PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA (ORBA, ORREFORM, ORTODA) DAN TANTANGAN MASA DEPAN Oleh : H. Supardi Dosen STEIN, Jakarta
Abstract The development of Indonesian economy from era to era results in some challenges for the future that the country has to overcome, namely, the need to create the political and economic stability, the spreading demand for regional autonomy, the development of globalization, and how to deal with Indonesian foreign loan. Facing all those problems, the government should work harder to increase the people’s prosperity and to succeed in dealing with the foreign loan.
PENDAHULUAN Dalam mengamati sejarah perkembangan ekonomi Indonesia sejak lahirnya Orde Baru sampai sekarang ini, kita perlu memperhatikan pokok-pokok pikiran yang mendasari pola perkembangan ekonomi pada masing-masing era tersebut, temasuk kebijakan kebijakan yang ditempuhnya. Pada dasamya setiap pemerintahan di dunia ini (termasuk pemerintahan di Indonesia) selalu bertujuan mengembangkan perekonomiannya sedemikian rupa sehingga taraf hidup bangsa yang bersangkutan meningkat. Taraf hidup yang lebih baik atau lebih tinggi itu dicemilnkan oleh adanya dua kata penting yaitu masyarakat yang adil (equity) dan makmur (growth). Jadi setiap masyarakat tentu menghendaki tercapainya tujuan universal dari setiap pembangunan yaitu "growth and equity". Namun demikian dua hal tersebut, tidak mudah untuk dicapai bersaina-sama karena pencapaian tujuan yang satu (pertumbuhan atau kemakmuran misalnya) tidak otomatis dibarengi oleh pencapaian tujuan yang lain (keadilan), ataupun sebaliknya. Bahkan sering kali di antara kedua tujuan tersebut dianggap sebagai suatu "trade off" yaitu apabila tujuan pertumbuhan atau kemakmuran yang ingin dicapai, mau tidak mau tujuan keadilan harus dikorbankan; dan sebaliknya bila tujuan
keadilan atau distribusi yang merata ingin dicapai terlebih dahulu, maka tujuan pertumbuhan harus dikorbankan. LANDASAN TEORI 1. Perkembangan Ekonomi Indonesia Penganut teori pertumbuhan mengatakan bahwa dengan mengutamakan pertumbuhan ekonomi, maka, secara otomatis akan terjadi tetesan ke bawah (trickiedown effect), sehingga kelompok miskin atau golongan berpendapatan rendah akan mendapatkan cipratan penghasilan dari kelompok berpendapatan tinggi, baik melalui sistem donasi maupun sistem perpajakan progresif terhadap kelompok kaya disertai dengan sistem subsidi bagi kelompok miskin. Sebaliknya penganut teori keadilan menghendaki adanya pemerataan penclapatan terlebih dahulu dan sernua kebutuhan clasar penduduk dapat terpenuhi secara adil dan merata, sehingga tidak akan terjadi kecemburuan social maupun ekonomi. Akibatnya sernua orang akan memiliki semangat untuk membangun bersama-sama mencapai taraf hidup yang lebih tinggi. Namun di atara keduanya terdapat kelompok yang menghendaki tercapainya dua tujuan sekaligus secara adil (growth with equity).
