[Pick the date]
BAB I PENDAHULUAN
2011
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sektor sanitasi di Indonesia dapat dikatakan relatif tertinggal dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur perkotaan
negara
lainnya.
Berbagai
program
pembangunan
sanitasi telah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah namun hasilnya masih belum memuaskan dan masih harus
bekerja
keras
untuk
dapat
mengejar
ketertinggalan
tersebut. Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi di Indonesia adalah lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi yang lebih disebabkan karena tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak berkelanjutan, serta kurangnya perhatian masyarakat pada perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai upaya memperbaiki kondisi sanitasi tersebut perlu dengan menyiapkan sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan berkelanjutan.
Diperlukan
perhatian
khusus
dalam
upaya
meningkatkan kepedulian dan menggalakan pola hidup bersih dan sehat untuk merubah kebiasaan buruk masyarakat dalam bidang sanitasi dan lingkungan permukiman. Sanitasi merupakan salah satu tantangan paling signifikan yang berhubungan dengan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Kurangnya
pengelolaan
sanitasi
di
perkotaan
memiliki
konsekwensi rendahnya tingkat kesehatan masayarakat pada pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Lingkungan pemukiman yang aman, nyaman, asri, bersih, dan sehat merupakan dambaan kita semua. Sanitasi yang baik, manakala kebutuhan air bersih masyarakat terpenuhi, tak adanya
2
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
timbulan sampah, tak ada pencemaran dari limbah, saluran air yang lancar mengalir dan taman-taman yang hijau merupakan salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian bersama. Keberadaan sanitasi yang bersih dan sehat tidak bisa dianggap remeh keberadaannya. Sedangkan air bersih juga merupakan kebutuhan
mendasar
bagi
semua
makhluk
hidup
untuk
kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan air untuk minum, mandi, cuci, masak dan sebagainya. Namun tidak semua orang bisa mengakses air bersih dan mendapatkan sanitasi yang memadai untuk kebutuhan hidup. Hingga saat ini lebih dari 100 juta penduduk Indonesia yang tersebar di 30.000 desa masih kesulitan memperoleh akses terhadap air
bersih
dan fasilitas sanitasi
dasar.
Buruknya
pelayanan air minum dan sanitasi merupakan kendala serius dalam
mengurangi
tingkat
kemiskinan
dan
meningkatkan
kesehatan masyarakat. Sanitasi merupakan salah satu tantangan paling
signifikan
yang
berhubungan
dengan
pengurangan
kemiskinan di Indonesia. Kurangnya pengelolaan sanitasi di perkotaan memiliki konsekwensi rendahnya tingkat kesehatan masayarakat pada pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Menyikapi kondisi tersebut pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Khususnya yang terkait dengan Butir 7 Target ke-10 MDGs, yakni “mengurangi hingga setengahnya jumlah penduduk yang tidak punya akses berkelanjutan pada air yang aman diminum dan sanitasi yang layak pada tahun 2015”. Yakni,
meningkatkan
hingga
67%
proporsi
penduduk
yang
memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan meningkatkan hingga 69,3% proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar.
