PERILAKU KOMUNIKASI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KOMISI IV DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2010
DISERTASI
HALOMOAN HARAHAP
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul
Perilaku
Komunikasi Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian Tahun 2010 adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk manapun. Bahan rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
Halomoan Harahap
Abstrack HALOMOAN HARAHAP. The Communication Behaviors of Members of the House of Representatives Commission IV of the Republic of Indonesia in Hearings with the Ministry of Agriculture in 2010. Advisors: S. SARWITITI S. AGUNG (Chairman), BASITA GINTING SUGIHEN (Member) and DARWIS S. GANI (Member) A hearing (RDP) is a means of communication between the House of Representatives of the Republic of Indonesia (DPR-RI) with the government. Through RDP, the House members can deliver the aspirations of the people and influence the government to prepare a development program tailored to the interests of the people, especially in the fields of agriculture, fisheries, marine, forestry, and food, which Commission IV actually deals with. So far, the communication behaviors of the House members with the government in RDP not much has been known. Therefore, this research attempted to focus its study on the communication behaviors of the members of the House of Representatives Commission IV of the Republic of Indonesia in hearings with the Ministry of Agriculture in 2010. The research objectives were to describe the interest content of messages and the methods of communication presentation of the members of the House of Representatives Commission IV in RDP. The study used a content analysis method. The research materials were the minutes of RDP in 2010 by carrying out a census. There were two major research variables, namely communication behaviors and characteristics. Communication variables were operationalized into dimensions of message content and delivery method. Characteristic variables were limited to gender, age, religion, educational level, job type of initial employment and term of office period. The analysis units of the study were separately defined in statements. Prior to the study, a reliability test was conducted. The data processing used descriptive statistics and correlation test of Kendall's tau -b. The research results showed that in terms of gender the members of the House of Representatives Commission IV were dominated by males with a dominant age group of 41-60 years. Undergraduate education (Strata 1) was the educational background of most of the House members. The initial occupation of most of the House members was an entrepreneur. Most members of the Commission IV have one period of office term. The types of RDP information were dominantly related to the government. The message interest content was more people-oriented interest. The messages conveyed mostly discussed problem substances and problem-solving orientations. In the meantime, the types of reasons were mostly about symptoms accompanied by narrative evidence. The method of presenting communication mostly used clear sentences which were less critical and assertive. The characteristics were not related to the content of messages and ways to present communication. Keywords: communication message, message content, presentation method, and hearings.
RINGKASAN HALOMOAN HARAHAP. Perilaku Komunikasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian Tahun 2010. Komisi Pembimbing: SARWITITI S. AGUNG (Ketua), BASITA GINTING SUGIHEN (Anggota) dan DARWIS S. GANI (Anggota) Rapat Dengar Pendapat (RDP) adalah sarana komunikasi antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dengan pemerintah. Melalui RDP, anggota DPR-RI dapat menyampaikan aspirasi rakyat dan mempengaruhi pemerintah agar menyusun program pembangunan yang sesuai kepentingan rakyat. Perilaku komunikasi anggota DPR-RI dalam RDP sangat penting untuk mempengaruhi pemerintah. Sejauh ini belum banyak diketahui bagaimana perilaku komunikasi anggota DPR-RI dalam RDP dengan pemerintah. Komisi IV badan kelengkapan DPR-RI yang membidangi pertanian, perikanan, kelautan, kehutanan, dan pangan. Karenaa itu, penelitian ini menggkaji 1) Informasi apa yang dibicarakan anggota DPR-RI sewaktu mengadakan RDP dengan pemerintah? 2) Kepentingan siapa yang mereka suarakan? 3) Bagaimana perilaku komunikasi anggota DPR-RI dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan 1) Jenis agenda RDP antara DPR-RI komisi IV dengan Kementerian Petanian tahun 2010. 2) Muatan kepentingan pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. 3) Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Penelitian Perilaku Komunikasi Anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 menggunakan metode penelitian analisis isi. Sebagai bahan penelitian ditetapkan notulensi RDP antara DPR-RI komisi IV dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 dengan melakukan sensus. Terdapat dua variabel mayor penelitian, perilaku komunikasi dan karakeristik. Variabel perilaku komunikasi dioperasionalkan menjadi dimensi isi pesan dan cara penyajian. Dimensi isi pesan diuraikan menjadi kategori muatan kepentingan, kesesuaian tema, orientasi, jenis alasan dan bentuk bukti. Sedangkan dimensi cara penyajian diuraikan menjadi kategori kejelasan kalimat, sikap kritis, dan bentuk penyampaian. Variabel karakteristik dibatasi pada jenis kelamin, umur, agama, tingkat pendidikan, fraksi, jenis pekerjaan awal dan masa bakti. Variabel karakteristik diduga berhubungan dengan variabel perilaku komunikasi. Penelitian menetapkan individu dalam pernyataan sebagai unit analisis. Sebelum pelaksanaan penelitian, dilakukan uji reliabilitas kategori dengan menggunakan 3 orang ahli. Hasil pengujian dihitung reliabilitas dengan menggunakan rumus Holsti dan diperoleh nilai reliabilitas di atas nilai kritis (r = >0,70). Hasil penelitian diolah menggunakan statistik deskriptif dan uji korelasi Kendall’s tau-b. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 53 orang Anggota DPR-RI komisi IV dengan karakteristik dominan laki-laki. Kelompok umur dominan adalah 41-60 tahun. Tingkat pendidikan paling banyak sarjana strata satu (S1). Pekerjaan sebelum terpilih menjadi anggota legislatif lebih banyak sebagai pengusaha. Sebagian besar anggota Komisi IV memiliki pengalaman sebagai anggota DPR priode pertama.
Selama tahun 2010, DPR-RI komisi IV telah mengadakan RDP dengan
Kementerian Pertanian sebanyak tujuh kali. Dari 7 naskah isinya terdiri dari 219 perilaku penyampaian pesan pendapat, 633 paragraf, 4065 kalimat. Setiap tindakan penyampaian pendapat menghabiskan waktu bicara rataan 8,43 menit. Isi agenda RDP hanya 27,6 % yang berhubungan langsung dengan kebutuhan petani. Muatan kepentingan pesan, anggota DPRI-RI komisi IV lebih banyak menyampaikan kepentingan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa anggota DPR komisi IV telah memperjuangkan kepentingan masyarakat. Dalam RDP, pesan yang disampaikan lebih banyak membahas substansi pertanian dengan orientasi pemecahan masalah. Sedangkan jenis alasan yang banyak digunakan adalah gejala disertai bukti naratif. Sementara cara penyajian pesan lebih banyak menggunakan kalimat jelas dengan bentuk asertif, disertai sikap mudah menerima. Setelah dilakukan uji korelasi menggunakan statistik non parametrik, variabel karakteristik anggota DRP-RI komisi IVtidak signifikan berhubungan dengan perilaku komunikasi. Karakteriristik tidak signifikan berhubungan dengan dimensi isi pesan dan dimensi cara penyajian. Karakateristik anggota DPR-RI komisi IV seperti jenis kelamin, umur, agama, tingkat pendidikan, fraksi, jenis pekerjaan awal, dan masa bakti tidak signifikan berhubungan muatan kepentingan, kesesuaian tema, orientasi, jenis alasan, bentuk bukti, kejelasan kalimat, sikap kritis, dan bentuk penyampaian.
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB. 2.
Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERILAKU KOMUNIKASI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KOMISI IV DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2010
HALOMOAN HARAHAP
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi/Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi : Ujian Tertutup
:
1. Dr. Udi Rusadi, MS. (Dosen Komunikasi Program Pascasarjana Universitas Indonesia) 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. (Ketua Program Doktor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB)
Ujian Terbuka
:
1. Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira (Dosen Program Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesan IPB) 2. Dr. Udi Rusadi, MS. (Dosen Komunikasi Program Pascasarjana Universitas Indonesia)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil alamin, akhirnya disertasi ini dapat selesai sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Penelitian ini dilaksanakan selama April 2011 – Desember 2011 atas naskah Rapat Dengar Pendapat antara Anggota Komisi IV DPR-RI dengan Kementerian Pertanian 2010 dengan judul Perilaku Komunikasi Anggota DPR-RI Komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat dengan
Kementerian Pertanian Tahun 2010. Terimakasih penulis sampaikan kepada Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MSi., dan Anggota Komisi Pembimbing: Bapak Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA dan Bapak Prof. Dr. Darwis S. Gani, MA, yang dengan ikhlas dan sabar, meluangkan waktu memberikan arahan, bimbingan, dan masukan serta membagikan pengetahuannya kepada penulis sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan disertasi ini. Dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ayahanda Maklum Harahap (alm) dan Ibunda Nurmawan Pohan (alm) yang telah memelihara, merawat, dan membesarkan penulis dengan tulus dan ikhlas tanpa mengeluh serta tiada hentinya untuk berdoa bagi keberhasilan penulis selama hidup mereka. 2. Kepada Istriku Dra. Suwatiningsih dan anak-anakku tersayang, Rizal Zulfadli Harahap, Muhammad Iqbal Harahap, dan Ahmad Alwi Arif Harahap yang telah banyak mendoakan serta memberi dukungan baik pikiran, tenaga agar penulis cepat selesai. Semoga Allah S.W.T. memberi keberkahan kepada keluarga kita selamanya. Amin! 3. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Ketua Departemen Komunikasi
dan
Pengembangan
Masyarakat,
dan
Ketua
Program
Studi/Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (KMP), Sekretariat KMP, Ibu Lia, Sekretariat PPL, Ibu Desy beserta staf lainnya yang dengan keramahan dan ketulusannya telah memberikan layanan administrasi yang sangat berarti. 4. Dosen pada Program Studi/Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan khususnya: Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS., Dr. Ir. Amiruddin Saleh, xiii
MS., Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS., Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS.DEA, Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira, Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, Prof. Dr. Ir. Musa S. Hubeis, Prof. Dr. Ign. Djoko Susanto SKM., Dr. Makmun Sarma, dan Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi.
Ir. Hadiyanto, MS yang telah
memberikan berbagai dukungan dalam bentuk fasilitas dan layanan kuliah selama penulis menjalani proses belajar pada program S3 di KMP IPB. 5. Kepada Abang Drs. M. Jamiluddin Ritonga, MS. dan keluarga yang telah banyak memberi bantuan baik pemikiran, tenaga, dan dukungan moral kepada penulis selama ini. Semoga Abang dan keluarga mendapat berkah dari Allah. S.W.T. Amin! 6. Kepada Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR-RI 2009-2014, Pimpinan dan staf Sekretariat Jenderal DPR-RI, staf Sekretariat Komisi IV DPR-RI, Pejabat Pengelola Informasi Publik DPR-RI, Humas DPR-RI dan staf khususnya, Bang Budiman di Litbang DPR-RI, dan Ibu Indah yang telah memberi banyak bantuan dalam penelitian di DPR-RI. 7. Kepada Pimpinan Universitas Esa Unggul Jakarta yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis selama mengikuti program S3 di IPB. 8. Kepada Bapak Dekan Dr. Indrawadi Tamin, M, Sc., rekan-rekan dosen dan staf di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul Jakarta yang selalu memberikan dukungan, memotivasi dan mengingatkan penulis agar cepat selesai. 9. Kepada Bapak Dr. James Pardede, MM., Direktur Kemitraan Komunikasi, Bapak Gun Gun Siswadi, Bapak Waluyo, Abdullah, Dikdik Sadaka, Ibu Katmi, dan teman-teman lainnya di Direktorat Kemitraan Komunikasi, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang telah banyak memberikan dukungan selama ini. 10. Kepada Bapak Dr. Udi Rusadi, MS. dan Bapak Dr. Subagio, MS yang banyak memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian disertasi ini.
xiv
11. Bapak Wasidi, Ibu Retno, Bapak Tri, Ibu Sri Desti, dan Ibu Ilona serta rekanrekan seperjuangan di KMP angkatan 2007, 2008, dan 2009 terimakasih atas kesediaanya untuk berbagi selama penulis mengikuti kuliah. 12. Kepada Bang Hasyim Purnama, Bang Arifin Saleh, Bang Rahman, Pak Lukman, kelompok pengajian malam minggu yang telah men-do’a-kan dan memberikan dukungan kepada keluarga penulis. 13. Kepada keluarga besar penulis di Jakarta, Depok, dan Pargarutan khususnya Adik-adik, Adek Ipar, Keponakan, yang telah urut memotivasi penulis agar cepat selesai. 14. Kepada teman-teman dan pihak lain yang belum sempat penulis sebutkan. Bantuan kalian semua sangat berarti bagi penulis. Penulis menyadari tanpa bantuan banyak pihak tidak akan mampu menyelesaikan tugas ini. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat ridho dan berkah dari Allah S.W.T. Amin. Disertasi ini belum sempurna, karena penulis adalah manusia yang banyak kelemahan. Penulis masih berharap kritik dan saran agar disertasi ini lebih sempurna.
Depok, Juli 2012
xv
xvi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pargarutan, Padangsidempuan, Sumatera Utara 22 Oktober 1963 sebagai anak kedua dari delapan orang bersaudarra dari pasangan Maklum Harahap (alm) dan Nurmawan Pohan (alm). Penulis menikah dengan Dra. Suwatiningsih dan dikaruniai tiga orang putra yaitu Rizal Zulfadli Harahap, Muhammad Iqbal Harahap, dan Ahmad Alwi Arif Harahap. Tahun 1982 melanjutkan sekolah ke Sekolah Tinggi Publisistik Jakarta. Tahun 1985 memperoleh gelar Bachelor of Art bidang publisistik. Tahun 1988 lulus sarjana Ilmu Hubungan Masyarakat dan Periklanan dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta. Tahun 1994 memperoleh gelar Magister Sain dari Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor. Tahun 2008 melanjutkan pendidikan pada Program Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dalam bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Tahun 1988-1999 dosen tetap IISIP Jakarta dan terakhir menjabat sebagai Kepala Biro Administrasi Akademik IISIP Jakarta tahun 1998-1999. Tahun 2002sekarang sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul Jakarta. Jabatan sebagai Ketua Program Studi Ilmu Periklanan tahun 2002-2003, Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Masyarakat tahun 2002- 2010, Wakil Dekan Bidang Akademik tahun 2003 – 2008 dan Ketua Program Studi Ilmu Jurnalistik tahun 2008-2010. Kegiatan mengajar lainnya jadi dosen tidak tetap di Universitas Paramadina, Universitas Pelita Harapan, Universitas Budi Luhur, dan Sekolah Tinggi Ekonomi Nusantara. Tahun 2006 – 2007 menjadi anggota tim perumusan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Kehumasan. Tahun 2007 menjadi anggota tim perumusn Draft Standar Kompetensi Wartawan Indonesia. Tahun 2011 menjadi anggota perumus Standar Kompetensi Pranata Humas Indonesia. Sejak tahun 2007 aktif di Jaringan Nasional Pemantau Media dan Literasi Media, Peneliti dan konsultan bidang komunikasi.
xvii
xviii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
………………………………………… ………………………………………… ....……………………………………… ………………………………………… ………………………………………… …………………………………………
halaman xi xiv xv xix xxi xxiii
PENDAHULUAN ……………………………………………. Latarbelakang …………………………………………… Permasalahan ……………………………………………... Tujuan Penelitian ……………………………………………... Kegunaan Penelitian …………………………………………… Kebaruan Penelitian …………………………………………… Keterbatasan Penelitian ini ……………………………………
1 1 4 7 8 9 9
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… Komunikasi Pembangunan ………………………………………… Komunikasi Politik …………………………………………… Komunikasi Dalam Rapat …………………………………… Perilaku Komunikasi …………………………………………… Retorika …………………………………………… Ethos …………………………………………… Pathos …………………………………………… Logos …………………………………………… Riset Pesan Komunikasi …………………………………… Strategi Komunikasi …………………………………… Isi Pesan Komunikasi …………………………………… Muatan Kepentingan …………………………………… Kesesuaian Tema …………………………………… Orientasi …………………………………… Argumentasi …………………………………… Jenis Alasan …………………………………… Bentuk Bukti …………………………………… Cara Penyajian …………………………………… Kejelasan …………………………………… Sikap Kritis …………………………………… Bentuk Penyampaian …………………………………… Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Komunikasi …………… Penelitian Terdahulu dan State of the Art ……………………………
11 11 12 16 17 18 19 20 22 23 25 26 26 27 28 29 31 32 32 33 34 34 36 38
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS …………………… 45 Kerangka Pemikiran ……………………………………………. 45 Hipotesis ……………………………………………. 46
xix
METODOLOGI PENELITAN …………………………………… Disain Penelitian …………………………………………… Bahan Penelitian dan Priode …………………………………… Definisi Kategori dan Operasionalisasi Variabel ………..………….. Definisi Kategori …………………………………… Isi Pesan ……….………………………….. Muatan kepentingan …………………………………… Kesesuaian tema …………………………………… Orientasi pesan …………………………………… Jenis alasan …………………………………… Bentuk bukti …………………………………… Cara Penyajian …………………………………… Kejelasan kalimat …………………………………… Sikap kritis …………………………………… Bentuk penyampaian …………………………………… Operasionalisasi Variabel …………………………… Populasi dan Sampel ………….………………... Unit Analisis .………………………….. Validitas dan Reliabilitas Kategori …………………………… Validitas …………………………… Reliabilitas kategori ………………………….... Pengolahan dan Analisis Data …………………………………....