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VII, Juli - Desember 2009
18
Dengan pendekatan ini memang pada umumnya laju pertumbuhan ekonomi me njadi lebih renda h, tetapi di sertai dengan a dan ya keadilan atau pemerataan penghasilan dan kesempatan yang lebih baik. 2. Perkembangan Ekonomi Masa Orde Baru Orde Baru mulai berkiprah pada tahun 1967 dan berakhir pada Mei 1998. Pada awalnya Orde Baru mewarisi kondisi perekonomian yang tidak menguntungkan dengan tingkat _,kat inflasi yang tinggi (600% per tahun pada tahun 1966) di camping tingkat kemunduran ekonomi dan pengangguran yang parch. Namun sejak tahun 1967 sampal menjelang a kh i r k e ku a s aa n n ya ( 1 9 9 7) , p em er i n ta h or de b ar n be ke r ja ker n s dan ma mp u menciptakan laju pertumbuhan ekonomi ratarata sekitar 7% per tahun. Namun karena kesalahan dalam manajemen, perekonomian Indonesia terjerembab pada tahun 1997 dengan adanya krisis moneter disusul dengan krisis ekonomi dan akhirnya krisis politik. Tingkat inflasi menjadi tinggi (mendekati 100% per tahun) yang diperparah oleh merosotnya secara drastic kurs devisa yang berupa jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat clan mata uang lainnya. Dalam era Orde Baru pembangunan dilandaskan pada TRMOGI Pembangunan, yaitu : stabilitas, pertumbuhan, clan pemerataan. Tekanan yang diberikan berbeda-beda dari Pelita yang satu ke Pelita yang lain. Pada Pelita. I stabilitas politik dan ekonomi diberikan prioritas utama disusul dengan pertumbuhan dan pemerataan; kemudian pada Pelita berikutnya pertumbuhan ekonomi mendapat prioritas utama diikuti dengan pemerataan dan stabilitas; dan pada pelita-pelita berikutnya pemerataan diberikan prioritas utama, disusul dengan pertumbuhan dan stabilitas. Walaupun demikian pencapaian tujuan pemerataan tampaknya sulit sekali dicapai, karena pemerintah (yaitu oknumoknumnya) tidak bersungguh-sungguh dalam mengupayakannya. Yang ter adi justru kesenjangan antara golongan yang kaya dan yang miskin menjadi semakin lebar. Oleh karena itu pada scat rezim Orde Baru rontok, kecemburuan sosial yang sangat mendalam tercermin dalam perubahan tingkah laku bangsa Indonesia, khususnya kelompok berpendapatan rendah, yang ingin membalas dendam dengan melakukan pembakaran, penjarahan, perampasan, maupun
penentangan terhadap kelompok kaya maupun kepada pemerintah. Mereka yang selama pemerintahan Orde Baru menjadi kelompok penurut, tidak berani menyangkal atau mengatakan tidak kepada pimpinan, kemudian berubah menjadi kelompok yang sangat liar dan tidak mau diatur, sepertinya tidak ads peraturan dan hukum rimba yang diberlakukan. Penghasilan per kapita bangsa Indonesia yang semula telah mencapai sekitar AS$ 1000 pada awal tahun 1997 merosot menjadi sekitar AS$250 pada awal 1998, karena kemerosotan nilai rupiah terhadap AS$. Pertumbuhan ekonomi terhenti, pengangguran meningkat, tingkat bungs menjadi lebih tinggi, dan neraca pembayaran internasional mengalami defisit yang parah. Sebagai hasil pembinaan bangsa selama era Orde Baru, sebagian besar pejabat pemerintah dan para konglomerat sebagai partner pembangunan pemerintah, telah banyak melakukan tindakan-tindakan yang bersifat tidak bermoral, sehingga mental bangsa ini terbentuk sedemikian rupa untuk menjadi pembohong, penjilat, suka mengambil jalan singkat, serta berkorupsi. Pendidikan menjadi tidak banyak berarti karena jabatan dan kesempatan tidak terbuka bagi mereka yang memiliki keahlian, tetapi lebih terbuka bagi mereka yang mempunyai hubungan dekat (kroni), sehingga terbentuk pola hubungan yang bersifat kolusif dan nepotismik; yang akhirnya bermuara pada tindakan korupsi. 3. Masa Orde Reformasi Dalam era orde reformasi, sebenarnya pola sistem pemerintahan dan kebijakan tidak banyak berubah bila dibanding dengan sistem pemerintahan dan kebijakan Orde Baru; karena para pejabat negara pada mass itu sebagian besar masih merupakan bekas pejabat dan banya k mendapatkan rejeki selama mass Orde Baru. Bahkan ya ng menyedihkan lagi para pejabat mulai dari Presiders sampai kepada bawahan tidak berani bertindak terhadap para pencoleng negara, karena para pencoleng negara itu adalah temanteman mereka dan sebenarnya para pejabat jugs kecipratan rejeki dan turut melakukan hal yang sama. Akibatnya tidak terjadi perbaikan ekonomi negara; melainkan justru sebaliknya perekonomian merosot pertumbuhannya sebesar 14% per tahun, walaupun keadaan itu membaik lagi menjelang awal dan pertengahan tahun 1999 di mana pertumbuhan ekonomi mencapai
