Fungsi yang paling utama surat kabar adalah sebagai penyedia informasi. Oleh karena itu, sebagian besar rubrik yang terdapat dalam surat kabar terdiri atas berbagai jenis berita. Untuk menarik minat pembaca, surat kabar juga menyisipkan fungsi hiburan. Misalnya saja terdapat artikel ringan, cerita bersambung, cerita
1
Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 90.
1
2
bergambar. Selain itu, terdapat pula fungsi mendidik yang dapat tergambar pada artikel ilmiah, tajuk rencana, dan rubrik opini.2 Begitu banyak jenis pemberitaan yang terdapat pada surat kabar, mulai dari informasi, edukasi bahkan hiburan. Ketika pemberitaan surat kabar dinikmati oleh pembaca, maka terbentuklah konstruksi realitas terhadap suatu peristiwa. Untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media, maka dapat digunakan analisis framing untuk melihat bagaimana cara media memaknai, memahami dan membingkai peristiwa yang diberitakan.3 Framing dapat membantu media massa dalam penyampaian pesan kepada khalayak dalam jumlah besar. Sehinnga pesan yang disampaikan dapat diterima sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator. Di Indonesia, sangat beragam peristiwa dan fenomena yang menarik perhatian media untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Misalnya, fenomena sosial mengenai pluralitas agama. Menurut fatwa MUI, pluralitas agama merupakan “kondisi di mana terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan di suatu daerah ataupun di suatu negara.”4 Pluralitas agama yang dimiliki bangsa Indonesia, hendaklah tidak dijadikan pemicu konflik sosial yang dapat memecahkan perdamaian antara kaum mayoritas dengan kaum minoritas. Bahkan dalam UUD pasal 29 ayat 2 berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” Hal ini 2
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala dan Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 111-112. 3 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2008), h. 3-9. 4 Fatwa MUI Nomor: 7/ Munas/ VII/ MUI/ 11/ 2005
3
mencerminkan, bahwa masyarakat hendaknya saling menghormati agama lain untuk menciptakan integrasi sosial yang kuat. Selain itu, dalam UUD pasal 29 ayat 2 dijelaskan, bahwa negara Indonesia juga memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menganut agama kepercayaannya. Karena hal tersebut merupakan HAM yang dimiliki oleh warga negara. Media massa sebagai kontrol sosial mampu menciptakan integrasi sosial atas fenomena pluralitas agama yang terjadi. Melalui pemberitaan di surat kabar, hendaknya mampu mengonstruksi pola pikir mayarakat untuk menciptakan integrasi sosial tersebut. Menurut Eriyanto, framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing menolong khalayak untuk memproses informasi ke dalam kategori, kata-kata kunci dan citra tertentu yang dikenal.5 Oleh karena itu, framing dapat memudahkan khalayak dalam memahami fenomena pluralitas agama. Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk menganalisis teks pemberitaan di koran Seputar Indonesia (SINDO) yang terkait dengan pluralitas agama. Koran SINDO terbit perdana pada tanggal 30 Juni 2005, dengan target distribusi 1 juta pembaca yang tersebar di kota-kota besar Indonesia. Segmentasi pembaca koran SINDO adalah masyarakat kelas menengah ke atas dan berpendidikan. Dengan segmentasi pembaca tersebut mampu menciptakan integrasi sosial dalam fenomena pluralitas agama. Penelitian ini sangat penting dilakukan, mengingat sering terjadinya konflik antar agama di Indonesia. Misalnya saja konflik Poso yang terjadi pada tahun
5
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 140.
4
1998, yang disebabkan oleh kelompok muslim dan kelompok Kristen. Pada awalnya agama bukanlah penyebab utama terjadinya konflik. Perebutan kekuasaan,
kesenjangan
ekonomi,
kondisi
keamanan,
lemahnya
sistem
pemerintahan daerah merupakan akar terjadinya gejolak di Poso. Mayoritas penduduk Poso pemeluk agama Islam dan agama Kristen, hal inilah yang dijadikan pengikat solidaritas untuk mencapai tujuan, sehingga muncul konflik yang berlatarbelakang agama.6 Kesadaran akan sakralnya nilai agama menjadi sangat penting, sehingga tidak disalahgunakan sebagai pemicu konflik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pemberitaan melalui media koran SINDO melakukan perannya sebagai kontrol sosial untuk mengonstruksi pola pikir masyarakat mengenai cara menciptakan integrasi sosial (penyatuan masyarakat) di tengah problematika pluralitas agama. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis akan melakukan penelitian skripsi dengan
judul “Pluralitas Agama Perspektif Islam pada Koran Seputar
Indonesia (SINDO).” B. Batasan dan Rumusan Masalah Supaya penelitian yang dilakukan lebih terarah dan menghasilkan suatu kesimpulan terhadap problematika yang terjadi, maka penelitian hanya dilakukan pada pemberitaan koran SINDO edisi Agustus-Desember 2011. Pemilihan waktu tersebut karena terdapat peristiwa mengenai berbagai macam agama, seperti Hari Raya Idul Fitri, hari Raya Idul Adha, dan hari Raya Natal. Penulis melakukan analisis pada judul berita “Tradisi Menyambut Ramadhan,” “Jaga Prinsip 6
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Konflik Sosial Bernuansa Agama di Indonesia, h.102.
5
Pluralisme dan Toleransi,” “Sambut Lebaran Istana Negara Dibuka Dua Jam,” “Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan,” “Metamorfosis Beragama,” “Natal Membangun Jiwa Yang Terang.” Adapun rumusan masalah yang menjadi tolok ukur dalam penelitian ini adalah bagaimana pemberitaan pluralitas agama perspektif Islam pada koran SINDO ditinjau dari analisis framing? Adapun pertanyaan turunannya adalah: 1. Bagaimana pemberitaan pluralitas agama pada koran SINDO ditinjau dari segi sintaksis (cara wartawan menyusun fakta)? 2. Bagaimana pemberitaan pluralitas agama pada koran SINDO ditinjau dari segi skrip (cara wartawan mengisahkan fakta)? 3. Bagaimana pemberitaan pluralitas agama pada koran SINDO ditinjau dari segi tematik (cara wartawan menulis fakta)? 4. Bagaimana pemberitaan pluralitas agama pada koran SINDO ditinjau dari segi retoris (cara wartawan menekankan fakta)? C. Tujuan Penelitian Koran SINDO merupakan media massa yang bersikap tidak memihak terhadap kepentingan agama apapun. Koran SINDO selalu menyediakan pemberitaan untuk menjawab semua kebutuhan umat beragama di Indonesia. Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, mengakibatkan pemberitaan dalam koran SINDO dalam frekuensi lebih besar jika dibandingkan agama lain. Sepintas hal tersebut terlihat keberpihakan SINDO terhadap agama tertentu, namun inilah upaya yang dilakukan redaksi SINDO untuk menjawab kebutuhan informasi berbagai pemeluk agama.
6
Segmentasi pembaca masyarakat kelas menengah atas, dirasakan mampu untuk menyeleksi berita berkaitan dengan agama tanpa memunculkan rasa kecemburuan sosial yang berpotensi memunculkan konflik. Penilitian yang penulis lakukan memiliki tujuan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang pentingnya media massa dalam mengonstruksi pola pikir masyarakat terhadap pluralitas agama. Sehingga nantinya masyarakat mampu melakukan integrasi sosial dengan penganut agama lain dan mampu meminimalisir terjadinya konflik. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan ilmiah, khususnya di bidang Komunikasi dan Penyiaran Islam. Selain itu, penelitian ini mampu memberikan penjelasan terhadap pihak universitas tentang bagaimana media massa mengonstruksi pola pikir masyarakat untuk menciptakan integrasi sosial terhadap fenomena pluralitas agama. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai framing sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan opini terhadap pekerja media untuk melakukan pemberitaan yang bermanfaat bagi masyarakat terkait pluralitas agama. Hal tersebut dikarenakan fenomena pluralitas agama membutuhkan peran media massa untuk menciptakan integrasi sosial. Hal ini berkaitan dengan
7
kehidupan manusia yang selalu berdampingan dengan media massa, khususnya surat kabar. E. Kajian Pustaka Sebelum penulis melakukan penelitian lebih mendalam dan menyusunnya menjadi sebuah karya ilmiah, maka penulis mengadakan kajian pustaka di Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Jakarta terhadap penelitian terdahulu. Beberapa kajian itu memiliki kemiripan judul, subjek dan objek penilitian dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Berikut ini beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis: “Konstruksi Realitas di Media Massa (Analisis Framing terhadap Pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P di Harian Kompas dan Republika” karya Donie Kadewanda, mahasiswa jurusan Komunikaasi dan Penyiaran Islam tahun 2008. Skripsi tersebut membahas bagaimana pemberitaan Baitul Muslimin PDI-P yang diberitakan oleh dua harian surat kabar yang berbeda, yaitu Kompas dan Republika. Selain itu, juga menjelaskan bagaimana pengaruh pemberitaan terhadap khalayak dari surat kabar yang berbeda terkait kasus Baitul Muslimin Indonesia. “Analisis Produksi Program „Forum Kerukunan Umat Beragama‟ di TVRI” karya Anne Chrisnasari Syahman, mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam tahun 2010. Skripsi ini menjelaskan bagaimana proses pra produksi, produksi, dan pasca produksi sebuah program tentang kerukunan umat beragama di TVRI. Proses analisis data dalam penelitian tersebut menggunakan analisis
8
program. Kajian acara tersebut di TVRI bertujuan untuk meminimalisir terjadinya konflik antar umat beragama di Indonesia. “Peran Harian Kompas dalam Memelihara Pluralitas di Indonesia” karya Fathan Nur Hamidi, mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam tahun 2011. Skripsi tersebut menjelaskan bagaimana peran harian Kompas menghadapi pluralitas agama, dalam hal ini peran harian Kompas dilatarbelakangi oleh kepemilikan media yang menyebabkan harian Kompas lebih berperan terhadap pemberitaan agama minoritas di Indonesia. Dari proses kajian pustaka yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada penelitian yang sempurna kemiripannya dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Hal tersebut karena, belum ada penelitian mengenai komunikasi massa yang memberitakan fenomena pluralitas agama dengan menggunakan analisis framing pada pemberitaan koran SINDO. F. Bingkai Teori Penelitian ini membahas tentang komunikasi massa dengan mennjadikan surat kabar SINDO sebagai media penyampai pesan kepada khalayak. Untuk menjadikan pesan mudah diterima, dimengerti dan dilakukan oleh khalayak terkait pluralitas agama, maka digunakan teori analisis framing Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki untuk menganalisis pemberitaan di koran SINDO.7
7
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2008)
9
Selain itu, penulis menggunakan teori pluralitas agama Anis Malik Thoha dalam penelitian.8 Framing sangat membantu proses komunikasi massa untuk mengemas pemberitaan menjadi lebih mudah di pahami, dimana ketika pemhaman pembaca mulai terbentuk maka akan menimbulkan aksi sosial yang positif terkait pluralitas agama. Untuk mempermudah penelitian, maka berikut bagan 0.1 yang terdiri atas teori dan metode penelitian yang digunakan.
8
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif, 2006).
10
Bagan 0.1: Bingkai Teoritis
Berita Pluralitas Agama pada Koran Seputar Indonesia
TEORI ANALISIS FRAMING: ZHONGDANG PAN DAN GERALD M. KOSICKI (1993)
SINTAKSIS (Cara wartawan menyusun fakta)
TEORI PLURALITAS AGAMA: ANIS MALIK THOHA (2005)
Dasar Pluralitas Agama dalam Perspektif Islam:
SKRIP (Cara wartawan mengisahkan fakta)
TEMATIK (Cara wartawan menulis fakta)
Tren-tren pluralisme agama dalam perspektif Islam:
RETORIS (Cara wartawan menekankan fakta)
Tauhid Pluralitas adalah Sunnatullah Kebebasan Beragama Pluralitas membutuhkan frame of reference
Islam dan Humanisme Sekular Islam dan Teologi Global Islam dan Sinkretistik Islam dan Hikmah Abadi
Pluralitas Agama Perspektif Islam pada Koran Seputar Indonesia
Sumber: Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2008). Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif, 2006).
11
Bagan 0.1 menjelaskan bahwa penelitian ini membahas komunikasi massa mengemas berita dengan menggunakan perangkat analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang meliputi sintaksis (cara wartawan menyusun fakta), skrip (cara wartawan mengisahkan fakta), tematik (cara wartawan menulis fakta), dan retoris (cara wartawan menekankan fakta). Teori pluralitas agama yang akan dibahas dalam skripsi ini berkaitan dengan pokok-pokok pemikiran Islam terhadap fenomena pluralitas agama yang berdasarkan pada Al-Qur‟an dan Hadits. Dasar-dasar teoritis pluralitas agama menurut Anis Malik Thoha meliputi (i) tauhid (ii) pluralitas merupakan sunnatullah (iii) kebebasan beragama (iv) pluralitas membutuhkan frame of reference. Selain itu, dalam skripsi ini membahas bagaiman Islam melakukan penilaian terhadap tren-tren pluralisme agama yang terdiri dari humanisme sekular, teologi global, sinkretistik, dan hikmah abadi. Pokok-pokok tersebut akan dikaji pada bab selanjutnya. G. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Penelitian merupakan suatu proses untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur atau bagaimana bagian-bagian berfungsi. Dalam buku Lexy J. Moleong, yang mengutip Bogdan dan Taylor, bahwa paradigma
12
penelitian yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah scientific paradigm (paradigma kuantitatif) dan naturalistic paradigm (paradigma kualitatif).9 Dalam penelitian kualitatif terdapat paradigma klasik, konstruksionis, dan kritis. Karena penelitian ini menggunakan analisis framing, yaitu melihat wancana sebagai hasil konstruksi realitas sosial, maka penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan.10 Pada penelitian ini melihat bagaimana berita pluralitas agama dikonstruksi oleh wartawan dan perusahaan media yang menaunginya. Ketika berita pluralitas agama diberitakan tidak terlepas dari pandangan wartawan dalam melihat realitas dari peristiwa pluralitas agama yang terjadi. Teks berita yang dihasilkan penulis lakukan analisis berdasarkan sintaksis, skrip, tematik dan retoris untuk melihat realitas peristiwa pluralitas agama dikonstruksi oleh wartawan dan media. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak berdasarkan pada prosedur statistik, melainkan pada nilai dan kualitas. Untuk menilai kualitas objek penelitian, maka dilakukan wawancara kepada pihak harian SINDO, melakukan pengamatan, atau mencari data yang bersumber dari buku, dokumen, jurnal ilmiah, dan lain-lain. Pendekatan kualitatif dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari sesuatu yang dapat diamati.
9
Dalam penelitian ini
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.49. Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h.13.
10
13
pendekatan kualitatif digunakan untuk menemukan konstruksi media massa dalam menciptakan integrasi sosial antar umat beragama dengan menggunakan teori analisis framing. Skripsi ini memiliki keterbatasan hasil penelitian, karena melakukan analisis pada berita lama, yakni pada berita SINDO edisi Agustus-Desember 2011. Selain itu tidak melakukan freelance (kerja lepas) di redaksi SINDO dan tidak mewawancarai seluruh wartawan. Penulis hanya melakukan analisis berita yang merupakan output teks dari redaksi yang telah diterbitkan. 3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek yang akan penulis amati dalam penelitian ini adalah teks berita Koran SINDO. Sedangkan objek penelitiannya adalah fenomena pluralitas agama di Indonesia, dalam hal ini terkait proses konstruksi realitas melalui pemberitaan pada rubrik news di harian SINDO. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data, penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan metode: a. Wawancara Penulis melakukan wawancara langsung kepada Dwi Sasongko sebagai wakil pemimpin redaksi koran SINDO yang berkaitan dengan pemberitaan isu pluralitas agama dan
bagaimana koran SINDO menciptakan integrasi sosial
antarumat beragama melalui konstruksi realitas media massa.
14
Seperti dijelaskan diatas, bahwa penulis tidak melakukan wawancara kepada semua wartawan karena yang diteliti merupakan berita lama dengan judul “Tradisi Menyambut Ramadhan,” “Jaga Prinsip Pluralisme dan Toleransi,” “Sambut Lebaran Istana Negara Dibuka Dua Jam,” “Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan,” “Metamorfosis Beragama,” “Natal Menyambut Jiwa yang Terang.” Berita tersebut merupakan hasil konstruksi dari peristiwa yang dihasilkan oleh wartawan Baderu, Akbar Insani, Mohammad Sahlan, Robbi Khadafi, Andi Setiawan, Rasasti Syarif, dan Maesaroh. b. Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi, yaitu dengan cara mengumpulkan buku-buku, artikel, bulletin, majalah, jurnal ilmiah dan dokumen tertulis lainnya yang berkaitan dengan proses analisis berita pluralitas agama. 5. Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif, pembahasan masalah dideskripsikan dengan dokumen-dokumen yang telah didapatkan. Setelah data-data tersebut terkumpul, maka data tersebut disajikan dan diolah dengan cara menghubungkan antara satu data dengan data yang lain dengan menerapkan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian berita pluralitas agama. Dalam penelitian ini digunakan teori analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Dimana komunikasi massa mengemas pemberitaan pluralitas agama dalam segi sintaksis, skrip, tematik dan retoris.
15
6. Teknik Analisis Data Berdasarkan bagan 0.1 di atas, penelitian ini menggunakan teknik analisis framing dan teori Pluralitas Agama dalam pengolahan data. Konsep framing digunakan dalam ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek khusus sebuah realitas yang dilakukan oleh media.11 Penelitian ini menggunakan analisis framing model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki. Dalam pendekatan ini prangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar, yaitu struktur sintaksis (cara wartawan menyusun fakta), struktur skrip (cara wartawan mengisahkan fakta), struktur tematik (cara wartawan menulis fakta), dan struktur retoris (cara wartawan menekankan fakta).12 Dalam buku Analisis Framing Eriyanto, Sintaksis adalah susunan kata dalam kalimat, bentuk sintaksis yang paling populer adalah struktur piramida terbalik yang dimulai dengan judul headline, lead, episode, latar dan penutup. Skrip adalah laporan berita yang disusun sebagai suatu cerita untuk menunjukkan keterkaitan suatu peristiwa dengan struktur 5W+1H. Tematik dapat diamati dari bagaimana berita diungkapkan oleh wartawan. Retoris berkaitan dengan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti dari sebuah pemberitaan.13 Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan teori Pluralitas Agama Anis Malik Thoha. Pemberitaan akan dianalisis berdasarkan teori keislaman yang
11
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 12. Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 175. 13 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 257-264. 12
16
terdapat unsur tauhid, pluralitas adalah Sunnatullah, kebebasan beragama, Pluralitas membutuhkan frame of reference. H.
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan memberikan sistematika sesuai dengan pedoman penulisan skripsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini dibahas dalam lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab I berisi Pendahuluan, mencakup Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Bingkai Teori, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. Kemudian dilanjutkan Bab II yang membahas mengenai Kajian Teori. Dalam bab ini dibahas mengenai teori analisis framing, teori pluralitas agama perspektif Islam dan teori Berita Teks. Bab III selanjutnya menjelaskan mengenai profil koran SINDO, yang terdiri atas sejarah, visi dan misi, segmentasi pembaca dan struktur redaksional harian SINDO. Setelah itu, diikuti dengan Bab IV yang menjelaskan analisis framing koran SINDO terhadap fenomena pluralitas agama dalam perspektif Islam. Akhirnya, Bab V sebagai Penutup, yang merupakan kesimpulan dan saransaran. Bagian terakhir memuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Framing 1. Pengertian Framing Analisis framing merupakan suatu teknik analisis yang masih terbilang baru yang memiliki perbedaan dengan analisis isi kuantitatif. Kaum konstruksionis menjadikan metode analisis ini semakin berkembang.14 Analisis framing digunakan untuk menganalisis bagaimana sebuah realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian berita dilakukan dengan cara bagaimana sebuah peristiwa di konstruksi.15 Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Perspektif itu menentukan bagian mana dari suatu peristiwa yang digunakan dan dihilangkan dalam penulisan berita.16 Menurut Tod Gitlin yang dimaksud framing adalah “ frames are principles of selection, emphasis, and presentation composed of little tacit theoris about what exist, what happens, and what matters.” Eriyanto menilai bahwa, frame media pada dasarnya seperti ketika melihat peristiwa yang terjadi sehari – hari. Wartawan melihat peristiwa yang terjadi menurut perspektifnya kemudian dikemas dalam sebuah frame yang mudah dipahami dan menarik perhatian khalayak.17
14
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 11. Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 3. 16 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 68. 17 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 69. 15
17
18
Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis yang diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Pandangan ini mempunyai panilaian tersendiri terhadap suatu berita.18 Burhan Bungin menjelaskan, bahwa teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Tiga proses ini terjadi di antara individu satu dengan individu lainnya dalam masyarakat.19 Menurut Burhan Bungin dengan mengadopsi pemikiran Petter L Berger tugas pokok sosiologi pengetahuan adalah menjelaskan dialektika antara diri dengan dunia sosiokultural. Dialektika ini berlangsung dalam proses moment simultan. Pertama, eksternalisasi dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Kedua, obyektivasi yakni interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan. Ketiga, internalisasi yakni proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi sosial. Dari momen dialektika tersebut memunculkan suatu proses konstruksi sosial yang dilihat dari buatan interaksi intersubjektif.20 Bagaimana menerapkan gagasan Berger mengenai konstruksi realitas ini dalam konteks berita? Sebuah peristiwa tidak bisa dipandang secara sama persis dengan realitas dalam penulisan berita.