3
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
Target ini bisa dipenuhi secara kuantitif, tetapi secara kualitatif layanan yang tersedia masih belum memadai. Kurang dari 10 kota di Indonesia yang memiliki jaringan pembuangan limbah dan ini mencapai kurang lebih 1,3% penduduk kota secara nasional. Sedangkan target nasional bidang sanitasi yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014, diuraikan secara kuantitatif sebagai berikut : (i). Target air minum perpipaan dan non-perpipaan dari 54,08% pada tahun 2010 menjadi 70% pada tahun 2014; (ii). Target akses air limbah off-site dan on-site System dari 75% tahun 2010 menjadi 100% pada tahun 2014; dan (iii). Target sampah terangkut perkotaan dari 44,60% pada tahun 2010 menjadi 80% pada tahun 2014. Sedangkan target yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi NTB 2009-2013, terkait bidang Sanitasi memuat tentang upaya peningkatan cakupan air bersih sebesar 75 % (2013) dari 65% (2007) serta meningkatnya cakupan jamban keluarga dari 57% pada tahun 2007 menjadi 80% di tahun 2013. Sedangkan terhadap target pelayanan dan mengurangi timbulan sampah tidak ada. Pada saat ini kebutuhan Air Bersih untuk Kota Mataram dilayani oleh PDAM Menang Mataram. Pelayanaan Air Bersih oleh PDAM Menang Mataram. Cakupan pelayanan air bersih rumah tangga dan hidran umum oleh PDAM Menang Mataram ini baru mencapai 55,02% dari penduduk perkotaan atau baru mencapai 296.720 jiwa. Untuk cakupan Sarana Air Bersih setiap tahun meningkat kurang signifikan karena jumlah pertambahan sarana kurang seimbang dengan peningkatan jumlah kepala keluarga. Tahun 2006 sebesar 83,48% menjadi 83,52% tahun 2007 dan tahun 2008 sebesar 83,69%.
4
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
Sebagian dari sisanya, akses masyarakat pada sumber air tanah menggunakan sistem penyediaan air bersih non perpipaan (sumur gali, pompa dan pompa jet pump) dengan menggunakan air tanah
dalam, air tanah dangkal dan air permukaan secara
umum kualitasnya tidak lebih baik dengan sumber air bersih yang disalurkan. Khususnya akses air bersih yang bersumber dari sumur gali, air tanah dalam, sungai memiliki risiko tercemar lebih tinggi dibandingkan dengan sarana lain seperti sambungan rumah dan
kran
umum.
Hal
ini
disebabkan
karena
sumur
gali
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan lindi dari buangan sampah. Sistem sanitasi yang diterapkan di Kota Mataram adalah Onsite System dengan septic tank tanpa menggunakan peresapan mencapai 60% total kepala keluarga. Dengan cakupan jamban keluarga pada tahun 2007 tercatat sebesar 74% menjadi 74,31% di tahun 2008. Dengan melihat peluang dan potensinya maka ditargetkan pada 2015 Kota Mataram dapat Stop BABs 100%. Pengelolaan sampah di Kota Mataram ditangani oleh Dinas Kebersihan Kota Mataram. Menurut data dari Dinas Kebersihan, pelayanan
kebersihan
kepada masyarakat telah menjangkau
82,6% wilayah Kota Mataram atau telah menjangkau 19 kelurahan dari 23 kelurahan yang ada sebelum pemekaran wilayah menjadi 50
kelurahan
saat
ini.
Sedangkan
tingkat
pelayanan
pengangkutan sampah ke TPA setelah pemekaran sudah mencapai lebih dari 60% dari jumlah timbulan sampah yang ada di Kota Mataram,
namun
demikian hingga saat ini upaya untuk
mereduksi sampah sebelum diangkut dan ditimbun di TPA baik oleh masyarakat maupun pemerintah dirasakan masih sangat kurang.
5
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
Berdasarkan data yang ada bahwa timbulan sampah di Kota Mataram pada tahun 2009 setiap harinya mencapai 1.087 m 3 /hari yang berasal dari permukiman, pasar komersil, perkantoran, fasilitas umum, sampah jalan, kawasan industri, saluran drainase dan lain-lain. Dengan volume tersebut yang dapat diangkut sampai ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) berdasarkan sarana dan prasarana yang dimiliki tidak lebih dari 70%. Sedangkan sebagian
dari
sisanya
ditangani
melalui
pemusnahan
pembakarana dan sebagian kecil yang lain dengan pemanfaatan sampah oleh masyarakat melalui pola 3R. Target pada tahun 2015 diharapkan pelayanan sampah dapat mencapai 80%hingga 85%. Secara bertahap setiap tahunnya dapat mengurangi timbulan sampah yang ada. Masalah sampah merupakan masalah yang terkait erat dengan efektivitas sistem drainase di suatu daerah. Sampah merupakan salah satu penyebab terjadinya genangan di Kota Mataram. Kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah di saluran drainase menyebabkan pendangkalan dan penumpukan yang menimbulkan banjir. Dalam kaitan dengan banjir, sampah yang tidak ditangani dengan baik atau dibuang disembarang tempat
akan
mengurangi
kemampuan
drainase
untuk
menampung air. Maka target selanjutnya adalah mengurangi genangan melalui penanganan drainase. Target-target
pencapaian
dimaksud
merupakan
upaya
untuk pembangunan yang terkait bidang sanitasi kesehatan masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan bathin. Salah satu ciri masyarakat yang maju adalah manusia yang mempunyai derajad kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang tinggi pula.
