PERSETUJUAN PEMBIMBING
Jurnal: Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Asam Basa Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI) Pada Kelas XI IPA 2 Di SMA Negeri 1 Bonepantai
Oleh Mindrianti Muksin NIM. 441 411 053
Telah diperiksa dan disetujui oleh
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Astin Lukum, M.Si
Erni Mohamad, S.Pd, M.Si
NIP: 19630327 198803 2 002
NIP: 19690812 200501 2 002
Mengetahui: Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
Dr. Akram La Kilo, M.Si NIP. 19770411 200312 1 001
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI ASAM BASA MENGGUNAKAN CERTAINTY OF RESPONSE INDEX (CRI) PADA KELAS XI IPA 2 DI SMA NEGERI 1 BONEPANTAI Mindrianti Muksin1, Astin Lukum2, Erni Mohamad3 Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengidentiikasi miskonsepsi siswa terhadap materi asam basa. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI IPA 2 di SMA Negeri 1 Bonepantai menggunakan tes pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan terbuka . Instrumen ini dapat membedakan antara siswa yang tahu konsep, tidak tahu konsep dan miskonsepsi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling jenuh. Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa pada materi asam basa kelas XI IPA 2 di SMAN 1 berada dalam kategori tinggi yaitu nilai rata-rata sebesar 52,14%, tahu konsep nilai rata-rata 14,29%, tahu konsep tetap i kurang yakin nilai rata-rata 2,38% dan tidak tahu konsep nilai rata-rata sebesar 31,19%.. Kata kunci: Miskonsepsi, Certainty Of Response Index (CRI), Tes Pilihan Ganda Beralasan Terbuka, Asam Basa. Pendahuluan Tujuan pembelajaran sains (IPA) di SMP/MTs sesuai dengan peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya, (2) mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip sains yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi, dan 1
Mahasiswa Jurusan Kimia Pembimbing I, Prof. Dr. Astin Lukum, M.Si 3 Pembimbing 2, Erni Mohamad, S.Pd, M.Si 2
masyarakat, (4) melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya (Suniati, dkk ;2013: 2). Kimia merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang menekankan pada penguasaan konsep. Dalam proses pembelajaran, konsep merupakan hal yang perlu dimengerti atau dipahami, dipelajari dan dikuasai oleh siswa. Konsep kimia terbentuk dalam diri siswa secara berangsur-angsur melalui pengalaman dan interaksi mereka dengan alam sekitarnya. Di sekolah, mata pelajaran kimia dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, sehingga banyak siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang tidak berhasil dalam belajar kimia. Nazar, dkk (2009: 1) Banyak faktor yang menyebabkan siswa tidak mencapai ketuntasan minimum yang ditentukan sekolah dalam belajar kimia, diantaranya yaitu kurangnya pemahaman konsep dan juga banyaknya siswa yang mengalami miskonsepsi. Kurangnya pemahaman konsep tersebut terjadi karena sebagian besar konsep kimia bersifat abstrak, seperti konsep tentang atom, molekul, orbital, kesetimbangan dan laju. Kean dan Middlecamp (1984: 5-9) mengatakan bahwa : sebagian besar konsep kimia bersifat abstrak, konsep-konsep kimia pada umumnya merupakan penyederhanaan dari keadaan sebenarnya (analogi), konsep kimia bersifat berurutan. Sedangkan miskonsepsi dapat terjadi karena prakonsepsi yang salah (pemahaman atau konsep yang dimiliki oleh siswa sebelum masuk kelas). Salah satu materi pokok kimia bersifat abstrak yang sering menyebabkan miskonsepsi pada peserta didik adalah asam basa. Materi tersebut merupakan salah satu materi pokok kimia yang dipelajari di SMA kelas XI. Materi pokok asam basa ini memerlukan pemahaman konsep yang mendalam serta penerapannya dalam memecahkan soal-soal hitungan. Permasalahan inilah yang menyebabkan munculnya miskonsepsi pada peserta didik Miskonsepsi (salah konsep) adalah konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu (Suparno, 2005: 4). Osborne memberi beberapa nama, yaitu ada yang menyebutnya “children’s science”, “misconception”, “alternative framework”, “alternative conception”, atau “children’s idea”, namun istilah miskonsepsi seringkali lebih banyak mewakili semua istilah tersebut (Dahar, 2011: 153). Dalam pengertian lain miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak sesuai dengan penjelasan yang diterima
