Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014*)
Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada triwulan IV 2013 mulai menunjukkan perbaikan seiring dengan menguatnya tandatanda pemulihan ekonomi global. Perbaikan pertumbuhan ekonomi dialami oleh berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera. Secara agregat, kedua kawasan masing-masing tumbuh 6,6% dan 5,5% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh 6,1% dan 5,0% (Gambar I.1.). Perbaikan di kedua kawasan ini terutama didorong oleh kinerja ekspor, khususnya untuk komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) seperti pertambangan dan perkebunan. Perbaikan kinerja ekonomi di kedua kawasan tersebut mendorong kenaikan laju pertumbuhan ekonomi nasional dari 5,63% pada triwulan III 2013 menjadi 5,72% pada triwulan IV 2013. Sebaliknya, laju pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Jawa secara agregat tumbuh melambat dari 6,1% menjadi 6,0% karena melemahnya permintaan domestik. Melemahnya permintaan domestik ini bahkan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Jakarta melambat cukup signifikan hingga berada di bawah 6%, yakni sebesar 5,6%, terendah sejak tahun 2009. Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan ekonomi di sebagian besar daerah mencatat angka yang lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada tahun 2012. Melambatnya kinerja ekonomi ini dipengaruhi oleh berbagai tantangan yang mengemuka di sepanjang 2013, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Perkembangan dinamika global, yang diwarnai pelemahan ekonomi di negara maju disertai berlanjutnya penurunan harga komoditas di pasar global, berdampak pada tertahannya laju pertumbuhan ekonomi berbagai daerah, yang merupakan basis ekspor sumber daya alam (SDA) seperti di Sumatera dan KTI. Sementara itu, berbagai tantangan domestik, seperti kenaikan harga BBM, depresiasi nilai tukar rupiah, dan kenaikan suku bunga terlihat berpengaruh lebih besar pada kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga di daerah-daerah Jawa dan Jakarta. Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2013, year-on-year (yoy)
Sumber: BPS, diolah *) Laporan Nusantara ini disarikan dari hasil pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan para Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah di seluruh Indonesia pada 10 Februari 2014 di Jakarta. Pertemuan dilakukan secara periodik untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi perhatian di daerah sebagai bahan pertimbangan penting dalam perumusan kebijakan di Bank Indonesia. Laporan Nusantara lengkap tersedia di www.bi.go.id
Sementara itu, tekanan inflasi cenderung mereda pada triwulan IV 2013 setelah sempat meningkat tinggi dan mencapai puncaknya pada Agustus 2013 pasca kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013. Inflasi pada Desember 2013 secara agregat tercatat mencapai 8,4% (yoy), relatif stabil dibanding periode akhir triwulan sebelumnya. Meredanya tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh perkembangan hargaharga yang relatif lebih stabil di Jakarta, serta sebagian besar daerah di Jawa dan KTI seiring terjaganya pasokan pangan dan minimalnya gangguan distribusi. Di sisi lain, kenaikan inflasi yang lebih tinggi masih dialami beberapa daerah di Sumatera akibat lonjakan harga bahan pangan, biaya transportasi, serta dampak erupsi Gunung Sinabung. Beberapa daerah di Sumatera seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat bahkan mencatat kenaikan inflasi hingga mencapai lebih dari 10% (yoy) (Gambar I.2.). Demikian halnya dengan inflasi di sebagian wilayah KTI seperti Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Barat yang mencatat inflasi cukup signifikan hingga mendekati 10% (yoy). Meskipun demikian, secara keseluruhan besaran realisasi inflasi pada tahun 2013 relatif terkendali dan lebih rendah dibandingkan dengan episode kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan 2008 yang memicu kenaikan inflasi hingga mencapai double digit yaitu masing-masing sebesar 17,11% dan 11,06% (yoy). Kondisi ini tidak terlepas dari keberhasilan berbagai langkah yang ditempuh Bank Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam upaya mengendalikan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan penguatan pasokan pangan. Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, Desember 2013 (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Inf > 9,0%
8,4% < inf ≤ 9,0%
7,7% < inf ≤ 8,4%
Inf ≤ 7,7%
