[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan TAP MPR No. XI/1998 dan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaran Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan Negara serta berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 135/ Permentan/OT.140/12/2013 tentang Pedoman Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian, setiap instansi pemerintah sebagai unsur Penyelenggaraan Negara diwajibkan untuk mempertanggung jawabkan pelaksaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan perencanaan strategis yang ditetapkan oleh masing-masing instansi dengan menyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIN). Berdasarkan Permenpan No. 53 Tahun 2014, Laporan Kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja. Direktorat Kesehatan Hewan merupakan salah satu Direktorat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menjamin kesehatan hewan dapat terselenggara dengan baik di Indonesia. Untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab dan untuk lebih memntapkan pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Hewansebagai wujud dari pertanggung jawaban dalam mencapai misi serta tujuan pemerintah serta dalam rangka perwujudan Good Governance perlu dibuat Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan Kinerja menyajikan prestasi kerja yang dicapai berdasarkan penggunaan anggaran yang telah dialokasikan. Dengan telah berakhirnya pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2015, maka Direktorat Kesehatan Hewan sebagai unit kerja eselon II menyusun laporan pertanggung jawaban tersebut. B. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT. 010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Kesehatan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan 1
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
kebijakan di bidang peningkatan penyehatan kesehatan hewan secara individu dan populasi. Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktorat Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (2) pelaksanaan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (3) penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (4) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan serta pengawasan obat hewan; (5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan serta pengawasan obat hewan; dan (6) pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Kesehatan Hewan. C. Struktur Organisasi Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT. 010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Kesehatan Hewan terdiri atas (1) Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan; (2) Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasanan Penyakit Hewan; (3) Subdirektorat Perlindungan Hewan; (4) Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (5) Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan; (6) Subbagian Tata Usaha dan (6) Kelompok Jabatan Fungsional. Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengamatan penyakit hewan. Dalam melaksanakan tersebut, Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan; (4) pemberian bimbingan teknis dan supervise di bidang 2
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan; (5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan. Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan mempunyai tugas melaksananan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan. Dalam melaksanakan tersebut, Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang kesiagaan darurat penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kesiagaan darurat penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang kesiagaan darurat penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; (4) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesiagaan darurat penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; dan (5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang kesiagaan darurat dan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan. Subdirektorat Perlindungan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Perlindungan Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang analisis risiko, standardisasi dan biosekuriti; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis risiko, standardisasi dan biosekuriti; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria dibidang analisis risiko dan biosekuriti; (4) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang analisis risiko, standardisasi dan biosekuriti; dan (5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang analisis risiko, standardisasi dan biosekuriti. Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; dan (4) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kelembagaan kesehatan hewan dan sumber daya kesehatan hewan; dan (5) pelaksanaan 3
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang kelembagaan kesehatan hewan dan sumber daya kesehatan hewan. Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan obat hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan; (4) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan; dan (5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan. Subbagian Tata Usaha menpunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Kesehatan Hewan Kelompok Jabatan Fungsional mempuyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional medik veteriner dan paramedik veteriner masing-masing dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk Direktur Kesehatan Hewan, Direktur Kesehatan Hewan menempatkan pejabat fungsional medik veteriner dan paramedik veteriner pada unit kerja eselon III sesuai tugas masingmasing jabatan fungsional, Jumlah pejabat fungsional ditentukan bedasarkan kebutuhan dan beban kerja, jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
4
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organsasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian
DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN SUBBAGIAN TATA USAHA
SUBDIREKTORA T PENGAMATAN PENYAKIT HEWAN
SEKSI SURVEILANS, DAN PENGUJIAN PENYAKIT HEWAN
SEKSI ANALISIS EPIDEMIOLOGIDAN SISTEM INFORMASI KESEHATANHEWAN
SUBDIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN
SEKSI PENCEGAHAN PENYAKIT HEWAN
SEKSI PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN
SUBDIREKTORAT PERLINDUNGAN HEWAN
SUBDIREKTORAT KELEMBAGAAN DAN SUMBER DAYA KESEHATAN HEWAN
SUBDIREKTORAT PENGAWASAN OBAT HEWAN
SEKSI ANALISIS RISIKO
SEKSI KELEMBAGAAN KESEHATAN HEWAN
SEKSI MUTU OBAT HEWAN
SEKSI STANDARISASI DAN BIOSEKURITI
SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN HEWAN
SEKSI PEREDARAN OBAT HEWAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Hewan
5
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Kesehatan Hewan tahun 2015 sebanyak 80 orang. Rekapitulasi SDM Direktorat Kesehatan Hewan berdasarkan pendidikan terakhir disampaikan pada Tabel 1 berikut. No
Gol/Ruang
S3
S2
S1
D3
SLTA
SLTP
SD
1
I
-
-
-
-
-
-
-
2
II
-
-
-
1
-
1
2
3
III
-
5
31
1
12
-
-
49
4
IV
1
11
18
-
-
-
-
30
JUMLAH
Jumlah
81
Tabel 1. Rekapitulasi SDM Direktorat Kesehatan Hewan Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tahun 2015
6
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS Rencana strategis Direktorat Kesehatan Hewan mengaju pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015-2019. 1. Visi Mewujudkan Direktorat Kesehatan Hewan yang profesional, modern, maju, efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan hewan menuju status kesehatan hewan yang ideal. 2. Misi a. Meningkatkan jaminan kesehatan hewan untuk mendukung kestabilan usaha bidang peternakan dan kesehatan hewan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan menggunakan sumberdaya lokal. b. Meningkatkan sistem pelayanan kesehatan hewan yang maju dan terarah bertumpu pada teknologi modern. c. Meningkatkan profesionalisme, kesisteman, penganggaran, kelembagaan, sarana dan prasarana. 3. Tujuan a. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan hewan. b. Meningkatkan status kesehatan hewan. c. Meningkatkan jaminan mutu, keamanan dan ketersediaan komoditas hewan dan obat hewan. 4. Sasaran a. Meningkatkan perlindungan hewan dari ancaman penyakit hewan eksotik dan penyakit menular dari luar negeri, b. Meningkatkan pengamatan penyakit hewan menular, c. Terkendalinya penyakit hewan menular dengan tetap mempertahankan status bebas atau menurunkan angka kejadian penyakit hewan menular suatu wilayah, d. Meningkatkan jumlah wilayah bebas PHMS, e. Meningkatknya penguatan kelembagaan dan sarana prasarana kesehatan hewan, f. Meningkatnya jumlah dan kompetensi petugas dan pelayanan kesehatan hewan g. Meningkatnya ketersediaan obat hewan yang bermutu, berkhasiat dan aman 7
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
h. Meningkatnya jaminan mutu dan keamanan komoditas hewan dan produk hewan B. Strategi dan Kebijakan Agar visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan hewan dapat dicapai, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis secara menyeluruh sebagai berikut: 1. Arah Kebijakan dan Strategi Umum a. Mengoptimalkan peranan unit pelayanan teknis dibidang kesehatan hewan, laboratorium kesehatan hewan dan puskeswan untuk menghindari lemahnya koordinasi dalam penanggulangan PHMSZ b. Mengoptimalkan tenaga kesehatan hewan dalam rangka mempertahankan status bebas penyakit. c. Advokasi kepada pengambil kebijakan di Pemerintah Pusat dan Daerah dalam perencanaan pelaksanaan kegiatan dan penganggaran. 2. Arah Kebijakan dan Strategi Khusus a. Pengamatan Penyakit Hewan 1. Laboratorium Kesehatan Hewan 2. Program System Quality Assurance 3. Surveilens dan Monitoring 4. Sistem Informasi Kesehatan Hewan Sistem informasiKesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS) Sistem Informasi Laboratorium (INFOLAB) Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner b Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan c Perlindungan Hewan 1. Pengamanan terhadap Penyakit Hewan Eksotik dan Penyakit Hewan Menular dari Luar Negeri 2. Pengamanan Pengeluaran/eksportasi Hewan dan bahan biologis 3. Meningkatkan Kesiagaan Darurat Penyakit Eksotik d Pengawasan Obat Hewan e Pelayanan Kesehatan Hewan f Analisis Kesenjangan/Gap Analysis PVS (Performance of Veterinary Service) 3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Unit Satuan Kerja /UPT lingkup Direktorat Kesehatan Hewan a b. c.
Penyidikan dan Pengujian Veteriner Penyediaan vaksin dan antigen di Indonesia Penjaminan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan
8
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Sasaran Rencana Strategis (Renstra) NO
OUTCOME
INTERMEDIETE OUTCOME
KEGIATAN/SUB KEGIATAN
OUTPUT
KEBUTUHAN ANGGARAN DAN TARGET KINERJA
2015
Populasi, Produksi,Pro tein hewani
Kelahiran, Produktifitas
III
2018
2019
vol
anggaran
2016 vol
anggaran
2017 vol
anggaran
vol
anggaran
vol
anggaran
PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT HEWAN
1.Pengendalian,pencaga han dan pemberantasan Penyakit Hewan Menular Strategis Zoonosis (PHMSZ), Viral, Bakterial, parasit dan gangguan reproduksi
Kesiagaan Wabah PHM
KP
300.000
6.600.000.000
300.000
6.666.000.000
300.000
6.732.660.000
300.000
6.799.986.600
300.000
6.867.986.466
Pengendalian dan Penanggulangan Rabies
KP/DK
1.732.900
77.980.800.000
2.079.480
93.576.600.000
2.495.376
112.291.920.0 00
2.994.451
134.750.304.000
3.593.340
161.700.364.800
9
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Pengendalian dan Penanggulangan AI
KP/DK
15.000.000
22.500.000.000
20.000.000
30.000.000.000
20.000.000
30.000.000.00 0
20.000.000
30.000.000.000
15.000.000
22.500.000.000
Biosecurity Perunggasan
KP/DK
60.000
6.000.000.000
72.000
7.200.000.000
86.400
8.640.000.000
103.680
10.369.000.000
124.416
12.441.600.000
Pengendalian dan Penanggulangan Brucellosis
KP/DK
132.466
10.862.212.000
158.959
13.034.654.400
190.751
15.641.585.28 0
228.901
18.769.902.336
274.681
22.523.882.803
Pengendalian dan Penanggulangan Antrax
KP/DK
680.000
22.440.000.000
816.000
26.928.000.000
979.200
32.313.600.00 0
1.175.040
38.776.320.000
1.410.048
46.531.584.000
Pengendalian dan Penanggulangan Hog Cholera
KP/DK
633.000
23.421.000.000
759.600
28.105.200.000
911.520
33.726.240.00 0
1.093.824
40.471.484.000
1.312.589
48.565.785.600
Pengendalian dan Penanggulangan Jembrana
KP/DK
75.000
4.875.000.000
90.000
5.850.000.000
108.000
7.020.000.000
129.600
8.424.000.000
155.520
10.108.800.000
10
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi / Kerbau
KP/DK
300.000
39.000.000.000
360.000
46.800.000.000
432.000
56.160.000.00 0
518.400
67.392.000.000
622.080
80.870.400.000
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Parasiter
KP/DK
550.000
35.750.000.000
660.000
42.900.000.000
792.000
51.480.000.00 0
950.400
61.776.000.000
1.140.480
74.131.500.000
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Bakterial lainnya
KP/DK
150.000
9.750.000.000
180.000
11.700.000.000
216.000
14.040.000.00 0
259.200
16.848.000.000
311.040
20.217.60.000
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Viral Lainnya
KP/DK
160.000
12.000.000.000
192.000
14.400.000.000
230.400
17.280.000.00 0
276.480
20.736.000.000
331.776
24.883.200.000
11
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
2.Pengujian Penyakit Hewan dan sertifikasi obat hewan (sampel)
3.Penguatan Kelembagaan Otoritas Veteriner
Kewaspadaan Penyakit Eksotik Lintas Perbatasan
KP/DK
34
6.800.000.000
34
6.800.000.000
34
6.800.000.000
34
6.800.000.000
34
6.800.000.000
Penguatan, pengujian dan penyidikan veteriner
KD
130.000
138.726.750.000
143.000
154.125.419.250
157.300
171.233.340.7 87
173.030
190.240.241.614
190.333
211.356.908.433
Pengujian dan Sertifikasi Obat Hewan di BBPMSOH
KD
1.600
21.293.300.000
1.600
21.719.166.000
1.600
22.163.549.32 0
1.600
22.596.620.306
1.600
23.048.552.713
Pembinaan dan koordinasi Kesehatan Hewan
KP/DK/ KD
34
3.400.000.000
34
3.434.000.000
34
3.468.340.000
34
3.503.023.400
34
3.538.053.634
Penguatan puskeswan
KP/DK/ KD
850
59.500.000.000
860
60.200.000.000
870
60.900.000.00 0
880
61.600.000.000
890
62.300.000.000
12
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
4.Produksi vaksin dan bahan biologik (dosis)
Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan
KP/DK/ KD
45
6.750.000.000
45
6.817.500.000
45
6.885.675.000
45
45.6.954.531.750
45
7.024.077.068
Penguatan Lab B/C
KP/DK/ KD
15
1.125.000.000
20
1.500.000.000
25
1.875.000.000
30
2.250.000.000
35
2.625.000.000
SDM Kesehatan Hewan (THL)
KP
1.000
32.000.000.000
1.100
35.200.000.000
1.200
38.400.000.00 0
1.300
41.600.000.000
1.400
44.800.000.000
Peningkatan Produksi Vaksin, Obat hewan dan bahan biologik
KD
4.040.000
22.066.100.000
4.080.400
22.286.761.000
4.121.204
22.509.628.61 0
4.162.416
22.734.724.896
4.204.040
22.962.072.145
Peningkatan Produksi Vaksin, Obat hewan dan bahan biologik (BLU)
KD
4.337.775
6.546.085.000
4.381.153
6.611.545.850
4.424.964
6.677.661.309
4.469.214
6.744.437.922
4.513.906
6.811.882.301
13
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 5.Penguatan Sistem Kesehatan Hewan Nasional (SISKESWANNAS)
Sistim Kesehatan Hewwan Nasional (SISKESWANNA S)
KP
1
2.300.000.000
1
2.323.000.000
1
2.346.230.000
1
2.369.692.300
1.
