Pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh kantor pemadam kebakaran kota surakarta berdasarkan peraturan daerah nomor 12 tahun 2002 tentang pencegahan bahaya kebakaran
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Dian Endah Puspitasari NIM : E.0004133
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
PERSETUJUAN PEMBIMBING
i
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI ALAT PEMADAM API RINGAN OLEH KANTOR PEMADAM KEBAKARAN KOTA SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN
Disusun oleh: DIAN ENDAH PUSPITASARI NIM : E. 0004133
Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing
WASIS SUGANDHA, S.H., M.H. NIP. 131 879 007
PENGESAHAN PENGUJI
ii
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI ALAT PEMADAM API RINGAN OLEH KANTOR PEMADAM KEBAKARAN KOTA SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN Disusun oleh: DIAN ENDAH PUSPITASARI NIM : E. 0004133
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada : Hari : Kamis Tanggal : 24 Januari 2008 TIM PENGUJI 1.Wida Astuti S. H. Ketua
:……………………………………
2. Waluyo S. H., M. Si. Sekretaris
:……………………………………
3. Wasis Sughanda S. H., M. H. Anggota
:……………………………………
MENGETAHUI Dekan,
H. Moh. Jamin, S.H., M.Hum. NIP : 131 570 154
ABSTRAK
iii
DIAN ENDAH PUSPITASARI, E.0004133, PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI ALAT PEMADAM API RINGAN OLEH KANTOR PEMADAM KEBAKARAN KOTA SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2008. Penulisan Hukum mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran dan untuk mengkaji dan mengetahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan tersebut. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan dengan cara wawancara secara berfokus dan studi kepustakaan baik dari buku-buku, data arsip, dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan retribusi alat pemadam api ringan.Teknik analisis yang digunakan bersifat kualitatif dengan menggunakan model analisa interaktif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, dapat diperoleh hasil bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan yang dilakukan oleh petugas penarik retribusi tidak didasarkan pada jurnal pelaksana dan jurnal teknis melainkan hanya berdasarkan perintah dari pejabat yang diatasnya dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. Pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan secara prosedural telah dijalankan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran yang berarti pelaksanaan pemungutannya telah memberikan kepastian hukum dan pelaksanaan pemungutan retribusi tersebut telah memberikan unsur kemanfaatan karena hasil dari pemungutan retribusi akan digunakan untuk pembangunan daerah meliputi pembanguan fasilitas sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan melakukan kegiatan untuk kepentingan umum, tetapi dalam pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan belum dapat memberikan keadilan terhadap wajib retribusi karena wajib retribusi tidak mendapatkan jasa yang berupa pelayanan jasa pengujian dan atau pemeriksaan terhadap alat pemadam api ringan yang seharusnya didapatkan oleh wajib retribusi. Dalam melaksanakan pemungutan retribusi tersebut, petugas penarik retribusi juga kurang memperhatikan aspek ketertiban terhadap wajib retribusi yang lalai dalam melakukan kewajibannya yaitu membayar retribusi. Pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan pemungutan maupun faktor-faktor yang menjadi hambatan pelaksanaan pemungutan. Faktor-faktor pendukung
iv
pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan meliputi adanya ketentuan mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi yang sederhana dan tidak rumit, adanya kemudahan bagi wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi, adanya kesadaran hukum masyarakat yang tinggi dalam melakukan pencegahan bahaya kebakaran dan adanya keaktifan petugas penarik retribusi untuk selalu melakukan sosialisasi, serta pembayaran retribusi yang dapat dijangkau oleh wajib retribusi. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi hambatan pemungutan retribusi adalah masih terdapat masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum rendah, adanya ketidakadilan dalam melakukan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan, dan adanya penegakan hukum tidak dilakukan terhadap wajib retribusi yang lalai terhadap pembayaran retribusi.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran” (Q. S : Al’Asr ayat 1-3)
“Waktu akan menuntunmu menjadi dirimu”
Persembahan: Untuk Ayah dan Mamah, Adekku Lusi & Si Bungsu Nestri, Pembaca dan Almamaterku.
v
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, serta diiringi rasa syukur kehadirat Illahi Rabbi, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI ALAT PEMADAM API RINGAN OLEH KANTOR PEMADAM KEBAKARAN KOTA SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN” dapat diseleaikan dengan lancar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik materiil maupun non materiil sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan dengan lancar, terutama kepada : 1.
Bapak H. Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
2.
Bapak Wasis Sugandha, S.H., M. H. selaku ketua bagian Hukum Administrasi Negara dan sekaligus pembimbing penulisan hukum, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis dalam menyusun penulisan hukum ini.
vi
3.
Ibu Anjar Sri CN, S.H., M.H. selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS.
4.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum Administrasi Negara pada khususnya kepada penulis sehingga dapat menjadi bekal dalam penulisan hukum ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan penulis.
5.
Bapak Rohadi dan Bapak Toyo yang telah memberikan keterangan kepada penulis sebagai bahan dalam penulisan hukum ini.
6.
Kepala Kantor Pemadam Kebakaran Surakarta beserta seluruh pegawainya yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta membantu penulis dalam memperoleh data yang dibutuhkan untuk penulisan hukum ini.
7.
Ayahku Bapak Sugito dan Ibuku Sukilah serta adekku Lusy dan Si Bungsu Nestri yang telah memberikan segalanya kepada penulis dan semoga ananda dapat membalas budi jasa kepada kalian dengan memenuhi harapan kalian terhadap ananda.
8.
Mas Wiwit, Mas Ray dan Mas Joko Triwibowo atas doa dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum.
9.
Teman-teman kos Ceria 2 dan Taskia, Tiwi, Putri, Adel, Mbak Aro, Farida, Mbak Retno, Mba Yulia, Dewi, Mba Tria, Novi, Mba Oci, Tika dan Ayu atas doa dan semangat serta keceriaan dan kebersamaan selama berada di Surakarta.
10.
Fajar Deni, Dian Utami, Evani, Erika, Endang, Crisna, Dewi Yanto, Sarah, Dewi Her Wening, Diana, Lina, Umbro, Very, Ati, Monica, Neny, Astre, Dhaning, Anita, Elok, Anik, Eka, Dona, Rian, Agus, Rizki, dan seluruh teman-teman angkatan 2004 atas semua keceriaan dan kebersamaan dalam menempuh studi di Fakultas Hukum UNS ini.
vii
Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulis, kalangan akademisi, praktisi serta masyarkat umum.
Surakarta,
Januari 2008
Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………........
i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………..
iii
ABSTRAK………………………………………… …………………..
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………
vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
x
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………..
1
B. Perumusan Masalah………………………………………………….
4
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………….
4
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………...
6
E. Metode Penelitian……………………………………………………. 6 F. Sistematika Penulisan Hukum……………………………………….. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….... 14 A. Kerangka Teori………………………………………………………. 14 1. Tinjauan Mengenai Pemerintah Daerah………………………….
14
2. Tinjauan Mengenai Pendapatan Daerah…………………………. 18 3. Tinjauan Mengenai Retribusi Daerah……………………………. 21 4. Tinjauan Mengenai Retribusi Alat Pemadam Api Ringan dan Prosedur Pemungutan Alat Pemadam Api Ringan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran………………………...
33
B. Kerangka Pemikiran………………………………………………….
40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………… 41 A. Deskripsi Lokasi Penelitian………………………………………….. 43 B. Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan oleh Kantor Pemada Kebakaran Kota Surakarta Berdasarkan
ix
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran…………………………………………………..
51
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan……………………………….
75
BAB IV PENUTUP……………………………………………………..
79
A. Simpulan .…………………………………………………………...
79
B. Saran………………………………………………………………...
81
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya sehingga terbentuk suatu masyarakat yang adil dan makmur, tenteram, aman, yang merata bagi seluruh Indonesia yang masing-masing mempunyai mata pencaharian yang mencukupi kebutuhan keluarga (Rochmat Soemitro, 1988 : 1). Hal demikian itu hanya dapat dicapai melalui peningkatan keadaan ekonomi dan peningkatan moral rakyat melalui pembangunan. Pembangunan merupakan proses tindakan baik dari pemerintah maupun dari pihak swasta yang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan penduduk, sehingga segala kebutuhan terpenuhi untuk meningkatkan kesejahteraan sesuai dengan perkembangan ilmu teknologi dan teknik yang semakin maju yang bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata spiritual dan material sesuai dengan yang diamanatkan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 yaitu :
x
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. 2. Memajukan kesejahteraan umum. 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa. 4. Melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan
kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan bagi Bangsa Indonesia tidak hanya dilakukan satu sisi saja melainkan pembangunan yang meliputi dua bidang yaitu pembangunan fisik adalah pembangunan yang meliputi bidang pertanian, pertambangan, perdagangan, perhubungan, ekonomi, pariwisata dan telekomunikasi.
Sedangkan pembangunan mental atau rohani adalah pembangunan yang meliputi bidang pendidikan, budaya, agama dan kesenian. Pembangunan ini dilaksanakan dalam satu rangkaian investasi yang diperoleh melalui berbagai cara maupun sumber baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pelaksanaan pembangunan Bangsa Indonesia juga merupakan orientasi dari pemberian otonomi kepada daerah. Seperti yang tercantum di dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa wilayah Indonesia dibagi menjadi sejumlah daerah besar dan kecil yang bersifat otonom, yaitu daerah yang boleh mengurus rumah tangganya sendiri dan daerah administrasi, yaitu daerah yang tidak boleh berdiri sendiri (C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, 2002 : 3). Hal ini berarti daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sehingga daerah berkewajiban melancarkan jalannya pembangunan dengan sungguhsungguh dan penuh rasa tanggung jawab sebagai sarana untuk mencapai citacita bangsa yaitu masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual (C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, 2002 : 11). Dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, dan akuntabilitas
xi
serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah sehingga tujuan yang dimaksud akan tercapai. Dengan adanya otonomi, daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Untuk mewujudkan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan, daerah senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan (http:/www.apkasi.or.id). Salah satu sumber dana bagi pemerintah daerah adalah Pendapatan Asli Daerah yang menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pendapatan Daerah terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), adalah pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi : a. pajak daerah; b. retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga; dan d. lain-lain PAD yang sah. 2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini ternyata selain pajak, retribusi daerah juga merupakan sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah karena merupakan salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan
xii
masyarakat sehingga daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan beberapa golongan retribusi antara lain : retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan tertentu. Salah satu bentuk retribusi yang diperoleh oleh pemerintah daerah yang berfungsi sebagai sumber kas daerah adalah retribusi pencegahan bahaya kebakaran yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas pelayanan pemeriksaan oleh pemerintah kota terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki atau dipergunakan oleh masyarakat. Alat pemadam kebakaran adalah alat-alat teknis yang diperlukan untuk mencegah dan memadamkan kebakaran yang salah satunya adalah alat pemadam api ringan. Pengelolaan retribusi alat pemadam api ringan
di
Daerah Surakarta diatur didalam Peraturan Daerah Surakarta (Perda Surakarta) Nomor 12 Tahun 2002 tentang Retribusi Pencegahan Bahaya Kebakaran. Pemungutan retribusi alat pemadam api ringan merupakan kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang tercantum didalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Retribusi Pencegahan Bahaya Kebakaran. Menurut Marihot P. Siahaan retribusi merupakan pungutan dimana pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. Alat pemadam api ringan telah banyak dimiliki oleh masyarakat dan perusahaan secara pribadi karena tujuan dari kepemilikan alat pemadam api ringan tersebut adalah untuk mencegah adanya kebakaran dan mengantisipasi terjadinya kebakaran. Penggunaan alat pemadam api ringan ini tidak memerlukan pelayanan jasa dari pemerintah. Dengan demikian pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan tidak sesuai dengan konsep atau pengertian dari retribusi.
xiii
Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menyusunnya dalam sebuah skiripsi mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan dengan mengambil lokasi penelitian di Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta dengan judul “Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran”
B. PERUMUSAN MASALAH Untuk memfokuskan permasalahan yang akan dikaji dalam suatu penelitian diperlukan rumusan masalah, hal ini dimaksudkan agar penulis dapat mengadakan penelitian secara cermat dan tepat baik dalam pembahasan maupun dalam pemahamannya. Oleh karena itu perumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran? C. TUJUAN PENELITIAN Dalam suatu penelitian sangat berkaitan dengan sasaran teknik yang hendak dicapai dan dari penelitian ini diharapkan tersajikan data yang akurat
xiv
sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. 2. Untuk mengetahui
faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan
pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran.
D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat atau kegunaan yang penulis peroleh dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang hukum pajak, khususnya mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. b. Memberikan suatu gambaran yang lebih nyata mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan serta tambahan pengetahuan mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. E. METODE PENELITIAN
xv
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Maka untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan hukum ini diperlukan data yang sesuai. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam penelitian yang bersifat empiris yaitu penelitian hukum positif tidak tertulis mengenai perilaku anggota masyarakat dalam hubungan hidup bermasyarakat. Penelitian ini mengungkapkan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat melalui perbuatan oleh masyarakat. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lain yang maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama atau menyusun teori-teori baru. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran yang tepat mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran dan untuk memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari penelitian. 3. Lokasi Penelitian Untuk menyusun Penulisan Hukum (skripsi) tentang pelaksanan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran penulis mengambil lokasi penelitian di
xvi
Kantor Pemadam Kebakaran yaitu Jalan Tentara Pelajar Nomor 5 Surakarta. 4. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini bersifat kualitatif. Penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, tindakan, persepsi, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan naratif dalam suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Maksud dari pendekatan kualitatif adalah sesuatu dipelajari sebagai cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif-analisis yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti, dan dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam hal ini tidak semata-mta mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi memahami kebenaran tersebut (Soerjono Soekanto, 2007 : 250). 5. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah a
Data Primer yaitu sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dilapangan khususnya pada Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta.
b
Data Sekunder yaitu sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang digunakan seseorang dan secara tidak langsung melalui bahan-bahan dokumen, peraturan perundang-undangan,
laporan,
buku-buku
kepustakaan,
dan
sebagainya yang berhubungan dengan retribusi alat pemadam api ringan. 6. Sumber Data Dalam penelitian ini data yang penulis kumpulkan berasal dari dua sumber data, yaitu:
xvii
a. Sumber Data Primer yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang meliputi keterangan atau data yang diberikan oleh pegawai Kantor Pemadam Kebakaran. yang berwenang di
Kantor Pemadam
Kebakaran Kota Surakarta. b. Sumber Data Sekunder yaitu sumber data yang secara langsung mendukung sumber data primer yang diperoleh dari Peraturan Perundang-undangan, literatur dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan retribusi alat pemadam api ringan.
7. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data ini diperlukan untuk memperoleh data yang akurat
dengan
permasalahan.
Teknik
pengumpulan
data
yang
dipergunakan penulis adalah sebagai berikut : a. Studi Lapangan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara terjun ke obyek penelitian untuk mengadakan penelitian secara langsung. Untuk memperoleh data disini penulis menggunakan cara interview atau wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab dengan responden guna memperoleh data baik lisan maupun tulisan atas sejumlah keterangan atau data yang diperlukan. Teknik wawancara
yang digunakan adalah wawancara berfokus yaitu
wawancara yang terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi selalu terpusat pada satu pokok permasalahan tertentu. Wawancara jenis ini merupakan wawancara tak berstruktur (Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2003 : 85). Disini penulis mengadakan wawancara dengan Pegawai Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta untuk memperoleh data–data yang dipergunakan dalam
xviii
penulisan hukum mengenai retribusi alat pemadam api ringan di Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta. b
Studi Kepustakaan Yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan mengkaji dan mempelajari buku-buku, data arsip, dokumen maupun peraturanperaturan yang ada hubungannya dengan retribusi alat pemadam api ringan.
8. Teknik Analisis Data Setelah
mendapatkan
data
yang
diperoleh
melalui
metode
pengumpulan data, maka tahap selanjutnya adalah tahap analisis atau tahap pengolahan data. Model analisa yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah menggunakan model analisa interaktif (interactive model of analisis). Dalam proses ini, sejak penulis mulai melakukan pengumpulan data, telah dilakukan analisa terhadap data yang terkumpul untuk mendapatkan reduksi data dan sajian data sementara. Setelah proses pengumpulan data selesai, penulis mulai berusaha untuk menarik kesimpulan berdasarkan semua hal dari reduksi data dan sajian data. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Pengumpulan data
Reduksi Data
Sajian data
Penarikan Kesimpulan Gambar 1 : Skema Interaktif Model Of Analisis ( Sutopo, 1988 : 37) Keterangan gambar : 1. Pengumpulan data Proses mencari data yang berupa data primer dan data sekunder melalui penelitian di lapangan secara langsung yaitu di Kantor
xix
Pemadam Kebakaran Kota Surakarta berupa wawancara serta keterangan lain dari Pegawai Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta dan dengan jalan mengkaji dan mempelajari buku-buku, data arsip, dokumen maupun peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan retribusi alat pemadam api ringan. 2. Reduksi Data Proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data (kasar) yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data yaitu melalui wawancara dengan Pegawai Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta
dan studi kepustakaan yang ada hubungannya dengan
retribusi alat pemadam api ringan dengan menggunakan tolak ukur permasalahan.
Reduksi
data
ini
membuat
singkatan,
coding,
memusatkan tema, membuat batas-batas permasalahan, dan menulis memo. Reduksi data merupakan bagian analisis yang mempertegas, memperpendek, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. Proses ini berlangsung terus menerus sampai data benar-benar terkumpul yang akhirnya penelitian di lapangan dan laporan akhir tersusun secara lengkap. 3. Penyajian Data Suatu kumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan melalui berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja berkaitan kegiatan, dan tabel yang semuanya dirancang untuk mengumpulkan informasi secara teratur supaya mudah dilihat, dan dimengerti dalam bentuk yang kompak. 4. Penarikan Kesimpulan Berawal dari pengumpulan data, peneliti sudah harus memahami apa arti dari hal yang ia temui dengan mulai melakukan pencatatanpencatatan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan, konfigurasi, arahan sebab akibat dan berbagai proposisi yang diverifikasi, berupa suatu pengulangan dengan gerak cepat sebagai pikiran kedua yang timbul
xx
melintas pada waktu menulis dengan melihat kembali fieldnote ( H.B Sutopo, 1988 : 36). Komponen kesimpulan tersebut terlibat dalam proses dan saling berkaitan serta menentukan hasil analisis. Dalam analisis kualitatif model interaksi ini, peneliti tetap bergerak diantara ketiga
komponen
analisis
dengan
proses
pengumpulan
data
berlangsung. Kumpulam komponen tersebut, berawal dari waktu pengumpulan data penelitian dengan cara peneliti membuat reduksi data dan sajian data. Setelah pengumpulan data selesai, peneliti kemudian mulai melakukan usaha penarikan kesimpulan dengan memverifikasi berdasarkan apa yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Aktifitas yang dilakukan oleh komponen-komponen tersebut dalam suatu siklus akan dapat data yang benar-benar valid mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM Dalam memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang hal-hal yang akan diuraikan dalam penulisan hukum ini, maka penulis akan memberikan sistematika penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari IV bab, beberapa sub bab, dan termasuk pula daftar pustaka dan lampiran. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan tentang tinjauan pustaka yang menjadi literatur pendukung dalam pembahasan penulisan hukum ini. Tinjauan kepustakaan menjadi basic analysis untuk mengembangkan persoalan yang akan dibahas. Tinjauan pustaka
xxi
dalam penulisan hukm ini meliputi Tinjauan Mengenai Pemerintah Daerah, Tinjauan Mengenai Pendapatan Daerah, Tinjauan Mengenai Retribusi Daerah, Tinjauan Mengenai Retribusi Alat Pemadam Api Ringan dan Prosedur Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. BAB III
: PENELITIAN DAN PEMBAHASAbN Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan
yaitu
mengenai
deskripsi
lokasi
penelitian
pelaksaaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksaaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. BAB IV
: PENUTUP Pada bagian penutup memuat pokok-pokok yang menjadi simpulan dan saran dalam penelitian ini. Pokok-pokok simpulan adalah jawaban dari pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Pokok-pokok simpulan diuraikan secara padat, ringkas, dan spesifik.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xxii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Mengenai Pemerintah Daerah Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. Dengan kata lain pemerintahan adalah pelaksanaan tugas pemerintah, sedangkan pemerintah adalah organ/alat atau aparat yang menjalankan pemerintahan (Ridwan HR, 2006 : 28). Wilayah Republik Indonesia yang luas (+ 17.000 pulau dan wilayah lautan yang luas pula), penduduk yang beragam (perbedaan budaya, sosial, dan
sejarah)
merupakan
kenyataan-kenyataan
yang
membatasi
kemungkinan penyelenggaraan pemerintah yang sentralistik, dilaksanakan secara beragam dan untuk seluruh wilayah negara (Philipus M. Hardjon dkk, 2002 : 111). Oleh Karena itu, perlu diadakan pembagian urusan kepada pemerintah yang berada di tingkat bawahnya.
xxiii
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia didasarkan pada ketentuan pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa wilayah Indonesia dibagi menjadi daerahdaerah propinsi dan daerah propinsi dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat administratif belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan menurut undang-undang. Dalam hal ini berarti wilayah Indonesia dibagi menjadi sejumlah daerah besar dan kecil yang bersifat otonom, yaitu daerah yang boleh mengurus rumah tangganya sendiri dan daerah administrasi, yaitu daerah yang tidak boleh berdiri sendiri (C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, 2002 : 3).
Pengelolaan pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi yang dalam konteks Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, prakarsa, wewenang, dan tanggung jawab mengenai urursan-urusan yang diserahkan tadi sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah itu, baik mengenai politik kebijaksanaan, perencanaan, dan pelaksanaannya maupun mengenai segisegi pembiayaannya. Perangkat pelaksananya adalah perangkat daerah sendiri. Menurut H. Syaukani dkk, ada beberapa rasionalitas bagi munculnya sebuah agenda baru kebijaksanaan nasional tentang pemerintahan daerah yang menekankan kepada desentralisasi dengan memberikan kewenangan yang luas kepada daerah, salah satunya adalah pilihan otonomi luas merupakan pilihan yang sangat strategis dalam rangka memelihara nation state (negara-bangsa). Dengan otonomi dapat mengembalikan harkat, martabat, dan harga diri masyarakat di daerah, karena masyarakat di daerah selama puluhan tahun telah mengalami proses marginalisasi.
xxiv
Adanya desentralisasi daerah akan menjadi kuat, apabila daerah kuat, negara juga akan kuat, karena daerah merupakan pilar bagi sebuah negara dimanapun. Selain itu desentralisasi atau otonomi daerah akan mencegah terjadinya kepincangan di dalam menguasai sumber daya yang dimiliki dalam sebuah negara. Karena sumber daya yang terdapat di sebuah daerah sudah seharusnya dipelihara, dijaga, dan dinikmati oleh masyarakat setempat. Kebebasan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahannya termasuk didalamnya mengatur dan mengurus sumber-suber daya yang terdapat di daerah, sebagai perwujudan dari prinsip demokrasi sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tidak dalam pengertian bebas mutlak, karena masih harus memperhatikan aspek lainnya seperti pemerataan, keanekaragaman daerah dan yang lebih penting lagi kebebasan itu masih harus tetap dalam koridor hukum nasional Indonesia (M. Fauzan, 2006 : 20). Penyerahan urusan-urusan tertentu kepada daerah untuk diurus dan diatur atas dasar prakarsa dan kepentingan masyarakat daerah, tidak menjadikan daerah seperti negara dalam negara. Dengan demikian, daerah tidak mempunyai kekuasaan absolut, walaupun sistem otonomi yang telah diamanatkan oleh pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tersebut di atas adalah otonomi yang seluas-luasnya. Pusat masih tetap mempunyai peran dan fungsi untuk mengatasi jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah. Didalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1997 ditegaskan prinsip-prinsip pokok pelaksanaan otonomi daerah yaitu dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang terbesar diseluruh pelosok negara dan dalam rangka membina kesatuan bangsa maka hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dikembangkan atas
xxv
dasar keutuhan negara kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan secara bersama-sama dengan dekonsetrasi (C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, 2002 : 8). Keterlibatan satuan pemerintahan yang lebih rendah atau pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan dilaksanakan melalui beberapa asas penyelenggaraan pemerintahan. Dalam peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan yang sekarang berlaku dikenal beberapa asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu (M. Fauzan, 2006 : 39) a. Asas desentralisasi adalah asas yang menyatakan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah tingkat yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. b. Asas dekonsentrasi adalah asas yang menyatakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat yang lebih tingi kepada pejabat-pejabatnya di daerah. Tanggung jawab tetap berada pada pemerintah pusat. Baik perencanaan dan pelaksanaannya maupun pembiayaannya tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Unsur pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya selaku wakil Pemerintah Pusat. c. Asas tugas pembantuan (Medebewind) adalah asas yang menyatakan tugas turut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan
kepada
pemerintah
daerah
dengan
kewajiban
mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi tugas. Pembagian urusan, tugas dan fungsi serta tanggung jawab antara pusat dan daerah menyebabkan adanya pengaturan mengenai hubungan antara pusat dan daerah, khususnya dalam hal ini adalah hubungan dalam bidang
xxvi
keuangan merupakan permasalahan yang memerlukan pengaturan yang baik, komprehensif, dan responsif terhadap tuntutan kemandirian dan perkembangan daerah. Hubungan antara pusat dan daerah sangat dipengaruhi oleh adanya tarik menarik antara kepentingan pusat yang cenderung sentralistik dan tuntutan daerah yang cenderung desentralistik. Keadaan tersebut berakibat timbulnya ketidakserasian hubungan antara pusat dan daerah. Berdasarkan pasal 18A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, hasil amandemen kedua tahun 2000, hubungan antara pusat dan daerah hanya dirumuskan secara garis besar yaitu bahwa hubungan antara pusat dan daerah baik yang menyangkut hubungan kewenangan maupun hubungan keuangan dalam pelakanaannya harus dilakukan secara adil, selaras dan memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah serta harus diatur dengan undang-undang. Sistem pemerintahan daerah diatur berdasarkan undang-undang. Setelah pemerintah orde baru berhasil melaksanakan konsolidasi kekuasaan, sejak saat itu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pemerintahan Daerah dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan keadaan kehidupan politik pada waktu itu, oleh karena itu, kehendak untuk membentuk sebuah undang-undang baru yang mengatur pemerintahan daerah tidak dapat diabaikan lagi. Lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Drs. H. Syaukhani, HR, dkk, 2002 : 143). Selain itu di dalam Undang-Undang Nomor
5
Tahun
1974,
diatur
juga
mengenai
pokok-pokok
penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Kemudian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Seiring dengan urgenitas kebutuhan hukum menuju terjaminnya dinamika hukum dalam masyarakat dan kebutuhan hukum masyarakat, maka pemerintah mengeluarkan Undang-
xxvii
Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. 2
Tinjauan Mengenai Pendapatan Daerah Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pengertian keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedang menurut M. Hadi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang demikian pula segala sesuatu, baik uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara, berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban dimaksud (M. Fauzan, 2006 : 96). Pengertian keuangan negara menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dapat diklasifikasikan dalam pengertian keuangan negara dalam arti luas. Dengan demikian tidak lagi dibedakan antara keuangan negara, keuangan daerah, dan keuangan swasta, karena sepanjang badan lain yang kekayaannya
diperoleh
dengan
menggunakan
fasilitas
negara
dikategorikan sebagai keuangan negara (M. Fauzan, 2006 : 101). Untuk menyelengarakan semua urusan yang diserahkan kepada daerah, baik
yang
menyangkut
(medebewind)
urusan
otonomi
ataupun
kewenangan
daerah tentu memerlukan sumber daya keuangan (H.