6
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
Tujuan dari pembangunan manusia dibidang kesehatan adalah untuk mencapai umur panjang yang sehat. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat diukur dari tingkat mortalitas dan morbiditas penduduknya. Peningkatan kesehatan lingkungan dan
pelayanan
memungkinkan
kesehatan
merupakan
untuk diintervensi
faktor
dengan
yang
cepat
sangat
dan
besar
kontribusinya. Memperbesar peluang dan harapan untuk hidup lebih panjang merupakan bagian dari konsep pembangunan manusia, yang secara operasional dapat dicapai melalui upaya peningkatan derajad kesehatan masyarakat. Rendahanya upaya pembangunan sanitasi menjadi salah satu indikator yang menunjukkan betapa rendahnya tingkat kesehatan masyarakat di NTB. Hasil penghitungan IPM pada tahun 2006, masih menempatkan Provinsi NTB sebagai daerah yang
mempunyai
pembangunan
perhatian
manusia.
Hal
menengah ini
bawah
didasarkan
pada
terhadap kriteria
pencapaian IPM yang masih di bawah 66. IPM Provinsi NTB mengalami peningkatan dari 60,6 pada tahun 2004 hanya menjadi 63,0 pada tahun 2006. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia ini terutama dipicu oleh rendahnya kualitas SDM baik dari aspek pendidikan, kesehatan, pendapatan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Utamanya tercermin dari permasalahan masih cukup tingginya Angka Kelahiran Bayi (81 per 1000 kelahiran hidup sedangkan Nasional 46 per kelahiran hidup), Angka Kematian Ibu melahirkan, gizi buruk serta usia harapan hidup yang masih rendah. Sementara itu, Angka Melek Huruf baru mencapai 78,27 %, sedangkan Nasional 88,4 % dan Rata-rata Lama Sekolah 6,25 tahun, sedangkan Nasional 6,7 tahun.
7
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
Kualitas sumber daya manusia secara keseluruhan dapat dipandang dari aspek fisik dan non fisik yang keduanya saling berkaitan.
Status
merupakan
kesehatan
gambaran
atau
keadaan
kualitas
kesehatan
fisik
penduduk
masyarakat
yang
secara umum dapat dideskripsikan dari beberapa indikator kesehatan yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup, angka
kesakitan
dan
rata-rata
lama
sakit.
Disamping
itu
pembangunan kesehatan selain diarahkan untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat juga meningkatkan mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang semakin terjangkau oleh seluruh
lapisan
masyarakat.