2.393.389.223
Pengawasan obat Hewan
KP
16
1.760.000.000
16
1.777.600.000
16
1.795.376.000
16
1.813.329.760
16
1.831.463.058
Perlindungan Hewan
KP
12
1.630.000.000
12
1.646.300.000
12
1.662.763.000
12
1.679.390.630
12
1.696.184.536
Pengamatan Penyakit Hewan
KP
8
1.835.000.000
8
1.853.350.000
8
1.871.883.500
8
1.890.602.335
8
1.909.508.358
28.284.756
576.910.947.000
34.276.322
653.455.096.500
35.498.960
733.905.452.8 05
36.838.596
827.888.595.849
33.488.326
930.439.495.138
Tabel 2. Sasaran Rencana Strategis (Renstra)
14
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan C. Rencana Kinerja Tahunan (RKT)
Biosekuriti Perunggasan
4.523.915.000
3.671.059.880
81,15
Operasional Pelayanan Kesehatan Hewan di Puskeswan
9.541.410.000
9.071.910.362
95,08
Operasional Pengujian Veteriner di Lab.Veteriner Daerah
1.148.625.000
1.013.160.790
88,21
260.325.300
99,51
Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Hewan
0,00 261.620.000
Pembinaan dan koordinasi Kesehatan Hewan
3.156.183.000
2.746.246.129
87,01
Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau
9.974.607.000
9.066.086.201
90,89
Pengamatan Penyakit Hewan
5.500.720.000
4.819.701.592
87,62
Pengawasan Obat Hewan
237.170.000
222.711.400
93,90
Pengendalian dan Penanggulangan AI
6.428.468.000
5.925.728.378
92,18
Pengendalian dan Penanggulangan Anthrax
5.217.465.000
5.080.902.904
97,38
Pengendalian dan Penanggulangan Hog Cholera
7.085.717.000
6.791.266.690
95,84
Pengendalian dan Penanggulangan Jembrana
1.480.800.000
1.140.777.700
77,04
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Bakterial Lainnya
11.006.240.000
9.563.233.798
86,89
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Parasiter
7.275.033.000
6.720.443.042
92,38
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Viral Lainya
0,00 70.000.000
15
70.000.000
100,00
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
Pengendalian dan Penanggulangan Rabies
47.979.468.000
43.891.035.368
91,48
Pengendalian dan Penganggulangan Brucellosis
9.432.265.000
8.267.602.460
87,65
Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan
0,00 91.000.000
91.000.000
100,00
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Anthrax
0,00 516.400.000
485.328.700
93,98
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Brucellosis
0,00 101.910.000
95.740.000
93,95
Perlindungan Hewan dan Kewaspadaan Penyakit Eksotik
1.077.060.000
940.692.800
87,34
Unit Respon Cepat PHMS
4.752.191.000
4.279.090.875
90,04
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan
16
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan D. Penetapan Kinerja (PK) SASARAN STRATEGIS Meningkatnya status Kesehatan Hewan
INDIKATOR OUTPUT 1. Kesiagaan Wabah PHM 2. Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter 3. Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan 4 Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik 5. Penyidikan dan Pengujian PHM 6. Dukungan Manajemen Kesehatan Hewan (Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan) 7. Penyusunan NSPK Dit. Keswan OUTPU FUNGSI 1. Jumlah Wilayah Kejadian Penyakit Berbasis Surveilans 2. Jumlah Wilayah Pencegahan dan Pemberantasan PHMS 3. Jumlah Wilayah Penanganan Gangrep 4. Jumlah Pembebasan Wilayah PHMS 5. Jumlah Wilayah Bebas PHMS 6. Jumlah Sertifikat (CPOHB, no pendaftaran OH, SPR, Kompartemen AI) 7. Jumlah Export Obat Hewan
TARGET
SATUAN
9.380.934 393.190
Dosis Dosis
44
Unit
8.377.775
Dosis
265.928 34
Dosis Wilayah
10
Dokumen
34
Wilayah
34
Wilayah
33
Wilayah
4
Wilayah
93 3.300
Wilayah Buah
165.350
Ton
Tabel 4. Penetapan Kinerja Kegiatan : Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Zoonosis
17
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran Nilai dan predikat ukuran keberhasilan pencapaian sasaran program tahun 2015 dengan merunjuk pada LAKIN Kementerian Pertanian, ke dalam empat kategori yaitu : (1) sangat berhasil (capaian >100%), (2). Berhasil (80-100%), (3) cukup berhasil (capaian 60-79%), dan (4) kurang berhasil (capaian <60%), terhadap sasaran yang telah ditetapkan. B. Realisasi, Evaluasi dan Analisa Capaian Sasaran Strategis Program Direktorat Kesehatan Hewan pada tahun 2015 yang merupakan bagian dari Rencana Stratejik (Renstra) Kesehatan Hewan tahun 2015-2019 sesuai tugas pokok dan fungsinya terdiri atas Kesiagaan Wabah PHM, Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada sapi/kerbau, Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan, Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik, Penyidikan dan Pengujian PHM, dukungan manajemen kesehatan hewan (Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan) dan penyusunan NSPK Direktorat Kesehatan Hewan Target dan realisasi penetapan kinerja tahun 2015 adalah: SASARAN STRATEGIS Meningkatnya status Kesehatan Hewan
INDIKATOR OUTPUT 1. Kesiagaan Wabah PHM 2. Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter 3.Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan 4.Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik 5.Penyidikan dan Pengujian PHM 6.Dukungan Manajemen Kesehatan Hewan (Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan) 7.Penyusunan NSPK Dit. Keswan OUTPUT FUNGSI 8. Jumlah Wilayah Kejadian Penyakit Berbasis Surveilans 9. Jumlah Wilayah Pencegahan dan Pemberantasan PHMS 10. Jumlah Wilayah Penanganan Gangrep 11. Jumlah Pembebasan Wilayah PHMS 12. Jumlah Wilayah Bebas PHMS 13. Jumlah Sertifikat (CPOHB, no pendaftaran OH, SPR, Kompartemen AI) 14. Jumlah Export Obat Hewan
SATUAN
TARGET
REALISASI
PERSEN
Dosis Dosis
9.380.934 393.190
7.799.503 363.626
83 92.48
Unit
44
44
100
Dosis
8.377.775
Dosis Wilayah
265.928 34
395.159 34
148,60 100
Dokumen
10
11
110
Wilayah
34
34
100
Wilayah
34
34
100
Wilayah Wilayah Wilayah Buah
33 4 93 3.300
33 6
100 150
4.422
134
Ton
165.350
211.308
127,79%
8.391.250
100,16
Tabel 5. Penetapan Kinerja Target dan Realisasi Kegiatan : Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Zoonosis
18
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 1. Kesiagaan Wabah PHMS-Z
Indikator kinerja kegiatan ini adalah Penguatan Sistem Kesehatan Hewan (vaksin/obat dalam dosis). Kegiatan ini terdiri dari 9 komponen yaitu pengadaan vaksin Anthrax, Rabies, Brucellosis, Hog Cholera, Jembrana, Pemeriksaan identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet, operasional desinfektan dan pengendalian AI. Dari target fisik vaksin dan pengobatan sejumlah 9.380.934 dosis terealisasi sebesar 7.799.503 dosis atau 83 %. Dibandingkan dengan tahun 2014 terjadi peningkatan sebanyak 11 %. 2014
2015
Vaksin/Obat Realisasi Rabies
Target
Realisasi
Presentase Realisasi
1.119.020
1.103.700
1.103.700
100
252.500
284.750
284.750
100
35.000
36.000
36.000
100
240.000
358.503
358.503
100
Brucellosis
80.400
82.200
82.200
100
Disinfektan
33.450
34.350
34.350
100
5.000.000
5.620.000
5.620.000
100
6.760.370
7.519.503
7.519.503
100
Hog cholera Jembrana Anthrax
AI
Tabel 6. Realisasi Vaksinasi dan Pengobatan Tahun 2015
Pada tahun 2015 target pengadaan vaksin dan obat meningkat dibandingkan dengan tahun 2014. Hal ini dikarenakan adanya target terkait pembebasan penyakit antara lain pembebasan rabies 2020, brucellosis 2025 dan CSF 2020. Dibeberapa wilayah, ketersediaan vaksin masih dibawah target yang dibutuhkan karena keterbatasan anggaran. Kendala lain yang ditemukan adalah masih rendahnya realisasi vaksinasi dikarenakan kurangnya sumber daya manusia yang ada di masing-masing satuan kerja. Kegiatan Pendukung pengendalian dan penanggulangan wabah yang dilaksanakan pada tahun 2015 antara lain penugasan staf untuk pelaksanaan detasering pada wilayah wabah, stamping out ternak terancam, pemberian kompensasi kepada peternak, penugasan staf untuk mentoring pelaksanaan vaksinasi, pelatihan untuk tim petugas kesehatan hewan terkait penanganan rabies, alokasi vaksin, obat maupun peralatan stok pusat, monitoring dan evaluasi penanganan PHM, koordinasi. Pelaksanaan Program pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: 19
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan a. Rabies
Hingga saat ini Rabies masih merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan prioritas di dalam pengendaliannya. Dari 34 Provinsi yang ada di Indonesia hanya ada 9 Provinsi yang bebas Rabies baik secara historis (yaitu Keulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, Papua dan Papua Barat ) maupun dibebaskan dengan pemberantasan (DKI Jakarta, Jawa Tengah , DIY dan Jawa Timur) dan 24 Provinsi lainnya masih merupakan wilayah tertular (endemis). Berdasarkan hasil surveilans yang dilakukan, pada tahun 2015 telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Pertanian terkait pembebasan status bebas rabies terhadap 4 (empat) wilayah yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Meranti (Provinsi Riau), Pulau Enggano (Provinsi Bengkulu) dan Pulau Mentawai (Provinsi Sumatera Barat). Selain itu, berdasarkan hasil rekomendasi komisi ahli kesehatan hewan pada Desember 2015 terhadap kajian hasil surveilans dan program pemberantasan, dapat diberikan status bebas untuk Pulau Weh (Provinsi NAD) dan Pulau Pisang (Provinsi Lampung). Pada saat ini sedang dilaksanakan proses administrasi untuk mendapatkan SK Menteri Pertanian. Pada periode tahun 2015 terdapat peningkatan kasus di Provinsi Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku serta perubahan status bebas menjadi KLB pada Kalimantan Barat. Permasalahan terkait rabies: Masih kurangnya jumlah ketersediaan vaksin di beberapa wilayah Adanya keterlambatan pengadaan/penyediaan vaksin Kurangnya SDM kesehatan hewan dikarenakan kurangnya tenaga teknis yang ada maupun adanya mutasi staf Penganggaran yang belum tepat Kualitas vaksin yang kurang baik, salah satunya karena belum tersedianya sarana rantai dingin yang sesuai. Belum tersedianya vaksin anti rabies yang cukup bagi korban maupun petugas dengan resiko tinggi Target selanjutnya untuk tahun 2016 adalah pembahasan pernyataan status bebas di Provinsi NTB. b.
hasil surveilens
Brucellosis
Brucellosis telah berhasil dibebaskan dari beberapa wilayah Provinsi di Indonesia. Provinsi Bali dan Pulau Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), Pulau Sumbawa (Provinsi Nusa Tenggara Barat), Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi 20
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Kepulauan Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Lampung, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bengkulu. Sehingga total Provinsi yang bebas brucellosis hingga tahun 2015 adalah 14 Provinsi dan 2 wilayah. Pada tahun 2015 terdapat 2 wilayah yang mendapatkan SK Menteri Pertanian yang menyatakan status bebas terhadap brucellosis yaitu Pulau Sumba Provinsi NTT dan Pulau Madura (Provinsi Jawa Timur). Pada bulan November 2015, telah dilakukan kajian terhadap hasil surveilans dan upaya pemberantasan yang telah dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara oleh komisi ahli kesehatan hewan dan mendapatkan rekomendasi untuk pembebasan. Pada saat ini sedang dilakukan penyelesaian administrasi untuk mendapatkan SK Menteri Pertanian. Target selanjutnya adalah pembebasan di Provinsi Banten yang saat ini sedang menyelesaikan tahapan surveilans. Pada tahun 2015 telah diselesaikan penyusunan road map pemberantasan brucellosis nasional dengan target pembebasan di seluruh wilayah pada tahun 2015. Rencananya akan didistribusikan ke seluruh provinsi untuk acuan pelaksanaan kegiatan terkait brucellosis sesuai situasi penyakit di masing-masing wilayah. c.