Bisa saja peristiwa yang sama
menghasilkan teks yang berbeda, karena wartawan melihat suatu peristiwa
18
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 13. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Massa (Jakarta: Kencana, 2008), h. 202. 20 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana, 2008), h. 15. 19
19
melalui konstruksi realitas. Selain itu berita yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh prinsip perusahaan media tempat para wartawan bekerja21 2. Konsep Framing Ada dua aspek dalam framing, yaitu pemilihan fakta atau realitas, dan menuliskan fakta. Proses pemilihan fakta didasarkan pada perspektif wartawan, ketika melihat suatu peristiwa maka digunakan pandangan wartawan untuk menentukan bagian mana yang dipilih atau dibuang. Jadi memungkinkan peristiwa yang sama akan diberitakan dengan gaya berbeda oleh media – media. Proses menuliskan fakta berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih disajikan kepada khalayak secara menarik dengan melakukan penekanan makna. Hal itu dilakukan dengan melakukan pemilihan kata yang tepat, posisi berita, susunan antar kalimat, gambar dan sebagainya.22 Wartawan mengumpulkan fakta lewat pengamatan, wawancara atau melakukan riset dokumentasi. Berita yang baik hanya dapat ditulis apabila didukung oleh fakta yang lengkap dan akurat. Setelah itu dilakukan proses pendeskripsian oleh wartawan yang harus menjawab 5W+1H dengan kalimat yang menarik perhatian khalayak.23 Penulisan fakta biasanya ditulis dengan gaya piramida terbalik, yaitu semua yang dianggap paling penting diletakkan pada lead. Gaya piramida terbalik memudahkan redaktur untuk menentukan bagian berita sangat penting terletak di atas dan yang kurang penting terletak dibawah.24
21
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 17. Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 69-70. 23 Anggota IKAPI, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 43. 24 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 57. 22
20
Konsep framing sebagai studi analisis media sangat dipengaruhi oleh aspek psikologis dan sosiologis. Dalam aspek psikologis, framing merupakan strategi bagaimana wartawan mengemas dan menekankan pesan menjadi bermakna, lebih mencolok, dan menarik perhatian publik.25 Selain itu, konsep framing juga dipengaruhi aspek sosiologis, yakni struktur organisasi perusahaan yang bergerak dibidang berita dan pembuat berita membentuk berita secara bersama-sama. Ini menempatkan media sebagai organisasi kompleks yang di dalamnya terdapat praktik profesional.26 Pada aspek sosiologis ini menyebabkan perspektif wartawan harus disesuaikan dengan peratutan yang dibuat oleh perusahaan berita tersebut. Efek framing yang paling mendasar adalah “realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana.” Melalui framing, wartawan membantu khalayak untuk menyajikan peristiwa menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh khalayak. Misalnya saja gejolak di Indonesia pada tahu 1998 dengan menggunakan kata “kerusuhan.”27 Dalam menyiapkan berita yang akan mengonstruksi pemahaman kepada khalayak, maka media memiliki tiga hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, keberpihakan media terhadap kapitalisme. Yakni, media massa dalam mengemas berita harus memberikan keuntungan modal kepada perusahaan media tersebut. Kedua, keberpihakan semu kepada masyarakat. Dalam hal ini, media berusaha menciptakan berita yang menarik untuk menarik minat perhatian khalayak. Namun pada akhirnya menyimpang dari tujuan utama, yaitu bertujuan 25
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 72. Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 80. 27 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 140. 26
21
untuk menjual berita dan menaikkan ratting. Ketiga, keberpihakan kepada kepentingan umum. Yaitu, ketika perusahaan media massa menggaungkan visi dan misi namun tak pernah direalisasikan.28 Ketika media akan melakukan pemberitaan sangat konsen dengan tiga hal tersebut. Dalam mengonstruksi media, keberpihakan media kepada kapitalis menjadi sangat dominan. Hal ini terlihat dari bagaimana media membuat berita semenarik mungkin untuk menghasilkan banyak keuntungan. Jika media lebih mementingkan kebutuhan khalayak, maka pasti keberpihakan tersebut harus menghasilkan uang bagi pasar media.29 3. Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Terdapat empat model analisis framing yang digunakan dalam penelitian teks media. Pertama, analisis framing menurut Murray Edelman dilihat berdasarkan kategorisasi dan ideologi. Kategorisasi merupakan pemakaian perspektif dan kata-kata tertentu untuk mengarahkan bagaimana fakta dipahami. Kategori membantu raealitas yang beragam menjadi realitas yang memiliki makna.30 Menurut Edelman seringkali terjadi kesalahan dalam kategorisasi karena dipengaruhi ideologi. Hal tersebut karena bahasa politik yang digunakan bukan menunjukkan suatu realitas melainkan menunjukkan apa dan siapa yang diuntungkan dan dirugikan. Oleh karena itu ideology membutuhkan dasar
28
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana, 2008), h. 196. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana, 2008), h. 197. 30 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media , h.156. 29
22
pembenar, sehingga ketika terjadi perbedaan sikap, maka realitasnya tetap sama namun disampaikan dalam bahasa berbeda.31 Kedua, analisis framing menurut Robert N. Entman dilihat dari dimensi seleksi isu dan penekanan atau penonjolan realitas. Dimensi tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai dan ideologi wartawan dalam proses produksi berita. Pola penonjolan realitas tidak dimaknai sebagai bias, melainkan bertujuan untuk menyuguhkan pandangan tertentu kepada publik supaya pandangannya lebih diterima.32 Ketiga, analisis framing menurut William A. Gamson, menurutnya terdapat hubungan antara wacana media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi lain. Wacana media merupakan elemen penting untuk memahami pendapat umum yang berkembang terhadap suatu peristiwa. Pendapat umum dipengaruhi bagaimana media mengemas dan menyajikan suatu isu. Menurut Gamson sebagai pakar bidang sosial, gerakan sosial dipengaruhi oleh studi media. Menurutnya framing sangat berpengaruh terhadap gerakan sosial, karena framing berperan dalam membentuk pemahaman pembaca terhadap suatu isu yang bisa memunculkan gerakan sosial.33 Keempat, model framing yang diperkenalkan oleh Pan dan Kosicki, menurutnya, dalam buku Eriyanto, model ini berasumsi bahwa “setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame berhubungan dengan makna, bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa
31
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media , h.165-166. Alex Sobur, Analisis Teks Media , h.163. 33 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 217-218. 32
23
dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.” Dalam perangkat ini, perangkat framing dapat dibagi ke dalam empat struktur besar, yang akan digambarkan pada bagan di bawah ini:34 Tabel 1 STRUKTUR
PRANGKAT FRAMING
UNIT
YANG
DIAMATI Sintaksis: Cara wartawan menyusun fakta
1. Skema berita
Skrip: Cara wartawan mengisahkan fakta Tematik: Cara wartawan menulis fakta
2. Kelengkapan berita
Retoris: Cara wartawan menekankan fakta
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Detail Koherensi Bentuk kalimat Kata ganti Leksikon Grafis Metafora
Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup 5W + 1H
Paragraf, proposisi, Kalimat, hubungan antar kalimat Kata, idiom,gambar/foto, Grafik
Sumber: Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media karya Eriyanto.
35
Pertama, struktur sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa, pernyataan opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan umum peristiwa. Bentuk sintaksis yang paling populer adalah struktur piramida terbalik, yang dimulai dengan judul headline, lead, episode, latar dan penutup. Headline merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan tinggi yang menunjukkan kecendrungan berita. Headline menggambarkan bagaimana wartawan mengonstruksi peristiwa
34 35
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 255. Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 256.
24
supaya mampu menarik perhatian pembaca.
36
Selain headline, lead merupakan
perangkat sintaksis lain yang sering digunakan. Lead memberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan.37 Dalam penulisan berita, dilakukan pemilihan sudut pandang yang penting dan menarik bagi pembaca. Sudut pandang sering digunakan untuk memilih sisi lain suatu peristiwa yang ditulis sebagai follow up news, feature, atau laporan mendalam.38 Perangkat sintaksis selanjutnya yaitu latar, merupakan bagian berita yang dapat memengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak di bawa. 39 Penutup merupakan perangkat sintaksis yang terakhir. Sebagai penutup, alinea ini harus mengarahkan akhir dari sebuah peristiwa dan membawa pemahaman tertentu kepada khalayak.40 Kedua, struktur skrip. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan peristiwa dalam bentuk berita. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W+1H, what (apa), who (siapa) why (mengapa), where (di mana), when (bilamana), dan how (bagaimana).41 Pertanyaan “apa” yang terjadi, akan menyebabkan wartawan mengumpulkan fakta yang berkaitan dengan hal-hal yang dilakukan oleh pelaku dalam suatu peristiwa. Pertanyaan “siapa” akan mengundang fakta yang berkaitan dengan setiap orang yang terlibat dalam peristiwa. Daya tarik berita akan meningkat karena orang tersebut biasanya orang terkenal. Pertanyaan “mengapa” akan mengundang jawaban latar belakang dari 36
Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 258. Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 258. 38 Anton M. Moeliono, dkk., Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, h. 143. 39 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 258. 40 Anggota IKAPI, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, h. 150. 41 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 260. 37
25
suatu tindakan ataupun penyebab suatu peristiwa. Pertanyaan “di mana” menyangkut tempat peristiwa. Nama tempat harus dapat diidentifikasi dengan jelas, sehingga pembaca memperoleh gambaran mengenai tempat yang disebutkan. Pertanyaan “bilamana” akan menyangkut waktu peristiwa ataupun kemungkinan-kemungkinan waktu yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Pertanyaan “bagaimana” akan memberikan fakta yang berkaitan dengan proses peristiwa yang diberitakan.42 Skrip adalah salah satu strategi wartawan dalam mengonstruksi berita. Bagaimana peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian sesuai urutan tertentu.43 Ketiga, struktur tematik. Tematik berhubungan dengan “bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.”44 Hal ini sangat penting dilakukan untuk memberikan berita tentang suatu peristiwa kepada khalayak dalam bentuk yang mudah dipahami dan menarik. Keempat, struktur retoris. Wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Perangkat retoris digunakan wartawan untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Elemen struktur retoris yang penting dipakai oleh wartawan adalah leksikon, pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menggambarkan peristiwa. Selain lewat kata, penekanan pesan dalam berita juga
42
Anton M. Moeliono, dkk., Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, h. 5354. 43 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 261. 44 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 255.
26
dapat dilakukan menggunakan unsur grafis, seperti foto, gambar dan tabel untuk mendukung gagasan.45 B. Teori Berita dan Teks 1. Konsep Berita Banyak definisi berita atau news yang dapat diketahui dari berbagai literatur. Di kalangan wartawan ada yang mengartikan news sebagai singkatan dari north (utara), east (timur), west (barat), south (selatan). Mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat penjuru mata mata angin tersebut, laporan dari mana-mana, dari berbagai tempat di dunia ini.46 Secara ringkas dapat dikatakan bahwa berita adalah jalan cerita tentang peristiwa. Ini berarti bahwa suatu berita setidaknya mengandung dua hal, yaitu peristiwa dan jalan ceritanya.47 Peristiwa perlu diberitakan paling tidak berdasarkan dua alasan, yaitu untuk memenuhi tujuan politik keredaksian suatu media massa atau memenuhi kebutuhan pembaca.48 Frank Luther Mott dalam buku Onong Uchjana, menyatakan bahwa paling sedikit ada delapan konsep berita yang meminta perhatian kita. Konsep tersebut adalah sebagai berikut:49 a. Berita sebagai laporan tercepat. Konsep ini menjadikan peristiwa yang baru saja terjadi akan menarik perhatian pembaca.
45
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 264-266. Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 67. 47 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 55. 48 Anggota IKAPI, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, h. 19. 49 Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi, h. 68. 46
27
b. Berita sebagai rekaman. Berita pada media cetak bisa dijadikan dokumentasi yang penting bagi pembaca. Sehingga bisa digunakan jika suatu saat diperlukan untuk bahan referensi. c. Berita sebagai fakta objektif. Sebuah berita yang disajikan hendaklah sesuai dengan peristiwa sebenarnya yang terjadi di lapangan. Perspektif wartawan yang diterapkan dalam pembentukan berita jangan sampai menimbulkan kebohongan publik. d. Berita sebagai interpretasi. Berita dikemas untuk memberikan pemahaman atas peristiwa yang terjadi kepada pembaca. Misalnya saja peristiwa yang berkaitan dengan bidang keilmuan, politik, ekonomi, dan budaya yang ditafsirkan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca. e. Berita
sebagai
sensasi.
Pemberitaan
mengemas
peristiwa
secara
menggemparkan untuk menarik perhatian pembaca. f. Berita sebagai minat insani. Berita peristiwa tentang peristiwa yang mengharukan dan menyentuh hati mampu menarik perhatian pembaca. g. Berita sebagai ramalan. Wartawan menyajikan pemberitaan tentang keadaan masa depan kepada pembaca. Misalnya pemberitaan tentang kondisi pemanasan global yang akan merusak lingkungan di masa yang akan datang. h. Berita sebagai gambar. Untuk memberikan pemahaman kepada pembaca, dalam pemberitaan dilengkapi dengan ilustrasi, bagan atau tabel untuk menjelaskan suatu peristiwa. Hal yang menjadikan suatu peristiwa sebagai layak berita adalah adanya unsur penting dan menarik dalam kejadian tersebut inilah yang menentukan
28
bahwa peristiwa itu akan ditulis sebagai berita jurnalistik. Secara umum, peristiwa yang dianggap mempnyai nilai berita adalah yang mengandung satu atau beberapa unsur berikut:50 Penting Significance (Penting) Magnitude (Besar) Timeliness (Waktu) Proximity (Kedekatan) Prominence (Tenar) Human Interest (Manusiawi) Menarik Unsur tersebutlah yang menentukan bagaimana sebuah berita menjadi layak atau tidak. Jika sebuah berita yang di informasikan mendekati unsur significance, maka semakin penting berita tersebut bagi pembaca. Sebaliknya, jika sebuah berita bersifat human interest (manusiawi),maka akan semakin menarik perhatian pembaca. Berita dari sebuah peristiwa akan memiliki nilai yang lebih mendalam bagi pembaca jika memiliki unsur keduanya, yakni signicance dan hhuman interest.51 2. Konsep Teks Proses komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan untuk menyampaikan sebuah pesan. Sebagai media cetak, informasi yang disampaikan kepada pembaca berupa tulisan dalam bentuk teks. Untuk menghasilkan teks
50 51
Anggota IKAPI, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, h. 27. Anggota IKAPI, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, h. 30.
29
media cetak kepada pembaca, maka wartawan harus memiliki keterampilan dan keahlian dalam bahasa jurnalistik. Wartawan menuliskan berita dengan menggunakan bahasa jurnalistik yang mudah dimengerti oleh pembaca, karena tidak semua pembaca memiliki cukup waktu untuk memahami isi tulisan tersebut. Bahasa jurnalistik dalam media cetak juga harus bisa dipahami oleh pembaca yang berintelektual rendah. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikaasi massa yang berfungis sebagai penyambung lidah masyarakat untuk menyampaikan informasi.52 Berita pada media cetak dinilai baik jika menggunakan bahasa yang baik dan benar, sehingga dapat menarik minat pembaca dan pesan bias tersampaikan secara baik. Bahasa tulisan dan lisan memiliki karakteristik yang berbeda, bahasa tulisan tidak disertai dengan intonasi, gerak dan situasi yang dapat digunakan pada bahasa lisan. Penggunaan bahasa tulisan dibutuhkan ketelitian, konstruksi kalimat yang lebih logis, kemampuan pemilihan dan pembentukan kata yang lebih tepat.53 Menurut Budiman, yang dimaksud dengan teks adalah:“Seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima melalui medium tertentu dan dengan kode-kode tertentu. Pihak penerima yang menerima tanda tersebut sebagai teks, segera mencoba menafsirkannya berdasarkan kodekode yang tepat dan telah tersedia.”54 Dalam teori bahasa, yang dimaksud dengan teks adalah “Himpunan huruf yang membentuk kata dan kalimat yang dirangkai dengan sistem tanda yang
52
Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h.6. Anggota IKAPI, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, h. 89. 54 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 53. 53
30
disepakati oleh masyarakat, sehingga sebuah teks ketika dibaca bias mengungkapkan makna yang dikandungnya.”55 Teks pada media cetak disusun oleh wartawan profesional pada bidang jurnalis. Informasi yang ingin disampaikan kepada pembaca membutuhkan teks yang dibentuk secara teliti, dilandasi dengan kemahiran pembentukan kata, mencermati ejaan, dan bagaimana pemilihan kata. Sebagai pembaca juga harus memiliki sikap kritis terhadap teks yang disampaikan, sehingga mampu menerima pesan secara positif dan bijak. Pada dasarnya teks, konteks dan wacana merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan. Menurut Guy Cook, teks merupakan semua bentuk bahasa, bukan hanya dalam bentuk yang tertulis, melainkan semua bentuk ekspresi komunikasi. Konteks merupakan segala sesuatu yang berada di luar teks dan memengaruhi pemakaian bahasa, misalnya saja kondisi dan suasana saat produksi teks. Sedangkan wacana merupakan teks dan konteks dilihat secara bersama-sama dalam proses komunikasi.56 Pada sebuah teks berita biasanya memiliki konteks yang spesifik, tidak jarang konteks dituliskan secara samar oleh wartawan dalam sebuah berita. Konteks pada penulisan berita dalam media massa sangatlah penting. Hal tersebut bertujuan supaya reporter terhindar dari sikap bias dan prasangka dalam penulisan berita.57
55
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 59. Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 56. 57 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h.59. 56
31
Misalnya saja sebuah peristiwa akan diartikan secara berbeda oleh media massa sesuai konteks yang terbentuk. Pemberitaan tentang kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah, media massa ada yang memandang tentang bagaimana dampak kenaikan harga BBM yang dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah. Sedangkan media massa lain lebih memandang tentang kebijakan dan tujuan pemerintah terkait dengan kenaikan harga BBM C. Teori Pluralitas Agama 1. Pengertian Pluralitas dan Pluralisme Agama Pada era modern, fenomena pluralitas agama telah menjadi fakta sosial yang harus dihadapi oleh masyarakat. Manusia secara global merasakan bagaimana hidup berdampingan dengan berbagai penganut agama lain dalam satu negara, dalam satu wilayah, dan satu kota dan bahkan dalam satu gang yang sama. Fenomena demikian bagi masyarakat yang belum terbiasa hidup dengan rasa damai, tentu akan menimbulkan problematika tersendiri.58 Istilah “pluralisme agama” masih sering mengandung pengertian yang kabur, meskipun terminologi ini begitu populer dan tampak disambut hangat secara universal. Secara etimologis, pluralisme agama, berasal dari dua kata yaitu “pluralisme” dan “agama.” Dalam bahasa Arab diterjemahkan “al-ta‟addudiyah al-diniyyah” dan dalam bahasa Inggris “religious pluralism.” Oleh karena istilah pluralisme agama berasal dari bahasa Inggris, maka untuk mendefinisikannya secara akurat harus merujuk pada kamus bahasa tersebut.59 Dalam kamus Inggris John M. Echols dan Hassan Shadily, menjelaskan bahwa, religious berarti “yang 58 59
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif, 2006), h. 2. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis , h. 11.
32
berhubungan dengan agama, beragama, dan beriman.”60 Sedangkan pluralism dalam kamus Rudy Hariyono dan Antoni Idel berarti “jamak, hal merangkap berbagai jabatan, orang banyak.”61 Dalam kamus teologi, pluralisme merupakan “pandangan filosofis yang tidak mau mereduksikan segala sesuatu pada satu prinsip terakhir, melainkan menerima adanya keragaman. Pluralisme dapat menyangkut bidang kultural, politik dan relijius.”62 Dalam Ensikopedi Ilmu-Ilmu Sosial, masyarakat plural sudah banyak digunakan pada tahun 1960. Yakni untuk menjelaskan masyarakat pada sebuah Negara atau bangsa yang ditandai dengan pemetakan antara kelompok-kelompok etnis, ras, agama atau bahasa. Hal ini tergambar dari Negara lama yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa Bangsa, hanya segelintir saja yang merupakan Negara bangsa yang memiliki penduduk murni dari wilayah tersebut. Sedangkan selebihnya menunjukkan masyarakat yang memiliki beragam tingkat pluralitas.63 Sementara itu, definisi agama menurut Emile Durkheim dalam buku Betty R. Scharf adalah: “sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan
yang berkaitan dengan benda-benda sakral, yakni katakanlah, benda-benda yang terpisah dan terlarang, kepercayaan-kepercayaan, dan peribadatanperibadatan yang mempersatukan semua orang yang menganutnya ke dalam suatu komunitas moral yang disebut gereja.”64 Menurut Muhammad Abdullah Darraz dalam buku Anis Malik Thoha, untuk mendefinisikan agama bisa menggunakan dua pendekatan. Pertama 60
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, ), h. 476. Rudy Hariyono dan Antoni Idel. Kamus Lengkap Plus Idiom (Surabaya: Gitamedia Press, 2005), h. 342. 62 Gerald O‟ Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: P. Kanisius, 1996), h. 257. 63 Adam Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 767. 64 Betty R. Scharf, Sosiologi Agama (Jakarta: Kencana, 2004), h. 34. 61
33
sebagai keadaan psikologis, yakni melihat agama sebagai adanya konsep ketuhanan yang wajib disembah. Kedua sebagai hakikat eksternal, bahwa agama adalah sebagai panduan tata cara bagaimana mengatur ritual ibadah kepada Tuhan.65 “Pluralisme” jika dirangkai dengan “agama” sebagai predikatnya, maka bisa dikatakan bahwa “pluralisme agama” adalah kondisi hidup bersama antar agama yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.66 Terkait dengan nilai-nilai pluralisme dalam Islam, Al-Qur‟an sebagai kitab kaum muslim juga memberikan penjelasan terkait dengan pluralitas, yang jika dihayati maka hubungan antar sesama manusia dengan segala macam keanekaragaman ideologi, background sosial, etnik dan sebagainya dapat dijembatani melalui nilai-nilai pluralisme dalam Islam.67 Menurut Alwi Shihab pluralisme artinya: “bukan satu, tetapi plural, banyak. Dan banyak itu artinya berbeda, karena tidak ada yang sama. Maka kita harus bisa menghargai pendapat orang lain, karena dia berbeda dengan kita. Itulah yang sebenarnya kita inginkan di Indonesia ini, yaitu adanya respect terhadap pendapat orang lain, dan inilah arti demokrasi. Tidak memaksakan kehendak satu kelompok kepada kelompok yang lain. Tetapi saling berinteraksi dengan baik. Saling menghormati pendapat orang lain.”68 Pluralitas merupakan suatu keadaan yang berkaitan dengan Kehendak Tuhan atas kekhususan dan karakteristik atas makhluk yang diciptakanNya. 65
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 13. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h.14. 67 Sururin, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), h. 6. 68 Alwi Shihab, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), h. 17. 66
34
Sehingga keragaman tersebut tidak mungkin ditolak ataupun dihindari. 69 Dan pluralitas yang menyangkut agama menurut Muhammad Salim Al-Awwa yang berarti: “pengakuan akan eksistensi agama-agama yang berbeda dan beragam dengan seluruh karakteristik dan kekhususannya, dan menerima ke”lain”an yang lain beserta haknya untuk berbeda dalam beragam dan berkeyakinan.”70 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pluralitas agama dan pluralisme merupakan hal yang sangat berbeda. Dalam buku Adian Husaini dijelaskan bahwa pluralitas agama merupakan keadaan di mana terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan dalam suatu wilayah tertentu. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama) dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah, umat Islam tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.71 Sedangkan pluralisme agama merupakan paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan kebenaran agama bersifat relatif.72 Menurut Frans Magis, menganggap bahwa paham pluralisme menanamkan nilai sikap toleransi, karena hakikatnya toleransi tidak menuntut kita menjadi sama, baru kita bersedia saling menerima. Toleransi yang sebenarnya berarti menerima orang lain, kelompok lain, keberadaan agama lain, dengan baik, mengakui dan menghormati keberadaan mereka dalam keberlainan mereka.73
69
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 207. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 207. 71 Adian Husaini, Pluralisme Agama:Haram (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 3-6. 72 Adian Husaini, Pluralisme Agama:Haram h. 2. 73 Adian Husaini, Pluralisme Agama:Haram, h. 66. 70
35
2. Sejarah Pluralitas dan Pluralisme Agama Fenomena pluralitas agama mulai mendapat perhatian besar di kalangan cendekiawan muslim maupun non muslim pada abad ke 20, tepatnya setelah Perang Dunia II. Para cendikiawan tersebut banyak yang melakukan riset penelitian yang mengangkat hal pluralitas agama. Oleh karenanya, banyak menghasilkan karangan ilmiah dalam khazanah ilmu filsafat dan agama.74 Pemikiran pluralisme agama muncul pada abad ke 18 Masehi, tepatnya pada masa pencerahan Eropa. Pada saat itulah dimulainya perkembangan pemikiran modern. Yakni lahirnya pemikiran-pemikiran baru terpusat pada akal yang terbebas dari hakikat agama. Di tengah pergolakan pemikiran di Eropa, timbul sebagai dampak konflik yang terjadi antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu paham yang dikenal dengan “liberalisme” yang komposisi utamanya adalah kebebasan, toleransi, persamaan, dan keragaman atau pluralisme.75 Pada awal abad modern, pluralisme agama dijadikan sebagai respons dari terjadinya persoalan politik yang ditimbulkan oleh peletak dasar-dasar demokrasi. Dunia barat pada saat itu ingin melakukan modernisasi di segala bidang. Dan salah satu ciri dari modern adalah demokrasi, globalisasi dan HAM. Maka, dari sinilah lahir literasi politik. Jika dilihat dari konteks ini, maka pluralisme agama pada hakikatnya adalah gerakan politik bukan gerakan agama. Setiap manusia
74 75
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 49. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 18.