Sebagai
pendukung
dalam
meningkatkan derajad dan status kesehatan harus tersedianya fasilitas kesehatan dan terpenuhinya kebutuhan sanitasi dasar. Sedangkan pencapaian IPM Kota Mataram yang sebesar 71,82
menjadikan Kota Mataram menduduki posisi tertinggi di
antara kabupaten/ kota lainnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pencapaian ini tidak mengalami perubahan dibanding tahun tahun sebelumnya. Kota Mataram sebagai ibukota provinsi dengan fasilitas
kesehatan
paling
lengkap
dan
tingkat
pendidikan
masyarakatnya rata-rata paling tinggi, wajar jika indeks kesehatan masyarakatnya juga menjadi paling baik. Namun hal ini bukan menjadi indikator keberhasilan Pembangunan Manusia mengingat secara nasional masih dibawah rata-rata Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM)
Kota
Mataram
berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan komponen sektor kesehatan sebagai berikut; (1) Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Kota Mataram mengalami peningkatan dari usia 65,3 tahun (65 tahun 4 bulan) pada tahun 2002 meningkat menjadi 66,04 (66 tahun 0,4 bulan) pada tahun 2004. (2) Angka Kematian Bayi di Kota Mataram pada tahun 2004 rata-
8
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
rata mencapai 44 bayi per 1000 kelahiran, angka ini mengalami penurunan dibanding tahun 2002 yang mencapai 47 bayi per 1000 kelahiran. Upaya pemerintah dalam meningkatkan derajad kesehatan seringkali dikaitkan dengan keberhasilan pertumbuhan ekonomi. Kaitan antara status kesehatan dan pertumbuhan ekonomi terjalin hubungan yang timbal balik, di satu pihak investasi di sektor kesehatan memerlukan pertumbuhan ekonomi dan di lain pihak
status
kesehatan
produktivitas
yang
pertumbuhan
ekonomi.
penduduk
pada
menentukan
akhirnya
Selain
itu
akan status
tingkat
meningkatkan kesehatan
juga
mempengaruhi keberhasilan pembangunan sektor pendidikan dan sektor lainnya. Tidak kalah penting dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat adalah dengan melihat standar pelayanan minimum (SPM) yang telah diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM. Untuk mengukur sejauh mana pencapaian target-target layanan yang
ditetapkan
dilengkapi
pula
dalam
SPM,
dengan
maka
target-target
indikator-indikator
tersebut
kuantitatif
dan
kualitatif. SPM menetapkan kualitas minimum layanan publik yang wajib
dicapai
oleh
Kabupaten/Kota)
Pemerintah
dalam
Daerah
memberikan
(Provinsi
layanan
bagi
dan setiap
warganya. Indikator ini bisa berupa masukan, proses, keluaran, atau
bahkan
hasil
yang
harus
ada
atau
tercapai
dalam
pelaksanaan layanan. Hal ini penting, karena tingkat layanan minimum untuk publik ini adalah hak setiap warga negara. Standar Pelayanan Minimal ini dimaksudkan sebagai upaya pencapaian target yang diharapkan. Dan sementara ini SPM yang
9
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
telah dimiliki oleh pemerintah daerah NTB adalah Standar Pelayanan
Minimum Kesehatan yang tertuang dalam Peraturan
Daerah Nomor 6 tahun 2009. Sedangkan pemerintah Kota Mataram juga telah memiliki standar pelayanan minimum bidang kesehatan,
limbah,
sampah
dan
air
bersih
namun
belum
diperdakan, kecuali SPM tentang Gizi yang telah diperdakan. Selama ini pelayanan untuk air bersih, kesehatan, drainase dan persampahan masih berpedoman pada standar operasional atau SOP yang dikeluarkan oleh masing-masing SKPD. SPM dan SOP ini merupakan aturan yang bersifat teknis dalam kerangka pencapian target dengan indikator tertentu. Sehingga secara kuantitatif dapat terukur pencapaian target yang telah ditetapkan dalam pembangunan bidang kesehatan. Proses yang harus dijalankan kearah pencapaian dimaksud maka harus mengikuti tata cara yang bersifat normatif yang dituangkan dalam suatu formulasi
kebijakan
dimana secara hirarkis memiliki
keterkaitan satu sama lain, baik dari tingkat yang lebih tinggi hingga
di
tingkat
bawah,
dari
pemeritah
pusat,
provinsi,
kabupaten/kota hingga pada tataran grassroot di pemerintahan desa/kelurahan. Sebagai salah satu contoh dimaksud adalah kebijakan yang dikeluarkan
oleh
departemen
Kesehatan
yang
telah
mencanangkan visi pembangunan kesehatan, yaitu tercapainya penduduk dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Untuk mencapai visi tersebut ditetapkan arah kebijakan bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial yang dirangkum ke dalam sembilan butir kebijakan sebagaimana dinyatakan dalam