Hog Cholera Pengendalian dan penanggulangan penyakit yang dilaksanakan adalah vaksinasi di daerah endemis dan pengobatan hewan sakit. Diharapkan untuk Provinsi yang memiliki populasi ternak babi tinggi agar lebih memperhatikan dan memprioritaskan dalam penganggaran untuk pengendalian dan pemberantasannya, karena sebenarnya ternak ini memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan peluang untuk di ekspor . Capaian yang diperoleh adalah dinyatakannya bebas dari penyakit CSF untuk Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 2015 telah diselesaikan penyusunan road map pemberantasan CSF nasional yang rencananya akan didistribusikan ke seluruh provinsi untuk acuan pelaksanaan kegiatan terkait CSF sesuai situasi penyakit di masing-masing wilayah. Beberapa provinsi dengan populasi ternak babi cukup besar, akan menyusun rencana kegiatan pemberantasan misalnya saja provinsi Kalimantan Barat dan Sumatera Utara.
21
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Pada tahun 2016 yang akan datang, dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara yang biasanya diberikan distribusi vaksin CSF, hanya ada 13 wilayah yang tetap diberikan vaksin karena masih adanya laporan kasus. Untuk wilayah yang sudah tidak ada laporan kasus CSF, dipersiapkan untuk tahapan pembebasan. d.
Anthraks
Anthraks adalah penyakit yang secara epidemiologis sulit untuk dibebaskan apabila suatu wilayah telah tertular. Sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah hanya mengendalikan, meminimalisir kejadian atau kasus penyakit agar tidak meluas ke wilayah Provinsi lain yaitu dengan vaksinasi, surveilans dan pengawasan lalu lintas antar daerah. Selama tahun 2014 – 2015 kasus Anthrak terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Takalar, Maros dan Bone, dan terakhir di Kabupaten Blitar di Provinsi Jawa Timur. Selama tahun 2015 kasus Anthrak terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Maros, Sidrap dan Kota Pare-pare. e.
Avian Influenza (AI) Berdasarkan Roadmap AI yang telah disusun target pembebasan AI tahun 2015 ada 4 (empat) wilayah Provinsi yaitu Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat. Dua provinsi belum dapat dibebaskan karena masih tingginya lalu lintas unggas dan produk unggas di wilayah tersebut, minimnya tenaga medis yang melakukan pengawasan terhadap pemasaran hewan karena daerah-daerah tersebut merupakan daerah konsumen bukan daerah produsen sehingga terdapat ketergantungan dari daerah luar. Pada bulan Desember 2015 yang lalu telah dilakukan kajian terhadap hasil surveilens AI di Provinsi Maluku Utara dan Maluku oleh komisi ahli kesehatan hewan hasilnya adalah rekomendasi pembebasan untuk kedua wilayah tersebut. Pada saat ini sedang dilakukan proses administrasi untuk mendapatkan SK bebas dari Menteri Pertanian. Keberhasilan pengendalian dan penanggulangan serta pembebasan PHMS prioritas Brucellosis, Rabies, Avian Influenza (AI) dan Hog Cholera. Sedangkan untuk Anthrax dilakukan pengendalian penyakit. Selengkapnya disajikan pada Tabel 7. No Penyakit
Jumlah Kabupaten/Kota 2010
2011
2012
2013
2014
2015
1
Brucellosis
124
169
169
1 69
169
177
2
Rabies
163
163
163
1 70
173
190
22
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 3
Avian Influenza
-
-
-
-
-
9
4
Hog Cholera
-
-
-
-
18
18
287
332
332
3 39
360
394
TOTAL PERSENTASE
55.83 64.59
64.59 65.95 70.00 76,65
Tabel 7. Pembebasan PHMS Prioritas Tahun 2010-2015 Pada tahun 2015 target pembebasan penyakit Rabies 2 wilayah (Provinsi Kepulauan Riau (12 kab/kota) dan pulau Mentawai, provinsi Sumbar) dan Brucellosis sebanyak 2 wilayah ( pulau Madura (4 kabupaten) dan Pulau Sumba (4 kabupaten)). Sampai akhir Desember 2015 telah dibebaskan 6 wilayah (150%) untuk penyakit rabies dan Brucellosis. W ilayah bebas Rabies tersebut adalah Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Meranti (Prov Riau), Pulau Enggano (Prov. Bengkulu), dan Pulau Mentawai (Prov. Sumatera Barat), sedangkan wilayah bebas penyakit Brucellosis adalah Pulau Sumba (Prov. NTT) dan Pulau Madura (Prov. Jatim). Untuk penyakit Anthrax tidak dapat dilakukan pembebasan penyakit , akan tetapi dilakukan pengendalian, karena kuman Anthrax di tanah akan berubah menjadi bentuk spora. Spora Anthrax ini dapat hidup sampai 40 tahun lebih dan dapat menjadi sumber penularan penyakit baik kepada ternak dan manusia. Daerah yang masih melaporkan adanya kasus Anthrax pada 10 tahun terakhir yaitu Jawa Tengah, NTT, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Peningkatan status kesehatan hewan selain dilakukan melalui pembebasan wilayah, juga dilakukan secara kompartementalisasi utamanya pada penyakit Avian Influenza dan sampai dengan tahun 2015 sudah berhasil dibebaskan 49 farm. 2. Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada sapi/kerbau dan penyakit Parasiter Pada tahun 2015, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mendapatkan alokasi anggaran APBN-P 2015 untuk program Percepatan Peningkatan Populasi melalui Gertak Berahi dan Optimalisasi Inseminasi Buatan, serta Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Ternak Sapi Dan/Atau Kerbau APBNP Tahun 2015 (GBIB dan Gangrep). Pelaksanaan GBIB Gangrep telah dilakukan di 30 Provinsi dengan koordinator pelaksana 10 UPT Perbibitan dan Pakan serta UPT Veteriner dengan mengacu pada Pedoman Teknis Percepatan Peningkatan Populasi Melalui Gertak Berahi dan Optimalisasi IB Serta Penanggulangan Gangguan Reproduksi Pada Ternak Sapi Dan/Atau Kerbau APBNP Tahun 2015. Pelaksanaan GBIB dan Gangrep merupakan satu kesatuan rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan untuk
23
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan mengoptimalkan tujuan akhir yaitu peningkatan produksi dan populasi sapi dan kerbau. Kegiatan yang dananya berasal dari APBN-Perubahan ini merupakan kegiatan yang sudah biasa dilaksanakan secara reguler dan bukan kegiatan baru, namun dengan pendanaan yang cukup besar, kegiatan GBIB Gangrep (APBN-P 2015) mempunyai target yang cukup besar, untuk penanggulangan gangrep target yang ditetapkan sejumlah 300.000 ekor ternak tertangani kasus gangguan reproduksi dengan output kesembuhan pada ternak atau siklus dan organ reproduksi ternak normal. Adapun target dari output penanggulangan gangguan reproduksi baik reguler maupun APBN-P pada sapi/kerbau dan penyakit parasiter sebesar 393.190 dosis dengan realisasi 363.626 dosis atau senilai 92,48% dibandingkan dengan Tahun 2014 mengalami kenaikan dari target 672.181 dosis dengan realisasi 536.341 dosis atau senilai 79.49%. Permasalahan dalam kegiatan penanggulangan gangguan reproduksi adalah sebagai berikut : 1. Waktu yang tersedia untuk pelaksanaan GBIB dan Gangrep hanya sekitar 6 (enam) bulan (Juli-Desember) dari rencana 12 bulan karena turunnya DIPA APBNP baru pada bulan April 2015, dan dibutuhkan persiapan (sosialisasi di Provinsi, Kabupaten sampai ke peternak, refreshing petugas seluruh Indonesia), pelelangan, pengadaan barang sampai dengan akhir Juni 2015. 2. Pedoman Umum (PEDUM) GBIB dan Gangrep disyahkan pada April 2015 3. Pelaksanaan GBIB pada musim dimana sebagian besar sapi betina dalam keadaan bunting (Juni-Oktober) sehingga akseptor yang tersedia kurang dari target. 4. SDM teknis (Inseminator/PKB/ATR) di kabupaten/kota masih sangat kurang. Solusi perbantuan tenaga dari daerah lain masih terkendala administrasi. 5. Penempatan kegiatan dan anggaran APBNP di UPT Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan disamping beberapa manfaat juga terdapat beberapa kelemahan yang berpengaruh terhadap realisasi yaitu: a. Kendala koordinasi UPT dengan PEMDA (Dinas Propinsi, Kabupaten,Kota) yang secara birokrasi tidak sejajar, terbukti pelaksanaan tidak bias sesuai dengan rencana dan target UPT. b. Daerah tidak memiliki anggaran pendamping dari APBNP untuk kegiatan GBIB dan Penanganan Gangrep sehingga beberapa daerah terkendala memaksimalkan sosialisasi ke peternak dan pendampingan provinsi ke kabupaten/kota. c. Upaya percepatan serapan oleh UPT sangat bergantung pada harmonisasi percepatan pelaksanaan kegiatan dan penagihan oleh Dinas/daerah. Kendala ini terutama pada Dinas yang menangani komoditas pertanian (bukan Dinas
24
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Peternakan) dengan SDM yang terbatas pada saat yang sama berbagi perhatian pada Upsus Pajale yang semestinya bisa sinergis pelaksanaannya. Rekomendasi keberlanjutan kegiatan berdasarkan analisa masalah adalah penetapan kegiatan prioritas, yaitu : a. Pemetaan wilayah potensial dilakukan dengan pendataan ternak sembuh dari gangguan reproduksi, kebuntingan, kelahiran dan bangsa/breed ternak. b. Pemetaan ketersediaan SDM yang berkompeten dengan suatu sistem pelatihan yang terstandar c. Pemetaan kebutuhan sarana dan prasarana yang tepat d. Pemetaan kelembagaan Puskeswan dan Pos IB 3. Peningkatan Kelembagaan Dan Sumberdaya Kesehatan Hewan Pada tahun 2014 terdapat 1.229 unit Puskeswan dengan tenaga Dokter Hewan sebanyak 878 orang dan Paramedik Veteriner sebanyak 2.423, yang tersebar di 411 Kabupaten/Kota dan 1.229 Kecamatan. Sampai dengan bulan Oktober 2015 terdapat 1.262 unit Puskeswan yang tersebar di 421 kabupaten/kota terbagi dalam 1.262 Kecamatan dengan jumlah tenaga Dokter Hewan tercatat 846 orang dan tenaga Paramedis Veteriner sebanyak 2.373 orang. Sehingga terdapat peningkatan jumlah Puskeswan sebanyak 33 unit serta pertambahan cakupan wilayah yaitu 10 Kabupaten dan 33 Kecamatan. Standar minimal untuk setiap unit Puskeswan adalah 3 Kecamatan/2000 hewan unit, jumlah Kecamatan di indonesia ada 7.160, minimal harus ada 2.387 puskeswan maka masih diperlukan minimal 1.125 puskeswan, drh 1.541, paramedik veteriner 28 orang. Idealnya 1 Kecamatan dilayani 1 Puskeswan, 1 drh, 2 Paramedik Veteriner sehingga masih membutuhkan 5.898 Puskeswan, 6.314 drh dan 9.574 Paramedik Veteriner. Puskeswan yg ideal paling sedikit mempunyai 1 dokter hewan, 2 paramedik veteriner, 1 asisten teknis reproduksi, 1 petugas pemeriksa kebuntingan, 1 inseminator, 1 vaksinator, 1 tenaga administrasi Berdasarkan analisis terhadap data tersebut, dapat terlihat bahwa jumlah tenaga Dokter Hewan belum mencukupi untuk seluruh Unit Puskeswan yang ada. Sehingga kendala SDM masih menjadi permasalahan pada aspek kelembagaan dan sumberdaya kesehatan hewan. Dalam mengatasi permasalahan yang timbul akibat kurangnya SDM Dokter Hewan di unit-unit Puskeswan, maka Direktorat Kesehatan Hewan telah melakukan rekruitmen Tenaga Harian Lepas untuk Medik sejumlah 542 orang dan Paramedik Veteriner sejumlah 457 orang.