36
dipandang sama, tidak ada ras, suku, bangsa, atau agama yang berhak mengklaim bahwa dirinya paling unggul.76 Sebuah negara bangsa yang selalu menampilkan sikap harmonis, akan tetap memiliki keragaman dalam ras, kesukuan, dan agama. Demikian halnya gagasangagasan ideologi dan politis yang dicapai, pastilah memiliki perbedaan dalam pemikiran dan penilaian. Semenjak perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi menjadikan belahan dunia terasa dekat, maka keragaaman seluruh aspek kehidupan hendaklah diterima secara baik oleh manusia, dan secara hukum mesti dilindungi serta disahkan oleh segenap kelompok di seluruh dunia.77 Meskipun pluralisme sudah dikenal sejak zaman pencerahan di Eropa, namun belumlah mengakar pada kultur masyarakat. Baru ketika memasuki abad ke-20, gagasan pluralisme agama telah semakin kokoh dengan munculnya tokoh Kristen Ernst Troeltsch (1865-1923). Troeltsch melontarkan gagasan bahwa semua agama memiliki nilai kebenaran dan tidak ada satu agama apapun yang memiliki kebenaran mutlak.78Selama dua dekade terakhir abad ke-20, gagasan pluralisme agama telah mencapai fase kematangannya. Pluralisme agama, pada saat ini telah dimatangkan oleh pemikiran-pemikiran teolog modern dengan cara yang lebih diterima oleh penganut agama-agama.79 Sebenarnya pluralisme bukanlah hal baru dalam peradaban agama-agama di dunia.. Cikal bakal pluralisme agama ini telah muncul di India pada akhir abad ke-15. Akan tetapi, perkembangan pluralisme belum berkembang pesat ke 76
Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram, h. ix. Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan. Penerjemah Irfan Abubakar (Jakarta: Yayasan Paramadina, 2006), h. 2. 78 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 18. 79 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 19. 77
37
wilayah luar India. Setelah terjadi era globalisasi, maka interaksi antar agama di dunia kian berkembang pesat, maka banyak yang mengkaji agama-agama di Timur. Pada saat itulah paham pluralisme mulai berkembang. Terdapat perbedaan mendasar antara pemikiran pluralisme agama yang dicetuskan oleh teolog India dengan apa yang dicetuskan oleh Barat, khususnya Eropa. Gagasan pluralisme agama India lebih mempunyai akar teologis, karena kerangka dasarnya tetap bersumber dari ajaran Kitab Suci Hindu. Sementara di Barat gagasan ini lebih merupakan produk filsafat atheisme modern yang muncul pada saat pencerahan Eropa.80 Dalam studi Islam, paham pluralisme merupakan hal baru yang perlu dikaji secara mendalam. Paham pluralisme muncul akibat terjadinya interaksi Islam dengan pemikiran Barat. Pluralisme agama dalam wacana pemikiran Islam, baru muncul pada masa pasca Perang Dunia II, yaitu ketika generasi muda muslim diberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Barat. Di sisi lain, paham pluralisme mulai dikenal dari cendikiawan Barat yang beragama Islam.81 3. Islam, Pluralitas dan Pluralisme Agama Islam adalah agama yang membawa tujuan keselamatan bagi manusia. Kehadiran agama Islam guna menanamkan akhlak bagi manusia dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, Islam sangat menjunjung tinggi nilai kemanusian, selain bertujuan untuk mengajarkan nilai tauhid ketuhanan. Kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad tidak menghilangkan agama samawi dan tradisi
80 81
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 20. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 23.
38
budaya lokal yang telah ada terdahulu. Islam sangat menghormati peradaban Arab pada saat itu dan menanamkan nilai akhlak secara damai.82 Masalah kehidupan bersama antar-agama (pluralitas agama) di dalam masyarakat Islam mendapatkan perhatian yang cukup besar karena mencakup masalah sosial yang penting. Masalah pluralitas agama diatur sedemikan rupa oleh Islam, sehingga dapat berjalan sesuai dengan kodratnya. Syari‟at Islam telah meletakkan ketentuan dan dasar teoritis yang tidak dilandaskan pada filsafat yang berasal dari luar, melainkan dilandaskan langsung pada Al-Qur‟an dan Sunnah. Dasar-dasar teoritis ini meliputi:83 a. Tauhid Pandangan Islam terhadap agama lain berasal dari aqidah tauhid, yang tertuang dalam kalimat “laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Tauhid merupakan dasar dan pedoman bagi agama Islam dalam kehidupan, baik dalam etika dan perilaku islami. Tauhid merupakan dasar bagaimana Islam memandang pluralitas agama, hal ini dapat dilihat dalam bagaimana Islam melihat hakikat Tuhan, hakikat wahyu, hakikat manusia, dan hakikat masyarakat.84 Tauhid yang tertuang dalam kalimat “laa ilaaha illallah,” mengandung hakikat ketuhanan (dimiliki oleh Allah) dan hakikat kehambaan (dimiliki oleh selain Allah). Tauhid inilah sejatinya merupakan pokok agama yang diajarkan oleh semua rasul, yaitu Islam. Oleh karena itu, seluruh manusia sama di depan
82
Nurcholish Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 176-178. 83 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 184. 84 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h.185.
39
Allah, semua manusia sejatinya diciptakan hanya untuk menerapkan kehendak Allah dan hukum-hukum Nya di muka bumi, yakni berperan sebagai khalifah.85 Tugas kekhalifahan harus dijalankan sebagai kesatuan dengan tugas pengabdian. Manusia diwajibkan mematuhi hukum-hukum yang telah ditetapkan untuk alam semesta, yaitu hukum ketundukan (din) dan kepasrahan (islam).86 Nilai tauhid telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an pada surat Al-Baqarah yang berbunyi:
Artinya: “Katakanlah (hai orang-orang beriman): „Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya tunduk penuh kepada Nya (Muslim).‟ Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadaNya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk.‟ Dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 136-137)
85 86
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 187-189. Nurcholish Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, h. 35.
40
Perspektif tauhid tentang wahyu, Allah mengutus para Nabi dan Rasul untuk memberikan petunjuk keimanan dan menyelamatkan manusia dari kesesatan.87 Semua manusia dalam perspektif tauhid memiliki kedudukan yang sama, karena Allah menciptakan manusia dalam bentuk sempurna dan dibekali dengan potensi akal, sehingga manusia bisa menjalankan tugas kehidupan secara baik. Hal tersebut menggambarkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki fitrah suci.88 Perspektif tauhid tentang hakikat masyarakat, merupakan hal penting dalam pluralitas agama, karena berkaitan erat dengan hak dan kewajiban manusia dalam kehidupan.
Masyarakat
Islami
telah
melebarkan
cakupannya
untuk
mengakomodasi seluruh manusia. Perbedaan agama tidak menghalangi mereka bergabung dalam masyarakat. Islam tidak membenarkan kepada siapapun memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam, karena perbedaan agama merupakan keputusan seseorang dalam berkeyakinan. Manusia dibebaskan untuk meyakini agamanya dan melakukan syariat agama sepanjang tidak mengganggu stabilitas umum, seperti yang dijamin dalam “Piagam Madinah.”89 Mayarakat muslim maupun non muslim mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw melalui “Piagam Madinah.”90 b. Pluralitas adalah Sunnatullah Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam suku, warna kulit, agama maupun aspirasi politik. Dalam sudut pandang Islam, hal itu dianggap sebagai sunnatullah atau hukum alam yang harus kita hargai dan kita
87
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 190. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. h. 200. 89 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 205. 90 Marzuki Wahid, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), h. 97. 88
41
biarkan berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing.91 Pluralitas merupakan “hukum” ilahi dan “sunnah” ilahiyah yang pasti ada di semua bidang kehidupan. Sehingga, pluralitas itu sendiri telah menjadi karakteristik semua makhluk Allah. Pluralitas merupakan realitas yang mewujud dan tidak mungkin dipungkiri. Yaitu suatu hakikat perbedaan dan keragaman yang timbul semata karena memang adanya kekhususan dan karekteristik yang diciptakan Allah swt. dalam setiap ciptaannya, termasuk pluralitas yang menyangkut agama.92 Konsep dan pemahaman pluralitas banyak didukung oleh dalil naql, seperti yang tercantum dalam Al-Qur‟an surat Al-Hujarat: 13, yang artinya:93
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti” (Al-Hujarat: 13). Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan makhluknya, lakilaki dan perempuan, dan menciptakan manusia berbangsa-bangsa, untuk menjalin hubungan yang baik. Ayat tersebut mengajarkan manusia untuk berinteraksi positif. Maksudnya, interaksi positif itu sangat diharapkan untuk menciptakan
91
Maria Ulfah, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), h. 13. 92 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 206. 93 Al-Hujarat:13.
42
kedamaian di bumi ini. Namun, yang dinilai terbaik di sisi Tuhan adalah mereka yang betul-betul dekat dengan Allah. Jadi jelas, bahwa yang dikehendaki Tuhan adalah pluralitas interaksi positif dan saling menghormati.94 c. Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Islam melihat keberagaman sebagai masalah pilihan, kemantapan dan keyakinan, maka tidak boleh ada paksaan, apapun bentuknya.95 Seperti yang telah dinyatakan tegas dalam ayat Al-Qur‟an “Laa ikraha fil al-din” (Tidak ada paksan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat).96 Kebebasan beragama telah dijelaskan dalam AlQur‟an surat Al-Ikhlas.
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Dia lah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (Al-Ikhlas 1-4) Sebab dalam masalah ini, sepatutnya seseorang itu ikhlas, karena tanpa ikhlas agama atau keimanan apapun tidak akan bermakna apa-apa dalam kehidupannya. Oleh karena itu, Allah menamakan sebuah surat dalam Al-Qur‟an yang menegaskan aqidah tauhid dengan nama Al-Ikhlas. Konsep ini adalah salah satu alasan yang dipakai Islam dalam menjelaskan fenomena keragaman agama.97
94
Alwi Shihab, ed., Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), h. 16. 95 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 210. 96 Al-Baqarah: 256. 97 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 211.
43
Keragaman masyarakat dan budaya manusia hendaklah mengarahkan manusia untuk mengakui keberadaan yang lain dan saling mengetahui secara baik satu sama lain, dalam rangka saling berhubungan dan bekerjasama untuk kesejahteraan umum.98Setiap muslim dianjurkan untuk mengucapkan salam perdamaian. Islam harus diinternalisasikan ke dalam jiwa setiap Muslim, sehingga perdamaian, keselamatan dan kemaslahatan menjadi prinsip dan pijakan keberagaman setiap umatnya.99 Islam mengumumkan prinsip yang sangat mendasar bagi kehidupan masyarakat. Prinsip tersebut adalah yang dikenal dengan istilah “toleransi”. Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik.100 Konsep toleransi dalam Islam dikenal sebagai “amar ma‟ruf nahi munkar” (menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran). Puncak tertinggi dalam agama adalah amar ma‟ruf nahi munkar, dan karena itu Allah mengutus nabi dan rasul kepada umat manusia.101 Orang yang bertugas untuk melakukan amar ma‟ruf nahi munkar adalah orang yang berilmu, wara‟ dan berbudi baik.102 d. Pluralitas Perlu Frame of Reference Pluralitas agama dalam perspektif Islam adalah pengakuan akan realitas agama yang beraneka ragam dan mengakui hak untuk berbeda agama. Untuk mengatur dan mengelola pluralitas agama dibutuhkan rujukan sebagai sebuah
98
Mohamed fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan. Penerjemah Irfan Abubakar, h. 20. 99 Nurcholish Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, h. 180. 100 Nurcholish Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, h. 215 101 Imam Al-Ghazali, Bimbingan untuk Mencapai Tingkat Mu‟min. Penerjemah Abdai Rathomy (Bandung: Diponegoro, 2000), h. 446. 102 Imam Al-Ghazali, Bimbingan untuk Mencapai Tingkat Mu‟min h. 456.
44
sistem. Pluralitas agama modern berdasarkan aqidah kesetaraannya tampak netral dalam hal rujukan ini. Bahkan, pluralisme tidak membenarkan satu agama untuk menguasai agama lain. Namun dengan sikap “netral”. Hakikatnya pluralis barat telah mengeksploitasi semua agama agar tunduk kepada hegemoni sekularisme, hal ini dilakukan supaya sistem sekular saja yang menjadi rujukan utama. Berbeda dengan Islam, di mana ketika berposisi sebagai “rujukan”, pasti memberikan kebebasan agama lain untuk mengekspresikan jati dirinya secara utuh, tanpa berusaha mengurangi perbedaannya dengan Islam.103 Firman Allah tentang Islam sebagai rujukan tertuang dalam surat An-Nisa yang berbunyi:
Artinya: “… Maka apabila kalian berselisih maka kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, itu apabila kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Itulah sebaikbaik ta‟wil (penjelasan).” An-Nisa: 59 Islam mengajarkan bahwa keanekaragaman harus saling mengenal dengan baik, agar membuka jalan bagi suatu pertukaran gagasan dan pengalaman yang bersifat membangun dan agar saling bekerjasama dalam upaya mengembangkan kemanusiaan dan dunia di mana mereka tinggal bersama.104 Yang dibutuhkan pluralitas adalah sebuah sistem yang mampu berkehendak positif untuk
103
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 217-218. Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan. Penerjemah Irfan Abubakar, h. 39. 104
45
menghargai dan mengelola perbedaan dalam batas rasional, sehingga terwujud pluralitas dalam arti sebenarnya.105 Setelah memiliki kadar yang cukup mengenai perspektif Islam yang shahih dan realistis tentang fenomena pluralitas agama, maka akan dilakukan penilaian terhadap tren-tren pluralisme agama menurut perspektif Islam. 106
a. Islam dan Tren Humanisme Sekular Sekularisme merupakan kegiatan memisahkan urusan duniawi dari agama, yang hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan kesepakatan sosial.107 Agama hanya terlibat sedikit dalam masyarakat sekular. Mayarakat sekular masa kini, di mana pemikiran, praktik, dan institusi keagamaan hanya merupakan bagian kecil saja.108 Konsep humanisme sekular, bahkan telah menjadikan manusia sebagai sesuatu yang disakralkan dan dituhankan. Humanisme yang dibawa Islam dan dipropagandakannya serta dipertahankannya bukanlah humanisme sekular melainkan humanisme tauhid.109
Ketika memasuki ranah
aqidah, bagi pemeluk agama tersebut tidak akan melakukan tawar menawar. Islam memandang tauhid adalah doktrin terpenting dalam aqidah, konsep tauhid dalam perspektif Islam menolak adanya kemusyrikan Tuhan dengan yang lain. 110 Dalam perspektif tauhid, humanisme tidak mungkin dapat mengantarkan manusia mencapai kebebasan dan persamaan yang hakiki kecuali ketika mampu 105
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 219. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 232. 107 Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram, h. 3. 108 Roland Robertson, Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. Penerjemah Achmad Fedyani Saifuddin (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), h. 196. 109 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 232. 110 Said Agil Husin Al- Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Ciputat: Ciputat Press, 2005), h. 203. 106
46
mengenali batas-batas yang ada pada diri manusia, untuk kemudian berhenti pada batas-batas tersebut dan tunduk kepada kekuatan yang lebih besar dan lebih tinggi. Oleh karena itu, humanisme tidak patut untuk menjadi tolok ukur bagi segala sesuatu, bahkan humanisme sangat memerlukan standar yang tetap, adil dan tidak memihak. Kriteria standar yang adil ini hanya mungkin ada dari Allah swt. saja. Sebab Dia adalah Pencipta segala sesuatu, dan Maha Mengetahui rahasia segala ciptaan-Nya.111 b. Islam dan Tren Teologi Global Tren ini, merupakan upaya untuk menghapus agama-agama secara perlahan. Apalagi tren ini sengaja disuguhkan dalam kemasan yang tampaknya “religius, teologis, ilmiah, dan objektif,” dan sangat seirama dengan globalisasi yang sedang melanda dunia. Dalam buku Anis Malik Thoha, istilah “agama” menurut Smith, adalah sangat problematik, oleh karena itu mutlak harus dibuang dari kamus bahasa, termasuk semua agama yang ada, kecuali Islam yang merupakan satusatunya agama yang terdapat dalam Kitab Sucinya. Menurut Smith “Islam” digunakan dalam Al-Qur‟an hanya sebagai “kata benda,” dan oleh karenanya harus ditinggalkan juga.
Sasarannya sangat jelas, yaitu agar semua manusia
melepaskan agama, dan agar semua agama melepaskan fungsi sosialnya untuk digantikan dengan agama sekuler dan global.112 Islam bukan hanya sekedar “kata benda,” melainkan nama sebuah institusi sosial dan nama seperangkat aqidah, syari‟ah dan akhlak yang dipeluk umat Islam secara individual maupun kolektif.113 Islam adalah sikap tunduk patuh dan taat pasrah kepada Tuhan yang meliputi seluruh alam semesta. Ajaran itu kemudian 111
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 234. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 236. 113 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 237. 112
47
dibawakan oleh para Nabi yang umat manusia harus menerima dan beriman kepada ajaran mereka menjadi agama. Al-Islam universal inilah yang merupakan satu-satunya ajaran ketundukan atau din yang dibenarkan oleh Tuhan.114 Islam adalah agama yang mencakup seluruh kehidupan, pribadi maupun kolektif. Agama dalam pandangan Islam adalah adalah sistem yang komprehensif. Jika kemudian fakta ini luput dari pandangan Smith, maka hal ini semata-mata disebabkan “kacamata pemikiran yang dikotomis sekular” yang digunakan untuk melihat hakikat agama dan Islam. Sehingga hanya menghasilkan penglihatan agama maupun Islam sebagai suatu gambar yang cacat dan tidak sebenarnya.115 c. Islam dan Tren Sinkretistik Tren sinkretistik ini sangat menjunjung tinggi adanya ruh kesetaraan dan relativisme yang mutlak. Melalui paham kesetaraan, tren ini menggabungkan unsur terbaik semua agama, sebagaimana terlihat dari pengalaman spiritual Ramakrisna.116 Pengalaman spiritual Ramakrisna yang begitu panjang dan berpindah-pindah melampaui batas-batas agama, sekte dan mazhab, sementara masih tetap berada dalam agama aslinya dan mempertahankannya dari segala ancaman. Pengalaman inilah yang mendorongnya untuk menyebarluaskan nilainilai universal agama, dan semua agama merupakan jalan-jalan berbeda menuju Tuhan yang sama.117 Sinkretistik menjadikan perbedaan agama bukan berdasarkan pada hakikatnya, melainkan hanya sebagai perbedaan geografis dan historis. Paham ini
114
Nurcholish Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, h.41. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 238. 116 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h.248. 117 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 99. 115
48
menjadikan agama sebagai alat untuk mengagungkan manusia.118 Islam tidak mengakui dan membenarkan sinkretisme. Hal tersebut karena agama Islam dilahirkan dengan bekal aqidah tauhid yang mampu membimbing manusia ke jalan yang dibenarkan Allah. Ajaran Tauhid disampaikan Allah melalui perantara para Nabi yang kemudian disyiarkan kepada umat manusia. Dengan Tauhid manusia hanya mengakui ketuhanan Allah dan tidak akan tunduk dengan kekuatan makhluk lain. d. Islam dan Tren Hikmah Abadi Dalam buku Anis Malik Thoha dijelaskan, bahwa tren ini bersumber dari tesis Nasr yang mengklaim ingin memberikan solusi bagi mereka yang terkena krisis kemodernan, namun sayang tren ini disampaikan dalam bentuk bahasa yang tidak dipahami.119 Gagasan “tradisional” tanpa disadari telah terjebak dalam sekularisasi bahkan mempunyai saham secara aktif proses sekularisasi. Selain itu, gagasan “tradisional” seringkali membasiskan tesisnya pada prisip-prinsip Islam, di antaranya yang sangat penting adalah konsep “al-din al-hanif” (agama primordial) dan konsep “tauhid”.120 Menurut pandangan hikmah abadi, Nasr berpendapat yang bertentangan dengan agama primordial, bahwa semua agama memiliki kebenaran relatif dan kedudukan yang sama. Seperti halnya agama Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan lain-lain. Selain itu, Nasr berpendapat bahwa Allah membiarkan agama selain Islam dalam kesesatan yang bertentangan dengan prinsip ilahi.121
118
Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, h. 206. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 250. 120 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h.252. 121 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 253. 119
49
Menurut Mohamed Fathi Osman, Konsep “al-din al-hanif” meyakini bahwa: “dalam diri manusia terdapat bibit kesucian dan kebaikan yang muncul sejak dari penciptaan asal yang suci (fitrah) dan yang berkecendrungan suci (hanif). Bibit kesucian dan kebaikan tersebut sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidup sosial dan budaya lingkungan.122 Dalam perspektif Islam, Tuhan tidak mungkin membiarkan agama-agama di dunia mengalami kesesatan selama ribuan tahun karena tidak sesuai dengan kebijakan (hikmah) dan keadilan (adl). Sehingga pluralitas merupakan kehendak (iradah) Tuhan, dan dampaknya adalah semua agama adalah benar dan absah untuk diikuti. Dalam konteks ini, menjadikan superioritas agama tertentu terhadap agama lain menjadi tidak relevan. Karena semua agama berasal dari asal yang sama.123 Perbedaan agama yang dianut manusia, merupakan manfaat dan hikmah yang sangat besar. Kehidupan menjadikan kompetisi yang dinamis dan sangat berguna bagi manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.124 Pada hakikatnya manusia diciptakan Allah dalam keadaan fitrah dan beraqidah. Seiring proses kehidupan manusia, maka akan ada faktor interaksi sosial yang memengaruhi kualitas aqidah seseorang. Pembekalan ilmu agama akan membawa individu tersebut kepada hakikat ajaran tauhid yang sebenarnya. Setiap muslim meyakini bahwa segala IradahNya pasti akan terjadi dan pasti mengandung kebaikan dan hikmah. Pada hakikatnya pluralitas agama dan aspek kehidupan merupakan sunnatullah.
