PERSETUJUAN PEMBIMBING
Artikel
Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X Di SMA Negeri 1 Boliyohuto (Suatu Penelitian Terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Boliyohuto)
Oleh
NUR ATIKA OKA (NIM. 411 410 046, Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo)
Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Dipublikasikan
1
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 1 BOLIYOHUTO Nur Atika Oka1, Syamsu Qamar Badu2, Khardiyawan A.Y Pauweni3 Jurusan Pendidikan Matematika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menyatakan gambaran tentang pengaruh hasil belajar siswa yang dilihat melalui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi geometri. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen dengan rancangan Posttes-Only Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Boliyohuto, dengan populasi terjangkau adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Boliyohuto T.P 20132014. Pengambilan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling. Dari pengambilan sampel diperoleh kelas X.A sebagai kelas ekperimen yang diberikan perlakuan berupa model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kemampuan pemecahan masalah matematika dan kelas X.G sebagai kelas kontrol atau diberikan pembelajaran konvensional dengan kemampuan pemecahan masalah matematika. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa diukur melalui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi geometri. Data ini dikumpul dengan menggunakan Instrumen tes yang berbentuk essay. Analisis data untuk menguji hipotesis dilakukan menggunakan Uji t. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih tinggi dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Kata Kunci : Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Pembelajaran Konvensional, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Geometri.
1
NUR ATIKA OKA, 411410046, JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA, FAKLUTAS MIPA, Dr ,SYAMSU QAMAR BADU, M.Pd, KHARDIYAWAN A.Y PAUWENI, S.Pd, M.Pd
2
Matematika menunjukkan peranan yang sangat penting saat ini. Peranan ini dapat dilihat pada bantuan matematika dalam berbagai sektor kehidupan manusia, seperti pada transportasi, komunikasi, ekonomi/perdagangan dan pemgembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu matematika juga memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pembentukan manusia unggul. Matematika adalah ilmu yang berkembang sejak ribuan tahun lalu dan masih tumbuh subur hingga kini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi sekarang ini yang merubah dunia semakin canggih dan praktis dalam segala kehidupan adalah sumbangan ilmu matematika. Kegiatan pembelajaran matematika tentu tidak akan terlepas dari masalah matematika. Untuk itu, peserta didik harus memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan yang perlu dijadikan perhatian utama dan urgen untuk ditingkatkan pada diri peserta didik. Hal ini sangat penting karena selain merupakan tujuan pembelajaran matematika juga sebagai jantungnya matematika, serta merupakan alat utama untuk melakukannya. Selain itu, kemampuan ini akan digunakan dalam masalah sehari-hari atau situasi dalam pembuatan keputusan secara baik dalam kehidupannya oleh peserta didik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Boliyohuto, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X tergolong masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan kepada siswa dan guru matematika. Guru matematika mengungkapkan bahwa ketika guru mengajukan pertanyaan kepada siswa, hanya sebagian kecil siswa yang merespon pertanyaan tersebut. Selain itu, siswa juga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang bentuknya berubah dari contoh soal yang diberikan oleh guru. Kegiatan belajar siswa di kelas antara lain mendengarkan penjelasan guru, mencatat hasil catatan dari guru kemudian mengerjakan soal latihan. Kegiatan pembelajaran yang seperti ini, cenderung mengarah pada ceramah dan latihan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah perlu adanya perbaikan proses pembelajaran yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah, untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pembelajarn berdasarkan masalah adalah suatu pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah. Menurut Sears dan Hears (dalam Talib, 2013: 12) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dapat melibatkan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi, dan pemecahan masalah. Pada saat peserta didik menghadapi masalah tersebut, mereka mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang dari berbagai perspektif serta untuk menyelesaikannya diperlukan informasi dari berbagai disiplin ilmu. Melalui model pembelajaran berdasarkan masalah siswa diharapkan akan terfokus pada kegiatan memecahkan masalah. Dalam kegiatan memecahkan masalah tersebut siswa memiliki kesempatan yang luas untuk dapat bertukar ide atau pendapat dengan siswa lainnya sehingga memperoleh pemahaman baru tentang matematika yang disisipkan dalam masalah tersebut. Kemudian dalam kegiatan memecahkan masalah