PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL EFEKTIVITAS PERDA NO. 39 TAHUN 2006 TENTANG PENERTIBAN HEWAN LEPAS DI KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh MUCHLIS TALIKI NIM. 271410011
Telah diperiksa dan disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Nur Muhamad Kasim S.Ag.,MH NIP. 19760208200312 2002
Bayu Lesmana Taruna, SH.,MH NIP: 197903022005011005
Mengetahui, Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Suwitno Y. Imran, SH.,MH Nip: 198306222009121004
EFEKTIVITAS PERDA NO. 39 TAHUN 2006 TENTANG PENERTIBAN HEWAN LEPAS DI KABUPATEN BONE BOLANGO Muchlis Taliki1 Dr. Nur Mohammad Kasim S.Ag.,M.H2Bayu Lesmana Taruna, SH.,MH3 Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK Muchlis Taliki“ Efektivitas Perda No 39 Tahun 2006 tentang penertiban hewan lepas Kabupaten Bone Bolango” dibawah Bimbingan Ibu Nur Mohammad Kasim S.Ag.,M.H dan Bapak Bayu Lesmana Taruna, SH.MH
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Perda No. 39 Tahun 2006 tentang Penertiban Hewan Lepas Di Kabupaten Bone Bolango, dan juga mengidentifikasi Faktor-faktor yang menjadi penghambat Keefektivitasan Perda No 39. Tahun 2006 tentang Penertiban Hewan Lepas di Kabupaten Bone Bolango. penelitian ini menggunakan metode empiris. Hasil penelitian ini adalah : 1) Pada prinsipnya mengenai Perda No 39 Tahun 2006 tentang Penertiban Hewan lepas tidak efektif hal ini disebabkan karena ditinjau dari sisi penegak perda tidak sesuainya pencapaian tujuan dan sasaran dari pihak institusi penegak perda yaitu Satpol PP Kabupaten bone bolango untuk menegakkan perda. Hal tersebut diindikasikan karena Kurangnya sarana khusus hewan ternak dari pemerintah pusat, dan juga kurangnya kesadaran hukum masyarakat khususnya pemilik hewan ternak di Kabupaten Bone Bolango.2). Faktor penghambat tidak efektifnya Perda tersebut adalah kurangnya fasilitas dari Pemerintah Pusat serta kurangnya sosialisasi mengenai Perda No. 39 tahun 2006 tentang penertiban hewan lepas secara merata di lingkungan Kabupaten Bone Bolango. Kata kunci : Efektivitas, Penertiban, Hewan Lepas, Kesadaran Hukum Masyarakat
1
Muchlis Taliki, Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo
2
Dr. Nur Mohammad Kasim S.Ag.,M.H Dosen Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo
3
Bayu Lesmana Taruna S.H.,M.H Dosen Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo
PENDAHULUAN Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjungjung tinggi nilai-nilai pancasila dan selalu menganut sistem presidensial dan juga merupakan Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Sehubungan dengan itu penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di laksanankan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dalam sistem NKRI, Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur, sebagai Wakil Pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan / atau Desa; serta dari Pemerintahan Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten / Kota dan / atau Desa serta dari Pemerintah Kabupaten / Kota kepada Desa untuk melaksanakan tugas tertentu.4 Dalam pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :” Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Dalam regulasi tersebut mengambarkan bahwa hak Pemerintah Daerah dalam menetapkan peraturan Daerah serta sistem otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan sebagian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka penigkatan pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat. Berkaitan dengan hal di atas dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tidak semerta-merta
4
mensyaratkan
adanya
kewenangan
Pemerintah
Daerah
Siswanto Sunarno,2009, hukum Pemerintahan Daerah di indnesia, Jakarta, sinar grafika hlm 7
dalam
