perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi) DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PERKARA YANG DIAJUKAN SECARA PRODEO DAN IMPLIKASI YURIDISNYA DI PENGADILAN AGAMA KARANGANYAR (Studi Kasus No.414/Pdt.G/2006/PA.KRA)
Oleh Arif Yudisaputro NIM. E0006084
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 27 Juli 2010
Pembimbing I
Pembimbing II
Soehartono, S.H.,M.Hum NIP. 195604251985031002
Syafrudin Yudowibowo, S.H.,M.H NIP. 197511302005011001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PERKARA YANG DIAJUKAN SECARA PRODEO DAN IMPLIKASI YURIDISNYA DI PENGADILAN AGAMA KARANGAYAR (STUDI PUTUSAN Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA). Oleh: ARIF YUDISAPUTRO NIM E.0006084 Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Selasa
Tanggal
: 10 Agustus 2010
DEWAN PENGUJI : …………………………
(1) Harjono, S.H., M. H. Ketua
(2) Syafrudin Yudowibowo, S.H., M.H. :………………………… Sekretaris :…………………………
(3) Soehartono, S.H., M.Hum. Anggota
Mengetahui: Dekan,
Moh. Jamin, S.H, M.Hum commit to198601 user 1001 NIP. 19610930
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Arif Yudisaputro
NIM
: E0006084
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara yang diajukan secara prodeo dan implikasi yuridisnya di Pengadilan Agama Karanganyar (Studi Kasus No.414/Pdt.G/2006/PA.KRA) adalah betul-betul karya sendiri. Halhal yang bukan karya saya dalam Penulisan Hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan Penulisan Hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 27 Juli 2010 yang membuat pernyataan
Arif Yudisaputro NIM. E0006084
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Arif yudisaputro, E0006084. 2010. DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PERKARA YANG DIAJUKAN SECARA PRODEO DAN IMPLIKASI YURIDISNYA DI PENGADILAN AGAMA KARANGANYAR (Studi Kasus No.414/Pdt.G/2006/PA.KRA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar dan untuk mengetahui implikasi yuridis pemeriksaan perkara secara Prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA. Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Agama Karanganyar karena di Pengadilan Agama ini pernah diputus perkara cerai talak yaitu perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA. Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu hasil wawancara Hakim Anggota Pemeriksa perkara dan data sekunder berupa putusan Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA serta literatur-literatur lain yang menunjang penelitian ini yang diperoleh dari studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan studi kepustakaan dengan teknik analisa data kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semua perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama yang diatur dalam pasal 49 UU Nomor 3 tahun 2006 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dapat diajukan izin pemeriksaannya secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar. Karena berdasarkan pasal 237 HIR hanya menegaskan diperbolehkannya berperkara secara prodeo bagi para pihak tidak mampu membayar biaya perkara tetapi tidak menyebutkan jenis-jenis perkaranya. Pemberian izin berperkara secara Prodeo ini juga diberikan hakim setelah mempertimbangkan alat bukti yang diajukan pemohon yang menunjukkan bahwa pemohon adalah benar orang yang tidak mampu ekonominya. Implikasi yuridis perkara yang diperiksa secara Prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan karena hakim mempertimbangkan kondisi ekonomi pemohon yang serba kekurangan, hakim tidak membebankan dalam putusannya kepada Pemohon untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam akibat putusnya perkawinannya karena cerai Talak kepada Termohon yaitu bekas isrinya. Kata Kunci: Implikasi Yuridis, Pertimbangan Hakim, Perkara Prodeo. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Arif Yudisaputro, E006084, 2010, THE JUDGE’S RATIONALE IN SENTENCING THE CASE FILED IN PRODEO MANNER AND ITS JURIDICAL IMPLICATION IN RELIGION COURT OF KARANGANYAR (A CASE STUDY NO. 414/PDT.G/2006/PA.KRA). Law Faculty of Sebelas Maret University. This research aims the judge’s rationale in giving permission for Prodeo case in Karanganyar Religion Court and to find out the juridical implication of the examination of Prodeo Case on the judge’s rationale in sentencing the case Number 414/PDT.G/2006/PA.KRA. This study belongs to an empirical research that is descriptive in nature. This research was taken place in Karanganyar Religion Court because here the Case number 414/PDT.G/2006/PA.KRA had been decided. The data types employed were primary one, namely, the result of interview with the member of Judge examining the case and secondary one, namely, the decision number 414/PDT.G/2006/PA.KRA. Techniques of collecting data used were interview and library study using qualitative data analysis technique. Based on research conducted, it can be concluded that all cases that the authority of religious courts provided for in Article 49 of Law No. 3 of 2006 Amendment of Law Number 7 Year 1989 About the Religious Courts may permit the examination be filed without cost in Karanganyar Religious Court. Because the basis of Article 237 HIR only highlights the permissibility of litigants are without cost to the parties can not afford the legal costs but does not mention the types of case. The granting of this without cost litigants are also given the judge after considering the evidence filed by the applicant to show that the applicant is the right person who can not afford its economy. Juridical implications cases are examined by the judge without cost to the basic consideration in the verdict because the judge considering the economic conditions that deprived the petitioner, the judge did not impose its decision to the applicant to meet their obligations under Article 149 of Islamic Law Compilation marriage breakup due to divorce due to the Respondent is the former wife. Keywords: Juridical Implication, Judge’s rationale, Prodeo Case
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Moto dan Persembahan “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu selau menjadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Berlaku adil-lah, karena adil lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan’’ ( Qs. Al Maidah : 8 ) “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada mereka yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha meliahat” ( Qs. An-Nisa’ : 58 ) “ Barang Siapa yang keluar rumah untuk belajar ilmu pengetahuan, maka ia telah berjalan fisabilillah sampai ia kembali kerumahnya “. ( Hr. Tirmidzi dari Anas)
Karya kecil ini aku persembahan untuk:
Allah Swt Raja manusia pemilik rohku
Bapak dan Ibuku yang tercinta Yang selalu memberiku cinta, semangat, kesabaran dan dukungan tanpa kalian aku bukan siapa-siapa. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkat, rahmat dan kasih sayang-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) dengan judul: DASAR PERTIMBANGAN
HAKIM
DALAM
MENJATUHKAN
PUTUSAN
PERKARA YANG DIAJUKAN SECARA PRODEO DAN IMPLIKASI YURIDISNYA
DI
PENGADILAN
AGAMA
KARANGAYAR
(STUDI
PUTUSAN Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA). Penulisan hukum (skripsi) ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian guna emperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini bukan semata-mata hasil jerih payah penulis, melainkan juga berkat bimbingan, dorongan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof.Dr.dr. Much Syamsul Hadi, Sp.KJ. Selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret; 3. Bapak Prasetyo Hadi Purwandoko, S.H., M.S. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian; 4. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin, kesempatan, dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini; 5. Bapak Soehartono, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan penulisan commit to user hukum (skripsi) ini;
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak Syafrudin Yudowibowo, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini; 7. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H.,MH. selaku Pembimbing Akademik penulis atas segala bimbingan dan pengarahan selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitaas Sebelas Maret Surakarta; 8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu hukum kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; 9. Segenap karyawan dan karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; 10. Bapak Drs. H. Ahmad Akhsin, S.H. Selaku Ketua Pengadilan Agama Karanganyar yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Pengadilan Agama Karangayar; 11. Bapak Qomaroni, S.H. selaku Hakim Pengadilan Agama Karangayar yang telah membantu penulis dalam memberikan bantuan informasi mengenai data yang diperlukan penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai; 12. Ibu Tri Purwani SH, atas bantuan mengurus ijin dan kesediaannya dalam memberikan bimbingan serta memberikan pengarahan; 13. Seluruh Staf dan Karyawan Pengadilan Agama Karanganyar atas waktu, informasi dan bantuannya; 14. Keluarga besar penulis, Kedua orang tua tercinta, Ayahanda dan Ibunda, yang telah memberikan segalanya dalam kehidupan Penulis, baik materiil maupun spirituil. Tidak ada kata yang dapat mewakili rasa terima kasih Ananda yang dapat menggantikan budi baik Ayahanda dan Ibunda. Semoga Ananda dapat mambahagiakan kalian dengan memenuhi harapan kalian; 15. Usztad Ahmad Yani, L.c. terimaksih untuk nasihatnya kesabarannnya commit to Pengasuh user dalam mendidik penulis dan sebagai di Pesma Arroyan Solo.
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16. Sahabat-sahabatku, Rizky Amalia, Rud Tomico El Umam, Arshinta Puspitasari, Galuh Citra Nugraheni, Diah Kartika (toto), Dwi Wahyu Julianto (wece), yang ngisi waktu-waktu penulis selama penulis menempuh perkuliahan, disela-sela kuliah, lagi gak kuliah, refreshing, jalan-jalan, bengong, sedih, senang, gila-gilaan sama-sama, buang-buang uang buat makan enak, kumpul-kumpul gak jelas dan suatu saat jika sudah sukses kelak kita dapat berbagi cerita lagi. 17. Keluarga besar Pesantren Mahasiswa Arroyan Solo yang menemani penulis belajar menjadi santri; 18. Dosen dan Teman-teman di PUSAT KAJIAN KONSTITUSI DAN HAK ASASI MANUSIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
(P3KHAM
UNS) tempat penulis banyak menimba ilmu diluar dari kelas pekuliahan; 19. Teman-teman di BEM UNS KABINET BERKOBAR, khususnya Departemen Dalam Negri divisi Advokasi tempat penulis belajar untuk mengaktualisasikan diri; 20. Temen-temen di FOSMI FH UNS terimakasih atas kebersamaanya; 21. Teman-teman Ndalem Pager Ijo, Yulian Amin Rais, Abdul Aziz, Hari Sulistyono,
M.
Iqomudin,
Prastowo
Aji
Nugroho,
mas
Iwan
Aprilianto,S.E. yang nemenin hari-hari penulis sementara mengisi waktu senggang bersantai di vila pager ijo; 22. Ervina Dwi Jayanti yang udah kasih semangat, dukungan, dan sudah bantuin buat ngerjain skripsi (ngecek EYD,Dsb); 23. Seluruh teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2006 atas kebersamaanya menemani penulis menimba ilmu di FH UNS; 24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan hukum (skripsi) ini; Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membaca dan memerlukan.
Surakarta, Juli 2010 commit to user
x
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………………
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………....................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI …………………............……...
iii
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................
iv
ABSTRAK………………………………………………………………….
v
ABSTRACT………………………………………………………………..
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN..........................…………………………
vii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
xi
DAFTAR BAGAN…………………………………………………………
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN……………………………………………..
1
A. Latar Belakang ...............……...........………………………
1
B. Rumusan Masalah …………………………………………
4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………...…...
4
D. Manfaat Penelitian ………………………………………....
5
E. Metode Penelitian …………………………………………
5
F. Sistematika Penulisan Hukum ……………………………..
13
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….
15
A. Tinjauan tentang Pengadilan Agama
15
1. Pengertian dan Dasar Hukum Acara Peradilan Agama………………………………………………
15
2. Asas-asas Umum Peradilan Agama………………...
18
3. Kompetensi Badan-badan Pengadilan……………...
21
4. Kewenangan Mengadili Oleh Pengadilan Agama...
26
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Tinjauan tentang Proses Berperkara di Pengadilan Agama
29
1. Perkara di Pengadilan Agama ……………………… 29 2. Prosedur dan Proses Berperkara di Pengadilan Agama………………………………………………. 30 3. Produk Peradilan Agama............................................