10
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Kesembilan butir tersebut antara lain: meningkatkan mutu
sumber
daya
manusia
dan
lingkungan
yang
saling
mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, memelihara dan meningkatkan mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan SDM, dan lain-lain. Selanjutnya kebijakan tersebut dijabarkan ke dalam tujuh program kesehatan pokok, antara lain: peningkatan lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat,
upaya
kesehatan,
perbaikan
gizi
masyarakat,
peningkatan kemampuan dan pengadaan sumber daya kesehatan, dan lain-lain. Beberapa kegiatan bidang sanitasi yang telah, sedang dan akan dilaksanakan dalam kerangka memenuhi kebutuhan sanitasi dasar masyarakat, antara lain: 1. Pengolahan sampah dengan pola 3R, baik organik maupun non organik 2. Program Jamban Panca Warga 3. Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) 4. Lomba Lingkungan Sehat dan Bersih 5. Rencana
Peningkatan
Pelayanan
dan
Pengendalian
Kebersihan Kota 6. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Kebersihan melalui 7. Program Pengelolaan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Sumber Daya Air, Irigasi dan Pengendalian Banjir 8. Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih 9. Penyuluhan
Kesehatan
dan
Peningkatan
Peran
Serta
Masyarakat
11
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
Rencana Program dimaksud selengkapnya dapat dilihat dalam Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Mataram Tahun 2010, yang merupakan Selanjutnya
potret untuk
kondisi
eksisting sanitasi Kota Mataram.
dipergunakan
sebagai
rujukan
didalam
penyusunan Stategi Sanitasi Kota (SSK) sebai suatu kebijakan yang akan dilaksanakan secara integrated dengan mengedepankan sinergisitas antar SKPD yang terlibat langsung dalam bidang Sanitasi. Sehingga tercipta suatu pola pembangunan yang bersifat kondusif dan komprehensif. Dengan demikian antara BPS dan SSK memiliki keterkaitan saling melengkapi
didalam Program Percepatan Pembangunan
Sanitasi Permukiman. Sebagaimana tergambarkan dalam BPS bahwa dalam rangka mengatasi permasalahan dan tantangan sanitasi permukiman, utamnya yang disebabkan masih adanya masyarakat yang melakukan BAB di sembarang tempat (BABS), masih belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan sampah, semakin luasnya genangan di sejumlah daerah, serta adanya kecenderungan
semakin merosotnya kualitas kesehatan
dan
lingkungan pemukiman yang penduduknya padat dan miskin. Maka
Pemerintah
Indonesia
melalui
Program
Percepatan
Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) mempunyai 3 target yang harus dicapai pada tahun 2014, yaitu:
Stop BAB sembarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan
Pengurangan timbulan sampah dari sumbernya dan penanganan sampah yang berwawasan lingkungan
Pengurangan genangan di sejumlah kota dan kawasan Beberapa langkah strategis yang akan dilakukan oleh
Pemerintah
Indonesia
untuk
mencapai
target
tersebut
12
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
dilaksanakan melalui Program PPSP (tahun 2010-2014) dengan sasaran:
Penambahan layanan jaringan air limbah terpusat sampai dengan
5%
dari jumlah
penduduk perkotaan (5 juta
penduduk, 16 kota) dan pembangunan Sanimas di 226 kota prioritas
Pelaksanaan
praktek
3R
untuk
mengurangi
timbulan
sampah sebesar 20% dan perbaikan manajemen pelayanan persampahan di 240 kota prioritas. Pelaksanaan Program PPSP ini ditargetkan pada kota-kota metropolitan, besar, dan sedang; kota-kota yang merupakan ibukota provinsi, kota-kota yang berstatus otonom, serta kawasan perkotaan di wilayah kabupaten/kota yang kondisi sanitasinya rawan. Diharapkan pada akhir tahun 2014, 330 kab/kota telah mempunyai Strategi Sanitasi dan 160 kab/kota di antaranya telah mulai melaksanakan pembangunan fisiknya. Mengingat kompleksnya persoalan sanitasi perkotaan, maka diperlukan suatu penanganan yang terstruktur dan terpadu. Salah satunya dengan menyusun sebuah strategi pembangunan sanitasi berskala kota/city-wide atau yang lebih dikenal dengan SSK (Strategi Sanitasi Kota) seperti yang menjadi tujuan penugasan
ini.