menetapkan Peraturan Daerah, akan tetapi Undang-undang tentang otonomi Daerah ini juga mengatur tentang penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di Daerah masing-masing. Sebagai mana telah di rumuskan pada BAB III pembagian urusan Pemerintah pasal 14 ayat 1C Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.5 Bertitik tolak dengan hal di atas maka Pemerintah Daerah yakni Kabupaten Bone Bolango telah berkomitmen melaksanakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan menetapkan prodak hukum, salah satunya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bone Bolango No. 39 Tahun 2006 tentang Penertiban Hewan Lepas di wilayah Kabupaten Bone Bolango. di bentuknya Peraturan Daerah ini tidak lain berdasarkan pada perkembangan Kabupaten Bone Bolango. Yakniyang terlihat di masa kini bahwa adanya masyarakat yg tidak bertanggung jawab terhadap kepemilikan hewannya. Yang dampaknya menimbulkan ketidak nyamanan, bahkan dapat membahayakan terhadap pengguna kenderaan bermotor sahingga masih banyak pengendara yang mengalami kecelakaan akibat hewan yang di biarkan oleh pemiliknya. Sesuai dengan observasi awal yang di lakukan oleh Peneliti yakni menurut Eko Maulana pangkat Brigadir Polisi Kepala, NRP 81110288, Umur 32 Tahun, Pendidikan S1 Ilmu Hukum, Jabatan Kanit Laka Lantas Polres Bone Bolango, bahwa Data tingkat angka kecelakaan yang di akibatkan oleh hewan lepas dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, bahkan pernah menangani kasus kecelakaan yang di akibatkan oleh hewan lepas sehingga menyebabkan korban sampai meninggal dunia oleh karena itu perlu adanya penanggulangan serta upaya-upaya perventif dari pihak Pemerintah. Sementara 5
R.I., Undang – undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bab III pembagian urusan
pemerintah, pasal 14 ayat 1c
itu menurut Mohammad Yamin selaku kepala Satpol PP Kabuaten Bone Bolango mengungkapkan bahwa penyebab kurangnya Efektivitas Peraturan Daerah No. 39 Tahun 2006 di karenakan masih kuranganya fasilitas penunjang baik sarana maupun prasarana dari piihak Pemerintah. hal tersebut mengindikasikan banyaknya hewanhewan lepas yang dibiarkan berkeliaran di lingkungan khususnya di Bone Bolango. Sehingga melanggar Peraturan Daerah No. 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Lepas Di Kabupaten Bone Bolango terkhusus pada pasal 3 Ayat 1a-j. Berdasrkan pasal 1 ayat 8 Undang – undang No. 39 tahun 2006 bahwa yang dimaksud dengan hewan lepas adalah hewan peliharaan yang tidak di kandangkan atau hewan liar yang tidak di awasi yang dapat menggangu ketertiban dan lingkungan masyarakat. TINJAUAN PUSTAKA Teori Efektivitas Menurut Tim Prima Pena Efektivitas adalah ketepatgunaan, hasil guna, menunjang tujuan6 Untuk mengukur efektivitas Makmur mengemukakan pendapatnya bahwa dari segi kriteria efektivitas, unsur-unsurnya antara lain : a. Ketepatan Waktu b. Ketepatan Perhitungan Biaya c. Ketetapan dalam pengukuran d. Ketepatan dalam menentukan pilihan e. Ketepatan berfikir
6
Tim Prima Pena, 2006. Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap Referensi Ilmiah Idiologi, Politik, Hukum,
Ekonomi, Budaya, & Sains, Surabaya, Gitamedia Press,hlm.100
f. Ketepatan dalam melakukan perintah g. Ketepatan dalam menentukan tujuan h. Ketepatan sasaran.7 Teori Negara Hukum Abdul Aziz Hakim8 mengemukakan Negara Hukum adalah Negara berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Artinya adalah segala kewenangan dan tindakan dan tindakan alat-alat perlengkapan Negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum sehingga dapat mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya. dasarnya terutama bertujuan untuk
Negara
hukum
pada
memeberikan perlindungan bagi rakyat. Oleh
karnaya menurut Philipus W Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintahan di landasi dua prinsip-prinsip hak asasi manusia dan prinsip Negara Hukum.9 Teori Bekerjanya Hukum Bekerjanya hukum dalam masyarakat dikemukakan Satjipto Rahardjo10 dengan dalil-dalil sebagai berikut: 1. Setiap peraturan hukum memberikan tentang bagaimana seorang pemegang peranan ( role occupant ) itu diharapkan bertindak.