25
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 4. Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik NO Indikator Kegiatan 1 Pengendalian dan Penanggulangan PHMSZ
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
Produksi vaksin, 8.377.775 antigen dan bahan biologik lainnya
8.391.250
100,16
Penjualan dan 8.377.775 alokasi vaksin antigen dan bahan biologis lainnya Surveilens penyakit 2000 mulut dan kuku
7.271.893
86,80
2.680
134,00
Tabel 8. Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik Produksi vaksin, antigen dan bahan biologik lain tercapai 100,16% karena masih terdapat stok produk tahun 2014, vaksin Brucivet belum dapat di produksi karena validasi alat produksi belum selesai. Jumlah dosis vaksin, antigen, antisera dan bahan biologis yang didistribusi mencapai 7,271,893 (86,80%) karena alokasi permintaan 990.750 dosis terealisasi 980.750 dosis hal ini karena vaksin Brucivet belum dapat di produksi.Penjualan sesuai permintaan untuk BLU target 4.377.775 dosis dengan realisasi 6.291.143 dosis.Realisasi surveilens PMK telah melebihi target baik dalam pengambilan sample maupun dalam pengujian sesuai dengan sample yang di abil oleh pusvetma dan dilakukan dinas peternakan/BBVET/ BVET serta yang dikirim ke pusvetma. 5. Penguatan Pengujian dan Penyidikan Veteriner Penyidikan dan pengujian PHM dilakukan dengan mengembangkan sistem deteksi dini penyakit hewan menular, penyusunan pedoman surveilans dan penataan laboratorium, pertemuan ilmiah dan laboratorium kesehatan hewan. Kegiatan Penguatan Surveilans Penyakit Hewan berupa laporan surveilans penyakit hewan menular antara lain Rabies, Anthrax, Brucellosis, Avian Influenza, Hog Cholera, Jembrana, SE, Surra, dan parasit. Dari target 265.928 sampel surveillans penyakit hewan menular terealisasi 395.159 sampel atau 148,60%. Kegiatan Surveillans tersebut dilaksanakan oleh Balai Besar Veteriner atau Balai Veteriner. Pengendalian penyakit hewan di wilayah Indonesia diukur melalui kegiatan pengamatan penyakit hewan. Kegiatan pengamatan ini melalui kegiatan surveilans berkelanjutan dengan melakukan pengambilan dan pengujian spesimen (sampel) yang dilakukan oleh Balai Veteriner dan Balai Besar Veteriner di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil penyidikan dan pengujian penyakit hewan 26
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan menular (PHM) tahun 2015 diketahui bahwa diuji 395.159 sampel. Dari target 265.928 sampel surveillans penyakit hewan menular terealisasi 395.159 sampel atau 148,60%. Hal ini melebihi target output sampel tahun 2015 yaitu 265.928 sampel atau 148,60% dari target output sampel tahun 2015. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengujian negatif pada sampel hasil pengamatan dan pengujian PHM, sebagian besar telah melebihi target output per wilayah. Pengujian dan pengambilan sampel didapat dari kegiatan surveilans aktif yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner. Target output sampel tahun 2015 melebihi target dikarenakan pengujian dan pengambilan sampel yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner bukan hanya surveilans aktif penyakit hewan menular saja tapi juga berasal dari surveilans pasif, surveilans gangguan reproduksi surveilans penyakit eksotik perbatasan Negara dan antar wilayah. Pada tahun 2015, pengamatan penyakit hewan secara nasional melalui surveilans pasif pelaporan perkembangan kasus dengan sistem infromasi kesehatan hewan nasional yang terintegrasi (iSIKHNAS) menunjukkan bahwa telah dilaporkan sejumlah 37.667 laporan yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia. Telah dilaporkan kasus pada 98.835 ekor, dimana 92,2% (91.129 ekor) dilaporkan sembuh, 5,58% (5.519 ekor) dilaporkan mati, dan 2,21% (2.187 ekor) masih dalam kondisi sakit. Apabila diasumsikan hewan yang dilaporkan masih dalam kondisi sakit sebanyak 20% kemudian mati, maka diketahui 5,01% (437 ekor) mengalami kematian. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kematian di lapangan lebih rendah daripada target nasional sebesar 10%. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah memperluas cakupan surveilans pasif ke semua provinsi di Indonesia dan melakukan pemantauan aktif terhadap perkembangan laporan kasus yang masih dalam kondisi sakit. 6. Dukungan Manajemen Kesehatan Hewan Koordinasi pihak/instansi terkait dalam pengendalian wabah penyakit hewan menular strategis yaitu Direktorat Kesehatan Hewan, UPT lingkup DitjenPKH (BBV/BV/BPTU), BBlitvet, Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Dit. PPBB) Kementerian Kesehatan, Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi dan kabupaten/kota se Indonesia. Pembahasan yang dilakukan yaitu mengenai perencanaan (workplan) pengendalian dan pemberantasan PHM, pelaksanaan kegiatan, monitoring, evaluasi dan sistem pelaporan. Selanjutnya semua program tersebut diupayakan dapat dilaksanakan dalam kerangka konsep One Health yaitu terwujudnya status kesehatan yang harmonis, sinergis dan terintegrasi antara hewan, manusia dan lingkungan. Pada tahun 2015, dalam melaksanakan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan terutama yang bersifat zoonosis, selain dilaksanakan secara internal di Kementerian Pertanian, pelaksanaan koordinasi juga dilakukan secara 27
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan multi sektoral antar kementerian. Sebagai contoh yaitu dalam pengendalian penanggulangan wabah Rabies di Provinsi Kalimantan Barat, dimana Kemenko PMK, Kemenkes, Kemhan bersama Kementan dan pemerintah Daerah setempat melaksanakan pemberantasan Rabies di 4 kabupaten yang tertular, hingga kasus menurun. Koordinasi dukungan management kesehatan hewan atau pembinaan dan koordinasi tercapai 34 wilayah dari target 34 wilayah atau 100%. 7. Penyusunan NSPK Dit. Keswan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Direktorat Kesehatan Hewan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam penolakan, pencegahan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. Serta memiliki peranan dalam semua lini kesehatan hewan. Dalam penolakan penyakit hewan untuk mencegah masuknya penyakit hewan dari luar negeri maupun daerah tertular ke daerah bebas penyakit hewan peran pengamatan sangat vital. Persyaratan pengujian sebelum masuk dan juga pengujian pada saat masuk suatu negara/daerah merupakan hal mutlak untuk dilaksanakan agar penyakit hewan tidak masuk ke wilayah tersebut. Target Penyusunan NSPK Direktorat Kesehatan Hewan yaitu 10 dokumen, dan yang terealisasi sebanyak 11 dokumen yaitu Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Rabies, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Brucellosis, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan CSF, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Jembrana, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan SE, Masterplan Brucellosis, Masterplan CSF, Pedoman Jabatan Fungsional Medik dan Paramedik Veteriner, Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan, Pedoman Management Layanan Kesehatan Hewan dan Pedoman Kiatvetindo Q. Fever. 8. Jumlah Wilayah Kejadian Penyakit Berbasis Surveilans Penguatan Sistem Kesehatan Hewan Nasional Penguatan sistem kesehatan hewan nasional dilakukan melalui penguatan sumberdaya manusia untuk Sistem Kesehatan Hewan Nasional. A. Sistem Kesehatan Hewan Nasional Terpadu (iSIKHNAS) Sistem informasi kesehatan hewan sebagai sumber data sangat diperlukan untuk bahan pengambilan kebijakan dalam rangka pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan di semua tingkatan dari Pusat hingga tingkat daerah. Oleh karena itu dibutuhkan sistem informasi dan pelaporan yang baik untuk pengumpulan, pengelolaan dan analisis data sehingga mampu menyajikan laporan yang baik dengan data yang valid dan akurat. Dalam rangka penguatan sistem informasi kesehatan hewan nasional, Direktorat Kesehatan Hewan telah mengembangkan sistem informasi yang 28
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan baru yaitu Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu (iSIKHNAS). iSIKHNAS menjadikan peternak dan petugas lapangan sebagai “jantung” berjalannya sistem ini. Kejadian kasus penyakit hewan dilaporkan secara langsung oleh para petugas kesehatan hewan di lapangan. Peneguhan diagnosa penyakit hewan dilakukan di laboratorium kesehatan hewan sehingga di dalam iSIKHNAS juga dikembangkan sistem informasi laboratorium dan sistem integrasi data Infolab ke iSIKHNAS. Selain itu iSIKHNAS telah dikembangkan tidak hanya untuk pelaporan penyakit namun juga menyediakan data untuk identifikasi ternak, kegiatan inseminasi buatan, lalu lintas hewan, dan lain-lain yang mencakup kegiatan yang bersinggungan langsung dengan kesehatan hewan. Adapun hasil evaluasi capaian kinerja iSIKHNAS dengan indikator kinerja: a. Penambahan kemampuan petugas dinas kabupaten/kota sebagai koordinator iSIKHNAS melalui bimbingan teknis iSIKHNAS telah diberikan kepada 163 orang peserta. Bimtek ini terdiri dari 4 paket, paket satu diikuti oleh 42 orang yang dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Jogyakarta, paket 2 diikuti oleh 41 orang yang dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Jogyakarta, paket 3 diikuti oleh 37 orang yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 di Jogyakarta dan paket 4 diikuti oleh 43 orang yang dilaksanakan pada bulan September 2015 di Ciawi Bogor. Materi yang diberikan terdiri dari pembagian deskripsi pekerjaan (Job description) pelapor desa, Petugas dinas, koordinator regional/provinsi/kab/kota; Cara Pendaftaran Pengguna; Persyaratan penyelenggaran pelatihan isikhnas ditingkat provinsi/kab/kota; Pelaporan modul penyakit hewan; Pelaporan modul Laboratorium; Pelaporan modul investigasi dan respon; pelaporan populasi; pelaporan surveilans dan vaksinasi serta administrasi sistem (software dan hardware). b. Penambahan kemampuan koordinator iSIKHNAS regional (petugas BBVet/BVet) dan koordinator iSIKHNAS provinsi (petugas dinas provinsi) melalui bimbingan teknis Refresher Koordinator iSIKHNAS Regional dan Provinsi telah diberikan kepada 58 orang peserta yang dilaksanakan pada bulan November 2015 di Jogyakarta. Serta bimbingan teknis Refresher Koordinator iSIKHNAS Kabupaten/Kota telah diberikan kepada koordinator iSIKHNAS Kabupaten/Kota yang diikuti oleh 48 orang pada paket satu yang dilaksanakan pada bulan Maret 2015 di Jakarta dan 50 orang peserta pada paket dua yang dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di Solo. Materi yang diberikan terdiri dari Review Replikasi iSIKHNAS dan Review perjalanan iSIKHNAS 2012 – 2015 oleh pusat, Review Replikasi iSIKHNAS oleh UPT dan daerah, Review tugas koordinator, Pembangunan sistem informasi zoonosis dan emerging infectious disease, Mobile 29
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan iSIKHNAS Apps, review pelaporan penyakit lapangan dan manajemen kasus (modul investigasi dan respon), review pelaporan modul surveilans dan vaksinasi, Review update lokasi isikhnas, Pelaporan Modul identifikasi ternak individual, Pelaporan penyakit lapangan, dan manajemen kasus individual, Membuat Spatial Data, dan Output laporan website iSIKHNAS. c. Penambahan kemampuan koordinator iSIKHNAS regional (petugas BBVet/BVet), koordinator iSIKHNAS Laboratorium provinsi (petugas Laboratorium provinsi), koordinator iSIKHNAS Laboratorium kabupaten/kota melalui bimbingan teknis iSIKHNAS modul Infolab telah diberikan kepada 35 orang peserta yang dilaksanakan pada bulan September 2015 di Ciawi Bogor. d. Kualitas pemahaman SDM koordinator iSIKHNAS terkait materi dan penerapan ISIKHNAS serta dalam melakukan pengolahan data dari output laporan website iSIKHNAS meningkat melalui bimbingan teknis iSIKHNAS. Kemampuan ini secara berkelanjutan akan ditingkatkan pada kegiatan bimbingan teknis selanjutnya. e. Pada tahun 2013 sejumlah 3 Provinsi sudah mengirimkan laporan ke iSIKHNAS. 3 Provinsi ini merupakan pilot project dari iSIKHNAS. Pada tahun 2014, 13 Provinsi sudah mengirimkan laporan ke iSIKHNAS. Pada tahun 2015, sudah 34 provinsi mengirimkan laporan ke iSIKHNAS. iSIKHNAS merupakan kegiatan yang memberikan outcome berupa terselenggaranya alur pelaporan penyakit hewan antara daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota), Pemerintah pusat, tingkat ASEAN (ARAHIS) dan tingkat dunia/OIE (WAHID/WAHIS). Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran adalah pelaporan situasi penyakit hewan dari daerah (Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota) ke Pusat secara berkesinambungan dan menggunakan fasilitas aplikasi program iSIKHNAS. Hambatan/kendala yang dihadapi dalam Program iSIKHNAS ini adalah: a. Kemampuan dan sumberdaya petugas di lapangan beragam sehingga terkendala dalam pemberian diagnosa penyakit. Oleh karena itu strategi pencapaian yang dilakukan yaitu : a. Mendorong petugas iSIKHNAS untuk melakukan pelaporan secara berkesinambungan dengan memberikan pengetahuan lebih dalam perihal materi dan fitur-fitur baru iSIKIHNAS. 30
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan b. Mensosialisasikan program iSIKHNAS yang akan digunakan secara terintegrasi. c. Koordinasi lebih lanjut antara tingkat Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan sistem informasi dan pelaporan kesehatan hewan serta perkembangannya. B. Bimbingan Teknis (ToT) Surveilans Kegiatan surveilans penyakit hewan di Indonesia sudah banyak dilakukan di berbagai tingkatan wilayah. Kegiatan surveilans tersebut tentunya harus dilakukan melalui upaya pengumpulan, analisis dan interpretasi data frekuensi dan distribusi penyakit dalam suatu populasi yang dilakukan terus menerus, kemudian diambil suatu tindakan lebih lanjut dalam rangka pengendalian dan pemberantasan penyakit. Kebutuhan dan kemampuan surveilans setiap wilayah tentunya berbeda, sehingga dalam pelaksanaannya harus secara tepat sesuai dengan kebutuhan, benar sesuai dengan prosedur operasional yang baku, dan tepat waktu dalam penyampaian informasinya untuk menghasilkan informasi yang berkualitas tinggi. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan komponen Penguatan Sistem Informasi Kesehatan Hewan Indonesia. Secara umum, tujuan dari kegiatan komponen Penguatan Sistem Informasi Kesehatan Hewan Indonesia adalah untuk meningkatkan pengumpulan, pengelolaan dan penggunaan informasi kesehatan hewan untuk menunjang peningkatan kapasitas dalam pencegahan dan pengendalian penyakit. Para peserta yang mengikuti Bimtek diharapkan adalah dokter hewan yang dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi pelatih untuk melakukan diseminasi materi Bimtek ini di Provinsi maupun regionalnya masing-masing. Hasil evaluasi capaian kinerja dengan indikator kinerja: 1. Penambahan kemampuan petugas BBVet/BVet, BBPMSOH, PUSVETMA dan petugas dinas provinsi melalui bimbingan teknis surveilans yang diikuti oleh 20 peserta. Modul pelatihan surveilans telah dikembangkan untuk meningkatkan keterampilan dokter hewan atau staf bidang veteriner dalam merencanakan pengumpulan data surveilans yang baik, dan untuk membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan data yang dikumpulkan. Hambatan/kendala yang dihadapi dalam Program dalam Bimtek ini adalah kemampuan dan latar belakang akademis peserta cukup bervariasi. Beberapa peserta tidak sesuai dengan kriteria yang ditentukan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat menerima dan memahami materi Bimtek dengan baik. Namun demikian peserta cukup antusias dalam mengikuti Bimtek. Selain itu karena terbatasnya anggaran maka masih ada beberapa 31
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan provinsi (terutama dari Indonesia bagian Timur), UPT Ditkeswan, maupun instansi lain yang relevan yang belum diikutsertakan dalam Bimtek kali ini. Tahun depan direncanakan dapat dilakukan Bimtek serupa untuk memberi kesempatan bagi yang belum mengikuti Bimtek. C. Bimbingan Teknis (ToT) Investigasi Kegiatan Bimtek Investigasi merupakan bagian dari kegiatan komponen Penguatan Sistem Informasi Kesehatan Hewan Indonesia terutama berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan hewan di Indonesia. Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) secara kelembagaan memiliki struktur yang sesuai dengan fungsinya sebagai ujung tombak layanan kesehatan hewan, memiliki satu dokter hewan dan beberapa paravet atau petugas lapang kesehatan hewan. Mereka diharapkan mampu melakukan aktivitasnya secara efektif dan mengelola sumberdayanya secara efisien. Investigasi penyakit merupakan salah satu tugas dari puskeswan dan SDM pengelola puskeswan harus memiliki pemahaman dan keterampilan dalam melakukan investigasi penyakit. Staf Puskeswan (kebanyakan dibantu oleh paramedik veteriner) harus memiliki keterampilan melakukan investigasi penyakit di lapangan dan mampu memberikan informasi yang bermanfaat untuk pembuatan diagnosa dan penanganan bagi pemilik ternak. Bimtek ini merupakan acuan teknis dasar bagi staf yang melakukan investigasi penyakit yang disampaikan terlebih dahulu kepada dokter hewan di Provinsi dan Balai Besar/Balai Veteriner sebagai calon pelatih (master trainer) di wilayahnya masing-masing. Bimtek ini mencakup kaidah teknis dan membantu petugas memahami kondisi lapangan di daerahnya. Hasil evaluasi capaian kinerja dengan indikator kinerja: 1. Penambahan kemampuan petugas BBVet/BVet, BBPKH Cinagara dan petugas dinas provinsi melalui bimbingan teknis investigasi yang diikuti oleh oleh 39 orang peserta. Bimtek ini dikembangkan untuk meningkatkan kapasitas petugas lapang kesehatan hewan dalam investigasi penyakit hewan. Bimtek ini akan mengembangkan keterampilan petugas dalam melakukan investigasi penyakit di lapangan. Namun pada penerapan berikutnya di setiap Provinsi dan Balai Besar/Balai Veteriner, secara khusus dapat memasukkan beberapa materi yang berkaitan dengan manajemen penyakit pilihan yang disesuaikan dengan prioritas daerah (provinsi/kabupaten/kota) dimana pelatihan akan dilaksanakan.