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VII, Juli - Desember 2009
19
sekitar 0% sampai 2% per tahun. Dalam masa ini diperkenalkan UU No. 22, tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25, tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam masa orde Reformasi ini keadaan perekonomian tidak membaik, walaupun program faring pengaman sosial dilaksanakan, pengangguran meningkat dan kurs devisa bertengger sekitar Rp8.000,- per AM, walaupun'pada masa awal tahun 1998 kurs devisa sempat mencapai Rpl8.000,- per AS$. Sesuai dengan saran IMF, tingkat bunga deposito dinaikkan (sekitar 67% per tahun) dan mengakibatkan adanya negative spread pada sektor perbankan yang mengakibatkan banyak Bank menjadi pailit dan dilikuidasi atau dinyatakan beku operasi. Perusahaan banyak yang ditutup karena kondisi pasar tidak menentu dan tanpa tenaga beli; sehingga pemutusan hubungan kerja t e r h a d a p p a r s buruh dan ka r ya w a n m e n ja d i p e ma n d a n g a n ya n g biasa dalam perekonomian Indonesia pada saat itu. Banyak pegawai yang dirumahkan, walaupun mereka diberi pesangon yang cukup. Hal inilah sebenarnya yang menyebabkan ballwa seolah-olah tidak terjadi krisis ekonomi dalam perekonomian di Indonesia, karena kon disi pasar barang k onsumsi tida k ban ya k terpengaruh. Se ktor ya ng ban ya k terpengaruh adalah sektor-sektor yang berada di kelas menengah, seperti sektor property, sektor transportasi udara dan laut. Karma kurs devisa terlalu tinggi, maka kegiatan impor boleh dikatakan berhenti dan merigganggu kegiatan produksi di dalam negeri., baik itu di sektor perpabrikan maupun di sektor transportasi. Banyak perusahan angkutan mengeluh karena mahalnya suku cadang yang harus diimpor, sehingga mereka terpaksa mengurangi jumlah armada yang harus dioperasikan. Perusahaan p e n er ba n ga n S e m pa ti gu l u n g ti kar , Ga r u d a da n Mer p at i me n gu r a n gi j u mla h penerbangannya ke berbagai penjuru tanah air, dan tarif angkutan terpaksa dinaikkan. Sebagai dampak sampingan, justru kegiatan angkutan kereta api mendapatkan manfaat yang besar karena pergeseran permintaan bi.dang transportasi tersebut dari transportsi udara ke transportasi darat. Hal ini tidak disia-siakan oleh perusahaan kereta api yang kemudian memperluas armadanya dengan mengembangkan jalur angkutan kereta api eksekutif dengan harga yang
relatif tinggi tetapi diimbangi dengan pelayanan yang cukup baik. Kondisi yang baik ini tidak dapat dipet-tahankan lagi dalarn masa pemerintahan Orde Otonomi Daerah, di mana kualitas angkutan tersebut menurun, banyak terjadi tabrakan kereta api di mana-mana, dan terlalu terdapat kebebasan di mana banyak pedagang, pengamen, maupun pengemis yang beroperasi da.lam kereta api (terutama untuk klas bisnis). Kalau demikian halnya tanpa ditanggulangi, kemantapan usaha kereta api pada suatu saat nanti tentu akan sunit kembali. 4. Masa Orde Otonomi Daerah Pemerintahan yang terbebani dengan aplikasi konsep atau sistem OTONOMI DAERAH adalah pemerintahan Presiden Abdurrachman Wahid yang sesungguhnya mewarisi sistem tersebut dari rezim sebelumnya. Dalam masa pemerintahan mantan presiders Habibie telah diperkenalkan UU. No. 22 dan UU. No. 25 Tab,, jn 1999 mengenai otonomi daerah. Perkembangan politik selanjutnya semakin menuntut segera dilaksanakannya UndangUndang tersebut; sehingga pemerintahan Presiden Abdurrachman Wahid yang sempat memiliki dua susunan Kabinet dalam masa sepuluh bulan pertama pemerintahannya itu mau tidak mau harus segera merealisasikan sistem pemerintahan yang