7
Makmur,Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan,PT.Revika Aditama.2011.hlm7-9
8
Abdul Aziz Hakim, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi Di Indonesia,Celeban Timur Yogyakarta,
Pustaka Belajar,hlm.8 9
Philips w Hadjon dalam Zairin harap, 2010, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, hlm 2 10
Satjipto Rahardjo,2005, Hukum dan Masyarakat, Bandung, Angkasa hlm 21
2. Bagaimana seorang pemeran peranan itu akan bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksanaan serta keseluruhan komplek kekuatan sosial, politik dan lainnya. 3. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan umpan balik yang datang dari para pemegang peranan. 4. Bagaimana para pembuat Undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologi, dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi. Teori Kesadaran Hukum Masyarakat Menurut pendapat sudarsono tentang beberapa indikasi kesadran hukum yaitu : 1. Pengetahuan hukum; pengetahuan hukum dalam hal ini berarti masaarakat telah memiliki pengetahuan secara kosepsional bahwa terdapat beberapa pembuatan didalam masarakat yang sudah di atur oleh hukum baik berwujud hukum tertulis (perundang-undagan, peraturan – peraturan daerah, surat edaran dan intruksi – intruksi dari pejabat yang berwenang untuk itu), merupakan berupa hukum yang tidak tertulis. Pengetahuan
hukum meliputi, perbuatan yang dilarang seperti perjudian, penganiyayan, pencurian dan lain – lain dan perbuatan yang di perbolehkan oleh hukum seperti tolong menolong, gotongroyong, jual beli dan sebagainya. 2. Pemahaman kaidah-kaidah hukum; merupakan petunjuk adanya kesadaran hukum
yang telah tinggi dari pada sekedar
pengetahuan tentang hukum, dalam tingkat ini masarakat mulai menghayati isi aturan-aturan yang berlaku dalam masarakat. Norma-norma yang di maksud adalah kesopanan, norma kesusilaan, norma adat, norma agama, dan norma hukum. 3. Sikap hukum; dalam tahap ketiga ini masrakat memiliki kecendrungan untuk memberikan penilaiannya terhadap hukum yang berlaku (hukum positif) maupun norma-norma yang hidup yang tumbuh dalam masarakat. Penilaian yang akan meraka berikan kaedah-kaedah hukum tersebut berupa nilai-nilai yang berdimensi, yang baik dan buruk misalnya dengan adanya delik pencurian (pasal 362 kuhp).kejahatan pencurian di nilai sebagai perbuatan yang jelek/tercela, sebab pencurian akan timbul rasa kecewa dan menyakitkan
hati pemilik barang yang menjadi
korban pencurian. Jika masrakat telah mampu bersikap hukum dengan dimensi moralitas, berarti mereka telah memiliki kesadaran hukum yang lebih tinggi dari pada hanya sekedar memahami norma hukum.
4. Perilaku hukum; dalam tahap ini masarakat mampu bersikap ataupun berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, hal ini berarti masarakat telah memiliki kesadran hukum yang cukup tinggi. Berperilaku hukum bagi masrakat berarti apabila masarakat menurut hak-haknya maka tuntutan itu hanya ingin di capai melalui saluran-saluran norma hukum yang berlaku.sejalan dengan perilaku sebaliknya, jika masarakat menunaikan kewajiban-kewajibannya maka kewajiban tersebut di laksanakan sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku pula.11 Tinjauan Umum Tentang Hewan Lepas Hewan atau disebut juga dengan binatang adalah kelompok makhluk hidup yang diklasifikasikan dalam kerajaan Animal, adalah salah satu dengan berbagai makhluk hidup dibumi. Sebutan lainnya adalah fauna dan margasatwa ( atau satwa saja). Hewan atau binatang ini setiap hari bisa kita temui dilingkungan sekitar kita. Banyak cara untuk menggolongkan hewan, hewan dapat digolongkan berdasarkan tempat hidupnya, jenis makanannya, berdasarkan penutup tubuhnya, cara berkembang biaknya, dan cara bernafasnya, sebenarnya ada penggolongan yang lebih umum, yaitu penggolongan hewan berdasar tulang belakangnya. Vertebrata yaitu yaitu hewan yang bertulang belakang. Invertebrata yaitu hewan tanpa tulang belakang. Jenis makanan setiap hewan
11
Sudarsono, 2007.Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, Hlm 66-68