32
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan D. Pertemuan Teknis dan Ilmiah (RATEKPIL) Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah (Ratekpil) Kesehatan Hewan merupakan kegiatan yang dilakukan secara rutin tiap tahun dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penulisan karya ilimiah, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, serta mewujudkan koordinasi yang baik antara pusat dan daerah. Adapun sasarannya yaitu pemaparan hasil penyidikan dan penelitian terbaru dari BBVet/BPPV, Pusvetma, BBPMSOH, Bbalitvet, serta laboratorium kesehatan hewan type B. Hasil evaluasi capaian kinerja Ratekpil dengan indikator kinerja yaitu : b. Tersedianya dokumentasi pemaparan hasil penyidikan dan penelitian laboratorium veteriner disusun dan dicetak dalam bentuk buku Prosiding Penyidikan Penyakit Hewan tahun 2015 sebanyak 250 buah (100%). Buku ini dapat dijadikan sebagai wacana ilmu pengetahuan dan acuan dalam melakukan penyidikan dan penellitian lanjutan serta kebijakan dalam penanggulangan penyakit hewan. c. Tersusunnya rekomendasi hasil diskusi/rapat sebagai bahan evaluasi dan upaya tindak lanjut bagi pusat, daerah dan laboratorium kesehatan hewan. Kerjasama dan partisipasi aktif pihak-pihak yang terkait pada Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah merupakan faktor keberhasilan terlaksananya kegiatan. E. National Reference Coordinating Committee (NRCC) dan Jejaring Laboratorium Kapasitas laboratorium diagnostik sangat penting dan merupakan prasyarat bagi pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan yang efektif dan efisien. Pengembangan kapasitas laboratorium veteriner merupakan salah satu kegiatan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan. Kegiatan ini meliputi peningkatan kemampuan pengujian dan penerapan sistem jaminan mutu. Pertemuan NRCC dan Jejaring Laboratorium Veteriner bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan laboratorium rujukan nasional untuk penyakit hewan menular tertentu dan jejaring laboratorium veteriner tahun 2014; mengharmonisasi kegiatan laboratorium rujukan nasional untuk penyakit hewan menular tertentu dan jejaring laboratorium veteriner tahun 2015; diseminasi kebijakan/ NSPK Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan berkaitan dengan laboratorium veteriner umumnya dan laboratorium diagnostik khususnya; serta menghimpun masukan dari laboratorium veteriner sebagai bahan penyusunan kebijakan/ NSPK dan perencanaan 33
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan jangka pendek dan menengah. Output yang ingin dicapai adalah terbahasnya dan terumuskannya hal-hal penting bidang kesehatan hewan serta terkoordinasikannya fungsi jejaring laboratorium veteriner nasional dalam rangka mendukung program pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan. Hasil evaluasi capaian kinerja NRCC dan Jejaring Laboratorium dengan indikator kinerja yaitu: 1. Pertemuan NRCC dan Jejaring Laboratorium dihadiri oleh 32 orang peserta yang berasal dari instansi Direktorat Kesehatan Hewan, seluruh Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pusat Akreditasi Laboratorium dan Lembaga Inspeksi, Direktorat Mutu dan Standardisasi,Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP), Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Direktorat Pakan, Direktorat Kesmavet dan Pasca Panen, serta kerjasama dengan luar negeri yaitu FAO dan AIPEID. 2. Tersusunnya rekomendasi hasil diskusi/rapat sebagai bahan evaluasi dan upaya tindak lanjut bagi pusat, daerah dan laboratorium kesehatan hewan sebagai berikut: - Arahan Direktur Kesehatan Hewan untuk meningkatkan jumlah laboratorium veteriner yang menerapkan sistem penjaminan mutu formal yang sesuai dengan SNI ISO/IEC 17025:2008 serta meningkatkan ruang lingkup pengujian yang terakreditasi. - Kepala Pusat Akreditasi Laboratorium dan Lembaga Inspeksi BSN/ KAN menyampaikan bahwa saat ini belum ada Penyedia Uji Profisiensi untuk pengujian penyakit hewan yang terakreditasi SNI ISO/IEC 17043:2010. Beliau memandang laboratorium veteriner lingkup Kementerian Pertanian memiliki potensi sebagai Penyedia Uji Profisiensi. - Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan (BPMSP) telah terkakreditasi SNI ISO/IEC 17043:2010 dan menjadi Penyelenggara Uji Profisiensi untuk 7 parameter pengujian. - Indonesia telah mengikuti penilaian OIE Performance of Veterinary Services (PVS) pada tahun 2007 dan OIE PVS Gap Analysis pada tahun 2010 dan 2011. Laporan penilaian tersebut telah memetakan komponen mendasar veterinary services termasuk kompetensi teknis terkait laboratorium diagnosis dan penjaminan mutu laboratorium. Laporan tersebut juga memberikan rekomendasi strategi bagi peningkatan pencapaian kompetensi teknis. - Indonesia telah mengikuti penilaian laboratorium menggunakan FAO Laboratory Mapping Tools (LMT) pada tahun 2012 dan 2014. Laporan 34
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
-
-
-
-
-
-
penilaian tersebut telah memetakan kondisi 10 laboratorium veteriner di Indonesia. Para Menteri Pertanian dan Kehutanan negara-negara anggota ASEAN pada Sidang AMAF ke-35 di Kuala Lumpur tahun 2013 telah mengesahkan Regional Strategic Framework for Laboratory Capacity Building and Networking in ASEAN. Indonesia ikut serta di jejaring laboratorium kesehatan hewan ASEAN dalam ASEAN Laboratory Director Forum (LDF). ASEAN LDF saat ini adalah kelompok ad hoc di dalam Asean Working Group on Livestock (ASWGL), dan akan menjadi komponen dalam ASEAN Coordination Center on Animal Health and Zoonoses (ACCAHZ). Dasar bagi jejaring kerja laboratorium veteriner adalah Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor 166 tahun 2006 tentang Pembentukan Jejaring Kerja Laboratorium Veteriner Indonesia. Saat ini laboratorium veteriner yang tergabung dalam jejaring mencakup UPT pada DITJEN PKH, BARANTAN dan BALITBANGTAN. KEPDIRJENNAK tersebut dipandang tidak cukup kuat. PERMENTAN Nomor 51/Permentan/Ot.140/10/2006 tentang Pedoman Tata Hubungan Kerja Fungsional Pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit Hewan Karantina merupakan acuan bagi Laboratorium lingkup Karantina Pertanian dalam berjejaring kerja. Telah terbentuk Jejaring Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI) melibatkan kementerian/ lembaga terkait dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Direktorat Mutu dan Standardisasi DITJEN PPHP mengelola Jejaring Laboratorium Pengujian Lingkup Kementan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) mengelola jejaring laboratorium deteksi dan penanggulangan zoonosis.
9. Pengawasan Obat Hewan (POH) a Penerbitan Sertifikat dan SK Izin Usaha Obat Hewan Penilaian kelayakan izin usaha obat hewan, telah dilaksanakan untuk 24 perusahaan obat hewan yang terdiri dari 6 produsen, 13 importir dan 5 eksportir. b Pendaftaran Obat Hewan Pelaksanaan rapat Verifikasi Pendaftaran Obat Hewan sebanyak 19 kegiatan, memverifikasi sebanyak 1606 dokumen pendaftaran obat hewan baru dan ulang. Pelaksanaan rapat Penilai Pendaftaran Obat Hewan (PPOH) sebanyak 15 kegiatan dan menilai sebanyak 436 sediaan obat hewan.