C. Tinjauan tentang Prodeo.
32
35
1. Pengertian Prodeo…………………………………..
35
2. Berperkara Perdata Secara Prodeo di Pengadilan Agama………………………………………………. 36
BAB III
D. Kerangka Pemikiran…………………………………….
40
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………
43
A. Hasil Penelitian .....................................................................
43
B. Pembahasan ..........................................................................
50
1. Pertimbangan
Hakim
Dalam
Memberikan
Izin
Berperkara Secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar…………………………………………….. 50 2. Implikasi Yuridis Pemeriksaan Secara Prodeo Terhadap Dasar Putusan
Pertimbangan Pada
Hakim
Perkara
Dalam
Cerai
Menjatuhkan
Talak
Nomor
414.pdt.G/2006/P.A.KRA………………………………
BAB IV
55
PENUTUP……………………………………………………… 59 A. Simpulan …….....………………………………………......
59
B. Saran ………………………………………………..............
60
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Gambar 1. Model Analisis Interaktif …..………………………………… 12 Gambar 2. Kerangka pemikiran…………………………………………… 40
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Arif yudisaputro, E0006084. 2010. DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PERKARA YANG DIAJUKAN SECARA PRODEO DAN IMPLIKASI YURIDISNYA DI PENGADILAN AGAMA KARANGANYAR (Studi Kasus No.414/Pdt.G/2006/PA.KRA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar dan untuk mengetahui implikasi yuridis pemeriksaan perkara secara Prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA. Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Agama Karanganyar karena di Pengadilan Agama ini pernah diputus perkara cerai talak yaitu perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA. Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu hasil wawancara Hakim Anggota Pemeriksa perkara dan data sekunder berupa putusan Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA serta literatur-literatur lain yang menunjang penelitian ini yang diperoleh dari studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan studi kepustakaan dengan teknik analisa data kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semua perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama yang diatur dalam pasal 49 UU Nomor 3 tahun 2006 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dapat diajukan izin pemeriksaannya secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar. Karena berdasarkan pasal 237 HIR hanya menegaskan diperbolehkannya berperkara secara prodeo bagi para pihak tidak mampu membayar biaya perkara tetapi tidak menyebutkan jenis-jenis perkaranya. Pemberian izin berperkara secara Prodeo ini juga diberikan hakim setelah mempertimbangkan alat bukti yang diajukan pemohon yang menunjukkan bahwa pemohon adalah benar orang yang tidak mampu ekonominya. Implikasi yuridis perkara yang diperiksa secara Prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan karena hakim mempertimbangkan kondisi ekonomi pemohon yang serba kekurangan, hakim tidak membebankan dalam putusannya kepada Pemohon untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam akibat putusnya perkawinannya karena cerai Talak kepada Termohon yaitu bekas isrinya. Kata Kunci: Implikasi Yuridis, Pertimbangan Hakim, Perkara Prodeo. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia dalam kehidupannya harus saling
berhubungan
antara
manusia satu dengan manusia lainya, baik secara individu maupun kelompok. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya antara manusia satu dengan manusia yang lain dapat saling berhubungan dengan cara saling bekerja sama dan tolong menolong. Hal itu dilakukan karena manusia dalam hidupnya tidak dapat hidup secara menyendiri. Dengan adanya hal tersebut maka dibentuklah berbagai peraturan hukum yang mengatur berbagai hal yang terjadi sepanjang kehidupan manusia yaitu sejak lahir hingga kemudian kematian merenggutnya. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu harus berdasarkan pada hukum yang berlaku di negara RI. Mengenai pelayanan dan bantuan hukum juga harus terus ditingkatkan agar
masyarakat
pencari
keadilan
dapat
dengan
mudah
memperoleh
perlindungan hukum secara lancar, cepat dan tepat. Dalam rangka mewujudkan keadilan dan perlindungan hukum, perlu terus diupayakan agar proses peradilan lebih disederhanakan, cepat dan tepat dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berpijak dari itulah ternyata begitu pentingnya hukum di negara Indonesia, dimana hukum bertujuan untuk melindungi masyarakat dan memberikan keadilan serta ketentraman hidup dalam bernegara. Selain itu setiap orang juga berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum ( Pasal 28 D ayat (1) UndangUndang Dasar 1945). Dalam
kehidupan masyarakat tidak menutup kemungkinan terdapat
perbedaan-perbedaan kepentingan hukum antar anggotanya, bahkan perbedaan tersebut dapat menimbulkan pertentangan hukum antar anggota-anggota masyarakat. Ketika pertentangan ini terjadi diantara masyarakat, maka akan muncul suatu perkara hukum. Demi terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis, maka setiap perkara hukum yang timbul haruslah mendapatkan penyelesaian. Penyelesaian yang terbaik adalah dengan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat di antara para pihak yang berperkara. Tercapainya suatu mufakat dipandang telah dapat menyelesaikan perkara hukum mereka secara damai dan kekeluargaan, sehingga di dalam kehidupan masyarakat tidak timbul pertentangan kepentingan. Apabila ternyata penyelesaian perkara melalui jalan musyawarah tidak berhasil, maka perkara tersebut dapat diselesaikan melalui badan peradilan. Tujuan dilakukannya gugatan oleh pihak yang merasa haknya telah dilanggar oleh pihak lain adalah untuk mendapatkan perlindungan hak serta perlindungan hukum dari pengadilan. Dalam beracara di Peradilan Agama, untuk mengajukan gugatan haruslah membayar biaya perkara. Hal ini sesuai Pasal 2 ayat (4), Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 121 ayat (4), Pasal 182, Pasal 183 HIR/ Pasal 145, Pasal 193, Pasal 194 RBg. Namun demikian bagi anggota masyarakat yang tergolong tidak mampu membayar biaya perkara, juga harus mendapatkan pelayanan hukum yang sama. Sesuai dengan amanat Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, golongan masyarakat yang tidak mampu ini tetap berhak mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan atau pelayanan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
hukum yang sama dihadapan hukum dengan warga negara Indonesia yang lainya, termasuk pula dalam hal beracara didalam pengadilan. Golongan masyarakat seperti ini sudah sepatutnya pula mendapat bantuan hukum untuk beracara, salah satu bentuk bantuan hukum yang dapat diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu dalam beracara perdata adalah diperbolehkannya untuk mengajukan perkara perdata tanpa biaya perkara (Prodeo), hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 237 sampai Pasal 245 HIR (Yahya Harahap, 2007:92). kemudian Pasal 56 ayat (2) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 60 B ayat (2) Undangundang No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Berkaitan dengan berperkara secara prodeo ini, masih banyak hal-hal yang perlu diteliti dan dilihat lebih jauh. Mengingat petingnya pengetahuan mengenai berperkara secara prodeo dimana dalam prakteknya di Pengadilan Agama Karanganyar juga ditemukan penyelesaian perkara dengan cara prodeo pada perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA yaitu perkara permohonan cerai talak yang diperiksa secara prodeo dengan menggunakan prosedur pemeriksaan yang berbeda dengan pengajuan perkara yang menggunakan biaya. Berdasarkan uraian latar belakang memfokuskan
tersebut, penulis tertarik dalam penulisan hukum ini
penelitian
PERTIMBANGAN
dengan
HAKIM
judul
“DASAR
MENJATUHKAN
PUTUSAN
mengambil
DALAM
PERKARA YANG DIAJUKAN SECARA PRODEO DAN IMPLIKASI YURIDISNYA DI PENGADILAN AGAMA KARANGAYAR (STUDI PUTUSAN Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA)”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar? 2. Apa implikasi yuridis perkara yang diperiksa secara prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini adalah: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar. b. Untuk mengetahui implikasi yuridis perkara yang diperiksa secara prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam memperluas pemahaman arti pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktik, khususnya Hukum Acara Peradilan Agama. b. Untuk memperoleh data yang lengkap sebagai bahan utama guna penyusunan penulisan hukum (skripsi) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi kepada pembaca dan masyarakat pada umumnya tentang pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar. c. Mengetahui implikasi yuridis perkara yang diperiksa secara prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA 2. Manfaat Teoritis a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah kontribusi dan pengembangan bagi ilmu hukum pada umumnya, dan Hukum Acara Peradilan Agama pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan serta referensi bagi penelitian yang dilakukan selanjutnya. E. Metode Penelitian. Istilah “Metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan kemungkinan sebagai berikut: 1.
Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian
2.
Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.
3. Cara
tertentu
untuk
melaksanakan
(Soerjono Soekanto, 2007:5) commit to user
suatu
prosedur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan (Soerjono Soekanto,2007:43). Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara untuk memecahkan masalah dengan jalan menemukan, mengumpulkan, menyusun data guna mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang hasilnya dituangkan dalam penulisan ilmiah (skripsi). Adapun metode penelitian dalam penulisan hukum ini meliputi: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris atau sosiologis. “pada penelitian hukum empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data skunder, kemudian dilanjutkan
pada
data
primer
di
lapangan,
atau
terhadap
masyarakat”(Soerjono Sukanto,2007:52). Penelitian ini mengkaji mengenai apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar serta implikasi yuridis pemeriksaan
perkara secara
prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan di Pengadilan Agama Karanganyar melaui suatu proses wawancara yang dilakukan peneliti dengan pertanyaan
mengenai
pengetahuan serta
pengalaman hakim untuk memperoleh kebenaran fakta dalam kehidupan nyata yang didukung dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
berlaku dan studi kepustakaan, sehingga penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Menurut Soerjono
Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2007:10). Penelitian ini memberikan gambaran yang lengkap mengenai apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar serta implikasi yuridis pemeriksaan perkara secara Prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan di Pengadilan Agama Karanganyar 3. Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian penulisan hukum ini adalah Pengadilan Agama Karanganyar. Lokasi tersebut dipilih karena berkas perkara yang dikaji dalam penelitian hukum ini diperiksa dan diputus di Pengadilan Agama Karanganyar, sehingga berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 4. Jenis Data Secara umum, maka di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dinamakan data commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
primer, sedangkan yang dipeoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder ( Soerjono Soekanto, 2007 : 51). Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan atau di lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dari sejumlah fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, data primer berupa hasil wawancara dengan Qomaroni, S.H Anggota Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 414/Pdt.G/2006/PA. KRA. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri
Putusan
Pengadilan
Agama
Karanganyar
Nomor
Nomor
414/Pdt.G/2006/PA.KRA serta dari peraturan perundang-undangan, bukubuku, dokumen, bahan-bahan kepustakaan dan sumber tertulis lainnya. 5. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sumber Data Primer Merupakan sumber data yang berasal dari pihak-pihak yang ada hubungannya langsung dengan masalah dalam penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Agama Karanganyar yang mengetahui dan memiliki pengalaman mengenai obyek penelitian, yaitu Qomaroni, S.H sebagai Anggota Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 414/Pdt.G/2006/PA.KRA commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
b.
Sumber Data Sekunder Merupakan sumber data yang mendukung sumber data primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti penulis, antara lain Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan ke dua atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, bahan hukum sekunder berupa buku-buku di bidang hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang perkara
serta
putusan
Pengadilan
diteliti dan berkas
Agama
Karanganyar
Nomor.414.pdt.G/2006/PA.KRA tentang perkara permohonan cerai talak yang diajukan secara prodeo. 6. Teknik Pengumpulan Data a. Interview (Wawancara) Wawancara merupakan cara memperoleh data dengan cara melakukan tanya jawab
secara
mendalam
dengan
sumber
data primer, yaitu
Qomaroni, SH sebagai Anggota Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara
Nomor.414.pdt.G/2006/PA.KRA.