tersebut siswa memiliki kesempatan yang luas untuk dapat mencari hubungan, menganalisis pola, menemukan metode mana yang sesuai atau tidak sesuai, menguji hasil, menilai dan mengkritisi pemikiran temannya sehingga secara optimal mereka melibatkan diri dalam proses pembelajaran matematika. Dengan demikian, jelaslah bahwa pembelajaran berdasarkan masalah siswa dikondisikan untuk membangun pengetahuan matematis baru, siswa dikondisikan untuk mencari, menemukan, dan mengaplikasikan dalam kaitannya dengan materi lain di dalam matematika maupun dalam bidang lain, siswa dikondisikan untuk mencari dan menemukan berbagai cara alternatif untuk mendapatkan solusi serta menentukan cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah, siswa dikondisikan untuk mengamati, mengkritisi, dan
3
mengembangkan proses penyelesaian masalah. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang diformulasikan “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X Di SMA Negeri 1 Boliyohuto”. Kemampuan Pemecahan Masalah Masalah Matematika Menurut (KBBI) Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu. Sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Kemampuan atau ability menurut Sahvitri (dalam Ibrahim 2011 : 12) adalah atribut-atribut yang mempengaruhi kinerja seseorang. Kemampuan siswa atau ability dalam proses pembelajaran adalah sejauh mana siswa tersebut dapat memahami dan menyelesaikan suatu masalah yang diberikan oleh guru yang berkaitan dengan masalah matematika, dengan memberikan alasan yang logis mengenai jawabannya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam memahami dan menyelesaikan suatu masalah yang berhubungan dengan matematika, dengan memberikan alasan yang logis mengenai jawabannya. Dalam proses belajar mengajar, pemecahan masalah berhubungan dengan kegiatan belajar siswa dalam upaya menemukan jawaban terhadap materi yang dipelajari. Menurut Wena (2013 : 52) pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Selain itu, menurut NCTM (dalam Widjajanti, 2009: 405) menyebutkan bahwa memecahkan masalah bukan saja merupakan suatu sasaran belajar matematika, tetapi sekaligus merupakan alat utama untuk melakukan belajar itu. Oleh karena itu, pemecahan masalah menjadi fokus pembelajaran matematika di semua jenjang, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pemecahan masalah menurut Sumiati (dalam Ibrahim 2012 : 22) dapat diartikan sebagai kemampuan yang menunjukkan pada berfikir yang terarah, untuk menghasilkan gagasan, ide, atau mengembangkan kemungkinan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya agar tercapai tujuan yang diinginkannya. Sedangkan menurut Polya (dalm Husain, 2012 : 12) mengartikan pemecahan masalah matematika sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dicapai. Dalam memecahkan masalah matematika, ada beberapa tahap yang dilalui. Menurut Polya (dalam Husain, 2012: 13) tahap-tahap tersebut meliputi : (1) Memahami soal atau masalah (understanding the problem), (2) Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya (devising a plan), (3) Melaksanakan rencana (carrying out the plan), (4) Menelaah kembali semua langkah yang telah dilakukan (looking back). Jadi dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha untuk mencari solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi, guna untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Tahap-tahap yang akan dilalui dalam memecahkan masalah, (1) memahami soal atau masalah, (2) membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya, (3) melaksanakan rencana, (4) menelaah kembali semua langkah yang telah dilakukan. Menurut Branca (dalam Efendi, 2012 : 2) ia mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Hal ini sejalan dengan NCTM (dalam Efendi, 2012 : 2) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. Selanjutnya, menurut Ruseffendi (dalam Efendi, 2012 : 3) juga mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amat penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Goos et. al (dalam
4
Lidinillah, 2008) seseorang dianggap sebagai pemecah masalah yang baik jika ia mampu memperlihatkan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi dengan memilih dan menggunakan berbagai alternatif strategi sehingga mampu mengatasi masalah tersebut. Adapun indikator pemecahan masalah menurut Dirjen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 (dalam Febrianti, 2013: 258) menguraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah apabila ia mampu : a) Menunjukkan pemahaman masalah b) Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah c) Menyajikan masalah dalam matematik dalam berbagai bentuk d) Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat e) Mengembangkan strategi pemecahan masalah f) Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah g) Menyelesaikan masalah yang tidak rutin Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kesanggupan untuk mencari solusi atau jalan keluar dari suatu permasalahan matematika yang masih baru, baik itu permasalahan yang berkaitan dengan bidang studi yang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari, dengan memilih dan menggunakan alternatif