122
Mohamed Fathi Osman, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan. Penerjemah Irfan Abubakar, h. xIix. 123 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h.120. 124 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, h. 253.
BAB III PROFIL KORAN SEPUTAR INDONESIA A. Sejarah Singkat Koran SINDO Di dalam tatanan negara maju, pers telah menjadi bagian yang sangat penting, karena pers memiliki kekuatan dan peranan strategis dalam mewarnai kehidupan ketatanegaraan. Pers berperan sebagai penyeimbang dan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Kekuatan inilah yang mengantarkan pers pada urutan keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Oleh karenanya, agar kekuatan dan peran pers yang sangat besar itu tidak disalahartikan dan disalahtafsirkan, pers dituntut untuk menggunakan fungsinya dengan tepat, sesuai dengan standar jurnalisme yang benar. Pers juga harus memiliki peran penyeimbang agar tidak menjurus kearah trial by press. Inilah amanat yang akan dan harus diemban koran SINDO. Sebagai surat kabar baru yang lahir di tengah ketatnya persaingan penerbitan persuratkabaran di tanah air.
Koran SINDO terbit perdana, pada 30 Juni 2005. Dilahirkan oleh PT Media Nusantara Informasi (MNI), sub-sidiary dari PT. Media Nusantara Citra (MNC) yang menaungi RCTI, TPI, Global TV dan Trijaya Network. PT. MNC sudah sangat berpenga- laman dalam mengelola media serta terbilang mapan dan berpengaruh, baik di kalangan masyarakat maupun pengambil keputusan. Sebagai surat kabar baru, Koran SINDO ditujukan untuk memudahkan sekaligus memenuhi kebutuhan pembaca dalam satu keluarga. Pada saat sang Bapak memilih news, sang Ibu bisa leluasa membaca lifestyle, sedangkan si Anak
50
51
bebas membaca sport. Atau sang Bapak bisa membawa news ke kantor dengan meninggalkan lifestyle untuk dibaca Ibu di rumah, sementara si Anak memasukkan sport ke dalam tas untuk dibaca dalam perjalanan. Pendeknya, mereka bisa bertukar section tanpa harus mengganggu keasyikan masing-masing. Koran SINDO hadir setiap pagi dengan sajian berita-berita yang akurat, mendalam, penuh gaya dan warna. Koran SINDO juga akan menyapa pembaca dengan sentuhan jurnalisme khas untuk selalu memberikan lebih dari sekadar berita. Apalagi ditunjang dengan kreatifitas visual yang progresif dan tidak konservatif, Koran SINDO yakin akan menjadi media yang unik. Dalam pemilihan narasumber, koran SINDO memiliki karakteristik trsendiri, yaitu kredibilitas, kualifikasi keilmuan, dan kompetensi. Sajian berita yang bersahabat, karena pemanfaatan bahasa dan image yang ramah (tidak berdarah-darah), aktual dan informatif, karena berita terkini disajikan dengan ringkas dan jelas dengan topik-topik yang hangat. Koran SINDO
bersifat menghibur karena didukung oleh desain yang
menarik dan tidak membuat kening berkerut. Mampu mengakomodasi Feature Lifestyle dan Infotainment sekuat berita. Sajian berita yang bersifat non partisan atau tidak memihak dan dapat dipercaya. Selain itu, koran SINDO juga bersifat Young and Friendly Newspaper, tercermin dari penggunaan bahasa yang renyah dan sarat dengan unsur partisipasi publik, dan mampu menyajikan gaya hidup yang meliputi in depth news, lifestyle, sport, dan entertainment. Terbit selama 7 hari selama 1 minggu, dengan format ukuran panjang 7 kolom dan tinggi 54 cm. Edisi Reguler terbit 44 halaman dengan 3 bagian atau section.
52
Tujuh tahun menjadi sumber referensi terpercaya, Harian Seputar Indonesia akhirnya resmi berganti nama menjadi Koran SINDO pada 1 Maret 2013. Mengusung tagline Generasi Semangat Baru, koran SINDO mengajak masyarakat Indonesia khususnya anak muda untuk berubah menjadi lebih baik. Simbolisasi pergantian wajah lama Harian Seputar Indonesia menjadi Koran SINDO dilakukan oleh Bpk. Hary Tanoesoedibjo selaku Pemimpin Umum PT Media Nusantara Informasi (MNI) di Auditorium MNC Tower, Kebon Sirih, Jakarta. B. Visi dan Misi koran SINDO 1. Visi Koran SINDO menjadikan berita yang disuguhkannya tak hanya menjadi berita biasa, tetapi juga dapat dijadikan sebagai sumber referensi terpercaya. Hal tersebut menjadikan Seputar Indonesia sesuai dengan mottonya yaitu “Satu Koran Segala Berita”. Selain itu, koran SINDO berusaha untuk menjadikan korannya tidak hanya masuk pada kalangan tertentu saja, tetapi bisa masuk ke berbagai kalangan di masyarakat baik dari pekerja kantoran, pengusaha, ibu rumah tangga maupun pelajar. 2.
Misi Degan konsep koran keluarga, koran SINDO senantiasa memberi berita
yang aktual, akurat dan mendalam, namun tetap bergaya dan penuh warna. Misi SINDO juga tergambar pada rubrik yang ada di dalamnya, yaitu: a.
News
Rubrik “news” menyuguhkan berita-berita terkini yang dikemas dengan menarik. Meliputi bidang nasional, politik dan hukum, nusantara, opini, jakarta
53
baru, internasional, dan berita utama. Kolom opini sangat membuka kesempatan kepada
masyarakat,
khususnya
mahasiswa
untuk
turut
berpartisipasi
mengemukakan pendapatnya, sehingga akan lebih memberikan warna “segar” pada pemberitaan. Kolom opini dapat dijadikan sarana pembelajaran menjadi seorang penulis bagi mahasiswa. b.
Ekonomi dan Bisnis
Rubrik “ekonomi bisnis” menuguhkan menjadi andalan koran Seputar Indonesia. Rubrik ini meliputi bidang data finansial, analisis, ekonomi makro, pasar modal, keuangan, sektor riil serta perbankan syariah (setiap Senin). Konten ekonomi makin berisi karena dilengkapi dengan analisis tajam dari pelaku pasar dan pengamat ekonomi. c. Lifestyle Menyuguhkan gaya hidup kaum metropolis dalam section selebriti, kuliner, family, home and garden, dan kesehatan. Selain itu, dilengkapi dengan rubrik informasia yang terdiri dari bidang periklanan, properti, dan rundown untuk memberikan referensi kepada pembaca. d. Hattrick Memanjakan pembacanya dengan menyuguhkan bola mancanegara, bola nasional dan ragam sport (basket, tenis, bulutangkis, otomotif, dan lain-lain). Serta didukung koresponden di beberapa negara, Amerika, Inggris, Jepang, Spanyol dan Jerman. Pada saat berlangsungnya Sea Games 2011, koran SINDO dilengkapi dengan tabloid Sea Games untuk pembacanya.
54
C. Profil Pembaca
Target pembaca adalah masyarakat kelas menengah ke atas, pendidikan Sarjana, segmentasi usia 18 tahun ke atas. Dengan diferensiasi pembaca laki-laki sebanyak 52% dan pembaca wanita sebanyak 48%. Target distribusi Koran Seputar Indonesia adalah kota-kota besar di seluruh Indonesia dengan jumlah pembaca sebesar 1 juta orang.
Karakteristik pembaca memiliki kebiasaan membaca lebih dari satu surat kabar, karena tidak ingin tertinggal informasi penting dan informasi hiburan dalam waktu yang bersamaan. Termasuk kelompok masyarakat yang haus informasi dan inovatif sehingga mudah menerima hal baru. D. Struktur Redaksional Pemimpin Umum: Hary Tanoesoedibjo. Wakil Pemimpin Umum: Sururi Alfaruq. Pemimpin Redaksi: Pung Purwanto. Wakil Pemimpin Redaksi: Djaka Susila, Dwi Sasongko, Masirom. Redaktur Pelaksana: Alex Aji Saputra, Hanna Farhana. Wakil Redaktur Pelaksana: Abdul Hakim, Zen Teguh Triwibowo. Redaktur: Achmad Faisal Nasution, Agung Nugroho BS, Alviana Harmayani Masrifah, Anton Chrisbiyanto, Army Dian Kurniawan, Bakti Munir, Boy Iskandar, Chamad Hojin, Danang Arradian, Edi Purwanto, HatimVarabi, Hermanto, Mohammad Ridwan, Mohammad Faizal, Nurcholis, Puguh Hariyanto, Shalahuddin, Sujoni, Syahrir Rasyid, Widaningsih, Wuri Hardiastuti. Asisten Redaktur: Abdul Haris, Abdul Rochim, Adam Prawira, Agus Warsudi, Ainun Najib, Andri Dwi Ananto, Barnadetta Lilia Nova, Donatus Nador, Edi
55
Yulianto, Fahrur Haqiqi, Fefy Dwi Hartanto, Harley Ikhsan, Helmi Firdaus, Herita Endriana, Hendri Irawan, Kastolani, M Purwadi, M Nazarudin Latief, Ma‟ruf, Maria Christina Malau, Muhibudin Kamali, M Iqbal, Nur Iwan Tri Hendrawan, Pangeran Ahmad Nurdin, Rakhmat Baihaqi, Rusman Hidayat Siregar, Sofian Dwi, Sali Pawiatan, Sazili Mustofa, Slamet Parsono, Sudarsono, Suriya Mohamad Said, Sunu Hastoro Fahrurozi, Suwarno, Thomas Pulungan, Titi Sutinah Apridawaty, Vitrianda Hilba Siregar, Wasis Wibowo, Wahyu Sahala Tua, Wahyono, Yanto Kusdiantono, Yogi Pasha. Reporter: Alimansyah Harphianto, Bima Setiyadi, Decky Irawan Jasri, Denny Irawan, Haryudi, Hendrati Hapsari, Helmi Syarif, Hermansah, Ilham Safutra, Inda Susanti, Islahuddin, Jujuk Erna, Muhammad Mirza, Neneng Zubaidah, Rahmat Sahid, Raikhul Amar, Rarasyati Syarief, Rendra Hanggara, Ridwansyah, Sri Noviarni, Susi Susanti, Sucipto, Teguh Mahardika. Manager Litbang: Wiendy Hapsari. Redaktur Bahasa: Jaelani Ali Muhammad. Koordinator Fotografer: Arie Yuhistira. Fotografer: Astra Bonardo, Aziz Indra, Eko Purwanto, Hasiholan Siahaan, Ratman Suratman, Yulianto, Yudhistiro Pranoto. Manager Artistik: Wisno Handoko, I Masyhudi. Direktur Keuangan: Rudi Hidayat. Direktur Sirkulasi dan Distribusi: Sugeng H. Santoso. VP Sirkulasi dan Distribusi: Dony Irawan. VP Sales: Lia Marliana. GM Keuangan: Liliyana Hartono. GM Biro: Nevy AN Hetharia.
BAB IV PLURALITAS AGAMA PERSPEKTIF ISLAM: ANALISIS FRAMING Setiap warga negara di Indonesia diberikan kebebasan penuh untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya. Indonesia memiliki beragam adatistiadat, sistem kepercayaan dan agama yang diwariskan secara turun temurun. Manusia diciptakan dalam keadaan plural bertujuan untuk saling mengenal dan berintraksi positif, begitu pula dengan pluralitas agama. Bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, hendaknya memiliki sikap “toleransi” terhadap agama minoritas. Pluralitas agama dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa untuk mencapai tujuan bersama, namun terkadang bisa menimbulkan perpecahan antar manusia. Media massa yang digunakan, khususnya harian SINDO memiliki pandangan dalam mengemas berita pluralitas agama kepada khalayak. Pemberitaan terkait pluralitas agama pada harian SINDO dilakukan untuk memunculkan semangat toleransi antar umat beragama. Pemberitaan dilakukan secara berimbang dan bersikap netral antara agama mayoritas dengan agama minoritas. Selain itu, harian SINDO sering memuat tulisan tokoh muslim yang menghimbau kepada khalayak terkait toleransi antarumat agama. Setelah mengumpulkan beberapa bahan penelitian pemberitaan pada priode agustus sampai desember 2011, maka penulis akan melakukan analisis berita yang terdapat pada harian SINDO terkait pluralitas agama. Analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dipilih penulis untuk menjelaskan
56
57
bagaimana unsur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris digunakan dalam penulisan berita, sehingga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian penulis. A. Analisis Berita “Tradisi Menyambut Ramadhan” Tanggal
: 1 Agustus 2011
Judul
: “Tradisi Menyambut Ramadhan – Dari Padusan hingga Pawai Obor, Sebuah Ungkapan Rasa Syukur”
Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis
Memaparkan tradisi budaya yang dilakukan seluruh penjuru Indonesia untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Selain itu, disertai dengan wawancara penduduk setempat yang memahami tentang tradisi yang dilakukan.
Skrip
Pemberitaan
memiliki
kelengkapan
5W+1H.
Penekanan
terhadap perwujudan rasa syukur dalam menyambut Ramadhan. Tematik
1) Menyambut Ramadhan dengan penuh rasa syukur 2) Ramadhan dijadikan momen untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Retoris
Penggunaan leksikon “bulan suci” untuk menggantikan kata “Ramadhan”.
Keberadaan masyarakat Indonesia yang bersifat plural dalam beragama, hal tersebut dijadikan kekayaan yang harus dipelihara. Setiap agama memiliki ajaran agamanya masing-masing dan agama lain diwajibkan untuk saling menghormati. Dalam agama Islam terdapat ibadah puasa pada bulan Ramadhan yang dianggap sebagai bulan suci bagi umat muslim. Kegiatan puasa Ramadhan mendapatkan
58
perhatian khusus dari berbagai media, khususnya SINDO. Frekuensi pemberitaan yang dilakukan media memiliki kuantitas bombastis karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Dari analisis sintaksis, pandangan SINDO tersebut diwujudkan dalam skema atau bagan dalam berita. Pemberitaan SINDO berjudul “Tradisi Menyambut Ramadhan – Dari Padusan hingga Pawai Obor, Sebuah Ungkapan Rasa Syukur”. Judul berita Sindo sangat jelas memberikan pandangan bahwa Ramadhan sangat bermakna bagi umat Islam. Islam sebagai frame of reference pluralitas agama tidak melepaskan budaya sebagai hal yang diwariskan secara turun temurun, hal ini tercermin dari kegiatan tradisi padusan, karnaval dugder, pawai obor, karnaval beduk, pengajian di kolam penampung lumpur Sidoarjo yang dilakukan untuk menyambut ramadhan. Kegiatan penyambutan Ramadhan juga dirasakan oleh golongan non muslim. Hal ini terlihat bahwa tidak adanya tindakan perlawanan yang ditimbulkan oleh non muslim pada saat kegiatan tersebut berlangsung. Selain itu terlihat pula kegiatan do‟a bersama di wilayah Sidoarjo yang terendam lumpur Lapindo yang bertujuan untuk muslim dan non muslim supaya terhindar dari dan terlindungi dari bencana luapan lumpur Lapindo. Disinilah menggambarkan bagaimana pluralitas agama dalam perspektif Islam yang telah dijelaskan pada bagan 0.1 di bagian awal bab. Dalam teks berita itu, SINDO mewawancarai penduduk setempat yang terdiri dari Kasmiran (warga), Slamet (warga), Maman Supratman (Kepala Desa Cikeleng), Lukman S Wahid (sekertaris pengurus Masjid Tua Palopo), dan warga lumpur Sidoarjo. Proses wawancara yang dilakukan dengan penduduk setempat
59
dijadikan sebagai bukti otentik terhadap tradisi budaya yang dilakukan untuk menyambut Ramadhan. Budaya Indonesia yang plural dilestarikan umat muslim dalam kegiatan ibadah sebagai sikap toleransi untuk menciptakan persatuan bangsa. Teks berita SINDO secara umum berisi tentang tradisi-tradisi yang dilakukan masyarakat di penjuru Indonesia untuk menyambut Ramadan. Tujuan dari tradisi yang dilakukan umat Islam sebagai ungkapan rasa syukur dan berharap agar dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik. Dalam konsep tauhid, seluruh manusia diwajibkan tunduk dan beribadah kepada Allah. Menjalankan ibadah puasa merupakan rukun Islam bagi pemeluknya, pemberitaan dilakukan untuk menyadarkan pembaca supaya membangun sikap saling menghormati akan ibadah yang dilakukan oleh setiap agama. Frame SINDO yang konsen terhadap pluralitas agama diwujudkan dalam bagaimana SINDO mengisahkan peristiwa tersebut (skrip). Pada awal teks pemberitaan tersebut mencerminkan bahwa Ramadhan merupakan bulan suci yang kehadirannya selalu disambut dengan suka cita dan rasa syukur. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “Ramadan selalu disambut sukacita. Ucapan syukur bergema di segala penjuru. Di beberapa daerah, kegembiraan itu tecermin dalam berbagai tradisi. Meski berbedabeda kegiatannya, prinsipnya semua mensyukuri diberi kesempatan bertemu dengan bulan suci.” Dengan memberikan penegasan di awal teks semacam itu, sangat jelas bahwa mengajak pembaca untuk bersyukur karena bulan suci akan tiba. Pluralitas merupakan sunnatullah yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Pemberitaan itu,
60
menggabungkan antara pluralitas agama dan budaya di Indonesia untuk saling menghargai dalam keanekaragaman. Pemberitaan ini terdiri dari 11 paragraf yang memiliki unsur 5W+1H. What, tradisi yang dilakukan masyarakat untuk menyambut Ramadan. Who, Kasmiran (warga), Slamet (warga), Maman Supratman (Kepala Desa Cikeleng), Lukman S Wahid (sekertaris pengurus Masjid Tua Palopo), dan warga lumpur Sidoarjo. Why, wartawan memaparkan berbagai jenis dan tujuan kegiatan tradisi yang dilakukan untuk menyambut Ramadan. When, pelaksanaan tradisi padusan, karnaval dugder, pawai obor, karnaval beduk, pengajian di kolam penampung lumpur Sidoarjo. Where, Tegalwaton, Pantai Baron, Semarang, Desa Cikeleng, Palopo, dan Sidoarjo. How, penjelasan mengenai berbagai tradisi yang dilakukan untuk menyadarkan umat Islam supaya senantiasa bersyukur dan melakssanakan ibadah puasa sesuai syari‟at. Dari struktur tematik, ada dua tema yang terdapat dalam pemberitaan. Pertama, penyambutan bulan suci Ramadhan dengan penuh rasa syukur. Penyambutan tersebut dilakukan dengan melaksanakan berbagai ritual tradisi budaya di berbagai penjuru Indonesia. Kedua, Ramadhan dijadikan momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah. Umat Islam berhararap supaya ibadah puasa Ramadhan dapat dijalankan dengan penuh khidmat. Pada paragraf 4 terhadap kata hubung “karena”, yang menggambarkan bahwa pemberitaan itu menggunakan koherensi sebab akibat. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “Dia mengatakan, berjumpa dengan Ramadan adalah kebahagiaan tiada tara bagi umat muslim. “Karena” itu, momentum tersebut harus digunakan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri dengan Sang Maha Pencipta.”