Dengan
teknik
wawancara mendalam ini akan mengungkap pengalaman dan pengetahuan ekspilisit dari hakim di Pengadilan. Dengan begitu penulis membuat responden lebih terbuka dan leluasa dalam memberikan informasi atau data, untuk mengemukakan pengetahuan dan pengalamannya terutama yang berkaitan dengan apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar serta implikasi yuridis pemeriksaan perkara secara Prodeo terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan di Pengadilan Agama Karanganyar. Sebagai jawaban terhadap permasalahan penelitian, sehingga terjadi diskusi, dengan hakim pengadilan mengenai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
teknis persidangan dan fakta-fakta hukum yang terjadi di persidangan sebagai pemecah permasalahan agar muncul wacana yang detail dan mengarah untuk menjawab permasalahan penelitian. (Hamidi, 2004:71).
b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data skunder, yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian terdahulu, dan bahan kepustakaan lain yang digunakan sebagai acuan penulis yang tentunya berkaitan dengan masalah yang diteliti. 7. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif dengan interaktif model yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul maka tiga komponen teresbut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan (H.B. Sutopo, 2002 : 8). Menurut H.B. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah : a. Reduksi Data Merupakan proses seleksi, penyederhanaan dan abstraksi dari data (fieldnote). b. Penyajian Data Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. c. Kesimpulan dan Verifikasi Dari permulaan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposi. Kesimpulan akan ditangani dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan telah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan pokok. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran Penganalisis selama ia menulis, atau mungkin dengan seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali (HB. Sutopo, 2002 : 97). Dalam pengumpulan data peneliti harus sudah memahami arti berbagai hal yang ditemui. Dengan melakukan pencatatan peraturanperaturan dan pola-pola, pernyataan-pernyataan dan konfigurasi yang mungkin, arahan, sebab akibat, dan berbagai kemungkinan, kesimpulan perlu
dipastikan
agar
cukup
mantap
dipertanggungjawabkan.
commit to user
dan
benar-benar
bisa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Untuk lebih jelasnya, analisis data kualitatif model interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan/ verifikasi
Gambar 1. Model Analisis Interaktif (H.B. Sutopo . 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif) Maksud model analisis interaktif ini, pada waktu pengumpulan data Peneliti selalu membuat reduksi dan sajian data. Reduksi dan sajian data harus disusun pada waktu Peneliti sudah memperoleh unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian. Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, Peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan pada semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. Jika kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajiannya, maka Peneliti dapat kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (HB. Sutopo, 2002 : 95 – 96). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sitematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baku dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sitematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan A. Latar belakang masalah B. Rumusan masalah C. Tujuan penelitian D. Manfaat penelitian E. Metode penelitian F. Sistematika penulisan hukum
BAB II
: Tinjauan Pustaka A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Peradilan Agama 2. Tinjauan tentang proses berpekara di Pengadilan Agama 3. Tinjauan tentang prodeo B. Kerangka Pemikiran
BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian B. Pembahasan 1. Pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
2. Implikasi yuridis penanganan perkara secara prodeo terhadap dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pada Perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA BAB IV : Penutup A. Simpulan B. Saran Daftar Pustaka Lampiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pengadilan Agama. 1). Penggertian dan Dasar Hukum Acara Peradilan Agama. Hukum Acara Peradilan Agama ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mentaatinya hukum perdata materil dengan perantara hakim atau cara bagaimana bertindak di muka Pengadilan Agama dan bagaimana cara hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya (H.A.Mukti Arto, 2008:7). Pada Pasal 54 UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebutkan bahwa: “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkup peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini” Perkara-perkara dalam bidang perkawinan berlaku hukum acara khusus dan selebihnya berlaku hukum acara perdata pada umumnya, hukum acara khusus ini meliputi kewenangan relatif Pengadilan Agama, pemanggilan, pembuktian, biaya perkara serta pelaksanaan putusan. Perkara pada pengadilan agama memiliki kekhususan dibanding dengan perkara di Pengadilan Umum, Kekhususan tersebut terletak pada nilai transendensi perkara yang ada. Maksudnya bahwa perkawinan bukanlah sekedar ikatan hukum perdata yang hanya melibatkan dua belah pihak, tetapi jauh dari itu perkawinan adalah ikatan yang melibatkan dua belah pihak dan Tuhan.(Eko Riadi,2007:8)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Hukum acara peradilan Islam disebutkan dalam Hadits Rosullulah SAW, yang artinya: “aku (kata Rosullulah SAW) diperintahkan oleh Allah untuk menyelesaikan suatu perkara menurut dhohirnya saja, sedangkan perkara sir (hakekat) hanya Allah saja yang tahu” ( Roihan A.Rasyid, 2000:10). Kata “Dhohir” disini bukanlah kebenaran formal menurut istilah acara perdata umum, tetapi maksudnya adalah kebenaran hakekat secara formil atau kebenaran materil menurut kemampuan manusia. Kata “Dhohir” adalah seluruh daya dan upaya kemampuan manusia dalam mempertimbangkan serta memutus suatu perkara yang didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku baik formil maupun materil. Karena wewenang peradilan agama mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia dan Syariat Islam sekaligus, maka Pengadilan Agama disebut juga peradilan Islam di Indonesia (Roihan A.Rasyid, 2000: 10). Nilai-nilai hukum Islam di Indonesia di akomodir dalam banyak peraturan perundang-undangan. Kondisi Islam menunjukkan tanda-tanda positif seperti yang disampaikan Howard M. Federspiel yaitu: “Islam in Indonesia is now finding a new place in society and politics following the demise of New Order. Overall, the position of Islam and the range of its activities is benign. It provides values of considerable worth to its followers and to the Indonesian Republic.. “Islam di Indonesia sekarang ini menemukan tempat dihati masyarakat dan dunia politik, posisi dalam Islam dan juga perluasan aktivitasnya berjalan dengan sangat baik. Islam memberikan nilai yang dianggap sangat tinggi bagi pemeluknya
dan
juga
bagi
Republik
Indonesia
(Howard
M.
Federspiel,2002:10). Selain dari Hukum Acara Perdata di Pengadilan Umum yang berlaku di Pengadilan Agama, Hukum Acara Perdata khusus yang diatur dalam UU No. 7 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Tahun 1989 jo.UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009 yang menjadi pijakan Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama, adalah bidang acara perdata yang menyangkut persengketaan dalam perkawinan. Hukum acara persengketaan dalam bidang perkawinan diatur dalam Pasal 65 sampai Pasal 91 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Sumber dan dasar hukum Peradilan Agama antara lain adalah sebagai berikut: a)
H.I.R (Het Herzine Indonesis Reglement) atau R.I.B (Reglement Indonesia yang diperbaharui), Stb. Tahun 1848 No.16, Stb. Tahun 1941 No. 44 untuk Jawa dan Madura.
b)
RBg.
(Rechtsreglement
Buitengwestten)
atau
Reglemen
Daerah
Seberang, Stb. Tahun 1927 No.227 untuk luar Jawa dan Madura. c)
Undang-undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan
d)
UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
e)
Yurisprudensi Mahkamah Agung
f)
UU No. 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
g)
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa
h)
Surat Edaran Mahkamah Agung ( SEMA) dan Instruksi Mahkamah Agung.
i)
Peraturan Mahkamah Agung.
j)
UU No.7 Tahun 1989 jo UU No.3 Tahun 2006 jo UU No.50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama.
k)
Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
l)
UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
m)
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
n)
Undang-undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
o)
Kitab-kitab Fiqih dan sumber tidak tertulis lainnya. (Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, 2009: 67-68).
2). Asas-asas Umum Peradilan Agama. Asas-asas merupakan pedoman umum dalam melaksanakan penerapan semangat undang-undang dan keseluruhan rumusan pasal. Oleh karna itu, pendekatan interprestasi,
penerapan,
dan pelaksanaanya tidak
boleh
menyimpang dan bertentangan dengan jiwa dan semangat yang tersurat dan tersirat dalam setiap asas; a) Asas Pesonalitas Ke Islaman. Dalam asas ini dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan Pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan meyelesaikan perkara-perkara antar orang-orang yang beragama Islam. Patokan asas personalitas keislaman didasarkan pada patokan umum dan patokan pada saat terjadi hubungan hukum. Patokan umum berarti apabila seseorang telah mengaku beragama Islam maka bagi dirinya telah melekat asas personalitas keislaman, patokan saat terjadinya hubungan hukum adalah pada saat terjadi hubungan hukum kedua belah pihak yang berperkara sama-sama beragama Islam dan hubungan hukum yang mereka laksanakan berdasarkan hukum Islam, maka sengketanya mutlak dan absolut tunduk menjadi kewenangan peradilan agama. b) Asas Kebebasan/Kemerdekaan. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia yang benar-benar dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
bernegara berdasarkan hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut, salah satu
perinsip
penting
negara
hukum
adalah
adanya
jaminan
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, dan bebas dari pengaruh
kekuasaan
lainnya
untuk
menjalankan
peradilan
guna
menegakkan hukum dan keadilan. c) Asas Upaya Mendamaikan Asas ini mewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara. Selama perkara belum diputus, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan pada semua tingkat pengadilan. Dengan adanya kesadaran perdamaian antara para pihak yang berperkara, tidak ada pihak yang dimenangkan dan dikalahkan atau win-win solution, sehingga kedua belah pihak pulih dalam suasana rukun dan persaudaraan. Peran hakim dalam mendamaikan para pihak yang berperkara terbatas pada anjuran, nasehat, penjelasan, dan memberi bantuan dalam perumusan sepanjang itu diminta oleh kedua belah pihak. d) Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum di Kecualikan Dalam Perceraian. Asas ini menerangkan bahwa jalannya persidangan tidak hanya diketahui oleh para pihak yang berperkara tetapi juga oleh publik. Tujuannya adalah agar persidangan berjalan
secara Fair, menghindari
adanya pemeriksaan yang sewenang-wenanng atau menyimpang. Pada prinsipnya, semua sidang pemeriksaan di pengadilan terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menetukan lain, atau hakim memerintahkan pemeriksaan keseluruahan atau sebagian tertutup untuk umum. Ketentuan sidang terbuka untuk umum dikecualikan dalam perkara perceraian, hal ini diatur dalam
Pasal 80 ayat (2) UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Aagama jo. Pasal 33 dan Pasal 21 PP No.9 Tahun 1975 Tentang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan pemeriksaan perkara perceraian tertutup untuk umum. e) Asas Legalitas. Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang, dan wewenang menegakkan hukum harus berlandaskan hukum serta tidak bertindak di luar hukum. Hakim dilarang menjatuhkan hukuman yang bertentangan dengan hukum. f) Asas Sedehana, Cepat, dan Biaya Ringan. Sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif. Yang dimaksud dengan biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat, namun demikian dalam pemeriksaan perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan. Tujuannya adalah agar pemeriksaan pengadilan relatif tidak memakan waktu lama sesuai dengan kesederhanaan hukum acara itu sendiri, serta proses persidangan yang tidak berbelit-belit. g) Asas Equality Asas yang artinya adalah persamaan hak dan kedudukan di depan hukum sehingga tidak boleh ada diskriminasi, yang membedakan kedudukan orang di depan sidang pengadilan. h) Asas Membantu Para Pencari Keadilan. Asas ini menjelaskan bahwa hakim tidak hanya berfungsi sebagai pemimpin jalannya persidangan dan mencari serta menentukan hukumnya tiap perkara yang dia tangani. Namun juga memberi solusi terbaik sekaligus memberi bantuan kepada para pihak yang berperkara secara obyektif dan menjunjung tinggi rasa keadilan untuk terwujudnya peradilan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Batas pemberian bantuan hakim dalam berperkara secara cuma-cuma (Prodeo) adalah memberi pengarahan mengenai tata cara izin Prodeo (Mardani,2009: 37-45). 3). Kompetensi Badan-badan Pengadilan. Tugas pokok dari Pengadilan adalah menyelenggarakan kekuasaan kehakiman yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara
yang
diajukan
kepadanya.