diidamkan rakyat tersebut. Dalam masa Kabinet yang pertama kebutuhan akan desentralisasi dengan otonomi daerah itu semakin menggema dan ditanggapi dengan dibentuknya Kantor Menteri Negara Otonomi Daerah, dan kali ini dalam pemerintahan kabinet kedua kantor menteri otonomi daerah digabung menjadi satu dengan menteri Dalam Negeri. Di bidang perekonomian ditunjuk kordinator bidang ekonomi Rizal Ramli. Begitu naik panggung Rizal Ramli dan menteri perekonomian lainnya telah bersepakat untuk melaksanakan 10 program prioritas ekonomi: 1. Mengembangkan stabilitas sektor finansial 2. Peningkatan kesejahteraan rakyat pedesaan 3. Pengembangan usaha kecil dan menengah 4. Peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani 5. Pemulihan ekonomi berdasarkan investasi 6. Peningkatan ekspor 7. Privatisasi BUMN dengan bernilai tambah 8. Desentrasilisasi fiskal 9. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam 10.Restrukturisasi perbankan dan dunia usaha
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VII, Juli - Desember 2009
20
Kemudian kebijakan yang akan segera diambil diprioritaskan pads: 1. Restrukturisasi ekonomi dan telekomunikasi 2. Membangun kembali transportasi 3. Memperbaiki sistem pengadilan dan regulator utama 4. Menuntaskan restrukturisasi perbankan dan reformasi pasar modal Program kesehatan dasar dan kebersihan clan nutrisi 1. Reformasi program pendidikan 2. Reformasi program mikro produktivitas 3. Pengelolaan utang usaba kecil dan menengah yang berorientasi pasar 4. Menyelesaikan utang konglomerat. Yang menjadi pertanyaan ialah apakah sepulub program tersebut akan dapat dilalcsa-, nakan dan dapat mengentaskan bangsa Indonesia dari krisis ekonomi yang dihadapinya? Menurut pendapat says, semua program itu baik adanya, namun yang lebih penting apakah benar-benar ada kemauan dari para pejabat secara keseluruhan untuk melaksanakan program tersebut. Apakah mental para pejabat sekarang sudah lebih baik, lebih bermoral dan berubah mentalnya dari pengawas dan pengatur bangsa menjadi pelayan bangsa. Semboyan pegawai negeri adalah menjadi abdi bangsa dan abdi masyarakat. Apakah hal ini sudah benarbenar dihayati dan dilaksanakan. Selama pejabat merasa bahwa mereka pejabat yang harus dihormati dan dilayani dan bukan yang harus melayani dan rnenghormati, maka perekonomian bangsa ini tidak akan membaik. Tidak ada kerelaan dan kesungguh-sungguhan dari para pemimpin kita untuk benar-benar memikirkan rakyat. Bahkan kemiskinan dan kebodohan, serta pengangguran masih terdapat di mana-mana. Yang menggembirakan dalam kabinet yang ban g ini adalah tekadnya untuk meningkatkan kesejahteraan * rakyat pedesaan, khususnya petani dan nelayan. Mereka ini sebe- narnya memang pejuangpejuang yang harus mendapatkan penghargaan selama pemerintahan Orde Baru. Para petani telah dipaksa untuk menghasilkan bahan pangan (beras) dengan harga yang ditekan agar murah bagi penduduk sektor perkotaan, untuk para buruh dan pegawai sektor nonpertanian dan untuk para pelajar dan mahasiswa, dan pegawai negeri. Memang petani diberi bantuan
pemerintah seperti kredit untuk pembelian bibit, pupuk, obat-obatan, serta diberi bantuan air irigasi dan penyuluhan. Dengan kebijakan harga negatif (negative price policy) sebenam3 , a tidak mendorong sektor pertanian untuk berkembang. Akibatnya seperti sekarang yang kita lihat adalah impor beras, kedelai, pupuk dan buahbuahan sangat besar jumlahnya. Di pasaran banyak beredar beras Thailand, beras Vietnam, maupun beras Myanmar dan beras Amerika Serikat. Dalam masa orde Otonomi Daerah kurs devisa akan bertahan di sekitar Rp8.000,- atau lebih karena kondisi politik masih belum mendukung. Pemerintah sendiri masih terlalu boros. Seharusnya dalam masa krisis seperti ini, di mana pemerintah tidak punya uang dan punya banyak utang, pemerintah bersedia metakukan banyak penghernatan. Namun yang tampak sekarang ini justru banyak anggaran pendapatan dan belanja negara yang diboroskan baik itu untuk menaikkan gaji pegawai negeri, menaikkan gaji anggota