strategi sehingga mampu mengatasi masalah tersebut. Indikator kemampuan pemecahan masalah adalah sebagai berikut: 1. Memahami masalah 2. Merencanakan pemecahan masalah 3. Menyelesaikan masalah 4. Memeriksa kembali hasil dari pemecahan masalah Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Model pembelajaran dikembangkan karena adanya perbedaan karakteristik siswa yang bervariasi. Siswa memiliki berbagai karakteristik kepribadian, kebiasaan-kebiasaan, cara belajar yang bervariasi antara individu yang satu dengan yang lain, maka model pembelajaran tidak terpaku hanya pada model tertentu. Model pembelajaran menurut Soekamto (dalam Trianto, 2009 : 22) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam merencanakan pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan masalah berasal dari bahasa Inggris Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikan. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang inovatif, dan dapat memberikan kondisi belajar yang aktif untuk peserta didik. Menurut Sears dan Hears (dalam Talib, 2013: 12) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dapat melibatkan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi, dan pemecahan masalah. Pada saat peserta didik menghadapi masalah tersebut, mereka mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang dari berbagai perspektif serta untuk menyelesaikannya diperlukan informasi dari berbagai disiplin limu. Menurut Warsono dan Hariyanto (dalam Usman, 2013: 17) secara umum dapat dikemukakan bahwa kekuatan dari pembelajaran Problem Based Learning ini antara lain:
5
1. Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real word). 2. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya. 3. Makin menakrabkan guru dengan peserta didik 4. Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan peserta didik melalui eksperimen, hal ini juga akan membiasakan peserta didik dalam menerapkan metode eksperimen. Menurut Ibrahim (dalam Trianto, 2013: 98) sintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 (lima) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah Tahap Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi Tahap-1 atau cerita untuk memunculkan masalah, Orientasi siswa pada masalah memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
6
Dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah kerangka konseptual yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dari suatu lingkungan belajar, dan untuk menyelesaikannya diperlukan pengetahuan yang baru. Dari kelima langkah pembelajaran berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas maka tahap-tahap pembelajaran yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas adalah sebagai berikut : 1) Pendahuluan Pada kegiatan ini guru mengingatkan peserta didik tentang materi pelajaran yang lalu, memotivasi peserta didik, dan menyampaikan tujuan pembelajaran serta menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan. 2) Kegiatan Inti Guru bersama dengan peserta didik membahas konsep/teori yang diperlukan dalam kegiatan pemecahan masalah dan membahas soal-soal yang belum tuntas. Selanjutnya guru melaksanakan pembelajaran sesuai langkah-langkah pada pembelajaran berdasarkan masalah. a. Langkah 1 : Mengorientasikan peserta didik pada masalah Pada kegiatan guru mengajukan masalah dan meminta peserta didik mencermati masalah tersebut. Selanjutnya guru meminta peserta didik mengemukakan ide dan teori yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut. b. Langkah 2 : Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar Pada kegiatan ini peserta didik dikelompokkan secara bervariasi dengan memeperhatikan kemampuan, ras, etnis, dan jenis kelamin yang didasarkan pada tujuan yang ditetapkan. Jika diperlukan guru dapat membagi kelompok itu berdasarkan kesepakatan bersama antar peserta didik dengan guru. c. Langkah 3 : Membimbing peserta didik dalam memecahkan masalah Dalam kegiatan ini, guru bertugas mendorong peserta didik mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen actual, sehingga mereka benar-benar mengerti dimensi situasi permasalahannya. Tujuannya adalah agar pesrerta didik dalam mengumpulkan informasi yang cukup untuk mengembangkan dan menyusun ide-idenya sendiri. Selain itu, guru mengajukan permasalahan/pertanyaan yang dapat dipikirkan peserta didik, dan memberikan berbagai jenis informasi yang diperlukan peserta didik dalam menjalankan dan menemukan penyelesaian. d. Langkah 4 : Membantu mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah Pada kegiatan ini guru menyuruh seorang peserta anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dan guru membantu jika peserta didik mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang diberikan. e. Langkah 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Pada akhir kegiatan ini, guru membantu menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir peserta didik. Sedangkan peserta didik menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang dilalui pada setiap tahap pembelajaran. 3) Penutup Guru membimbing peserta didik menyimpulkan pembelajaran dan memberikan soal-soal untuk dikerjakan di rumah.