47 47 48 49 49 49 49 50 51 52 53 55 55 55 56 57 57 58 59 59 60 62
GAMBARAN UMUM DPR-RI …………………………………… Profil Anggota DPR-RI 2009-2014 …………………………………… Representasi Perempuan …………………………………… Pekerjaan awal …………………………………… Umur …………………………………… Citra …………………………………… Badan Kelengkapan …………………………………… Pimpinan …………………………………… Badan Musyawarah …………………………………… Badan Legislasi …………………………………… Badan Anggaran …………………………………… Badan Urusan Rumah Tangga …………………………… Badan Kerjasama Antar Parlemen …………………………… Badan Kehormatan …………………………… Badan Akuntabilitas Keuangan Negara …………………… Panitia Khusus …………………………………… Komisi …………………………………… Komisi IV DPR RI …………………………………… Karakteristik Anggota DPR-RI Komisi IV ……………………. Jenis kelamin …………………………………………… Umur …………………………………………… Agama …………………………………………… Tingkat Pendidikan …………………………………………… Fraksi ……….……………………………………
63 67 68 68 69 69 70 70 71 71 72 73 74 75 75 76 77 82 82 82 83 84 85 85
xx
…………………………………………… …………………………………………….
86 87
PERILAKU KOMUNIKASI ……………………………………………. Agenda Rapat …………………………………………….. Perilaku Komunikasi …………………………………………….. Tingkat Kehadiran dan Partisipasi …………………………………….. Perilaku Komunikasi berdasarkan Jenis Kelamin …………….. Perilaku Komunikasi berdasarkan Kelomok Umur …………….. Perilaku Komunikasi berdasarkan Agama …………….. Perilaku Komunikasi berdasarkan Tingkat Pendidikan …………….. Perilaku Komunikasi berdasarkan Fraksi …………….. Perilaku Komunikasi berdasarkan Jenis Pekerjaan Awal …………….. Perilaku Komunikasi berdasarkan Masa Bakti …………….. Isi Pesan Komunikasi …………………………….. Muatan Kepentingan …………………………….. Kesesuaian Tema ……………………………. Orientasi …………………………….. Jenis Alasan …………………………….. Bentuk Bukti …………………………….. Cara Penyajian …………………………….. Kejelasan Kalimat …………………………….. Sikap kritis …………………………….. Bentuk Penyampaian …………………………….. Hubungan Karakteristik dengan Perilaku Komunikasi …………….. Retorika Rapat Dengar Pendapat …………………………………….. Drama Komunikasi Politik …………………………………….. Hubungan Legislatif dengan Eksekutif …………………………….. Efektivitas Kebijakan …………………………………….. Implikasi Hasil Penelitian …………………………………….. Strategi Komunikasi RDP …………………………………….. DPR-RI …………………………………….. Kepercayaan Diri …………………………………….. Persepsi Diri ……………………………………. Peran …………………………………….. Partai/Fraksi …………………………………….. Strategi Komunikasi …………………………………….. Muatan Pesan …………………………………….. Retorika …………………………………….. Kementerian …………………………………….. Kepercayaan Diri …………………………………….. Kredibilitas ……………………………………. Pengalaman …………………………………….. Penguasaan …………………………………….. Strategi Komunikasi …………………………………….. Muatan Pesan …………………………………….. Keberpihakan …………………………………….. Prioritas ……………………………………..
89 89 91 95 96 97 98 99 100 103 104 108 108 110 111 113 115 117 117 118 119 122 124 128 132 134 137 142 142 143 143 144 144 145 145 145 146 146 146 146 147 147 147 147 148
Jenis Pekerjaan Awal Masa Bakti
xxi
…………………………………….. 148 ………….………………………….. 148 .…………………………………….. 148 …………………………………….. 149 ……………………………………. 149 ...………….……………………….. 149
Efisiensi Retorika Deskripsi Terima Pasrah Ego Kelembagaan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
…………………………………….. 151 …………………………………….. 151 …………………………………….. 153
……………………………………………. 155 ……………………………………………. 169
xxii
DAFTAR TABEL halaman Operasionalisasi variabel karakteristik …………………………… 57 Sebaran anggota DPR-RI 2009-2014 berdasarkan fraksi …..….……. 64 Sebaran anggota DPR-RI 2009-2014 berdasarkan tingkat pendidikan .… 68 Bidang kerja komisi DPR-RI 2009-2014 dan lembaga mitra kerjanya … 79 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan jenis kelamin .……....... 82 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan kelompok umur ......... 83 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan agama …..... 84 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan tingkat pendidikan….... 84 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan fraksi …...... 85 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan jenis pekerjaan awal ..... 86 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan masa bakti …….…....... 87 Sebaran perilaku komunikasi, jumlah paragraf, dan jumlah kalimat …..………………………………… 92 berdasarkan agenda rapat 13. Rataan waktu setiap perilaku komunikasi berdasarkan agenda rapat …….. 93 14. Sebaran tingkat kehadiran dan tingkat partisipasi anggota DPR-RI 95 komisi IV dalam RDP ….………………………………………………... 15. Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap agenda RDP yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin …………………………………………………… 96 16. Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP yang dibedakan berdasarkan kelompok umur……..... 97 17. Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP yang dibedakan berdasarkan agama…………... 98 18. Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan …. 99 19. Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP dibedakan menurut fraksi …………………… 100 20. Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan awal ………. 103 21. Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP dibedakan berdasarkan masa bakti ………….. 105 22. Sebaran pesan berdasarkan muatan kepentingan ………………….. 108 23. Sebaran isi pesan berdasarkan kesesuaian tema ……..……………. 110 24. Sebaran isi pesan berdasarkan orientasi ………..…………. 112 25. Sebaran isi pesan berdasarkan jenis alasan ………………….. 114 26. Sebaran isi pesan berdasarkan bentuk bukti ………………….. 116 27. Sebaran cara penyajian dibedakan berdasarkan kejelasan kalimat ………………………………………..... 117 28. Sebaran cara penyajian dibedakan berdasarkan sikap kritis …………. 118 29. Sebaran cara penyajian dibedakan berdasarkan bentuk penyampaian… 120 30. Keeratan hubungan antara karakteristik dengan perilaku komunikasi.... 123 31. Sebaran jumlah Peraturan Menteri Pertanian berdasarkan tahun ….….. 134 32. Peraturan Menteri Pertanian tahun 2009 -2012 yang berkaitan dengan isi agenda RDP tahun 2010 …………………………............. 135
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
xxiii
xxiv
DAFTAR GAMBAR halaman 1. Proses Komunikasi Retorika …………………………………… 24 2. Kerangka Pemikiran dan Hubungan Variabel Penelitian …………… 46 3. Model Komunikasi RDP Komisi DPR-RI dengan Kementerian …………………………………………… 142
xxv
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN
halaman 1. Tabel kerja Ujicoba Kategori …………………………………… 167 2. Tabel Peraturan Menteri Pertanian tahun 2010 – 2012 …… 171
xxvii
xxviii
PENDAHULUAN Latarbelakang Sejak Indonesia merdeka, pembangunan bidang pertanian sudah menjadi salah satu prioritas pemerintah. Prioritas pembangunan petanian tetap menjadi penting karena tenaga kerja sektor pertanian sekarang masih dominan, sekitar 42,76 persen. Sementara sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen, (BPS 2009). Sektor pertanian tetap penting diperhatikan karena pertanian juga merupakan penyedia bahan pangan. Sedangkan kecukupan pangan adalah faktor penting suatu ketahanan negara. Faktor lain yang menjadikan bidang pertanian perlu mendapat perhatian adalah, selama krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998, sektor pertanian yang paling tidak terpengaruh (Subejo 2005). Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah banyak merumuskan kebijakan
yang
berhubungan
dengan
pembangunan
pertanian.
Program
intensifikasi dan ekstensifikasi di bidang pertanian terus digalakkan. Intensifikasi bidang pertanian seperti teknologi pertanian telah dikembangkan, penemuan dan penyediaan bibit unggul, pembangunan irigasi, bantuan pupuk, pengolahan pasca panen, pemberian penyuluhan pertanian.
Ekstensifikasi dengan pembukaan
lahan-lahan baru di luar pulau Jawa telah digalakkan. Program pembangunan di bidang pertanian bertujuan agar sektor pertanian berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, (Apriyantono 2006). Bila pembangunan pertanian kurang perhatian pemerintah, Indonesia akan mengalami krisis pangan tahun 2017. Gejalanya adalah terjadi tren penurunan produksi pertanian,
banyak lahan pertanian yang berubah fungsi, kondisi
kehidupan ekonomi pertanian di pedesaan kurang menjanjikan dan sebagian petani melakukan urbanisasi dengan alasan cari kehidupan kota yang lebih baik. (Kompas Cyber Media, 11 Desember 2007).
2 Merumuskan pembangunan yang mengedepankan kepentingan rakyat, pemerintah perlu menjalin komunikasi dengan rakyat. Rakyat diajak berbicara tentang apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Dari hasil pembicaraan dengan rakyat yang dijadikan bahan untuk merumuskan program pembangunan. Program pembangunan yang
telah dirumuskan kemudian dikomunikasikan kembali
kepada masyarakat agar tercipta dukungan, (Lionberger & Gwin 1982; CIAT 1974). Dalam mengaktualisasikan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, pemerintah telah menyediakan mekanisme menampung aspirasi masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Setiap 3 bulan sekali, Anggota DPR-RI melakukan reses. Reses secara formal dilakukan anggota DPR-RI dengan sebutan kunjungan kerja ke daerah. Secara informal anggota DPR-RI melakukan reses ke konstituen masing-masing. Dalam kunjungan kerja tersebut, anggota DPR-RI mengadakan komunikasi dengan pemerintah setempat dan masyarakat untuk mengetahui keadaan program pembangunan berjalan. Sementara dalam reses informal ini, anggota DPR-RI mengunjungi konstituen masing-masing berusaha untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang menjadi permasalahan masyarakat. Masukan informasi dari konstituen inilah yang sering dinamakan aspirasi. Seringnya demonstrasi di depan gedung DPR-MPR Jakarta suatu indikasi Anggota DPR-RI belum sepenuhnya menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagaimana dikemukakan Puriantha (2008) bila masyarakat merasa aspirasi mereka kurang diperhatikan anggota DPR-RI, rakyat memilih saluran komunikasi politik seperti demonstrasi atau unjuk rasa. Demontrasi dan unjuk rasa suatu indikasi bahwa saluran komunikasi politik formal terjadi kurang berfungsi, terjadi kemandegan. Anggota legislatif adalah agen perubahan yang memiliki peran penting dalam pembangunan. (Kotler & Kotler dalam Newman 1999 ). Sebagai agen perubahan pembangunan, anggota legislatif berperan untuk mempengaruhi pemerintah agar kebijakan berpihak kepada kepentingan rakyat. Menurut Rogers, idealnya anggota legislatif berperan sebagai agen perubahan ke arah yang mensejahterakan rakyat (Severin & Thankar 2005).
3 Sebagai agen perubahan, anggota DPR-RI dapat juga berperan sebagai gatekeeper yang menyaring informasi yang perlu disampaikan agar kebijakan yang disusun pemerintah berpihak pada kesejahteraan rakyat. Sebagaimana dikemukakan oleh Lewin (1947) Gatekeeper adalah penjaga gerbang, yaitu orang yang memutuskan apa saja yang boleh melewati gerbang yang dijaganya. Dalam sistem politik penjaga gerbang adalah individu
atau lembaga
yang mengontrol pengaruh politik dengan mengatur arus informasi dari dan ke pusat kekuasaan. Gatekeeper ada di banyak pekerjaan, peran mereka dapat memberi gambaran dan mempengaruhi pemahaman masyarakat terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, anggota DPR-RI memperjuangkan kepentingan masyarakat Indonesia yang sangat pluralis. DPR-RI memperjuangkan kepentingan rakyat petani, kepentingan rakyat pedagang, kepentingan rakyat nelayan, dan kepentingan rakyat lainnya. Sehubungan dengan itu, DPR-RI membentuk komisi-komisi sebagai alat kelengkapan DPR-RI agar dapat bekerja dengan maksimal. Komisi dalam melaksanakan tugasnya, mengadakan rapat kerja dengan Presiden yang dapat diwakili oleh Menteri, mengadakan rapat dengar pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan rapat dengar pendapat umum, mengadakan kunjungan kerja dalam masa reses. (DPR-RI 2010). DPR-RI tahun 2009-2014 membentuk sebelas komisi yang mengurusi semua permasalahan dan kepentingan pemerintahan. Komisi IV DPR-RI khusus mengurusi bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Bidang ini menyangkut kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia. Karena rakyat Indonesia lebih dominan adalah petani dan nelayan. Secara politis bidang ini yang memiliki jumlah konstituen paling banyak karena itu, sangat wajar bila kepentingannya didahulukan. Mitra Kerja Komisi IV DPR-RI adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Urusan Logistik, dan Dewan Maritim Nasional. (DPR-RI 2010).
4 Permasalahan Anggota DPR-RI priode 2009 – 2014 sudah bekerja lebih kurang 1 tahun pada akhir tahun 2010 dan sudah sering melakukan reses. Sudah semestinya banyak informasi yang diserap, dihimpun, dan diagendakan untuk masukan terhadap kebijakan pemerintah bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Karena hasil reses merupakan bahan untuk acara Rapat Dengar Pendapat dengan istansi pemerintah terkait. Menurut pemberitaan media massa akhir Juli 2010, hasil reses anggota DPR-RI banyak yang ’nihil’, (Suara Pembaruan, 30 Juli 2010). Artinya anggota DPR-RI tidak mencari masukan berupa permasalahan masyarakat. Anggota DPRRI tidak memaksimalkan kesempatan berkomunikasi dengan masyarakat untuk mencari masukan atau menampung aspirasi. Anggota DPR-RI melakukan reses sekedar menjalankan tugas dan menghabiskan anggaran besar. Hasil reses tidak banyak aspirasi masyarakat yang mereka peroleh yang dapat dijadikan masukan dalam penyusunan program pemerintah. Beberapa anggota DPR-RI enggan melakukan kunjungan ke daerah konstituennya karena takut ditagih janji yang disampaikan semasa kampanye pemilihan legislatif (Gunadjar 2009). Kalau tidak karena kewajiban, beberapa anggota DPR-RI enggan berkunjung ke daerah pemilihannya. Menurut pengalaman Jamiluddin Ritonga1, “Konstituen sekarang sudah pintar, setiap ada anggota dewan yang berkunjung masyarakat langsung menyodorkan proposal bantuan dana bagi kegiatan mereka”. Gejala ini disebabkan oleh banyak janji politik anggota legislatif yang tidak terealisasi. Masyarakat berpendapat, lebih baik minta uang untuk pembiayaan kegiatan instan kalau ada anggota DPR yang berkunjung. Cara ini lebih cepat daripada menunggu realisasi janji politik. Gejala ini menunjukkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap anggota DPR-RI akan membawa aspirasi dan kepentingan rakyat. Sesuai dengan jajak pendapat
harian
Kompas pada kolom Barometer menunjukkan 54,6%
masyarakat sangat percaya terhadap kapasitas dan kemampuan anggota dewan. Namun hanya 42,5% yang percaya bahwa anggota dewan berpihak kepada 1
Staf Ahli anggota DPR-RI sejak tahun 2004 - sekarang
5 kepentingan rakyat. Proporsi yang lebih rendah, yaitu 34,6% percaya anggota dewan berpihak menyuarakan aspirasi kelompok yang terpinggirkan, (Renstra DPR-RI 2010-2014). Hasil penelitian Emrus (2009) menunjukkan hanya sedikit perhatian komunikator politik (baca anggota DPR-RI) terhadap kepentingan masyarakat konstituen dan lebih banyak perhatian mereka terhadap kepentingan partai dan kepentingan fraksinya. Setiap keputusan yang diambil dalam rapat-rapat pembahasan rancangan Undang Undang banyak dipengaruhi oleh kepentingan subyektivitas mereka sebagai pribadi dan anggota partai. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa anggota DPR-RI belum sepenuhnya memperjuangkan kepentingan rakyat. Timbul pertanyaan: 1. Apa saja yang dibicarakan oleh anggota DPR-RI ketika mengadakan RDP dengan pemerintah? 2. Kepentingan siapa yang mereka suarakan? 3. Bagaimana perilaku
komunikasi
mereka
selama RDP
dalam
mempengaruhi kebijakan pemerintah? Idealnya anggota DPR-RI Komisi IV membawa aspirasi dan kepentingan ril masyarakat petani dan menjadikan masukan dalam program pemerintah. Anggota DPR-RI Komisi IV menggunakan segala kompetensi yang dimilikinya mempengaruhi pemerintah agar menyusun program pembangunan yang menjawab kepentingan rakyat tersebut. Kompetensi yang dimaksud adalah, legalitas kekuasaan politik yang dimiliki, latar belakang partai politik pendukungnya, kemampuan intelektualitas, dan kemampuan retorika dalam menyampaikan pendapat, (De Landtsheer 2006). Latarbelakang partai dan besarnya jumlah anggota menjadi kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Jumlah anggota partai yang besar ini, berperan bila pengambilan keputusan harus diambil berdasarkan suara terbanyak (voting). Latarbelakang partai pendukung pemerintah atau koalisi juga dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kemampuan intelektualitas yang dimaksud adalah kemampuan analitis untuk mengkritisi setiap persoalan pemerintahan. Kemampuan intelektualitas dapat tergambar dari pendidikan dan pengalaman seseorang. Tingkat pendidikan
6 dan pengalaman pada umumnya dapat membuat seseorang semakin mampu melakukan analisis dan semakin kritis (Lowery & DeFleur 1995). Sedangkan kompetensi retoris adalah kemampuan anggota DPR-RI dalam memilih pesan, memilih argumentasi dan cara menyampaikannya sewaktu berkomunikasi dengan pemerintah agar pendapatnya diterima. Kemampuan retoris dalam komunikasi politik sangat penting agar dapat mempengaruhi tujuan politik mudah terwujud. Menurut pengamatan peneliti bulan November - Desember 2010, komisi IV telah mengadakan beberapa kali rapat dengar pendapat dengan instansi pemerintah terkait seperti Bulog, Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan Kementerian Kehutanan. Peneliti telah mengikuti rapat terbuka antara Komisi IV dengan Bulog serta Panja Komisi IV tentang RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar. Dalam rapat tersebut, anggota DPR-RI Komisi IV telah mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Dalam rapat dengar pendapat antara Bulog dengan Komisi IV tanggal 31 November 2010, Anggota DPR-RI menggunakan bahasa yang lugas dan tegas agar Bulog wajib menyediakan stok beras 1,2 ton/bulan sepanjang tahun. Bulog harus mendahulukan beras dalam negeri sebelum melakukan impor. Harga dasar gabah agar ditinjau kembali supaya tidak merugikan petani. Karena petani merasa harga gabah mereka cukup rendah. Bulog harus menyeimbangkan fungsi sosial dan bisnisnya. Rapat
Pansus RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar
(P3L) tanggal 31 November 2010 juga mengindikasikan bahwa anggota Komisi IV DPR-RI telah memperjuangkan kepentingan rakyat. Karena para anggota Komisi IV DPR-RI sepakat menjadikan para pembalak liar masuk kateri extraordinary crime. Karena pelaku pembalakan liar telah merugikan negara dan masyarakat dengan dampak yang luar biasa. Sehubungan dengan itu, DPR-RI komisi IV menyusun Panitia Khusus untuk merumuskan undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar. Hasil pengamatan dan pemberitaan media massa masih terdapat perbedaan denan pengamatan yang dilakukaan. Sampai saat ini masih sedikit informasi untuk dapat menyimpulkan bahwa anggota Komisi IV telah memperjuangkan
7 kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu penelitian lebih seksama terhadap isi komunikasi yang telah dilakukan oleh Komisi IV dalam memperjuangkan kepentingan rakyat sewaktu rapat dengan mitra kerjanya dari pemerintah. Penelitian terdahulu tentang perilaku komunikasi anggota DPR atau DPRD sudah beberapa kali dilakukan (Kusumastuti 2004; Jauhari 2004; Hanida 2007; Marie & Venderbergen 2008; Murni 2009; Emrus 2009 dan Rusfian 2010). Namun penelitian yang ada belum banyak mengungkap perilaku komunikasi yang fokus pada muatan kepentingan pesan dan cara berkomunikasi anggota DPR dalam rapat dengar pendapat. Penelitian terdahulu juga belum mengungkap kemampuan retoris anggota DPR dalam rapat dengar pendapat. Memperhatikan gejala-gejala di atas peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut dengan permasalahan pokok “Bagaimana perilaku komunikasi anggota Komisi IV DPR-RI dalam rapat dengar pendapat dengan kementerian pertanian tahun 2010?” Dengan judul penelitian Perilaku Komunikasi Anggota DPR-RI Komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian Tahun 2010. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV DPR-RI dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian tahun 2010.