Prospek ekonomi daerah pada triwulan I 2014 diperkirakan akan didukung oleh menguatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global yang dimotori oleh negara maju. Kondisi ini akan berdampak positif bagi perkembangan kinerja ekspor daerah, baik untuk komoditas manufaktur yang didominasi oleh daerahdaerah di Jawa maupun komoditas berbasis SDA di Sumatera dan KTI. Implementasi kebijakan di bidang manufaktur, antara lain kebijakan low cost green car (LCGC), dan berlanjutnya upaya mendorong diversifikasi pasar ekspor akan mendorong perbaikan kinerja ekspor manufaktur lebih lanjut, terutama dari Jawa dan Jakarta. Namun, laju pertumbuhan ekonomi di sebagian wilayah Kalimantan dan Sulampua diperkirakan akan sedikit tertahan oleh implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral yang mulai berlaku pada Januari 2014. Pelaku usaha di sektor mineral akan melakukan penyesuaian terhadap
Laporan Nusantara|2
aktivitas ekspor mereka sehubungan dengan pemberlakuan bea keluar ekspor secara progresif yang dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter. Penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pertambangan tersebut berdampak pada aktivitas di sektor pertambangan terutama di daerahdaerah yang merupakan basis produksi tambang, seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, dan sebagian daerah di Sulawesi. Selain ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor di luar komoditas mineral, pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada triwulan I 2014 juga didukung oleh meningkatnya permintaan domestik khususnya konsumsi. Indikasi menguatnya permintaan konsumsi mulai terlihat terutama di sebagian besar daerah di Jawa dan Jakarta, serta Sumatera. Hal ini didorong antara lain oleh meningkatnya intensitas kegiatan terkait persiapan Pemilu 2014, perbaikan pendapatan terkait UMP, pemulihan kinerja ekspor manufaktur, serta membaiknya harga komoditas ekspor di pasar global. Intensitas kegiatan terkait Pemilu diperkirakan berdampak pada kenaikan belanja barang dan jasa. Dampak dari belanja jasa, terutama untuk belanja iklan terkait Pemilu 2014, diperkirakan terkonsentrasi di Jakarta dan sebagian daerah di Jawa mengingat cakupan media komunikasi yang digunakan peserta Pemilu akan lebih berskala nasional. Di sisi lain, perbaikan investasi di berbagai daerah diperkirakan masih relatif terbatas. Sikap pelaku usaha yang terindikasi lebih bersikap hati-hati dalam melakukan realisasi investasi di tahun politik menyebabkan akselerasi kegiatan investasi diperkirakan baru akan terjadi setelah ada kejelasan hasil Pemilu 2014. Kinerja investasi di berbagai daerah diperkirakan bertumpu pada belanja infrastruktur pemerintah, terutama terkait MP3EI, dan percepatan pembangunan smelter sebagai respons terhadap implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral. Tabel I.1. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Triwulan I 2014 Sumatera Bag. Utara
Bag. Tengah
Bag. Selatan
Jawa
Jakarta Asesmen
Tendensi
Asesmen
Bag. Barat
Bag. Tengah
Bag. Timur
KTI Asesmen
KalimanSulamBali-Nustra tan pua
Asesmen
PDB/PDRB
Konsumsi RT
Dampak persiapan Pemilu, perbaikan pendapatan, dan keyakinan konsumen
Dampak persiapan Pemilu dan membaiknya keyakinan konsumen
Dampak banjir menghambat transaksi dagang
kenaikan inflasi dan menurunnya keyakinan konsumen
Konsumsi Pemerintah
Realisasi pengeluaran untuk proyek terkait MP3EI dan persiapan Pemilu
Pengesahan APBD terlambat
Siklus awal tahun yg cenderung terbatas
Siklus awal tahun anggaran yang cenderung terbatas
Investasi (PMTB)
Ekspansi usaha pd industri sawit dan realisasi proyek pemerintah
Industri cenderung menahan investasi krn UMP dan nilai tukar, serta Pemilu
Industri cenderung menahan investasi krn UMP dan nilai tukar, serta Pemilu
Investasi smelter dan proyek infrastruktur terkait MP3EI
Ekspor LN
Perbaikan ekspor perkebunan
Perbaikan ekspor barang manufaktur
Perbaikan ekspor barang manufaktur
Pemberlakuan UU Minerba dan bea keluar ekspor komoditas
Impor LN
Peningkatan kebutuhan bahan baku dan barang modal
Peningkatan impor bahan baku industri
Peningkatan impor bahan baku untuk kebutuhan industri
depresiasi nilai tukar dan terbatasnya perbaikan kinerja tambang
*) Prakiraan arah kondisi ekonomi secara tahunan (year-on-year)
Dari sisi perkembangan harga, tekanan kenaikan inflasi pada triwulan I 2014 diperkirakan mereda di sebagian besar daerah. Inflasi triwulan I 2014 secara agregat diperkirakan lebih rendah daripada triwulan IV 2013. Prakiraan realisasi inflasi yang lebih rendah terjadi di sebagian besar daerah dan terutama dikontribusi oleh beberapa daerah di KTI. Hal ini didukung oleh prospek capaian produksi pangan yang cenderung membaik di daerah sentra produksi di KTI seperti Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat, didukung kondisi cuaca yang lebih kondusif pada Februari-Maret 2014. Meski demikian, beberapa daerah di Sumatera dan Sulampua diperkirakan masih menghadapi risiko kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada akhir triwulan I 2014.