umum dan memang sudah terbukti sahih tentang sesuatu (Ormrod, 2009: 338). miskonsepsi adalah suatu pemikiran siswa yang salah atau bertentangan dengan teori ilmiah yang telah dikemukakan oleh para ahli dan sudah melekat dalam diri siswa itu sendiri. Miskonsepsi dipandang sebagai masalah dalam pengetahuan berfikir dalam pemahaman konsep. Miskonsepsi dalam pelajaran kimia akan sangat fatal dikarenakan konsepkonsep kimia saling terkait antara satu dengan yang lainnya, sehingga kesalahan konsep di awal pembelajaran akan berpengaruh kepada pelajaran lanjutan, hal ini akan bermuara pada rendahnya kemampuan siswa dan tidak tercapainya ketuntasan belajar. Akan tetapi sebelum lebih jauh membicarakan tentang upaya penanggulangan miskonsepsi, sebenarnya terdapat persoalan yang lebih mendasar dalam masalah miskonsepsi ini, yaitu masalah pengidentifikasian terjadinya miskonsepsi. Hingga saat ini masih terdapat kesulitan dalam membedakan antara siswa-siswa yang miskonsepsi dan yang tidak tahu konsep. Tanpa dapat membedakan diantara keduanya, akan sulit untuk menentukan langkah penanggulangannya, sebab cara penanggulangan untuk siswa yang mengalami miskonsepsi akan berbeda dengan siswa yang tidak tahu konsep. Kesalahan pengidentifikasian akan menyebabkan kesalahan dalam cara penanggulangannya, dan hasilnya pun tidak akan memuaskan. Karena itu sebelum melangkah lebih jauh pada upaya penanggulangannya, terlebih dahulu para pengajar harus memiliki pengetahuan dan kemampuan mengidentifikasi miskonsepsi secara tepat, yang setiap saat dapat digunakan pada proses belajar mengajarnya. Miskonsepsi atau kekeliruan konsepsi merupakan fenomena yang hingga kini menjadi perhatian dalam pengajaran kimia maupun sains lainnya, karena keberadaannya dipercaya dapat menghambat pada proses asimilasi pengetahuanpengetahuan baru pada benak para siswa. Miskonsepsi diduga kuat terbentuk pada masa anak dalam interaksi otak dengan alam di sekitarnya. Persoalan yang kerap muncul ketika akan dilakukan upaya pengobatan adalah adanya kesulitan dalam membedakan apakah seorang siswa mengalami miskonsepsi atau justru tidak tahu konsep. Karena cara mengobati siswa yang mengalami miskonsepsi akan sangat berbeda dengan cara mengobati siswa yang tidak tahu konsep. Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui miskonsepsi yaitu: Wawancara Diagnosis, penyajian peta konsep, metode CRI, tes multiple choice dengan reasoning terbuka, diskusi dalam kelas, praktikum dengan tanya jawab dan tes esai tertulis. Dalam penelitian cara yang digunakan adalah metode CRI dan tes multiple choice dengan reasoning terbuka.
Metode CRI ini telah dikembangkan oleh Saleem Hasan (1999: 294-299) yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa, yang merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan. CRI juga dikembangkan untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi sekaligus dapat membedakannya dengan tidak tahu konsep. Secara sederhana CRI dapat diartikan sebagai ukuran tingkat keyakinan atau kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan. Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penggunaan CRI adalah kejujuran siswa dalam mengisi CRI untuk jawaban suatu soal, karena nantinya akan menentukan pada keakuratan hasil identifikasi yang dilakukan (Tayubi, 2005: 1). Metode CRI ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya yakni bersifat sederhana dan dapat digunakan di berbagai jenjang (sekolah menengah sampai perguruan tinggi), sedangkan kelemahannya adalah metode ini sangat bergantung pada kejujuran siswa (Mahardika, 2014: 5). Metode CRI ini meminta responden untuk menjawab pertanyaan disertai dengan pemberian derajat atau skala (tingkat) keyakinan responden dalam menjawab pertanyaan tersebut. Sehingga metode ini dapat menggambarkan keyakinan siswa terhadap kebenaran dari jawaban alternatif yang direspon. Setiap pilihan respon memiliki nilai skala, seperti yang disajikan yaitu pada tebel berikut: Tabel 1. Skala Respon CRI CRI Kriteria 0