Deskripsi perilaku komunikasi yang
dimaksud adalah menggambarkan: 1. Jenis agenda
RDP antara DPR-RI komisi IV dengan Kementerian
Pertanian tahun 2010. 2. Muatan kepentingan pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 3. Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. 4. Hubungan karakteristik anggota DPR-RI komisi IV dengan perilaku komunikasi dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010.
8 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan dalam pengembangan Ilmu komunikasi politik pembangunan pertanian dan perdesan. Secara spesifik kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi :
Kegunaan Teoritis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam membangun sistem komunikasi politik dalam RDP. Temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melihat muatan dan strategi komunikasi politik antara legislatif dan pemerintah dalam perumusan kebijakan politik b. Hasil penelitian ini dapat juga digunakan sebagai masukan dalam membangun sistem komunikasi pembangunan. Temuan penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan dalam melihat kelancaran arus informasi pembangunan dari pemerintah ke masyarakat dan sebaliknya dari masyarakat kepada pemerintah. c. Hasil penelitian ini dapat menjadi verifikasi teori retorika dan speech act dalam menganalisis perilaku komunikasi melalui dokumen. Verifikasi teori retorika khususnya ethos dan logos dalam menganalisis pesan melalui dokumen. Verifikasi teori speech act teori dalam rapat. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para anggota DPR-RI, partai politik atau pengambil kebijakan dalam menyusun sistem komunikasi dalam rapat yang lebih efektif. b. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan rujukan dalam menyusun sistem komunikasi politik dalam perumusan kebijakan politik dan pembangunan khususnya yang berhubungan dengan mekanisme hubungan DPR-RI dengan Kementerian dalam pemerintahan Indonesia. c. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan referensi untuk merumuskan perilaku komunikasi dalam rapat antara DPR-RI dengan pemerintah.
9 Kebaruan Penelitian Penelitian perilaku komunikasi, khususnya aplikasi teori retorika dan speech act melalui naskah belum banyak dilakukan. Penelitian perilaku komunikasi yang sudah beberapa dilakukan adalah dengan menggunakan metode survey dan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode content analysis yang dapat memberi implikasi pengembangan strategi komunikasi dalam rapat dan verifikasi teori retorika dan teori speech act. Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap perilaku komunikasi banyak ditujukan untuk mengungkap tindakan komunikasi subyek yang diteliti dengan menggunakan pengamatan atau rekaman audio visual. Melalui pengamatan dapat tergambar segala aktivitas yang dilakukan oleh subyek. Dalam penelitian ini variabel perilaku komunikasi, khususnya dimensi isi pesan tentang demonstrasi dan dimensi cara penyajian
tentang bentuk penyampaian ekspresif tidak mampu
dideteksi. Demontrasi dan ekspresi komunikasi merupakan tindakan yang yang selayaknya diteliti dengan observasi. Sedangkan bahan yang diteliti adalah notulen rapat berupa tulisan yang tidak memuat audio visual. Dokumen audio visual tidak berhasil diperoleh karena, karena Sekretariat komisi IV DPR-RI tidak memproduksinya.
10
TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Pembangunan Pembangunan dapat diartikan proses berkelanjutan agar setiap individu mendapatkan kesempatan memilih dan mengembangkan kepercayaan diri agar dapat
memenuhi kebutuhannya tanpa mengabaikan kebutuhan generasi yang
akan dating (Norton
et.al 2006). Pembangunan adalah memanfaatkan
sumberdaya yang ada secara bijaksana agar dapat meningkatkan kesejahteraan baik sekarang maupun yang akan datang. Pembangunan dapat dilakukan dalam segala bidang kehidupan, pertanian, ekonomi, politik dan lain-lain. Sehubungan dengan itu, perlu langkah yang sangat hati-hati dalam memilih dan menyusun strategi pembangunan yang dapat menciptakan pembangunan yang berkesinambungan (sustainable). Pembangunan harus menjamin tercapainya kesejahteraan hidup sekarang dan kehidupan generasi yang akan datang. Menurut Norton (2004) pembangunan yang berkesinambungan memiliki 5 prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu: economic sustainability; social sustainability; fiscal sustainability; institutional sustainability and environmental sustainability. Pembangunan yang menjamin keberlanjutan ekonomi masyarakat yaitu pembangunan yang menjamin pertumbuhan ekonomi bukan menjadikan ekonomi masyarakat menjadi surut. Keberlanjutan sosial yaitu pembangunan yang menjamin kelangsungan kehidupan dan sistem sosial bukan yang menghilangkan kehidupan dan sistem sosial. Keberlanjutan fiskal artinya pembangunan yang menjamin keberlangsungan pemasukan fiskal bukan meniadakan pemasukan kas negara. Keberlanjutan institusi artinya pembangunan yang menjamin tumbuh dan berperannya berkembangnya kelembagaan bukan yang memandulkan peran kelembagaan. Keberlanjutan lingkungan artinya pembangunan yang tetap memelihara keserasian lingkungan bukan yang merusak lingkungan. Pembangunan juga merupakan proses perubahan yang dikehendaki ke arah yang lebih baik atau lebih maju keadaan sebelumnya (Rogers 1974). Dalam menggerakkan pembangunan dan perubahan yang dikehendaki, peran komunikasi menjadi penting. Artinya kegiatan komunikasi harus mampu berperan dalam
12 mendinamisasi gerak pembangunan. Komunikasi dapat berperan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, pemahaman, sikap, dan kemampuan sehingga tercipta partisipasi dalam pembangunan yang pada gilirannya tercipta kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat secara berkesinambungan (Effendy 2005). Komunikasi harus menjadi bagian strategis yang perlu dicantumkan dalam setiap perencanaan pembangunan. Komunikasi yang membuka peluang bagi partisipatif seluruh elemen masyarakat. Komunikasi pembangunan ini harus mengedepankan
sikap
aspiratif,
konsultatif
dan
relationship.
Karena
pembangunan tidak akan berjalan dengan optimal tanpa adanya hubungan sinergis antara elemen pembangunan. Fungsi komunikasi pembangunan adalah sebagai katalisator, fasilitator, dan penghubung/mediator yang bebas antara rakyat dengan para penentu kebijakan dalam pembangunan. Komunikasi pembangunan merupakan
proses
penyebaran
informasi,
penerangan,
pendidikan
dan
keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku agar tercipta partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam pembangunan (Dilla 2007). Komunikasi Politik Pembangunan yang partisipatif dari berbagai elemen pembangunan akan dapat tercipta bila kebijakan politik yang dirumuskan mampu menampung berbagai kepentingan masing-masing pihak. Tujuan ini akan mudah terwujud apabila sistem politik yang ada memberi ruang terciptanya komunikasi politik yang aspiratif. Sebagaimana dikemukakan oleh Esser & Pfetsch (2004), komunikasi politik adalah suatu mekanisme yang berpusat pada kegiatan bagaimana
mengartikulasikan,
menyatukan,
menghasilkan,
dan
mengimplementasikan kebijakan yang dirumuskan dari penyatuan berbagai kepentingan. Sedangkan menurut Rush & Althoff (2002) komunikasi politik merupakan proses pertukaran informasi dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya dan di antara sistem-sistem politik. Komunikasi politik merupakan proses yang berkesinambungan, dan
13 melibatkan pertukaran informasi di antara individu-individu yang satu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkat masyarakat. Pertukaran informasi antara sistem politik yang berjalan lancar dan dinamis dapat menciptakan iklim politik yang sehat dan melahirkan kebijakan publik. Menurut Deutsch (2002) pertukaran informasi yang relevan dalam sistem politik harus dinamis sehingga tercipta kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan umum. Sesuai dengan pendapat Nimmo (2004) komunikasi dapat dipandang sebagai politik, jika pesan yang dibawa itu berusaha untuk mempengaruhi proses pembuatan yang menghasilkan kebijaksanaan publik. Komunikasi politik sebagai kegiatan politik yang benar-benar mempertimbangkan segala konsekuensi kebaikan yang mengatur tingkah laku pelaku politik dalam keadaan yang bertentangan agar terjadi keselarasan kepentingan politik. Sementara McQuail (2005) berpendapat, komunikasi politik lebih banyak ditemukan dalam masa kampanye. Komunikasi politik dalam kampanye dilakukan secara priodik dan intensif dengan menggunakan media massa oleh kandidat atau partai yang sedang bertarung pada pemilihan. Para kandidat menyampaikan
janji-janji
politik
kepada
pemilih
bahwa
dirinya
akan
memperjuangkan kepentingan masyarakat pemilihnya. Dalam pertarungan antara kandidat tadi, dapat ditemukan bentuk komunikasi politik berupa pemberitaanpemberitaan positif atau negatif tentang aktor politik atau partai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik adalah proses pertukaran informasi antara sistem politik di dalam masyarakat dalam usaha menyelaraskan berbagai kepentingan untuk merumuskan kebijakan publik. Kepentingan-kepentingan tersebut antara lain kepentingan kepentingan partai politik, kepentingan golongan, kepentingan masyarakat, dan kepentingan pribadi. Lembaga legislatif atau parlemen sebagai lembaga politik formal dalam supra struktur politik memiliki fungsi komunikasi politik. Seperti yang dinyatakan oleh Cipto (1995) bahwa parlemen tidak harus diartikan sebagai badan pembuat undang-undang (law - making body) semata, tetapi juga sebagai media komunikasi antara rakyat dan pemerintah. Lembaga legislatif berperan sebagai perwujudan kepentingan rakyat, karena badan legislatif adalah perwakilan rakyat dalam mnejalankan dan mengawasi sistem pemerintahan.
14 Setiap proses politik dalam sebuah sistem politik baik infra struktur maupun supra struktur politik memerlukan fungsi komunikasi. Komunikasi menjadi penyaluran informasi berupa aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah dalam perumusan kebijakan maupu informasi rencana atau kebijakan pemerintah kepada masyarakat. Sastroadmodjo (1995) berpendapat, fungsi komunikasi politik ada dua. Pertama adalah fungsi struktur politik yaitu menyerap berbagai aspirasi, pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkan sebagai bahan dalam penentuan kebijaksanaan. Kedua merupakan
fungsi
penyebarluasan
rencana-rencana
atau
kebijaksanaan-
kebijaksanaan pemerintah kepada rakyat. Dengan demikian fungsi komunikasi politik menciptakan arus informasi timbal balik dari rakyat kepada pemerintah dan dari pemerintah kepada rakyat. Arti pentingnya komunikasi politik sangat dirasakan oleh banyak pihak dalam pemerintahan. Lancarnya komunikasi politik penting bagi masyarakat untuk mengetahui sejauhmana keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan. Masyarakat dapat mengetahui sejauhmana kebijakan pemerintah mewujudkan cita-cita perjuangan seluruh rakyat. (Newman 1999). Oleh karena itu tuntutan dan harapan terhadap berperannya fungsi komunikasi lembaga perwakilan rakyat sangat diperlukan oleh seluruh rakyat. Berperannya komunikasi politik dalam sistem pemerintahan perlu didukung oleh kecepatan dan akurasi informasi. Sebagaimana dikemukakan Norris (dalam Esser & Pfetsch 2004) policy maker need accurate information about citizen, to respond to public concerns, to deliver effective services meeting real human needs and also in democracies to maximize popular electroral support to be returned office. Antara wakil rakyat dengan konstituennya harus dekat dan sering melakukan komunikasi. Hasil dari komunikasi ini akan memberikan keuntungan kepada masing-masing pihak. Rakyat dapat mengungkapkan persoalan dan kebutuhan mereka yang sesungguhnya. Wakil rakyat dapat melakukan pengawasan atas kebijakan pemerintah sekaligus membina kepercayaan kepada konstituen.
15 Untuk dapat mengetahui secara benar aspirasi atau keinginan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, maka para wakil rakyat harus bermitra dengan masyarakat mengadakan dan melaksanakan mekanisme komunikasi politik secara teratur, Bracht ( dalam Rice dan Atkin 2001). Wakil rakyat mempunyai kewajiban berkomunikasi dengan rakyat. Seperti dikemukakan Cipto (1995) anggota parlemen menghubungi para pemilih mendengar keluhan mereka lalu menyalurkan keluhan-keluhan dan kehendak-kehendak pemilih serta menyuarakan kepentingan mereka dalam sidang-sidang di parlemen maupun dalam bentuk pernyataan-pernyataan politik kepada pemerintah. Dalam menjaring aspirasi konstituen kepekaan dan keperdulian anggota legislatif terhadap konstituen sangat penting. Kepekaan dan keperdulian tersebut dapat terlihat pada kegiatan komunikasi dan upaya membuka berbagai saluran komunikasi dengan masyarakat. Saluran komunikasi seperti komunikasi personal melalui reses, komunikasi kelompok dan melalui media massa perlu dimaksimalkan dalam nampung dan menjaring apa yang menjadi kepentingan masyarakat. Bila langkah ini dilakukan secara optimal, dapat diduga kandungan komunikasi antara legislatif dengan pemerintah banyak memuat kepentingan rakyat. Pada gilirannya, kebijakan pembangunan yang dirumuskan berpihak kepada kepentingan rakyat. Menurut Swanson (dalam Esser & Pfetsch 2004) kualitas suatu negara dan demokrasi dapat dari kualitas komunikasi politik yang dipertunjukkan. Sejauhmana aspirasi rakyat mendapat tempat dalam kebijakan pemeritah yang berkuasa. Artinya kepentingan rakyat harus dijaring dalam perumusan kebijakan pemeritah. Bila aspirasi rakyat tidak mendapat tempat dalam kebijakan pemerintah, maka pemerintahan tersebut dekat dengan tirani. Antara komunikasi politik dan komunikasi pembangunan sebaiknya terjadi sinergi
yang
saling
mendukung
terciptanya
kesejahteraan
masyarakat.