35
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Pelaksanaan rapat Komisi Obat Hewan (KOH) sebanyak 3 kegiatan dan mengkaji sebanyak 9 (sembilan) sediaan obat hewan. c Penerbitan SK Nomor Pendaftaran Obat Hewan Penerbitan SK Pendaftaran Tetap Obat Hewan sebanyak 52 sediaan farmasetik, 32 sediaan premiks, 16 sediaan biologik serta 3 lain-lain. Penerbitan SK Pendaftaran Ulang Obat Hewan sebanyak 55 sediaan farmasetik, 13 sediaan premiks, 32 sediaan biologik serta 4 lain-lain. d Pengujian Mutu dan Sertifikasi obat Hewan Penerbitan Surat Pengantar Pengujian Sampel Obat Hewan ke Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan dalam rangka pendaftaran sebanyak 276 surat. e Penerbitan Surat Keterangan Pemasukan dan Pengeluaran Obat Hewan Penerbitan Surat Keterangan Pemasukan Obat Hewan sebanyak 7.015 surat yang diberikan kepada 307 perusahaan importir obat hewan. Surat Keterangan Pemasukan yang diterbitkan terdiri dari 4 antigen, 2.093 vaksin, 1 virus, 2.494 sediaan farmasetik, 6.342 sediaan premiks, 208 alat kesehatan hewan dan 22 untuk telur SPF. Penerbitan Surat Keterangan Pengeluaran Obat Hewan sebanyak 1.601 surat yang diberikan kepada 4 perusahaan eksportir obat hewan. Surat Keterangan Pengeluaran yang diterbitkan terdiri dari 66 sediaan biologik, 56 sediaan farmasetik dan 1479 sediaan premix f Bimtek Pengawas Obat Hewan Pada tanggal 25 – 28 Agustus 2015 telah dilakukan Bimbingan Teknis Pengawas Obat Hewan, Taman Kencana-Bogor, yang pesertanya dari seluruh dinas provinsi di Indonesia. g Penilaian CPOHB Pelaksanaan rapat Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB) sebanyak 7 kegiatan menilai sebanyak 31 (tiga puluh satu) pembahasan CPOHB produsen obat hewan. h Sertifikasi CPOHB Jumlah Produsen Obat Hewan di Indonesia saat ini adalah sebanyak 75 perusahaan, sebanyak 43 diantaranya telah menerapkan CPOHB dalam proses produksinya dan telah disertifikasi. Adapun daftar perusahaan obat hewan yang telah memperoleh sertifikat CPOHB sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut:
36
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
NO
NAMA PERUSAHAAN
1
AGRINUSA JAYA SANTOSA
2
AGRO MAKMUR SENTOSA
3
BERNOFARM
4
BIOTEK INDONESIA
5
CAPRIFARMINDO LABORATORIES
6
CHEIL JEDANG INDONESIA
7
DELTA PRIMA AGRINDO
8
EKA FARMA
9
IPB SHIGETA ANIMAL PHARMACEUTICALS
10
KALBE FARMA Tbk
11
KATRACO SANTIKA
12
MEDION FARMA JAYA
13
MEIJI INDONESIAN PHARMACEUTICAL INDUSTRIES
14
MITRAVET
15
MJPF FARMA INDONESIA
16
OTASINDO PRIMA SATWA
17
PFIZER INDONESIA TBK
18
PUSAT VETERINARIA FARMA
19
PYRIDAM VETERINER
20
ROMINDO PRIMAVETCOM
21
SANBE FARMA
22
SANBIO LABORATORIES
23
SATWA JAWA JAYA
24
SHS INTERNATIONAL
25
SONGGOLANGIT PERSADA
26
TEKAD MANDIRI CITRA
27
TROUW NUTRITION INDONESIA
28
USFA
29
VAKSINDO SATWA NUSANTARA
30
WONDERINDO PHARMATAMA
37
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 31
MULTIFARMA SATWA MAJU
32
VETINDO CITRA PERSADA
33
MITRA BHUWANA MANDIRI
34
NUGEN BIOSCIENCE INDONESIA
35
AVINDO PERDANA BAHTERA MULIA
36
MULTIFARMA SARANA FARMA
37
SARANA VETERINARIA JAYA ABADI
38
MENSANA ANEKA SATWA
39
PETROKIMIA GRESIK
40
UNIVETAMA DINAMIKA
41
SADAJIWA NIAGA INDONESIA
42
INDO ACIDATAMA
43
KATRACO SANTIKA
Tabel 9. Daftar Perusahaan Obat Hewan Yang Telah Memperoleh Sertifikat CPOHB Permasalahan utama yang dihadapi: 1. Kekurangan alokasi anggaran dalam rangka pengawasan mutu obat hewan melalui pendaftaran obat hewan dan CPOHB. 2. Alokasi pertemuan dalam rangka pembahasan peraturan obat hewan sangat terbatas karena keterbatasan alokasi anggaran pertemuan. 3. Lamanya proses penyusunan peraturan obat hewan di tingkat Biro Hukum Kementerian Pertanian, sehingga berbagai permasalahan dan aspirasi dibidang obat hewan tidak memiliki payung hukum yang jelas. 4. Pengembangan database obat hewan lambat karena dana yang minim. 5. Minimnya kegiatan pengawasan peredaran obat hewan di daerah. 6. Alokasi perjalanan dinas dalam rangka penilaian kelayakan izin usaha obat hewan yang sangat minim, tidak sebanding dengan banyaknya permohonan yang masuk ke Direktorat Kesehatan Hewan. Ekspor Obat Hewan Lima tahun terakhir industri obat hewan Indonesia memasuki era baru dengan telah berhasilnya beberapa perusahaan obat hewan menembus pasar internasional, baik dikawasan Asia, Timur Tengah, ataupun Afrika. Upaya mendorong peningkatan ekspor obat hewan ini telah dilakukan dari tahun ke tahun dengan penerapan dan perbaikan regulasi dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor, misalnya penerapan cara pembuatan obat hewan yang baik dan pengujian mutu obat hewan. 38
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Hasil yang telah dicapai dari penerapan CPOHB dan pengujian mutu pada 5 tahun terakhir terlihat dari adanya perkembangan nilai ekspor obat hewan di Kementerian Pertanian yang cukup signifikan yang mendatangkan devisa negara yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa produk obat hewan Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi sehingga produk tersebut dapat diterima atau diekspor ke negara-negara di dunia No. JenisSediaan 1.
Biologik
2.
Farmasetik
3.
Premiks Total
2010
2011
2012
257.407,04 349.915,31 356.213,68 9.557,78
1.184,40
1.340,14
2013
2014
309.978,12 220.594,39 1.807,75
5.910,65
2015 7.412.253,41 129.985,58
338.104,33 424.416,78 451.924,24
471.675,26 430.000,00 60.969.525,25
605.069,15 775.516,49 809.478,06
783.461,13 656.505,04 68.511.764,24
Tabel. 10 Data Nilai Ekspor Obat Hewan Tahun 2010 – 2015 (Nilai 1000 USD) Sumber data : Rekapan surat keterangan ekspor Negara tujuan ekspor obat hewan sebanyak 37 negara Sediaan Biologik
China, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Pakistan, Nepal, Tanzania, Lebanon, Mesir, Nigeria,Rusia, Syria, Thailand dan Timor Leste
Sediaan
Bangladesh, China, Malaysia, Greece, Mesir, Pakistan,
Farmasetik
Philiphine, Thailand, Vietnam, Nepal, Nigeria, Tanzania, Kamboja dan Myanmar
Sediaan Premiks
Belgium, Burgaria, Croatia, France, Georgia, germany, Greece, Hungary, India, Italy, Lithuania, Montenegro, Morocco, Netherlands, Norway, Poland, Serbi, Slovenia, Syria dan Tunisia
4 perusahaan eksportir obat hewan adalah: 1. PT. Cheil Jedang Indonesia 2. PT. Vaksindo Satwa Nusantara 3. PT. Trouw Nutrition Indonesia dan 4. PT. Medion Farma Jaya 10.
Perlindungan Hewan terhadap Penyakit Eksotik Dalam rangka melindungi Negara Indonesia terhadap pemasukan penyakit dari luar negeri yang dapat berdampak luas pada perekonomian masyarakat khususnya masyarakat petani peternak, perlindungan kelestarian plasma 39
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan nuftah Indonesia dari pemusnahan akibat agen penyakit dari luar negeri atau penyakit yang baru muncul (emerging animal diseases), turut menjaga ketersediaan pangan asal hewan yang aman (food safety dan food security) serta desakan arus globalisasi dan perdagangan bebas yang melarang pemberlakuan kebijakan risiko nol (zero risk) terhadap importasi hewan dan produk hewan ke suatu Negara sesuai perjanjian GATT dan SPS Agreement, dan dengan mempertimbangkan bahwa perdagangan bebas tersebut dapat berpotensi bagi penyebaran Penyakit Hewan Menular (PHM) dan penyakit eksotik (penyakit yang tidak ada di Indonesia) maka Direktorat Kesehatan Hewan melakukan Bimbingan Teknis KIATVETINDO PMK, Bimbingan Teknis Analisa Risiko, penyusunan Permentan Lalu Lintas Hewan Dalam Wilayah Indonesia, penyusunan Permentan Kesiagaan Darurat Veteriner, Emergency Center, Kaji Ulang Health Protocol, Penilaian Persetujuan Pemasukan Hewan dan Bahan Pakan Asal Hewan, Penilaian Biosekuriti Peternakan Orientasi ekspor, Pengawasan Bahan Pakan Asal Hewan, penyusunan dan pencetakan KIATVETINDO Q-Fever, penyusunan Permentan Lalu Lintas Hewan Ke/Dari Luar Negeri, KIE Perlindungan Hewan, Kajian Analisa Risiko, penyusunan Permentan Persyaratan Teknis Kesehatan Hewan dan Koordinasi Luar Negeri. Output Fungsi a. Sertifikasi Kesehatan Hewan sebagai Penjaminan Status Kesehatan Hewan Pada tahun 2015 telah diterbitkan 656 sertifikat kesehatan untuk ekspor hewan meliputi hewan kesayangan, satwa dan produk hewan. Dalam rangka mendukung kegiatan ekspor tersebut telah dilakukan kegiatan Penilaian Biosekuriti Peternakan Orientasi Ekspor sebagai salah satu upaya penjaminan kesehatan hewan terhadap hewan yang akan diekspor. b. Persyaratan Teknis Kesehatan Hewan sebagai upaya Perlindungan Hewan terhadap Penyakit Dalam rangka mengamankan Indonesia dari masuknya penyakit hewan menular khususnya penyakit eksotik telah dibuat persyaratan teknis kesehatan hewan untuk pemasukan hewan/produk asal hewan dari luar negeri dalam bentuk Health Requirement (HR). Pada tahun 2015 telah diterbitkan 5.120 buah HR yang terdiri dari HR impor hewan kesayangan, satwa, hewan ternak, bahan pakan asal hewan dan produk biologis untuk penelitian.
40
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan c. Bimbingan Teknis Analisa Risiko Pada tahun 2015 Bimbingan Teknis Analisa Risiko dilaksanakan di Bogor dengan jumlah peserta sebanyak 36 orang yang terdiri atas Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen, Balai Veteriner Medan, Balai Veteriner Bukittinggi, Balai Veteriner Lampung, Balai Veteriner Subang, Balai Besar Veteriner Wates, Balai Besar Veteriner Denpasar, Balai Veteriner Banjar Baru, Balai Besar Veteriner Maros, Pusat Veteriner Farma (Pusvetma), Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH), Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BBPMSPH) dan 6 provinsi yang berasal dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Peternakan Jawa Timur, Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten dan Dinas Pertanian, Kelautan dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta d. Bimbingan Teknis KIATVETINDO PMK Pada tahun 2015 Bimbingan Teknis KIATVETINDO PMK dilaksanakan di Yogyakarta dengan jumlah peserta sebanyak 99 orang yang terdiri atas Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan, Badan Karantina Pertanian yaitu Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati, Balai Karantina Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah dan Jawa Timur, Balai Besar Veteriner Maros, Balai Besar Veteriner Wates, Pusat Veteriner Farma, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH). e. Kajian Analisa Risiko Kajian Analisa Risiko yang telah dilaksanakan pada tahun 2015 antara lain: 1. Persyaratan pemasukan sapi indukan dari Australia terkait penyakit Camphylobacter 2. Pemasukan DOC GGPS dan GPS Brown dari Denmark dan Spanyol 3. Pemasukan unggas dan produk unggas dari Belanda terkait HPAI H5N8 4. Pemasukan MBM dari Kanada 5. Pemasukan unggas dan produk unggas dari Amerika Serikat terkait HPAI H5N8 6. Pemaukan DOC GPS/GP dari Inggris, Belanda bdan Jerman terkait HPAI H5N8. 7. Analisis Risiko Pemasukan Virus Avian Influenza Melalui Importasi DOC Dari Amerika Serikat ke Indonesia terkait HPAI H5N8 dan H5N2 41
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 8.
11.
Analisis Risiko Impor Unggas, Produk Unggas dan Bahan Pakan Asal Unggas Dari Australia Terkait Penyakit Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) subtipe H7N7 dan H7N2
Kinerja Lainnya HIBAH LUAR NEGERI Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan saat ini sedang melaksanakan beberapa proyek yang didanai oleh beberapa negara donor. Khusus yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan hewan antara lain proyek – proyek “ Prevention And Control Of Influenza In The Veterinary Sector” bantuan hibah KfW – Jerman, “ Project on Capacity Development of Animal Health Laboratory and Enhancement of Regional Animal Health Structure Toward Safer Community for Both Animal And Human” bantuan hibah JICA – Jepang dan “ Australian Indonesia Partnership For Emerging Infectious Diseases Animal Health Program – AIPEID “ bantuan Aus AID. Uraian secara singkat untuk masing-masing proyek sebagai berikut : 1.