Laporan Nusantara|3
Dampak banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa dan bencana erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara terhadap inflasi diperkirakan relatif terkendali. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan di Jakarta, sebagian daerah di Sumatera dan Jawa pada Januari 2014 akibat distribusi barang yang terganggu oleh dampak banjir dan bencana alam lainnya diperkirakan berangsur kembali pulih pada pertengahan triwulan I 2014 seiring membaiknya kondisi cuaca. Langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah untuk melakukan perbaikan darurat terhadap infrastruktur jalan, khususnya di jalur distribusi utama, diperkirakan dapat memitigasi kendala distribusi pangan yang terjadi di beberapa daerah terdampak. Meski demikian, beberapa daerah sentra produksi yang terdampak banjir di Jawa mengindikasikan terjadinya pergeseran masa panen. Beberapa faktor risiko yang mengemuka seperti kenaikan biaya produksi barang akibat berlanjutnya pelemahan rupiah dan kenaikan administered price diperkirakan turut memengaruhi inflasi berbagai daerah pada triwulan I 2014. Survei Bank Indonesia terakhir menunjukkan tendensi pelaku usaha untuk mulai mentransmisikan kenaikan biaya produksi pada harga jual pada awal tahun. Kenaikan harga jual barang diperkirakan terutama pada harga pada komoditas dengan kandungan impor tinggi seperti otomotif, elektronik dan obat-obatan. Gambar I.3. Peta Prakiraan Inflasi Daerah Triwulan I 2014
Sumber: BPS, diolah
Proses penyesuaian ekonomi selama tahun 2013 yang berjalan dengan baik ditopang oleh stabilitas sistem keuangan yang terjaga, khususnya ketahanan perbankan yang tetap kuat. Kondisi ini tercermin dari risiko kredit yang masih relatif rendah. Meskipun aktivitas ekonomi melambat, rasio nonperforming loan (NPL) di berbagai daerah selama triwulan IV 2013 masih berada dalam level aman. NPL perbankan di Jakarta dan Jawa masing-masing tercatat sebesar 1,4% dan 2,0%. Sementara di Sumatera dan Kawasan Timur Indonesia masing-masing tercatat 2,4% dan 2,1%. Ketahanan sektor rumah tangga juga terlihat masih cukup kuat sebagaiman tercermin pada NPL dari sisi kredit kepada sektor bukan lapangan usaha (kredit konsumsi) yang masih terjaga pada level yang aman. NPL kredit konsumsi di seluruh kawasan secara agregat berada dibawah kisaran 2%. Kebijakan penyempurnaan ketentuan loan to value (LTV) atau pun financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti telah memperlambat laju kredit pada sektor ini. Dampak perlambatan penyaluran kredit konsumsi juga terjadi pada kredit kendaraan bermotor, terutama sepeda motor terkait dengan kebijakan yang
Laporan Nusantara|4
mengatur pembayaran uang muka minimum (down payment/DP). Implementasi kebijakan tersebut diharapkan memperkuat ketahanan sistem keuangan dengan lebih mengedepankan kehati-hatian sehingga berdampak positif bagi terjaganya stabilitas sistem keuangan. Perkembangan aktivitas perekonomian yang melambat juga tercermin pada kinerja sistem pembayaran nontunai dan pengelolaan uang. Secara keseluruhan tahun 2013, nominal dan volume transaksi yang dilakukan melalui sistem BI-RTGS cenderung menurun dibandingkan dengan transaksi yang terjadi pada tahun 2012. Sementara itu, pengelolaan uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan perbedaan karakteristik pola aliran uang di masing-masing wilayah. Pulau Jawa (di luar Jakarta) selama 2013 memiliki karakteristik net inflow. Sementara di tiga kawasan lainnya yakni Sumatera, Jakarta, dan KTI menunjukkan pola net outflow. Bank Indonesia secara konsisten selalu berupaya memastikan seluruh masyarakat memperoleh uang layak edar sesuai kebutuhan. Selama tahun 2013, Bank Indonesia memprioritaskan distribusi uang layak edar – melalui kegiatan kas keliling – ke daerah perbatasan seperti di Atambua (NTT), Nunukan (Kaltara), dan di Papua. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan transaksi, Bank Indonesia pada awal tahun 2014 menandatangani nota kesepahaman dengan Bank Papua New Guinea (PNG) dalam memberdayakan kegiatan ekonomi di daerah perbatasan. Melalui nota kesepahaman ini, kedua Bank Sentral bersepakat untuk meningkatkan peran lembaga keuangan Bank dan Pedagang Valuta Asing (PVA) di masing-masing negara dalam meningkatkan aktivitas ekonomi di wilayah perbatasan dengan mendorong terciptanya kelancaran dan keandalan sistem pembayaran.