(Totally guessed answer): jika menjawab soal 100% ditebak (Almost guess) jika menjawab soal presentase unsure tebakan antara 75%1 99% 2 (Not sure) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 50%-74% 3 (Sure) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 25%-49% (Almost certain) jika menjawab soal presentase unsure tebakan antara 1%4 24% 5 (Certain) jika menjawab soal presentase unsure tebakan antara 1%-24% Berdasarkan tabel tersebut, skala CRI ada 6 (0-5) dimana 0 berarti tidak paham konsep dan 5 adalah yakin benar akan konsep yang responden jawab. Jika derajat keyakinan rendah (nilai CRI 0-2) menyatakan bahwa responden menjawabnya dengan cara menebak, terlepas dari jawabannya benar atau salah. Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak paham konsep. Jika nilai CRI tinggi, dan jawaban benar maka menunjukkan bahwa responden paham konsep (jawabannya beralasan) Jika nilai CRI tinggi, jawaban salah maka menunjukkan miskonsepsi. Jadi,
seorang siswa mengalami miskonsepsi atau tidak paham konsep dapat dibedakan dengan cara sederhana yaitu dengan membandingkan benar atau tidaknya jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban (CRI) yang diberikan untuk soal tersebut. Pada berbagai penelitian, tes plihan ganda terbukti dapat digunakan secara efektif untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami oleh siswa karena sifatnya yang objektif dan dapat menghasilkan skor dengan cepat walaupun dengan jumlah peserta yang relative banyak. Tetapi, terdapat beberapa kelemahan dari tes pilihan ganda, khususnya dalam identifikasi miskonsepsi pada siswa. Kelemahan bentuk tes pilihan ganda terletak pada pertanyaan yang ada dimana tidak dapat memberikan ruang kepada siswa dalam mengemukakan ide dan gagasan mengenai suatu topik atau konsep terhadap soal secara mendalam bahkan sering kali siswa dapat memberikan jawaban yang benar padahal alasan mereka salah (Adodo, 2013: 202). Dengan adanya kelemahan ini, memungkinkan siswa menjawab soal dengan cara menebak pilihan atau alternative jawaban tanpa didasari alasan yang berkaitan. Beberpa penelitian terdahulu yang telah menggunakan instrument tes ini antara lain: Aliefman Hakim, Liliasari dan Asep Kadarohman (2012) dengan judul “Student Concept Understanding of Natural Products Chemistry in Primary and Secondary Metabolites Using the Data Collecting Technique of Modified CRI”, Tri Ade Mustaqim (2014) denga judul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Certainty Of Response Index (CRI) Pada Konsep Fotosintesis Dan Respirasi Tumbuhan”, Fina Nurul Khotimah (2014) denga judul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria Dengan Menggunakan Tes Diagnostik Pilihan ganda Beralasan” dll. Metode Penelitian Tujuan dari penelitiaan untuk mengetahui miskonsepsi pada materi asam basa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Bonepantai Tahun ajaran 2014/2015. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 2 yang berjumlah 21 siswa. Dalam penelitian ini data yang digunakan yaitu jawaban siswa dalam benuk tes tertulis berbentuk pilihan ganda (multiple choice) beralasan terbuka dengan lima opsi jawaban dan ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel yang kurang dari 30 (Sugiyono, 2013: 124). Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui proses observasi, instrument tes, serta dokumentasi penelitian dan menggunakan instrumen
berupa tes dalam bentuk pilihan ganda beralasan terbuka dengan metode CRI. Siswa dengan indeks keyakinan CRI (Certainty of Response Index) tinggi (>2,5 dari skala 5), dan jawabannya benar maka dikategorikan tahu konsep, dan apabila jawabannya salah maka dikategorikan miskonsepsi. Sedangkan apabila jawaban salah dengan indeks CRI rendah (<2,5 dari skala 5) maka dikategorikan tidak tahu konsep. Instrumen tes ini terdiri dari 9 indikator secara umum dengan 20 item soal. Pengkategorian kelompok dapat dilihat pada tabel 2. berikut ini. Tabel 2. Kategori kelompok berdasarkan jawaban, alasan dan nilai CRI tinggi maupun CRI rendah. Jawaban Alasan CRI Deskripsi Benar Benar > 2,5 Tahu Konsep Benar Benar < 2,5 Tahu Konsep tetapi Kurang Yakin Benar Salah > 2,5 Miskonsepsi Benar Salah < 2,5 Tidak Tahu Konsep Salah Benar > 2,5 Miskonsepsi Salah Benar < 2,5 Tidak Tahu Konsep Salah Salah > 2,5 Miskonsepsi Salah Salah < 2,5 Tidak Tahu Konsep Analisis yang digunakan untuk mencari persentase siswa dalam menjawab soal beserta tingkat keyakinannya menjadi kelompok berkategori tahu konsep, miskonsepsi dan tidak tahu konsep, adalah sebagai berikut: P=