Sebagimana dikemukakan oleh McMillin (2007) komunikasi pembangunan dan politik harus saling mendukung. Komunikasi pembangunan suatu kegiatan penyampaian informasi agar semua elemen berpatisipasi dalam pembangunan. Sementara komunikasi politik penyampaian informasi agar pihak-pihak yang
16 memiliki kepentingan kekuasaan dapat merumuskan kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Hasil pengamalan di beberapa negara berkembang menunjukkan, aktivitas komunikasi antara anggota legilslatif dengan konstituennya berbeda berdasarkan waktu (Swanson (dalam Esser & Pfetsch 2004). Semakin dekat waktu pemilihan anggota legislatif, komunikasi dilakukan semakin sering dan semakin intens. Menjelang waktu pemilu legislatif, calon legislatif menunjukkan peningkatan keperdulian terhadap kepentingan konstituen. Anggota legislatif gencar dan intens mengunjungi konstituen agar dipilih kembali pada priode berikutnya. Setelah pemilu legislatif selesai, frekuensi komunikasi dan intensitas komunikasi semakin menurun. Sebagaimana disinyalir bahwa anggota legislatif banyak melupakan konstituennya setelah pemilu. Bahkan ada kecenderungan anggota legislatif enggan bertemu dengan konstituen karena takut dituntut janji-janji semasa proses kampanye pemilu legislatif. Komunikasi Dalam Rapat Rapat
adalah
pertemuan
beberapa
orang
atau
kelompok
untuk
membicarakan suatu hal. Para ahli komunikasi mengelompokkan rapat dalam bidang komunikasi kelompok. Sebagaimana dikemukakan Golberg & Larson (1985) komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan lebih dari dua orang untuk tujuan tertentu. Komunikasi kelompok banyak ditemui pada organisasi atau kelompok diskusi atau rapat. Kelompok terbentuk dapat disebabkan oleh adanya tujuan yang sama atau untuk memecahkan masalah bersama. Menurut Goldberg & Larson (1985) komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku invididu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil seperti rapat. Pusat perhatian penelitian komunikasi kelompok adalah bagaimana perilaku komunikasi dan bagaimana proses komunikasi antara anggota kelompok berlangsung (Berger et.al. 2010; Beck & Fish 2000).
17 Penelitian perilaku komunikasi kelompok banyak menyoroti pemilihan topik pembicaraan, gaya berbicara, kejelasan pesan yang disampaikan, kepentingan, benyaknya informasi, daya provokasi, arah pendapat, orientasi atau motif berkomunikasi, frekuensi berkomunikasi, panjang informasi dan jumlah waktu (Goldberg & Larson 1985; Berger 2000). Anggota kelompok diskusi mendengar dan bertanya antara sesama anggota. Anggota kelompok belajar dari anggota kelompok lain tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana bersikap, dan bagaimana membangun rasa saling percaya di antara mereka. Pendapat mereka kadang mendukung dan menolak pendapat anggota lainnya. Efektivitas kelompok banyak ditentukan oleh faktor-faktor personal dari anggotanya seperti konsep diri, motivasi, dan kompetensi komunikasi (Anderson & Martin 1995; Gudykunst 2003). Sementara menurut Van Mierlo & Ad Kleingeld (2010) efektivitas kelompok dalam mencapai tujuannya dipengaruhi oleh kejelasan tujuan yang akan dicapai. Rapat kelompok banyak dilangsungkan dalam petemuan tatap muka untuk membahas suatu persoalan. Komunikasi dalam rapat dilakukan dengan komunikasi langsung tatap muda. Antara peserta dapat menyampaikan pesan dan langsung mendapat tanggapan dari peserta lain. Komunikasi rapat dapat dikategorikan sebagai komunikasi ujaran (speech act). Perilaku Komunikasi Sebagai makhluk sosial manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya. Melalui komunikasi setiap individu dapat berinteraksi, bertukar informasi atau pendapat sehingga dapat bekerjasama. Komunikasi merupakan darahnya interaksi sosial. Melalui komunikasi perilaku orang lain dalam interaksi sosial dapat dipahami dan terciptanya kerjasama. Karena dalam komunikasi terjadi pertukaran simbol-sombol yang memiliki arti, (Kashima, Klein & Clark dalam Fiedler 2007). Pada prinsipnya komunikasi adalah proses pengoperan pesan dari sumber kepada penerima yang bertujuan untuk mengubah perilaku. Sebagaimana Ruben (1992), mengutip pendapat Barelson, in the main, communication has as its
18 central interest those behavioral situations in which a source transmits a message to receiver(s) with conscious intent to affect the later‟s behavior. Sementara Shannon dan Weaver mendefinisikan komunikasi mengatakan, communication include(s) all the procedures by which one mind may affect another. This, of course, involves not only written and oral speech. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah proses pengiriman pesan dari satu pihak kepada pihak lain yang bertujuan untuk memperngaruhinya.. Sedangkan pengertian perilaku adalah tindakan atau perbuatan seseorang. Menggambarkan perilaku tidak lepas dari kaitan antara kognisi, afeksi, dan konasi Namun menurut aliran teori belajar (learning theory), perilaku lebih ditekankan pada aspek tindakan berulang yang dapat diamati, dipelajari, dan diramalkan secara obyektif,
(Bandura 1997). Sangat berbeda dengan konsep tindakan
(action) yang bersifat kontekstual, unik dan tidak dapat diramalkan. Karena yang dimaksud perilaku dalam penelitian ini adalah tindakan atau perbuatan yang diaktualisasikan, ditampilan, dan dapat diamati. Bila dikaitkan antara konsep perilaku dan komunikasi, maka dapat disimpulkan perilaku komunikasi merupakan tindakan atau perbuatan yang ditampilkan seseorang sewaktu menerima atau menyampaikan pesan komunikasi yang dapat diamati. Penelitian komunikasi yang mempelajari strategi komunikasi banyak digolongkan pada tradisi Rethorical. Karena dalam retorika, tema penelitian yang menarik perhatian adalah bagaimana cara berkomunikasi agar efektif yang meliputi pembicara, pesan dan audiens (Litlejohn & Foss 2008; Griffin 2006). Retorika menekankan cara bagaimana berkomunikasi dan memilih argumentasi agar audiens mengikuti keinginan pembicara. Retorika Retorika (Aristoteles dalam Griffin 2006; Fisher 1986) merupakan keterampilan berkomunikasi di depan publik agar audiens mengikuti apa yang disampaikan oleh pembicara. Retorika diperkenalkan oleh Plato dan Aristoteles. Istilah retorika sekarang banyak disejajarkan dengan persuasi, karena persuasi dan
19 retorika menekankan bagaimana menyusun strategi komunikasi agar dapat menguasai audiens , ( Stacks et.al 1991; Dillard 2010). Menurut Aristoteles, dalam retorika yang perlu diperhatikan ada tiga faktor yaitu etiket (ethos), emosional (pathos), dan logika (logos). Ethos atau etiket berhubungan dengan karakter pembicara termasuk kredibilitas di mata khalayak. Pathos berhubungan dengan kemampuan komunikasi pembicara untuk menarik perhatian dan membawa perasaan emosional audiens . Sedangkan logos atau logika berhubungan dengan kemampuan pembicara memilih dan menyusun argumentasi dalam pesan komunikasi yang disampaikan. Ethos Faktor ethos yang meningkatkan efektivitias persuasi adalah kredibilitas pembicara atau komunikator, (Stracks et.al 1991). Kredibilitas pembicara atau kominikator meliputi “„good‟ man, or a„credible‟ speaker or a „ charismatic‟ leader” (Burgoon 1974); kualitas inteligensi pembicara, kejujuran, goodwill (Griffin 2006). Sementara menurut Petty & Cacioppo, (1981) Tan (1981) seorang sumber atau komunikator memiliki daya persuasi yang baik apabila memiliki unsur credibility, trustworthiness, attractiveness, and power. Sedangkan Berlo (1960) menggunakan istilah knowledge. Ethos komunikator dari penjelasan para ahli di atas menunjuk pada suatu nilai bahwa komunikator dipandang kredibel, ahli, dapat dipercaya dan berwibawa, kharismatik atau berpengaruh dalam melakukan komunikasi. Nilai seorang komunikator yang kredibel, ahli,
dapat dipercaya, dan
berwibawa, atau memiliki pengaruh terdapat pada persepsi audiens nya. Penilaian audiens
lah yang banyak menentukan seseorang komunikator kredibel, ahli,
menarik, dapat dipercaya atau memiliki pengaruh. Seorang profesor di bidang pertanian dapat saja dinilai oleh petani tidak kredibel dan tidak menarik sewaktu professor berkunjung ke desa, karena tidak dikenal oleh petani. Dalam penelitian komunikasi yang menggunakan analisis isi, faktor ethos ini dapat dilakukan dengan memperhatikan hasil komunikasi yang dilakukan. Hasil komunikasi yang dimaksud adalah pesan komunikasi yang telah diproduksi oleh komunikator. Produksi pesan tersebut dapat berupa ucapan, tulisan, atau
20 gabungan keduanya yang telah direkam. Dalam memudahkan analisis isi tentang faktor ethos diperlukan dokumen komunikasi yang merekam perilaku komunikasi komunikator. Pathos Faktor pathos adalah kemampuan komunikator untuk menyajikan komunikasi yang menarik (Stacks et. al 1991). Kemampuan menarik perhatian dan emosional audiens oleh Reardon (1987) digunakan istilah competence dan Berlo (1960) menggunakan istilah communication skills. Kompetensi atau kemampuan juga menjadi faktor penunjang dalam perilaku komunikasi. Kompetensi yang dimaksud adalah keahlian untuk melakukan sesuatu. Misalnya keahlian melakukan komunikasi, kemampuan berbahasa, kemampuan menggunakan istilah, kemampuan mengemukakan pendapat dan lain-lain, (Anderson and Martin 1995).. Rubin, et.al (2004) berpendapat tentang kemampuan komunikasi. Comunicative competence is ability to choose available communicative behavior to accomplish one‟s own interpersonal goals during an encounter while maintaining the face and line of fellow interactants within the constraints of the situation. Kemampuan seseorang untuk melakukan komunikasi interpersonal secara efektif dengan memanfaatkan situasi dan berbagai faktor penting yang tersedia agar
tujuan
komunikasi
tercapai.
Kemampuan
komunikasi
tersebut
memperhitungkan kemampuan audiens , merumuskan tujuan, memilih media yang tepat, pemilihan lambang, mengetahui faktor-faktor yang membuat komunikasi efektif, dan mengetahui indikasi komunikasi yang efektif. Kemampuan atau kompetensi komunikasi dipengaruhi oleh kompleksitas kognitif pelakunya, (Delia dalam Griffin 2006). Kompleksitas kognitif merupakan gambaran isi otak seseorang. Semakin kompleks kognitif seseorang merupakan indikasi semakin baik dan semakin mampu menggunakan komunikasi dalam menyelesaikan masalah dengan penyusunan argumentasi. Kompleksitas kognitif yang rendah akan semakin tidak mampu menggunakan komunikasi dalam penyelesaian masalah dan cenderung menggunakan kekerasan. Kompetensi komunikasi meliputi cognitive ability dan behavioral ability (Ruben 1992,
21 Anderson & Martin 1995). Kompetensi komunikasi antara lain ditunjang oleh pendidikan dan pengalaman seseorang. Kompetensi
komunikasi
tersebut
akan
tergambar
pada
perilaku
komunikasi, misalnya kemampuan memilih dan menyusun argumen, kejelasan pesan yang disampaikan dan cara menyampaikan. Kompetensi komunikasi akan mempengaruhi efektivitas komunikasi. Kompetensi komunikasi dapat dilihat dari kemampuan memilih isi pesan, menyusun pesan dan cara menyampaikan kepada orang
lain
sehingga
komunikasi
tersebut
dapat
dipergunakan
dalam
menyelesaikan masalah. Selanjunya perilaku komunikasi juga dipengaruhi oleh motivasi atau orientasi. Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau yang menggerakkan.
Pentingnya
motivasi
karena
motivasi
adalah
hal
yang
menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal (Koswara 1989; Hasibuan 2003; Robbin & Coulters 2007). Menurut Pace & Faules (2006) eori motivasi menjelaskan bagaimana seseorang menafsirkan lingkungan mereka sejauhmana dapat memenuhi harapan. Sementara Pace & Faules (2006) mengatakan seseorang termotivasi bila mereka percaya bahwa tindakan mereka akan menghasilkan hasil yang dinginkan, bahwa hasil mempunyai nilai positif bagi mereka, dan bahwa usaha yang mereka curahkan akan mencapai hasil. Menurut Rubin, et.al (1995) ada 6 jenis motif seseorang untuk berkomunikasi, yaitu kesenangan (pleasure is for fun), keperdulian (affection is carring), pelarian (escape is the filling of time to avoid other behaviors), relaksasi (relaxation is an unwinding dimension), mengontrol kekuasaan (control concern power), dan menjalin hubungan (inclusion is sharing of feelings and avoiding loneliness). Motif tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga substansi, yaitu motif untuk memecahkan masalah, motif untuk menjalin hubungan, dan motif untuk sekedar menunjukkan eksistensi diri sekaligus mengontrol kekuasaan orang lain. Motif-motif komunikasi seperti di atas oleh Goldberg & Larson (1985) disamakan dengan orientasi komunikasi.
22 Logos Faktor logos adalah kemampuan memilih dan menyusun argumen pesan yang disampaikan sehigga audiens
menerima isi pesan, (Stacks et.al 1991).
Logos mengkaji tentang susunan argumentasi dalam pesan komunikasi. Ada lima aturan yang menjadi perhatian logos dalam pesan retorika atau persuasi, yaitu invention, arrangement, style, delivery, and memory. (Aristoteles dalam Griffin 2006; Litlejohn & Foss 2008). Invention yang dimaksud adalah kemampuan komunikator menemukan argumentasi sesuai dengan topik yang dibicarakan. Komunikator dapat menemukan alasan yang tepat dan sesuai dengan topik pembicaraan yang sedang dilakukan. Arrangement artinya menyusun pesan sehinga mudah dipahami. Ada dua faktor penting dalam penyusunan pesan agar mudah dipahami, yaitu subyek atau pokok kalimat dan prediket atau kata kerja. Arrangement merupakan sistematika penyusunan pesan agar mudah dipahami oleh lawan bicara, misalnya menggunakan istilah baku. Style artinya memilih metaphora dalam pesan yang membuat pendengar mudah memahami pesan yang disampaikan. Metaphora dapat diartikan sebagai ilustrasi atau gambaran pendukung pesan seperti contoh atau realitas lainnya sehingga pendengar mendapat gambaran yang lebih jelas. Memory artinya pembicara memiliki kapasitas dan perbendaharaan istilah yang tepat dan cukup untuk mengungkapkan pesan yang dimaksudkan. Kemampuan untuk memilih istilah yang tepat dari perbendaharaan kata yang dimiliki sehingga orang mudah memahaminya. Delivery artinya penyajian pesan komunikasi yang menarik. Penyajian atau penyampaian pesan yaitu memilih bentuk kalimat yang tepat untuk maksud tertentu. Penyajian yang menarik adalah yang tampak alami atau sesuai dengan kebiasaan. Penyajian yang tampak direkayasa akan dicurigai oleh audiens . Sementara menurut Malik & Iriantara (1994) untuk meningkatkan efektivitas persuasi perlu memperhatikan penggunaan bahasa. Bahasa dalam persuasi hendaklah mengandung akurasi, kesederhanaan, pengulangan pernyataan dan koherensi.
23 Akurasi artinya, pembicara hendaknya memilih kata yang tepat untuk maksud yang tertentu. Supaya tidak memiliki arti yang samar, pembicara perlu memilih
kata
yang
paling
tepat
bila
perlu
ditambahkan
definisinya.
Kesederhanaan artinya, gunakanlah kata-kata yang banyak dimengerti orang awam. Lebih khusus lagi, gunakan kata-kata yang pendek dan konkrit sehingga makna dapat ditangkap langsung dengan jelas. Pengulangan artinya, kemukakanlah gagasan anda lebih dari satu kali untuk memberikan penekanan akan pentingnya gagasan tersebut. Pengulangan akan lebih penting bila komunikasi dilakukan dengan lisan. Karena komunikasi lisan pesan yang disampaikan cepat hilang. Koherensi atinya, gunakan bahasa yang dapat membuat hubungan antara gagasan menjadi jelas dan mudah dipahami. Dari pendapat tersebut, pada prinsipnya saling melengkapi dalam praktek retorika atau persuasi. Aristoteles lebih general menjelaskan aturan dalam retorika mulai dari ide, penggunaan bahasa, dan teknik penyajian. Sementara Malik dan Iriantara lebih menyoroti penggunaan bahasa dan penekanan pada gagasan yang perlu diulang dalam retorika atau persuasi. Dengan demikian logos merupakan keahlian pelaku komunikasi menggunakan bahasa dan argumen yang dikandung oleh pesan yang disampaikan. Dalam penelitian ini aplikasi retorika (ethos, pathos, dan logos) dapat dipelajari dari pesan yang disampaikan. Retorika dapat dilihat pada pesan komunikasi yang tersurat atau telah disampaikan kepada pihak lain. Analisis pesan komunikasi yang tersurat dapat dilakukan dengan penelitian analisis isi (content analysis) untuk menggambarkan isi dan cara penyampaiannya. Riset Pesan Komunikasi Menurut Griffin (2006) tradisi kajian ilmu komunikasi ada tujuh yaitu Socio-psychological, Cybernetic, Rethorical, Semiotics, Social-Cultural, Critical, Phenomenological. Dari ketujuh kajian tersebut ditinjau dari bidang kajian dan tingkat
obyektivitas
penelitiannya.
Tradisi
socio-psychological
mengkaji
komunikasi dari faktor-faktor psikologi social dengan pendekatan kunatitiatif. Tradisi cybernetic mengkaji komunikasi bagaikan mekanis dengan pendekatan
24 kuantitatif. Tradisi rethorical mengkaji komunikasi langsung di depan publik yang bertujuan untuk mempengaruhi publik dengan pendekatan kuantitatif. Tradisi
semiotics
mengkaji
komunikasi
dari pemaknaan symbol-simbol
komunikasi dengan pendekatan kualitatif. Tradisi socio-cultural mengkaji komunikasi dari faktor-faktor nilai budaya dengan pendekatan kualitatif. Tradisi critical mengkaji komunikasi dengan paradirga kritis dengan pendekatan kualitatif. Tradisi phenomenological mengkaji komunikasi dengan paradigma fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Tradisi penelitian retorika mengkaji perilaku komunikasi langsung di depan publik untuk mempengaruhi pendengar memerlukan strategi komunikasi. Pembicara
membutuhkan
kemampuan
memilih
pesan,
argumen
dan
menyampaikannya sehinga pesannya layak didengarkan, dipercaya, dan diikuti khalayak (Ruben 1992; Stacks et.al 1991). Teori retorika memang telah lama dirumuskan, tetapi masih relevan untuk dipelajari hingga saat ini. Teori dan praktek rerotika banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam komunikasi politik. Proses komunikasi dalam retorika, menurut Aristoteles dapat digambarkan sebagai berikut (Ruben 1992): Speaker
Argument
Speech
Listener(s)
Gambar 1 Proses Komunikasi Retorika.