Prevention And Control Of Influenza In The Veterinary Sector Project
Alokasi dana untuk proyek ini besarnya 3,300,000 EURO dengan proporsi 3,000,000 Euro merupakan bantuan hibah KfW Jerman dan 300,000 Euro merupakan dana pendamping dari Pemerintah Republik Indonesia. Bantuan hibah ini didasari oleh Naskah perjanjian Luar negeri (NPHLN) yang ditanda tangani pada tanggal 28 Juni 2009 dan berlaku sampai dengan 30 Desember 2013, terdaftar di kementerian Keuangan dengan Nomor Register 2007 66 105; Bantuan ini merupakan hibah langsung, tetapi dana hibah dialokasikan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Pemerintah Republik Indonesia, sehingga pelaksanaannya sesuai dengan siklus penganggaran APBN. Bantuan hibah ini digunakan untuk pembangunan Laboratorium BSL-3 di BBPMSOH Gunung Sindur – Bogor dalam rangka meningkatkan kemampuan pengujian vaksin untuk penanggulangan penyakit Avian Influenza di Indonesia; Proyek ini telah mendapat persetujuan perpanjangan masa berlaku dari negara donor, yang pertama dari tanggal 30 Desember 2013 menjadi 30 Desember 2014 dan yang kedua dari 30 Desember 2014 menjadi 30 Desember 2015, yang dituangkan dalam Amandemen NPHLN; Pelaksanaan proyek ini mengalami beberapa hambatan teknis dan non teknis, namun dengan kesepahaman yang sama bahwa bantuan hibah ini harus terserap dan dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan lab. BSL-3 tersebut, maka kedua belah pihak ( Donor dan Ditjen PKH) sepakat untuk memperpanjang masa berlakuknya NPHLN; 42
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Perkembangan terakhir sampai saat ini bahwa pembangunan fisik Laboratorium BSL-3, Pengadaan peralatan Lab. BSL-3 dan Pelatihanpelatihan telah diselesaikan. Sisa waktu sampai dengan Desember 2015 hanya menyisakan pekerjaan Instalasi Isolator, Commissioning dan Sertifikasi sebelum semua hasil pekerjaan diserah terimakan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; Untuk memanfaatkan sisa waktu tersebut, maka pihak-pihak terkait yaitu KfW, Ditjen PKH, Kontraktor Pelaksana dan Konsultan secara intensif melakukan koordinasi untuk menyelesaikan semua pekerjaan sebelum berakhirnya masa berlaku NPHLN. Kesepakatan terakhir yang disanggupi oleh kontraktor pelaksana dan konsultan bahwa pada akhir bulan Agustus 2015 dan selambat-lambatnya minggu pertama September 2015 pekerjaan instalasi isolator dan commissioning yang dialnjutkan dengan serah terima tahap pertama dapat diselesaikan. 2. Australian Indonesia Partnership For Emerging Infectious Diseases Animal Health Program – AIP-EID Alokasi dana untuk proyek ini besarnya 22,000,000 Aus Dolar merupakan bantuan hibah Aus AID dan tidak ada alokasi dana pendamping dari Pemerintah Republik Indonesia Bantuan hibah ini didasari oleh Naskah perjanjian Luar negeri (NPHLN) yang ditanda tangani pada tanggal 18 Januari 2011 dan berlaku sampai dengan Desember 2014 dan diperpanjang menjadi Desember 2015, terdaftar di kementerian Keuangan dengan Nomor Register /Grant ID 71465701/LBAU0023; Bantuan ini merupakan hibah langsung, dikelola sendiri oleh negara donor dan danannya tidak dialokasikan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Pemerintah Republik Indonesia. namun sesuai dengan ketentuan yang berlaku setiap tahun harus dilaksanakan pengesahan pendapatan hibah dan pengesahan belanja hibah oleh Kementerian Keuangan. Bantuan hibah ini digunakan untuk : 1) Strengthening Veterinary Systems Within the MOA; 2) Strengthening InformationManagement, Laboratory and Quarantine Function; 3) Support for Animal Health Services at the Subnational Level (Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat) dan Program management. Sampai dengan berakhirnya masa berlaku NPHL ternyata alokasi dana hibah belum terserap secara keseluruhan, sehingga atas kesepakatan kedua belah pihak untuk memanfaatkan sisa dana secara optimal maka masa berlaku NPHL diperpanjang sampai dengan Desember 2015. Perkembangan terakhir bahwa sampai akhir bulan Juni 2015 semua kegiatan teknis yang direncanakan dapat diselesaikan dengan baik, dengan demikian sisa waktu dari bulan Juni sampai dengan Desember 2015 akan dimanfaatkan untuk penyelesaian administrasi bantuan hibah. Khususnya penyelesaian pengesahan pendapatan dan belanja hibah tahun 2015. 43
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Sedangkan pengesahan pendapatan dan belanja hibah tahun sebelumnya adalah : Tahun 2014 sebesar AUD $
860,813
Rp. 59.704.043.422,-
Tahun 2013 sebesar AUD $ 6,014,699
Rp. 64.606.708.867,-
Tahun 2012 sebesar AUD $ 4,534,718
Rp. 42.345.514.114,-
Berdasarkan pemantauan dilapangan diketahui bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan proyek ini mendapat respon positif dari para petugas di daerah dan masyarakat dengan harapan proyek ini bisa diperpanjang lagi bahkan perlu di replikasi lagi ke daerah – daerah lain. Untuk itu masih dilakukan pembahasan – pembahasan lebih lanjut dengan pihak Aus AID tentang kemungkinan perpanjangan proyek ini. 3. Project on Capacity Development of Animal Health Laboratory and Enhancement of Regional Animal Health Structure Toward Safer Community for Both Animal And Human” . Alokasi dana untuk proyek ini besarnya 250,026,000 Yen Jepang merupakan bantuan hibah langsung dari JICA Jepang ditambah dengan alokasi dana pendamping sebesar Rp. 2.600.000 untuk 4 tahun anggaran. Bantuan hibah ini didasari oleh Naskah perjanjian Luar negeri (NPHLN) yang ditanda tangani pada tanggal 4 Juli 2011 dan berlaku sampai dengan Juni 2015, terdaftar di kementerian Keuangan dengan Nomor Register 71723301; Bantuan ini merupakan hibah langsung, dikelola sendiri oleh negara donor dan danannya tidak dialokasikan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Pemerintah Republik Indonesia. namun sesuai dengan ketentuan yang berlaku setiap tahun harus dilaksanakan pengesahan pendapatan hibah dan pengesahan belanja hibah oleh Kementerian Keuangan. Untuk pengesahan tahun 2014 dan 2015 masih dalam proses, sedangkan tahun 2012 dan 2013 telah diselesaiakan pengesahan pendapatan dan belanja hibah di Kementerian Keuangan.Dalam rangka mendukung program pemerintah memberantas penyakit hewan menular strategis yang bersifat zoonosis seperti Avian Influenza, Brucellosis, Anthrax, Rabies, Leptospira dan lainnya, BBPMSOH telah dilengkapi 2 unit laboratorium BSL-3 dan 2 unit laboratorium ABSL-4 agar dapat melakukan pengujian vaksinvaksin zoonosis. Keberadaan laboratorium ini sangat mendukung dalam menjamin mutu produk vaksin hewan zoonosis sehingga vaksin yang beredar di Indonesia terjamin mutunya, aman dan berkhasiat.
44
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 12.
Akuntabilitas Keuangan Alokasi Anggaran Anggaran kegiatan fungsi kesehatan hewan TA. 2015 dialokasikan sebesar Rp. 400.432.801.000,- baik untuk pusat, Unit Pelaksanan Teknis Lingkup Kesehatan Hewan maupun dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Realisasi Keuangan Realisasi anggaran kegiatan fungsi kesehatan hewan TA. 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp 319.962.866.569 atau 79,90 % dari total anggaran Rp 400.432.801.000. Realisasi anggaran per Unit Kerja, Jenis Belanja adalah sebagai berikut : (1) Realisasi Per Kewenangan Berdasarkan kewenangan realisasi anggarannya sebagai berikut : realisasi kantor pusat sebesar Rp. 59.149.487.487 atau tercapai 89,54% dari pagu Rp. 66.062.651.000; Kantor daerah sebesar Rp. 260.813.379.082 atau tercapai 78% dari pagu Rp 334.370.150.000. Dekonsentrasi persatuan kerja sebesar Rp 124.214.044.369 atau tercapai 89,63% dari pagu Rp. 136.858.267.000., yaitu pada Dinas Pertanian Dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara, anggaran 569.429.000 Realisasi 273.996.479 atau 48,12%, Dinas Pertanian Dan Peternakan Propinsi Sulawesi Barat anggaran 1.691.500.000 Realisasi 1.563.645.119 atau 92,44%, Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Papua Barat anggaran 736.340.000 Realisasi 736.280.000 atau 99,99%, Dinas Pertanian, Kehutanan, Dan Peternakan Provinsi Kepulauan Riau anggaran 823.445.000 realisasi 623.448.200 atau 75,71%, Dinas Perkebunan Dan Peternakan Provinsi Gorontalo anggaran 1.350.829.000 realisasi 1.332.653.250 atau 98,65%, Dinas Pertanian, Dinas Pertanian, Perkebunan Dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung anggaran 1.029.820.000 realisasi 991.548.050 atau 96,28%, Dinas Pertanian Dan Peternakan Provinsi Banten anggaran 1.869.865.000 realisasi 1.672.779.200 atau 89,46%, Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara anggaran 2.022.530.000 realisasi 2.012.205.500 atau 99,49%, Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu anggaran 4.909.630.000 realisasi 4.463.197.978 atau 90,91%, Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Papua anggaran 953.590.000 realisasi 946.445.815 atau 99,25%; Dinas Peternakan Prov. Nusa Tenggara Timur anggaran 14.466.330.000 realisasi 14.267.821.429 atau 98,63%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat anggaran 4.489.369.000 realisasi 4.173.867.201 atau 92,97%; Dinas Kelautan Dan Pertanian Provinsi Dki Jakarta anggaran 1.240.590.000 realisasi 1.164.839.349 atau 93,89%; Dinas Peternakan Provinsi Jawa 45
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Barat anggaran 4.921.380.000 realisasi 3.297.753.240 atau 67,01%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah anggaran 4.184.720.000 realisasi 3.814.880.624 atau 91,16%; Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta anggaran 2.401.790.000 realisasi 2.269.102.198 atau 94,48%; Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur anggaran 4.973.820.000 realisasi 4.384.029.633 atau 88,14%; Dinas Kesehatan Hewan Dan Peternakan Provinsi Aceh anggaran 5.526.084.000 realisasi 4.394.187.390 atau 79,52%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Utara anggaran 5.855.418.000 realisasi 5.179.339.530 atau 88,45%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat anggaran 3.988.185.000 realisasi 3.740.740.127 atau 93,80%; Dinas Pertanian Dan Peternakan Provinsi Riau anggaran 2.794.760.000 realisasi 2.494.670.100 atau 89,26%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi anggaran 1.810.677.000 realisasi 1.736.545.800 atau 95,91%; Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan anggaran 1.848.360.000 realisasi 1.793.349.975 atau 97,02%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung anggaran 4.029.620.000 realisasi 3.834.824.175 atau 95,17%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Propinsi Kalimantan Barat anggaran 1.609.890.000 realisasi 1.497.655.000 atau 93,03%; Dinas Pertanian Dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah anggaran 1.934.340.000 realisasi 1.779.238.400 atau 91,98%; Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan anggaran 3.098.840.000 realisasi 1.505.753.892 atau 48,59%; Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur anggaran 2.184.370.000 realisasi 2.111.412.070 atau 96,66%; Dinas Pertanian Dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara anggaran 5.504.020.000 realisasi 4.920.425.840 atau 89,40%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Tengah anggaran 4.641.420.000 realisasi 4.171.978.550 atau 89,89%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan anggaran 10.081.417.000 realisasi 8.953.985.925 atau 88,82%; Dinas Pertanian Dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tenggara anggaran 3.315.920.000 realisasi 3.026.388.200 atau 91,27%; Dinas Pertanian Provinsi Maluku anggaran 2.351.850.000 realisasi 2.281.284.750 atau 97,00%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali anggaran 4.692.420.000 realisasi 4.362.082.750 atau 92,96%; Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat anggaran 4.489.369.000 realisasi 4.173.867.201 atau 92,97%; Dinas Peternakan Prov. Nusa Tenggara Timur anggaran 14.466.330.000 realisasi 14.267.821.429 atau 98,63%. Dekonsentrasi pada UPT Pusat adalah sebesar Rp. 278.760.763.363 atau tercapai 91.47% dari pagu Rp. 304.908.075.000., yaitu Balai Penyidikan Dan Pengujian Veteriner Subang anggaran 18.678.201.000 realisasi 17.456.350.215 atau 93,46%; Balai Besar Pengujian Mutu Dan Sertifikasi Obat Hewan anggaran 18.384.033.000 realisasi 17.664.541.599 atau 46
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 96,09%; Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta anggaran 85.207.536.000 realisasi 78.139.801.697 atau 91,71%; Pusat Veteriner Farma Surabaya anggaran 40.140.272.000 realisasi 36.842.143.591 atau 91,78%; Balai Veteriner Medan anggaran 25.354.220.000 realisasi 23.817.215.495 atau 93,94%; Balai Penyidikan Dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi anggaran 19.747.632.000 realisasi 17.524.643.249 88,74%; Balai Penyidikan Dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung anggaran 21.060.622.000 realisasi 18.986.456.263 atau 90,15%; Balai Penyidikan Dan Pengujian Veteriner Regional V Banjar Baru anggaran 20.585.342.000 realisasi 18.720.117.559 atau 90,94%; Balai Besar Veteriner Maros, Sulawesi Selatan anggaran 28.016.167.000 realisasi 25.821.266.896 atau 92,17%; Balai Besar Veteriner Denpasar anggaran 27.734.050.000 realisasi 23.788.226.799 atau 85,77%. (2) Realisasi Per Kegiatan Realisasi anggaran per kegiatan dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Pengendalian dan penanggulangan rabies
2.
Pengendalian dan penanggulangan AI
3.
Biosekuriti perunggasan
4.
Pengendalian dan penanggulangan Brucellosis
5.
Pengendalian dan penanggulangan antrax
6.
Pengendalian dan penanggulangan Hog Cholera
7.
Pengendalian dan penanggulangan Jembrana
8.
Penanggulangan gangguan reproduksi pada sapi dan kerbau
9.