Strategi
yang
dituangkan
dalam
dalam bentuk
kebijakan/program tersebut sangat diperlukan bagi Pemerintah Daerah untuk memperbaiki kondisi sanitasi pada masing-masing kota. Sejalan dengan perubahan paradigma pembangunan dari ”supply driven” kepada ”demand driven” Strategi Sanitasi Kota (SSK) tersebut disusun berdasarkan kebutuhan masing-masing kota dengan memperhatikan aspirasi masyarakat, yang terwakili dalam sebuah Pokja (Kelompok Kerja) Sanitasi.
13
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
1.2. Maksud dan Tujuan Penyusunan SSK
Strategi Sanitasi Kota ini dimaksudkan untuk menjadi rujukan bagi Pemerintah Kota Mataram serta para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan sektor sanitasi yang lebih komprehensif, terkoordinasi dan terpadu sebagai suatu budaya masyarakat, sebagaimana visi Kota Mataram yakni Maju, Religius
dan
Berbudaya.
Sehingga
pelaksanaan
program
pembangunan sektor sanitasi dapat berjalan berkesinambungan dalam suatu payung strategi pada beberapa sub-sektor, meliputi subsektor air limbah, persampahan dan drainase. Adapun tujuan penyusunan Strategi Sanitasi Kota Mataram adalah tercapainya sasaran pembangunan sektor sanitasi dalam koridor pembangunan yang berkelanjutan dalam strategi yang telah disusun secara sistematis, terpadu dan berkesinambungan. 1. Memberikan arahan dan pedoman bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dalam
rangka
pembangunan
dan
pengelolaan sektor sanitasi secara terpadu, terkoordinasi, berkelanjutan, dan aman bagi lingkungan. 2. Meningkatkan kesadaran, sikap peduli dan komitmen dari pihak-pihak
yang
berkepentingan
dalam
rangka
meningkatkan kualitas dan tingkat pelayanan sanitasi SSK pada hakekatnya adalah sebagai strategi dan rencana pembangunan sanitasi jangka menengah kabupaten/kota yang bersifat komprehensif dan terintegrasi. Sedangkan kegunaan SSK:
Acuan sharing peran antar pelaku pembangunan sanitasi
Kendali bagi realisasi pembangunan sanitasi yang berbasis kinerja
14
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
Gambaran kebutuhan pendanaan sanitasi tahunan dan jangka menengah
Substansi SSK secara garis besar mencakup:
Visi, misi, tujuan, dan sasaran pembangunan sanitasi
Zona dan sistem layanan sanitasi
Isu-isu strategis dalam pengelolaan sanitasi
Strategi Pembangunan Sanitasi
Program dan Kegiatan Jangka Menengah dan Tahunan SSK sebagai dokumen perencanaan yang akan memberikan
arahan terhadap zona-zona dan sistem pelayanan sanitasi, dan tahapan
pembangunannya
(jangka
menengah
dan
panjang).