Dari bagan tersebut dapat diketahui tiga unsur komunikasi, yaitu pembicara, pesan dan penerima. Dilihat dari konsep yang terdapat pada bagan maka riset yang tepat digunakan adalah riset tentang sumber yang disebut control analysis, riset tentang pesan yang dikenal dengan content analysis, riset tentang khalayak yang disebut audiens research. Penelitian ini fokus pada usaha untuk mendeskripsikan pesan komunikasi menggunakan content analysis. Deskripsi tentang strategi retorika pada kesempatan ini menitikberatkan pada unsur isi komunikasi dan cara penyajiaan. Isi komunikasi adalah gambaran isi permasalahan pesan yang disampaikan serta tendensi kepentingan yang menyertainya. Sedangkan cara penyajian adalah teknik yang digunakan dalam mengkomunikasikan pesan tersebut untuk mencapai tujuannya.
25
Strategi Komunikasi Menurut Luknanto & la Motta (2003), strategi adalah: “The science and art” untuk memanfaatkan faktor-faktor lingkungan eksternal secara terpadu dengan faktor-faktor lingkungan internal
untuk mencapai tujuan lembaga.
Strategi adalah kiat untuk mencapai tujuan. Strategi menurut Rossenberg (1992), “Strategy, Guidelines for making directional decisions that influence an organizations long run performance.” Strategy Planning:(1)”Basic by type of planning by which a firm formulates its long range goals and select activities for achieving those goals. Decisions include whether to enter a new untapped market or to dominate small segment of existing market by replacing competitors or by satisfying an unmet desire (2)”The process of developing a long range plan designed to match the organization‟s strenghths and weakness as with the threat and opportunities its environment” Menurut Smith (1999) strategy : the science of planning and directing military operations; a plann or action based on this; mskill in managing or planning, esp. By using stratagems. Stratagems: a trick or plann for deceiving an anamy an war, any trick or scheme. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa strategi adalah keputusan terbaik yang dipilih dan dirumuskan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Strategi komunikasi yang dimaksud adalah pemilihan isi pesan dan cara penyampaian pesan yang dilakukan agar audiens bersedia menuruti apa yang dianjurkan pelaku komunikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Wells, et,al (1989) bagaimana memilih isi dan penyampaian suatu pesan merupakan suatu strategi komunikasi. Karena dengan memilih isi dan cara penyampaian tertentu, tujuan komunikasi lebih mudah tercapai. Sebagaimana dikemukakan oleh Newsom & Carrell (2001) Larson (2004) pertama yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menyampaikan pesan adalah tentukan informasi apa yang akan disampaikan kemudian rencanakan bagaimana cara penyajiannya. Dalam perumusan pesan mengandung dua persoalan yaitu
26 what to say dan how to say (Wells, et.al 1989; Burton 1990: Durianto, dkk 2003). Pertama, para pembuat pesan memilih informasi apa yang akan disampaikan (what to say). Dalam what to say pembuat pesan memilih informasi yang penting untuk diketahui dan mendapat perhatian audiens. Sedangkan langkah kedua adalah menyusun cara penyajian (how to say) dalam tahap ini pembuat pesan memilih cara penyajian agar audiens terperdaya oleh pesan pesan yang disampaikan. Berlo (1960) mengemukakan dalam menyusun pesan komunikasi salah satu hal yang penting diperhatikan adalah message content, message treatment and message structure. Message content adalah isi atau substansi permasalahan yang dikandung pesan, misalnya seni, politik, dan pertanian. Message treatment adalah bagaimana cara komunikator dan menyampaikannnya, misalnya kejelasan kalimat dan bentuk penyampaian. Message structure adalah bagaimana komunikator menyusun bagian awal, tengah dan akhir agar pesan lebih efektif. Isi Pesan Komunikasi Menurut Brignall (1999) isi pesan komunikasi adalah subject matter yang dikandung
oleh
pesan
tersebut.
Sedangkan
menurut
Farlex
(2012),
message content - is about subject matter, content, substance communication something that is communicated by or to or between people or groups. Isi komunikasi adalah sesuatu kandungan yang terdapat dalam pesan komunikasi. Kandungan tersebut adalah persoalan yang sedang dikomunikasikan seperti masalah ekonomi, masalah pertanian, masalah perindustrian. Dalam penelitian ini, isi komunikasi yang dimaksud adalah isi atau bidang masalah yang dibicarakan. Misalnya bidang politik, ekonomi, olahraga, dan lain-lain. Isi komunikasi adalah kandungan pesan yang akan disampaikan. Dalam kandungan pesan terdapat muatan kepentingan, kesesuaian tema, orientasi, jenis alasan dan bentuk bukti. Muatan Kepentingan Goldberg dan Larson (1985) menjelaskan dalam komunikasi kelompok setiap pesan mengandung interest atau muatan kepentingan. Muatan kepentingan yang dimaksud menjelaskan kepentingan siapa yang terkandung dalam pesan
27 tersebut. Michael (2004) mengatakan melalui pesan, seseorang dapat mengetahui maksud atau apa kandungan kepentingan dari pesan tersebut. Muatan komunikasi menggambarkan kepentingan pihak mana yang dikandung oleh pesan tersebut. Muatan kepentingan tersebut dalam konteks komunikasi
politik
dapat
dikelompokkan
menjadi
kepentingan
masyarakat/konstituen, kepentingan pemerintah dan kepentingan partai atau pribadi. a. Suatu pertanyaan/pertanyaan dikatakan memuat kepentingan masyarakat apabila pernyataan/pertanyaan/ tersebut mengandung kepentingan masyarakat umum atau konstituen yang berkaitan dengan persoalan-persoalan pertanian. b. Suatu pernyataan/pertanyaan dikatakan memuat kepentingan pemerintah apabila pernyataan/pertanyaan/ tersebut mendukung kebijakan kepentingan pemerintah dalam bidang pertanian. c. Suatu pernyataan/pertanyaan dikatakan memuat kepentingan partai atau pribadi
apabila
pernyataan/pertanyaan/
tersebut
mengatas-namakan
kepentingan pribadi atau partainya. Kesesuaian Tema David M. Berg melakukan pengamatan terhadap 124 diskusi dan 39 kelompok dari berbagai profesi lalu menganalisis isi diskusi yang berlangsung. Berg menemukan ada empat kategori tema diskusi, yaitu: (1) Tema substantif (substantive themes), yaitu tema yang topiknya ada kaitannya dengan tugas kelompok. (2) Tema prosedural (procedural themes), yaitu tema yang memberi perhatian pada bagaimana diskusi harus berkembang, diatur, diubah atau dikoreksi. (3) Tema yang tidak relevan (irrelevant themes), yaitu tema yang tidak ada kaitannya baik secara substantive maupun procedural dengan tugas kelompok. (4) Gangguan-gangguan (disruption) yaitu kejadian-kejadian yang mengganggu tema-tema yang sedang didiskusikan, misalnya kalau dua anggota atau lebih berbicara pada waktu yang bersamaan, (Goldberg & Larson 1985). Penelitian Berg di atas lebih tepat kalau dikatakan kesesuaian tema dengan tugas kelompok. Sejauhmana kesesuaian isi pernyataan peserta dengan tugas kelompok yang sedang dijalankan. Misalnya kelompok membahas masalah
28 petani kesulitan mendapat pupuk, seberapa banyak pernyataan-pernyataan peserta yang ada kaitannya dengan pemecahan petani kesulitan mendaparkan pupuk. Jenis tema dalam komunikasi dapat diartikan sebagai substansi informasi yang dikomunikasikan (Sulkin et.al 2007). Jenis tema atau substansi informasi adalah masalah yang dijadikan subyek dalam pesan komunikasi. Masalah yang dikomunikasikan misalnya pertanian, bibit, harga produk pertanian, distribusi, dan lain-lain. Tema atau topik pembicaraan merupakan pokok persoalan yang ingin disampaikan pelaku kepada pihak lain. Tema pembicaraan ini yang menurut pemikiran pelaku penting untuk disampaikan dan mendapat perhatian pihak lain. Kesesuaian tema terdiri dari 3 kategori, yaitu substantif, prosedural, dan tidak relevan atau gangguan. a. Tema substantif, yaitu pernyataan/pertanyaan dalam rapat sesuai dengan masalah yang sedang dibahas. Pernyataan/pertanyaan yang disampaikan berusaha untuk mencari solusi atas permasalah yang sedang dibahas. b. Tema prosedural, yaitu penyataan yang disampaikan bukan mencari jalan keluar atas permasalahan yang sedang dibahas, tetapi membahas proses rapat dan cara rapat yang efektif, misalnya mengatur penggunaan waktu, mekanisme tanya jawab, dan lain-lain. c. Tema tidak relevan atau gangguan, yaitu pernyataan/pertanyaan yang disampaikan dalam rapat di luar agenda rapat. Pernyataan/pertanyaan tersebut tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas dan tidak ada kaitannya dengan proses rapat namun mengganggu jalannya rapat, misalnya mengemukakan persoalan baru. Orientasi Orientasi komunikasi menurut Goldberg & Larson (1985) adalah suatu pernyataan yang mencerminkan usaha si pembuat pesan untuk merangsang tercapainya tujuan dengan cara menggunakan fakta, memberikan saran yang bermanfaat atau mencoba memecahkan konflik. Orientasi komunikasi dengan demikian dapat diartikan sebagai alasan atau motif seseorang melakukan komunikasi. Menurut Anderson and Martin (1995) ada 6 jenis motif seseorang untuk berkomunikasi, yaitu kesenangan (pleasure is for fun), keperdulian (affection is carring), pelarian (escape is the filling of time to
29 avoid other behaviors), relaksasi (relaxation is an unwinding dimension), mengontrol kekuasaan (control concern power), dan menjalin hubungan (inclusion is sharing of feelings and avoiding loneliness). Orientasi atau motif komunikasi dapat tergambar dari pesan-pesan komunikasi yang dihasilkan. Pesan-pesan tersebut berorientasi pada pemecahan masalah secara substantif, orientasi mendukung pendapat yang dominan, orientasi pada eksistensi diri dan menyudutkan pihak lain. Dari uraian di atas orientasi mengandung makna suatu motif berkomunikasi
yang
dimiliki
aktor.
Motif
menyampaikan
suatu
pernyataan/pertanyaan dalam rapat terdiri dari 3 motif, yaitu membantu memecahkan masalah, eksistensi diri, dan menyudutkan pihak lain. a.
Orientasi pemecahan masalah yang masuk kategori pemecahan masalah adalah pesan yang disampaikan mencerminkan usaha untuk mencari jalan keluar atas persoalan yang sedang dibahas. Pernyataan/pertanyaan tersebut ditandai dengan usulan, tanggapan, pendapat yang konstruktif.
b.
Orientasi eksistensi diri adalah pesan komunikasi yang disampaikan dalam rapat untuk menunjukkan kepada orang lain atas kemampuannya atau kehadirannya namun tidak menyampaikan usulan baru atas masalah yang sedang dibahas. Misalnya sekedar mendukung orang lain yang satu fraksi dengannya.
c.
Orientasi menyudutkan pihak lain, yaitu pernyataan/pertanyaan yang disampaikan dalam rapat sedekar menyudutkan pihak lain tanpa mencari solusi permasalahan yang ada. Argumentasi Pemberian argumen dalam suatu pesan retorika akan meningkatkan
efektivitas, (Feng & Burleson 2008). Argumen yang dimaksud secara eksplisit terdapat dalam pesan yang disampaikan. Suatu pesan dengan tema tertentu akan lebih efektif bila mengandung argument atau premise. Argument dan premise yang dimaksudkan adalah berupa proof atau bukti yang kuat dan cukup. Penyertaan bukti atau proof terdiri dari 2 strategi yaitu reasoning dan evidence, (Larson 2004).
30 Reasoning adalah mengemukakan alasan-alasan logika agar pesan dipercaya oleh audiens . Alasan-alasan tersebut dapat dipilih dengan menggunakan logika rasional atau emosional (Belch & Belch 2007). Menurut Larson (2004) strategi argumentasi dengan reasoning terdiri dari: a. Cause to effect reasoning, yaitu pemberian alasan dengan menunjukkan berbagai
faktor
penyebab.
Faktor-faktor
penyebab
inilah
yang
menimbulkan akibat. b. Effect to cause reasoning, yaitu pemberian alasan dengan menunjukkan akibat-akibat yang terjadi kemudian mencari penyebabnya. Dari dua argumentasi tersebut pada prinsipnya sama saja. Sehingga penulis menjadikan satu pendekatan yang sama, yaitu argumentasi sebab akibat. c. Reasoning from symptoms, yaitu pemberian alasan dengan menunjukkan gejala-gejala yang mengarah pada sesuatu yang akan terjadi kemudian. d. Criteria to application reasoning, yaitu pemberian alasan dengan menguraikan kriteria-kriteria tertentu yang perlu dipenuhi agar sesuatu dapat mencapai hasil yang diharapkan. e. Reasoning from comparation or by analogy, yaitu pemberian alasan dengan menunjukkan perbandingan-perbandingan atau analogi dengan peristiwa sejenis. f. Deductive reasoning, yaitu pemberian alasan dengan menggunakan logika deduktif. Dari fakta-fakta yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. g. Inductive reasoning, yaitu pemberian alasan dengan menggunakan logika induktif. Dari fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Argumentasi dengan logika deduktif dan induktif juga merupakan cara yang sama. Sehingga penulis menggabungkan menjadi pendekatan logika. Evidence. Strategi evidence adalah pemberian bukti-bukti agar audiens percaya terhadap isi pesan yang disampaikan. Menurut Larson (2004) strategi evidence ini meliputi:
31 a.
Direct
experience, yaitu pemberian alasan dengan bukti dari
pengalaman langsung. b.
Dramatic or vicarious experience, yaitu pemberian alasan dengan mendramatisasi atau seolah-olah mengalami sendiri. Dramatisasi terdiri dari empat macam, yaitu i.
Narratives,
yaitu
menguraikan
secara
sistematis
sehingga
menimbulkan kesan dramatis dan lengkap ii.
Testimony, yaitu pemberian alasan dengan menunjukkan pengakuanpengakuan dari pihak lain sebagai bukti.
iii.
Anecdotes, yaitu pemberian alasan dengan menunjukkan anekdot
iv.
Participation & Demonstration, yaitu pemberian alasan cara mendemintrasikan dan mengajak orang lain terlibat melakukannya.
c.
Rationally processed Evidence, yaitu memberikan bukti yang masuk akal dengan menguraikan secara kronologis. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam retorika atau
persuasi sangat memerlukan argumen. Pemberian argumen ada dua langkah utama dalam meyakinkan audiens yaitu pemberian alasan dan pemberian bukti. Jenis Alasan Dari uraian di atas penulis mengelompokkan jenis alas an terdiri dari: sebab akibat, gejala, kriteria, perbandingan dan logika. Suatu pernyataan/ pertanyaan yang disampaikan mengandung jenis alasan tertentu apabila mengindikasikan salah satu jenis alasan berikut ini. a. Sebab akibat, yaitu pernyataan yang menggunakan alasan sebab akibat sebagai pendukung argumentasinya. b. Gejala, yaitu pernyataan yang menggunakan alasan gejala-gejala sebagai pendukung argumentasinya c. Kriteria, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan alasan criteria (patokan) tertentu sebagai pendukung argumentasinya. d. Perbandingan, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan alasan perbandingan sebagai pendukung argumentasinya.
32 e. Logika yaitu suatu pernyataan yang menggunakan akal sehat sebagai pendukung argumentasinya. Bentuk Bukti Bentuk bukti suatu pemberian alasan dalam pernyataan/pertanyaan dengan menampilkan bukti-bukti. Bentuk bukti terdiri dari pengalaman langsung, dramatisasi naratif, drmatisasi testimony, dramatisasi anekdot, drmatisasi, demonstrasi,
dan
rasionalisasi.