adalah tertentu. Namun, pada dasarnya makanan itu berasal dari tumbuhan atau hewan lainnya.12 Berkaitan dengan hal diatas dijelaskan pula dalam Peraturan Daerah No.39 Tahun 2006 tentang Penertiban hewan lepas dalam hal ini yang menjadi fokus penelitian peneliti, dicakup tentang pengertian hewan lepas yakni diatur dalam BAB I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (8) yang bunyinya “ Hewan lepas adalah hewan peliharaan yang tidak dikandangkan atau hewan liar yang tidak awasi yang dapat mengganggu ketertiban dan lingkungan masyarakat”. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menyusun dan memperoleh data berdasarkan non doktrinal atau empiris (data lapangan) yang memperoleh gambaran yang menyeluruh sesuaai dengan fakta-fakta yang terjadi dilapangan atau realitas sosial yang terjadi terkait dengan Efektivitasan Perda No. 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Lepas di Kab, Bone Bolango, dan oleh penulis dalam penelitian ini juga menganalisi dengan analisis deskriftif kualitatif yang mengacu pada data primer dan data sekunder. Sehingganya data dianalisis secara ilmiah kemudian ditarik suatu kesimpulan. Terkait dengan hal tersebut penilitian ini juga di analisis secara kuantitatif hal ini dilakukan dalam mempresentasikan tingkat kesadaran hukum masarakat tentang perda no 39 tahun 2006 tentang penertiban hewan lepas di kabupaten bone bolango dalam bentuk persen dengan menggunakan rumus sebagai berikut: P = F X 100 N 12
Ikhsan,pengertian hewan,http://ihsan29.blogspot.com/2013/02/pengertian.html,diaksestgl 23 april 2014 (09:15)
Keterangan : P = Presentase F = Frekuensi N= Jumlah frekuensi dari seluruh klasifikasi13 HASIL DAN PEMBAHASAN Di tinjau kembali sesuai yang di jelaskan penulis terdahulu pada kajian pustaka bahwa untuk mengukur efektivitas sesuatu memiliki beberapa indikator-indikator penting sebagaimana di jelaskan oleh Makmur adapun indikator-indikator yang dimaksud diantaranya yaitu : pendekatan pencapaian tujuan, ketepatan sasaran, Pencapaian tujuan lebih berorientasi kepada jangka panjang dan sifatnya stratejik, sedangkan sasaran lebih berorientasi kepada jangka pendek dan lebih bersifat operasional, penentuan sasaran yang tepat baik yang diterapkan secara individu maupun sasaran yang ditetapkan organisasi sesungguhnya dapat menentukan keberhasilan aktivitas organisasi. Demikian pula sebaliknya, jika sasaran yang ditetapkan kurang tepat, maka akan menghambat pelaksanaan berbagai kegiatan itu sendiri.14 Sejalan dengan hal diatas Stephen Robbins pun memberikan penjelasan bahwa salah satu hal menunjang untuk mengukur efektivitas ialah Pendekatan pencapaian tujuan. Berkenaan dengan pendapat diatas penulis berkesimpulan bahwa untuk mengukur efektivitas khususnya Perda No. 39 Tahun 2009 di Bone Bolango harus dilihat sesuai dengan indikator-indikator efektivitas diatas yakni :
13
Soerjono Soekanto,2010. Pengertian Penelitian Hukum,Jakarta,UI-Press,hlm.268
14
Makmur,Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan,PT.Revika Aditama.2011.hlm7-9
1. Pendekatan pencapaian tujuan 2. Ketepatan sasaran 3. Ketepatan Waktu 4. Ketepatan dalam menentukan pilihan 5. Ketepatan dalam pengukuran 6. Ketepatan berfikir 7. Ketepatan dalam melakukan perintah Berdasarkan dengan hal diatas penulis bahwasanya perlu memberikan penelusuran pada Institusi Penegak Perda yaitu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kabupaten Bone Bolango untuk memberikan gambaran mengenai indikator pendekatan pencapaian tujuan sesuai dengan hasil wawancara Penulis sebagai berikut: Mohammad Yamin selaku kepala Satuan Polisi Pamong Praja(Satpol PP) Kabuaten Bone Bolango mengungkapkan bahwa sejauh ini kami belum terlalu sinergik dalam pengentasan hewan-hewan liar di wilayah Kabupaten Bone Bolango disebabkan karena tidak ada fasilitas penunjang baik sarana maupun prasarana dari piihak Pemerintah kami sangat membutuhkan mobil yang bisa mengangkat hewan namun pada kenyataannya belum ada titik terang mengenai hal ini.15 Sementara itu menurut anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Affandi A. Tahir Nip : 198409102007011002, Jabatan Staff, Umur 30 Tahun mengutarakan bahwa sejauh ini Peraturan Daerah No 39 Tahun 2006 tentang Penertiban Hewan Lepas belum dan masih banyak pemilik-pemilik sapi yang belum tahu akan regulasi tersebut terlebih lagi kurangnya sosialisasi Perda No. 39 Tahun 2006 tentang Penertiban Hewan
15
Hasil Wawancara dengan Mohammad Yamin, Kepala Satpol PP, Tanggal 25 Juli tahun 2014