Masing-masing
badan
peradilan
mempunyai kekuasaan atau kewenanagan mengadili perkara-perkara tertentu. Kekuasaan badan peradilan yang satu berbeda dengan yang lainnya, karenanya itu dalam membuat dan mengajukan gugatan atau permohonan harus di perhatikan benar-benar diajukan ke badan peradilan apa yang berwenang mengadili secara absolut atas perkara tersebut. Kemudian kewenangan relatif, diajukan ke pengadilan mana dalam satu badan peradilan sesuai wilayah hukumnya masing-masing (Afandi Mansur, 2009:44). Kekuasaan kehakiman di Indonesia mengatur dua macam kompetensi antar badan peradilan, yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif. a) Kompetensi Absolut Menjalankan kekuasan kehakiman di Indonesia terdapat empat lingkungan peradilan yang mempunyai fungsi pelaksana masing-masing dan kewenangan masing-masing. Kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili berdasarkan materi hukum, batas antara masing-masing lingkungan ditentukan oleh bidang yurisdiksi yang dilimpahkan undang-undang. Empat lingkungan peradilan itu yaitu Peradilan Umum, Perdilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, Peradilan Militer. Kewenangan badan-badan peradilan disetiap lingkungan peradilan tujuannya agar tetap terbina peradilan yang tertib dalam pelaksanaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
kekuasaan kehakiman di setiap lingkungan peradilan dan tidak saling berebut kekuasaan untuk menerima, memeriksa dan memutus suatu perkara.(Mustofa, 2005: 9). Pembatasan kompetensi ini akan memberikan kepastian hukum dan ketentraman bagi warga masyarakat yang mencari keadilan bagi permasalahan hukumnya sehingga jelas kemana mereka akan mengajukan perkaranya. Kekuasaan absolut Pengadilan dalam lingkup Peradilan Agama ada dalam Pasal 49 UU No.3 Tahun 2006 perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yaitu perkawinan waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh dan ekonomi syari’ah. Adapun penjelasan Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 sebagai berikut : Pasal 49 Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari'ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari'ah lainnya. Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam" adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini. Huruf a Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain: 1. Izin beristri lebih dari seorang; 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. dispensasi kawin; 4. pencegahan perkawinan; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. pembatalan perkawinan; 7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; 8. perceraian karena talak; 9. gugatan perceraian; 10. penyelesaian harta bersama; 11. penguasaan anak-anak; 12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya; 13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; 14. putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. pencabutan kekuasaan wali; 17. penunjukan orang lain sebagai wall oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wall dicabut; 18. penunjukan seorang wall dalam hal seorang anak yang belum cult-up umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya; 19. pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 20. penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; 21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; 22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Huruf b Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masingmasing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalap tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris. Huruf c Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia. Huruf d Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pembegan suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki. Huruf e Yang dimaksud dengan "wakaf' adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah. Huruf f Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada menerimanya.
commit to user
yang berhak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Huruf g Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala. Huruf h Yang
dimaksud
dengan
"shadagah"
adalah
perbuatan
seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata. Huruf i Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi: a. bank syari'ah; b. lembaga keuangan mikro syari'ah. c. asuransi syari'ah; d. reasuransi syari'ah; e. reksa dana syari'ah; f. obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah; g. sekuritas syari'ah; h. pembiayaan syari'ah; i. pegadaian syari'ah; j. dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan k. bisnis syari'ah. b) Kompetensi Relatif Kompetensi relatif adalah kekuasaan mengadili berdasarkan wilayah atau daerah. Kekuasaan dan wewenang Pengadilan Agama sesuai tempat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
dan kedudukannya, Pengadilan agama berkedudukan di kota atau ibu kota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibu kota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. Dalam penentuan pengadilan mana yang berwenang atas suatu perkara yang menjadi bidangnya, ditentukan oleh tempat tinggal para pihak yang berperkara atau keberadaan objek perkaranya. (Abdul Ghofur Anshori, 2007: 18). Di dalam UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kompetensi relatif ada beberapa perbedaan dalam pengaturannya, dalam perkara bidang perkawinan yaitu cerai talak dan cerai gugat diajukan ke Pangadilan Agama adalah diatur secara khusus dalam Pasal 66 dan Pasal 73 UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sedangkan untuk perkara waris, hibah, wakaf, wasiat, shadaqah, zakat, infak dan ekonomi syari’ah, gugatan atau permohonan diajukan ke Pengadilan Agama sesuai ketentuan dalam hukum acara perdata yang berlaku di lingkunan Peradilan Umum yaitu diatur dalam Pasal 118 HIR/ 142 Rbg. Pengadilan Agama juga menganut asas Actor sequitur forum rei (bahwa yang berwenang adalah pengadilan di tempat kediaman tergugat). (Afandi Mansur, 2009:77). 4). Kewenangan Mengadili Oleh Pengadilan Agama. Kewenangan lingkungan Peradilan Agama adalah sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum. Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang No. 50 Tahun 2009
yang
berbunyi “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Peradilan agama adalah salah satu dari peradilan negara di Indonesia, yang bersifat peradilan khusus yang berwenang dalam jenis perkara tertentu, bagi orang Islam di Indonesia (Basiq Djalil, 2006:9-10). Kewenagan mengadili di Pengadilan Agama ada dua yaitu meliputi : a) Golongan Rakyat Tertentu. Asas personalitas ke Islaman yang berbunyi “Peradilan Agama merupakan salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu”. Dalam penjelasan umumnya dinyatakan bahwa pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkaraperkara antara orang-orang yang beragama Islam. Karenanya asas ini dapat dijadikan acuan aturan mengenai siapa saja yang dapat mengajukan perkara di pengadilan agama. Asas personalitas ke Islaman yang melekat pada pengadilan agama yaitu sebagai berikut (Mardani, 2009: 37-38): 1) Pihak-pihak yang berperkara/bersengketa harus sama-sama pemeluk agama Islam. 2) Perkara perdata yang di persengketakan harus mengenai perkara-perkara di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat, wakaf, sedekah, dan ekonomi Syariah. 3) Hubungan hukum yang melandasi keperdataan tertentu tersebut berdasarkan hukum Islam dan diselesaikan berdasarkan hukum Islam. maka para pihak tetap tunduk kepada kewenangan pengadilan agama walaupun pada saat terjadi sengketa salah satu pihak sudah beralih ke agama lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Pengadilan Agama dalam mengadili perkara orang-orang yang beragama Islam disini termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. yang dimaksud orang atau badan hukum dalam hal ini orang dapat ditafsirkan orang Islam dan Non Islam, sedangkan badan hukum dimaksudkan badan hukum pada umumnya (Afandi,2009:51). “Muslims and non-Muslims are both required to live by laws enacted by the various forms of government”. Kaum muslimin dan non-muslim keduanya tetap saling membutuhkan hukum
untuk
melaksanakan
berbagai
bentuk
implementasi
atas
pemerintahan ( Denis J. Wiechman, Jerry D. Kendall, and Mohammad K. Azarian,2009:36). b) Perkara-perkara Tertentu. Berdasarkan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, diketahui bahwa perkara-perkara tertentu yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan meyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqoh, dan ekonomi Syariah. Jadi perkara-perkara di luar perkara tersebut bukan menjadi wewenang dari Pengadilan Agama. Pengadilan Agama juga mempunyai kewenangan memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu sholat serta memberi penetapan “itsbat” terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan bulan Syawal tahun Hijriah dalam rangka Mentri Agama mengeluarkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
penetapan secara rasional untuk penetapan I (satu) Ramadhan dan I (satu) Syawal. B. Tinjauan Tentang Proses Berperkara di Pengadilan Agama 1)
Perkara di Pengadilan Agama. Di dalam Pengadilan Agama terdapat dua jenis perkara, yaitu jenis perkara voluntair dan contentius. Terdapat dua cara mengajukan perkara di Pengadilan Agama, untuk perkara contentious diajukan dalam bentuk gugatan dan untuk perkara voluntair diajukan dalam bentuk permohonan. Permohonan ialah suatu surat pemohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung suatu sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya. Dalam permohonan ada istilah pemohon dan termohon. Peradilan perdata yang menyelesaikan perkara pemohonan disebut juirisdictio voluntaria (peradilan yang tidak sebenarnya). Disebut demikian karena
ketika
itu
sebenarnya hanya menjalankan fungsi exsecutive power bukan yudicative power. Namun, dilingkungan peradilan agama, dalam perkara perkawinanan, walaupun disebut permohonan tidak mutlak berarti voluntaria. Misalnya, permohonan cerai talak dan izin poligami, walaupun menggunakan istilah permohonan, tetapi termasuk perkara contentiosa. Suami berkedudukan sebagai pemohon, sedangkan istri berkedudukan sebagai termohon (Mardani, 2009: 80-81). Perbedaan antara gugatan dan permohonan adalah bahwa dalam perkara gugatan ada suatu sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputus, terdapat dua pihak yang saling berhadapan di Pengadilan. Dalam perkara yang disebut permohonan hakim mengeluarkan suatu penetapan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
amarnya berbentuk declaratoir atau konstitutif yaitu suatu putusan yang bersifat menerangkan atau menciptakan saja (Retnowulan sutantio dan Iskandar Ouripkartawinata, 1997:10). 2) Prosedur dan Proses Berperkara di Pengadilan Agama. Direktorat Jendral Badan Pengadilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2007 telah mengeluarkan pedoman teknis mengenai prosedur dan proses berperkara di Pengadilan Agama. a)
Prosedur berperkara di Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah secara berurutan adalah sebagai berikut: (1) Penggugat mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama. Mengajukan gugatan secara lisan dan tertulis ini tidak bertentangan dengan pasal 118 HIR dan Pasal 142 RBg yang memungkinkan bagi pihak yang berperkara di pengadilan untuk berperkara secara lisan. (2) Gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah: (a) Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. (b) Bila tempat kediaman tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat. (c) Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah
Syar’iyah,
yang
daerah
hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tersebut
terletak
di
beberapa
wilayan
Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang dipilih oleh penggugat. (d) Penggugat membayar biaya perkara, bagi yang tidak mampu membayar dapat berperkara secara cuma-cuma sesuai Pasal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
237 HIR dan 137 RBg tentang berperkara secara cumacuma(Prodeo). (e) Penggugat dan tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan
berdasarkan
penggilan
Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah. b)
Proses Penyelesaian Perkara. (1) Penggugat mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. (2) Pengggat dan tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah untuk menghadiri persidangan. (3) Tahapan persidangan: (a) Pada pemeriksaan pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan harus datang secara pribadi. (b) Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Perma No.2 Tahun 2003 tentang Mediasi). (c) Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan gugatan, jawaban gugatan, jawab-menjawab, pembuktian, dan mengajukan rekonvensi (gugat balik). (4) Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah atas gugatan tersebut sebagai berikut: (a) Gugatan dikabulkan, apabila tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melaui Pengadilan Agama/ Mahkamah syar’iah tersebut. (b) Gugatan ditolak, penggugat dapat mengajukan banding melaui Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
(c)
Gugatan
tidak
diterima,
penggugat
dapat
mengajukan
permohonan baru (d)
Setalah putusan memperoleh kekeuatan hukum tetap, kedua belah pihak dapat meminta salinan putusan.