Syaukani, HR dkk, 2002 : 69). Hal ini disebabkan masalah keuangan merupakan faktor yang sangat menentukan dapat tidaknya suatu organisasi termasuk didalamnya organisasi pemerintahan menjalankan aktivitas dan tugas-tugasnya. Tujuan peletakkan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan, keadilan, demokratisasi,
dan
penghormatan
xxviii
terhadap
budaya
lokal
dan
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi tersebut diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tujuan perimbangan antara keuangan negara dan daerah adalah : a. Memberikan ketentuan sekadar menjamin keuangan daerah; b. Mendorong kearah penyehatan rumah tangga daerah; c. Mendorong
daerah
untuk
menginventarisasi
sumber-sumber
pendapatan daerah dan mengadakan sumber-sumber baru; d. Memupuk rasa tanggung jawab daerah dalam menyelenggarakan rumah tangga daerah; e. Supaya daerah lebih leluasa untuk menjalankan kebijaksanaan keuangan untuk melaksanakan tugasnya. Pembentukan pemerintah daerah otonom tidak semata-mata didasarkan atas besarnya pendapatan daerah karena pada dasarnya pemerintah seluruhnya adalah tanggung jawab nasional. Agar pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab dapat berjalan dengan baik, perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus diatur dengan undang-undang (C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, 2002 : 11). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan (Marihot P. Siahaan, 2005 : 15). Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok yaitu :
xxix
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi pajak daerah, retribusi daerah termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) daerah, hasil pengelolaan kekayaan pisahan antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga, dan lain-lain PAD yang sah. b. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Sumber penerimaan daerah yang kedua yaitu pembiayaan yang bersumber dari : a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah; b. Penerimaan pinjaman daerah; c. Dana cadangan daerah; dan d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. 3
Tinjauan Mengenai Retribusi Daerah a. Pengertian Retribusi Daerah Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia ditujukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia baik secara material maupun spiritual. Pelaksanaan pembangunan tersebut membutuhkan pembiayaan dan salah satu pembiayaan yang digunakan untuk melakukan pembangunan tersebut berasal dari pajak karena ternyata pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara (Wirawan B. Ilyas dan Richard B, 2001 : 7). Pajak adalah pungutan dari masyarakat kepada negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi atau balas jasa) secara langsung yang
xxx
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Marihot P. Siahaan, 2005 : 7). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain: 1) Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2) Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak atau administrator pajak). 3) Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan baik rutin maupun pembangunan. 4) Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontra prestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak. 5) Selain fungsi budgeter ( anggaran ) yaitu fungsi mengisi kas negara atau anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial ( fungsi mengatur atau regulatif ). Dalam hukum pajak terdapat pembagian jenis-jenis pajak yang di bagi dalam berbagai kelompok pajak (S. Munawir, 1992 : 20). Salah satunya adalah pembagian pajak menurut lembaga pemungutnya yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraan pemungutannya di daerah-daerah dilakukan oleh kantor inspeksi pajak
setempat
(sekarang dinamakan Kantor Pelayanan Pajak), dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya.
xxxi
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya berada pada Pemerintah Daerah, baik tingkat Propinsi, Kabupaten, dan Kotapraja yang hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang PokokPokok Pemerintahan Daerah ternyata sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah selain pajak daerah juga terdapat sumber lain yang merupakan sumber penerimaan daerah yang dapat diandalkan yaitu retribusi daerah ( Marihot P. Siahaan, 2005 :1). Retribusi
daerah
merupakan
salah
satu
sumber
pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat sehingga daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Menurut Santoso Brotodiharjo retribusi adalah suatu hubungan dengan prestasi-kembalinya adalah langsung sebab pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata oleh si pembayar untuk mendapatkan
suatu prestasi yang tertentu dari pemerintah dan
didasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku umum (Santoso B, 2003 : 7). Pada prinsipya unsur-unsur dalam pengertian pajak dan retribusi adalah sama, tetapi imbalan (kontra prestasi) dalam retribusi langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi, maka dari sudut sifat paksaannya lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. Artinya, bila seorang atau badan tidak mau membayar retribusi, maka manfaat ekonominya langsung dapat dirasakan. Namun, apabila manfaat ekonominya telah dirasakan tetapi retribusinya tidak dibayar, maka secara yuridis pelunasannya dapat dipaksakan seperti halnya pajak (Wirawan B. Ilyas dan Richard B, 2001 : 6).
xxxii
Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah, undang-undang tentang pemerintahan daerah menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi salah sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Kebutuhan ini dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Menurut pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah “ Pungutan daerah sebagai atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”. Dari pengertian tersebut, maka ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah : 1) Retribusi dipungut oleh daerah. 2) Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk. 3) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan atau memakai jasa yang disediakan pemerintah. 4) Jenis jasa yang dinikmati bersifat pelayanan yang bersifat individual. b. Dasar Hukum Retribusi Daerah Pajak dan retribusi daerah merupakan sumber peneriman daerah yang telah diberlakukan sejak lama. Agar pemungutan pajak dan retribusi daerah memiliki kekuatan hukum yang pasti, pemerintah dan DPR membuat undang-undang tentang pajak dan retribusi daerah. Pada mulanya pemungutan retribusi daerah yang berkembang selama ini didasarkan pada Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun
xxxiii
1957 Tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah. Dalam undangundang ini ternyata menunjukkan beberapa kelemahan antara lain : 1) hasilnya kurang memadai jika dibandingkan dengan biaya penyediaan jasa oleh daerah; 2) biaya pemungutannya relatif lebih tinggi; 3) adanya beberapa jenis retribusi yang pada hakikatnya bersifat pajak; 4) adaya jenis retribusi perijinan yang tidak efektif dalam usaha untuk melindungi kepentingan umum dan kelestarian lingkungan; 5) adanya jenis retribusi yang mempuyai dasar pengenaan atau objek yang sama. Dengan adanya hal tersebut membuat jenis-jenis retribusi perlu diklasifikasikan dengan kriteria tertentu agar memudahkan penerapan prinsip dasar retribusi. Oleh karena itu, dikeluarkanlah UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah dari sumber retribusi daerah (Marihot P. Siahaan, 2005 : 39). Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menetapkan retribusi ke dalam 3 golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perijinan tertentu. Penggolongan ini didasarkan pada jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah yang menjadi objek retribusi. Dalam undang-undang ini juga ditetapkan mengenai jaminan hak wajib pajak dalam mempertahankan haknya, dan juga ditetapkan mengenai kewenangan kepala daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundangundangan retribusi daerah. Perkembangan politik di Indonesia yang begitu cepat, khususnya dibidang pemerintahan daerah telah melahirkan perubahan yang mendasar pada sistem pemerintahan daerah. Perubahan ini juga
xxxiv
berpengaruh terhadap dasar hukum peraturan pajak dan retribusi daerah di Indonesia. Untuk menyesuaikan perubahan tersebut pemerintah dan DPR memandang perlu untuk mengubah UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tidak banyak mengubah ketentuan tentang retribusi daerah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Beberapa hal yang diubah antara lain mempertegas kriteria
penetapan
jenis
atau
golongan
retribusi,
pemberian
kewenangan kepada daerah untuk menentukan jenis retribusi, dan mengatur tentang pemberian sebagian hasil retribusi tertentu daerah kabupaten atau desa. Dengan demikian, sebagian ketentuan retribusi tentang daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tetap diberlakukan dalam pengenaan dan pemungutan retribusi daerah. Pemungutan retribusi daerah selain didasarkan pada berbagai undang-undang tersebut diatas, juga didasarkan pada peraturanperaturan lainnya yeng terdiri dari Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, dan Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, peraturan daerah provinsi, dan peraturan daerah kabupaten/kota dibidang retribusi daerah. c. Asas-asas Pemungutan Retribusi Daerah Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pemungutan retribusi daerah didasarkan pada asas-asas pemungutan retribusi daerah yaitu : (R. Soedarga, 1964 : 29-30) 1) Mengadakan, merubah dan meniadakan retribusi daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
xxxv
2) Pembayaran pemungutan retribusi daerah tidak dimaksudkan sebagai pembayaran atas penyelenggaraan usaha perusahaan. 3) Tarif suatu retribusi daerah tidak boleh ditetapkan setinggitingginya tetapi keuntungan yang diharapkan hanya sekedar untuk memelihara agar dapat memberikan jasa secara langsung kepada masyarakat. 4) Jumlah tarif suatu retribusi daerah harus ditetapkan dalam Peraturan Daerah atau setidak-tidaknya dapat dihitung menurut ketentuan yang berlaku. 5) Retribusi daerah tidak boleh merupakan rintangan bagi keluar masuknya atau pengangkutan barang-barang kedalam dan keluar daerah. 6) Pemungutan retribusi daerah tidak boleh diborongkan atau digadaikan kepada pihak ketiga. 7) Peraturan retrbusi daerah tidak diadakan perbedaan atau pemberian keistimewaan yang menguntungkan perseorangan, golongan, atau keagamaan. d. Objek Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosialekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi (Marihot P. Siahaan, 2005 : 434). Objek retribusi daerah meliputi : 1) Jasa umum, yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa umum antara lain meliputi pelayanan kesehatan dan pelayanan
xxxvi
persampahan. Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah urusan umum pemerintahan. 2) Jasa usaha, yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Contoh jasa usaha adalah penyewaan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah. 3) Perijinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan
umum
dan
menjaga
kelestarian
lingkungan. Contoh perijinan tertentu adalah retribusi ijin mendirikan bangunan. e. Golongan Retribusi Daerah Penggolongan jenis retribusi dimaksudkan guna menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah. Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 2 retribusi daerah dibagi atas tiga golongan yaitu 1) Retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek retribusi jasa umum dapat ditetapkan menjadi wajib retribusi jasa umum, yaitu orang pribadi
xxxvii
atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa umum. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 18 ayat 3 huruf a, kriteria retribusi jasa umum antara lain : a) Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perijinan tertentu. b) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. c) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. d) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi. e) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya. f) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan satu sumber pendapatan daerah yang potensial. g) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah pasal 2 ayat 2 menyebutkan jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri dari : a) Retribusi pelayanan kesehatan b) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan c) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil d) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat e) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum f) Retribusi pelayanan pasar
xxxviii
g) Retribusi pengujian kendaraan bermotor h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran i) Retribusi penggantian biaya cetak peta j) Retribusi pengujian kapal perikanan. 2) Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah, dengan menganut prinsip komersial yang meliputi pelayanan dengan menggunakan /memanfaatkan kekayan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal dan pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta. Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek retribusi jasa usaha merupakan wajib retribusi jasa usaha, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa usaha. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah pasal 18 ayat 3 huruf b menyebutkan kriteria retribusi jasa usaha yaitu : a) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perijinan tertentu. b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan olek sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki atau dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Pengertian harta adalah semua harta bergerak dan tidak bergerak, tidak termasuk uang kas, surat-surat berharga, dan harta lainnya yang bersifat lancer (current asset).
xxxix
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah pasal 3 ayat 2 menyebutkan jenis-jenis retribusi jasa usaha terdiri dari : a) Retribusi pemakaian kekayaan daerah b) Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan c) Retribusi tempat pelelangan d) Retribusi terminal e) Retribusi tempat khusus parkir f) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa g) Retribusi penyedotan kakus h) Retribusi rumah potong hewan i) Retribusi pelayanan pelabuhan kapal j) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga k) Retribusi penyebrangan di atas air l) Retribusi pengolahan limbah cair m) Retribusi penjualan produksi usaha daerah 3) Retribusi perijinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi
atau
pengaturan,
badan
yang dimaksudkan
pengendalian,
dan
untuk
pengawasan
pembinaan,
atas
kegiatan,
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Objek retribusi perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan
yang
dimaksudkan
untuk
pembinaan,
pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Subjek retribusi jasa tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh ijin tertentu dari pemerintah.
xl
Subjek retribusi ijin tertentu dapat merupakan wajib retribusi ijin tertentu, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi ijin tertentu. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 18 ayat 3 huruf c menyebutkan kriteria retribusi perijinan tertentu yaitu : a) Perijinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. b) Perijinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum. c) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan ijin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian ijin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perijinan. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah pasal 3 ayat 2 menyebutkan jenis-jenis retribusi ijin tertentu terdiri dari : a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol c) Retribusi Izin Gangguan d) Retribusi Izin Trayek f. Bukan Objek Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
pasal
19
menyebutkan
bahwa
jasa
yang
diselenggarakan oleh BUMD bukan merupakan objek retribusi, tetapi sebagai penerimaan BUMD sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pada dasarnya BUMD merupakan badan usaha yang dimiliki oleh daerah, tetapi dalam melaksanakan kegiatannya berdiri secara mandiri dan terlepas dari pemerintah daerah. Apabila BUMD memanfaatkan jasa atau perijinan tertentu
xli
yang diberikan oleh pemerintah daerah, BUMD wajib membayar retribusi daerah.