7
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan sehari-hari oleh guru di dalam kelas. Pembelajaran konvensional merupakan suatu cara untuk menyampaikan ide atau memberikan informasi dengan berbicara atau menerangkan. Guru berbicara terus-menerus di depan kelas sedangkan siswa sebagai pendengar, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar. Menurut Suparman (dalam Bito, 2009: 49-50), menyatakan bahwa dalam pembelajaran konvensional hal-hal yang dilakukan guru adalah sebagai berikut: 1) Memulai pelajaran dengan meninjau kembali pelajaran yang telah lewat. 2) Dilanjutkan dengan menerangkan tujuan pembelajaran secara singkat. 3) Mengajarkan materi tahap demi setahap dimana diberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih pada setiap tahap tersebut, selanjutnya tahap-tahap tersebut digabungkan sehingga siswa dapat melihat keseluruhan proses. 4) Memberi intruksi dan keterangan dengan jelas dan rinci 5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan pengetahuan yang dipelajari. 6) Memberikan pertanyaan dan mengecek pemahaman siswa lewat respon mereka terhadap berbagai pertanyaan, kemudian memberikan umpan balik. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dengan menggabungkan beberapa pendekatan seperti pendekatan penjelasan langsung, dan lebih menekankan pada tujuan pembelajaran yang berupa penambahan pengetaguan, sehingga belajar dilihat sebagai proses meniru, kemudain siswa dituntut untuk bisa mengungkapkan kembali pengetahuan yang dipelajari melalui kuis atau tes standar. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Boliyohuto, Kab Gorontalo, Provinsi Gorontalo, pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 selama ± 2 (dua) bulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen semu dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari model pembelajaran berdasarkan masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada mata pelajaran matematika khususnya pada materi geometri. Rancangan desain penelitian yaitu Posttes-Only Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Boliyohuto yang terdiri dari 7 kelas dengan jumlah rata-rata setiap kelas terdiri dari 28 29 orang. Total populasi adalah 274 orang yang tersebar di 7 kelas. Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak yaitu simple random sampling. Ada 2 tahap yang dilakukan dalam proses pengambilan sampel ini. Pengambilan sampel dilakukan dengan undian. Pada tahap I dilakukan pemilihan kelas yang akan diberikan perlakuan yang terdiri dari 7 kelas. Dari hasil pengundian diperoleh kelas X.A dan X.G yang dikenai perlakuan. Tahap II dilakukan dengan cara mengundi kelas yang mana yang akan diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah, dengan kemampuan pemecahan masalah matematika dan pembelajaran konvensional dengan kemampuan pemecahan masalah matematika. Dari hasil pengundian diperoleh kelas X.A sebagai kelas eksperimen yang diberikan perlakuan berupa model pembelajaran berdasarkan masalah dengan kemampuan pemecahan masalah matematika dan kelas X.G sebagai kelas kontrol atau diberikan pembelajaran konvensional dengan kemampuan pemecahan masalah matematika. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu analisis data deskriptif dan analisis data inferensial. Menurut Sugiyono (2013 : 207) statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
8
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata standar deviasi, perhitungan persentase. Sedangkan statistik inferensial (Sugiyono, 2013 : 209) adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi, pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t, syarat uji t adalah kedua kelompok harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen. Oleh sebab itu sebelum melakukan uji t perlu analisis normalitas dan homogenitas sebagai berikut : 1. Uji Normalitas Data Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji liliefors (Sudjana, 2005 : 466) dengan prosedur sebagai berikut : a) Pengamatan X1,X2,......,Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, ........,Zn dengan menggunakan rumus Dimana : = rata-rata sampel yang diperoleh dengan rumus ∑ S = standar deviasi yang diperoleh dengan rumus ∑(