(e) Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan objek sengketa, kemudian tidak mau menyerahkannya dengan sukarela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi
ke
Pengadilan
Agama/Mahkamah
Syar’iyah untuk memutus perkara tersebut. 3)
Produk Peradilan Agama a) Putusan (Vonis / Al-qadha) Putusan yaitu keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa atau perselisihan, dalam arti putusan merupakan produk pengadilan dalam perkara-perkara contentiosa, yaitu produk pengadilan yang sesungguhnya. Disebut jurisdiction contentiosa, karena adanya 2 (dua) pihak yang berlawanan
dalam perkara (penggugat dan
tergugat). Terhadap perkara perdata yang para pihak berhasil didamaikan oleh hakim melaui mekanisme mediasi, maka dibuatkan akta perdamaian yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh hakim dihadapan para pihak sebelum hakim menjatuhkan putusan yang menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut. (1) Macam-Macam Putusan: (a) Putusan akhir. Putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik yang telah melalui semua tahap pemeriksaan maupun yang tidak atau belum menempuh semua tahap pemeriksaan. Putusan commit to user
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
dijatuhkan sebelum sampai tahap akhir dari tahap pemeriksaan tetapi telah telah mangakhiri pemeriksaan yaitu: 1) Putusan Gugur. 2) Putusan verstek yang tidak diajukan verzet 3) Putusan yang menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa (H.A. Mukti Arto, 2008:253).
Dilihat dari sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan putusan akhir itu terbagi menjadi tiga (tiga) macam yaitu: 1) Putusan Diklaratoir Putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai suatu keadaan yang resmi menurut menurut hukum. putusan ini terjadi dalam dalam putusan permohonan talak, gugat cerai karana perjanjian ta’lik talak, penetapan ahli waris yang syah, penetapan adanya harta bersama, penetapan hak perawatan anak oleh ibunya, perkara volunter dan seterusnya. 2) Putusan Konstitutif Putusan yang menciptakan dan menimbulkan keadaan baru, berbeda dengan keadaan hukum sebelumnya. Putusan konstitutif terapat pada putusan pembatalan perkawinan, putusan verstek, guagatan cerai bukan karena ta’lik talak dan seterusnya. 3) Putusan Komdemnatoir Putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan untuk memenuhi prestasi. Putusan ini mempunyai kekuatan eksekutorial, yang bila terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka atas permohonan penggugat putusan dapat dilaksanakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
dengan paksa oleh Pengadilan Agama yang memutusnya. Putusan ini diterapkan diantaranya pada penyarahan pembagian harta bersama, penyerahan hak nafkah iddah, mut’ah dan sebagainya (Mardani,2009:120-121). (b) Putusan sela. Putusan yang dijatuhkan masih dalam proses persidangan sebelum putusan akhir dibacakan dengan tujuan untuk memperjelas dan memperlancar persidangan. (c) Putusan serta-merta. Putusan pengadilan agama yang pada putusan tersebut oleh salah satu pihak atau para pihak yang berperkara dilakukan upaya hukum baik verzet, banding maupun kasasi dan memakan waktu relatif lama, lalu ada suatu gugatan dari salah satu pihak, agar putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan agama dilaksanakan terlebih dahulu, tidak lagi menunggu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. (2)
Kekuatan Hukum Putusan Putusan pengadilan mempunyai 3 (tiga) kekuatan, yaitu sebagai berikut: (a) Kekuatan Mengikat Putusan hakim mengikat para pihak yang berperkara. Kekuatan mengikat suatu putusan ada yang dalam arti positif dan dalam arti negatif. Dalam arti positif, yaitu bahwa yang telah diputus hakim harus dianggap benar. Dalam arti negatif, yaitu bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang sama, pokok perkara yang sama, dan pihak yang sama (nebis in idem).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
(b) Kekuatan Pembuktian Artinya putusan hakim telah memperoleh kepastian hukum, bukti kebenaran hukum, dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta dapat dijadikan bukti dalam sengketa perdata yang sama. (c) Kekuatan Eksekutorial Yaitu kekuatan untuk dilaksanakan putusan peradilan itu secara paksa oleh aparat negara (executorial e kracht, executorial power). b) Penetapan (Itsbat / Beschiking) Adapun yang dimaksud dengan penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan (volunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah, wali adhal, perwalian, itsbat nikah,dan sebagainya. Pada penetapan hanya ada pemohon tidak ada lawan hukum. Sedangkan kekuatan hukum penetapan adalah hanya mempunyai kekuatan hukum sepihak, pihak lain tidak dapat dipaksakan untuk mengikuti kebenaran hal-hal yang dideklarasikan dalam putusan volunter, karena itu pula maka putusan volunter tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai pembuktian. C.
Tinjauan Tentang Prodeo 1. Pengertian Prodeo Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,“ Prodeo” mempunyai arti gratis atau cuma-cuma. Dalam lapangan hukum khususnya dalam bidang peradilan, bahwa setiap orang yang hendak berperkara di pengadilan, maka harus membayar biaya perkara. Hal ini sesuai dengan asas hukum acara perdata yaitu beracara dikenakan biaya. Ketentuan yang mengatur tentang biaya perkara terdapat dalam Pasal 121 ayat (4) HIR/145 ayat (4) RBg. Bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
perkaranya secara prodeo. Artinya orang yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara tersebut, dirinya harus medapatkan ijin untuk dibebaskan dari pembayaran biaya perkara dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh kepala desa/kelurahan dan diketahui oleh camat bersangkutan. Keterangan yang mengatur tentang bebas biaya ini terdapat dalam Pasal 237 HIR/ 273 RBg. 2. Berperkara Perdata Secara Prodeo Di Pengadilan Agama. Pada asasnya setiap orang dapat menjadi pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan, kecuali mereka yang sakit ingatan, dibawah pengampuan, dan orang yang belum dewasa (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997: 14). Pihak-pihak yang berperkara dapat bertindak untuk dirinya, atau dapat pula sebagai wakil dari orang lain (sebagai pihak kuasa ataupun sebagai Curator) serta dapat pula bertindak sebagai utusan dari suatu badan hukum berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari badan hukum tersebut. Dalam perkara perdata sendiri terdapat dua pihak yang berperkara, yaitu pihak yang mengajukan perkara perdata karena adanya suatu kepentingan. Kepentingan disini mengandung arti bahwa haknya telah dilanggar oleh orang lain (tergugat) dan karenanya, ia (penggugat) merasa dirugikan. Kemudian untuk mendapatkan haknya kembali, penggugat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama, sedangkan pihak Tergugat merupakan pihak yang dianggap oleh Penggugat telah melanggar atau merebut haknya. Pada asasnya setiap orang yang berperkara khususnya dalam perkara perdata, harus membayar sejumlah uang sebagai biaya perkara. Tanpa membayar biaya perkara, maka perkara yang diajukan tersebut tidak dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
didaftarkan ke dalam register yang ada di Pengadilan Agama. Selain itu akibatnya perkara tersebut tidak dapat diperiksa dan diputus. Pihak Penggugat atau kuasanya, apabila sudah siap membuat surat gugatan yang dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Agama, harus mendaftarkan surat gugatan itu ke bagian pendaftaran perkara. Besarnya biaya perkara ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan perdata tersebut. Biaya yang harus dibayar diperuntukkan: (a) Biaya saksi; (b) Biaya penyitaan; (c) Biaya pemanggilan para pihak yang berperkara; (d) Biaya pemeriksaan ditempat; biaya lain-lain. Biaya yang harus dibayar oleh penggugat pada saat ia mendaftarkan gugatannya adalah sebagai uang muka atau panjar terhadap biaya perkara yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Agama setempat. Sesuai dengan ketentuan Pasal 181 ayat (1) HIR /Pasal 192 ayat (1) RBg, pihak yang dikalahkan dengan putusan hakim, maka akan dihukum membayar biaya perkara. Besar biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dikalahkan tersebut diatur dalam Pasal 182 HIR/ Pasal 193 RBg yaitu : (a) Biaya kantor panitera dan biaya materi yang perlu dipakai dalam perkara tersebut. (b) Biaya saksi, orang ahli dan penerjemah (juru sita) terhitung juga biaya sumpah mereka itu, dengan pengertian bahwa pihak yang meminta periksa lebih dari lima orang saksi tentang suatu kejadian itu juga, tidak boleh menuntut biaya pembayaran penyaksian yang lebih dari itu kepada lawannya. (c) Biaya pemeriksaan ditempat dan perbuatan hakim yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
(d) Gaji pegawai yang disuruh melakukan pemanggilan, pemberitahuan dan segala surat juru sita yang lain. (e) Gaji yang harus dibayar kepada panitera atau pegawai lain karena menjalankan putusan. Dalam kenyataanya tidak semua orang yang mengajukan perkara itu mampu untuk membayar biaya perkara, bagi mereka yang mengajukan perkara perdata tetapi tidak mampu membayar biaya perkara, maka undangundang telah memberi jalan keluarnya dalam Pasal 237 HIR/273 RBg, yang menjelaskan dalam pasalnya barang siapa hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu membayar ongkos atau biaya perkara dapat mengajukan perkara dengan ijin tidak membayar biaya perkara atau secara prodeo. Jadi Perkara prodeo adalah perkara yang dibebaskan dari biaya perkara, maka biaya yang timbul ditanggung oleh negara melalui putusan sela majelis hakim. Bagi penggugat maupun tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara, dapat diberi ijin untuk berperkara tanpa biaya atau secara “Prodeo”. Pemberian izin beracara secara prodeo ini berlaku untuk masing-masing tingkat peradilan secara sendirisendiri dan tidak dapat diberikan untuk semua tingkat peradilan sekaligus. Jika permohonan prodeo ditolak gugatannya hanya dapat didaftarkan bila sudah
dibayar
verskot
biaya
perkara
(http://www.pta-
banten.net/rumusan_hasil_diskusi.pdf). Penggugat yang meminta ijin untuk berperkara dengan cuma-cuma (Prodeo), maka permohonan ijin harus diajukan pada waktu mendaftarkan surat gugatan atau pada waktu menyampaikan gugatan (Nawawi, 1999:5). Permohonan ijin untuk berperkara secara “Prodeo” harus dilampiri surat keterangan tidak mampu dari kepala desa/kelurahan dan diketahui oleh camat bersangkutan ditempat kediaman pemohon yang menerangkan bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
menurut pemeriksaannya telah dinyatakan Pemohon benar orang yang tidak mampu membayar biaya perkara (Pasal 238 ayat (3) HIR). Pemohon perkara secara prodeo akan ditolak apabila ternyata penggugat adalah bukan merupakan orang yang tidak mampu (Sudikno Mertokusumo, 1998:15).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 181 HIR / Pasal193 RBg, pihak yang dinyatakan kalah dalam putusan hakim, dihukum untuk membayar biaya perkara. Sehingga dapat pula terjadi tergugat yang dinyatakan kalah dalam putusan hakim tersebut adalah orang yang tidak mampu membayar biaya perkara yang dibebankan kepadanya. Dalam hal ini tergugat juga dapat meminta ijin kepada ketua Pengadilan Agama untuk berperkara secara “Prodeo”, dimana ijin tersebut dimohonkan pada waktu mengajukan jawaban atas gugatan penggugat (Pasal 238 ayat(2) HIR / Psaal 273 ayat (2) RBg) dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa/kelurahan dan diketahui oleh camat bersangkutan ditempat tinggalnya sesuai yang dimaksud dalam Pasal 238 ayat (3) HIR / Pasal 274 ayat(3) RBg.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
D.