61
Hal tersebut mengajak pembaca untuk menjadikan Ramadhan sebagai momen untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dalam konsep tauhid, pada dasarnya setiap manusia diwajibkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan setiap saat. Pada paragraf ke 6 dijelaskan bahwa tradisi menyambut Ramadhan berasal dari pepaduan budaya Indonesia, Arab dan China. Hal tersebut menggambarkan bahwa keadaan pluralitas yang merupakan sunnatullah dapat menciptakan kedamaian dalam perbedaan latar belakang budaya dan agama. Bahkan ini menggambarkan adanya dampak positif yang ditimbulkan dari pluralitas yang terjadi. Peristiwa ini dapat dilihat dari kutipan teks berikut: “Di Semarang, karnaval dugder menandai datangnya Ramadhan. Tradisi yang disaksikan ribuan warga tersebut menampilkan parade seni budaya yang lahir dan berkembang di Kota Semarang, yakni budaya Jawa Semarangan, budaya Arab dan China.” Penekanan makna tertentu ditulis pada level retoris untuk penyampaian pesan kepada pembaca. Leksikon yang dipilih untuk lebih menekankan makna Ramadan kepada pembaca adalah penggunaan kata “bulan suci” pada paragraf 1 dan 8. Hal ini menunjukkan bahwa Ramadan memiliki keistimewaan bagi umat Islam dan menyadarkan pembaca akan rasa syukur dalam menjalankan ibadah puasa.
62
B. Analisi Berita “Jaga Prinsip Pluralisme dan Toleransi” Tanggal
: 17 Agustus 2011
Judul
:”Jaga Prinsip Pluralisme dan Toleransi”
Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis
Memaparkan pendapat pakar mengenai peringatan kemerdekaan RI sebagai momentum untuk membangkitkan semangat sebuah bangsa dengan menjaga prinsip pluralisme dan toleransi. SINDO menempatkan pendapat pakar mengenai pluralisme dan toleransi pada awal dan akhir tulisan dengan jumlah 15 paragraf dari total keseluruhan 22 paragraf.
Skrip
Pemberitaan terhadap
memiliki
prinsip
kelengkapan
pluralisme
dan
5W+1H. sikap
Penekanan
toleransi
untuk
mengurangi terjadinya konflik NKRI. Tematik
1) Peringatan kemerdekaan RI sebagai momentum menjaga prinsip pluralisme dan toleransi. 2) Peringatan kemerdekaan RI sebagai momentum peningkatan kesejahteraan rakyat. 3) Peringatan
kemerdekaan
RI
sebagai
momentum
membangkitkan semangat nasionalisme. Retoris
Pemberian label otoritas keilmuan pada pakar. Penggunaan leksikon pada kata “kompleksitas, disintegritas dan integritas”.
63
Bertepatan dengan hari kemerdekaan RI ke 66, harian SINDO menurunkan berita mengenai pluralitas agama, dengan judul “Jaga Prinsip Plurarisme dan Toleransi.” Dalam pandangan SINDO, peringatan kemerdekaan Indonesia ke 66, dijadikan momentum untuk membangkitkan semangat bangsa dengan menjaga prinsip pluralisme dan toleransi. Menurut Dwi Sasongko selaku Wakil Pemimpin Redaksi SINDO, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan makna antara “pluralitas” dan “pluralisme.” Kata tersebut dimaknai redaksi SINDO, sebagai berikut: Indonesia bukanlah “negara agama,” di dalamnya terdapat banyak kepercayaan dan agama yang diakui secara sah. Sebagai warga negara, berkewajiban untuk menghormati segala keanekaragaman dan menolak adanya kekerasan agama tertentu yang merusak kebhinekaan bangsa. Perbedaan yang ada di Indonesia seharusnya dijadikan kekuatan, bukan lagi cerai berai yang mampu menghancurkan kesatuan bangsa. Semua warga negara memiliki hak yang sama sebagai anak bangsa dan negara mempunyai kewajiban untuk melindungi keanekaragaman tersebut. Segi sintaksis yang dipaparkan berita SINDO sangat sesuai dengan prinsip pluralitas agama dalam perspektif Islam. Makna dan semangat kemerdekaan Indonesia dirasakan oleh seluruh masyarakat yang beragama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghuchu. Sebagaimana yang dijelaskan pada bagan 0.1 di bagian awal bab, pemberitaan ini mengandung unsur tauhid yang mengajarkan kepada semua agama untuk mencintai tanah air dan beraneka ragam agama bersatu untuk mencapai tujuan kemerdekaan. Unsur sunnatullah tergambar bahwa tanah air Indonesia terdapat keistimewaan dengan memiliki agama, budaya dan tradisi yang bersifat plural. Islam sebagai frame of reference menanamkan nilai tunduk kepada ulil amri dalam menjalankan roda kehidupan. Di Indonesia memberikan kebebasan kepada
64
masyarakatnya untuk menganut agama menurut keyakinan, hal tersebut merupakan bagian dari HAM dan dilindungi oleh hukum. Dari analisis sintaksis, pandangan SINDO tersebut diwujudkan dalam skema berita. Judul berita sudah sangat jelas menunjukkan pandangan bahwa SINDO sangat konsen terhadap problematika mengenai pluralitas agama yang terkadang berujung konflik. Judul tersebut mengajak pembaca untuk berpartisipasi untuk menjaga keanekaragaman di Indonesia dengan sikap toleransi. Dalam teks berita itu, SINDO mewawancari tujuh orang pakar yang terdiri dari Jimly Ashshiddiqie (pakar konstitusi), Musdah Mulia (Ketua Umum ICRP), Aburizal Bakri (Ketua Umum DPP Partai Golkar), Yandri Susanto (Ketua BM PAN), Anies Baswedan(Rektor Universitas Paramadina), Martin Manurung (Ketua Umum DPP Garda Pemuda NasDem), dan J Kristiadi (Pengamat politik dari CSIS). Semua paragraf menjelaskan pendapat pakar mengenai pluralitas dan sikap toleransi yang harus dijunjung oleh setiap warga negara, sehingga mengurangi terjadinya konflik yang mampu merusak NKRI. Teks berita SINDO secara umum berisi tiga pandangan pakar dalam momentum peringatan kemerdekaan RI ke 66. Pihak pertama terdiri dari Jimly Ashshiddiqie (pakar konstitusi),
Musdah Mulia (Ketua Umum ICRP), Anies
Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), Martin Manurung (Ketua Umum DPP Garda Pemuda NasDem), dan J Kristiadi (Pengamat politik dari CSIS). Para pakar tersebut berpendapat mengenai momentum kemerdekaan RI sebagai momentum
untuk
menjaga
pluralisme
dan
toleransi.
Pemberitaan
itu,
mengisahkan bahwa integrasi bangsa Indonesia semakin terancam sehingga dibentuklah konstitusi mengenai pluralisme dan toleransi. Keberadaan hukum
65
sangat berperan untuk mengurangi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Selanjutnya, dijelaskan bahwa Indonesia dengan jajaran pulau dan adat istiadat yang beraneka ragam mampu membangkitkan semangat sebuah bangsa untuk melunasi janji kemerdekaan. Pemberitaan disusun sebanyak 22 paragraf, di dalamnya terdapat 15 paragraf yang mengisahkan mengenai pluralisme dan toleransi. Pihak kedua, berisi pendapat Aburizal Bakri (Ketua Umum DPP Partai Golkar) yang menyatakan bahwa kemerdekaan RI ke 66 dijadikan momentum untuk memperbaiki kesejahteran rakyat. Pihak ketiga, berisi pendapat Yandri Susanto (Ketua BM PAN), yang menyatakan bahwa kemerdekaan RI ke 66 dijadikan momentum untuk memupuk semangat nasionalisme. Pendapat pakar tersebut disusun sebanyak 7 paragraf untuk menginformasikan kepada pembaca bahwa semangat pluralisme dan toleransi harus dilengkapi dengan semangat nasionalisme. Selain itu, juga memberikan opini kepada pemerintah bahwa kesejahteran rakyat harus diperhatikan, karena ketimpangan sosial mampu memicu terjadinya konflik di Indonesia. Pemaparan mengenai peringatan kemerdekaan RI ke 66 sebagai momentum menjaga pluralisme dan toleransi mendominasi pemberitaan, sehingga menumbuhkan kesadaran kepada pembaca akan pentingnya hal tersebut. Frame SINDO yang menggambarkan konsen terhadap pluralitas agama tergambar dalam bagaimana SINDO mengisahkan fakta (skrip). Pemberitaan mengandung unsur (5W+1H) sebagai berikut, what, pendapat para tokoh dalam momen peringatan kemerdekaan RI ke 66. Who, Jimly Ashshiddiqie (pakar konstitusi), Musdah Mulia (Ketua Umum ICRP), Aburizal Bakri (Ketua Umum
66
DPP Partai Golkar), Yandri Susanto (Ketua BM PAN), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), dan Martin Manurung (Ketua Umum DPP Garda Pemuda NasDem), J Kristiadi (Pengamat politik dari CSIS). Why, pendapat tokoh dipaparkan oleh wartawan mengenai keadaan masyarakat Indonesia yang sering mengalami konflik, sehingga dibutuhkan adanya semangat pluralisme, sikap toleransi dan gerakan perubahan untuk mencapai janji kemerdekaan. When, Kuliah umum dalam Gus Dur Memorial Lecture (Senin, 15 Agustus 2011) dan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 66. Where, Kantor Persekutuan Gereja seIndonesia, Jakarta dan Kampus Universitas Paramadina, Jakarta. Pemberitaan dilakukan dengan cara menggabungkan peristiwa berbeda untuk mendukung pesan yang ingin disampikan kepada khalayak. How, pendapat para tokoh disampaikan untuk mengonstruksi khalayak dalam menumbuhkan sikap toleransi dan perubahan bangsa untuk mengisi kemerdekaan. Ada tiga hal yang menjadi fokus pemberitaan tersebut. Pertama, menjaga pluralisme dan toleransi. Kedua, peningkatan kesejahteraan rakyat. Ketiga, membangun semangat nasionalisme. Pada awal teks sudah tercermin bahwa pemberitaan tersebut di dominasi dengan pemberitaan membangun semangat pluralisme dan toleransi. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “Peringatan 66 Tahun Kemerdekaan Indonesia menjadi momentum untuk membangkitkan semangat sebuah bangsa. Menuju ke arah itu, prinsip pluralisme dan toleransi harus dijaga.” Penegasan di awal teks semacam itu, sangat jelas memberikan arahan kepada pembaca, bahwa arah pemberitaan itu mengajak pembaca unntuk
67
meningkatkan kesadaran pluralisme dan toleransi. Hal itu sangat di butuhkan di tengah masyarakat Indonesia yang plural dan rentan akan terjadinya konflik. Dari struktur tematik, ada tiga tema dalam teks berita, yang semuanya memberikan dukungan pada tema utama. Pertama, pernyataan pakar yang membahas tentang semangat pluralisme dan toleransi. Pendapat Jimly Ashshiddiqie dan Musdah Mulia dibahas sebanyak 6 paragraf pada awal pemberitaan, menegaskan bahwa lemahnya penegakan hukum mengenai penyimpangan agama, integritas bangsa Indonesia semakin terancam dan banyaknya aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan semngat pluralisme dan toleransi. Pada 8 paragraf akhir, terdapat pernyataan pakar Anies Baswedan, Martin Manurung, dan J Kristiadi. Mereka menyatakan bahwa pluralisme dan toleransi sangat penting untuk mencapai janji kemerdekaan serta mampu menjadi solusi untuk mengurangi konflik NKRI. Kedua, pendapat Aburizal Bakri tentang peningkatan kesejahteraan masyarakat harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Menurutnya, jika terjadi ketimpangan sosial akan memicu terjadinya konflik. Hal tersebut dikisahkan dalam 5 paragraf yang terletak di tengah pemberitaan. Ketiga, peningkatan semangat nasionalisme yang diungkapkan oleh Yandri Susanto. Hal itu dikisahkan dalam 2 paragraf yang terletak di tengah pemberitaan. Tema ini dibahas tidak secara mendalam, sehingga pembaca kurang memberi perhatian terhadap tema tersebut. Retoris yang digunakan wartawan untuk menekankan arti yang ditonjolkan dengan menggunakan otoritas keilmuan kepada sumber untuk menekankan apa yang disampaikan dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan kebenarannya.
68
Seperti, pakar konstitusi, Ketua Umum ICRP, DPP Partai Golkar, Ketua BM PAN, Rektor Universitas Paramadina, Ketua Umum DPP Garda Pemuda NasDem dan Pengamat politik dari CSIS. Dari pakar tersebut, hanya beb erapa yang tepat dijadikan rujukan sebagai pakar pluralisme dan toleransi, yaitu Jimly Ashshiddiqie (pakar konstitusi),
Musdah Mulia (Ketua Umum ICRP), Anies
Baswedan (Rektor Universitas Paramadina). Leksikon yang dipilih untuk untuk menekankan pesan yang ingin disampaikan yaitu “kompleksitas, disintegritas dan integritas.” Penggunaan kata tersebut mencerminkan bahwa begitu “rumit” persoalan yang dialami bangsa Indonesia dan seringkali berakhir dengan “perpecahan”, sehingga “persatuan” sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan bangsa. Penekanan kata tersebut bisa menimbulkan opini publik bahwa perjuangan untuk mengisi kemerdekaan dan menjaga NKRI sangatlah berat, sehingga membutuhkan peran seluruh masyarakat dan pemerintah. Konflik di NKRI juga mampu diminimalisir oleh sikap toleransi dan menjaga sikap pluralisme. Pluralitas merupakan sunnatullah, di Indonesia dianugerahi beraneka ragam agama, kepercayaan, budaya, suku, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, tidak memaksakan kehendak manusia untuk memeluk agama Islam. Negara Indonesia pun memberikan perlindungan terhadap setiap warga negara untuk memilih agama yang dianutnya sesuai dengan keyakinannya. Islam sebagai frame of reference pluralitas agama, mampu mengakomodasi semua kepentingan agama dengan menjunjung tinggi nilai toleransi selama dalam batas kebenaran dan tidak merusak akidah agama. Oleh
69
karena itu, akan terbentuk masyarakat Islami yang mampu hidup berdampingan dengan kemajemukan secara damai. C. Analisis Berita “Sambutan Lebaran-Istana Negara Dibuka Dua Jam” Tanggal
: 29 Agustus 2011
Judul
: “Sambut Lebaran-Istana Negara Dibuka Dua Jam”
Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis
Memaparkan tentang acara open house di Istana Negara untuk merayakan hari raya Idul Fitri untuk meningkatkan silaturrahmi diseluruh lapisan masyarakat. Selain itu, memaparkan tentang zakat yang ditunaikan oleh Presiden SBY melalui Badan Zakat Nasional.
Skrip
Pemberitaan memiliki kelengkapan 5W+1H. Penekanan terhadap informasi akan diselenggarakannya
open house di Istana
Negara. Terdapat nominalisasi zakat yang dikeluarkan oleh Presiden SBY. Tematik
1) Mempererat tali silaturrahmi dengan mengadakan open house di Istana Negara. 2) Menumbuhkan semangat saling peduli dan berbagi dengan cara menunaikan zakat.
Retoris
Pemberian label otoritas keilmuan pada sumber berita. Penggunaan leksikon “open house.”
Setelah melaksanankan ibadah puasa Ramadhan, umat Islam di seluruh penjuru dunia melaksanakan hari raya Idul Fitri. Bagi pemeluk agama Islam, hari
70
raya Idul Fitri dianggap sebagai momen lahir kembali manusia dalam keadaan suci. Di Indonesia memiliki agama yang bersifat plural, agama Islam merupakan agama mayoritas bagi penduduknya. Oleh karena itu, hari raya Idul Fitri mendapat perhatian khusus dari seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah. Menjelang hari raya Idul Fitri SINDO menurunkan berita dengan judul “Sambut Lebaran-Istana Negara Dibuka Dua Jam.” Dari analisis sintaksis, pandangan SINDO tersebut diwujudkan dalam skema berita. Judul berita sudah sangat jelas menunjukkan bahwa SINDO memberikan informasi kepada pembaca yang ingin menghadiri acara open house di Istana Negara. Pada saat hari raya Idul Fitri, pemeluk agama Islam memiliki tradisi melakukan silaturrahmi kepada sanak famili untuk saling memaafkan. Bersilaturrahmi kepada Kepala Negara merupakan hal yang sangat dinantikan oleh sebagian umat islam. Kegiatan itu menggambarkan bahwa antara pemimpin dan masyarakatnya memiliki hubungan yang harmonis. Selain itu, pemberitaan ini juga mampu memberikan citra positif terhadap pemimpin bangsa. Kegiatan open house juga memberikan peluang kepada non muslim untuk melakukan silaturrahmi kepada pemimpin Negara dan masyarakat lainnya. Hal ini mencerminkan Islam sebagai frame of reference bersikap selalu menjaga perdamaian melalui kegiatan silaturrahmi baik kepada sesama muslim maupun kepada non muslim. Dalam pemberitaan menjelaskan tentang acara open house di Istana Negara jumlah zakat yang dikeluarkan oleh Presiden. Hal tersebut mengajak pembaca untuk memupuk rasa perdamaian diantara manusia. Pemberitaan ini juga memberikan penjelasan mengenai pentingnya silaturrahmi dan menunaikan zakat.
71
Karena hal tersebut mampu mendorong umat manusia untuk saling mengenal dan menolong, ditengah
kondisi bangsa yang plural. Hal tersebut sangat sesuai
dengan konsep tauhid, dimana mewajibkan kepada pemeluknya untuk tunduk kepada Tuhan dan menjalankan hubungan baik terhadap sesame manusia. Frame SINDO yang menggambarkan konsen terhadap hari besar agama tergambar dalam bagaimana SINDO mengisahkan fakta (skrip). Pemberitaan ini terdiri dari 7 paragraf yang memiliki unsur 5W+1H. What, kegiatan open house di Istana Negara pada hari raya Idul Fitri. Who, Julian Aldrin Pasha (Juru Bicara Kepresidenan), SBY(Presiden), Ani Yudhoyono (Ibu Negara). Dalam unsur why terdapat konsep name make news (nama tenar membuat berita), dimana pemberitaan ini berkaitan dengan SBY sebagai Presiden RI. Sehingga, pemberitaan ini memiliki unsur prominence (tenar) yang mampu menarik minat pembaca. Why, wartawan memaparkan mengenai proses open house di Istana Negara. Selain itu, memaparkan mengenai zakat fitrah SBY yang menjadi kewajiban sebagai umat Islam sebelum merayakan Idul Fitri. When, Open house pada perayaan Idul Fitri dan bulan Ramadan (akhir pekan lalu). Where, Cikeas, Masjid Istiqlal, dan Istana Negara pada 30 Agustus 2011. How, pemaparan mengenai perayaan Idul Fitri yang dilakukan oleh SBY, dimana dijadikan momen untuk menumbuhkan silaturrahmi antara Presiden dengan masyarakatnya. Pluralitas di negara Indonesia merupakan sunnatullah, pemerintah harus bersikap adil dan melindungi setiap warga tanpa memandang SARA. Dalam berita itu fokus pada acara open house di Istana Negara sebagai wujud rasa toleransi terhadap kegiatan agama yang ada di Indonesia. Ini dapat dilihat dari kutipanan terdapat pada bagian awal teks berikut: “Presiden Susilo Bambang
72
Yudhoyono (SBY) akan kembali menggelar acara open house pada perayaan Hari Idul Fitri. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, kegiatan open house akan dibuka untuk masyarakat selama dua jam di Istana Negara.”
Kalimat tersebut menjelaskan bahwa pemerintah turut berpartisipasi dalam kegiatan hari besar agama, yang mampu mencerminkan bahwa negara menjunjung tinggi nilai Ketuhanan dan memiliki rasa toleransi kepada seluruh agama di Indonesia. Pemberitaan berisi penjelasan mengenai pelaksanaan open house di Istana negara yang dipaparkan pada paragraf 1 sampai paragraf 4. Selain itu, pemberitaan juga menjelaskan tentang pelaksanaan zakat Presiden yang dilakukan untuk menyempurnakan ibadah puasa yang dipaparkan pada paragraf 5 sampai paragraf 7. Dari struktur tematik, ada dua tema dalam teks berita itu yang kesemuanya mengarah pada tema utama. Pertama, pelaksanaan open house di Istana Negara. Hakikat Tuhan dan wahyu dalam konsep tauhid, mewajibkan manusia untuk patuh terhadap perintah agama. Setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh, maka seluruh umat Islam merayakan hari kemenangan pada saat Idul Fitri. Pemerintah pun melakukan open house kepada masyarakat untuk meningkatkan sikap toleransi dan kerukunan. Kedua, penyerahan zakat keluarga Presiden kepada Badan Zakat Nasional. Sebagai umat Islam memiliki kewajiban untuk menyisihkan sebagian harta yang berfungsi untuk berbagi kepada sesama. Agama Islam sebagai frame of reference sangatlah memperhatikan kondisi sosial yang terjadi. Melalui kewajiban zakat bagi yang mampu, dapat membantu perekonomian masyarakat kurang mampu.
73
Inilah konsep tauhid masyarakat yang hakiki, yakni menciptakan masyarakat Islam yang peka terhadap kondisi sosial tanpa memerhatikan latar belakang SARA. Pemberitaan dilakukan dengan koherensi pembeda, hal ini tergambar dari adanya dua peristiwa yang terjadi yakni berkaitan dengan acara open house di Istana Negara untuk memperingati hari raya Idul Fitri dan tentang kewajiban zakat yang diserahkan Presiden kepada Badan Zakat Nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata “sementara” pada paragraf berikut: Tahun-tahun sebelumnya, kegiatan open house berlangsung selama lebih dari lima jam dan berlangsung pula di hari kedua di Puri Cikeas,Bogor. Sementara, untuk melengkapi kegiatan bulan Ramadan, Presiden SBY akhir pekan lalu menyalurkan zakat fitrah dan zakat penghasilannya kepada Badan Zakat Nasional (Baznas). Retoris yang digunakan wartawan untuk menekankan arti yang ditonjolkan dengan menggunakan otoritas keilmuan kepada sumber untuk menekankan apa yang disampaikan dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan kebenarannya. Pemberitaan ini menggunakan sumber Julian Aldrin Pasha (Juru Bicara Kepresidenan) dan SBY(Presiden). Leksikon yang dipilih dalam pemberitaan adalah kata “open house”, mencerminkan adanya hubungan baik antara pemerintah dan masyarakatnya tanpa mengenal status sosial. Selain itu, dijadikan momen untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan ditengah masyarakat Indonesia yang bersifat plural.