x 100%
Keterangan: f = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya N = Number ofcases (jumlah frekuensi/banyaknya individu) P = Angka persentase Kelompok Hasil analisis data ini selanjutnya akan mengarah pada kesimpulan. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan cara menggunakan triangulasi metode. Dalam hal ini triangulasi adalah obsrvasi, tes dan dokumentasi. Adapun tahap-tahap penelitian ini yaitu tahap pendahuluan, tahap pengembangan desain dan tahap dan tahap pengumpulan data.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan Deskripsi Hasil Penelitian Pada dasarnya tujuan utama penelitian ini adalah mendeskripsikan gambaran miskonsepsi siswa pada materi asam basa. Untuk melihat miskonsepsi siswa pada materi asam basa telah digunakan instrument tes objektif beralasan terbuka menggunakan metode Certainty of Response Index (CRI). Berikut ini tabulasi data miskonsepsi siswa pada materi asam basa dengan 9 indikator yang terdiri dari 20 item soal sebagai berikut: Tabel 3. Persentase Siswa Berdasarkan Jawaban dan Indeks CRI Pada Materi Asam Basa Indikator Presentase (%) No Soal TK TKKY TTK MK 1 1 23,8 0 28,6 47,6 2 23,8 4,76 19 52,4 10 0 0 33 67 2 5 28,6 9,52 19 42,9 6 14 0 19 67 14 4,8 0 43 52 3 8 4,8 0 24 71 4 9 14 4,8 9,5 71 12 14,3 0 33,3 52,4 11 0 0 38 62 5 3 19 4,76 38,1 38,1 6 13 19 0 28,6 52,4 20 19 4,76 28,6 47,6 7 4 14 0 29 57 15 19 4,8 33 43 18 0 0 52 48 8 7 19 14,3 33,3 33,3 16 0 0 62 38 9 17 33,3 0 23,8 42,9 19 14 0 29 57 Rata-rata 14,3 2,38 31,2 52,1 Keterangan: TK = Tahu Konsep TKKY = Tahu Konsep tetapi Kurang Yakin TTK = Tidak Tahu Konsep MK = Miskonsepsi
Hasil akhir presentase siswa pada materi asam basa di SMA Negeri 1 Bonepantai didominasi pada kategori Miskonsepsi “MK” dengan rata-rata presentase sebesar 52,14%. Sedangkan presentase pada kategori Tahu Konsep Kurang Yakin “TKKY sebesar 2,38%, presentase pada kategori Tahu Konsep “TK” sebesar 14,29% dan pada kategori Tidak Tahu Konsep “TTK” yaitu sebesar 31,19%. Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase tertinggi terdapat pada soal nomor 8 dan 9 yaitu dengan persentase sebesar 71%. Pembahasan Berdasarkan deskripsi miskonsepsi siswa pada materi asam basa menunjukkan bahwa metode CRI efektif untuk menganalisis siswa yang mengalami miskonsepsi. Siswa mengalami miskonsepsi atau tidak paham konsep dapat dibedakan dengan menggunakan CRI dengan modifikasi pada kategori tingkat pemahaman yang terdiri atas: 1). Siswa yang menjawab dengan keyakinan yang tinggi namun menjawab dengan pilihan jawaban yang salah serta alasan yang salah, 2). Siswa yang menjawab dengan pilihan jawaban yang benar dengan keyakinan yang tinggi namun memberikan alasan yang salah, 3). Siswa yang memberikan alasan yang benar dengan keyakinan yang tinggi namun memberikan jawaban yang salah. Persentase siswa yang paham konsep, miskonsepsi, dan tidak paham konsep pada tiap-tiap butir soal yang dilihat pada tabel 3 yang menunjukkan bahwa pada masing-masing indikator masih banyak miskonsepsi siswa dan juga banyak yang siswa tidak pahami, sedangkan siswa yang paham konsep jumlahnya sedikit. Adapun kemungkinan penyebab miskonsepsi pada siswa antara lain: buku dimana penggunaan bahasa yang terlalu sulit dan kompleks terkadang membuat anak tidak dapat mencerna dengan baik apa yang tertulis dalam buku (Liliawati dan Ramalis 2008), pemikiran asosiatif (pemikiran yang berbeda) dimana kata dan istilah yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran diasosiasikan lain oleh siswa (Marshall dan Gilmour 1990), alasan yang tidak lengkap (reasoning) dimana informasi atau data yang diperoleh dari guru pada saat proses pembelajaran tidak mereka tangkap secara penuh sehingga siswa keliru dalam menarik kesimpulan (Comins 1994), intuisi (perasaan dalam diri seseorang) dimana intuitisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkap sikap atau gagasannya tentang sesuatu secara objektif dan rasioanal sebelum diteliti. Pemikiran intuisi ini biasanya berasal dari pengamatan akan benda atau kejadian yang terus menerus. Akhirnya secara spontan, bila menghadapi persolan kimia tertentu, akan muncul dalam benak siswa adalah pengertian spontan itu. Jika pengertian spontan ini keliru, maka dapat menyebabkan miskonsepsi (Suparno 2005), kemampuan siswa