Suatu
pernyataan/pertanyaan
dikatakan
mengandung bukti bila mengindikasikan salah satu dari bentuk bukti berikut ini: a. Pengalaman langsung, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan bukti pengalaman langsung sebagai pendukung argumentasinya. b. Dramatisasi
naratif,
yaitu
suatu
pernyataan
yang
menggunakan
penggambaran informasi secara lengkap sehingga terkesan dramatis sebagai pendukung argumentasinya. c. Dramatisasi testimony, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan cuplikan pengalaman-pengalaman orang lain sehingga terkesan dramatis sebagai pendukung argumentasinya. d. Dramatisasi anekdot, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan lelucon sehingga terkesan dramatis sebagai pendukung argumentasinya. e. Dramatisasi demonstrasi, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan peragaan sederhana agar orang lain berpartisipasi sehingga terkesan dramatis sebagai pendukung argumentasinya. f. Rasionalisasi, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan kronologi peristiwa secara logis sebagai pendukung argumentasinya Sehubungan penelitian ini menggunakan analisis isi pesan melalui dokumen, bentuk bukti demontrasi tidak disertakan dalam kategori penelitian. Karena demontrasi tidak dapat diteliti dalam naskah notulensi rapat. Cara Penyajian Sisi lain dari persuasi, selain tentang perumusan pesan adalah bagaimana cara penyajiannya. Austin (Yu 2002; Oishi 2006 ) dalam bukunya „How to Do Things with Words‟ yang dikenal dengan speech act theory, menjelaskan „to say something is to do something. In other words, saying is an act of utterance.‟ A
33 statement not only describes a situation or states some facts, but also performs a certain kind of action by itself. Sewaktu berbicara, seseorang telah melakukan tindakan yang meliputi penyampaian kalimat yang di dalamnya memuat arti dan maksud dari pembicara, (Masaki 2004). Mengartikan maksud atau makna kalimat pembicara perlu memperhatikan arti kalimat dan cara penyampaiannya. Deskripsi tentang cara penyajian adalah menjelaskan cara-cara yang digunakan oleh aktor dalam berkomunikasi. Cara-cara tersebut meliputi kejelasan pesan, sikap kritis dan bentuk penyampaian topik yang menjadi bahan pembicaraan. Kejelasan Pesan Goldberg dan Larson (1985) mengkategorikan kejelasan (clarity), sebagai suatu pernyataan menurut pendengar atau membacanya merasa yakin bahwa dia mengerti maksud yang ingin disampaikan si pembuat pesan. Mudah dimengerti apabila pesan yang disampaikan bersifat sistematis tidak berbelit-belit, menggunakan bahasa baku dan istilah yang umum. Sementara menurut Malik & Iriantara (1994) untuk meningkatkan efektivitas persuasi perlu memperhatikan penggunaan bahasa. Bahasa dalam persuasi hendaklah mengandung akurasi dan kesederhanaan. Akurasi artinya, pembicara hendaknya memilih kata yang tepat untuk maksud yang tertentu. Supaya tidak memiliki arti yang ganda, pembicara perlu memilih kata yang paling tepat bila perlu ditambahkan penjelasannya. Kesederhanaan artinya, gunakanlah kata-kata yang banyak dimengerti orang awam. Lebih khusus lagi, gunakan kalimat yang pendek dan konkrit sehingga makna dapat ditangkap langsung dengan jelas. Kejelasan pesan dapat dibagi dua kategori, yaitu jelas dan tidak jelas. a. Jelas apabila pernyataan/pertanyaan yang disampaikian menggunakan bahasa Indonesia baku dan istilah yang umum. b. Tidak jelas apabila pernyataan/pertanyaan yang disampaikan tidak menggunakan bahasa Indonesia baku dan banyak istilah asing.
34 Sikap kritis Strategi komunikasi dalam rapat antara lain dengan kemampuan berdebat untuk
mempertahankan
argumentasi
masing-masing.
Setelah
pendapat
disampaikan sering ditanggapi dengan persetujuan atau bantahan oleh pihak lain. Sehubungan dengan itu, setiap pihak berusaha untuk mempertahanan pendapat masing-masing. Kesediaan menerima atau menolak dapat diartikan sebagai sikap dalam komunikasi. Sebagaimana dikatakan Burgoon (1994), akomodatif komunikasi merupakan gambaran dari sikap untuk bersedia bekerjasama atau tidak dengan pihak lain. Akomodasi diartikan oleh Gudykunst (2003)
suatu
strategi berbicara yang dilakukan seseorang agar tujuannya tercapai seperti mendapat dukungan atau menunjukkan bahwa dirinya berbeda dari yang lain. Dalam teori negosiasi menolak tawaran argumenasi pihak lain merupakan suatu strategi memenangkan negosiasi. Bertahan mempertahankan pendapat dan menolak pendapat orang lain dengan berbagai argumentasi merupakan strategi dalam memenangkan negosiasi, (Gudykunts 2003). Sikap kritis atau kesediaan menerima adalah strategi berbicara yang dilakukan seseoang agar tujuannya tercapai. Kesediaan menerima atau sikap kritis dalam penelitian ini adalah kesediaan untuk menerima atau tetap menolak pendapat orang lain. Bila langsung menerima pendapat orang lain dikategorikan sebagai sifat tidak kritis atau sebaliknya. Bila sulit menerima pendapat orang lain dikategorikan bersifat kritis. Kritis adalah suatu pernyataan/pertanyaan yang disampaikan menunjukkan penolakan terhadap pendapat pihak lain. Tidak kritis adalah suatu pernyataan/pertanyaan yang disampaikan menunjukkan kesediaan menerima pendapat pihak lain. Bentuk Penyampaian Bentuk penyampaian merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam menyampaikan pesan komunikasi kepada orang lain. Menurut Searle (dalam Lilltejohn & Foss 2008) beberapa bentuk penyampaian pesan komunikasi lisan adalah assertive, directive, commissive, expressive, declarative. Sementara
35 Bentuk penyampaian dapat dikelompokan menjadi beberapa bentuk seperti provokatif, interogatif, dan deklaratif, (Agne & Tracy 2009). Menurut Reiter yang dikutip Murni (2009) modus komunikasi lisan dalam meminta informasi ada empat yaitu imperatif, interogatif, negatif interogatif, dan deklaratif. Sementara Tsuzuki at.al (dalam Murni 2009) menemukan modus komunikasi meminta informasi ada dua yaitu imperative dan interogatif. Imperatif adalah gaya komunikasi yang dilakukan apabila pelaku memandang dirinya sederajat dengan lawan bicara. Interogatif adalah gaya komunikasi yang dilakukan apabila pelaku memandang dirinya memiliki status sosial lebih tinggi dari lawan bicara. Sementara Lilltejohn & Foss (2008) Poythress (2008) mengutip pendapat Searle, mengatakan yang penting dalam teori ujaran adalah illocutionary, yaitu bagaimana kalimat disampaikan. Searle menggaris bawahi lima tipe dari illocutionary, yaitu assertive, directive, commissive, expressive, declarative. Assertive merupakan pernyataan yang digunakan pembicara untuk mendukung kebenaran dari proposisi. Hal ini meliputi mengungkapkan, menegaskan, menyimpulkan, mempercayai, dan menghormati. Directive, berupa pernyataan berusaha membujuk pendengar untuk melakukan sesuatu. Misalnya pernyataan memerintah, meminta, memohon, berdoa, mengundang, dan sebagainya. Commissive,
yaitu pernyataan
yang digunakan pembicara untuk
menyatakan tindakan yang akan terjadi. Misalnya pernyataan berjanji, bersumpah, menjamin, berkontrak, dan memberi garansi. Expressive, yaitu pernyataan mengungkapkan aspek psikologi pembicara, seperti berterima kasih, mengucapkan selamat, meminta maaf, dan mengucapkan selamat datang. Declarative yaitu penyataan yang mengungkapkan apa yang akan dilakukan atau apa yang menjadi pendiriannya. Misalnya pernyataan akan pengangkatan, pernikahan, dan pemberhentian. Dari uraian di atas, bentuk penyampaian pesan komunikasi dalam rapat dengat pendapat dapat dikelompokkan sesuai pendapat Searle yaitu, asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.
36 Asertif, merupakan pernyataan yang digunakan pembicara untuk mendukung kebenaran dari proposisi. Hal ini meliputi mengungkapkan, menegaskan, menyimpulkan, mempercayai dan menghormati. Direktif, berupa pernyataan berusaha membujuk pendengar untuk melakukan sesuatu. Misalnya pernyataan memerintah, meminta, memohon, berdoa, mengundang, dan sebagainya. Komisif, yaitu pernyataan yang digunakan pembicara untuk menyatakan tindakan yang akan terjadi. Misalnya pernyataan berjanji, bersumpah, menjamin, berkontrak, dan memberi garansi. Ekspresif, yaitu pernyataan mengungkapkan aspek psikologi pembicara, seperti berterima kasih, mengucapkan selamat, meminta maaf, dan mengucapkan selamat datang. Deklaratif, yaitu penyataan yang mengungkapkan apa yang akan dilakukan atau apa yang menjadi pendiriannya. Misalnya pernyataan akan pengangkatan, pernikahan, dan pemberhentian. Kategori ekspresif dalam penelitian ini tidak disertakan, karena bentuk penyampaian ekspresif tidak dapat ditemukan dalam naskah notulensi rapat. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Komunikasi Dalam berkomunikasi seseorang tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menjelaskan sesuatu salah atau benar. Di samping itu, dalam berkomunikasi terkandung hubungan esmosional yang seperti rasa hormat, rasa solidaritas, keadaan status sosial, dan kekuasaan yang mereka miliki. (Fetzer 2008). Sejalan dengan itu, Erb & Bohner (2007) mengemukakan, dalam berkomunikasi seperti menyampaikan pendapat, seseorang bukan hanya menggambarkan pengetahuan yang dimilikinya tetapi juga menggambarkan siapa dirinya. Artinya dalam berkomunikasi, konsep diri menjadi faktor yang turut berpengaruh. Sementara itu menurut Parsons (dalam Ritzer & Goodman 2005) mengatakan tindakan dipengaruhi oleh: lingkungan, sistem cultural, sistem sosial, sistem kepribadian, organisasi perilaku, dan lingkungan fisik organis.
37 Sementara menurut Giles & Street (1994) McQuail & Windahl (1985) perilaku komunikasi diperngaruhi faktor perbedaan individual seperti personality, psychological, sociodemographic. Hal senada juga dikemukakan oleh Rakhmat (2001) yang mengatakan bahwa perilaku komunikasi dipengaruhi oleh faktor personal dan faktor sosial atau lingkungan. Selain faktor-faktor di atas, menurut Stacks et.al (1991) perilaku manusia berkomunikasi juga disebabkan oleh tuntutan peran dari seseorang. Setiap orang menjalankan peran sesuai tuntutan social, (Wigboldus & Douglas 2007). Peranperan yang dijalankan sangat tergantung konteks ruang dan waktu. Bagaimana perilaku ditentukan oleh peran yang sedang dijalankan. Bagaimana perilaku merupakan tuntutan peran yang dijalankan seperti seorang ibu, seorang mahasiswa, seorang anggota legislatif dan peran-peran lainnya, (Larson 2004). Peran-peran inilah yang menjadi dasar terbentuknya organisasi sosial dan perilaku sosial. (Johson 1990). Dalam menjalankan peran yang dipilih, seseorang harus belajar dari nilai-nilai budaya dan lingkungannya, (Kearsey 2010; Larson 2004). Faktor personal yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri seseorang. Faktor-faktor personal menurut sistem kepribadian sering juga disebut personalitas atau kepribadian. Menurut Parsons yang dikutip oleh Ritzer & Goodman (2005) personalitas adalah sistem orientasi dan motivasi tindakan individu yang terorganisir. Sementara Gamble & Gamble (2005) dan Gudykunst (2003) mengatakan perilaku komunikasi ditentukan oleh self concept atau konsep diri. Self concept adalah bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri (Berger et.al. 2010; Gamble & Gamble 2005; Johnson 1990). Konsep diri terdiri dari dua faktor yaitu self-image dan self-esteem. Self-image are the roles you see yourself performing, the categories you place yourself within, the words you use to describe or identity yourself and your understanding on how others see you. Self-esteem usually derives from your successes and/or failures. Thus It colors your sefl-image with a predominantly positive or negative hue. Konsep diri seseorang di ditentukan oleh karakteristik seperti, jenis kelamin, agama, ras, nasionalisme, fisik, peran, bakat, dan kemampuan mental, Sedangkan Soliz and Giles (2010); Gamble & Gamble (2005), istilah karakteristik
38 individual
banyak
disamakan
dengan
sosiodemographic.
Sementara
sosiodemographic menurut Giles & Street (1994) adalah gender, usia, status social, tingkat ekonomi, ras, agama. Selanjutnya De Landtsheer (2006) mengatakan, banyak studi menunjukkan bahwa faktor personal seperti usia, jenis kelamin, dan penampilan fisik berpengaruh pada perilaku komunikasi. Eadie (2009) mengatakan perilaku komunikasi kelompok sangat dipengaruhi oleh latarbelakang budaya dan personality anggota kelompok. Ruben (1992), Windahl et.al. (1992) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku komunikasi adalah karakteristik personal seperti pendidikan dan pengalaman. Faktor pendidikan mempengaruhi kemampuan untuk mengalisis dan mengambil keputusan dalam berkomunikasi. Keputusan dalam komunikasi dapat berupa strategi yang digunakan untuk mempengaruhi pihak lain. Strategi terebut dapat berupa isi pesan yang disampaikan dan cara menyampaikannya. Sedangkan pengalaman mempengaruhi kemampuan komunikasi karena pengalaman memberikan kita pelajaran mana yang sesuai untuk kita gunakan. Pengalaman mengejari seseorang untuk lebih baik dalam perilaku. Sebagaimana dikemukakan teori social learning theory (Bandura 1997). Manusia mampu melakukan sesuatu karena manusia belajar. Semua kemampun yang kita miliki adalah hasil proses bejalar dan pengalaman. Kemampuan berkomunikasi dengan demikian dipengaruhi oleh banyak sedikitnya pengalaman. Semakin banyak pengalaman, kemampuan berkomunikasi semakin baik atau sebaliknya. Dari pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan, perilaku komunikasi dipengaruhi oleh karakteristik personal seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, agama, dan pengalaman. Penelitian Terdahulu dan State of the Art Penelitian terhadap perilaku komunikasi anggota legislatif sudah beberapa kali dilakukan. Misalnya penelitian Emrus (2009) yang bertajuk Subjektivitas Aktor Politik Mengkonstruksi Makna pada Perilaku Komunikasi Politik Anggota DPR. Emrus melakukan pendekatan kualitatif tentang perilaku komunikasi
39 anggota DPR dalam menkontruksi makna dalam pembahasan isi RUU bidang politik tentang asas, dan kedaulatan partai, asas dan larangan bagi partai politik menyebarkan ajaran komunis di Indonesia serta pendidikan politik. Penelitian Emrus menemukan, setiap anggota DPR memiliki perbedaan makna terhadap asas partai politik. Hal ini menimbulkan perbedaan perilaku komunikasi politik. Partai nonkeagamaan cenderung lebih menginginkan Pancasila sebagai asas partai daripada partai keagamaan. Perbedaan kembali terlihat dalam pandangan tentang larangan penyebaran ajaran komunisme. Semua partai sepakat menolak ajaran komunis di Indonesia, namun mereka berbeda pandangan tentang pemuatannya dalam RUU Partai Politik. Partai keagamaan lebih kuat mendukung larangan bagi partai politik menyebarkan ajaran komunis dibandingkan partai non-agama. Munculnya variasi pandangan dalam pembahasan RUU ini, sebagai produk subjektivitas dari para aktor politik yang dilatari oleh tujuan politik yang berbeda. Cara pandang yang bertolak belakang membuat proses komunikasi politik menuju kutub benturan yang disertai dengan tensi komunikasi tinggi. Karena itu, para aktor politik memaknai perkembangan politik, selanjutnya merumuskan tujuan dan strategi tindak komunikasi politik. Dalam hal ini, para aktor politik melakukan proses pertukaran wewenang politik melalui komunikasi politik untuk mencapai kesepakatan, atau ketidaksepakatan yang sesuai dengan tujuan politik dari para aktor politik. Tindak komunikasi politik yang diperankan berbeda satu dari yang lain. Tampaknya perbedaan itu sejalan dengan gradasi kepentingan politik terhadap pusat kekuasaan eksekutif. Sayangnya, komunikasi politik yang didasari oleh subjektivitas anggota DPR itu cenderung berpihak pada kepentingan partai politik dibandingkan kepentingan masyarakat. Saat anggota dewan menggelar proses persidangan yang dinyatakan tertutup untuk publik, komunikasi politik antaranggota dewan bisa berlangsung lebih terbuka, mengutamakan kepentingan bersama, baik pada konteks partai maupun individu. Sehingga Emrus menyimpulkan bahwa anggota DPR
dalam merumuskan perundang-undangan cenderung mendahulukan
kepentingan pribadi dan kepentingan partainya daripada kepentingan masyarakat umum.