4
Tinjauan Mengenai Retribusi Alat Pemadam Api Ringan dan Prosedur Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 a. Pengertian Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Alat pemadam api ringan yang biasa disebut dengan APAR merupakan pertahanan pertama bila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA (National Fire Protection Association) definisi dari APAR itu sendiri adalah peralatan portable yang dapat dibawa dengan tangan atau beroda dan dioperasikan dengan tangan, berisi bahan pemadam yang dapat disemprotkan oleh tekanan dengan tujuan memadamkan api kebakaran (www.asuransi.astra.co.id). Media pemadam dalam APAR itu sendiri dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan kelas kebakaran, yaitu : a. Kimia kering /Dry Chemical, media yang digunakan adalah partikel-partikel kimia yang mencakup sodium bikarbonat, potassium bikarbonat, potassium bikarbonat berbahan dasar urea, potassium klorida atau mono kromonium fosfat yang dicampur secara khusus sehingga dapat menyerap panas. Untuk jenis ini dapat digunakan untuk kelas kebakaran A,B, maupun C. b. Foam, AFFF atau Association Film Foaming Foam adalah campuran busa yang dilarutkan dalam air, berfungsi sebagai penghalang tercampurnya udara dengan uap bahan bakar dengan cara membentuk lapisan film hidrokarbon pada permukaan bahan bakar untuk menekan timbulnya uap bahan bakar. Biasanya digunakan untuk jenis kelas kebakaran D.
xlii
c. Halon, media yang merupakan senyawa gas hidrokarbon yang salah satu atau lebih gugus hidrogennya diganti dengan atom halogen atau atom bromine. Sifatnya stabil. Biasanya digunakan untuk memadamkan jenis kebakaran C. d. Karbondioksida (CO2), media yang digunakan adalah gas CO2. Media ini biasanya digunakan untuk jenis kebakaran C. e. Air, APAR yang berisi air ini biasanya berwarna perak. Isi APAR ini adalah air murni yang disimpan dalam sebuah tabung bertekanan. Untuk jenis pemadam ini biasanya digunakan untuk kebakaran kelas A. f. Powder/Bubuk kelas D, bahan ini khusus digunakan untuk kelas kebakaran D atau kebakaran yang melibatkan bahan dasar logam. Klasifikasi
alat
pemadam
api
ringan
menurut
spesifikasi
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran dibagi menjadi : a. Karbon Dioksida (CO2) Harlon, media ini yang berupa gas yang efektif untuk memadamkan api kebakaran yang diakibatkan oleh cairan yang sifatnya non konduktif, maka media ini sangat tepat untuk memadamkan api yang diakibatkan oleh listrik. b. Foam Fire Fighter merupakan media yang berupa busa karena hasil dari reaksi kimia. Alat pemadam api ringan ini sangat sesuai untuk memadamkan api kebakaran yang diakibatkan oleh cairan yang mudah terbakar. Cairan foam ini dapat dengan cepat memadamkan api sekaligus menyelimuti area yang disemprotkan untuk menghindari api yang dapat menyala kembali. c. Dry Powder (bubuk kering), powder pemadam api merupakan media yang ampuh yang memiliki efektifitas tinggi dalam memadamkan api, karena reaksi kimia yang dihasilkan dapat menghentikan proses pembakaran dengan cepat. d. APAR 2A yaitu kemampuan tabung apar kelas A (kebakaran benda padat mudah terbakar non logam, misal kayu, kertas, karet, dsb.
xliii
sebanyak 2 buah atau jumlah volumenya sama dengan 2 tabung APAR. e. APAR 3A yaitu kemampuan tabung apar kelas A (kebakaran benda padat mudah terbakar non logam, misal kayu, kertas, karet ,dsb) sebanyak 3 buah atau jumlah volumenya sama dengan 3 tabung APAR. f. APAR 2B yaitu kemampuan tabung apar kelas B (kebakaran benda cair mudah menyala dan lemak masak) sebanyak 2 buah atau jumlah volumenya sama dengan 2 tabung APAR. g. APAR 5B yaitu kemampuan tabung apar kelas B (kebakaran benda cair mudah menyala dan lemak masak) sebanyak 5 buah atau jumlah volumenya sama dengan 5 tabung APAR. h. APAR 10B yaitu kemampuan tabung apar kelas B (kebakaran benda cair mudah menyala dan lemak masak) sebanyak 10 buah atau jumlah volumenya sama dengan 10 tabung APAR. i. APAR 20B yaitu kemampuan tabung apar kelas B (kebakaran benda cair mudah menyala dan lemak masak) sebanyak 20 buah atau jumlah volumenya sama dengan 20 tabung APAR. Retribusi menurut Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2002
Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran adalah pembayaran atas pelayanan pemeriksaan oleh pemerintah kota terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh masyarakat. Retribusi ini merupakan jenis retribusi umum. Obyek dari retribusi ini adalah pelayanan pemeriksaan dan atau pengujian oleh Pemerintah Kota terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh masyarakat serta pelayanan lain yang diberikan oleh Kantor Pemadam Kebakaran. Sedangkan subyek retribusi ini adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan pemeriksaan dan atau pengujian alat pecegah pemadam kebakaran dan atau pelayanan lain. Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud subyek retribusi berbeda dengan wajib retribusi, karena
xliv
menurut pasal 1 angka 6 Perda ini yang dimaksud dengan wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan
retribusi
diwajibkan
untuk
melakukan
pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. b. Dasar Hukum Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Pemungutan retribusi alat pemadam api ringan merupakan pemungutan yang dapat dipaksakan karena adanya imbalan yang diberikan oleh pemerintah atas pelayanan pemeriksaan terhadap alatalat pemadam kebakaran yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu pemungutam retribusi alat pemadam api ringan harus didasarkan undang-undang. Syarat ini sering disebut dengan syarat yuridis yaitu bahwa pemungutan pajak maupun retribusi harus dapat memberikan jaminan atau kepastian hukum baik bagi negara maupun bagi warganya. Pengelolaan retribusi alat pemadam api ringan mengacu pada peraturan sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; b. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantiie) Stbl Tahun 1926 yang Diubah dan Ditambah dengan Stbl Tahun 1940 Nomor 14 dan 450; c. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta; d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja; e. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ;
xlv
f. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah; g. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah; h. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; i. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 6 Tahun 1991 Tentang Bangunan Bertingkat di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; j. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang Telah Diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 Tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam Wilayah Kotamadya II Surakarta; k. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pencegahan Bahaya Kebakaran. c. Prosedur Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Pemberlakuan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan pemerintah daerah sebagai pihak yang menetapkan dan memungut pajak dan retribusi daerah, tetapi juga berkaitan dengan masyarakat pada umumnya. Sebagai anggota masyarakat yang menjadi bagian dari daerah, setiap orang atau badan-badan yang memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan pajak daerah maupun yang menikmati jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah harus membayar pajak atau retribusi daerah yang terutang. Hal ini menunjukkan pada akhirnya proses pemungutan pajak dan retribusi daerah akan memberikan beban kepada masyarakat (Marihot P. Siahaan, 2005 : 3). Pungutan yang diberlakukan pemerintah merupakan penarikan sumber daya ekonomi (secara umum dalam bentuk uang) oleh
xlvi
pemerintah kepada masyarakat guna membiayai pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk melakukan tugas pemerintahan atau melayani kepentingan masyarakat. Penarikan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakatnya harus memenuhi syarat yaitu harus ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan atau peraturan lainnya, dapat dipaksakan, mempunyai kepastian hukum, dan adanya kejujuran dan integritas si pemungut (petugas yang ditunjuk oleh pemerintah) serta jaminan bahwa pungutan tersebut dapat dilaksanakan kepada masyarakat. Oleh karena itu pungutan retribusi alat pemadam api ringan didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran guna menjamin adanya kepastian hukum (Marihot P. Siahaan, 2005 : 4-5). Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran pemungutan retribusi alat pemadam api ringan ini tidak boleh diborongkan. Masa retribusi adalah jangka waktu 1 (satu) tahun yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa pemeriksaan dan atau pengujian alat pemadam kebakaran. Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi adalah mempertimbangkan biaya penyediaan jasa pelayanan pemeriksaan dan pengujian alat pemadam kebakaran serta pelayanan lain dengan melihat kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Tata cara pemungutan retribusi meliputi : a. Pembayaran retribusi menggunakan
Surat Ketetapan Retribusi
Daerah (SKRD) yang penyetorannya langsung dilaksanakan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota. b. Apabila penyetoran retribusi dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan setoran retribusi harus disetor ke kas daerah oleh pejabat yang ditunjuk.
xlvii
c. Apabila penyetoran retribusi dilakukan setelah lewat waktu yang ditentukan maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dengan menerbitkan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STDR). d. Penyetoran retribusi harus dilakukan secara tunai. e. Wajib retribusi dapat mengangsur dan menunda retribusi yang terutang setelah diberi ijin oleh Walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. f. Angsuran penyetoran retribusi dilakukan secara teratur dan berturut-turut. g. Setiap penyetoran retribusi diberikan tanda bukti pembayaran. h. Setiap penyetoran dicatat dalam buku penerimaan. Penagihan retribusi dilakukan dengan mengeluarkan Surat Teguran atau Surat Peringatan sebagai awal tindakan penagihan yang dikeluarkan 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Oleh karena itu dalam jangka waktu 7 hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. Pemungutan retribusi ini dapat berjalan dengan baik apabila wajib retribusi dengan penuh tanggung jawab melaksanakan semua kewajibannya di bidang retribusi dengan benar. Hanya saja kondisi ideal ini tidak sepenuhnya dapat tercapai apabila wajib retribusi karena kealpaan
atau
kesengajaannya
tidak
memenuhi
kewajibannya
sebagaimana mestinya. Untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi, maka dalam proses pengenaan dan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan ini perlu diatur ketentuan pidana yang akan memberikan sanksi pidana bagi wajib retribusi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan retribusi alat pemadam api ringan. Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2002 Pencegahan Bahaya Kebakaran pasal 47 menentukan bahwa wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar peraturan daerah ini diancam
xlviii
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Pengajuan tuntutan ke pengadilan pidana terhadap wajib retribusi dilakukan dengan penuh kearifan serta memperhatikan kemampuan wajib retribusi daerah yang terutang yang mengakibatkan kerugian keuangan daerah.
B. KERANGKA PEMIKIRAN
UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemeritah Daerah
Otonomi Daerah
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Retribusi Alat Pemadam Api Ringan
Pelaksanaan Pemungutan Retribusi APAR
Pemungutan Retribusi oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta
xlix
Faktor-Faktor Pemungutan Retribusi APAR
Hak dan Kewajiban Wajib Retribusi
Hak dan Kewajiban Fiskus
Pelaksanaan Hukum (Kepastian Hukum, Kemanfataan, dan Keadilan)
Gambar 2 : Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan gambar : Kerangka pemikiran merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubunganhubungan dalam fakta tersebut. Realisasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah adalah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri secara nyata, luas, dan bertanggug jawab. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya disebut dengan otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Dalam rangka peningkatan pendapatan daerah dan khususnya melakukan pencegahan preventif terhadap ancaman kebakaran demi keselamatan jiwa harta, benda, budaya
l
masyarakat Kota Surakarta, Pemerintah Kota Surakarta menetapkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. Pengelolaan
kebijakan
mengenai
retribusi
pencegahan
bahaya
kebakaran tersebut dilimpahkan kepada Kantor Pemadam Kebakaran. Oleh karena itu pelaksanaan pemungutan terhadap retribusi pencegahan bahaya
kebakaran
dilakukan
oleh
Kantor
Pemadam
Kebakaran.
Pelaksanaan pemungutan retribusi semata-mata bukan karena kehendak pembentuk undang-undang sendiri melainkan adanya berbagai faktor yang dapat menunjang dalam peningkatan pendapatan asli daerah yang hasilnya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Kota Surakarta dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Surakarta. Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut bersifat langsung karena hanya yang membayar retribusi yang dapat menikmati balas jasa. Pelaksanaan pemungutan retribusi tersebut harus dapat menjamin adanya kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan hukum sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang dalam melaksanakan pemungutan retribusi. Dengan adanya jaminan tersebut pungutan dapat dilaksanakan kepada masyarakat.
li
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta merupakan salah satu organ pada tingkat daerah Kota Surakarta, dari susunan organisasi pajak daerah dan retribusi daerah yang mempunyai tugas dan fungsi yang salah satunya adalah melaksanakan pemungutan retribusi daerah yaitu retribusi terhadap pencegahan bahaya kebakaran. Pemungutan retribusi pencegahan bahaya kebakaran dilakukan terhadap wajib retribusi yang menggunakan jasa pelayanan Pemerintah Daerah Kota Surakarta berupa pemeriksaan dan atau pengujian terhadap alat-alat pencegah bahaya kebakaran yang salah satunya adalah alat pemadam api ringan.
lii
Keberadaan Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta yaitu karena adanya ancaman bahaya kebakaran yang merupakan suatu bahaya yang membawa bencana besar dengan akibat yang luas, baik terhadap kesehatan jiwa maupun harta benda yang secara langsung akan menghambat pembangunan oleh karenanya perlu ditanggulangi secara berdaya guna dengan menyediakan prasarana alat pemadam kebakaran yang memenuhi persyaratan. Maksud dan tujuan pembentukan Kantor Pemadam Kebakaran adalah 1. Terwujudnya pelayanan yang prima dalam hal pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. 2. Terwujudnya
dan
tercukupinya
sarana
dan
prasarana
penanggulangan bahaya kebakaran yang siap pakai.
3. Meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat untuk aktif berusaha mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran melalui pelatihan dan kepemilikan alat pemadam api ringan serta proteksi kebakaran yang siap pakai. 1. Dasar Hukum Pembentukan Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta Kantor
Pemadam
Kebakaran
Kota
Surakarta
dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Walikota Nomor : 641.6/157/1/2001 tanggal 5 September 2001 tentang Penetapan Gedung Kantor Instansi Perangkat Daerah Kota Surakarta. Penetapan
Surat
Keputusan
Walikota
Nomor
:
641.6/157/1/2001 tanggal 5 September 2001 tentang Penetapan Gedung Kantor Instansi Perangkat Daerah Kota Surakarta karena adanya penetapan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
liii
Daerah Kota Surakarta pada tanggal 5 September 2001 sehingga perlunya penetapan
gedung kantor bagi semua unit kerja
dilingkungan Pemerintah Kota Surakarta yang salah satunya Kantor Pemadam Kebakaran yang lokasinya berada diluar Komplek Balai Kota Surakarta yaitu tepatnya di wilayah pemadam Jalan Tentara Pelajar Nomor 5 Surakarta. 2. Letak Kantor Pemadam Kebakaran Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta merupakan satuan kerja baru pecahan dari Dinas Pekerjaan Umum. Pembangunan Gedung Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta dimulai sejak tanggal 1 Oktober 2001 yang terletak di Jalan Tentara Pelajar No. 5 Surakarta yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Surakarta. Secara administrasi batas-batas Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta adalah sebagai berikut : 1. sebelah utara
: Jalan Penghijauan Kota Surakarta
2. sebelah timur
: Jalan Tentara Pelajar Surakarta
3. sebelah selatan
: Jalan Kampung Tegal Kuniran
4. sebelah barat
: Jalan Kampung Tegal Kuniran
Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta dahulu bertempat di Keraton Surakarta, karena tanah tersebut diminta oleh keraton maka penempatan gedung Kantor Pemadam Kebakaran di pindah di Jalan Tentara Pelajar No. 5 Surakarta yang dahulu merupakan bengkel yang dimiliki oleh Dinas Pekerjaan umum. Pemilihan lokasi yang berada di Jalan Tentara Pelajar No. 5 Surakarta karena lokasi tersebut memang mendukung untuk dapat menampung mobil-mobil pemadam kebakaran (hasil wawancara dengan pegawai Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta).