PROSPEK EKONOMI DAERAH DAN TANTANGAN KE DEPAN Prospek Ekonomi Daerah Prospek perekonomian daerah secara agregat mengindikasikan perekonomian nasional pada tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh mendekati batas bawah kisaran 5,8 – 6,2%. Perbaikan ekonomi di berbagai daerah diperkirakan terus berlanjut seiring dengan menguatnya pemulihan ekonomi global disertai harga komoditas ekspor yang terus membaik. Ekonomi Jawa dan Jakarta diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera dan KTI. Prakiraan ini didukung oleh terus berlanjutnya perbaikan ekspor manufaktur terutama untuk tekstil, elektronik dan kendaraan bermotor. Di samping itu, berlanjutnya aktivitas kegiatan Pemilu dengan intensitas yang lebih kuat menjelang Pilpres diperkirakan memperbaiki kinerja permintaan domestik di berbagai daerah di Jawa dan Jakarta. Faktor lain yang diperkirakan turut mendorong perbaikan ekonomi Jawa terkait dengan mulai masuknya masa panen raya pada triwulan II 2014 hingga mencapai puncaknya pada awal triwulan III 2014. Namun, dampak banjir yang melanda sejumlah daerah sentra produksi di Jawa pada awal tahun 2014 diperkirakan akan membayangi capaian produksi pangan pada masa panen raya tersebut. Selain itu, beberapa daerah di Jawa mengindikasikan perkembangan investasi yang masih cenderung melambat. Membaiknya harga komoditas di pasar global diperkirakan turut mendorong peningkatan kinerja perekonomian berbagai daerah di Sumatera dan KTI. Di Sumatera, tanda-tanda perbaikan kinerja ekspor komoditas berbasis SDA, terutama hasil-hasil perkebunan yang mulai terlihat pada awal tahun 2014, diperkirakan terus berlanjut disertai harga jual ekspor yang lebih baik. Hal ini diperkirakan berimbas pada membaiknya pendapatan masyarakat sehingga mendorong kembali konsumsi rumah tangga. Beberapa daerah di Sumatera juga mengindikasikan adanya peningkatan ekspansi pengolahan sawit yang akan
Laporan Nusantara|5
dilakukan oleh pelaku usaha pada 2014, merespons prakiraan membaiknya permintaan CPO di pasar internasional. Sementara itu, prospek perekonomian berbagai daerah di KTI juga membaik seiring dengan berbagai penyesuaian yang ditempuh oleh pelaku usaha dalam merespons pelaksanaan kebijakan pengaturan ekspor mineral disertai upaya untuk mempercepat pembangunan smelter. Laju perbaikan ekonomi KTI diperkirakan akan sangat tergantung pada seberapa cepat penyesuaian dapat dilakukan oleh para pelaku usaha di sektor pertambangan dan kemajuan pembangunan smelter dapat dilakukan, termasuk orientasi lokasi dan kendala yang dihadapi dalam pembangunan smelter. Di sisi inflasi, perkembangan harga-harga di berbagai daerah diperkirakan terkendali dengan tingkat inflasi yang cenderung menurun. Inflasi di sebagian besar daerah di KTI secara agregat diperkirakan dapat kembali berada di bawah nasional, seiring dengan meningkatnya pasokan pada masa panen raya mendatang disertai terjaganya kelancaran distribusi. Di samping itu, prakiraan prospek capaian produksi pangan pada masa panen raya mendatang, di beberapa daerah sentra produksi KTI, diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan panen raya tahun sebelumnya. Hal serupa juga diperkirakan terjadi di berbagai daerah sentra produksi di Jawa, walaupun banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa membayangi capaian produksi. Pada beberapa daerah di Jawa, dampak banjir terhadap keseluruhan produksi pangan diperkirakan terbatas, dengan besaran luas lahan puso yang relatif kecil. Di samping itu, respons pemerintah dalam menjaga ketersediaan pasokan pangan berkontribusi positif pada stabilitas harga pangan di daerah. Meski demikian, beberapa risiko yang perlu diwaspadai dampaknya terhadap inflasi di daerah antara lain terkait kenaikan harga tarif tenaga listrik (TTL) yang akan diberlakukan kepada industri mulai triwulan II 2014, dampak pass-through dari depresiasi nilai tukar terhadap harga jual produk, serta rencana kenaikan LPG 12 kg dalam waktu dekat.