40 Penelitian Emrus diperkuat oleh penelitian Susanti, dkk. (2005) yang menemukan bahwa keberadaan fraksi di DPR memandulkan peran dan fungsi anggota DPR untuk berbeda pendapat dalam rapat. Anggota DPR tunduk kepada fraksi, karena fraksi adalah perpanjangan tangan partai yang ada di DPR. Fraksi memiliki wewenang untuk menetapkan dan memberhentikan anggotanya di DPR. Kekuasaan fraksi inilah yang membuat anggota DPR lebih mendahulukan kepentingan partai daripada kepentingan umum. Penelitian lain tentang perilaku komunikasi DPR dilakukan oleh Rusfian (2010) yang meneliti pola hubungan variabel kepribadian, variabel situasional dan variabel budaya terhadap perilaku komunikasi anggota DPR dalam situasi konflik. Penelitian Rusfian menemukan bahwa dalam siuasi konflik, perilaku komunikasi angota DPR tidak dipengaruhi oleh keperibadian, situasi dan budaya. Bila variabel kepribadian, variabel situasional, dan variabel budaya diuji dengan analisis jalur secara simultan terhadap perilaku komunikasi anggota DPR, diperoleh hasil bahwa tidak semua variable tersebut berhubungan langsung dengan perilaku komunikasi anggota DPR. Rusfian sebelumnya menduga bahwa variabel sosial budaya, variabel kepribadian dan variabel situasional mempengaruhi perilaku komunikasi anggota DPR-RI dalam situasi konflik. Rusfian mengoperasionalkan variabel sosial budaya dengan: maskulinitas dan feminitas; variabel kepribadian dengan: kontrol tempat, machiavellinisme, pengambilan resiko, monitoring diri dan harga diri; sedangkan variabel situasional dioperasionalkan dengan: motivasi, orientasi pada orang lain, keanggotaan dalam kelompok sosial. Penelitian terhadap bentuk komunikasi anggota DPRD dilakukan oleh Hanida (2007). Hanida memilih
judul penelitian Bentuk Komunikasi Politik
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat DaerahTerhadap Konstituen di Daerah Pemilihannya Studi Deskriptif Kegiatan Masa Reses I dan II Tahun 2005 Anggota DPRD Kota Padang Provinsi Sumatera Barat Periode 2004-2005. Hanida menemukan bahwa bentuk komunikasi politik yang dilakukan adalah berupa tatap muka dan dialog serta kunjungan lapangan. Bentuk kegiatan komunikasi yang dilakukan anggota DPRD selama reses adalah berupa:
41 a. Rapat membicarakan rencana persiapan reses, menyusun jadwal, materi kegiatan, serta memilih koordinator dan personal struktur tim. b. Menghadiri pertemuan dengan konstituen di tempat yang telah disediakan oleh pemerintah kecamatan ataupun kelurahan, dalam rangka mengkomunikasikan tugas, peranan anggota DPRD, kiprah di Legislatif, serta informasi reses dewan ke daerah pemilihan. c. Silahturami dengan masyarakat ketika anggota dewan turun ke lapangan menemui konstituennya secara langsung. Sementara di sisi lain, faktor penghambat efektifnya komunikasi DPRD dengan konstituen di Padang antara lain disebabkan oleh: a. Kurangnya partisipasi masyarakat b. Dana yang terbatas dari pemerintah daerah c. Waktu pertemuan dan sarana yang terbatas d. Kesibukan anggota DPRD dan Masyarakat yang majemuk Penelitian Hanida cenderung menggambarkan tidak efektifnya komunikasi antara DPRD dengan masyarakat disebabkan oleh kurangnya partisipasi masyarakat memberikan aspirasi, kurangnya waktu, dan kesibukan.
Tidak
dijelaskan kurang efektifnya komunikasi antara DPRD dengan masyarakat yang disebabkan oleh kurangnya perhatian anggota DPRD pada kepentingan konstituennya. Penelitian disertasi tentang perilaku komunikasi anggota DPRD juga dilakukan oleh Murni (2009) dari Universitas Sumatera Utara. Murni bertujuan untuk menggambarkan kesantunan berbahasa anggota DPRD dalam rapat meminta penjelasan,
kesantunan berbahasa dalam meminta pendapat dan
memisahkan perilaku berbahasa yang normatif dan berbahasa yang santun. Dalam penelitian tersebut digunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan observasi partisipasi pasif, telaah dokumentasi dan hasil rekaman. Hasil penelitian menunjukkan perilaku berbahasa yang santun di DPRD Sumatera Utara direalisasikan melalui: a) modul deklaratif dalam meminta penjelasan dan modul interogatif dan imperatif dalam memberikan pendapat; b)
42 pronomi yang menggabungkan ingroup (kelompok dalam) dengan outgroup (kelompok luar); c) kata berpagar (heges); dan d) penurun (downtoner) Tahun 2004 Asep Jauhari menulis tesis tentang peranan komunikasi Politik dalam proses legislasi memilih kasus pembahasan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Pelindungan Tanaman di Komisi III DPR-RI. Dalam penelitiannya Jauhari (2004) hendak mendeskripsikan dan mengidentifikasi aspek apa saja yang berhubungan dengan perilaku komunikasi politik serta menganalisis hubungan perilaku komunikasi dengan keefektifan pelaksanaan legislasi. Jauhari menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan metode survey. Jauhari memilih variabel penelitian karakteristik personal, karakteristik situasional, potensi hambatan dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi politik anggota Komisi III DPR RI. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan nyata antara variabel karakteristik personal, karakteristik situasional, potensi hambatan dengan perilaku komunikasi politik anggota Komisi III DPR RI. Perilaku komunikasi politik berhubugan nyata dengan keefektifan pelaksanaan legislasi. Tahun 2004 Frida Kusumasturi melakukan penelitian penerapan etika organisasi dan komunikasi etis di organisasi DPRD kota NK dalam rapat. Dalam penelitian itu, Kusumastuti menggunakan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan analisis risalah rapat. Hasil penelitian Kusumastuti menunjukkan komunikasi etis yang muncul dalam rapat masih besifat netral, kurang kritis dan kurang proaktif. Perilaku komunikasi verbal dan non verbal belum menampakkan konvergensi terhadap komunikasi etis yang disebabkan oleh (a) ketidakmampuan anggota DPRD dalam menampilkan komunikasi non verbal, (b) ada maksud-maksud tersembunyi dari komunikasi etis yang disampaikan secara verbal. Penelitian Marie & Venderbergen (2008) tentang taktik komunikasi dalam debat politik melalui televisi dan suratkabar di Belgia tahun 2004 dilakukan menggunakan analisis linguistik. Hasil penelitian menemukan para politisi cenderung
menghindari
tanggapan
langsung.
Dalam
menjawab
sering
menggunakan kalimat yang bersifat paradoksial yang mengarah pada pernyataan yang meragukan sebagai strategi dalam debat.
43 Penelitian-penelitian di atas beberapa ingin mendeskripsikan perilaku komunikasi anggota DPR dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat (Emrus 2009) dan mencari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku komunikasi anggota DPR pada situasi krisis (Rusfian 2010). Penelitian Hanida ingin mendeskripsikan bentuk komunikasi antara anggota DPRD dengan konstituen. Penelitian Murni (2009) mendiskripsikan kesantunan komunikasi anggota DPRD Sumatera Utara. Penelitian Kusumastuti (2004) mendeskripsikan perilaku komunikasi etis anggota DPRD. Penelitan Jauhari mendeskripsikan perilaku komunikasi politik dan peranannya dalam pelaksanaan legislasi anggota DPR komisi III. Di tinjau dari obyek penelitian, penelitian terdahulu yang memilih konsep perilaku komunikasi anggota DPR memiliki kesamaan, namun bila ditinjau dari definisi konsep dan operasionalisasi penelitan tersebut sangat jauh berbeda dengan penelitian ini. Penelitian ini ingin mengkaji perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat ditinjau dari teori retorika dan speech act theory yang diimplementasikan dalam pesan yang disampaikan. Ditinjau dari substansi permasalahan pertanian, penelitian Jauhari memiliki kemiripan dengan penelitian ini yaitu sama-sama masalah pertanian dan sama-sama komunikasi politik di DPR-RI. Jauhari memilih substansi permasalah pembahasan UU perlindungan tanaman dan penulis memilih perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 sebagai perwujudan peran memperjuangkan kepentingan konstituen petani. Penelitian Jauhari membatasi bidang pertanian perlindungan tanaman sedangkan penelitian ini tidak membatasi bidang. Penelitian ini meneliti pesan komunikasi anggota DPR komisi IV dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Pertanian. Secara metodologis, penelitian Emrus (2009), Murni (2009), dan Kusumastuti (2004) menggunakan studi kasus, penelitian Rusfian (2010), Jauhari (2004), dan Hanida (2007) menggunakan metode survey. Pendekatan penelitian ini akan menggunakan metode analisis isi dokumen. Karena penelitian ini hendak menggambarkan perilaku komunikasi anggota DPR-RI Komisi IV dalam dalam
44 Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 melalui risalah rapat. Penelitian Marie dan Vendenbergen (2008) menggunakan metode penelitian analisis dokumen terhadap rekaman debat politik di media suratkabar dan media televisi. Perbedaaan penelitian ini dengan Marie Vendenbergen yaitu terletak pada bahan yang dianalisis. Marie dan Vendenbergen menganalisis dokumen debat politik yang dimuat di media massa untuk melihat strategi komunikasi dengan memperhatikan bahasa yang digunakan dengan metode wacana kritis, Sementara penelitian ini menganalisis dokumen rapat anggota Komisi IV DPR-RI dengan Kementerian Pertanian selama tahun 2010 untuk mendeskripsikan isi pesan dan cara penyampaian pesan komunikasi. Metode yang digunakan dalam analisis dokumen adalah analisis isi kuantitatif.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka sebelunya, dapat dirumuskan beberapa proposi penelitian yang juga merupakan kerangka pemikiran penelitian. Karangka pemikiran yang dimaksud adalah: 1. Perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam RDP merupakan penerapan teori retorika, yaitu bagaimana cara menyampaikan pendapat agar lawan bicara menyetujui apa yang disampaikan. 2. Keahlian retorika pada intinya bagaimana memilih dan menyusun argumentasi isi pesan serta cara penyajiannya sehingga mampu mempengaruhi lawan bicara. 3. Perilaku komunikasi merupakan hasil tindakan komunikasi yang dapat diamati dalam pesan komunikasi yang dihasilkan. Perilaku komunikasi terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi isi pesan dan dimensi cara penyajian. Dimensi isi pesan terdiri dari lima variabel turunan (minor), yaitu muatan kepentingan, kesesuaian tema, orientasi, jenis alasan dan bentuk bukti. Dimensi cara penyajian terdiri dari tiga variabel turunan (minor), yaitu kejelasan kalimat, sikap kritis, dan bentuk penyampaian. 4. Perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam RDP dipengaruhi oleh karakteristik individual masing-masing anggota. Karakteristik
individual
diduga
memiliki
kaitan
dengan
kemampuan ber-retorika. Perbedaan karakterisktik seperti jenis kelamin, umur, agama, tingkat pendidikan, fraksi, jenis perkerjaan awal, dan masa bakti berkaitan dengan kemampuan memilih isi pesan dan cara penyajiannya dalam rapat. Keterkaitan antara variabel tersebut, maka dapat digambarkan sebagai berikut:
46 Variabel X: Karakteristik X1. Jenis Kelamin X2. Umur X3. Agama X4. Tingkat Pendidikan X5. Fraksi X6. Jenis Pekerjaan Awal X7. Masa Bakti
H1
H2
Variabel Y: Perilaku Komunikasi Dimensi Dimensi Isi Pesan (Y1) Cara Penyajian (Y2) Y1.1. Muatan Kepentingan Y2.1. Kejelasan Kalimat Y1.2. Kesesuaian Tema Y2.2. Sikap Kritis Y1.3. Orientasi Y2.3. Bentuk penyampaian Y1.4. Jenis Alasan Y1.5. Bentuk Bukti Gambar 2 Kerangka Pemikiran dan Hubungan Variabel Penelitian.
Hipotesis Dari kerangkan pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Hipotesis pertama (H1) terdapat hubungan isi pesan komunikasi dengan karakteristik anggota DPR. Hipotesis kedua (H2) terdapat hubungan cara penyajian pesan komunikasi dengan karakteristik anggota DPR.
METODOLOGI PENELITIAN Disain Penelitian Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian tahun 2010, merupakan tindakan yang dapat diamati secara obyektif. Tindakan tersebut dapat diamati melalui hasil produksi pesan-pesan komunikasi yang tertuang dalam risalah rapat. Risalah rapat Komisi IV dibuat oleh bagian sekretariat komisi dari hasil rekaman audio sebagaimana adanya. Risalah tersebut adalah dokumen resmi di DPR-RI. Sehubungan dengan itu, dalam mendeskripkan perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian digunakan paradigma positivistik. Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 dalam penelitian ini adalah mengkaji pesan komunikasi yang dibuat oleh para anggota dewan. Anggota DPR-RI komisi IV dalam rapat pendapat dengan Kementerian Pertanian menyampaikan pesan-pesan komunikasi kepada pihak Kementerian Pertanian. Pesan-pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi kepada pihak Kementerian Pertanian disampaikan dengan lisan. Penyampaian pesan komunikasi memerlukan strategi komunikasi, yaitu pemilihan isi pesan dan cara penyajian. Penelitian difokuskan pada isi pesan dan cara penyajian oleh masing-masing individu. Untuk dapat menjelaskan isi pesan dan cara penyajian, penelitian ini menggunakan metode analisis isi (content analysis) dengan pendekatan kuantitatif. Metode analisis isi sangat tepat untuk menggambarkan isi pesan komunikasi yang tersurat secara obyektif, sistematis dan kuantitatif (Rakhmat 1984; Emmert & Barker 1989; Kippendorf 1993; Wimmer & Dominick 2000; Stempel III et.al 2003). Penelitian untuk mengetahui perilaku komunikasi anggota kelompok kecil melalui pesan, pernah dilakukan oleh Burstein & Goodman (1988). Dalam penelitian tersebut Busrtein dan Goodman mendeskripsikan perilaku komunikasi anggota kelompok ditinjau dari pesan komunikasi yang termuat dalam hasil rekaman pembicaraan selama angota kelompok mengikuti training.
48 Pendapat senada dikemukakan oleh Jeong (2003) yang mengatakan, content analysis adalah metode analisis yang semakin banyak digunakan dalam diskusi untuk melihat kualitas pesan, performa dalam berpikir kritis serta melihat argumentasi yang digunakan. Dengan demikian penggunaan metode analisis isi layak diterapkan pada dokumen rapat antara anggota DPR-RI komisi IV dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Bahan Penelitian dan Priode Bahan penelitian ini adalah notulensi rapat dengar pendapat antara anggota DPR RI komisi IV dengan Kementerian Pertanian selama tahun 2010. Dokumen tersebut berisi catatan tentang pesan komunikasi selama rapat berlangsung antara anggota DPR-RI komisi IV dengan Kementerian Pertanian. Dokumen tersebut adalah dokumen resmi lembaga DPR-RI. Proses pembuatan dokumen tersebut pertama direkam melalui audio selanjutnya rekaman tersebut ditranskrip apa adanya oleh bagian sekretariat DPR-RI komisi IV. Selama tahun 2010 banyak rapat telah dilakukan antara komisi IV DPR RI dengan Kementerian Pertanian. Semua dokumen rapat yang berlangsung pada kurun waktu tahun 2010 dijadikan bahan penelitian. Dalam penelitian ini hanya mendeskripsikan pesan yang disampaikan oleh anggota komisi DPR-RI selama rapat dengar pendapat. Sedangkan pesan dari pihak Kementerian Pertanian tidak diteliti. Dari bahan tersebut akan dideskripsikan perilaku komunikasi. Perilaku komunikasi memiliki dua dimensi yaitu dimensi isi pesan dan dimensi cara penyajian. Masing-masing dimensi pesan
dioperasionalkan menjadi kategori-
kategori. Untuk dimensi Isi pesan dikembangkan lima kategori yaitu muatan kepentingan, kesesuaian tema, orientasi, jenis alasan dan bentuk bukti. Sedangkan untuk dimensi cara penyajian dikembangkan tiga kategori yaitu kejelasan kalimat, sikap kritis dan bentuk penyampaian. Masing-masing kategori akan ditinjau latarbelakang pelakunya. Karena itu, setiap pesan dikaitkan dengan karakateristik orang yang menyampaikannya. Dengan demikian variabel penelitian dapat dioperasionalkan sebagai berikut:
49 Definisi Kategori dan Operasionalisasi Variabel Definisi Kategori Dari berbagai faktor di atas, perilaku komunikasi meliputi isi pesan cara penyajiaannyaa. Isi pesan komunikasi adalah gambaran kandungan pesan yang disampaikan. Sedangkan cara penyajian merupakan teknik yang digunakan untuk menyampaikan pesan agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Isi Pesan Isi pesan komunikasi adalah kandungan atau substansi permasalahan dari pesan tersebut yang akan disampaikan oleh pembicara. Dalam kandungan pesan terdapat kategori muatan kepentingan, kesesuaian tema, orientasi, jenis alasan dan bentuk bukti. Muatan kepentingan Isi atau muatan komunikasi menyangkut kandungan pesan yang menjadi bahan pembicaraan. Muatan komunikasi menggambarkan kepentingan pihak mana yang dikandung oleh pesan tersebut. Muatan kepentingan tersebut dalam konteks rapat dengar pendapat anggota DPR dapat dikelompokkan menjadi 3 sub kategori, yaitu kepentingan masyarakat, kepentingan pemerintah dan kepentingan para pribadi atau partai. a. Kepentingan masyarakat, yaitu pesan yang disampaikan dalam rapat mengandung kepentingan masyarakat umum atau konstituen yaitu yang ditujukan untuk menyesaikan masalah sarana produksi pertanian. Contoh kategori kepentingan masyarakat: Mungkin saya juga setuju sekali kalau ada operasi-opeasi lain atau ada upaya-upaya terobosan lain meningkatkan kemampuan masyarakat dalam meningkatkan produksi pangan diversifikasi pangan jua mendapat perhatian lebih besar. Kalau kita lihat Rp. 15,7 triliyun ini besar sekali untuk Raskin. Kalau ini diturunkan untuk meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat untuk berproduksi mungkin akan lebih banyak manfaatnya sehingga Negara ini tidak diberati terus menerus.