74
D. Analisis Berita “Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan” Tanggal
: 7 November 2011
Judul
: “Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan”
Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis
Memaparkan tentang Idul Adha sebagai momen mengurangi kemiskinan di Indonesia. Selain itu, memaparkan tentang hewan kurban dan isi khutbah pada saat pelaksanaan shalat Idul Adha di masjid Istiqlal.
Skrip
Pemberitaan
memiliki
kelengkapan
5W+1H.
Penekanan
terhadap metode yang dilakukan untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan yang bersumber dari hadits Rasulullah. Tematik
1) Peningkatan etika kehidupan bertetangga dan bernegara. 2) Suasana pelaksanaan shalat Idul Adha di masjid Istiqlal. 3) Pemaparan mengenai hewan kurban.
Retoris
Penggunaan leksikon “berbagi kuah” pada paragraf tiga sebagai kegiatan sosial terhadap sesama.
Satu hari setelah hari raya Idul Adha yang dilaksanakan umat Islam, SINDO menurunkan berita mengenai pelaksanaan shalat Idul Adha di masjid Istiqlal, dengan judul, “Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan.” Dalam judul tersebut sangatlah jelas bahwa Idul Adha dijadikan momen untuk meningkatkan kepedulian sosial dalam kebersamaan untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Dari analisis sintaksis, pandangan SINDO tersebut diwujudkan dalam skema dalam berita. Judul berita sangatlah jelas, bahwa di tengah pluralnya agama di
75
Indonesia, Agama Islam sebagai frame of reference menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan kepedulian sosial untuk saling berbagi dengan sesama muslim maupun kepada non muslim. Dalam teks berita itu, SINDO mengutip khutbah yang disampaikan oleh A Qadir Gassing pada saat pelaksanaan shalat Idul Adha di Istiqlal. Khutbah disampaikan disampaikan oleh orang yang mempunyai otoritas keilmuan di bidang agama Islam. Selain itu, SINDO memberikan penjelasan tentang hewan kurban yang diserahkan oleh presiden dan wakil presiden. Frame SINDO yang menggambarkan konsen terhadap pluralitas agama tergambar dalam bagaimana SINDO mengisahkan fakta (skrip). Pemberitaan ini terdiri dari 6 paragraf yang memiliki unsur 5W+1H. What, Idul Adha sebagai momen untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan kepedulian sosial. Who, A Qadir Gassing (khatib), Presiden, Ibu Negara, Wakil Presiden, Ibu Herawati, Djoko Suyatno (Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan), Sudi Silalahi (Menteri Sekretaris Negara), dan Fauzi Bowo (Gubernur DKI Jakarta). Why, wartawan memaparkan khutbah yang disampaikan pada saat pelaksanaan shalat Idul Adha dan hewan kurban yang diserahkan oleh Presiden dan wakil Presiden. When, pelaksanaan hari raya Idul Adha. Where, masjid Istiqlal. How, penjelasan tentang menjadikan Idul Adha momen untuk mengurangi kemiskinan. Fokus dari pemberitaan ini adalah mengajak pembaca untuk saling berbagi kepada sesama, baik antara muslim maupun non muslim. Dalam konsep tauhid yang dibawa oleh para nabi, mengajarkan umat Islam untuk menciptakan masyarakat madani yang peduli terhadap aspek kehidupan sosial. Pada bagian
76
awal berita sangat jelas mengajak pembaca untuk bekerjasama dalam menyelesaikan problem sosial yang berupa kemiskinan. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “JAKARTA– Kebersamaan, kepedulian, kesetiakawanan sosial serta sikap suka berbagi dengan sesama bisa menjadi jalan untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan.” Kalimat tersebut menjelaskan, bahwa untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan membutuhkan peranan dari seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan, khususnya perbedaan agama. Pemberitaan berisi penjelasan isi khutbah A Qadir Gassing yang dipaparkan pada paragraf 2 sampai paragraf 4. Isi khutbah mengajak pembaca untuk meningkatkan etika kehidupan bertetangga dan berbangsa sehingga mewujudkan sikap tolong menolong antar sesama. Selain itu, mengajarkan konsep “berbagi kuah kepada tetangga” yang diajarkan Rasulullah sebagai langkah awal untuk mengurangi kemiskinan. Pada paragraf 4 dijelaskan nominal kuantitas penderita kelaparan yang bersumber dari PBB, hal ini bertujuan untuk melengkapi kebenaran suatu fakta kepada pembaca. Pemberitaan pada paragraf 5 dan 6 menjelaskan mengenai suasana pelaksanaan Idul adha dan hewan kurban yang diserahkan oleh Presiden dan Wakil Presiden kepada pihak panitia. Dari struktur tematik, ada tiga tema dalam teks berita itu yang kesemuanya mengarah pada tema utama. Pertama, peningkatan etika kehidupan bertetangga dan berbangsa. Dalam konsep sunnatullah, kehidupan berbangsa bersifat plural dan mampu dijadikan kekuatan untuk menyelesaikan problem sosial. Dalam pemberitaan itu, juga dilengkapi tentang hadits Rasulullah yang berkaitan dengan kehidupan bersama. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Menurut Nabi, seseorang yang membiarkan tetangganya kelaparan sementara dirinya kekenyangan bukanlah orang beriman. Dalam sebuah
77
hadis lain, Rasulullah juga mengimbau agar umat Islam memasak dengan memperbanyak kuahnya untuk dibagikan kepada tetangga. “Dalam konteks yang lebih luas, konsep „berbagi kuah kepada tetangga‟ ini dapat digunakan dalam upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kelaparan. Paragraf tersebut mengajak pembaca untuk mengawali perubahan dan perbaikan dari hal-hal kecil, seperti saling berbagi makanan kepada tetangga. Islam sebagai frame of reference pluralitas agama, memberikan teladan budi pekerti yang telah dilakukan sejak zaman Rasulullah hidup. Masyarakat Islam diwajibkan meneladani sikap terpuji Rasulullah untuk menciptakan masyarakat plural yang damai. Tradisi bertetangga di era modern nampaknya sudah mulai terkikis akibat semakin praktisnya kehidupan manusia yang ditunjang dengan teknologi canggih. Oleh karena itu, Idul Adha merupakan momen yang tepat untuk menumbuhkan semangat kebersamaan. Kedua, pemberitaan tentang suasana pelaksanaan shalat Idul adha di masjid Istiqlal. Idul Adha merupakan hari istimewa bagi umat Islam, tak sedikit yang melaksanakan shalat Idul Adha di masjid terbesar di Asia tenggara tersebut. Pejabat negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden turut serta dalam pelaksanaan shalat Idul Adha di masjid Istiqlal. Ketiga, pemaparan mengenai hewan kurban yang diserahkan oleh Presiden dan Wakil Presiden. Hewan kurban mampu menciptakan saling berbagi antar sesama manusia. Bagi umat Islam yang memiliki kemapanan ekonomi, dapat mengurangi kemiskinan dan kelaparan dengan berbagi hewan kurban kepada masyarakat kurang mampu. Penekanan makna tertentu ditulis pada level retoris untuk penyampaian pesan kepada pembaca. Leksikon yang dipilih untuk lebih menekankan makna Idul Adha kepada pembaca adalah penggunaan kata “berbagi kuah” pada paragraf
78
tiga. Kata tersebut menyadarkan pembaca untuk saling berbagi terhadap sesama walaupun dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut mengajarkan kepada pembaca bahwa perubahan dapat diawali dari hal kecil dan dilakukan secara terus menerus. E. Analisis Berita “Metamorfosis Beragama” Tanggal
: 25 November 2011
Judul
: “Metamorfosis Beragama”
Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis
Tulisan Prof. Dr. Komarudin Hidayat, memaparkan tentang agama yang semakin plural, khususnya di Indonesia. setiap masyarakat seharusnya memahami fase-fase perubahan sebuah agama, untuk mengurangi terjadinya masalah sosial. Kondisi agama yang semakin plural disebabkan oleh intensitas interaksi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Oleh karen itu, setiap individu wajib menghormati segala perbedaan.
Skrip
Pemberitaan tidak memiliki kelengkapan 5W+1H karena dalam bentuk feature. Dalam pemberitaan hanya terdapat unsur where, yaitu di Desa Pabelan, dekat Candi Borobudur, Magelang.
Tematik
1) Menjadikan kisah Nabi Muhammad dan manusia dalam memperlakukan binatang yang dianggap najis, seperti “anjing” sebagai suatu metamorfosis agama. 2) Pluralitas agama lahir dari penduduk Indonesia yang kian bertambah dan melakukan interaksi secara intensif. 3) Pemahaman agama sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan bernegara.
79
Retoris
Pemberian
label
otoritas
keilmuan
pada
nara
sumber.
Penggunaan leksikon pada kata “metamorfosis.”
Pada hari Jum‟at, dalam terbitannya SINDO memberikan ruang kepada para tokoh agama untuk menampilkan karya tulisnya kepada pembaca. Saat melakukan wawancara dengan Dwi Sasongko selaku Wakil Redaksi Pelaksana Sindo, beliau menyatakan bahwa telah terjadi kerjasama dengan para tokoh agama untuk memuat tulisan secara rutin pada Sindo edisi hari jum‟at terkait persoalan kemajemukan agama di Indonesia. Dari analisis sintaksis, pandangan SINDO tersebut diwujudkan dalam skema berita. Bertepatan dengan Jum‟at, 25 November 2011, SINDO menurunkan berita dengan judul Metamorfosis Beragama karya Prof. Dr Komarudin Hidayat. Berita yang merupakan hasil karya tulisan seseorang termasuk dalam kategori berita lunak berbentuk feature. Dalam buku Suhaemi dan Ruli Nasrullah dijelaskan bahwa: Feature dapat disebut sebagai sebuah karangan yang ringan dan umum kemanusiaan atau gaya hidup, dia tidak terikat kaedah penulisan, walaupun dalam penyampaiannya memakai unsur-unsur berita, dia merupakan karya kreatif yang subjektif tidak memihak kepada kemanusiaan yang bertujuan untuk memberitahu dan menghibur pembaca.125 Pada bagian awal paragraf memberikan gambaran kepada pembaca mengenai keadaan agama pada saat ini yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal tersebut menyadarkan pembaca bahwa kemajemukan agama di Indonesia bukanlah menjadi sebuah masalah, melainkan dijadikan sebagai sunnatullah yang harus dijaga kelestariannya. Selain itu, dalam pemberitaan
125
Suhaemi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, h. 33.
80
dijelaskan bahwa agama merupakan pedoman hidup seseorang maupun bangsa, sehingga bukanlah dijadikan sebagai suatu persoalan yang berlarut-larut. Frame SINDO yang menggambarkan konsen terhadap pluralitas agama tergambar dalam bagaimana SINDO mengisahkan fakta (skrip). Pemberitaan ini berbentuk feature yang ditulis oleh tokoh agama, kemudian diproses melalui penyeleksian ketat oleh editor untuk dilihat dari segi kaidah penulisan yang digunakan oleh narasumber. Hal tersebut
bertujuan untuk menyajikan
pemberitaan yang sesuai dengan ciri khas SINDO. Pemberitaan juga tidak terdapat 5W+1H secara aktual, namun hanya menjelaskan unsur where masa lampau, yakni di Desa Pabelan, Magelang yang terdapat pada awal paragraf. Pada paragraf 1 sampai 5 pemberitaan menceritakan tentang pengalaman hidup seorang tokoh agama yang mampu memberikan contoh kepada pembaca bahwa pada dasarnya agama itu membawa kedamaian kepada semua makhluk, terutama agama Islam. hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berita berikut: Nabi Muhammad SAW pun memuji anjing yang memiliki sifat setia dan pintar diajak berburu hewan di hutan. Jika kita mencaci anjing atau babi yang tak berdosa, jangan-jangan Penciptanya juga akan marah. Cerita di atas hanyalah salah satu bagian saja dari metamorfosis pemahaman dan pengalaman keberagamaan yang sangat mungkin para pembaca juga memiliki pengalaman serupa. Agama Islam sebagai frame of reference pluralitas agama memiliki etika yang baik dalam memerlakukan makhluk hidup, khususnya manusia. Dalam berita ini dikisahkan tentang perlakuan manusia terhadap hewan anjing yang semena-mena, padahal Nabi Muhammad sebagai sosok mulia mampu memuji anjing walaupun binatang yang haram. Hal ini menyadarkan manusia untuk memperbaiki tindakannya. Hewan saja dilarang untuk disakiti, terlebih lagi
81
sesama manusia. Keberadaan manusia yang beragam, khususnya dalam bidang agama, semuanya telah diatur hukum Islam dalam konsep tauhid. Pada paragraf 6 sampai paragraf 14 memaparkan tentang keberadaan masyarakat Indonesia yang semakin plural serta dampaknya yang akan terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berita berikut: Ketika seseorang lahir dan tumbuh dalam sebuah komunitas homogen dari segi bahasa, agama,dan adat,istilah dan konsep kemajemukan agama itu tidak populer. Namun, ketika penduduk Indonesia dan dunia kian bertambah, perjumpaan lintas pemeluk agama yang berbeda semakin intens,masyarakat tidak bisa lagi mengelak untuk menerima kenyataan, perbedaan mazhab dan agama itu suatu keniscayaan sosial. Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa perbedaan agama mutlak adanya, karena terjadi proses interaksi antara individu lokal maupun individu internasional yang menimbulkan pertukaran nilai-niai kehidupan. Kemajemukan agama di Indonesia sudah seharusnya dibarengi dengan kebijakan pemerintah dan perlindungan hukum. Karena jika pengawasan pemerintah yang lengah akan terjadi problematika sosial dan pertumpahan darah. Peranan pemerintah sangatlah penting untuk mencegah konflik yang mengatasnamakan agama. Masyarakat juga hendaknya bersikap kritis dan cerdas terhadap peristiwa yang terjadi. Jangan sampai mudah terjerat informasi yang salah tentang suatu peristiwa yang menimbulakan salah paham yang berujung konflik. Dari struktur tematik, ada tiga tema dalam teks berita, yang semuanya memberikan dukungan pada tema utama. Pertama, menjadikan kisah Nabi Muhammad dan manusia dalam memperlakukan binatang yang dianggap najis, seperti “anjing” sebagai suatu metamorfosis agama. Pada bagian berita ini, mengajak pembaca untuk meneladani sikap Rasulullah SAW, karena pada dasarnya agama Islam sangat membenci kekerasan yang dilakukan terhadap
82
makhluk. Mungkin banyak pembaca yang menyaksikan binatang disiksa, padahal sebagai manusia diwajibkan untuk berbuat baik kepada seluruh makhluk hidup. Binatang najis “anjing” dijadikan suatu objek dalam sikap manusia, ada yang memerlakukannya dengan baik dan adapula yang menyiksanya. Sikap yang dilakukan seseorang sangat dipengaruhi oleh ilmu agama yang dimilikinya. Oleh karena itu, pendidikan, buku bacaan, guru, lingkungan turut berperan aktif dalam tindakan yang dilakukan manusia. Kedua, pluralitas agama lahir dari penduduk Indonesia yang kian bertambah dan melakukan interaksi secara intensif. Di Indonesia sangat beraneka ragam agama, kepercayaan, ormas agama dan parpol agama. Jika masyarakat Indonesia sudah menjadi mapan, maka keanekaragaman tersebut bisa dijadikan sebagai warna-warni kehidupan yang indah. Namun, realitasnya masyarakat Indonesia masih saja kurang cerdas dan sensitif terhadap hal-hal yang berbau keanekaragaman. Sehingga sifat plural yang dimiliki Indonesia seringkali melahirkan masalah sosial. Ketiga, pemahaman agama sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan bernegara. Indonesia sebagai bangsa yang plural sudah sepantasnya mendapat perlindungan hukum dan mendapat perhatian lebih dari negara. Hal tersebut karena agama merupakan produk yang rentan terhadap konflik. Pola pikir yang dimiliki masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kemajukan bangsa. untuk mengurangi konflik yang timbul dari produk agama, seharusnya setiap individu memiliki kesadaran untuk bersikap toleransi terhadap pemeluk agama lain, tentunya dengan tidak merusak akidah agama yang dipeluknya.
83
Penekanan makna tertentu ditulis pada level retoris untuk penyampaian pesan kepada pembaca. Pemberian label otoritas keilmuan terdapat pada pemberitaan tersebut, dimana pemberitaan merupakan karya dari Prof. Dr. Komarudin Hidayat sebagai tokoh Islam. Leksikon yang dipilih untuk lebih menekankan makna adalah penggunaan kata “metamorfosis.” Penggunaan makna tersebut ingin memberikan gambaran kepada pembaca tentang betapa rumitnya fase-fase perubahan yang berkaitan dengan agama sebagai produk yang sensitif akan konflik. Penggunaan kata “metamorfosis” sering muncul pada paragraf pemberitaan tersebut. F.Analisis Berita “Natal Membangun Jiwa yang Terang” Tanggal
: 28 Desember 2011
Judul
: Natal Membangun Jiwa yang Terang
Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis
Memaparkan sambutan presiden SBY pada saat perayaan Natal Bersama. Pemberitaan mengenai sambutan presiden SBY mengajak pembaca untuk senantiasa bersyukur dan melakukan perubahan bangsa kearah lebih baik. Pemberitaan terdapat 8 paragraf yang berisi tentang sambutan presiden SBY dan kegiatan yang dilakukan untuk merayakan Natal.
Skrip
Pemberitaan
memiliki
kelengkapan
5W+1H.
Penekanan
terhadap perbaikan moral dan etika serta meningkatkan kualitas beragama. Tematik
1) Menjadikan Natal sebagai momentum membangun kehidupan bangsa menjadi lebih maju.
84
2) Penerapan prinsip humanisme, pluralisme dan toleransi dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa. 3) Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi perayaan Natal. Retoris
Pemberian label otoritas keilmuan pada pakar. Penggunaan leksikon pada kata “jiwa yang terang.”
Dua hari setelah perayaan Natal, SINDO menurunkan berita dengan judul “Natal Membangun Jiwa yang Terang.” Natal merupakan hari besar agama Kristen, dimana merupakan agama yang menjadi pihak minoritas di Indonesia. Meskipun demikian, SINDO tetap memberikan perhatian dalam pemberitaan kelompok minoritas tersebut sesuai dengan kebutuhan pembaca. Presiden SBY yang beragama muslim ikut berpartisipasi dalam perayaan Natal, hal ini sangatlah sesuai dengan prinsip pluralitas agama yang terdapat pada bagan 0.1, yang mengajarkan bagaimana Islam harus bersikap baik dengan agama lain. Pemaparan Dwi Sasongko selaku Wakil Pemimpin Redaksi terhadap perayaan agama non muslim, sebagai berikut: “SINDO adalah milik bersama dan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan SINDO memberikan pemberitaan secara adil kepada pembaca tanpa cendrung kepada kaum mayoritas dan kaum minoritas. Oleh karena itu, SINDO bisa diterima oleh semua kalangan masyarakat.” Dari analisis sintaksis, pandangan SINDO tersebut diwujudkan dalam skema berita. Pemberitaan SINDO mengajak pembaca untuk menghormati agama minoritas untuk menjaga pluralitas agama yang merupakan sunnatullah. Judul pemberitaan menjadikan Natal sebagai momen untuk membangun jiwa dengan
85
cara bersyukur dan melakukan perenungan. Dalam teks berita itu, Sindo mengutip sambutan presiden SBY. Meskipun kepala negara Indonesia beragama Islam, namun tetap memberikan sambutan kepada agama lain. Hal ini mencerminkan adanya penerapan perspektif tauhid tentang hakikat masyarakat. Ajaran Islam mewajibkan kepada pemeluknya untuk saling berinteraksi dengan baik kepada pemeluk agama lain. Dalam menjalankan tugas kepemimpinan Islam mengajarkan untuk melaksanakan hak dan kewajiban secara seimbang untuk seluruh kepentingan masyarakat tanpa memandang perbedaan. Pemberitaan itu disusun terdiri dari delapan paragraf. Dalam pemberitaan mengajak pembaca, khususnya umat Kristen untuk selalu bersyukur dan melakukan perbaikan dengan cara menjadikan nilai-nilai agama sebagai dasar moral dan etika dalam kehidupan berbangsa. Frame SINDO yang menggambarkan konsen terhadap pluralitas agama tergambar dalam bagaimana SINDO mengisahkan fakta (skrip). Pemberitaan mengandung unsur (5W+1H) sebagai berikut, what, sambutan Presiden SBY dalam momentum hari raya Natal. Who, Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden), Boediono (Wapres), Suryadharma Ali (Menteri Agama), beberapa jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Alex Retraubun (Ketua Panitia Natal Bersama). Why, sambutan presiden SBY dipaparkan oleh wartawan mengenai hari raya Natal sebagai momentum untuk bersyukur dan melakukan perbaikan untuk kemajuan bangsa. When, perayaan Natal Bersama Umat Kristiani Tingkat Nasional 2011. Where, di Jakarta. How, sambutan presiden SBY yang mengontruksi
khalayak
untuk
membangun
meningkatkan kualitas keberagamaan.
kehidupan
bangsa
dengan
86
Fokus pemberitaan itu adalah menjadikan Natal sebagai momentum membangun kehidupan bangsa menjadi lebih maju. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak seluruh umat Kristiani di seluruh Tanah Air untuk mensyukuri kemajuan yang telah berhasil diraih seraya terus melakukan koreksi dan perbaikan yang belum tercapai.” Dengan penegasan diawal teks semacam itu, jelas menegaskan kepada pembaca bahwa hari raya keagamaan dijadikan media perenungan untuk kemajuan bangsa. Hal ini menyatakan bahwa kemajuan bangsa harus diimbangi dengan kualitas beragama masyarakatnya. Dari struktur tematik, ada tiga tema dalam teks berita, yang semuanya memberikan dukungan pada tema utama. Pertama, menjadikan Natal sebagai momentum membangun kehidupan bangsa menjadi lebih maju.
Tak dapat
dipungkiri bahwa kualitas beragama seseorang dapat memengaruhi moral dan etika
individu
tersebut.