Sebagai contoh di sektor pengelolaan air limbah, disini terdapat beberapa sistem yang layanan sanitasi yang dapat dikembangkan untuk kelurahan/kecamatan tertentu sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat, misalnya CLTS & MCK+, sistem on-site, dan sistem off-site. Prinsip Kerja Penyusunan SSK, adalah :
Skala kota dan multi sektor
Dari, oleh dan untuk Pokja
Sinkronisasi perencanaan top down & bottom up
Berdasarkan data empiris
15
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
1.3. Landasan Hukum
Yang melandasi program pembangunan bidang sanitassi ini secara umum didasarkan pada kebijakan yang bersifat nasional yang tertuang dalam beberapa peraturan perundangan bidang Sanitasi dan air minum. Dimana secara implisit tertuang pula dalam RPJMN dibawah ini : Sub Bidang
RPJMN
Sistem Penyediaan Air Minum
Air Limbah
Open defecation free untuk semua kab/kota
Persampahan
Meningkatnya sampah yang terangkut hingga 75%
Drainase
Berkurangnya wilayah genangan permanen dan temporer hingga 75%
Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air atau resapan air baku Pelayanan minimal prasarana dan sarana persampahan dilakukan melalui pengumpulan, dan pengangkutan sampah rumah tangga ke TPA secara berkala -
Sumber : RPJMN
Adapun kebijakan bidang sanitasi dimaksud sebagaimana tertuang dalam peraturan perundangan dibawah ini :
16
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 pasal 22, Kesehatan lingkungan di selenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat. 2. Undang-Undang 7 tahun 2003 tentang Sumber Daya Alam yang mengamanatkan tentang Pelestarian Sumber Air, Pengaturan dan Penggunaannya. 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alami Hayati dan Ekosistemnya 4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 6. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung 7. Undang-Undang
Nomor
33
Tahun
2004
Tentang
Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah 8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air 9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 10. Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2009
Tentang
Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup 11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air 12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan 13. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai 14. Peraturan
Pemerintah
Nomor
6
Tahun
1995
Tentang
Perlindungan Tanaman
17
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
15. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 17. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam 18. PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun 19. PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 20. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 21. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum 22. Keputusan
Presiden
Nomor
53
Tahun
1989
Tentang
Nomor
32
Tahun
1990
Tentang
33
Tahun
1990
Tentang
RI
No
Kawasan Industri 23. Keputusan
Presiden
Pengelolaan Kawasan Lindung 24. Keputusan
Presiden
Nomor
Penggunaan Tanah bagi kawasan Industri 25. Peraturan
Menteri
Kesehatan
907/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Persyaratan Kualitas Air minum 26. Peraturan Menteri Kesehatan No 416 Tahun 1997 Tentang Kualitas Air Bersih 27. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2006 tentang
Kebijakan
&
Strategi
Nasional
Pengelolaan
Persampahan
18
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
28. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2006 tentang Kebijakan & Strategi Nasional Pengelolaan Air Limbah 29. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 534 Tahun 2000 Standard Pelayanan Minimal Bidang Permukiman 30. Kep.Men. LH No. 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Bagi Kegiatan Industri 31. Kep.Men. LH No. 52 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Bagi Kegiatan Hotel 32. Kep.Men. LH No. 56 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah cair Bagi Kegiatan Rumah sakit 33. Kep.Men. LH No. 112/MENLH/2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Domestik 34. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional – Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan 35. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional – Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman 36. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategi nasional STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) 37. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/SK/IV/ 2010 tentang persyaratan kualitas air minum
19
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
Berbagai
dasar
hukum
dan
kebijakan
daerah
dalam
pelaksanaan penanganan dan pelayanan bidang sanitasi Kota Mataram selama ini adalah sebagai berikut : 1. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 4 Tahun 2005 Tentang Perubahan
Kedua
Atas
Peraturan
Daerah
Kotamadya
Tingkat II Mataram Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan 2. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2005 Tentang Perubahan
Kedua
Atas
Peraturan
Daerah
Kotamadya
Tingkat II Mataram Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Retribusi Penyedotan Kakus 3. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2002 Tentang UKL dan UPL 4. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 3 Tahun 2007 Tentang Pemekaran Kecamatan dan Kelurahan di Kota Mataram 5. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Mataram 6. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 8 Tahun 2008 Tentang RPJPD Kota Mataram 2005 – 2025 7. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 10 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 8. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 1 Tahun 2009 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 9.