)
b) Untuk bilangan baku menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian )) dihitung peluang Misalnya ; untuk Z = 0,2 maka F(0,2) – P(Z ≤ 0,2) = P(- < 0) + P (0 < Z < 0,2) – 0,5000 + 0,0793 = 0,5793 selanjutnya dihitung profosi Z1,Z2,...........,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi jika proporsi ini dinyatakan oleh S( Zi ), maka : ) c) Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya d) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut yang disebut dengan L0 Hipotesis statistik yang diuji dinyatakan sebagai berikut : H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal Kriteria pengujian adalah H0 diterima jika L0 Ltabel dan tolak H0 jika L0 Ltabel pada taraf nyata yang dipilih. 2. Uji Homogenitas Varians Pengujian homogenitas varians bertujuan untuk menguji kesamaan rata-rata dari beberapa varians, karena pada penelitian ini hanya menggunakan dua kelas maka rumus yang digunakan adalah uji kesamaan dua varians (Uji F). Rumus statistiknya : F= (Sudjana, 2005: 250)
9
Hipotesis yang akan diuji :
Keterangan : : kedua kelas memiliki kemampuan yang sama (homogen) : kedua kelas memiliki kemampuan yang tidak sama (tidak homogen)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Hasil Penelitian Tabel Deskripsi Data Hasil Penelitian Skor Skor Mean Modus Median Data/sumber N SD Min Max (x) (Mo) (Me)
Varians (S2)
Kelas Eksperimen
28
46
84
63.5
63.955
63.7
9.512
90.48148
Kelas Kontrol
29
34
66
52.017
49.1
51.125
8.8585
78.4729
Selengkapnya uraian deskripsi data hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa disajikan sebagai berikut : 1. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan model pembelajaran berdasarkan masalah Berdasarkan hasil tes dijaring dari 28 orang siswa diperoleh skor minimum 46, maksimum 84, rerata ( ̅ ) sebesar 63,5; median (Me) sebesar 63,7; modus (Mo) sebesar 63,955 dan standar deviasi (St.Dev) sebesar 9,512. Dari skor maksimum dan minimum tersebut, diperoleh rentangan skor 38, panjang kelas interval 7, dan banyaknya data kelas interval 6. Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Pembelajaran Berdasarkan Masalah No
Kelas Interval
fi
Frekuensi Relatif(%)
fkum
xi
fi x i
xi2
fi xi2
1.
46-52
5
17.86
5
49
245
2401
12005
2.
53-59
3
10.71
8
56
168
3136
9408
3.
60-66
10
35.71
18
63
630
3969
39690
4.
67-73
6
21.43
24
70
420
4900
29400
5.
74-80
3
10.71
27
77
231
5929
17787
6.
81-87
1
3.58
28
84
84
7056
7056
28
100
399
1778
27391
115346
10
Berdasarkan tabel di atas dilihat bahwa ada 8 orang siswa atau 28,57% memperoleh skor di bawah dari kelas interval yang memuat rata-rata skor 63,357, ada 10 orang siswa atau 35,71% yang memperoleh rata-rata skor dan ada 10 orang siswa atau 35,72% yang memperoleh skor di atas rata-rata. Histogram Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Pembelajaran Berdasarkan Masalah 12 10
Frekuensi
8 6 4 2 0 45.5
45.5
52.5
52.5
59.5
59.5 66.5 73.5 66.5
73.5
80.5
80.5
87.5
Kelas Interval
2. Data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan pembelajaran konvensional Berdasarkan hasil tes dijaring dari 29 orang siswa diperoleh skor minimum 34, maksimum 66, rerata ( ̅ ) sebesar 52,017; median (Me) sebesar 51,125; modus (Mo) sebesar 49,1 dan standar deviasi (St.Dev) sebesar 8,8585 dari skor maksimum dan minimum tersebut, diperoleh rentangan skor 32, panjang kelas interval 6, dan banyaknya data kelas interval 6. Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Pembelajaran Konvensional No
Kelas Interval
fi
Frekuensi Relatif(%)
fkum
xi
fi x i
xi2
fi xi2
1.
34-39
2
6,90
2
36,5
73
1332,25
2664,5
2.
40-45
5
17,24
7
42,5
212,5
1806,25
9031,25
3.
46-51
8
27,59
15
48,5
388
2352,25
18818
4.
52-57
6
20,69
21
54,5
327
2970,25
17821,5
11
5.
58-63
4
13,79
25
60,5
242
3660,25
14641
6.