liv
Pegawai Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta terdiri dari 90 orang yaitu 6 perempuan dan 84 laki-laki. Pegawai tersebut juga terdiri PNS, CPNS, dan Tenaga Harian Lepas. 3. Sumber Daya Manusia Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta Untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat di bidang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta mempunyai kekuatan personil/sumber daya manusia (SDM) sebagai berikut : a. Kepala Kantor Pemadam Kebakaran
= 1 orang
b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
= 1 orang
1) Staf Sub Bagian Tata Usaha
= 9 orang
2) Petugas Pemungut Retribusi Apar
= 4 orang
c. Kepala Seksi Peralatan
= 1 orang
Staf Seksi Peralatan
= 1 orang
d. Kepala Seksi Pencegahan dan Pemadaman
= 1 orang
Staf Seksi Pencegahan dan Pemadaman
=68 orang
Jumlah
= 86 orang
Perincian Staf Seksi Pencegahan dan Pemadaman : Kepala Regu
: 5 regu x 1 orang
: 5 orang
Wakil Kepala Regu
: 5 regu x 1 orang
: 5 orang
Sopir
: 5 regu x 4 orang
: 20 orang
Anggota untuk 5 Regu
:
: 38 orang
Jumlah
: 68 orang
Untuk penjagaan pada 2 (dua) pos pemadam kebakaran : 1. Jln. Tentara Pelajar no. 5 Jebres, Surakarta, telp. 655771 2. Jln.Yosodipuro No. 162 Surakarta (Kota Barat), telp. 7110900 Terdiri dari : a. PNS
: 45 orang
b. CPNS
: 8 orang
lv
c. THL (Tenaga Harian Lepas)
: 33 orang
Jumlah
: 86 orang
Kualitas
Pegawai
Kantor
Pemadam
Kebakaran
tidak
seluruhnya sama, melainkan berbeda-beda, mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan jenjang Master (S2). Adapun perincian kualitas sumber daya manusia Kantor Pemadam Kebakaran antara lain: a. Jenjang Pendidikan Master (S2) terdiri dari 1 (satu) orang yaitu Kepala Kantor Pemadam Kebakaran. b. Jenjang Pendidikan Sarjana (S1) terdiri dari 10 (sepuluh) orang yang termasuk dalam Sub Bagian Tata Usaha dan Seksi Pencegahan dan Pemadaman. c. Jenjang Pendidikan Diploma 3 (D3) terdiri dari 3 (tiga) orang yang termasuk dalam Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Peralatan, dan Seksi Pencegahan dan Pemadaman. d. Jenjang Pendidikan Diploma 1 (D1) terdiri dari 1 (satu) orang yang termasuk dalam Seksi Pencegahan dan Pemadaman. e. Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) terdiri dari 57 (lima puluh tujuh) orang yang temasuk dalam Sub Bagian Tata Usaha dan Seksi Pencegahan dan Pemadaman. f. Jenjang Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) terdiri dari 13 (tiga belas) orang yang termasuk dalam Seksi Pencegahan dan Pemadaman. g. Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar (SD) terdiri dari 5 (lima) orang
yang
termasuk
dalam
Seksi
Pencegahan
dan
Pemadaman. 4. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta merupakan unsur penunjang pemerintah daerah di bidang pemadam kebakaran yang
lvi
dipimpin oleh seorang kepala yang dalam melaksanakan tugas berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Berdasarkan Keputusan Walikota Surakarta Nomor 38 Tahun 2001 Tentang Pedoman Uraian Tugas Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta, Kantor Pemadam Kebakaran mempunyai tugas antara lain : a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pemadam kebakaran. b. Melaksanakan usaha penanggulangan kebakaran, perlindungan keselamatan jiwa termasuk harta benda dan budaya akibat kebakaran serta bencana lain serta membantu melaksanakan tugas penanggulangan kebakaran di luar wilayah kerjanya. c. Melaksanakan kegiatan operasional dan usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran dan pertolongan pertama akibat kebakaran dan bencana lain termasuk pula pelaksanaan pelayanan penyelamatan masyarakat atau evakuasi. d. Memungut retribusi pemeriksaan kualitas alat pemadam kebakaran. e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan penyidikan dari segi teknis terhadap sebab-sebab terjadinya kebakaran. f. Mengelola administrasi kepegawaian meliputi pengangkatan, kenaikan pangkat, perpindahan, pemberhentian, pensiun, kenaikan gaji berkala, tunjangan, dan lain-lain. g. Mengelola administrasi keuangan meliputi penyusunan rencana anggaran dalam bentuk Daftar Usulan Kegiatan Daerah (DUKDA) dan Daftar Usulan Proyek Daerah (DUPDA), penyusunan Daftar Isian Kegiatan Daerah (DIKDA) dan Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA) serta penyusunan perubahan dan perhitungan anggaran. h. Memberikan petunjuk kepada masyarakat atau instansi-instansi pemerintah tentang tata cara dan batas jumlah penyimpanan,
lvii
pengangkutan, serta pengamanan barang-barang dan bahan berbahaya ditinjau dari segi kebakaran kesehatan dan reaksi kimia. Dalam melaksanakan tugasnya Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta mempunyai fungsi : a. Penyelenggaraan tata usaha kantor b. Pengelolaan peralatan c. Pencegahan dan pemadaman kebakaran d. Penyelenggaraan penyuluhan e. Pembinaan jabatan fungsional Berdasarkan Lampiran XXXVIII Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta, struktur organisasi Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta sebagai berikut:
KEPALA
SUB BAGIAN TATA USAHA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SEKSI PERALATAN
SEKSI PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN
Gambar 3. Struktur Organisasi Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta Masing-masing seksi dan sub bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri yang antara lain :
lviii
a. Kepala
Kantor
Pemadam
Kebakaran
Kota
Surakarta
mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pemadam kebakaran. b. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi umum, kepegawaian, dan keuangan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Kantor. c. Seksi
Peralatan
mempunyai
tugas
merencanakan
dan
melaksanakan pengadaan, pemeliharaan, perbaikan peralatan operasional penanggulangan bahaya kebakaran dan bencana lain sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Kantor. d. Seksi
Pencegahan
dan
Pemadaman
mempunyai
tugas
menyusun rencana serta melaksanakan pola operasional penanggulangan
dan
pencegahan
bahaya
kebakaran,
perlindungan keselamatan jiwa termasuk harta benda akibat kebakaran dan bencana lain sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Kantor. e. Jabatan Fungsional terdiri dari pranata komputer dan arsiparis. Uraian
tugas
Kelompok
Jabatan
Fungsional
mengikuti
pedoman uraian tugas sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 5. Sarana dan Prasarana Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta Kota Surakarta merupakan kota budaya, kota olah raga dan kota pariwisata yang bertumpu pada pusat perdagangan masyarakat se ex Karisidenan Surakarta. Dengan bermacam-macam jenis usaha yang dilaksanakan warga masyarakat Kota Surakarta dan pembangunan
gedung-gedung
bertingkat
tinggi,
sehingga
kemungkinan timbulnya ancaman bahaya kebakaran semakin tinggi, keadaan ini memerlukan pemikiran yang serius, dan itu tidak hanya dari Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta sendiri namun perlunya mendapatkan dukungan dari semua
lix
pihak/instansi terkait. Berdasarkan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun 2005-2011 untuk penanggulangan bahaya kebakaran
Kantor
Pemadam
Kebakaran
Kota
Surakarta
mempunyai sarana/prasarana sebagai berikut : a. mobil unit pemadam kebakaran 4000 liter : 2 unit kondisi 60% b. mobil unit pemadam kebakaran 1500 liter : 1 unit kondisi 70% c. mobil unit pemadam kebakaran 3000 liter : 2 unit kondisi 90% d. mobil unit pemadam kebakaran 3500 liter :1 unit kondisi 75% e. mobil unit pemadam kebakaran 4000 liter : 1 unit kondisi 55% f. mobil unit pemadam kebakaran 4000 liter: 1 unit kondisi 100% g. mobil unit pemadam kebakaran 5000 liter: 2 unit kondisi 100% h. mesin pompa air
: 4 buah kondisi 75 %
i. Fire Hidrant yang terpasang diseluruh kota : 91 titik j. Mobil dinas sebanyak 1 (satu) buah yang berfungsi untuk keperluan Kantor Pemadam Kebakaran. k. Motor (kendaraan roda dua) sebanyak 4 (empat) buah yang berfungsi untuk melakukan penarikan retribusi alat pemadam api ringan dan untuk keperluan Kantor Pemadam Kebakaran. l. Alat pemadam api ringan sebanyak 25 (dua puluh lima) buah yang berfungsi untuk melakukan pelatihan pencegahan dan pemadaman kebakaran dan dipergunakan untuk melakukan pemadaman kebakaran yang tingkatannya masih kecil. B. Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan oleh Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran Pelaksanaan pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan melibatkan dua komponen yaitu Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta sebagai pelaksana pemungut retribusi alat pemadam
lx
api ringan dan masyarakat sebagai wajib retribusi. Mekanisme pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan meliputi : 1.
Penyetoran Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan dilakukan dengan cara petugas penarik retribusi mendatangi tempat tinggal wajib retribusi setiap satu tahun sekali tepatnya pada tanggal ketika petugas penarik retribusi menerbitkan SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) atau dokumen lain yang dipersamakan terhadap wajib retribusi. Tata cara pemungutannya adalah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) yang merupakan surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang atau dengan dokumen lain yang dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk, kupon, dan kartu langganan. Jadi penyetoran retribusi oleh wajib retribusi dilakukan ketika petugas penarik retribusi mendatangi wajib retribusi. Penyetoran retribusi dilakukan secara tunai/lunas, kemudian setiap penyetoran akan diberikan tanda bukti pembayaran yang berupa kuitansi dan stiker yang ditempel pada alat pemadam api ringan dan akan dicatat dalam buku penerimaan yang bentuk, isi, kualitas, ukuran buku penerimaan dan tanda bukti penyetoran retribusi ditetapkan oleh Walikota. Apabila penyetoran retribusi dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan setoran retribusi harus disetor ke kas daerah oleh pejabat yang ditunjuk, selambat-lambatnya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Walikota. Apabila wajib retribusi mengalami kesulitan untuk membayar retribusi, Walikota dapat memberikan ijin kepada wajib retribusi untuk mengangsur dan menunda retribusi terutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Penyetoran
retribusi
dengan
cara
mengangsur,
angsurannya harus dilakukan secara berturut-turut dan persyaratan
lxi
untuk dapat mengangsur dan menunda penyetoran serta tata cara pembayaran angsuran ditetapkan oleh Walikota. Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
Pegawai
Kantor
Pemadam Kebakaran pemungutan retribusi yang dilakukan oleh petugas penarik tidak didasarkan pada petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis pemungutan retribusi alat pemadam api ringan, tetapi hanya didasarkan pada perintah dari pejabat yang berada diatasnya dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pencegahan Bahaya Kebakaran Daerah Kota Surakarta. Penyetoran retribusi terhadap alat pemadam api ringan telah dijalankan berdasarkan pasal 35, 36, dan 37 Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pencegahan Bahaya Kebakaran Daerah Kota Surakarta. Namun dalam pelaksanaannya terdapat sedikit perbedaan teknis yaitu dalam melakukan penyetoran retribusi. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 mengenai Retribusi Pencegahan Bahaya Kebakaran Daerah Kota Surakarta penyetoran dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditetapkan dengan menerbitkan SKRD, tetapi pada kenyataannya penyetoran retribusi oleh wajib retribusi dilakukan ketika petugas penarik retribusi mendatangi wajib retribusi. Hal ini dilakukan untuk memudahkan wajib retribusi dalam melakukan penyetoran retribusi terhadap alat pemadam api ringan (hasil wawancara dengan Bapak Toyo tanggal 13 Desember 2007) Berdasarkan hal tersebut diatas dapat diketahui bahwa pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan dilakukan berdasarkan stelsel nyata (riel stelsel) yaitu pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan didasarkan pada obyek (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutan retribusinya lebih realistis yang disesuaikan dengan keadaan wajib retribusi (S.
lxii
Munawir, 1992 :43-44), dan juga jumlah retribusi yang harus dibayar oleh wajib retribusi telah ditetapkan di dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pencegahan Bahaya Kebakaran. 2. Penagihan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Penagihan retribusi dilakukan ketika wajib retribusi lalai dalam melakukan pembayaran retribusi. Penagihan retribusi dilakukan dengan cara penarik retribusi mengeluarkan Surat Teguran atau Surat Peringatan yang dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi yang dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. Bentuk-bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan retribusi alat pemadam api ringan di dalam peraturan daerah ini ditetapkan oleh Walikota. Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi berdasarkan permohonan dari wajib retribusi apabila wajib retribusi tidak dapat melakukan pembayaran retribusi yang terutang. Tatacara pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Walikota. Penagihan retribusi alat pemadam api ringan telah dijalankan berdasarkan pasal 38, 39, dan 40 Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 mengenai tata cara penagihan dan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi. 3. Pengajuan Keberatan dalam Pembayaran Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Pengajuan keberatan retribusi yang berupa pembetulan, pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi
lxiii
administrasi, dan pembatalan disampaikan secara tertulis oleh Walikota selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKRD, STRD dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan
untuk
mendukung
permohonannya.
Pengajuan
keberatan tidak dapat menunda kewajiban membayar retribusi. Pengajuan keberatan pembetulan merupakan pengajuan yang berupa pembetulan mengenai SKRD atau STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan Perundang-Undangan Retribusi Daerah. Pengajuan pengurangan ketetapan merupakan pengajuan yang berupa pengurangan atau pembatalan retribusi yang tidak benar.