Peraturan Walikota Mataram No. 11 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, pokok dan fungsi Dinas Kesehatan
10. Peraturan Walikota Mataram No. 12 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, pokok dan fungsi Dinas Pekerjaan Umum
20
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
11. Peraturan Walikota Mataram No. 14 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, pokok dan fungsi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga 12. Peraturan Walikota Mataram No. 19 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, pokok dan fungsi Dinas Kebersihan 13. Peraturan Walikota No. 23 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, pokok dan fungsi Dinas Pertamanan 14. Peraturan Walikota No. 28 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, pokok dan fungsi Dinas Badan
Pemberdayaan
Masyarakat 15. Peraturan Walikota No. 34 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, pokok dan fungsi Kantor Lingkungan Hidup
21
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
1.4. Metodologi Penyusunan
Dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota Mataram ini diperlukan suatu pendekatan dan metodologi yang tepat, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan secara akademis dan
bersifat
ilmiah. Dalam artian untuk menghindari cara pemecahan masalah dan cara berfikir yang spekulatif serta menyajikan data yang bersifat objektif dalam menggali kebenaran sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap kegunaan praktis dalam suatu upaya penanganan. Adapun pendekatan dan metodologi yang diterapkan adalah metode
deskriptif
yang
bertujuan
untuk
memperoleh
gambaran/lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988). Sedangkan menurut definisi lain bahwa metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1998). Buku
Putih
Sanitasi
Kota
Mataram
tahun
2010
yang
berisikan kompilasi data primer dan data sekunder dari masingmasing SKPD selanjutnya digunakan sebagai bahan rujukan utama dalam proses penyusunan strategi sanitasi kota. Tehnik yang diterapkan dalam metode penyusunan Strategi Sanitasi Kota ini, anggota Pokja berpartisipasi dalam rangkaian penyusunan dengan
mempertimbangkan
masukan
dari
para
stakeholder
(masyarakat), baik dalam bentuk survey maupun studi meliputi :
22
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
1. Desk
Study
(hasil
kajian
literature,
data
sekunder,
browsing internet, dll) 2. Field Research (observasi, wawancara responden) 3. Deep Interview (wawancara mendalam) 4. Focus Group Discussion (Kelompok diskusi terarah) 5. Analisis dokumen dan hubungan (kualitatif dan kuantitatif) 6. Analisa SWOT
1.5. Sistematika Dokumen
Berdasarkan
Metodologi
dimaksud
maka
sistematika
penulisan Buku Putih Sanitasi Kota Mataram Tahun 2010 ini disusun sebagai berikut : a. Bab I merupakan pendahuluan yang memberikan gambaran latar belakang, maksud dan tujuan penyusunan SSK, landasan
Hukum,
pendekatan
dan
metodologi
yang
diterapkan serta sistematika laporan. b. Bab II, memberikan penjelasan tentang arah pengembangan sektor sanitasi kota, menjelaskan visi dan misi, kebijakan umum dan tujuan pembangunan sektor sanitasi kota. c. Bab III, menjelaskan tentang isu strategi dan tantangan dalam sector sanitasi baik untuk semua sub sektor, aspek pendukung layanan sanitasi. d. Bab IV, memaparkan tentang sasaran, tahapan pencapaian dan strategi setiap sub sektor dan strategi aspek pendukung layanan sanitasi.
23
KELOMPOK KERJ A AMPL KOT A MATARAM
e. Bab V, menjelaskan tentang program dan kegiatan yang akan dilakukan secara terintegrasi antar sub sektor dan aspek pendukung layanan sanitasi. f. Bab VI,
menjelaskan
tentang
strategi
monitoring
dan
evaluasi program sanitasi kota. g. Bab VII, Penutup (kesimpulan dan rekomendasi)
24