64-70
4
13,79
29
66,5
266
4422,25
17689
29
100
309
1508,5
16543,5
80665,3
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat 15 orang siswa atau 51,73% memperoleh skor di bawah dari kelas interval yang memuat rata-rata skor 52,017, dan 6 orang siswa atau 20,69% pada kelas interval yang memuat rata-rata skor dan ada 8 orang siswa atau 27,58% yang memperoleh skor di atas rata-rata. Histogram Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Pembelajaran Konvensional 9 8 7
Frekuensi
6 5 4 3 2 1 0
39.5 45.5 45.5 51.551.557.5 57.5 33.533.539.5 63.5
63.5
70.5
Kelas Interval
1) Uji Normalitas Data Hasil Perhitungan Uji Normalitas Dan Keputusan Kelompok
N
Lhitung
Ltabel (α =5%)
Kesimpulan
Kelas Eksperimen
28
0,0792
0,1658
Normal
Kelas Kontrol
29
0,1159
0,1634
Normal
Karena data dari kedua kelas menunjukkan bahwa L hitung < L tabel , maka dapat disimpulkan bahwa kedua data tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2) Uji Homogenitas Varians Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai varians terbesar sebesar 96,4603 dan varians terkecil sebesar 72,9532, dan nilai dari Fhitung sebesar 2, Ftabel sebesar 12
1,89 Karena nilai Fhitung < Ftabel; maka dapat disimpulkan bahwa varians data berasal dari populasi yang homogen atau dengan kata lain data hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada mata pelajaran matematika baik kelas yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah dan kelas yang diberikan pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang homogen. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians Data/Sumber
S2
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
96,4603
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Pembelajaran Konvensional
72,9532
N 28 29
3) Uji Hipotesis Hasil perhitungan uji t tentang perbedaan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah dan pembelajaran konvensional menghasilkan sebesar 4,7058 ternyata lebih besar dari nilai sebesar 1,6725 pada taraf signifikan 0,05 dengan dk sebesar 55. Pembahasan Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dan pembelajaran konvensional dapat memberi pengaruh terhadap hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan hasil analisis data, telah terbukti bahwa terdapat perbedaan hasil antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah dengan yang diberikan pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan sebesar 4,7058. Selanjutnya terbukti bahwa hasil kemampuan pemecahan masalah matematika yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki rata-rata skor 63,375 lebih tinggi dari hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan pembelajaran konvensional dengan rata-rata skor 52,017. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Dalam penerapan model pembelajarkan masalah yang perlu diperhatikan adalah tahap-tahap pembelajaran berdasarkan masalah, dimana taha-tahap tersebut meliputi tahap pertama mengorientasikan peserta didik pada masalah, untuk tahap ini peserta didik diberikan suatu masalah, selanjutnya peserta didik diminta untuk mengemukakan ide yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut, tahap ini dapat melatih peserta didik untuk memahami masalah. Tahap kedua adalah mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, ada dua kegiatan yang dilakukan yaitu mengelompokkan peserta didik secara bervariasi dengan memperhatikan kemampuan dari setiap individu dan membagi LKS kepada setiap kelompok yang didalamnya terdapat suatu masalah yang harus diselesaikan, dan meminta peserta didik untuk memahami masalah yang terdapat dalam LKS sehingga peserta didik akan mencari solusi dari permasalahan tersebut. Hal ini didukung oleh teori konstruktivis ( Nur dalam Trianto, 2013: 28) yang menyatakan bahwa dalam psikologi pendidikan guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
13
sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ideide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Tahap ketiga yaitu membimbing peserta didik dalam memecahkan masalah, baik secara individu maupun kelompok dengan cara mendorong peserta didik mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Tujuannya agar peserta didik dapat mengembangkan dan menyususn ide-idenya sendiri berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan. Tahap ini melatih peserta didik dalam merencanakan pemecahan masalah dan menyelesaikan masalah. Tahap keempat adalah menyajikan hasil pemecahan masalah, dalam tahap ini ada dua kegiatan yang dilakukan yaitu kegiatan pertama menunjuk salah satu kelompok untuk memaparkan hasil karyanya, kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang diberikan, kegiatan kedua mempersilahkan kelompok lain untuk memberikan tanggapan atau pertanyaan kepada kelompok penyaji agar setiap kelompok bisa aktif dalam proses pembelajaran. Tahap kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah sehingga peserta didik bisa mengetahui tentang jawaban yang mereka berikan. Untuk tahap ini dapat melatih peserta didik dalam menelaah kembali hasil pemecahan masalah. Menurut Dominowski (dalam Widjajanti, 2009 : 406) menyatakan ada 3 tahapan umum untuk menyelesaikan masalah, yaitu : interpretasi, produksi, dan evaluasi. Interpretasi merujuk pada bagaimana seorang pemecah masalah memahami atau menyajikan secara mental suatu masalah. Produksi menyangkut pemilihan jawaban atau langkah yang mungkin membuat penyelesaian. Evaluasi adalah proses dari penilaian kecukupan dari jawaban yang mungkin, atau langkah lanjutan yang telah dilakukan selama mencoba atau berusaha menyelesaikan suatu masalah. Berdasarkan uraian di atas dapat simpulkan bahwa terdapat pengaruh hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah, sebagaimana yang telah dikemukakan pada BAB II terkait dengan hipotesis yang menyatakan bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih tinggi dari siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diberikan model pembelajaran berdasarkan masalah sebesar 63,357 lebih tinggi dari siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 52,017. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang dikemukakan, maka dapat dijadikan beberapa saran yaitu sebagai berikut : 1) Diharapkan kepada peserta didik untuk senantiasa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. 2) Diharapkan setiap guru memiliki keterampilan dalam meningkatkan model pembelajaran di kelas.