Pengajuan
penghapusan
atau
pengurangan
sanksi
administrasi, dan pembatalan merupakan pengajuan yang berupa bunga dan kenaikan retribusi yang berupa bunga, dan kenaikan retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib retribusi atau bukan karena kesalahannya. Dalam pengajuan keberatan Walikota akan memberikan keputusan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Surat Permohonan Pengajuan Keberatan, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan tersebut Walikota tidak memberikan keputusan, maka pengajuan keberatan dianggap dikabulkan. Pengajuan keberatan dalam pembayaran retribusi alat pemadam api ringan dijalankan berdasarkan pasal 41 Peraturan Daerah Nomor
12
Tahun
2002
mengenai
pembetulan,
pengurangan/penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan. 4. Pengajuan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Wajib retribusi yang ternyata dalam melakukan pembayaran retribusi terdapat kelebihan pembayaran maka wajib retribusi dapat
lxiv
mengajukan permohonan penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi secara tertulis kepada Walikota. Dengan adanya hal tersebut Walikota akan langsung memperhitungkan kelebihan pembayaran retribusi terlebih dahulu dengan utang retribusi atau sanksi administrasi berupa uang. Apabila ternyata wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi terdapat kelebihan pembayaran retribusi maka wajib retribusi berhak atas kelebihan pembayaran tersebut. Dalam pengajuan kelebihan pembayaran retribusi akan diterbitkan SKRDLB (Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar) paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan. Kelebihan tersebut akan dikembalikan kepada wajib retribusi paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterimanya SKRDLB. Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran retribusi akan diterbitkan pemindah
bukuan
pembayaran. dilakukan
yang
sekaligus
Pengembalian
dengan
berlaku
kelebihan
menerbitkan
sebagai
pembayaran
Surat
Perintah
bukti
tersebut
Membayar
Kelebihan Retribusi. Pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi alat pemadam api ringan telah dijalankan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 mengenai tata cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi alat pemadam api ringan. 5. Sanksi Pidana dan Sanksi Administratif Untuk
menjamin
adanya
ketertiban
dalam
melakukan
pembayaran retribusi alat pemadam api ringan, maka diberlakukan sanksi baik sanksi pidana maupun sanksi administratif ketika wajib retribusi lalai atau tidak mau membayar retribusi yang berupa pelayanan jasa dari pemerintah.
lxv
Sanksi pidana berupa pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah), sanksi pidana diberlakukan ketika wajib retribusi melanggar ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Tindak pidana yang dilakukan oleh wajib retribusi merupakan pelanggaran. Sedangkan sanksi administrasi akan diberlakukan ketika wajib retribusi lalai atau terlambat dalam melakukan pembayaran retribusi yang berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. Secara umum
kesadaran
masyarakat
dalam
melakukan
pencegahan dan pemadaman bahaya kebakaran sudah baik. Ini dibuktikan dengan adanya kesanggupan dari wajib retribusi untuk selalu membayar retribusi terhadap alat pemadam api ringan dengan tepat waktu, dan adanya pencapaian target dalam penerimaan retribusi. Namun demikian kesadaran yang dimiliki masyarakat tidak semuanya sama, sehingga bagi wajib retribusi yang tidak melaksanakan ketentuan atau tidak membayar retribusi secara tepat waktu akan dikenakan sanksi. Penerapan sanksi terutama sanksi administrasi sering tidak dilakukan oleh aparat penarik retribusi. Aparat penarik retribusi membiarkan wajib retribusi dengan kesadarannya sendiri membayar retribusi. Mereka menganggap bahwa sanksi administrarif yang dikenakan sebesar 2 % (dua persen) bukan nilai nominal yang besar (Hasil wawancara dengan Pegawai Kantor Pemadam Kebakaran (Bapak Toyo) tanggal 13 Desember 2007). Pemberlakuan sanksi baik sanksi pidana maupun sanksi administratif dalam pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan telah dijalankan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 mengenai ketentuan pidana, namun dalam pelaksanaannya penerapan sanksi tersebut
lxvi
terutama sanksi
administratif belum menciptakan ketertiban dalam menegakkan sanksi yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. 6. Penetapan Tarif Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang diterapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Didalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran prinsip dan sasaran dalam penetapan
tarif
ditujukan
untuk
mempertimbangkan
biaya
penyediaan jasa pelayanan pemeriksaan dan atau pengujian alat pemadam api ringan serta pelayanan lain dengan melihat kemampuan masyarakat dan aspek keadilan karena tingkat penggunaan jasa yang digunakan oleh masyarakat dihitung berdasarkan jumlah alat pemadam kebakaran yang diperiksa dan atau diuji. Struktur dan besarnya tarif digolongkan berdasarkan jenis, ukuran, lama pemakaian alat pemadam kebakaran. Adapun struktur dan besarnya tarif retribusi yang ditetapkan dalam peraturan daerah ini antara lain : a. Retribusi pemeriksaan, pemasangan label stiker pada alat pemadam api/kebakaran untuk konsumen atau pemilik alat pemadam kebakaran, setiap tahun ditetapkan sebagai berikut : 1) Alat pemadam kebakaran yang berisi busa, super busa dan sejenisnya: a) Sampai dengan 25 liter
Rp. 5 000.00/unit
b) Lebih dari 25 liter s/d 50 liter
Rp. 10 000.00/unit
2) Alat pemadam kebakaran yang berisi gas, dry chemical, powder, halon dan sejenisnya : a) Sampai dengan 6 kg
Rp. 5 000.00/unit
b) Lebih dari 6 kg s/d 10 kg
Rp. 10 000.00/unit
lxvii
c) Lebih dari 10 kg s/d 150 kg
Rp. 20 000.00/unit
d) Lebih dari 150 kg
Rp. 40 000.00/unit
3) Alat pemadam kebakaran jenis fire protection (Fire Hidrant System, Sprinkeler System, dll) : a) Fire Hydrant sebesar
Rp. 15 000.00/titik
b) Alarem System sebesar
Rp. 10 000.00/ titik
c) Sprinkeler System sebesar
Rp. 5 000.00/ titik
b. Retribusi penelitian gambar-gambar rencana dan pengetesan akhir pemasangan hydrant kebakaran sistem pemancar air kebakaran, setiap tahun ditetapkan sebagai berikut : 1) Hydrant dan House Reel
Rp. 15 000.00/titik
2) Alarem System
Rp. 10 000.00/ titik
3) Sprinkeler System
Rp. 5 000.00/ titik
c. Retribusi perijinan dan perpanjangan penjualan alat-alat pemadam kebakaran : 1) Setiap perusahaan atau badan usaha yang memproduksi, mengimpor, memperdagangkan, atau mengedarkan segala jenis alat pemadam kebakaran, dikenakan retribusi perijinan a) Produsen
Rp. 150 000.00/tahun
b) Importir
Rp. 100 000.00/tahun
c) Penyalur/agen
Rp. 75 000.00/tahun
d) Pengecer
Rp. 25 000.00/tahun
2) Untuk setiap perpanjangan ijin angka 1 (satu) tersebut diatas, dikenakan tarif retribusi sama seperti diatas. d. Pemakaian Mobil Pompa 1) Bantuan khusus pertunjukan yang bersifat komersial kepada swasta (minimal 5 jam) ………Rp. 8 000.00/jam. 2) Bantuan penjagaan yang bersifat nonkomersial kepada swasta dan instansi pemerintah Kota Surakarta (minimal 5 jam) ……..Rp 60 000,-/jam.
lxviii
3) Bantuan pemompaan selama berlangsungnya bantuan penjagaan tersebut pada huruf a) dan b)…..Rp. 50 000.00/tangki. 4) Bantuan khusus pemompaan tanpa bantuan penjaga termasuk
penggantian
harga
bahan
bakar
selama
berlangsungnya pemompaan………Rp. 50 000.00/tangki. Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
wajib
retribusi,
penetapan tarif retribusi alat pemadam api ringan tidak memberikan kesulitan terhadap wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi alat pemadam api ringan, artinya bahwa penetapan tarif retribusi terhadap alat pemadam api ringan tidak ditetapkan
setinggi-tingginya
melainkan
keuntungan
yang
diharapkan oleh penarik retribusi hanya sekedar untuk memelihara agar dapat memberikan jasa secara langsung kepada wajib retribusi. Dengan adanya tarif tersebut, maka masyarakat mempunyai pedoman dalam melakukan pembayaran retribusi. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kesewenang-wenangan aparat pemungut retribusi dan untuk menjaga pemerintahan yang partisipatif, akuntabilitas, dan transparan. Oleh karena itu pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan tidak membebani masyarakat dalam melakukan pembayaran retribusi, sehingga
masyarakat
dengan
suka
rela
untuk
mentaati
kewajibannya secara tepat waktu dan aparat pemungut retribusi tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan (Hasil wawancara dengan Bapak Joko pada tanggal 4 Januari 2008). Hal ini dibuktikan dengan adanya pencapaian target yang dilihat dalam daftar realisasi pendapatan penerimaan retribusi pemeriksan alat pemadam kebakaran. Realisasi pendapatan retribusi daerah Kota Surakarta tahun anggaran 2003 s/d 2006 merupakan hasil pendapatan daerah per
lxix
tahun dan yang menjadi tolak ukur mengenai ketaatan dan kesadaran masyarakat dalam membayar kewajibannya dan juga merupakan salah satu indikator apakah wajib retribusi keberatan atau tidak dengan penetapan tarif retribusi tersebut. Adapun daftar realisasi pendapatan retribusi daerah Kota Surakarta tahun anggaran 2003 s/d 2006 yaitu : Tabel. 1 DAFTAR REALISASI PENDAPATAN RETRBUSI DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2003 S/D 2006
Uraian Penerimaan
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Retribusi
Pelayanan kesehatan
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
Target Rp)
Realisasi (Rp)
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
1.850.000.000
1.799.047.410
2.000.000.000
2.697.494.750
2.200.000.000
3.005.223.600
35.000.000
33.750.000
1.760.000.000
1.818.343.814
2.078.000.000
2.095.314.418
2.197.000.000
2.350.877.254
2.300.000.000
2.300.847.100
0
0
817.092.000
692.225.000
741.584.000
785.438.000
752.740.000
469.393.000
0
0
111.026.000
106.940.500
109.099.000
109.110.000
110.159.000
127.305.000
83.720.000
84.330.000
83.720.000
81.330.000
83.720.000
83.850.000
85.660.000
87.990.000
1.198.168.000
1.193.765.450
1.185.879.912
1.191.618.576
1.326.793.000
1.327.671.000
2.000.000.000
800.083.600
7.983.000.000
8.341932.424
8.394.600.000
8.116.155.374
8.779.500.000
9.363.095.024
9.107.020.000
9.220.327.749
1.155.000.000
991.066.500
1.020.252.950
1.017.355.400
1.046.468.000
1.003.518.500
1.175.387.000
925.309.500
51.185.000
24.490.000
41.795.000
42.045.000
39.915.000
41.115.000
80.000.000
80.500.000
300.000.000
465.458.400
700.000.000
716.566.950
750.000.000
659.260.550
590.406.000
467.049.300
Pelayanan persampahan/keber sihan Penggantian biaya KTP Penggantian biaya cetak akte sipil Pelayanan Pemakaman
dan
penguburan mayat Parker di tepi jalan umum Pasar Pegujian Kendaraan Bermotor Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Penggantian Biaya Cetak Peta
lxx
Pemakaian
2.737.471.000
2.766.828.370
2.830.919.000
2.814.586.210
2.757.96.800
2.809.419.070
77.013.000
46.989.000
3.350.000.000
3.319.436.410
3.350.000.000
3.351.352.130
3.460.000.000
3.306.002.860
3.460.000.000
3.018.570.080
25.500.000
25.073.500
25.500.000
25.673.500
25.900.000
26.385.500
50.000.000
46.573.000
271.000.000
273.301.900
369.828.000
386.35.850
415.000.000
386.900.700
420.000.000
420.190.250
0
0
20.000.000
15.197.500
25.000.000
26.666.500
35.000.000
33.750.000
0
0
65.000.000
65.015.000
65.000.000
63.420.000
65.100.000
116.155.000
0
0
6.000.000
6.270.000
6.000.000
3.990.000
6.000.000
10.375.000
0
0
65.000.000
66.324.000
65.000.000
40.251.000
65.000.000
59.909.000
0
0
164.000.000
165.975.050
164.000.000
205.321.100
167.900.000
303.649.000
390.800.000
41.381.348
395.799.996
451.012.202
399.050.000
391.478.600
387.774.000
382.859.524
5.000.000
5.075.875
5.000.000
5.625.000
0
0
0
0
10.000.000
15.100.000
9.000.000
16.445.000
15.000.000
17.816.000
18.920.000
20.920.000
2.857.250.000
2.858.304.650
3.212.337.500
3.284.350.500
2.754.823.400
2.930.543.650
2.759.594.000
2.446.144.765
Ijin gangguan
540.000.000
521.626.662
550.000.000
385.003.296
478.000.000
582.765.390
700.000.000
853.847.817
Ijin Trayek
15.000.000
19.568.600
26.356.50
27.845.800
34.910.600
40.485.400
161.600.000
39.953.200
150.000
150.306.400
150.015.000
150.449.200
155.000.000
155.200.400
155.000.000
155.107.000
46.000.000
44.925.000
45.000.000
45.705.000
25.050.000
39.825.000
36.550.000
39.700.000
252.168.000
268.662.500
265.000.000
269.725.000
323.023.000
360.920.500
481.450.000
499.063.500
kekayaan daerah Terminal Tempat penginapan/ villa Rumah
potong
hewan Pelayanan Kesehatan hewan Tanda
Daftar
Perusahaan Tanda
Daftar
Gudang Tanda
Daftar
Industri Ijin
Usaha
Perdagangan Tempat
Rekreasi
dan Olah Raga Penyebarangan Pejualan Produksi Usaha Daerah Ijin
Medirikan
bangunan
Pedagang
kaki
lima Usaha Rekreasi Dispensasi melalui jalan Kota
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah tahun 2007 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa penerimaan retribusi alat pemadam kebakaran baru dapat mencapai target mulai tahun 2004, hal ini disebabkan karena keberhasilan petugas penarik retribusi dalam mensosialisasikan pentingnya pencegahan dan pemadaman bahaya kebakaran yang tidak hanya dilakukan oleh Kantor Pemadam Kebakaran tetapi juga masyarakat sekitar yang
lxxi
terkait.