DPR, menaikkan gaji pars pemegang jabatan eselon, juga untuk jalan-jalan Presiders, maupun yang terakhir untuk jalanjalan anggota MPR (90) orang untuk mengadakan sosialisasi hasil Ketetapan MPR yang bare. Sikap mental seperti itu akan mengurangi kepercayaan rakyat kepada wakil rakyat maupun kepada pemerintah, sehingga rakyat menjadi apatis dan kurang,mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah. Salah satu reaksi terhadap kebijakan pemerintah itu adalah sikap rakyat yang mungkin muncul yaitu segan membayar pajak. Jadi akan terjadi pelarian pajak di mans rakyat sebagai wajib pajak akan tidak ikhlas membayar pajak kalau mengetahui bahwa uang pajak yang dibayarkannya tidak digunakan oleh pemerintah seefisien dan seoptimal mungkin. Dengan demikian sikap tersebut akan mengancam APBN dan menyebabkan APBN menjadi defisit dan harus ditutup dengan pinjaman atau utang negara kembali. Keinginan untuk membangun perekonomian dengan tidak mengandalkan penciptaan utang tetapi lebih dengan menarik investasi di Indonesia adalah suatu program yang juga patut dibanggakan. Pengalaman selama ini ialah bahwa negara yang berutang, seperti Indonesia dan Meksiko, tidak akan terbebas dari utang dan semakin berkurang jumlah utangnya, tetapi justru utang tersebut semakin membengkak. Hal ini berarti bahwa utang tidak banyak menolong tetapi justru menjerumuskan kita, bangsa Indonesia.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VII, Juli - Desember 2009
21
Secara keseluruhan bangsa Indonesia menjadi semakin miskin dan tidak semakin kaya. Dengan melihat program yang dilontarkan oleh tim ekonomi Rizal Ramli tampaknya rezim Gus Dur akan mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan dan distribusi atau antara kemakmuran dan keadilan. Namun sayangnya rezim ini hanya melihat pads satu sisi saja yaitu sisi produksi atau supply. Sebaiknya pemerintah nmemperhatikan semua sisi, khususnya sisi produksi dan sisi konsumsi. Walaupun sisi produksi digenjot terns kalau sisi konsumsi tidak ditahan maka pengeluaran akan selalu lebih besar daripada penerimaan, dan defisit akan terjadi lagi. Saya mengusulkan bahwa pemerintah bersama dengan segala lapisan masyarakat agar mereka bersedia melakukan penghematan. Yang menjadi sasaran penghematan seharusnya adalah pemerintah dan kelompok kaya, dalam masyarakat. Pemerintah mengurangi pengeluaran-pengeluarannya yang tidak perlu. Kelompok kaya juga dibatasi dalam menggunakan kekayaannya dan diberi batasan mengenai jumlah aset yang dapat dimiliknya dengan sistem perpajakan yang progresif. Sebaliknya kelompok miskin diberi tunjangan melalui sistem subsidi di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, maupun sandang dan pangan mereka. Kalau pemerintah benar dan baik dalam menggunakan uang pajaknya demi kepentingan orang banyak (publik), saya rasa rakyat wajib pajak akan bersedia melakukan pembayaran dengan ikhlas dan pars pemilik modalpun rela melakukan investasi di Indonesia. Tetapi kalau uang pajak tersebut justru dikorupsi oleh pemerintah melalui penggunaan yang kurang tepat, maka rakyatpun akan segan membayarkan pajaknya dan segan melakukan investasi di negara sendiri. 5. Tantangan Masa Depan Dari uraian sebelumnya , tampak banyak tantangan yang dihadapi Indonesia pada masa yang akan datang, tetapi saya akan membatasi saja pada tantangan yang paling mendesak yaitu: 1. Perlunya stabilitas politik dan ekonomi 2. Berkembangnya tuntutan otonomi daerah 3. Berkembangnya globalisasi 4. Peran utang luar negeri Indonesia. a. Stabilitas politik dan ekonomi Stabilitas politik merupakan prasyarat bagi adanya stabilitas ekonomi dan sebaliknya stabilitas ekonomi jugs