dimana siswa yang kurang mampu dalam mengusai dan mempelajari IPA sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar meskipun guru telah menyampaikan bahan ajar dengan benar dan pelan pelan serta buku teks ditulis dengan benar sesuai dengan pengertian para ahli, pengertian yang mereka tangkap dapat tidak lengkap atau bahkan salah (Suparno 2005). dan minat siswa dimana minat siswa terhadap IPA juga bepengaruh pada moskonsepsi. Siswa yang tidak tertarik atau benci pada IPA, biasanya kurang berminat untuk belajar IPA atau kurang memperhatikan penjelasana guru tentang materi yang sedang disampaikan (Suparno 2005). Kebanyakan siswa sekarang belajar hanya untuk mendapatkan nilai tetapi tidak memperluas pengetahuan yang mereka dapatkan. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari siswa kelas XI IPA 2 di SMA Negeri 1 Bonepantai dengan menggunakan tes pilihan ganda beralasan terbuka dengan metode CRI dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi siswa pada materi asam basa kelas XI IPA 2 di SMAN 1 berada dalam kategori tinggi yaitu nilai rata-rata sebesar 52,14%, tahu konsep nilai rata-rata 14,29%, tahu konsep tetapi kurang yakin nilai rata-rata 2,38% dan tidak tahu konsep nilai rata-rata sebesar 31,19%. kemungkinan penyebab miskonsepsi pada siswa antara lain: buku, pemikiran asosiatif (pemikiran yang berbeda), alasan yang tidak lengkap (reasoning), intuisi (perasaan dalam diri seseorang), kemampuan memahami dan minat siswa. Saran 1. Bagi guru dapat melakukan apersepsi yang berkaitan dengan konsep pembelajaran pada saat awal pembelajaran. Sehingga siswa mendapatkan gambaran konsep awal yang benar untuk mempelajari konsep-konsep selanjutnya. Selain itu, apabila ditemukan miskonsepsi pada siswa, hendaknya guru memperbaiki miskonsepsi tersebut dengan cara menjelaskan konsep yang benar kepada siswa. 2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian remediasi penanggulangan miskonsepsi. 3. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai penyebab miskonsepsi agar dapat dijadikan refleksi bagi guru kimia dalam melakukan pembelajaran. 4. Bagi pembaca, metode CRI (Certainty of Response Index) diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan penelitian analisis miskonsepsi.
Daftar Pustaka Adodo, S O. 2013. Effects of Two-Tier Multiple Choice Diagnostic assessment items on Students’ Learning Outcome n Basic Science Technology (BST). MCSERCEMAS-Sapienca University of Rome:mAcademic Journal of Interdisciplinary Studies. Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Hasan, Saleem et.al. 1999. Misconceptions and the Certainty of Response Index (CRI). Journal of Phys. Educ. Vol. V. Kean, E. & Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Kimia Dasar. Terjemahan oleh Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: PT. Gramedia. Mahardika, Ria. 2014. Identifikasi miskonsepsi siswa menggunakan certainty of response index (CRI) dan wawancara diagnosis pada konsep sel. Jakarta. Nazar, Muhamad, Sulastri, Sri Winarni, dan Rakhmi Fitriana. 2009. Identifikasi Miskonsepsi Siswa SMA Pada Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi. Vol. 5 Ormrod, Jeanne Ellis. 2009. Psikologi pendidikan membantu siswa tumbuh dan berkembang. Jilid I. Jakarta: Erlangga. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Jakarta: Alfabeta, Cet. IV. Suniati, Ni Made Sari, Wayan Sadia, dan Anggan Suhanda. 2013. Pengaruh implemtasi pembelajaran kontekstual berbantuan multimedia interaktif tehadap penurunan miskonsepsi. e-Journal Program Pascasarjna Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Administrasi Pendidikan. Vol. 4. Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: PT. Grasindo, Cet. I. Tayubi, Yuyu R. 2005. Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI). Jurnal Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Vol. 24.