Dengan
demikian
penetapan
tarif
retribusi
tidak
memberikan beban kepada masyarakat khususnya wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi alat pemadam api ringan (Hasil wawancara dengan Pegawai Kantor Pemadam Kebakaran (Bapak Toyo) tanggal 13 Desember 2007). Penetapan tarif retribusi alat pemadam api ringan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran telah sesuai dengan asas pemungutan retribusi daerah yaitu tarif suatu retribusi daerah tidak boleh ditetapkan setinggi-tingginya tetapi keuntungan yang diharapkan hanya sekedar untuk memelihara agar dapat memberikan jasa secara langsung kepada masyarakat dan sesuai dengan asas jumlah tarif suatu retribusi daerah harus ditetapkan dalam Peraturan Daerah atau setidak-tidaknya dapat dihitung menurut ketentuan yang berlaku. Penetapan tarif retribusi alat pemadam api ringan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran pembayarannya dapat dijangkau oleh wajib retribusi sehingga dalam Peraturan daerah ini penetapan tarifnya tidak ditetapkan setinggi-tinginya karena wajib retribusi tidak merasa terbebani terhadap penetapan tarif tersebut. Dan dalam penetapan jumlah tarif alat pemadam api ringan tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran Kota Surakarta. Berdasarkan penetapan tarif retribusi alat pemadam api ringan diatas dapat diketahui bahwa penetapannya telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 21 mengenai prinsip dan sasaran dalam penetapan retribusi yaitu tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Dalam penetapan tarif retribusi alat pemadam api
lxxii
ringan telah memenuhi unsur adanya pertimbangan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan
Bahaya
Kebakaran
Kota
Surakarta
tidak
dapat
diborongkan. Artinya seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, bukan berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan retribusi terhadap alat pemadam kebakaran secara lebih efisien. Dengan demikian pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan telah sesuai dengan asas pemungutan retribusi daerah dan telah sesuai berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 26 yaitu pemungutan retribusi daerah tidak boleh diborongkan atau digadaikan kepada pihak ketiga. Berdasarkan
hasil
penelitian
diatas
menunjukkan
bahwa
pelaksanaan pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan telah sesuai dengan asas pemungutan retribusi daerah yaitu asas mengadakan, merubah dan meniadakan retribusi daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dalam hal ini Pengadaan retribusi terhadap alat pemadam api ringan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran dan dalam pelaksanaan pemungutan retribusi tersebut telah dijalankan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan. Pada dasarnya pelaksanaan pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan bertujuan untuk melakukan pencegahan preventif
lxxiii
terhadap ancaman bahaya kebakaran dengan mewajibkan masyarakat yang memiliki bangunan yang menjadi akses masyarakat pada umumnya untuk memasang alat pencegah bahaya kebakaran yang salah satunya adalah memasang alat pemadam api ringan yang selanjutnya akan dikenakan retribusi. Selain itu pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan juga bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah yang digunakan untuk pembangunan daerah, dengan demikian pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan telah memberikan manfaat baik bagi wajib retribusi maupun bagi pembangunan daerah khususnya sebagai sumber pendapatan daerah Kota Surakarta yang digunakan untuk kepentingan umum dan untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan umum. Dengan adanya hal tersebut pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan mempunyai fungsi anggaran (budgetair) yaitu pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan sebagai sumber pendapatan daerah Kota Surakarta yang berfungsi untuk membiayai pengeluaran daerah. Dalam
rangka
menjamin
terselenggaranya
pelaksanaan
pemungutan yang baik, maka dalam pelaksanaan pemungutan retribusi harus sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku. Dalam hal ini bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan tidak hanya berprinsip pada kepastian hukum dan kemanfaatan hukum saja melainkan juga harus berprinsip pada keadilan dan ketertiban agar pemerintah selaku pemungut retribusi tidak melakukan pemungutan secara sewenang-wenang dan tidak merugikan masyarakat khususnya wajib retribusi terhadap alat pemadam api ringan. Menurut Santoso Brotodiharjo retribusi adalah suatu hubungan dengan prestasi-kembalinya adalah langsung sebab pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata oleh si pembayar untuk
lxxiv
mendapatkan
suatu prestasi yang tertentu dari pemerintah dan
didasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku umum (Santoso B, 2003 : 7). Berdasarkan data yang penulis peroleh melalui wawancara dengan wajib retribusi yang mempunyai dan menggunakan alat pemadam api ringan dapat diketahui bahwa pembayaran retribusi terhadap alat pemadam api ringan memang ditujukan semata-mata oleh wajib retribusi untuk mendapatkan suatu prestasi atau imbalan (kontra prestasi) yang dirasakan secara langsung oleh wajib retribusi yaitu adanya pelayanan jasa berupa pengujian dan atau pemeriksaan alat pemadam api ringan dari pemerintah, tetapi dalam kenyataannya wajib retribusi tidak mendapat pelayanan jasa berupa pengujian dan atau pemeriksaan alat pemadam api ringan dari pemerintah. Petugas penarik retribusi hanya melakukan penarikan pembayaran retribusi tanpa melakukan pengujian kelayakan pakai alat pemadam api ringan dan hanya memberikan surat edaran pembayaran retribusi serta memberikan stiker dan kuitansi. Selain itu wajib retribusi tidak diberi informasi mengenai alat pemadam api ringan yang memang layak pakai atau tidak layak pakai, jadi dalam hal ini walaupun wajib retribusi telah membayar retribusi tetapi mereka tidak mengetahui apakah alat pemadam api ringan tersebut dapat berfungsi dengan baik atau tidak. Apabila hal ini terus terjadi maka akan merugikan wajib retribusi selaku pemakai dan atau pengguna alat pemadam api ringan karena apabila suatu saat terjadi kebakaran dan ternyata alat pemadam kebakaran tersebut tidak berfungsi maka pencegahan dan pemadaman terhadap kebakaran tidak bisa dilakukan (Hasil wawancara dengan Bapak Joko pada tanggal 4 Januari 2008). Berdasarkan
hasil
penelitian
diatas
menujukkan
bahwa
pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan yang dilakukan oleh petugas penarik retribusi belum memenuhi konsep dan
lxxv
pengertian retribusi daerah, dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 18 ayat 3 huruf a mengenai kriteria retribusi jasa umum yaitu jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum dan jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi. Dalam pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan jasa terhadap retribusi terhadap alat pemadam api ringan tidak memberikan manfaat khusus bagi wajib retribusi yang diharuskan membayar retribusi sehingga pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan belum layak untuk dikenakan retribusi terhadap masyarakat yang memiliki dan atau menggunakan alat pemadam api ringan. Pemungutan retribusi alat pemadam api ringan belum dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat karena kepentingan wajib retribusi masih banyak yang dirugikan, ini dibuktikan dengan masih adanya keluhan dari wajib retribusi terhadap pembayaran retribusi. Dalam hal ini masyarakat hanya dituntut untuk memenuhi kewajibannya dalam melakukan pembayaran retribusi alat pemadam api ringan tetapi hak-hak wajib retribusi itu sendiri tidak dipenuhi. Dengan demikian pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan belum menciptakan aspek keadilan dan ketertiban yaitu : 1. Pemungutan retribusi alat pemadam api ringan belum dapat menciptakan keadilan hukum karena wajib retribusi dituntut untuk membayar retribusi alat pemadam api ringan tetapi petugas tidak melakukan pengujian kelayakan terhadap alat pemadam api ringan. Dengan demikian adanya kerugian yang timbul yang dirasakan oleh wajib retribusi ketika melakukan pembayaran retribusi alat pemadam api ringan.
lxxvi
2. Pemungutan retribusi alat pemadam api ringan belum menciptakan ketertiban karena masih ada (beberapa) wajib retribusi yang tidak melakukan pembayaran retribusi tetapi petugas penarik retribusi membiarkan
wajib
retribusi
dengan
kesadarannya
sendiri
membayar retribusi sehingga penerapan sanksi terutama sanksi administrasi sering tidak dilakukan oleh aparat penarik retribusi. Aparat penarik retribusi menganggap bahwa sanksi administrarif yang dikenakan sebesar 2 % (dua persen) bukan nilai nominal yang besar. Dengan demikian pemberlakuan sanksi terhadap kelalaian yang dilakukan oleh wajib retribusi tidak dijalankan oleh petugas aparat penarik retribusi. Berdasarkan hal diatas maka dalam pelaksanaan pemungutan retribusi masih banyak yang harus diperbaiki sehingga dapat memberikan manfaat secara khusus dan keadilan bagi wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi terhadap alat pemadam api ringan. Untuk menjamin adanya perlindungan hak, kewajiban serta kepentingan masyarakat, maka dalam pelaksanaan pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan terdapat hak dan kewajiban dari penarik retribusi maupun dari wajib retribusi, hak dan kewajiban tersebut antara lain: 1. Kewajiban Penarik Retribusi Alat Pemadam Api Ringan : a.
Memberikan bimbingan, penerangan, penyuluhan kepada wajib
retribusi
pengetahuan
sehingga
dan
wajib
keterampilan
retribusi untuk
mempunyai melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. b. Memberikan pelayanan yang berkualitas terhadap pemakai jasa dalam hal ini wajib retribusi.
lxxvii
c. Melakukan pemeriksaan dan atau pengujian terhadap alat pemadam kebakaran yang dimiliki atau dipergunakan oleh masyarakat. d. Memberikan label atau tanda pengesahan yang dipasang pada alat-alat pencegah bahaya kebakaran yang menunjukkan bahwa alat tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. e. Melaksanakan pemungutan retribusi sesuai dengan prosedur dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. f. Melaksanakan pemungutan retribusi sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. g. Menyediakan alat pemadam kebakaran yang dipergunakan untuk mencegah dan memadamkan kebakaran.
2. Hak Penarik Retribusi Alat Pemadam Api Ringan: a.
Memperoleh pembayaran atas pemeriksaan dan atau pengujian terhadap alat pemadam kebakaran dari wajib retribusi
b. Menerbitkan Surat Pemberitahuan Daerah (SPTRD), Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), Surat Ketetapan Retribusi Daerah Jabatan (SKRD Jabatan), Surat Ketetapan Retribusi Daerah Tambahan (SKRD Tambahan), Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD), Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD), Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar (SKRDKB), Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar (SKRDLB), dan Surat Ketetapan
Retribusi
Daerah
Kurang
Bayar
Tambahan
(SKRDKBT). c. Memberlakukan
sanksi
terhadap
wajib
retribusi
melakukan pelanggaran. 3. Kewajiban Wajib Retribusi Alat Pemadam Api Ringan :
lxxviii
yang
a. Membayar retribusi alat pemadam api ringan atas pelayanan jasa pemeriksaan dan atau pengujian alat pemadam api ringan tepat pada waktunya. b. Mengisi Surat Pemberitahuan Daerah (SPTRD) dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh wajib retribusi atau kuasanya. c.
Menjalankan sanksi apabila melakukan pelanggaran.
d. Melakukan pencegahan dan atau pemadaman apabila terjadi kebakaran. 4. Hak Wajib Retribusi Alat Pemadam Api Ringan : a. Memperoleh bimbingan, penerangan dan pelayanan yang baik dari penarik retribusi. b. Menerima pelayanan jasa berupa pemeriksaan dan atau pengujian terhadap alat pemadam kebakaran yang dimiliki atau dipergunakan oleh wajib retribusi. c. Mengajukan permohonan untuk mengangsur dan menunda pembayaran retribusi dalam kurun waktu tertentu. d. Mengajukan
permohonan
pengurangan,
keringanan,
dan
pembebasan retribusi. e. Mengajukan
permohonan
pembetulan
Surat
Ketetapan
Retribusi Daerah (SKRD) atau Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD) yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan perundang-undangan retribusi daerah. f. Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, dan kenaikan retribusi berupa bunga, dan kenaikan retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib retribusi atau bukan karena kesalahannya.
lxxix
g. Mengajukan
permohonan
pengurangan
atau
pembatalan
ketetapan retribusi yang tidak benar. Pelaksanaan pemungutan retribusi secara prosedural sudah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku yaitu sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak yang harus dibenahi khususnya dalam pelaksanaan pemungutan retribusi terhadap wajib retribusi sehingga wajib retribusi tidak merasa dirugikan atas pembayaran retribusi alat pemadam api ringan melainkan mendapatkan pelayanan jasa berupa pemeriksaan dan atau pengujian alat pemadam api ringan yang sudah seharusnya diterima oleh
wajib retribusi
sehingga wajib retribusi tidak hanya memenuhi kewajibannya dalam melakukan pembayaran retribusi tetapi juga terpenuhi hak-haknya atas pembayaran retribusi tersebut. Kewajiban mayarakat untuk berusaha mencegah bahaya kebakaran baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan umum telah tercantum di dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. Sehingga di dalam pasal 5 peraturan daerah ini disebutkan bahwa setiap masyarakat yang mempunyai atau mendirikan tempat atau bangunan harus menempatkan alat pemadam kebakaran khususnya alat pemadam api ringan di dalam ruang dan atau disekitar bangunan. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepentingan umum terutama bangunan yang menjadi akses masyarakat pada umumya. Pencegahan terhadap bahaya kebakaran dengan menggunakan alat pemadam api ringan dilakukan pada tempat atau bangunan antara lain : 1. Bangunan umum Bangunan umum seperti tempat pertemuan, tempat hiburan, perhotelan, tempat perawatan, dan perkantoran harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan
lxxx
yang berdaya padam minimum 2A, 2B-5B dan ditempatkan dengan jarak jangkau maksimum 20 (dua puluh) meter dari setiap tempat sedangkan bangunan untuk tempat beribadat dan tempat pendidikan yang menampung 50 orang keatas, harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 2B-5B dan ditempatkan dengan jarak jangkau maksimum 25 (dua puluh lima) meter dari setiap tempat. 2. Bangunan Pabrik Bangunan pabrik harus dilindungi dengan alat pemadam kebakaran yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan klasifikasi ancaman bahaya kebakaran dari jarak jangkaunya. Untuk bangunan pabrik dengan ancaman ringan, harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam kebakaran api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 5B-10B dan ditempatkan dengan jarak jangkau maksimum 25 (dua puluh lima) meter dari setiap tempat, bangunan pabrik dengan ancaman bahaya kebakaran sedang, harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 10B20B dan ditempatkan dengan jarak jangkau maksimum 20 (dua puluh) meter dari setiap tempat, dan bangunan pabrik dengan ancaman bahaya kebakaran tinggi, harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 10B-20B dan ditempatkan dengan jarak jangkau maksimum 15 (lima belas) meter dari setiap tempat. 3. Tempat Parkir Setiap tempat parkir tertutup harus dilindungi dari bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan dari jenis gas atau jenis kimia kering serbaguna dengan ketentuan yang berlaku. Setiap pelataran parkir terbuka yang luasnya tidak lebih dari 300 (tiga
lxxxi
ratus) m2, harus ditempatkan minimum (dua) alat pemadam ringan dari jenis gas atau kimia kering serbaguna, yang berukuran minimum 2A, 10B-20B, dipasang ditempat yang mudah dilihat dan mudah diambil untuk dipergunakan dan setiap kelebihan luas sampai dengan 300 (tiga ratus) m2, harus ditambah dengan sebuah alat pemadam kebakaran. Setiap pelataran parkir terbuka termasuk pula kendaraan harus dilindungi dari bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan dari jenis gas atau jenis kimia kering serbaguna, yang berdaya padam minimum 3A, 5B-10B dan ditempatkan dengan jarak jangkau maksimum 30 (tiga puluh) meter dari setiap tempat. 4. Tempat Pertokoan dan Terminal Setiap bangunan pertokoan atau pasar harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 3A, 5B-10B dan ditempatkan dengan jarak jangkau maksimum 20 (dua puluh) meter dari setiap tempat dan setiap terminal angkutan umum darat harus dilindungi dari bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan jenis kimia kering serbaguna. 5. Bangunan Perumahan Bangunan perumahan dalam lingkungan perkampungan harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 5B dan ditempatkan setiap rukun tetangga yang bersangkutan, pengawasan teknis dan administrasi dari alat tersebut dipertanggungjawabkan kepada lurah setempat. 6. Bangunan Campuran Pada bangunan campuran berlaku ketentuan pencegahan dan pemadam kebakaran yang terberat dari fungsi bagian bangunan rawan kebakaran dan apabila pada bagian bangunan yang
lxxxii
fungsinya mempuyai ancaman bahaya kebakaran lebih berat, dipisahkan
dengan
kompartemen
yang
ketahanan
apinya
disesuaikan dengan ancaman bahaya kebakaran yang lebih berat tersebut, maka ketentuan pencegahan dan pemadam kebakaran harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7. Bangunan tinggi, setiap lantai harus dilindungi dengan sistem pemercik otomatis secara penuh. Untuk menjaga keamanan dan keselamatan baik bagi wajib retribusi ataupun masyarakat umum, maka pemasangan alat pemadam kebakaran khususnya alat pemadam api ringan harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah yang berlaku. Pemasangan alat pencegahan dan pemadaman kebakaran khususnya alat pemadam api ringan harus dilengkapi dengan petunjuk penggunaan, yang memuat urutan singkat dan jelas tentang penggunaan alat tersebut dan dipasang pada tempat yang mudah dilihat
dan selalu harus dalam keadaan baik dan
bersih, sehingga dapat dibaca serta dapat dimengerti dengan jelas. Berdasarkan dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran pemasangan alat pemadam api ringan ditentukan sebagai berikut : 1. Dipasang pada dinding dengan penguatan sengkang atau dalam lemari kaca dan dapat dipergunakan dengan mudah pada saat diperlukan. 2. Dipasang sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada ketinggian 120 (seratus dua puluh) cm dari permukaan lantai, kecuali untuk jenis CO2 dan bubuk kimia kering, penempatannya minimal 15 (lima belas) cm dari permukaan lantai. 3. Tidak diperbolehkan dipasang didalam ruangan yang mempunyai suhu lebih dari 49 (empat puluh sembilan) derajat celcius dan dibawah 4 (empat) derajat celcius.