merupakan prasyarat bagi adanya stabilitas politik. Dalam kondisi normal, biasanya jatuhriya suatu rezim, dimulai dengan munculnya ketidakstabilan ekonomi di mans inflasi inelonjak, dan persediaan barang di sektor riel merosot, sehingga mendorong rakyat untuk menuntut perbaikan ekono-mi dan selanjutnya mulai timbul kekacauan politik. Namur setelah itu perbaikan kondisi perekonomian tidak mungkin dicapai bila kondisi politik tidak stabil, karena se ga l a ke p u t u s a n p ol i t i k ya n g t i d a k me n e n t u akan se l a l u m e n i m b u l ka n ketidakpercayaan rakyat. Demikian pula dengan adanya pergantian menteri-menteri dalam Kabinet I bentukan Presiders Abdurrachman Wahid. Beberapa menteri diganti oleh menteri baru, yang kemudian diganti lagi oleh menteri yang Icbih baru lagi; haA' ini membawa akibat tidak adanya ketenangar kerja dan kurangnya konsentrasi dalam pekerjaan sehingga hasil yang dicapai tidak dapat maksimal. Ketidakstabilan politik itu tercermin pada ketidakstabilan ekonomi terutama dalam bentuk kenaikan kurs valuta asing dan turunnya nilai rupiah, disertai dengan turunnya indeks harga saham. gabungan. Sela njutn ya tan pa ad a ke sta bilan ekon omi, pe r ekon otni an a kan b e keija sec ara ti da k ef i sie n. Dal a m k on d i s i a da i nf l a si ya n g der as , je l as i n ve sta si a ka n ti da k te r ja d i, ba h ka n ke gia ta n i n ve s ta si a ka n be r u b a h me n ja d i s pe ku ia si, p r od u ks i berkurang dan sangat besar kemungkinannya diikuti oleh gejolak sosial (Ian politik yang tidak menguntungkan. Jadi antara kestabilan politik dan kestabilan ekonomi akan Baling bergantung satu lama lain. Kestabilan politik dan kestabilan ekonomi a kan menciptakan ke per ca ya a n m as ya r a ka t kepada pemerintah, sehingga pembangunan ekonomi selanjutnya akan menjadi semakin mantap. b. Berkembangnya tuntutan otonomi daerah Me n j e l a n g b e r a k h i m ya t a h u n 2000 dan memasuki tahun 2001, s i st e m p e t n e r intah an de ngan oton omi da er ah akan direalisasikan. Konsep da sarn ya adal ah member ika n wewenang ke pada daerah untuk me renca naka n dan melaksanaka n pembanguna n daerahn ya masing- masing sesuai dengan apa yan g
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VII, Juli - Desember 2009
22
inereka kehe ndaki, dan pemerintah p usat akan membantu dan memelihara kegiatan- kegiata n ya ng tidak mungkin dilaksanakan di daerah seperti masalah kebijakan moneter, pe mba n gu nan ja la n a ntar kola da n pr ov insi, ma up u n p emeli har a an siste m p engairan yang melintasi berbagai wilayah. Berkaitan dengan pelaksanakaan otonomi daerah Hit tidak akan lepas dari adanya kesiapan masing-masing daerah yang men yan gkut permasala han pendanaan, maupun masalah sumberda ya manusian ya. Dengan adan ya otonomi daerah di mana daerah didorong untuk meningkatkan pendapatan ash daerah, banyak daerah yang memikirkan bagaimana meningkatkan tarif pajak clan retribusi daciall serta memikirkan untuk menciptakan obyek-obyek pajak dan restribusi daerah yang barn. Hal ini me nimbulkan keresaha n di daerah kar ma ra kyat kha kwair akan me m ba yar p a ja k lebi h ban ya k ke p a da p e me r inta h d aer ah diba ndi n g de n ga n sebelum adanya otonomi daerah. Hai ini akan sangat dirasakan oleh daerah-daerah yang miskin sumberdaya alam. Sumberdana mereka hanya akan berasal dari pendapatan ash daerah yan g berupa bagian PBB dan BPlJ'TB, serta dari basil pungutan retribusi daerah lainnya, di samping sumber dana dari subsidi atau bantuan pemerintah pusat. Kesiapan suatu daerah tidak hanya dilihat dari segi ketiangannya Baja, melainkan juga dilihat dari kesia pan sumber da ya ma nusian ya. Dengan adan ya otonomi daerah diperlukan manusia yang mampu untuk mengelola dana yang kreatif dalam menciptakan pela yanan kepada masyarakat termasuk sumbersumber dana untuk pembiayaannya. Masyarakat sesungguhnya tidak akan keberatan membayar pungutan apapun asalkan hash pungutan tersebut digunakan sebaik-baiknya demi kesejahteraan masyarakat. Korupsi harus dihindari. Hendaknya tetap diingat bahwa pelayanan kepada masyarakat tidak seluruhnya dapat disediakan oleh pemerintah daerah, kecuali untuk kegiatankegiatan yang manfaatnya lebih bersifat local. Jadi harus dibedakan antara barang publik yang sifatnya lokal dan yang sifatnya nasional; demikian pula ada eksternalitas yang sifatnya lokal dan yang sifatnya nasional.