Kerangka Pemikiran
Peradilan Agama UU No.7 Tahun 1989 jo UU No.3 Tahun 2006 jo UU No.50 Tahun 2009. Pengadilan Agama
Perkara-Perkara Tertentu: Pasal 2 dan 49 UU No.3 Tahun 2006
Pengajuan Perkara Secara Biasa
Pengajuan Perkara Secara cuma-Cuma (Prodeo) Kriteria Pemberian Izin Berperkara Secara cuma-cuma (Prodeo) dan Pelaksanaanya. Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Agama Karanganyar
Putusan Hakim Pengadilan Agama Karanganyar Implikasi Yuridis Perkara yang Ditangani Secara Prodeo Pada Putusan Hakim No. 414.pdt.G/2006/PA.KRA
Gambar 2. Kerangka Pemikiran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Keterangan: Pokok permasalahan dalam penilitian ini adalah mengenai Impilikasi yuridis penanganan perkara secara prodeo terhadap dasar pertimbang hakim dalam menjatuhkan putusan di Pengadilan Agama Karanganyar. Diawali dari perubahan disegala aspek kehidupan masyarakat yang sangat signifikan mengakibatkan perkembangan hukum meningkat, baik dari sisi produk materi hukum, sarana prasaran hukum, maupun aparat penegak hukumnya. Hal tersebut harus terus ditingkatkan agar tercipta suatu kepastian hukum dalam masyarakat. Perkembangan dalam masyarakat tidak lepas dari perbedaanperbedaan kepentingan yang dapat mengakibatkan gesekan kepentingan diantara masyakat. Untuk menyelesaikan hal tersebut dapat dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat dari para pihak yang berperkara. Namun apabila jalan musyawarah itu tidak berhasil maka sesuai dengan prinsip negara hukum, maka perkara tersebut harus diselesaikan melalui badan peradilan.
Berdasarkan Pasal 2 dan 49 UU No 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kewenangan dari Pengadilan Agama adalah untuk mengangani perkara-perkara tertentu bagi orang-orang yang beragama Islam yang menginginkan kepastian hukum atas perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqoh, ekonomi syariah. Untuk dapat perkaranya diperiksa di Pengadilan Agama terlebih dahulu perkara itu harus didaftarkan ke pengadilan yang berwenang terkait kompetensi realatif dan absolut.
Bagi para pihak yang tidak mampu dapat mengajukan izin berperkara secara cuma-cuma (Prodeo) sesuai dengan pasal 273-245 HIR/273-277 RBg commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
dimana
permohonan berperkara
secara
prodeo
ditulis
dalam
surat
gugatan/permohonan bersama-sama menjadi satu dengan gugatan perkara. Demikian juga bagi tergugat/termohon apabila ingin berperkara secara prodeo, maka hal itu disampaikan pula pada saat pemeriksaan prodeo kepada majelis hakim yaitu pada saat tergugat mengajukan jawabannya. Apabila permohonan secara prodeo ini dikabulkan maka hakim menjatuhakan putusan sela yang isinya mengabulkan permohonan untuk berperkara secara prodeo. Kemudian apabila berperkara secara prodeo itu ditolak maka hakim akan menjatuhkan putusan sela yang menolak permohonan berperkara secara prodeo. Kemudian hakim memerintahkan kepada penggugat/pemohon untuk membayar biaya perkara dan kemudian pemeriksaan perkara dilanjutkan.
Terkait dengan proses berperkara secara prodeo yang pada pelaksanaanya terjadi di Pengadilan Agama Karanganyar pada perkara Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA yaitu perkara permohonan cetai talak yang diperiksa secara Prodeo yang berbeda dengan perkara biasanya yang membayar biaya perkara maka dalam pemeriksaan perkara oleh hakim juga terdapat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar bagi hakim dalam menjatuhkan putusannya terhadap perkara-perkara yang telah di berikan izin pemeriksaanya secara Prodeo oleh hakim di Pengadilan Agama Karanganyar.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN
Penulis
telah
melakukan
penelitian
mengenai
Implikasi
Yuridis
Penanganan Perkara Secara Prodeo Terhadap Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan di Pengadilan Agama Karanganyar. Penulis meneliti perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Karanganyar, yaitu perkara Nomor 414/Pdt.G/2006/PA.KRA tentang cerai talak. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan di Pengadilan Agama Karanganyar maka untuk lebih jelasnya penulis sajikan data atau kasus cerai talak sebagai berikut: 1.
Nomor Perkara
: 414/Pdt.G/2006/PA.Kra.
2.
Pemohon
: TIH bin AB, umur 37 tahun, Agama Islam,
pendidikan SD, pekerjaan Tk becak, alamat di Jongkang RT.04 RW.05 Desa Buran Kecamatan Tasik Madu, Kabupaten Karanganyar. Selanjutnya disebut sebagai Pemohon. 3.
Termohon
: DS binti SNN, umur 34 tahun, Agama Islam,
bertempat tinggal di Jongkang Rt.04/05, Desa Buran, kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar. Selanjutnya disebut sebagai Termohon. 4.
Duduk Perkara : Bahwa, Pemohon berdasarkan surat permohonannya tertanggal 24 Mei 2006, yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Karanganyar tertanggal 24 Mei 2008, nomor : 414/ Pdt.G / 2006 /PA. Kra, telah mengajukan hal-hal yang pada pokoknya sebagai berikut : a. Bahwa Pemohon telah melangsungkan perkawinan dengan Termohon pada tanggal 16 Juni 2005 dihadapan pegawai pencatat nikah KUA Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta sebagai mana ternyata dalam Foto commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Copy kutipan akta nikah Nomor: 331/31/IV/2005 yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Lawayan, Kota Surakarta; b. Bahwa setelah pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon sudah pernah tinggal bersama dirumah Termohon selama 2 bulan, kemudian di Solo selama 1 tahun, dan sudah melakukan hubungan layaknya suami istri (ba’da dukhul) namun belum di karuniai anak; c. Bahwa sejak November 2005 rumah tangga Pemohon terjadi perselilisihan dan pertengkaran terus menerus yang disebabkan Termohon tidak mau melakukan kewajibannya sebagai istri. Kemudian Termohon pergi tanpa pamit meninggalkan Pemohon sudah 4 bulan, sehingga rumah tangga menjadi goyah; d. Bahwa perselisihan pertengkaran tersebut makin lama makin memuncak hingga akhirnya sejak Februari 2006, Termohon tinggal di Jongkang, Tasikmadu dan tidak mengadakan komunikasi; e. Bahwa Pemohon telah berusaha untuk rukun kembali dengan jalan musyawarah dengan termohon tetapi tidak berhasil; f. Bahwa atas alasan-alasan tersebut diatas, rumah tangga Pemohon dengan Termohon sudah tidak dapat di pertahankan lagi; g. Bahwa Pemohon adalah orang tidak mampu, berkerja hanya sebagai buruh yang hasilnya tidak bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga untuk berperkara ini Pemohon tidak mampu untuk membayar biayanya; h. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Pemohon mohon Kepada Ketua Pengadilan Agama Karanganyar untuk memeriksa perkara ini dan berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut; PRIMAIR : 1) Mengabulkan permohonan Pemohon; 2) Menetapkan memberi ijin kepada Pemohon untuk mengikrarkan talaknya terhadap Termohon; 3) Memberi izin kepada Pemohon untuk berperkara secara CumaCuma; commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Membebaskan Pemohon dari segala biaya yang timbul dari perkara ini; SUBSIDAIR : Jika pengadilan berpendapat lain mohon memberikan putusan yang seadil-adilnya; 5.
Putusan Sela Setelah Hakim membaca semua surat yang berhubungan dengan perkara ini dan telah mendengar keterangan pihak yang berperkara di muka Pengadilan; Tentang Duduk Perkaranya Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan untuk berperkara secara Cuma-cuma karna tidak mampu membayar biaya perkara; Manimbang bahwa sebelum melaksanakan pemeriksaan perkara perlu di pertimbangkan terlebih dahulu permohonan ijin berperkara secara Cumacuma tersebut; Tentang Hukumnya Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah sebagai mana tersebut diatas; Menimbang bahwa dari permohonan ijin berperkara secara Cuma-Cuma tersebut,saksi Pemohon telah memberikan keterangan yang pada pokoknya tidak berkeberatan dan mendukung Pemohon untuk berperkara secara CumaCuma; Menimbang bahwa dari hasil pemeriksaan, majelis hakim berpendapat permohonan ijin berperkara secara Cuma-Cuma yang diajukan oleh Pemohon merupakan suatu hal yang patut dikabulkan; Memperhatikan Pasal 237 HIR dan ketentuan hukum yang berhubungan dengan perkara tersebut; MENGADILI Mengabulkan Permohonan Pemohon; Memberi ijin kepada Pemohon untuk berperkara secara Cuma-Cuma commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6.
Upaya Perdamaian oleh Majelis Hakim Bahwa, pada hari sidang yang telah ditentukan, Pemohon hadir menghadap sendiri dipersidangan, Termohon tidak datang menghadap ataupun menyuruh orang lain untuk menghadap ke persidangan sebagai wakilnya meskipun telah dipanggil secara patut pada tanggal 31 Mei 2006 dan tanggal 15 Juni 2006 agar hadir di persidangan, selanjutnya Majelis Hakim kemudian berusaha menasehati Pemohon agar mengurungkan kehendaknya untuk bercerai, akan tetapi tidak berhasil, kemudian dibacakan surat permohonan yang ternyata isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon;
7.
Alat bukti yang diajukan oleh Pemohon Bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonan Pemohon, Pemohon telah mengajukan bukti berupa : a. Surat : 1) Photo Copy Akte Nikah Nomor: 331/31/VI/2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta (Bukti P.1); 2) Photo Copy Kartu Tanda Penduduk Nomor: 11.1202.121269.0002 tanggal 10 Oktober 2004 (Bukti P.2); b. Saksi : 1) SDT bin SKN, umur 35 tahun, Agama Islam, pekerjaan Perangkat Desa, tempat tinggal di Jongkang Rt.03/05, Kelurahan Buran, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar yang memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut : a) Bahwa saksi telah kenal baik dengan Pemohon dan Termohon karena Tetangga; b) Bahwa saksi tahu Pemohon dan Termohon menikah tahun 2005 dan belum punya anak setelah menikah mereka tinggal bersama selama 3 (tiga) bulan lalu Termohon pergi meninggalkan rumah entah kemana karena Termohon kurang sehat pikirannya; commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Bahwa Pemohon berkerja sebagai tukang dan menyewanya dari juragan becak serta penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari; d) Bahwa saksi tahu Pemohon dan Termohon sering bertengkar yang disebabkan karena Termohon tidak mau melayani Pemohon; e) Bahwa akibat pertengkaran tersebut akhirnya Termohon pergi dari rumah sampai sekarang sudah empat bulan lamamnya; 2) SHD bin CPO, Agama Islam, umur 46 Tahun, pekerjaan Kaur Kesra, Tempat Tinggal di Buran Kulon, Kelurahan Buran, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar yang memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut: a) Bahwa saksi telah kenal baik dengan Pemohon dan Termohon karena Tetangga; b) Bahwa saksi mengetahui Pemohon dan Termohon menikah pada tahun 2005, belum punya anak, sempat tinggal bersama 3 bulan lalu tetapi kemudian Termohon pergi meninggalkan rumah karena kurang sehat pikirannya; c) Bahwa pekerjaan Termohon adalah tukang becak yang becaknya menyewa dari juragan becak serta penghasilan Pemohon tidak cukup untuk kebutuhannya sehari-hari; d) Bahwa saksi tahu Pemohon dan temohon sering bertengkar yang disebabkan karna Termohon tidak mau melaksanakan tugas dan kewajibannya; e) Bahwa akibat pertengkaran tersebut akhirnya Termohon pergi dari rumah tanpa pamit sampai sekarang sudah empat bulan lamanya; Bahwa, terhadap keterangan saksi-saksi tersebut Permohon menyatakan menerima dan membenarkannya; commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bahwa, Pemohon menyatakkan sudah tidak akan menyampaikan suatu hal apapun dan mohon agar Pengadilan Agama Karanganyar segera menjatuhkan putusan ini; Bahwa, selanjutnya untuk mempersingkat uraian putusan ini, maka ditunjuklah hal-hal sebagai mana telah tercantum dalam berita acara sidang; 8.