Indonesia
merupakan
negara
yang
memiliki
beranekaragam agama, jika pemeluk agama-agama tersebut bersatu mampu menghasilkan perubahan besar untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu perbedaan agama tidaklah dijadikan hal yang mampu merusak persatuan bangsa. Hari raya Natal mengharapkan setiap pemeluk agama di Indonesia untuk menjauhkan diri dari rasa kebencian, keangkuhan dan egoisme. Hal tersebut bertujuan meningkatkan toleransi antar kelompok masyarakat untuk kemajuan bangsa menjadi lebih baik. Kedua, penerapan prinsip humanisme, pluralisme dan toleransi dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa. Agama Islam sebagai frame of reference pluralitas agama, memiliki gambaran dasar yang berkaitan dengan humanisme,
87
pluralisme dan toleransi. Ajaran humanisme dalam Islam dikenal dengan humanisme tauhid, dimana menjelaskan agama memandang hakikat Tuhan, hakikat wahyu, hakikat manusia dan hakikat masyarakat. Humanisme tauhid mengajarkan manusia untuk menciptakan hubungan baik kepada Tuhan dan kepada sesama manusia.dalam kondisi bangsa Indonesia yang plural, Islam mengajarkan umatnya untuk menjunjung tinggi toleransi selama dalam batas kewajaran yang tidak merusak akidah agama. Islam sebagai agama mayoritas harus menciptakan hubungan baik dalam kehidupan masyarakat terhadap agama minoritas untuk mencapai tujuan bangsa. Ketiga, kegiatan yang dilakukan untuk mengisi perayaan Natal. Pada paragraf 7 dipaparkan banyak kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat dan pemeliharaan lingkungan. Kegiatan tersebut dilakukan untuk kepentingan semua masyarakattanpa melihat lata belakang agama. Hal ini mencerminkan bahwa toleransi antarumat agama sangatlah penting untuk mencapai kemajuan bangsa. Pada pemberitaan digunakan koherensi paragraf penjelas, yang tergambar dengan penggunaan kata “sementara itu” dalam penjelasan kalimat yang masih berkaitan, yakni sambutan presiden SBY dalam acara perayaan Natal Bersama dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan panitia dalam perayaan Natal. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “Melalui renungan Natal tahun ini, segenap umat manusia disadarkan akan pentingnya penerapan prinsip humanisme, pluralisme, dan toleransi dalam mengatasi berbagai persoalan yang kit hadapi bersama,” tandasnya. Sementara itu, Ketua Panitia Natal Bersama Alex Retraubun mengatakan, sebagai bagian dari perayaan Natal Bersama, panitia telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan.
88
Penekanan makna tertentu ditulis pada level retoris untuk penyampaian pesan kepada pembaca. Leksikon yang dipilih untuk lebih menekankan makna Natal adalah penggunaan kata “jiwa yang terang.” Hal itu mencerminkan bahwa untuk melakukan perubahan harus diawali dengan kesucian jiwa yang dapat diperoleh dari perbaikan kualitas beragama.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pluralitas agama merupakan kondisi dimana terdapat beraneka ragam agama di suatu wilayah. Di Indonesia terdapat banyak agama dan kepercayaan yang menjadi ciri khas suatu bangsa, namun terkadang pluralitas agama memicu terjadinya konflik yang berkepanjangan. Pada penelitian ini melakukan analisis pemberitaan pluralitas agama pada koran SINDO. Koran SINDO sebagai bentuk komunikasi massa merupakan surat kabar yang peduli terhadap kondisi pluralitas agama di Indonesia. Hal ini terbukti dari porsi pemberitaan pluralitas agama yang intens, misalnya saja pada saat hari besar suatu agama. Pada hari tertentu, koran SINDO menyediakan kolom khusus kepada tokoh pluralitas agama untuk memuat karya tulisnya, tentu saja hal ini dilakukan dengan proses seleksi dan editing yang cukup ketat. Pada penelitian ini menggunakan teori analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dan teori pluralitas agama Anis Malik Thoha. Koran SINDO sebagai media cetak menjalankan perannya untuk memberikan informasi yang terkait dengan aktifitas keagamaan kepada pembaca yang terdiri dari beragam pemeluk agama. Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana redaksi Koran SINDO secara sintaksis, skrip, tematik dan retoris mengkaji berita tentang pluralitas agama
89
90
berdasarkan perspektif Islam menurut Anis Malik Thoha yang terdiri dari tauhid, pluralitas adalah sunnatullah, kebebasan beragama dan frame of reference. Pertama, secara sintaksis (cara wartawan menyusun fakta). Berita yang dianalisis pada skripsi ini terkait pluralitas agama dengan judul berita “Tradisi Menyambut Ramadhan,” “Jaga Prinsip Pluralisme dan Toleransi,” “Sambut Lebaran Istana Negara Dibuka Dua Jam,” “Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan,” “Metamorfosis Beragama,” “Natal Membangun Jiwa yang Terang.” Pada berita tersebut untuk menyampaikan pesan kepada pembaca dilengkapi dengan latar informasi, sumber, pernyataan dan penutup. Berita pada Koran SINDO tersebut mewakili teori
pluralitas agama Anis Malik Thoha yang menjelaskan segala
peristiwa beragam agama menurut kacamata Islam tanpa menyudutkan agama minoritas. Berita pada Koran SINDO untuk membangun nilai objektivitas dan tidak keberpihakan kepada suatu agama, maka pernyataan pemberitaan dilengkapi dengan wawancara pelaku suatu peristiwa dan pendapat ahli agama. Kesimpulan dari berita tersebut mengarahkan pikiran pembaca untuk menilai pluralitas agama secara positif tanpa menimbulkan perpecahan. Kedua, secarara skrip (cara wartawan mengisahkan fakta). Pemberitaan pluralitas agama pada Koran SINDO memiliki kelengkapan 5W+1H who (siapa), what (apa), when (bilamana), where (dimana), why (mengapa) dan how (bagaimana). Untuk menarik minat pembaca tentang berita pluralitas agama, pemberitaan dilakukan pada saat terjadi hari besar suatu agama. Selain itu, pemberitaan juga melibatkan pakar ahli di bidang agama. Pemberitaan juga melibatkan sosok presiden
91
untuk membentuk pola pikir pembaca bagaimana cara menyikapi pluralitas agama dengan sikap toleransi yang tinggi. Ketiga, secara tematik (cara wartawan menulis fakta). Pemberitaan pluralitas agama pada Koran SINDO berkaitan dengan teori pluralitas agama menurut Anis Malik Thoha, dimana pemberitaan mengajarkan kepada pembaca bagaimana konsep tauhid, pluralitas sebagai sunnatullah, kebebasan beragama, dan frame of reference. Dimana unsur tersebut dikemas dalam sebuah berita yang menarik. Dalam menyusun kata, kalimat, koherensi paragraf dibutuhkan keahlian dan keterampilan wartawan dalam bidang jurnalistik sehingga pesan sebuah berita dapat disampaikan. Keempat, secara retoris (cara wartawan menekankan fakta). Hal ini terkait dengan leksikon, grafis dan metafora yang digunakan pada sebuah berita. Pada tahap ini wartawan melakukan pemilihan kata yang lebih dapat menonjolkan makna tentang pluralitas agama. Misalnya saja, penggunaan kata “bulan suci” untuk menonjolkan makna bulan ramadhan. selain menggunakan kata untuk penekanan sebuah pesan bias juga dilengkapi dengan grafis dalam bentuk bagan, grafik atau foto. B. Saran Surat kabar sebagai media massa, sudah sepatutnya berperan sebagai kontrol sosial di masyarakat. Oleh karena itu, pemberitaan pluralitas agama yang disajikan hendaklah bersifat mendidik. Diharapkan pembaca mampu membuka wawasan untuk memahami makna pluralitas agama secara positif melalui berita tersebut. Jangan sampai pembaca menimbulkan sikap individualis terhadap pemeluk agama lain.
92
Berita pluralitas agama yang disajikan hendaklah sesuai fakta, dikhawatirkan pemberitaan dilakukan dengan memihak kepada suatu golongan agama tertentu sehingga memicu terjadinya konflik. Pembaca seharusnya mampu bersiakap cerdas dan kritis terhadap berita pluralitas agama yang disajikan, mampu memilah mana berita yang bermanfaat. Karena dikhawatirkan terdapat ideologi tertentu yang hendak disampaikan surat kabar dan tidak sejalan dengan aqidah pembaca. Hendaknya pembaca harus mampu menciptakan rasa toleransi terhadap pemeluk agama lain, sehingga tidak terjadi perpecahan bangsa. Pluralitas agama sangat bersifat sensitif dan membutuhkan para intelektual untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat akan makna pluralitas agama sebenarnya. Para intelektual juga bisa menjadikan fenomena pluralitas agama sebagai pengkajian lebih mendalam secara islami, supaya lebih bisa diterima oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Adam Kuper dan Jessica Kuper. Ensiklopedi Ilmu Ilmu Sosial. Penerjemah Haris Munandar, et. al. The Social Sciences Encyclopedia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000. Al Munawar, Said Agil Husin. Fikih Hubungan Antar Agama. Ciputat: Ciputat Press, 2005. Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala, dan Siti Karlinah. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004. Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan. Konflik Sosial Bernuansa Agama di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI, 2003. Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana, 2008. _ _ _ _. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana, 2008. Collins, Gerald dan Farrugia, Edward. Kamus Teologi. Yogyakarta: P. Kanisius, 1996. Echols, John dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Effendi, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Eriyanto. Analisis Framing Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2008. Ghazali, Imam. Bimbingan untuk Mencapai Tingkat Mu’min. Penerjemah Abdai Rathomy. Bandung: Diponegoro, 2000.
Hariyono, Rudy dan Idel, Antoni. Kamus Lengkap Plus Idiom. Surabaya: Gitamedia Press, 2005. Husaini, Adian. Pluralisme Agama: Haram. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005. _ _ _ _. Hendak Kemana (Islam) Indonesia Seri II. Surabaya: Media Wacana, 2005. Littlejohn, Stephen dan Karen Foss. Teori Komunikasi. Penerjemah Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta: Salemba Humanika, 2009. Madjid, Nurcholish. dkk. Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat InklusifPluralis. Jakarta: Paramadina, 2004. McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa. Penerjemah Putri Iva Izzati. Jakarta: Salemba Humanika, 2012. Moeliono, Anton. dkk. Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa. Yogyakarta: Kanisius, 1998. Osman, Mohamed Fathi. Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan. Penerjemah Irfan Abubakar. Jakarta: Yayasan Paramadina, 2006. Robertson, Roland. Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. Penerjemah Achmad FedyaniSaifuddin. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995. Scharf, Betty. Sosiologi Agama. Jakarta: Kencana, 2004. Shihab, Alwi,ed. Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak. Bandung: Penerbit Nuansa, 2005. Shoelhi, Mohammad. Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009. Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Suhaemi dan Rully Nasrullah. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009. Sururin, ed. Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak. Bandung: Penerbit Nuansa, 2005. Sururin.
Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak.
Dalam Maria Ulfah,ed. Bandung: Penerbit Nuansa, 2005. Sururin. Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak. Dalam Marzuki Wahid. Bandung: Penerbit Nuansa, 2005. Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia, 2005. Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif, 2006. Vivian, John. Teori Komunikasi Massa. Penerjemah Tri Wibowo. Jakarta: Kencana, 2008.
TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber: Dwi Sasongko (Wakil Pemimpin Redaksi) 1. Pertanyaan: Bagaimana pemberitaan SINDO terkait pluralitas agama di Indonesia? Narasumber: SINDO Koran umum milik bersama yang memiliki isi pemberitaan yang tidak segmented seperti Koran Republika yang segmented tentang agama atau Topskor yang segmented tentang olahraga. Semua berita yang dianggap layak, maka akan diberitakan oleh SINDO. Kami lebih memilih bersifat general karena lebih bisa diterima oleh masyarakat dan bisa mengakomodasi semua kepentingan. Berbicara mengenai agama semuanya bisa kita layani, misalnya ada hari besar agama tertentu seperti Islam, maka akan dimuat pemberitaannya. Karena mayoritas agama Islam, maka porsi pemberitaannya lebih besar. Misalnya ketika Paskah dan lain-lain, turut juga diberitakan dengan porsi yang layak. 2. Pertanyaan: Bagaimana pluralitas agama menurut SINDO? Narasumber: Indonesia Negara yang hidup berdampingan secara damai. Didalamnya terdapat banyak agama, kepercayaan yang diakui Negara secara sah. Sebagai media massa, kita menghormati semua itu dan menolak kekerasan agama tertentu yang mampu merusak kebhinekaan ini. Jadi perbedaan yang ada di Indonesia dijadikan kekuatan untuk mempertahankan bangsa ini. Menurut saya, pluralitas itu penting dan saya sangat mendukung pemikiran KH. Abdurrahman Wahid sebagai tokoh pluralisme. Bagaimana cara memanaj Negara ini secara baik dan bisa diterima oleh
seluruh golongan di tanah air. Semua mempunyai hak yang sama sebagai anak bangsa dan Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi masyarakatnya. 3. Pertanyaan: Bagaimana SINDO mengemas pemberitaan pluralitas supaya menarik? Narasumber: SINDO salah satu Koran yang berfikir positif. Dahulu orang memandang berita yang jelek adalah berita yang bagus (bad news is good news). Namun kami memiliki pandangan yang sebaliknya. Berita yang bagus jika dikelola dengan baikmaka akan menghasilkan yang bagus. Berita yang mengandung pluralitas agama kami akomodasi semua tanpa membedakan golongan dan kepentingan. Semua diberitakan secara adil sesuai porsi yang sesuai. Ketika kita menerbitkan berita pljralitas agama, kita kirim reporter untuk reportase, kita menekankan bahwa berita yang dimuat adalah berita berita yang positif, dan tidak menyudutkan kelompok tertentu. Kita sangat menghindari adanya benturan yang bersifat propokatif. Berita yang disajikan juga bersifat solutif, permasalahan yang ada dicarikan solusinya, tidak mencerca dan menghujat. Setiap reporter SINDO diwajibkan mengetahui prinsip tersebut. Kita juga melakukan hidden kepada pemerintah, pihak-pihak yang berwenang untuk memberikan solusi yang baik terutama tentang pluralitas agama. 4. Pertanyaan: Apa tujuan pemberitaan pluralitas agama yang dilakukan SINDO? Narasumber: Setiap berita yang disajikan kepada masyarakat selalu bertujuan untuk melakukan perubahan kea rah lebih baik. Pluralitas agama merupakan hal sensitif dan peran media sangat dibutuhkan untuk menanamkan pemahaman positif tentang
keanekaragaman yang ada. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi keagamaan. 5. Pertanyaan: Hal apa yang harus diperhatikan dalam pemberitaan pluralitas agama? Narasumber: Dasar kita setiap pemberitaan harus cover bod side, apalagi masyarakat sudah sangat pandai dan sensitif
ketika ada pemberitaan yang memojokkan
kelompok tertentu pasti pembaca akan mempermasalahkan. Wajar jika hanya komplen lewat surat pembaca, sampai saat ini ada yang bersikap radikal. Untuk menghindari hal tersebut maka ketika melakukan pemberitaan pluralitas agama tidak memihak kepada agama apapun. Hanya ingin menyajikan peristiwa sesuai fakta dan memberikan pengetahuan kepada pembaca mana hal yang baik dan buruk. 6. Pertanyaan: Kriteria apa yang dijadikan narasumber tokoh dalam berita pluralitas agama? Narasumber: Jadi kita adalah Koran kelas A+ merupakan golongan Koran menengah keatas. Artinya pembaca sudah mulai melek huruf, secara ekonomi sudah mapan dan bersifat kritis. Oleh karena itu kita sangat selektif dalam memilih narasumber. Narasumber harus memiliki kapabilitas yang cukup dan mumpuni di bidangnya. Jadi memang punya kualifikasi yang baik, track record yang baik. 7. Pertanyaan: Apa langkah selanjutnya setelah memilih narasumber?
Narasumber: Tahap selanjutnya kita lakukan seleksi terhadap tulisan narasumber. Setiap tulisan harus melalui proses edit oleh redaksi. Berita biasanya dari reporter ke editor yang mengoreksi apakah berita layak diberitakan atau tidak. Setelah itu ke editor bahasa, tugasnya menselaraskan antara editor dan redaktur sudah sesuai dengan ejaan atau tidak. Setelah itu di pasang di computer, jika berita terlalu panjang maka akan dipotong, kemudian dibaca ulang apakah layak diberitakan atau tidak. Setelah itu baru dikirim ke percetakan. 8. Pertanyaan: seberapa besar intensitas berita pluralitas agama di SINDO? Narasumber: sangat intensif dengan berita pluralitas agama. Ketika ada berita yang bersifat pluralitas agama, pasti akan dimuat di Koran. Karena pluralitas itu harus dipahami, ada banyak agama dan budaya yang mendasari Bhineka Tunggal Ika, dasar berita pluralitas bahwa kita hidup bersama. Perbedaan bukan sebagai masalah melainkan sebuah kekuata. 9. Pertanyaan: pesan apa yang ingin disampaikan kepada pembaca tentang pluralitas agama? Narasumber: Yang pasti kita tidak mendukung mayoritas atau minoritas. Agama mayoritas harus bisa melindungi minoritas, begitupun sebaliknya. Bahwa semua punya hak bersuara dan berpendapat. Semua diatur dalam UUD, negarapun ikut menjamin itu. Jadi kita ingin membangun masyarakat yang damai dan memahami pluralitas dalam bentuk positif.
10. Pertanyaan: Dengan porsi pemberitaan agama mayoritas lebih banyak, apakah tidak menimbulkan kecemburuan? Narasumber: saya kira adil itu tidak berdasarkan porsi. Karena agama mayoritas di Indonesia adalah Islam, maka pemberitaan jumlahnya juga banyak karena ingin menjawab kebutuhan masyarakat. Kita juga menampilkan berita tentang agama minoritas untuk memenuhi kebutuhan pembaca. Semua pemberitaan dilakukan secara seimbang sesuai kebutuhan masyarakat bukan berdasarkan porsi berita. 11. Pertanyaan: Strategi apa yang dilakukan supaya berita pluralitas agama menarik? Narasumber: Dalam proses pemberitaan kita gunakan peristiwa yang mampu menarik perhatian khalayak tentang pluralitas. Setelah itu dilakukan penggalian informasi secara mendalam. Menampilkan tokoh agama terkenal juga menjadi daya tari berita tersendiri. Selain itu terkadang berita dilengkapi gambar bertujuan untuk menanamkan pemahaman kepada pembaca sesuai dengan tujuan redaksi.
TRADISI MENYAMBUT RAMADAN - Dari Padusan hingga Pawai Obor, Sebuah Ungkapan Syukur Monday, 01 August 2011 Ramadan selalu disambut sukacita. Ucapan syukur bergema di segala penjuru.Di beberapa daerah, kegembiraan itu tecermin dalam berbagai tradisi.Meski berbedabeda kegiatannya, prinsipnya semua mensyukuri diberi kesempatan bertemu dengan bulan suci.
Padusan atau mandi sekaligus keramas di sumber air adalah salah satu tradisi tersebut. Seperti terlihat di Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang,Jawa Tengah, kemarin. Ribuan warga memadati sumber air Senjoyo. Mereka mengalir sejak pagi hingga petang.
”Kami mensyukuri nikmat Allah. Padusan ini juga bisa dimaknai untuk membersihkan diri menyambut datangnya bulan penuh hikmah,”ungkap Kasmiran, 52,pengunjung asal Boyolali. Dia mengatakan,berjumpa dengan Ramadan adalah kebahagiaan tiada tara bagi umat muslim.
kecuali hanya bentuk kegembiraan dan syukur menyambut Ramadan,”ujar Slamet,salah satu pengunjung. Tidak hanya di Gunungkidul.Suasana di berbagai objek wisata air seperti Pantai Kuwaru, Parangtritis,juga kolam renang Tirta Tamansari juga dipadati pengunjung.
kalah,parade hasil karya seniman lokal dan masyarakat Semarang juga ikut tampil di karnaval. Di Desa Cikeleng, Kecamatan Japara,Kuningan, Jawa Barat,warga antusias menyambut Ramadan dengan menggelar pawai obor dan atraksi sepak bola api.
Karena itu, momentum tersebut harus digunakan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri dengan Sang Maha Pencipta. Pemandangan serupa juga terlihat di Pantai Baron, Gunung kidul,Yogyakarta. Ratusan warga menceburkan diri di laut,kemudian berbilas di sungai tak jauh dari pantai tersebut.
Di Semarang, karnaval dugder menandai datangnya Ramadan.Tradisi yang disaksikan ribuan warga tersebut menampilkan parade seni budaya yang lahir dan berkembang di Kota Semarang,yakni budaya Jawa Semarangan, budaya Arab dan China. Tarian dan arak-arakan Warak Ngendok mengawali prosesi keberangkatan peserta karnaval.