c. Berkembangnya globalisasi Dengan globalisasi ekonomi kita artikan sebagai adanya perdagangan bebas antar negara. Terlebih dengan telah dicanangkannya perdagangan bebas dalam AFTA pada tahun 2003 dan APEC pada tahun 2010, maka perdagangan antara negara negara anggota harus bebas tarif. Pada saat sekarang ini Indonesia sedang didesak terns oleh lembaga internasional WTO maupun IMF untuk mcliberalisasikan ekonomi kita. Namun hendaknya disadari oleh pemerintah kita bahwa kebijakan perdagangan bebas yang dianut WTO dan IMF akan sangat mcrugikan bangsa Indonesia. Pada saat ini Indonesia sedang tidak memiliki keunggulan kompetitif apapun kecuali sumberdaya manusia yang banyak jumlahnya dan sumberdaya alam termasuk tanah dan lautan. Dengan perdagangan bebas produk Indonesia tidak akan mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri yang lebih baik kualitasnya dan murah harganya karena mereka telah menggunakan teknologi yang lebih modern. Indonesia sudah tertinggal jauh dalam bidang teknologi. Oleh karena itu negara kita akhimya hanya akan menjadi pasar bagi produk-produk negara maju. Tetapi bagaimana cars membavamya? Tidak mengherankan kalau sekarang ini sektor pertanian Indonesia menjadi sangat logo, dan lebih banyak produk – produk pertanian yang diimpor dari negara-negara industri seperti dari Amerika, Jepang, Australia, maupun dari Thailand dan bahkan Vietnam. Perlindungan tidak ada sama sekali terhadap produk pertanian kita, yang pada saatnya nanti pasti akan mematikan pertanian Indonesia sama sekali. Petani Indonesia tidak akan man dan mampu lagi berusaha di bidang pertanian. Lebih-lebih lagi banyak tenaga kerja yang rendah kualitasnya (Indonesia ranking 105, Jepang ranking 9, Malaysia ranking 60an dan Thailand rangking 70an), sehingga sulit untuk mengembangkan sektor industri. Karena itulah seyogyanya Indonesia mengekspor tenaga kerja, tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi. Ekspor Indonesia paling banter akan berupa ekspor sumberdaya alam ekstraktif (minyak burni, bate bara, kayu hutan dsb. serta hasil lautan). Dalam hat ini saya setuju dengan", pendapat mantan menteri Pengelolaan . Sumberdaya Kelautan, Sarwono KUSUmaatmadja, yang me ngusulkan a gar kita
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VII, Juli - Desember 2009
23
rela men yewaka n pulau-pulau kita, bahkan saya juga menyarankan kalau perlu kita jual saja pulau-pulau kita yang7 daya gunanya sangat rendah. Kita memiliki terlalu banyak pulau-pulau sampaisampai tidak mampu mengelola lagi. Bayangkan negara tetangga kita Singapore yang hanya memiliki dua pulau saja dan sangat kecil-kecil, namun mereka sangat maju dengan tingkat penghasilan per kapita yang sangat tinggi. Kita tidak perlu mempertahankan gengsi dengan memiliki banyak aset (wilayah yang sangat lugs) tetapi sebenarnya miskin karena utang kita nomor 5 terbesar di dunia. d. Peran utang luar negeri Indonesia Peran utang luar negeri harus diakui sangat besar dalam pembangunan Indonesia sampai saat ini, walaupun di sisi lain justru telah menjerumuskan kita dalam palung utang yang terlalu dalam. Dalam masa pernerintahan Orde Baru sampai sekarang ini APBN kita selalu dalam keseimbangan semu karena defisit anggaran dalam negeri selalu ditutup dengan penerimaan dart pinjaman (utang) lua r negeri. Akibatnya bukannya utang kita menjadi semakin kecil dari waktu ke waktu, tetapi sebaliknya justru semakin besar. Kita harus terlepas dari jerat utang ini, karena adalah dosa kalau kita matt meninggalkan utang. Jadi mulai dengan kabinet yang sekarang ini, perjuangan yang sangat mendesak dan harus diselesaikan adalah bagaimana