Pertimbangan Hukum Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah seperti diuraikan tersebut di atas; Menimbang
berdasarkan pengakuan Pemohon dan Termohon serta
sebagaimana ternyata pada bukti (Bukti P – 1) yang diajukan Pemohon maka sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam terbukti bahwa Pemohon dan Termohon telah terikat dalam perkawinan yang sah; Menimbang pada hari persidangan yang telah di tentukan Pemohon hadir sendiri dimuka persidangan sedangkan Termohon tidak hadir meskipun telah dipanggil secara patut sesuai dengan ketentuan Pasal 26 PP No.9 tahun 1975 jo Pasal 138 Kompilasi Hukum Islam agar ia hadir dipersidangan, oleh karenanya pemeriksaan perkara ini dilanjutkan hingga selesai tanpa hadirnya Termohon; Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha memberi nasehat kepada Pemohon agar mengurungkan niatnya untuk cerai namun tidak berhasil; Menimbang, bahwa alasan Pemohon akan manjatuhkan talaknya kapada Temohon adalah karena antara Pemohon dan Termohon sering bertengkar yang disebabkan karena Termohon tidak mau melakukan kewajibannya sebagai istri lalu Termohon pergi tanpa pamit Pemohon sudah 4 (empat) Bulan; Menimbang bahwa berdasarkan keterangan dibawah sumpah dari saksi-saksi Pemohon telah terbukti bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohohon sudah tidak rukun lagi, Pemohon dan Termohon sering commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertengkar masalah Termohon tidak mau melayani Pemohon dan sekarang sudah pisah rumah selama 4 (empat) bulan; Menimbang bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan bahwa rumah tangga antara Pemohon dan Termohon sudah hancur dan tidak ada harapan untuk rukun lagi dalam rumah tangga seperti telah ditentukan oleh Pasal 39 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974, tentang Perkawinan; Menimbang bahwa oleh karena itu majelis hakim berpendapat bahwa alasan Pemohon akan menceraikan Termohon telah memenuhi ketentuan Pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975 jo.Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam; Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan dalil dari Al Qur’an surat Al Baqoroh ayat 227; Menimbang berdasarkan pertimbangan diatas maka permohonan Pemohon dikabulkan dengan Verstek; Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 237 HIR dan putusan sela Pengadilan Agama Karanganyar Nomor: 414/Pdt.G/PA. Kra. Tanggal 12 juni 2006, maka Pemohon dibebasakan dari biaya perkara; 9.
Amar Putusan Mengingat, segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta dalil syar’i yang bersangkutan dengan perkara ini; MENGADILI a. Menyatakan bahwa Termohon yang dipanggil dengan sepatutnya untuk menghadap sidang tidak hadir; b. Mengabulkan permohonan Pemohon dengan Verstek; c. Menetapkan memberi izin kepada Pemohon (TIH bin AB) untuk mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon (DS binti SNN) dihadapan sidang Pengadilan Agama Karanganyar; d. Membebaskan Pemohon dari seluruh biaya perkara;
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. PEMBAHASAN
1.
Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Izin Berperkara Secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar. Pengadilan Agama adalah salah satu lembaga peradilan yang ada di Indonesia harus memenuhi harapan dari para pencari keadilan yang menghendaki perlindungan hak serta perlindungan hukum dari pengadilan. Karena itu setiap orang juga berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Demikian juga bagi masyarakat yang tidak mampu membayar biaya perkara maka mereka diberi bantuan hukum dalam beracara perdata yaitu di perbolehkannya mengajukan perkara tanpa biaya atau Prodeo. Ketentuan diperbolehkannya berperkara tanpa biaya atau Prodeo itu diatur dalam pasal 237 HIR, Pasal 56 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 60 B ayat (2) Undang-undang
Nomor 50
Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar para pencari keadilan dapat memeperoleh keadilan yg diinginkan secara adil dan mudah, serta bagi Pengadilan Agama itu sendiri dapat menyelesaikan perkara yang masuk secara maksimal. Tujuan penggugat atau pemohon mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama adalah tidak lain karena mereka ingin mencari keadilan berdasarkan persamaan kedudukan dihadapan hukum. Apabila harapan tersebut tidak terpenuhi, maka mereka akan enggan mengajukan tuntutan haknya kepada pengadilan. Penulisan hukum ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis dengan melakukan wawancara. Penulis melakukan wawancara dengan hakim di Pengadilan commit Agama to Karanganyar yaitu Qomaroni, S.H pada user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hari Senin tanggal 14 Juni 2010 di Pengadilan Agama Karangayar. Berdasarkan hasil wawancara dengan hakim Qomaroni,S.H yang dilakukan penulis, Pengadilan Agama Karanganyar mempunyai wewenang memeriksa perkara sesuai kewenangan relatifnya juga berdasarkan pada Pasal 2 dan 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Dimana dalam Pasal 2 ini Pengadilan Agama terikat dengan asas Personalitas Keislaman dalam memeriksa, memutus, menyelesaiakan perkara diantara orang-orang yang Beragama Islam, karenanya inilah yang dijadikan acuan Pengadilan Agama Karanganyar mengenai siapa-siapa saja yang dapat mengajukan perkara,
kemudian dalam Pasal 49 perkara
yang
dapat
diajukan
pemeriksaannya di Pengadilan Agama adalah dibidang Perkawinan, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infak, Shodaqoh, dan Ekonomi Syariah dengan dasar inilah suatu perkara dapat diajukan pemeriksaannya oleh para Pihak di Pengadilan Agama (Wawancara dengan Komaroni, S.H, hari Senin tanggal 14 Juni 2010 pukul 13.10 WIB). Terkait dengan perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Pihak yang mengajukan perkara diwajibkan membayar biaya perkara agar perkaranya dicatat di buku register perkara kemudian dilakukan pemeriksaan perkaranya. Namun apabila pihak Penggugat atau Tergugat tidak mampu membayar biaya perkara maka dapat mengajukan permohonan berperkara dengan tanpa biaya (Prodeo). Permohonan berperkara Prodeo ini dapat diajukan terhadap perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama baik itu perkara di bidang perkawinan atau perkara perdata lain yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama yaitu Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infak, Shodaqoh, dan Ekonomi Syariah. Tidak hanya perkara di bidang Perkawinan saja yang dapat diajukan pemeriksaan secara Prodeo, itu karena terkait dengan asas Persamaan di hadapan hukum bagi para commit pihak yang berperkara di Pengadilan Agama to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Karanganyar. Para pihak yang tidak mampu membayar biaya perkara di Pengadilan Agama dapat mengajukan izin berperkara secara Prodeo terhadap perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama, walaupun Posita dan Petitum dalam gugatan atau permohonannya materi dasarnya mengenai harta kebendaan atau tuntutan pokoknya menghukum untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau membayar sesuatu. Karena bisa jadi menurut Qomaroni, S.H pihak pemohon atau penggugat pada saat mengajukan perkara benarbenar dalam keadaan tidak mampu dari segi ekonominya dan ketidak mampuannya itu dapat dia buktikan, bisa jadi juga pada saat penggugat mengajukan perkara harta benda yang dipersengketakan itu dalam kekuasaan tergugat sedangkan pemohon tidak punya harta benda kekayaan sama sekali untuk digunakan membayar biaya berperkara di Pengadilan Agama Karanganyar. Selain itu belum ada jaminan bahwa perkara itu akan dimenangkan penggugat apabila penggugat kalah mutlak dimana gugatan ditolak seluruhnya dan penggugat oleh Hakim dibebankan membayar biaya perkara berdasar pasal 181 ayat (2) HIR sementara dia adalah orang yang tidak mampu membayar biaya perkara maka disini juga menjadi pertimbangan hakim untuk memberi izin berperkara secara Cuma-Cuma (Wawancara dengan Komaroni,S.H, hari Senin tanggal 14 Juni 2010 pukul 13.10 WIB). Menurut Qomaroni, S.H dalam wawancara yang dilakukan Penulis untuk dikabulkannya izin permohonan Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar selain perkara yang diajukan merupakan perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama tersebut diatas, Hakim Pengadilan Agama Karanganyar melakukan pemeriksaan pada sidang pertama yang berisi mengenai permohonan beracara tanpa biaya yang dalam pemeriksaan tersebut hakim akan memutuskan dengan putusan sela yang isinya menolak atau mengabulkan permohonan beracara dengan cuma-cuma (Prodeo) di pengadilan Agama Karanganyar. Dalam pemeriksaan sidang dengan putusan sela tersebut akan dihadirkan commit pihak tergugat to user guna untuk menguatkan bahwa si
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
pemohon beracara secara Prodeo benar-benar orang tidak mampu, kemudian juga untuk menguatkan surat keterangan dari kepala desa yang menyatakan bahwa si pemohon berperkara tanpa biaya (Prodeo) adalah benar-benar orang yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara, selain itu juga dihadirkan saksi-saksi yang menyatakan dan mengetahui secara langsung keadaan kemampuan prekonomian dari pihak yang mengajukan berperkara secara cuma-cuma (Prodeo) adalah orang benar-benar layak di pertimbangkan dikabulkannya izin berperkara secara Prodeo oleh hakim di Pengadilan Agama Karanganyar (Wawancara dengan Komaroni,S.H, hari Senin tanggal 14 Juni 2010 pukul 13.10 WIB) . Apabila gugatan atau permohonan yang diajukan ke Pengadilan Agama sudah diberi izin berperkara secara Cuma-cuma oleh hakim melaui putusan sela, maka perkara itu harus segera diperiksa berdasarkan peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Karena hal ini juga akan membawa dampak positif bagi pengadilan itu sendiri yaitu akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan, sehingga mereka akan mempercayakan perkaranya untuk diselesaikan melalui Pengadilan Agama. Selain itu, apabila setiap ada perkara yang masuk kepadanya lantas segera diperiksa, maka akan mengurangi penumpukan perkara. Tetapi Pengadilan Agama harus memberi perlakuan yang sama terhadap diri orang di muka pengadilan, sesuai dengan azas Equality before the law sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut penulis pertimbangan hakim dalam memberikan izin berperkara secara prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar telah sesuai dengan ketentuan yuridis. Hal ini dapat dilihat dari pengajuan perkara yang di terima di pengadilan Agama Karanganyar sudah sesuai dengan kompetensi Relatif dan Absolut Pengadilan Agama. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 118 HIR, Pasal 66 dan 73 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang commit to user peradilan Agama dan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan asas Personalitas Keislaman Pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Dalam pengajuan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar dapat diberikan terhadap semua perkara yang menjadi wewenang Pengadilan Agama ini sudah sesuai, karena dalam Pasal 237 HIR hanya menyebutkan Pengggat maupun Tergugat yang hendak berperkara tetapi tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan ijin berperkara secara Cuma-cuma (Prodeo) berdasar pasal inilah semua perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dapat diajukan pemeriksaanya secara Prodeo karena dalam ketentuan Pasal 237 HIR hanya menegaskan diperbolehkannya berperkara secara Prodeo bagi para pihak tidak mampu membayar biaya perkara tetapi tidak menyebutkan jenis-jenis perkaranya. Kemudian dalam Pasal 56 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Berdasarkan pasal tersebut menjadi dasar hukum bahwa biaya berperkara Prodeo ditanggung oleh Negara. Hal ini menunjukan bahwa semua orang harus mendapatkan perlakukuan dan keadilan yang sama dihadapan hukum kendatipun orang tersebut adalah orang yang tidak mampu yang beracara di Pengadilan secara Prodeo. Segala bentuk diskriminasi terhadap orang yang berperkara secara Prodeo merupakan suatu pelanggaran terhadap asas equality before the law. Dalam proses Hakim Pengadilan Agama Karanganyar melakukan pemeriksaan pada sidang pertama yang berisi mengenai permohonan beracara tanpa biaya yang dalam pemeriksaan tersebut hakim akan memutuskan dengan putusan sela yang isinya menolak atau mengabulkan izin permohonan beracara dengan cuma-cuma (Prodeo) di Pengadilan Agama Karanganyar, hakim dalam pertimbangannya, memperhatikan terlebih dahulu perkara yang commit to user menjadi kewenangan Pengadilan Agama kemudian hakim memeriksa
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permohonan berperkara secara Prodeo dengan memeriksa alat bukti yang diajukan pemohon. Dalam acara perdata alat bukti diatur dalam Pasal 1866 KUHPerdata, Pasal 164 HIR terdiri dari bukti tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Dalam permohonan berperkara Prodeo ini bukti tulisannya adalah surat keterangan dari kelurahan setempat atau kepala kepolisian setempat yang menerangkan bahwa benar orang tersebut adalah tidak mampu membayar uang perkara ini sesuai dengan Pasal 238 ayat (3) HIR. Setelah hakim mengetahui pihak berperkara adalah orang tidak mampu berdasarkan surat keterangan dari kelurahan setempat, kemudian dihadirkan dalam pemeriksaan di persidangan saksi-saksi yang mengatahui keadaan perekonomian pihak yang mengajukan berperkara secara Prodeo untuk lebih menguatkan bahwa pemohon benar-benar layak untuk berperkara secara Prodeo. Selain itu akan dihadirkan pihak tergugat guna untuk menguatkan bahwa si pemohon mengajukan beracara secara Prodeo benar-benar orang tidak mampu. Hakim sebagai pihak yang memutus dan menyelesaikan suatu perkara apabila telah mengabulkan seseorang untuk beracara secara Prodeo maka hakim telah mempunyai pertimbangan yang cukup bahwa orang yang mengajukan perkara secara Prodeo itu adalah orang yang layak untuk berperkara secara Prodeo. 2.