Tantangan Ke Depan Prospek perekonomian daerah menghadapi beberapa tantangan utama yang diperkirakan turut menentukan kinerja ekonomi dan inflasi ke depan. Pertama, tantangan yang bersumber dari dinamika global yang dapat menyebabkan rentannya pemulihan ekonomi global, terutama dengan adanya potensi kembali melambatnya kinerja ekonomi China dan ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat. Hal ini secara tidak langsung dapat berdampak pada tertahannya kinerja ekspor dari berbagai daerah dan mengganggu kegiatan investasi daerah. Kedua, tantangan dari penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral. Dalam jangka pendek, beberapa penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pertambangan berpotensi berdampak pada kinerja ekspor di beberapa daerah di wilayah Sulampua. Namun, dalam jangka menengah panjang, penyesuaian yang telah dilakukan pelaku usaha dan konsistensi dari penerapan kebijakan ini akan berdampak positif bagi peningkatan nilai tambah dari ekspor tambang, sehingga mendorong kinerja ekonomi secara keseluruhan, terutama bagi daerah-daerah yang didominasi oleh kegiatan pertambangan. Ketiga, kemungkinan penerapan kebijakan administered price terutama harga-harga energi (BBM bersubsidi, tarif tenaga listrik, dan LPG) dan kebijakan tarif yang ditetapkan oleh daerah. Secara historis, laju inflasi di daerah memiliki sensitivitas yang cukup tinggi terhadap adanya perubahan administered prices. Kondisi ini memerlukan respons koordinasi yang lebih baik di daerah untuk meminimalkan
Laporan Nusantara|6
dampak lanjutan dari kemungkinan diterapkannya kebijakan ini, terutama terkait dengan pengendalian tarif angkutan dan jasa kemasyarakatan lainnya. Keempat, dampak banjir dan bencana alam yang terjadi pada awal tahun 2014 terhadap prospek produksi pangan dan inflasi daerah. Dalam kaitan ini maka langkah-langkah yang lebih intensif dan terkoordinasi diperlukan untuk memastikan prioritas penanganan lahan terdampak banjir. Koordinasi di tingkat pemerintah pusat dan daerah baik melalui TPI maupun TPID diperlukan untuk memastikan ketersediaan dan akses petani – khususnya yang terdampak banjir dan bencana alam lainnya - terhadap benih dan pupuk. Di samping itu, upaya untuk mengarahkan ekspektasi masyarakat perlu dilakukan secara intensif dengan memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat tentang kondisi pasokan pangan agar tidak terjadi panic buying di masyarakat. Kelima, masih terkonsentrasinya daya saing daerah pada daerah-daerah di Jawa. Kemampuan daya saing yang lebih baik di Jawa didukung oleh faktor stabilitas ekonomi makro, institusi pemerintah, tenaga kerja, menjadi penunjang. Sementara itu, masih lebih rendahnya daya saing daerah-daerah di Sulampua, Sumatera dan sebagian Kalimantan terutama disebabkan stabilitas ekonomi dan infrastruktur. Mengatasi hal ini, upaya untuk mendorong kenaikan daya saing daerah perlu ditempuh bersama-sama oleh para penentu kebijakan di daerah dan di tingkat pusat. Peningkatan kapasitas infrastruktur, khususnya terkait konektivitas dan energi, dalam program MP3EI menjadi tumpuan bagi peningkatan kemampuan daya saing berbagai daerah di luar Jawa. Selain itu, penerapan kebijakan pengupahan – khususnya UMP – perlu dilakukan secara berimbang untuk mendorong perbaikan kesejahteraan tenaga kerja sekaligus tidak merugikan daya saing ekonomi daerah.
Jakarta, 17 Februari 2014 Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Juda Agung Direktur Eksekutif
Laporan Nusantara|7