menyelesaikan masalah utang negara. Jalan yang dapat ditempuh adalah harus mau melaksanakan kebijakan yang menyentuh kedua sisi, yaitu sisi pengeluaran dan sisi pencrimaan. Sisi pengeluaran menyangkut sisi pengeluaran seluruh bangsa dan bukan hanya pemerintah. Bangsa Indonesia harus sudi bertekad untuk mengurangi pengeluarannya (menghemat). Bangsa Indonesia telah terlalu boros dan konsumtif, khususnya bagi golongan pendapatan tinggi dan menengah. Mereka ini harus dierem atau ditahan konsumsinya sampai pada tingkat yang layak saja. p engeluaran yang terlalu besar untuk mobil mewah yang berlebihan jumlahnya, juga untuk pemilikan tanah dan rumah (real property) yang berlebihan hares diatur dan dibatasi oleh pemerintah. Cara yang ditempuh
adalah dengan pajak yang progresif dan subsidi bagi golongan pendaptan rendah. Biarlah semua sisa pendapatan kita digunakan untuk membayar utang. Kalau perlu jual beberapa pulau atau sewakan pulau-pulau ya ng kurang prod uktif dan haslinya di gunakan untuk memba yar utang. Kita harus berubah dari negara peminjarn rnuda (imrnatured debtor country) menjadi matured debtor country, – immatured creditor country dan akhirnya menjadi matured creditor country. Kita sudah merdeka lebih dari 50 tahun, semestinya tidak menjadi negara pengutang yang rnasih anak-anak terus, karena sebenarnya kita sudah tua. KESIMPULAN DAN SARAN Jadi pemerintahan sekarang semestinya harus bekerja keras untuk sekedar mempertahankan taraf hidup atau kalau bisa meningkatkan taraf hidup bangsa dan sukses menyelesaikan utang negara. Saya yakin semua orang akan merasa bangga dan pemerintah ini dikatalcan sangat berhasil dan patut mendopat pujian bila dapat melepaskan Indonesia dari lilitan utang, dan menghapuskan kemiskinan yang ada di Indonesia, serta tidak perlu cita-cita yang muluk-muluk lagi. Ma ri kita doa kan a gar semua wakil rakya t di DP R dan sela njutn ya , MP R sudi menyuarakan usulan ini dengan lantang dan biarlah pemerintah sudi melaksanakannya dan cita-cita itu menjadi kenyataan. Indonesia menjadi negara adil dan makmur dan bebas utang, serta tidak dikendalikan atau dijajah oleh negara lain atau lembaga internasional lain seperti IMF dan WTO.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VII, Juli - Desember 2009
24
DAFTAR PUSTAKA Bonie Stiawan, Stop WTO dari Seattle sampai Bangkok, International NGO Forum on Indonesia Development (INFID), Jakarta, 2000 Bruce Rich, Menggadaikan Bumi: Bank Dunia, Kemiskinan Lingkungan, dan Krisis Pembangunan, Terjemahan AS Burhan dan R. Benu Hidayat, DIFID, Jakarta, 1999. Krisis Ekonomi H, Illustration Data Base, Kepustakaan Populer, Gramedia, Jakarta Tahun II, No. 2, April 1998. Krisis Ekonomi HT Dari Krisis Ekonomi ke Krisis Politik, Illustration Data Base, Kepustakaan Populer, Gramedia, Jakarta Tahun II, No. 3, Juni 1998. Is Dari Krisis Ekonomi V. • Ekonomi ke Krisis Moril, Illustration Data Base, Kepustakaan Populer, Gramedia, Jakarta Tahun II, No. 5, Oktober 1998.
4s Ekonomi VIII: Menuju Pemilu 1999, Illustration Data Base, Kepustakaan Populer, Gramedia, Jakarta Tahun III, No. 2, April 1999 , aljit Singh, Memahami Globalisasi Keuangan, Panduan untuk Memperkuat Rakyat, Alih bahasa oleh Frederik Rukma, Yakoma-PGI, Jakarta, 1998. , aljit Singh, Taming Global Financial Flows, IBON Foundation, Inc, Manila, 2000. Hel Chossudovsky, The Globalization of Poverty: Impacts of IMF and World Bank Reforms, IIBON Books, Institute of Political Economy, Manila, 1997. Byarto, Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, Edisi Pertama, Desember 1999.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VII, Juli - Desember 2009
25