14
3) Diharapkan pihak lembaga untuk mendukung setiap perubahan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. 4) Diharapkan menjadi bahan kajian dalam menambah wawasan dan pengetahuan serta menjadi pengalaman bagi peneliti. Daftar Pustaka
Arikunto. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta Bito, Nursiya. 2009. Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk Sub Materi Prisma Dan Limas di kelas VIII SMP Negeri 11 Gorontalo. Tesis megister UNS Effendi Adhar Leo. 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 13. No 2 Oktober 2012. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact= 8&ved=0CC0QFjAB&url=http%3A%2F%2Fjurnal.upi.edu%2Ffile%2FLeo_Adhar.pdf&ei=l m06U5z6IMKLrQfd0YGIAQ&usg=AFQjCNGlf6PQu8F0LeGmikzOsR21JHyJjA&bvm=bv.639 34634,d.bmk (diakses tanggal 2 maret 2014).
Febrianti Hastuti. 2013. Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 9 Padang. Fakultas Mipa Universitas Lampung. Kumpulan Makalah Seminar Semirata 2013. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact= 8&ved=0CEMQFjAD&url=http%3A%2F%2Frepository.unib.ac.id%2F6625%2F1%2FDewi% 2520R%2520%2520Prosiding%2520SEMIRATA%25202012.pdf&ei=Om06U5miM8OOrQf s0oE4&usg=AFQjCNFHqTETUDacnUcdwF74tppZAL5iVw&bvm=bv.63934634,d.bmk (diakses tanggal 3 maret 2014).
Husain Gufrana. 2012. Pengaruh Model Quantum Teaching Dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Tesis UNG : Gorontalo. Tidak diterbitkan. Ibrahim Musrin. 2012. Pengaruh Metode Pembelajaran Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Trogonometri ditinjau dari kemandirian belajar. Tesis UNG : Gorontalo. Tidak diterbitkan. Lidinillah Muiz Abdul Dindin. 2012. Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah Di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar Nomor: 10 – Oktober 2008. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact= 8&ved=0CDgQFjAC&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FJURNAL%2FPENDI DIKAN_DASAR%2FNomor_10Oktober_2008%2FStrategi_Pembelajaran_Pemecahan_Ma salah_di_Sekolah_Dasar.pdf&ei=lm06U5z6IMKLrQfd0YGIAQ&usg=AFQjCNEO0hDZGHx_bCPKgB-UieFBfrqjA&bvm=bv.63934634,d.bmk (diakses tanggal 25 februari 2014)
15
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta Suharsimi Arikunto. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Talib Irwan J.. 2013 Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Pada Materi Prisma Dan Limas. Skripsi S1 Pendidikan Matematika UNG : Gorontalo. Tidak diterbitkan. Trianto. 2013. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya : Kencana. Usman Fatima M.. 2013. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matenmatika Melalui Model Problem Based Learning Pada Materi Sistem Persamaan Linear Kelas X1Di SMA Negeri 1 Luwuk Kabupaten Banggai. Tesis UNG : Gorontalo. Tidak diterbitkan. Widjajanti Bondan Djamilah. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika : Apa Dan Bagaimana Mengembangkannya. Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA. UNY. 5 desember 2009. ISBN : 978-979-16353-3-2 http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact= 8&ved=0CDcQFjAC&url=http%3A%2F%2Feprints.uny.ac.id%2F7042%2F1%2FP25Djamilah%2520Bondan%2520Widjajanti.pdf&ei=6m86U_f7J4eMrgeP_oGoBg&usg=AFQj CNFrvZMOnLq8_PC9SG6HHb9dpP92aw&bvm=bv.63934634,d.bmk (diakses tanggal 21
februari 2014) Wena Made. 2013. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Malang : Bumi Aksara
16