Implikasi Yuridis Pemeriksaan Secara Prodeo Terhadap Dasar Pertimbangan
Hakim
Dalam Menjatuhkan Putusan Pada Perkara
Cerai Talak Nomor.414.pdt.G/2006/PA.KRA. Dalam
pemeriksaan
perkara
cerai
Talak
Nomor
414/Pdt.G/2006/PA.KRA yang diperiksa secara Prodeo yang penulis teliti terdapat implikasi yuridis terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Dalam wawancara dengan hakim anggota majelis yang memeriksa dan mengadili perkara yang diperiksa secara Prodeo tersebut yaitu Qomaroni,S.H menerangkancommit bahwa dalam pertimbangan putusannya, to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 237 HIR dan putusan sela Pengadilan Agama Karanganyar Nomor:414/Pdt.G/PA.Kra. Tanggal 12 juni 2006, maka Pemohon dibebasakan dari biaya perkara. Implikasinya menurut keterangan hasil wawancara dari Qomaroni,S.H sebagai hakim anggota yang memeriksa perkara tersebut hakim tidak membebankan kewajiban kepada pemohon akibat putusnya perkawinan karena cerai talak beradasarkan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam. yaitu, menentukan besarnya nafkah yang ditanggung oleh bekas suami kepada bekas istri, memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istri dan memberikan biaya hadhanah untuk anakanaknya yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun apabila mereka mempunyai keturunan. Dalam pemeriksaan perkara cerai talak ini termohon tidak hadir dan sudah dipanggil secara patut oleh pengadilan Agama Karanganyar, karena ketidakhadiran termohon dalam pemeriksaan perkara ini, sehingga termohon tidak menuntut apa yang menjadi haknya sebagai mantan istri kepada mantan suaminya, sebenarnya hakim dalam hal ini secara Ex Officio untuk menjamin hak-hak perempuan dapat membebankan hak dan kewajiaban mantan suami kepada pemohon, walaupun termohon tidak menuntut apa yang menjadi haknya. Namun karena permohonan perkara cerai Talak ini diperiksa secara prodeo, karena untuk membayar biaya perkara ini saja pemohon tidak mampu membayarnya dikarenakan ketidakmampuan prekonomiannya dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja tidak mencukupi maka hakim dalam putusannya tidak membebankan kepada Pemohon untuk memenuhi hak dan kewajibannya akibat putusnya perkawinannya karena cerai talak kepada termohon mantan istrinya (Wawancara dengan Komaroni,S.H, hari Senin tanggal 14 Juni 2010 pukul 13.10 WIB). Demikian
halnya
414/Pdt.G/2006/PA.KRA
ini,
dengan
perkara
berdasarkan
cerai
Talak
Nomor
keterangan
diatas
penulis
berpendapat bahwa implikasi yuridis perkara yang diperiksa secara Prodeo terhadap dasar pertimbangancommit hakimtodalam user menjatuhkan putusan ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
diketahui setelah adanya pertimbangan hakim dalam putusannya yang Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 237 HIR dan putusan sela Pengadilan Agama Karanganyar Nomor:414/Pdt.G/PA.Kra. Tanggal 12 juni 2006, maka Pemohon dibebasakan dari biaya perkara. berdasarkan pertimbangan itu, hakim berpendapat menilai pemohon cerai talak yang perkaranya diperiksa secara Prodeo ini adalah orang yang benar-benar tidak mampu secara ekonominya bahkan untuk memenuhi kebutuhanya sehari-hari saja kurang mampu. Karena pertimbangnya itu implikasinya hakim dalam menjatuhkan putusannya tidak membebankan kewajiban kepada pemohon akibat putusnya perkawinan karena cerai talak berdasarkan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam di sebutkan: Bilamana perkawinan putus karena cerai talak, maka bekas suami wajib: a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul; b. Memeberi nafkah kepada bekas istri selama dalam masa iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nasyus dan dalam keadaan hamil; c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila qobla al dukhul; d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya mencapai yang belum umur 21 tahun; Hakim dalam menjatuhkan putusannya pada perkara yang diperiksa secara prodeo ini tidak membebankan kewajiban kepada pemohon akibat putusnya perkawinan karena cerai talak kepada termohon yaitu bekas istrinya ini sudah sesuai dengan ketetuan perundang-undangan karena Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, memberikan jalan dengan ketentuan yang berbunyi: “pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberi biaya penghidupan dan/ atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri”. karena dalam pasal tersebut terdapat kata commit to user “dapat”, kata tersebut menunjukkan sebuah anjuran bagi hakim dalam
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memutus untuk mewajibkan atau tidak mewajibkan bagi suami untuk memenuhi hak-hak istri, atau sebuah alternatif bagi hakim dalam memutus untuk menghukum Pemohon, disini diberikan kebebasan bagi hakim dalam pertimbangannya menilai layak atau tidaknya Pemohon untuk mememenuhi kewajibannya akibat putusnya perkawinan kepada bekas istrinya, sehingga dalam memutus perkara tersebut hakim harus melihat terlebih dahulu keadaan sosial ekonomi dari Pemohon cerai talak yang perkaranya diperiksa secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan implikasi yuridis penanganan perkara secara prodeo terhadap pertimbanagan hakim dalam menjatuhkan putusan di Pengadilan Agama Karanganyar (Studi Putusan Nomor.414.Pdt.G/2006/PA.KRA), maka penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut :
1.
Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Izin Berperkara Secara Prodeo di Pengadilan Agama Karanganyar: a. Hakim berpendapat bahwa semua perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama
yang
diatur
dalam
Pasal
49
Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dapat diajukan pemeriksaanya secara prodeo. Karena dalam ketentuan Pasal 273 HIR hanya menegaskan diperbolehkan berperkara secara prodeo bagi para pihak yang tidak mampu membayar biaya perkara tetapi tidak menyebutkan jenis-jenis perkaranya. b. Hakim memberikan izin berperkara secara Prodeo di Pengadilan Agama juga telah melihat alat bukti yang diajukan pemohon yang menunjukkan bahwa pemohon adalah benar orang yang tidak mampu ekonominya yaitu dengan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan/kecamatan setempat dan saksisaksi yang diperiksa di persidangan.
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Implikasi Yuridis Pemeriksaan Secara Prodeo Terhadap Dasar Pertimbangan Hakim
Dalam
Menjatuhkan
Putusan
Pada
Perkara
Cerai
Talak
Nomor.414.pdt.G/2006/PA.KRA adalah sebagai berikut: Implikasi yuridis perkara yang diperiksa secara Prodeo terhadap dasar pertimbangan
hakim
dalam
menjatuhkan
putusan
adalah
hakim
tidak
membebankan dalam putusannya kepada Pemohon untuk memenuhi hak dan kewajibannya berdasarkan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam akibat putusnya perkawinannya karena cerai Talak kepada Termohon yaitu bekas isrinya, karena hakim telah mempertimbangkan kondisi ekonomi Pemohon yang serba kekurangan.
B. Saran Dari kesimpulan yang didapat oleh penulis, pada akhirnya penulis dapat mengajukan saran kepada para pihak yang terkait sebagai berikut: 1. Hendaknya dalam menentukan krtiteria tidak mampu secara ekonomis, lebih ada kejelasan ketidakmampuan misalnya karena tidak mempunyai pekerjaan tetap, penghasilannya kurang dari standar minimum atau mampu membayar biaya perkara, tapi tidak mampu membayar jasa kuasa hukum. 2. Hendaknya Pengadilan Agama Karanganyar lebih mempertimbangkan lagi dengan adanya perkembangan regulasi kependudukan, sebaiknya masyarakat yang tidak mampu juga bisa memanfaatkan kartu keluarga miskin (gakin). Untuk lebih memudahkan masyarakat sehingga tidak perlu lagi repot meminta keterangan miskin yang dikeluarkan lurah, kepala desa atau kecamatan setempat. 3. Hendaknya hakim dalam mengambil keputusannya terhadap perkara yang diperiksa secara Prodeo lebih bersikap bijaksana dan mengedepankan sanubari dan hati nuraninya agar lebih memberi rasa keadilan bagi para pihak. commit to user 60