Pengendalian dan penanggulangan penyakit parasiter
10. Pengendalian dan penanggulangan penyakit bakterial lainnya 11. Sistem Kesehatan Hewan Nasional 12. Perlindungan Hewan dan Kewaspadaan Penyakit Eksotik 13. Pengamatan Penyakit Hewan 14. Pengawasan Obat Hewan 15. Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan 16. Operasional Pelayanan Kesehatan Hewan di Puskeswan 17. Operasional Pengujian Veteriner di Lab. Veteriner Daerah 18. Hibah dan Bantuan Luar Negeri
Hambatan dan Kendala 47
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Pelaksanaan kinerja pembangunan peternakan dan kesehatan hewan tahun 2015 masih banyak mengalami hambatan/kendala, namun secara umum pelaksanaannya dapat diatasi/ ditanggulangi. Hambatan yang dijumpai antara lain: a.
Aspek Manajemen dan Administrasi 1) Revisi anggaran yang disebabkan adanya kebijakan penghematan sehingga proses pelaksanaan kegiatan terlambat; 2) Kebijakan penghematan anggaran, menyebabkan beberapa target kegiatan tidak dapat tercapai; 3) Proses dan mekanisme pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan di daerah (propinsi, kabupaten dan UPT) pada beberapa kegiatan mundur dari jadwal dan tidak dapat dilaksanakan; 4) Proses pelelangan umum untuk pengadaan barang di daerah
dilaksanakan melalui pelayanan satu atap, bila terjadi gagal lelang akan memerlukan waktu yang cukup panjang; 5) Persiapan daerah terlambat untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan baik penetapan pengelola keuangan dan pelaksanaan tender. b. Aspek Teknis Peningkatan status kesehatan hewan, permasalahan utama yang di hadapi terkait pembebasan wilayah penyakit rabies antara lain masih kurangnya ketersediaan vaksin di beberapa wilayah karena keterlambatan keterlambatan atau penyediaan vaksin dan kurangnya SDM kesehatan hewan serta belum tersedianya vaksin anti rabies yang cukup bagi petugas dengan resiko tinggi maupun korban, kualitas vaksin yang kurang baik karena belum tersedianya rantai dingin yang sesuai. Masalah penganggaran yang belum tepat juga merupakan kendala utama sehingga antara pusat dan daerah belum ada sinkronisasi. Kendala yang dihadapai dalam penangana dan tindak lanjut terkait penyakit Avian Influenza (AI) yaitu belum diterapkannya strategi biosecuriti dan lalu lintas sesuai dengan SOP dan perlu adanya surveilens berkelanjutan. Permasalahan dalam kegiatan penanganan gangguan reproduksi terkendala pada kurangnya SDM teknis di kabupaten/ kota, masih terdapatnya sebagian unit-unit puskeswan yang belum ada dokter hewan dan atau paramedik veteriner. Sedangkan kendala utama pada peningkatan mutu obat hewan yaitu kurangnya alokasi anggaran baik untuk pengawasan mutu, peredaran obat hewan maupun pada penyusunan peraturan obat hewan.
48
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Upaya dan Tindak Lanjut Alokasi perjalanan dinas dalam rangka penilaian kelayakan izin usaha obat hewan yang sangat minim, tidak sebanding dengan banyaknya permohonan yang masuk ke Direktorat Kesehatan Hewan Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kendala sebagaimana diuraikan di atas, akan ditempuh berbagai upaya, antara lain a. Penanganan dan tindak lanjut permasalahan terkait rabies yaitu:
Alokasi vaksin rabies stok pusat pada daerah yang memerlukan Perlunya monitoring dana dekon yang lebih efektif Pelatihan bagi kader/tenaga penyuluh lapangan atau petugas lainnya terkait penanganan rabies Perlunya mentoring dan sinkronisasi terhadap penganggaran pusat dan daerah Koordinasi dengan kementerian kesehatan/dinas kesehatan terkait penyediaan VAR bagi petugas ataupun sosialisasi tentang perlunya penganggaran pembelian VAR
b. Penanganan dan tindak lanjut permasalahan terkait Avian Influenza (AI) adalah Penerapan strategi biosekuriti rantai pasar unggas dan pengawasan lalu lintas terus dioptimalkan sesuai dengan SOP pengendalian AI. Surveilans penyakit secara berkelanjutan sampai dengan bebas kasus penyakit. c. Dalam mengatasi permasalahan, maka Direktorat Kesehatan Hewan telah melakukan rekruitmen Tenaga Harian Lepas untuk Medik sejumlah 542 orang dan Paramedik Veteriner sejumlah 457 orang. d. Penanganan dan tindak lanjut permasalahan terkait Pengawasan Obat Hewan yaitu:
Melalui usulan RKAKL TA 2016 sudah diusulkan peningkatan anggaran terkait pengawasan mutu dan peredaran obat hewan baik ditingkat pusat maupun daerah. Pada tahun 2016 diusulkan untuk percepatan proses pembangunan dan integrasi sistem secara terpadu. Melalui revisi anggaran Ditkeswan dan alokasi anggaran oleh Tata Usaha Ditkeswan. Dialokasikan dana dekonsentrasi pengawasan obat hewan untuk daerah tahun 2016
49
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 13. Akuntabilitas Keuangan
50
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan C. Akuntabilitas Keuangan Realisasi berdasarkan sasaran strategis Direktorat Kesehatan Hewan
Sasaran strategis (1) Meningkatnya pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan PHM
Pelaksanaan vaksinasi dan pengobatan
Indikator Kinerja (2) Penguatan Sistem Kesehatan Hewan (vaksin/obat dalam dosis)
Program (7) Kesiagaan Wabah PHM
Komponen Pagu (000) (8)
Anggaran Realisasi (000) (9)
Kesiagaan Wabah PHM 15.906.290.000 Pengendalian dan Penanggulangan Antrax
2.867.465.000
Pengendalian dan Penanggulangan Rabies
42.224.968.000
Pengendalian dan Penanggulangan Brucellosis
% (10) 84,26
12.214.737.940
1.732.867.652
60,43
34.091.772.359
80,74
7.537.265.000
4.603.040.820
61,07
Pengendalian dan Penanggulangan Hog Cholera
5.572.717.000
3.895.760.040
69,91
Pengendalian dan Penanggulangan Jembrana
1.480.800.000
1.059.247.700
71,53
6.379.983.000
5.274.847.542
82,68
59.500.000
85,00
6.821.363.718
76,90
10.434.561.958
77,55
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Parasiter
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Viral Lainya Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Bakterial Lainnya Pengendalian dan Penanggulangan AI
51
70.000.000
8.870.245.000
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan 13.429.483.000 Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan
Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan
2.702.609.000
1.808.119.757
66,90
Operasional Pelayanan Kesehatan Hewan di Puskeswan
8.091.260.000
6.314.994.662
78,05
Sistim Kesehatan Hewan Nasional (SISKESWANNAS) Penanggulanga n Gangguan Reproduksi pada Sapi / Kerbau
Pengawasan Obat Hewan
66,98 20.752.236.000
15.764.372.776
110.755.838.000
92.252.003.396
83,29
2.166.322.000
1.674.995.621
63,24
4.565.000.000
4.024.141.048
75,90
Pengadaan Sarana dan Prasarana Lab. Obat Hewan
2.650.000.000
2.639.990.090
99,40
Peningkatan Produksi,Obat Hewan dan bagan Biologik
4.927.164.000
4.588.731.670
93,13
Peningkatan Produksi Obat Hewan dan Bahan Biologik (BLU)
6.829.170.000
3.327.240.489
48,72
Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau
Pengawasan Obat Hewan
Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan
79,86577 Pengadaan Sarana dan Prasarana Produksi Obat Hewan
52
6.011.432.000
5.921.422.018
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Meningkatnya pelayanan kesehatan hewan
Penye-diaan tenaga/ petugas lapang seperti medik dan para-medik
Tenaga Harian Lepas Pelayanan Kesehatan Hewan
Tenaga Harian Lepas Pelayanan Kesehatan Hewan
26.825.986.000 Penguatan Surveillans penyakit hewan
Surveilans Investigasi Wabah Penyakit Hewan Menular
4.433.777.000
Penguatan Pengujian dan Penyidikan Veteriner
15.952.826.000
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Rabies
24.090.222.600
89,80
3.978.363.605
91,61
13.773.828.107
88,62
3.608.403.000
3.365.397.243
93,27
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Avian Influenza
4.611.739.000
4.280.659.971
92,82
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Brucellosis
2.684.519.000
2.451.430.573
91,32
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Anthrax
1.374.763.000
1.075.573.030
78,24
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Hog Cholera
2.303.235.000
2.092.615.168
90,86
1.824.053.000
1.739.950.314
95,39
935.642.678
96,40
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Viral Penyidikan dan Pengujian Penyakit Bakterial
970.550.000
Penyidikan dan Pengujian Penyakit Parasiter
2.038.142.000
1.902.612.629
93,35
Penyidikan dan Pengujian Gangguan Reproduksi
5.834.364.000
4.805.646.529
82,37
53
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan
Surveilans Penyakit Hewan di UPT Pengadaan Sarana dan Prasarana Lab. Pengujian Veteriner Pengamatan Penyakit Hewan Penyidikan dan Pengujian Penyakit Eksotik Perbatasan Negara dan Antar Wilayah
Perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik
Hibah dan Bantuan Luar Negeri
Operasional Pengujian Veteriner di Lab.Veteriner Daerah Penyidikan dan Pengujian Penyakit Eksotik Perbatasan Negara dan Antar Wilayah Hibah dan Bantuan Luar Negeri
3.721.400.000
3.494.033.459
78,80
18.111.705.000
16.862.047.570
94,25
12.137.627.000
9.277.148.230
76,43
2.114.165.000
1.568.284.690
74,18
1.098.625.000
838.860.790
76,36
2.156.769.000
1.983.179.278
91,95
14.839.906.000
2.943.658.849
19,84
TOTAL
319.962.866.569 400.432.801.000
Tabel 11. Realisasi Pagu Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan Jumlah Anggaran Tahun 2015 : Rp. 400.432.801.000 . Realisasi Pagu Anggaran Tahun : Rp. 319.962.866.569
54
79,90
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Secara umum kegiatan Direktorat Kesehatan Hewan telah memenuhi tugas pokok dan fungsi yang dibebankan pada tahun 2015. Kegiatan seperti penyiapan perumusan kebijakan, penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, Penguatan kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan, telah dilaksanakan dengan baik. Demikian juga kegiatan teknis yang menjadi tanggung jawab pusat terkait penanggulangan penyakit hewan menular juga telah dilaksanakan dengan baik. Dari target kinerja Direktorat Kesehatan Hewan telah terealisasi 108.11% sedangkan dari target anggaran terealisasi sebesar 79,90%. Peningkatan status kesehatan hewan yang ditargetkan 360 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota (70%) terealisasi 394 kabupaten/kota (76,65%) yang tergambarkan dari keberhasilan pengendalian dan penanggulangan serta pembebasan PHMS prioritas Brucellosis, Rabies, Avian Influenza (AI) dan Hog Cholera. Sedangkan untuk Anthrax dilakukan pengendalian penyakit. Disamping itu, prestasi yang telah dicapai Direktorat Kesehatan Hewan dalam pelaksanaan kinerjanya, antara lain: pembebasan penyakit rabies di Provinsi Bangka Belitung dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian tentang Pernyataan Pulau Sumba NTT bebas dari penyakit hewan keluron menular (brucellosis) pada sapi dan kerbau dengan nomor Kepmentan 52/Kpts/PD.630/1/2015 pada tanggal 19 Januari 2015; Pernyataan Pulau Madura Jatim bebas dari penyakit hewan keluron menular (brucellosis) pada sapi nomor Kepmentan 237/Kpts/PD.650/4/2015 pada tanggal 7 April 2015; Pernyataan Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau bebas dari penyakit anjing gila (Rabies) nomor Kepmentan 239/Kpts/PD.650/4/2015 pada tanggal 7 April 2015; Pernyataan Puluau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu bebas dari penyakit anjing gila (Rabies) nomor Kepmentan 241/Kpts/PD.650/4/2015 pada tanggal 7 April 2015; Pernyataan Provinsi Kepulauan Riau bebas dari penyakit anjing gila (Rabies) Kepmentan 240/Kpts/PD.650/4/2015 pada tanggal 7April 2015; Pernyataan Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat bebas dari penyakit anjing gila (Rabies) nomor Kepmentan 238/Kpts/PD.650/4/2015 pada tanggal 7 April 2015 serta terbentuknya i-Sikhnas dengan metode sms gateway yang telah berkembang untuk sarana pelaporan Penyakit Hewan Menular Strategis.
55
[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian kinerja meliputi permasalahan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring. Dari segi Perencanaan : 1. Perencanaan yang belum sesuai 2. Pengalokasian anggaran yang tidak tepat 3. Proses revisi anggaran yang memerlukan waktu Segi Pelaksanaan : 1. Sebagian besar anggaran merupakan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan 2. Keterlambatan proses pengadaan 3. Kesulitan memenuhi spesifikasi barang tertentu. Segi Monitoring dan Pelaporan : 1. Masih rendah dan kurang tertibnya penyampaian laporan realisasi fisik maupun keuangan, 2. Monitoring belum berjalan sesuai dengan target dan belum adanya mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang jelas. B. Rencana Tindak Lanjut Dari permasalahan yang ada maka rencana tindaklanjut yang akan dilakukan ke depan dalam rangka menghadapi permasalahan yang ada akan dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta pelaporan yang bersinergi serta dengan mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang jelas. Demikian Laporan Kinerja (LAKIN) Direktorat Kesehatan Hewan Tahun 2015 dibuat sebagai kewajiban dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Kesehatan Hewan.
56