Lepas di tingkat bawah sehingga kesadaran hukum masyarakat mengenai Perda tersebut masih rendah.16 Dari beberapa pendapat diatas penulis berpandangan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bone Bolango belum optimal dalam hal pendekatan pencapaian tujuan hal ini dapat memicu masyarakat untuk melepas hewanhewan peliharaannya. meskipun hal yang menjadi penghambat adalah sarana dan prasarana dari pemerintah bisa saja Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setidaktidaknya menggunakan Mobil Patroli untuk kiranya mensosialisasikan kepada masyarakat atau pemerintah desa setempat agar tidak melepaskan hewan peliharaannya dengan tujuan masyarakat umum bisa mengetahui regulasi yang mengatur tentang hewan lepas.. Karena bila tidak hal tersebut mengindikasikan banyaknya hewan-hewan lepas yang dibiarkan berkeliaran di lingkungan khususnya di Bone Bolango. Sehingga dampaknya melanggar Peraturan Daerah No. 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Lepas Di Kabupaten Bone Bolango.Atas dasar 7 indikator diatas yang telah di paparkan oleh penulis sesuai dengan data lapangan dapat merangkum satu kesimpulan dalam mengukur efektivitas Perda No. 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Lepas Di Kabupaten Bone Bolango harus sesuai dengan indikator – indikator yang telah di tetapkan oleh makmur namun pada kenyataan hanya dua dari tujuh indikator saja yang memenuhi ketentuan tersebut oleh karena it penulis menilai bahwa dalam penegakan Perda No 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Lepas tidak efektiv. SIMPULAN Pada prinsipnya hasil penelitian ini menghasilkan bahwa Perda No.39 Tentang Penertiban Hewan Lepas Kabupaten Bone Bolango tidak efektif karena sesuai hasil penelitian bahwa yang menjadi penyebab hal tersebut tidak efektif yakni bila ditinjau dari sisi penegak perda tidak sesuainya pencapaian tujuan, ketepatan sasaran, ketepatan waktu, ketepatan menentukan pilihan, dan ketepatan dalam pengukuran, dari pihak
16
Hasil Wawancara dengan Affandi A. Tahir, Anggota Satpol PP Tanggal 25 juli Tahun 2014
institusi penegak perda yaitu Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten bone bolango untuk menegakkan perda. Hal tersebut diindikasikan karena Kurangnya sarana khusus hewan ternak dari pemerintah pusat. Selanjutnya bila ditinjau dari masyarakat, masyarakat pada prinsipnya belum tahu mengenai perda tersebut sehingga menyebabkan banyak nya hewan yang lepas begitu saja dengan memandang dampak yang di rugikan oleh hewan tidak terlalu fatal.faktor penghambat utama dalam penegakan Perda No 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Di kabupaten Bone Bolango lepas adalah kurangnya fasilitas dari pemerintah serta kurangnya sosialisasi khusus perda No. 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Lepas di tingkat bawah secara merata yang berdampak kurangnya kesadaran masyarakat terhadap Perda No. 39 Tahun 2006 tentang penertiban hewan lepas. Selanjutnya mengenai kesadaran hukum masyarakat telah di teliti oleh penulis melalui 4 indikator menghasilkan masyarakat Bone Bolango khususnya pemilik pemilik hewan belum sadar adanya Perda No 39 Tahun 2006 tentang penertiban hewan lepas di Kabupaten Bone Bolango. SARAN Kiranya dapat menyediakan dan memberikan sarana/fasilitas sebagai faktor pendukung kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bone Bolango sebaga institusi Penegak Perda untuk keefektivan Perda No 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Leepas. Dan seharusnya pemerintah Kabuputen Bone Bolango menyiapkan atau memberikan anggaran kepada masyarakat khususnya masyarakat yang menerima bantuan hewan dari pemerintah agar guna menjaga ketentraman di Kabupaten Bone Bolango. Selanjutnya Satuan Polisi Pamong Praja harus meningkatkan sosialisasi secara merata dan berkesinambungan di tingkat bawah. Harus melaksananakan razia
keliling terhadap hewan lepas, tindaki dengan sungguh – sungguh pada masarakat yang melanggar Peraturan Daerah No. 39 Tahun 2006 Tentang Penertiban Hewan Lepas Di Kabupaten Bone Bolango. DAFTAR RUJUKAN Abdul Aziz Hakim, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Celeban Timur Yogyakarta. Makmur, 2011. Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, PT.Revika Aditama. Bandung. Sajipto Rahardjo, 2005, hukum dan masyarakat, Angkasa, Bandung. Sudarsono, 2007.Pengantar Ilmu Huku, Penerbit Rhineka cipta,Jakarta. Siswanto Sunarrno, 2009. hukum pemerintahan daerah di indonesia, Sinar Grafika, jakarta Tim Prima Pena, 2006. Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya & Sains, Gitamedia
Press,
Surabaya. Zairin Harahap, 2010. Hukum acara peradilan tata usaha negara, Raja Grafindo Persada, jakarta.