Tradisi padusan di pantai ini telah berlangsung turuntemurun.”Ini memang sekadar tradisi,tidak dimaksudkan apa-apa
Diikuti tari-tarian Arab, dan China,lengkap dengan peserta karnaval berbusana senada dengan tarian yang diusung.Tak mau
Diiringi tabuhan beduk,peserta pawai yang sebagian besar anakanak dan remaja ini berjalan mengelilingi desa sambil melantunkan salawat Nabi. Kegembiraan terpancar, kalimat tasbih dan tahmid berkumandang. ”Tradisi ini sebagai ungkapan rasa syukur dapat bertemu lagi dengan bulan suci.Selain itu juga sebagai ajakan kepada warga yang lain untuk menjalankan ibadah puasa dengan sebaikbaiknya,” kata Kepala Desa Cikeleng Maman Supratman . Di
Palopo,Sulawesi
Selatan, datangnya Ramadan ditandai dengan pukulan beduk bertalu- talu di Masjid Tua Palopo. Suaranya membahana terdengar hingga daerah pesisir. ”Beduk ini hanya satu tahun sekali dibunyikan,yakni saat waktu memasuki Ramadan,” kata sekretaris pengurus Masjid Tua Palopo,Lukman S Wahid,kemarin. Menurut Lukman,usia beduk tersebut diyakini lebih tua dari bangunan masjid yang didirikan pada 1.604 Masehi. Masjid tua ini dibangun di masa pemerintahan Raja Luwu,Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe. Di Sidoarjo,Jawa Timur,warga korban lumpur memilih menggelar pengajian di kolam penampung lumpur.Mereka berharap diberi kekuatan
batin untuk suharjono/m taufik/ chaerulmelaksanakan ibadah suci tersebut. baderu/akbar insani
Jaga Prinsip Pluralisme dan Toleransi Wednesday, 17 August 2011 JAKARTA - Peringatan 66 Tahun Kemerdekaan Indonesia menjadi momentum untuk membangkitkan semangat sebuah bangsa. Menuju ke arah itu, prinsip pluralisme dan toleransi harus dijaga. “Pluralisme dan persatuan bangsa adalah sesuatu yang mutlak. Jika ini dihilangkan maka berbahaya bagi bangsa,” ujar pakar konstitusi Jimly Ashshiddiqie saat memberi kuliah umum dalam Gus Dur Memorial Lecture “Konstitusi di Tengah Keterancaman Pluralisme di Indonesia”di kantor Persekutuan Gereja seIndonesia, Jakarta,Senin (15/8). Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini,
konstitusi dibuat antara lain berdasarkan pengalaman dan akar sejarah bangsa, kondisi yang sedang dialami,serta citacita yang hendak dicapai. Dengan dasar itu,demokrasi yang dihasilkan dari reformasi 13 tahun silam haruslah tetap memegang prinsip pluralisme dan toleransi sebagai pegangan. Adapun hukum adalah pengawal jika kemudian ada penyimpangan terhadap kesepakatan organ-organ pluralisme yang mengancam negara. Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Musdah Mulia mengatakan,perjalanan reformasi memang membuat masalah kebangsaan Indonesia semakin kompleks. Bahkan,integritas bangsa Indonesia semakin terancam karena banyak pihak yang mencoba
memaksakan kehendak dan keyakinannya pada kelompok lain. “Rakyat Indonesia juga mulai meninggalkan kebiasaan musyawarah mufakat, dan cenderung beringas karena memahami tentang keyakinan hanya setengahsetengah. Inilah yang membuat ancaman disintegrasi makin meningkat,”ujarnya. Secara khusus,Musdah menyesalkan banyaknya aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama,bahkan melupakan toleransi yang sebenarnya menjadi ciri khas terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, tegas dia, sejarah tersebut sudah mulai dilupakan ditambah keberadaan hukum yang ikutikutan lemah. “Dalam kondisi seperti ini, mestinya semua kembali berpijak pada pemahaman
dasar,bahwa keyakinan adalah urusan masingmasing individu yang tak bisa dipaksakan. Di sinilah akan tumbuh toleransi dan rasa saling menghargai pada sesama,”tegasnya. Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakri menilai, pembangunan belum menyentuh masyarakat kecil khususnya bagi masyarakat petani dan nelayan yang tinggal di wilayah pedesaan. Meski hingga kini Indonesia telah berjalan cukup jauh, pembangunan masih jauh dari cita-cita Proklamasi. Pembangunan yang didengungdengungkan selama ini belum menyentuh kalangan masyarakat bawah. Bahkan masih terlihat ketimpangan sosial yang dapat menyulut konflik sosial. Karena itu, pada momentum peringatan Hari Kemerdekaan yang ke-66 ini dia mengajak seluruh elemen bangsa
melangkah bersama mengisi kemerdekaan serta mendorong bangsa ini ke arah yang lebih maju.
membulatkan tekad untuk memberikan pengorbanan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki,”ungkapnya.
“Secara khusus saya mengajak untuk bersimpati kepada masyarakat kecil, sebab jumlahnya masih sangat banyak,” ungkap Bakri dalam orasi politiknya bertajuk “Momentum Penataan Sistem Kehidupan Menuju Negara Sejahtera” kemarin di Jakarta.
Ketua Barisan Pemuda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) Yandri Susanto mengungkapkan, generasi muda Indonesia saat ini sudah tidak peduli dengan nasionalisme terhadap bangsanya. Contohnya, sebuah sekolah di Jawa Tengah yang sudah tidak mengadakan upacara bendera setiap hari senin, dan masih banyak lagi kasus yang tidak mencerminkan jiwa nasionalisme.
Menurut Bakri, di balik gemerlapnya kota masih banyak rakyat yang hidup sebagai petani dan nelayan. Kesenjangan antara desa dan kota tidak boleh terus dibiarkan, sebab kesenjangan hanya akan mengikis rasa nasionalisme dan menggoyahkan pilar persatuan bangsa. “Sudah waktunya seluruh kebijakan diarahkan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat kecil dengan
“Pekerjaan rumah (PR) untuk Indonesia tidak ada jiwa nasionalisme, yang ada mementingkan dirinya sendiri, nasionalisme masih rendah,“ ujarnya dalam diskusi publik “Menakar Nasionalisme Kaum Muda” kemarin. Kemerdekaan
Hilang
Ditelan Konflik Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan menyatakan, janji-janji kemerdekaan yang selalu dikemukakan setiap rezim penguasa seolah hilang ditelan aneka polemik dan konflik yang mengedepankan kepentingan jangka pendek kelompok bahkan segelintir elite. “Padahal,potensi masa depan Indonesia sebenarnya sangat besar. Indonesia adalah negara kaya dengan jajaran pulau dan pantai terbentang, tanah yang subur dan luas, adat istiadat yang kaya dan beragam,” ujar Anies dalam orasi politik “Melunasi Janji Kemerdekaan” yang disampaikannya terkait peringatan HUT Kemerdekaan Ke-66 RI di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta, kemarin.
Anies menyatakan, Indonesia adalah negara masa depan atau land of the future. Karena itu,semua janji dan cita-cita kemerdekaan yang mulai didengungkan 17 Agustus 1945 harus sudah terbayar lunas pada 2045, tepat 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Terwujudnya janji-janji kemerdekaan, kata Anies, akan terasa bila rakyat miskin di Indonesia berkurang signifikan, semua rakyat hidup makmur dan sejahtera secara merata, serta tak ada lagi jurang kesenjangan hidup yang sangat lebar seperti saat ini. “Janji-janji kemerdekaan akan sulit terpenuhi pada 2045 bila kondisi dan tabiat kita dalam berbangsa dan bernegara masih seperti saat ini.Korupsi merebak,banyak pemaksaan demi pemenuhan kepentingan
dan kebutuhan kelompok tertentu, serta birokrasi yang rumit. Ini semua adalah ciri-ciri penyebab hancurnya sebuah bangsa,”paparnya. Ketua Umum DPP Garda Pemuda Nasional Demokrat Martin Manurung mengatakan, kondisi bangsa saat ini sangat memprihatinkan karena banyak persoalan sulit dicapai jalan keluarnya. Akibatnya, keresahan rakyat meningkat dan apatisme kepada lembaga negara cenderung meluas. “Konflik yang mengancam NKRI ini harus segera dicarikan solusinya secara komprehensif, cermat, dan cepat, baik dalam hal sosial, budaya, hankam, dan lainnya,” kata Martin. Pengamat politik dari CSIS J Kristiadi menyatakan, pemimpin politik adalah orang yang dipercaya oleh rakyat dan diberikan
kedaulatan kekuasaan kepentingan banyak.
mengelola untuk masyarakat
“Jadi nilai yang perlu ditanamkan adalah bukan berkuasa untuk menjadi orang kaya, tapi berkuasa untuk mengelola kekuasaan untuk kepentingan khalayak,”katanya. ● mohammad sahlan/ andi setiawan/robbi khadafi
Sambut Lebaran Istana Negara Dibuka Dua Jam Monday, 29 August 2011 JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan kembali menggelar acara open house pada perayaan Hari Idul Fitri. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, kegiatan open house akan dibuka untuk masyarakat selama dua jam di Istana Negara. ”Open house pukul 15.00 sampai pukul 17.00 WIB pada hari pertama lebaran tanggal 30 Agustus. Sedangkan hari kedua, kegiatan silaturahmi untuk keluarga di Cikeas,”ungkap Julian di Jakarta,kemarin. Lazimnya kegiatan tahunan yang dilakukan kepala negara, Presiden SBY beserta Ibu Negara Ani Yudhoyono seusai melakukan salat Id di Masjid Istiqlal akan
kembali ke Istana Negara untuk bersilaturahmi dengan seluruh jajaran Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, pejabat negara, dan para staf kepresidenan Kegiatan ini berlangsung sekitar pukul 10.00 sampai 14.00 WIB. Pendeknya waktu kegiatan open house tahun ini, menurut Julian, karena Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono harus meninggalkan Istana ke Cikeas.Tahun-tahun sebelumnya, kegiatan open house berlangsung selama lebih dari lima jam dan berlangsung pula di hari kedua di Puri Cikeas,Bogor. Sementara, untuk melengkapi kegiatan bulan Ramadan, Presiden SBY akhir pekan lalu menyalurkan zakat fitrah dan zakat penghasilannya kepada Badan Zakat Nasional (Baznas). Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, penyerahan zakat Presiden kali ini
dilakukan di kediaman pribadinya Puri Cikeas, bukan di kantor Kepresidenan. Zakat fitrah yang disalurkan oleh Presiden sebesar Rp1.496.250 untuk 21 orang yang tinggal di kediaman pribadinya.Sedangkan,untu k zakat penghasilan Presiden, menyalurkan sebesar Rp21.819.115. Dengan demikian, total zakat yang diserahkan Kepala Negara kepada Baznas sebesar Rp23.315.365. ”Zakat fitrah juga untuk keluarga besar termasuk Ibunda saya, Ibu Habibah, keluarga inti, dan merekamereka yang saya bantu untuk zakat fitrahnya,” tegas Presiden SBY. rarasati syarief
Spirit Idul Adha Enyahkan Kemiskinan Monday, 07 November 2011 JAKARTA– Kebersamaan, kepedulian, kesetiakawanan sosial serta sikap suka berbagi dengan sesama bisa menjadi jalan untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan.
Karena itulah, sikap tersebut harus terus ditingkatkan dalam etika kehidupan bertetangga dan berbangsa. Demikian pesan khotbah salat Idul Adha yang disampaikan A Qadir Gassing di Masjid Istiqlal, Jakarta,kemarin. Berbagi rezeki dengan tetangga, ujar Qadir, bahkan ditekankan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis. Menurut Nabi, seseorang yang membiarkan tetangganya kelaparan sementara dirinya
kekenyangan bukanlah orang beriman. Dalam sebuah hadis lain, Rasulullah juga mengimbau agar umat Islam memasak dengan memperbanyak kuahnya untuk dibagikan kepada tetangga. “Dalam konteks yang lebih luas, konsep „berbagi kuah kepada tetangga‟ ini dapat digunakan dalam upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kelaparan. Jangan-jangan memang ada tetangga kita yang kelaparan sementara kita tidur lelap karena kekenyangan,” papar Qadir. Qadir menambahkan sikap suka berbagi perlu lebih digiatkan dalam waktu ke depan karena banyaknya angka kelaparan di dunia.Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyebutkan dari total 7 miliar penduduk dunia, sepertujuh atau 1 miliarnya menderita kelaparan. Dari 1 miliar
penduduk yang kelaparan, 65% hidup di tujuh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salat Idul Adha di Masjid Istiqlal kemarin diikuti ribuan umat Islam dari berbagai penjuru Jakarta. Ikut melaksanakan ibadah salat Idul Adha di masjid terbesar di Asia Tenggara tersebut di antaranya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta Ibu Negara Ani Yudhoyono,Wakil Presiden Boediono beserta Ibu Herawati, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi serta Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Setelah melaksanakan i salat Idul Adha, Presiden SBY dan Wapres Boediono menyerahkan hewan kurban masingmasing berupa sapi satu ekor kepada Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid
Istiqlal
Mubarok.
Sapi yang diserahkan Presiden SBY berbobot 1,2 ton dan dibeli dari Bapak Suhadi dari Tegalrejo,Pasuruan, Jawa Timur.Adapun bobot sapi yang diserahkan Wapres mencapai 1,1 ton. Jumlah hewan kurban yang diterima pengelola Masjid Istiqlal hingga kemarin mencapai 87 ekor dengan perincian 60 ekor sapi dan 27 ekor kambing. Dibandingkan tahun lalu, jumlah hewan kurban berupa sapi meningkat tajam karena tahun lalu hanya mencapai 17 ekor sapi, sedangkan jumlah kambing mencapai 300 ekor. maesaroh
Metamorfosis Beragama Friday, 25 November 2011 Pemahaman,pengalaman, dankeyakinanberagama itu mengalami perubahan, pertumbuhan,dan bisa juga degradasi. Ini bisa terjadi pada pribadi,keluarga,masyarakat, dan bangsa. Dalam masyarakat yang kian majemuk dan konsumtif, agama mestinya menjadi tuntutan hidup yang konstruktif, bukan larut dan menjadi sumber persoalan sosial. Waktu itu umur saya sekitar enam tahun, tinggal di Desa Pabelan, dekat Candi Borobudur, Magelang. Selagi bermain- main dengan teman,saya dikagetkan suara teriakan beberapa pemuda: “Anjing... anjing....” sambil membawa tongkat untuk membunuh anjing yang masuk desa.Maka orang-orang desa itu pun keluar ikut membawa tongkat, dan akhirnya anjing itu tertangkap lalu digebuk ramairamai sampai mati. Saya melihat dengan iba pada
anjing yang tak berdaya itu. Rintihan tangis anjing sebelum mati itu tetap tersimpan di benak saya yang sekali-sekali muncul. Sore hari menjelang magrib, para pemuda yang ikut membunuh anjing itu menceritakan ulang di serambi masjid dengan rasa bangga.Logika yang saya tangkap, anjing itu najis, tidak boleh disentuh, karena akan membatalkan salat dan mengotori halaman rumah. Karena najis, anjing mesti dibunuh. Dengan membunuhnya, berarti telah menjaga kesucian agama dan itu berarti berjuang di jalan Tuhan. Saya tidak tahu dari mana awal mula muncul paham bahwa membunuh anjing itu berarti membela agama Allah. Namun, setelah belajar di pesantren, saya baru tahu, anjing itu hewan yang mulia, bahkan Alquran menceritakan tujuh pemuda yang tinggal di Gua Kahfi itu ditemani anjing. Nabi Muhammad SAW pun memuji anjing yang memiliki
sifat setia dan pintar diajak berburu hewan di hutan. Jika kita mencaci anjing atau babi yang tak berdosa, jangan-jangan Penciptanya juga akan marah. Cerita di atas hanyalah salah satu bagian saja dari metamorfosis pemahaman dan pengalaman keberagamaan yang sangat mungkin para pembaca juga memiliki pengalaman serupa. Dengan bertambahnya usia dan bertemu beragam guru, saya semakin sadar dan sekaligus kadang dibuat bingung oleh kenyataan, bumi ini dihuni oleh manusia dengan ragam agama, dan di dalam satu agama pun terdapat beragam mazhab.Jadi,pemahaman dan sikap keberagamaan itu mengalami metamorfosis, dipengaruhi banyak faktor.Antara lain, buku yang dibaca, guru yang membimbing, perkembangan usia dan pergaulan, pengalaman hidup, jenjang pendidikan, kondisi ekonomi, mazhab yang diikuti, karakter seseorang, kondisi geografis, dan sistem politik
pemerintahan, di mana seseorang tinggal. Semakin Plural Ketika seseorang lahir dan tumbuh dalam sebuah komunitas homogen dari segi bahasa, agama,dan adat,istilah dan konsep kemajemukan agama itu tidak populer. Namun, ketika penduduk Indonesia dan dunia kian bertambah, perjumpaan lintas pemeluk agama yang berbeda semakin intens,masyarakat tidak bisa lagi mengelak untuk menerima kenyataan, perbedaan mazhab dan agama itu suatu keniscayaan sosial. Universitas di kota besar khususnya merupakan miniatur masyarakat Indonesia yang pada dasarnya sudah plural dan kini semakin plural.Kenyataan ini bisa memperkaya wawasan beragama, namun bisa juga membuat bingung. Di sini mulai terjadi konflik antara etika komunal dan etika publik, antara ideologi agama dan ideologi negara. Semakin lemah
etika publik dan ideologi negara, semakin menguat etika komunal dan ideologi keagamaan.
menjadi rumahrumah kecil yang kian eksklusif di tengah rumah Indonesia yang semakin samarsamar sosoknya.
Gejala ini cukup fenomenal dengan munculnya beragam partai dan ormas keagamaan yang dijadikan kendaraan mobilitas politik dan senjata tawar-menawar dalam penyusunan kabinet. Kalau saja etika publik dan etika bernegara sudah kokoh, kemunculan kelompok-kelompok keagamaan merupakan kekayaandan warna-warni demokrasi. Tetapi jika negara lemah, kemajemukan komunitas agama, etnis, dan parpol justru akan merongrong bangunan demokrasi dan kemajemukan bukan lagi sebuah mozaik yang indah, melainkan menjadi hirukpikuk dan kekacauan. Prosesperubahansosial,ekonomi, dan politik yang berlangsung begitu cepat yang tidak disertai kemajuan pendidikan dan kesejahteraan yang seimbang telah membuat identitas agama
politisi untuk dijadikan penyangganya.
agamanya, memiliki hak dan kedudukan yang sama.
Negara digugat karena tidak memberi rasa aman tenteram bagi warganya. Sosok negara semakin abstrak, yang terlihat dan terasakan adalah hirukpikuk ormas dan parpol yang ramairamai mencari dukungan massa rakyat sebagai penyangga dan barter untuk merebut kekuasaan politik dan materi yang melekat pada negara. Negara tak ubahnya sumber tambang berupa uang tunai melalui APBN, bukan lagi bahan mentahseperti diPapua.
Tidak hanya di Indonesia, pada tingkat global pun semarak dan konflik antarkomunitas agama semakin intens. Terjadinya migrasi antarwarga negara sangat berpengaruh terhadap konflik bernuansa etnis dan agama, khususnya di Eropa. Lemahnya negara dalam memberantas korupsi dan dalam menciptakan pemerataan lapangan kerja serta kesejahteraan bagi warga negara akan membuka peluang lebih besar bagi munculnya konflik horizontal dengan dalih etnis dan agama.
Jangan sampai parpol itu nantinya dianalogikan dengan perusahaan tambang. Komunitas keagamaan ini akan selalu mengemuka dalam berbagai format institusi dan gerakan mengingat agama telah menyatu dengan karakter masyarakat Nusantara yang bahkan sekarang semakin menguat karena memperoleh amunisi dan stimulasi dari para
Bagi pemerintah daerah yang gigih dan bangga menerapkan perda syariah (Islam) harus lapang dada menerima jika ada beberapa daerah lain yang juga ingin menerapkan perda syariah berdasarkan keyakinan dan ajaran di luar Islam.Perlu diingat, tidak semua kepala daerah adalah Muslim. Dan di mata hukum, semua warga negara, apa pun etnis dan
Bayangkan saja, andaikan sentimen agama dan etnis ini semakin menguat dan menjurus ke konflik, sangat mungkin tragedi Balkanisasi akan juga terjadi di Indonesia. Alam Indonesia yang indah ini akan berubah jadi medan perang atas nama Tuhan. Jadi, pemahaman agama – terutama dalam konteks sosial dan bernegara – itu tumbuh mengalami perkembangan dan penyesuaian dengan kondisi objektif setempat. Umat Islam yang tinggal di AS,Eropa, Timur Tengah, dan Indonesia pasti berbeda dalam mengembangkan etika komunal dan etika publik, meski kitab suci dan ritual pokoknya tetap sama.● PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Natal Membangun Jiwa yang Terang Wednesday, 28 December 2011 JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak seluruh umat Kristiani di seluruh Tanah Air untuk mensyukuri kemajuan yang telah berhasil diraih seraya terus melakukan koreksi dan perbaikan yang belum tercapai.
Presiden meminta agar perayaan Natal dapat dijadikan sebagai bagian untuk membangun jiwa yang terang, sikap yang optimistis, pikiran yang positif, serta semangat yang kuat untuk membangun hari esok yang lebih baik. “Mari kita jadikan nilai-nilai keutamaan ajaran agama sebagai landasan moral dan
etika dalam membangun Natal kehidupan bangsa yang Membangun lebih maju,” ucap Jiwa Presiden yang SBY dalam sambutannya Terang pada perayaan Natal Bersama di Jakarta Convention Center tadi malam. Di hadapan ribuan umat Kristiani, Presiden menyampaikan rasa syukur karena perayaan Natal yang diperingati Minggu (25/12) lalu berjalan dengan khidmat, tertib, dan damai. “Umat Kristiani di seluruh penjuru Tanah Air dapat merayakan ibadah dengan tenang. Saya berharap suasana seperti ini terus dapat kita jaga di negeri kita, menuju ke kehidupan bangsa yang makin aman,makin tenteram,dan makin damai,”ungkapnya. Saat menghadiri perayaan Natal Bersama Umat Kristiani Tingkat Nasional 2011 yang berlangsung selama hampir 1,5 jam, Presiden didampingi
Wapres Boediono,Menteri Agama Suryadharma Ali, dan beberapa jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.Tema Natal yang diangkat tahun ini adalah „Bangsa yang Berjalan di Dalam Kegelapan Telah Melihat Terang yang Besar.‟ Dalam sambutannya,Presiden menyampaikan apresiasinya tentang renungan Natal yang disampaikan oleh gerejagereja di seluruh Tanah Air agar umat Kristiani menjauhkan diri dari rasa kebencian, keangkuhan, dan egoisme.Renungan Natal yang disampaikan juga mengajak umat Kristiani untuk meningkatkan kualitas keberagamaan, sekaligus partisipasi dalam pembangunan bangsa. “Melalui renunganrenungan Natal tahun ini, segenap umat manusia
disadarkan akan pentingnya penerapan prinsip humanisme, pluralisme, dan toleransi dalam mengatasi berbagai persoalan yang kita hadapi bersama,”tandasnya. Sementara itu,Ketua Panitia Natal Bersama Alex Retraubun mengatakan,sebagai bagian dari perayaan Natal Bersama, panitia telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan antara lain bakti sosial kesehatan yang diikuti 1.500 warga di Jakarta Utara, rehabilitasi rumah ibadah, dan penanaman seribu pohon bakau di Ohoi Ngilngof Maluku Tenggara. “Dengan penuh harapan dan keyakinan semua pihak,akansemakinmeningk atkan kebersamaan umat Kristiani untuk mewujud manusia yang sejahtera bersama,”ucapnya. rarasati syarief_