lxxxiii
Pencegahan bahaya kebakaran dapat dilakukan secara intensif berdaya guna dengan menyediakan prasarana alat pemadam kebakaran yang memenuhi persyaratan. Persyaratan terhadap penyediaan alat pemadam kebakaran akan lebih sempurna apabila setiap waktu dilakukan pemeriksaan terhadap alat-alat pemadam kebakaran tersebut, sehingga apabila terjadi bahaya kebakaran, fungsi alat-alat pemadam kebakaran tersebut akan dapat digunakan dengan baik. Pemeriksaan dan atau pengujian terhadap alat-alat pemadam kebakaran khususnya alat pemadam api ringan merupakan suatu pelayanan jasa yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bertujuan untuk melakukan pencegahan preventif terhadap ancaman kebakaran demi keselamatan jiwa, harta benda, dan budaya dan untuk mengatur tata laksana dan pengelolaan retribusi pencegahan bahaya kebakaran agar dapat berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang dapat memberikan jaminan atau kepastian hukum baik bagi negara maupun bagi warganya. Pelayanan pemeriksaan dan pengujian terhadap obyek retribusi dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali dengan tujuan agar dapat diketahui kondisi layak pakai terhadap alat pemadam api ringan. Berdasarkan dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran pelayanan pemeriksaan dan atau pengujian alat pemadam api ringan meliputi : 1. Pemeriksan dan pengujian alat pemadam kebakaran pada gedung untuk pelayanan umum, bangunan industri perdagangan dan gedung bertingkat termasuk apartemen, rumah susun dan tempat gedung/parkir dengan pemasangan label dan stiker. 2. Pemeriksaan
atau
penelitian
pengetesan pada gedung.
lxxxiv
gambar-gambar
rencana
dan
3. Pemeriksaan dan pengujian alat pemadam kebakaran bagi perusahaan yang memproduksi, mengimpor, memberdayakan atau mengedarkan segala jenis alat pemadam kebakaran. Sedangkan yang tidak termasuk dalam obyek retribusi alat pemadam api ringan antara lain : 1. Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh masyarakat di rumah tinggal, tempat ibadah, dan alat pemadam kebakaran untuk pelayanan umum. 2. Permintaan
untuk
pendidikan
dan
pelatihan,
keterampilan
pencegahan dan pemadam kebakaran. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Alat Pemadam Api Ringan Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan, pasti terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tersebut baik faktor negatif maupun faktor positif. Adapun faktor-faktor positif yang mempengaruhi pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan antara lain : a. Adanya Peraturan Perundang-Undangan yang sederhana dan tidak rumit sehingga ketentuan dalam peraturan tersebut mudah dipahami dan dilaksanakan oleh petugas penarik retribusi serta dapat dipatuhi oleh mayarakat khususnya wajib retribusi. b. Adanya kemauan dan kesadaran masyarakat dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, hal ini menunjukkan bahwa tingginya kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat Kota Surakarta dalam melakukan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, sehingga masyarakat bersedia untuk menyediakan alat pemadam kebakaran khususnya alat pemadam api ringan terutama pada tempat yang menjadi akses masyarakat umum yang selanjutnya akan ditarik retribusi. Dengan adanya hal tersebut masyarakat tidak merasa keberatan untuk membayar retribusi
lxxxv
terhadap alat pemadam api ringan yang merupakan pelayanan jasa yang diberikan oleh pemerintah dalam hal ini petugas penarik retribusi alat pemadam api ringan yang berupa pengujian dan atau pemeriksaan terhadap alat pemadam api ringan. c. Adanya keaktifan dari petugas pemadam kebakaran untuk selalu mensosialisasikan pentingnya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran sehingga menimbulkan kesadaran masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran. d. Adanya pelayanan yang lebih baik yang diberikan oleh petugas pemadam kebakaran kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa nyaman dengan pemberian pelayanan tersebut dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat oleh karena masyrakat bersedia untuk melakukan pencegahan bahaya kebakaran dengan menyediakan alat pemadam kebakaran. e. Adanya penarikan retribusi yang dilakukan oleh petugas penarik retribusi dengan mendatangi tempat tinggal wajib retribusi sehingga memberikan kemudahan bagi wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi terhadap alat pemadam api ringan. f. Adanya penetapan tarif retribusi yang pembayarannya dapat dijangkau oleh wajib retribusi sehingga wajib retribusi tidak merasa terbebani dengan adanya pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan. Dalam melaksanakan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan melainkan adanya berbagai hambatan yang terdapat didalamnya. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan antara lain : a. Pendataan wajib retribusi selalu berkurang (hasil wawancara dengan Pegawai Kantor Pemadam Kebakaran). Hal ini disebabkan karena adanya keluhan dari masyarakat terhadap pemungutan retribusi alat
lxxxvi
pemadam api ringan yang dilakukan oleh penarik retribusi yang menyebabkan masyarakat enggan untuk membayar retribusi tersebut. Keluhan
masyarakat
tersebut
dikarenakan
ternyata
dalam
pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan petugas penarik retribusi tidak melakanakan kewajibannya yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berupa pemeriksaan dan atau pengujian terhadap alat pemadam api ringan.(Hasil wawancara dengan Bapak Joko pada tanggal 4 Januari 2008). Hal ini dapat menghambat pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan. b. Kesadaran hukum masyarakat tidak semuanya sama., sehingga masih ada masyarakat yang kurang memiliki kesadaran dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, hal ini dibuktikan dengan masih ada masyarakat yang tidak mau menyediakan alat pemadam kebakaran khususnya masyarakat yang mempunyai bangunan yang menjadi tempat akses masyarakat pada umumnya. Padahal hal ini penting untuk melindungi kepentingan masyarakat umum. c. Kurang tegasnya dalam melakukan pemberian sanksi terhadap wajib retribusi yang lalai dalam melakukan pembayaran retribusi sehingga masyarakat tidak takut apabila ia lalai membayar retribusi. Hal ini menjadi hambatan yang sangat signifikan bagi pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan.
lxxxvii
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis lakukan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan yang dilakukan oleh aparat penarik retribusi Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta secara prosedural telah memenuhi unsurunsur pelaksanaan hukum yaitu a. Kepastian hukum Pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan yang dilakukan oleh petugas penarik retribusi alat pemadam api
lxxxviii
ringan telah dijalankan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pencegahan Bahaya Kebakaran. b. Kemanfaatan hukum Pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan bertujuan untuk mengisi kas daerah yang dapat mendukung pembiayaan
pengeluaran
daerah
yang
digunakan
untuk
pembangunan daerah, penyediaan fasilitas yang digunakan untuk kepentingan umum daerah dan untuk menyelenggarakan kegiatankegiatan yang ditujukan untuk kepentingan umum daerah Kota Surakarta. Namun dalam kenyataannya pemungutan retribusi alat pemadam api ringan belum dapat memberikan keadilan dan ketertiban terhadap wajib retribusi yang memiliki dan atau mempergunakan alat pemadam api ringan yaitu
a. Pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan yang dilakukan oleh aparat pemungut retribusi Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta tidak memberikan imbalan jasa (kontra prestasi) secara langsung berupa pelayanan jasa pengujian dan atau pemeriksaan terhadap alat pemadam api ringan yang dimiliki dan atau digunakan oleh wajib retribusi. b. Pemberlakuan sanksi terhadap wajib retribusi yang lalai dalam melakukan pembayaran retribusi alat pemadam api ringan tidak dilakukan oleh petugas penarik retribusi. 2. Bahwa dalam pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik positif maupun faktor negatif. Faktor–faktor positif tersebut adalah c. Fakor Yuridis yaitu adanya ketentuan mengenai pelaksanaan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan yang dilakukan oleh
lxxxix
aparat pemungut retribusi Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta yang sederhana dan tidak rumit. d. Faktor Adminstrasi yaitu adanya kemudahan bagi wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi alat pemadam api ringan. e. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu adanya kesadaran hukum masyarakat Kota Surakarta yang tinggi dalam melakukan pencegahan bahaya kebakaran dan adanya keaktifan petugas penarik
retribusi
untuk
selalu
melakukan
sosialisasi
dan
pemungutan retribusi alat pemadam api ringan. f. Faktor Ekonomi yaitu pembayaran retribusi yang dapat dijangkau oleh wajib retribusi. Sedangkan faktor negatif yang merupakan penghambat dalam melakukan pemungutan retribusi alat pemadam api ringan adalah a. Masih ada (beberapa) masyarakat yang enggan membayar retribusi alat pemadam api ringan karena :
1) Kesadaran
hukum
masyarakat
masih
rendah
dalam
melakukan pencegahan terhadap bahaya kebakaran. 2) Merasa pembayaran terhadap retribusi alat pemadam api ringan tidak adil karena wajib retribusi tidak mendapatkan imbalan (kontra prestasi) secara langsung yang berupa pelayanan jasa, pemeriksaan, dan atau pengujian terhadap alat pemadam api ringan tersebut. b. Penegakan hukum tidak dilakukan terhadap wajib retribusi yang lalai terhadap pembayaran retribusi alat pemadam api ringan.
xc
B. Saran 1. Bahwa dalam melaksanakan pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan, penarik retribusi harus lebih memperhatikan pelayanan yang seharusnya diberikan kepada wajib retribusi yang juga merupakan hak wajib retribusi yang berupa pemeriksaan dan atau pengujian terhadap alat pemadam api ringan yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh wajib retribusi, sehingga apabila terjadi kebakaran maka alat pemadam kebakaran tersebut dapat berfungsi dengan baik. 2. Bahwa sebaiknya wajib retribusi diberi informasi dan penjelasan mengenai alat pemadam api ringan yang layak pakai atau tidak layak pakai sehingga wajib retribusi dapat mengetahui kondisi alat
xci
pemadam api ringan yang dimiliki dan atau dipergunaka oleh wajib retribusi. 3. Pemberlakukan sanksi terhadap wajib retribusi yang lalai dalam membayar retribusi harus ditegakkan agar dapat tercipta penegakan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan. 4. Bahwa dalam melakukan pemungutan retribusi terhadap alat pemadam api ringan sebaiknya Pemerintah Kota Surakarta memberikan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis kepada aparat pemungut retribusi agar aparat pemungut retribusi mempunyai petunjuk dan dasar hukum yang jelas dalam melakukan pemungutan retribusi tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan jasa yang berupa pemeriksaan dan atau pengujian kepada wajib retribusi secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan H. Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. 2003. Jakarta : Raja Grafindo Persada S. T. Kansil dan Cristine S. T. Kansil. 2001. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika H. Syaukani dkk. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan.2002. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Jayanti A.P. Penulisan Hukum Mengenai Pelaksanaan Pemungutab Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Kota Surakarta oleh Dinas Pendapatan Daerah Surakarta. 2007. Surakarta Marihot P Siahaan.Pajak Daerah dan Retribusi Daerah . 2005. Jakarta : Raja Grafindo
xcii
M. Fauzan, Hukum Pemerintahan Derah Kajian Tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. 2006. Yogyakarta : UII Press Marihot P Siahaan.Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 2004. Jakarta : Raja Grafindo Munawir, S. 1992. Perpajakan, Yogyakarta : Liberty Philipus M. Hadjon dkk. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. 2002. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. 2006. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Rochmat Soemitro. 1988. Pajak dan Pembangunan. Bandung : P. T. Eresco Santoso Brotodiharjo. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : P. T. Refika Aditama B. Sutopo. Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif. 1988. Surakarta : Diktat Lanjutan Penulisan Hukum UNS Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton. 2001. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat
Dari Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen dan Proses Amandemen Secara lengkap (Pertama 1999-2002). Bandung : M2S
Dari Situs Ineternet http://www.asuransi.astra.co.id (25 November 2007 06.30) http://apkasi.or.id/modules.php?name=News&file=print&sid=99 (25 November 2007 06.30)
xciii
xciv