50 b. Kepentingan pemerintah, yaitu pesan yang disampaikan dalam rapat memaklumi, menyetujui atau mendukung kebijakan pemerintah dalam bidang sarana produksi pertanian. Contoh kategori kepentingan pemerintah: Hadirin sekalian, saya harus menghargai bahwa kebijakan Negara selama ini sudah tepat dalam masalah pangan ini. Membentuk Bulog suatu keputusan strategis dan benar. Negara-negara lain, FIlifina, Vietnam,Thailand, Malaysia, Cina membuat kebijakan yang sama membuat badan pangan. Dan Bulog perlu kita pertahankan, perlu kita perkuat bahkan perlu kita permodernisir. c. Kepentingan politisi, yaitu pesan yang disampaikan dalam rapat mengindikasikan kepentingan partai atau pribadi.. Contoh kategori kepentingan partai atau pribadi: Pada kesempatan ini kami hanya ingin lebih banyak mendapatkan informasi, baik yang terkait dengarn regulasi dan kebijakan maupun halhal yang terkait dengan implementasi Raskin. Siklus atau simulasi dari pelaksanaan itu juga kami ingin dapatkan. Kesesuaian tema Kesesuaian tema terdiri dari 3 sub kategori, yaitu substantif, prosedural, dan gangguan. a. Tema substantif, yaitu pernyataan/pertanyaan yang disampaikan dalam rapat berusaha untuk mencari solusi atas persoalan yang sedang dibahas. Contoh kategori tema substantif: Arah strategi penggunaan pupuk majemuk, pupuk berimbang, spesifikasi lokasi justru malah tidak terlihat diuraian ini pak menteri. b.
Tema prosedural, yaitu pernyataan/pertanyaan yang disampaikan dalam rapat hanya membahas mekanisme rapat yaitu proses rapat dan cara rapat yang efektif, mengatur penggunaan waktu, tata cara tanya jawab. Contoh kategori tema prosedural: Pimpinan, sedikit barangkali ini kelihatannya dalam rapat kita pada hari ini, sudah jam ini jam setengah dua belas, saya yakin kalau semua kita akan bertanya nanti dan kita potong di jalan, saya kira sama saja nanti kalau kita buat sama pada saat kita rapat dengan Menteri Keluatan, setelah diberi pemaparan oleh saudara menteri, nanti kita bisa lanjut apakah malam supaya ini jelas dulu. Jangan sampai baru setengah bertanya udah jadi nggak nyambung itu lho istilahnya. Ini mohon pertimbangan
51
c.
Tema gangguan, yaitu pernyataan/pertanyaan yang disampaikan di luar agenda rapat dan mengganggu mekanisme rapat. Contoh kategori gangguan: Pimpinan Interupsi. Ketua, Interupsi . Ada bahan tidak? Bila tidak, kita tunda rapat hingga bahan tersedia! Interupsi pimpinan. Kita mengundang Kepala Badan Ketahanan Pangan, tetapi yang hadir adalah Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan apakah yang bersangkutan representative untuk kemudian pada kesempatan ini menyampaikan, begitu pimpinan. Orientasi Orientasi mengandung pengertian suatu motif berkomunikasi yang
dimiliki aktor. Orientasi menyampaikan suatu pernyataan/pertanyaan dalam rapat terdiri dari 3 sub kategori, yaitu orientasi memecahkan masalah, eksistensi diri, dan menyudutkan pihak lain. a. Orientasi pemecahan masalah adalah pesan yang disampaikan dalam rapat mencerminkan usaha untuk mencari jalan keluar atas persoalan sesuai dengan agenda yang sepakati. Contoh kategori memecahkan masalah: Mungkin saya juga setuju sekali kalau ada operasi-opeasi lain atau ada upaya-upaya terobosan lain meningkatkan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan produksi pangan diversifikasi pangan jua mendapat perhatian lebih besar. Kalau kita lihat Rp. 15,7 triliyun ini besar sekali untuk Raskin. Kalau ini diturunkan untuk meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat untuk berproduksi mungkin akan lebih banyak manfaatnya sehingga Negara ini tidak diberati terus menerus. b. Orientasi eksistensi diri adalah pesan yang disampaikan dalam rapat hanya mengungkapkan wawasan atau pengalaman pribadi tanpa memberikan solusi atas masalah yang sedang dibahas. Contoh kategori menunjukkan eksisteksi diri: Saya dari Hanura Pak, baru 3 kali saya hadir di ruangan ini sebagai anggota. Terimakasih kesempatan ini diberikan kepada kami. Sebetulnya sudah banyk cakupan pemikiran-pemikiran kami itu sudah tersampaikan oleh pendahulu. Hanya melalui format, kami mencoba menegaskan beberapa hal yang sedikit mengarah pada kebijakan seperti pembicara terdahulu. Tadi membicarakan masalah kebijakan Raskin yang pada
52 awalnya itu bersifat emergency. Tetapi nampaknya sekarang itu sudah menjadi ideology arahnya karena nampaknya masalah Raskin itu menurut pandangan kami tidak layak dipertahankan untuk jangka panjang, tetapi untuk jangka menengah mungkin. c. Orientasi menyudutkan pihak lain yaitu, pesan yang disampaikan dalam rapat sedekar menunjukkan kelemahan atau kesalahan pihak lain tanpa mencari solusi permasalahan yang sedang dibahas. Contoh kategori menyudutkan pihak lain: Kebijakan tentang masalah Raskin ini, kalau tadi dismapikan oleh Direktur Utama Perum Bulog bahwa ini adalah merupakan kebijakan pemerintah yang awalnya diawali daripada krismon yang terjadi pada tahun 1997. Tettapi fakta dan kenyataannya di lapangan sampai hari ini pemrintah sudah berganti ketika itu tahun 1997 sampai sekarang sudah berapa tahun. Keluarga miskin yang menerima beras ini tidak mengalami penurunan justeru selalu mengalami penambahan. Kalau kesimpulan kami artinya pemerintah ini sama sekali tidak berhasil di dalam program pengentasan kemiskinan. Kenapa saya singgung kesitu, karena Raskin ini juga tidak bisa dipisahkan dari program secara menyeluruh daripada program pembangunan nasional. Dimana salah satu tugas pemerintah adalah menurunkan angka kemiskinan. Jenis alasan Jenis alasan adalah sesuatu yang digunakan oleh pembicara untuk mendukung pernyataan/pertanyaannya agar pesan lebih dipercaya. Alasan atau reasoning terdiri dari: sebab-akibat, gejala, kriteria, perbandingan, logika, dan tidak memiliki alasan. Suatu pernyataan/pertanyaan yang disampaikan mengandung alasan atau reasoning apabila mengandung salah atau beberapa bentuk berikut ini. a) Sebab akibat, yaitu pesan yang menggambarkan suatu persoalan dengan mengemukakan faktor-faktor penyebab suatu permasalahan. Contoh kategori Sebab akibat: Masalah Subsidi Pupuk yang menyimpang karena kurangnya control ari pemda. Pemda seolah lepas tangan. b) Gejala, yaitu pesan yang menggambarkan kesimpulan dengan dukungan fakta-fakta peristiwa yang aktual terjadi di satu tempat dan tempat lain yang sejenis. Contoh kategori gejala:
53 Kualitas Raskin sangat buruk, tidak layak dikonsumsi. Temuan kami beberapa daerah kualitasnya sama. c) Kriteria, yaitu pesan yang berisi penilaian dengan menggunakan acuan (patokan) yang meliputi, metode, cara, dan kualifikasi tertentu. Contoh kategori kriteria: Gundang penyimpangan Bulog harus lebih baik yang cuaca konstan, tidak masuk tikus, agar beras Bulog tidak cepat rusak. d) Perbandingan, yaitu pesan yang berisi penilaian dengan menyandingkan beberapa data, hasil, atau metode yang digunakan pihak lain. Contoh kategori perbandingan: Bolug perlu dipertahankan, karena Negara lain seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Cina juga memiliki badan pangan. e) Logika, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan akal sehat sebagai pendukung argumentasinya Contoh kategori logika: Karena pergeseran musim taman pada petani, sebaiknya penyaluran subsidi pupuk disesuaikan dengan itu. Jangan menyalurkan subsidi pupuk sewaktu petani sudah panen. Pupuk tidak terpakai. f) Tidak memiliki alasan apabila tidak memenuhi salah satu kategori bentuk alasan di atas. Bentuk bukti Bentuk
bukti
suatu
pemberian
data
sebagai
pendukung
dalam
pernyataan/pertanyaan agar lebih dipercaya. Bentuk data pendukung atau bukti terdiri dari: pengalaman, naratif, testimony, anekdot, demonstrasi, rasional, dan tidak memiliki bukti. a) Pengalaman langsung, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan bukti pengalaman langsung sebagai pendukung argumentasinya. Contoh kategori pengalaman langsung: Temuan kami di lapangan, pembagian Raskin tidak tepat sasaran, beberapa daerah membagikan beras bantuan kepada semua penduduk untuk menghindari keributan.
54 b) Naratif, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan penggambaran informasi secara lengkap sehingga terkesan dramatis sebagai pendukung argumentasinya. Contoh kategori dramatisasi naratif: Kelemahan dari sistem Impor daging kita berawal dari kebijakan yang kurang menjelaskan jenis daging yang boleh atau tidak boleh. Masa jeroan diimpor? Jeoran itu, adalah makanan yang berbahaya yang tidak dimakan orang di Eropa dan Amerika. Jeroan dibuang. Sewaktu saya di sana, saya lihat sendiri jeroan itu disingkirkan ditaro ke freezer. Lalu ada orang kita yang mengambil untuk dikirim ke Indonesia. c) Testimony, yaitu suatu pernyataan
yang menggunakan cuplikan
pengalaman-pengalaman orang lain sehingga terkesan dramatis sebagai pendukung argumentasinya. Contoh kategori drmatisasi testimony: Sebagaimana dikemukakan oleh Pak Sis, kualitas Raskin sangat buruk, ada ulatnya, tidak layak untuk dimakan manusia. Cocoknya untuk makanan hewan d) Anekdot, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan lelucon sehingga terkesan dramatis sebagai pendukung argumentasinya. Contoh kategori drmatisasi anekdot: Kementerian Pertanian itu terdiri dari doktor-doktor ahli. Mengapa persoalan sayuran dan buah tidak bisa bersaing dengan Thailand? Setiap kita berpapasan dengan 5 orang di lift Deptan, satu di antaranya adalah bergelar doktor. e) Demonstrasi, yaitu suatu pernyataan yang menggunakan peragaan sederhana seperti tangan dikepalkan atau kepala digelengkan-gelengkan agar orang lain berpartisipasi sehingga terkesan dramatis sebagai pendukung argumentasinya. Contoh kategori dramatisasi demonstrasi: Saya tidak habis pikir, (sambil menggelenkan-gelengkan kepala) sudah beberapa kali kita rapat untuk membahas impor jeroan agar tidak dilakukan, tetapi banyak terjadi sampai sekarang Sulit dideteksi melalui naskah tertulis f) Rasional,
yaitu
suatu
pernyataan/pertanyaan
yang
menggunakan
kronologi peristiwa secara logis sebagai pendukung argumentasinya Contoh kategori rasional:
55 Jangan kita memberikan rakyat janji-janji. Mereka sudah tidak percaya dengan janji-janji. Rakyat perlu bukti bukan janji. g) Tidak
memiliki
bukti,
yaitu
suatu
pernyataan/pertanyaan
tidak
mengandung salah satu bentuk bukti di atas. Cara Penyajian Cara penyajian yang dimaksud adalah teknik yang dilakukan oleh pelaku agar lawan bicara bersedia menuruti apa yang dianjurkan. Deskripsi tentang cara penyajian pesan adalah bentuk-bentuk penyampaian yang digunakan oleh pelaku dalam berkomunikasi. Cara-cara tersebut meliputi kejelasan kalimat, sikap kritis, dan bentuk penyampaian. Kejelasan kalimat Kejelasan pesan dalam komunikasi adalah cara menyampaikan pesan supaya mudah dimengerti. Mudah dimengerti apabila pernyataan/pertanyaan yang diajukan menggunakan istilah sederhana, dan Bahasa Indonesia baku. a.
Kalimat jelas apabila kalimat yang disampaikan menggunakan bahasa Indonesia baku dan istilah yang umum. Contoh kategori jelas: Kalau kita bicara pabrik, dalam pabrik itu ada yang namanya biaya tetap, biaya bahan baku, biaya proses, biaya manajemen dan lainnya.
b.
Kalimat tidak jelas apabila menggunakan istilah bahasa asing dan daerah. Contoh kategori tidak jelas: Kalau kita bicara pabrik, dalam pabrik itu ada yang namanya fix cost, cost raw material, process cost, logistic cost, atau management cost dan lainnya. Sikap kritis Sikpa kritis yang yang dimaksud adalah tingkat kesediaan para anggota
DPR-RI untuk menerima pendapat orang lain dalam rapat yang terungkap dalam kalimat yang disampaikan. a.
Kritis adalah suatu kalimat yang disampaikan menunjukkan tidak langsung menerima pendapat pihak lain. Hal ini ditandai dengan mengulang
56 pernyataan atau meminta perjelasan lebih lanjut dari jawaban yang sudah disampaikan oleh lawan bicara. Contoh kategori kritis: Saya merarukan paparan pak Dirjen, kelihatannya hanya baik di atas kertas tetapi di lapangan berbeda. Apakah itu yang dilakukan. Misalnya soal aturan import sapi yang seharusnya anakan untuk di ternak, namun yang diimport adalah sapi yang siap potong. b.
Tidak kritis adalah langsung menerima penjelasan pihak lain tanpa bertanya lebih lanjut. Contoh kategori tidak kritis: Saya setuju dengan paparan Pak Dirjen tentang rencana swasembada daging 2014. Bentuk penyampaian Bentuk penyampaian pesan komunikasi dalam rapat dengat pendapat
dikelompokkan menjadi, asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif. a. Asertif, kalimat yang berisi ungkap penghormatan, penegaskan dan kesimpulan. Contoh kategori asertif: Ketua yang terhormati, terimakasih atas waktu yang telah diberikan kepada kami. b. Direktif, kalimat yang berisi perintah, suruhan, harapan atau arahan. Contoh katefori direktif: Seharusnya Pak Dirjen menindak tegas pelaku import sapi yang menyimpang c. Komisif, kalimat yang berisi penolakan atau persetujuan. Contoh kategori komisif: Saya sih setuju-setuju saja bapak mengajukan APBNP asalkan fungsional d. Ekspresif, kalimat yang mengandung ungkapan rasa senang, gembira, bahagia, kekecewaan, dan marah. Contoh kategori ekspresif: Kami cukup terkejut menerima laporan konstuen kami di lapangan masih terdapat kualitas beras yang tidak layak konsumsi. (sulit terdeteksi pada naskah tulisan)
57 e. Deklaratif, kalimat yang mengandung penegasan apa yang akan dilakukan selanjutnya. Contoh kategori deklaratif: Kami akan mengusulkan kepada pimpinan agar dibentuk panja daging Operasionalisasi Variabel Tabel 1. Operasionalisasi variabel karakteristik Karakteristik
Atribut
Skala
Jenis Kelamin
- Pria - Wanita dalam tahun
Nominal
Umur
Agama Fraksi Pekerjaan sebelum anggota DPR-RI Masa Bakti Tingkat Pendidikan Formal
SLTA S1 S2 S3 Islam Kristen Protestan Katholik Hindu Budha Demokrat Golkar PDI-P PKS PPP PKB Hanura Gerindra Pengusaha Aktivis Kader partai PNS dan lain-lain 1 priode 2 priode 3 priode dan seterusnya
Rasio Ordinal
Nominal
Nominal
Nominal
Ordinal
Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh dokumen acara Rapat Dengar Pendapat anggota komisi IV DPR-RI dengan Kementarian Pertanian tahun 2010. Penelitian ini menjadikan seluruh dokumen acara Rapat Dengar Pendapat anggota
58 komisi IV DPR-RI dengan Kementarian Pertanian tahun 2010. Penelitian ini tidak mengambil sampel dan dokumen rapat yang ada, Penelitian ini melakukan sensus terhadap semua bahan dokumen rapat dengar pendapat anggota komisi IV DPR dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Unit Analisis Unit analisis adalah satuan terkecil suatu naskah yang dapat dijadikan acuan untuk melihat kategori variabel analisis isi (Emmert & Barker 1989; Rakhmat 1984; Wimmer & Dominick 2000; Kippendorf 1993; Stempel III, Weaver and Wilhoit 2003). Unit analisis penelitian dipilih dari nakah rekaman rapat acara dengar pendapat anggota DPR Komisi IV dengan Kementerian Pertanian selama tahun 2010. Unit analisis dapat berupa kata, prase, kalimat, paragraf, submasalah dan satuan naskah lengkap. Kata
: adalah gabungan dari beberapa huruf yang mengandung arti
Prase
: adalah gabungan dari beberapa kata yang mengandung arti tetapi tidak memenuhi unsur kalimat
Kalimat
: adalah kumpulan dari beberapa kata yang mengandung unsur subyek, predikat dan obyek dan keterangan.
Paragraf
: adalah kumpulan beberapa kalimat yang mengandung satu pokok pikiran.
Submasalah
: adalah kumpulan beberapa paragraf yang menggambarkan satu persoalan.
Naskah
: adalah satu satuan naskah yang terdiri dari beberapa sub masalah
atau
paragraf
yang
menggambarkan
satu
persoalan. Dalam naskah Rapat Dengar Pendapat Komisi IV dengan Kementerian Pertanian terdapat pernyataan-pernyataan yang telah didisusun menurut pelaku komunikasi. Pernyataan tersebut disampaikan secara lisan dan di-notulensi atau didokumentasikan oleh sekretariat.
59 Proses notulensi atau dokumentasi dengan menuliskan apa adanya kalimat atau pernyataan setiap anggota perserta rapat. Namun pembagian naskah ke dalam paragraf-paragraf dan submasalah adalah interpretasi dari penulis naskah atas pernyataan yang disampaikan lisan. Sehubungan dengan itu, satuan naskah yang yang dijadikan unit analisis disesuaikan dengan kategori penelitian. Unit analisis masing-masing kategori sebagai berikut: Muatan kepentingan
: Naskah dalam satu pernyataan individu
Kesesuaian tema
: Naskah dalam satu pernyataan individu
Orientasi
: Naskah dalam satu pernyataan individu
Jenis alasan
: Naskah dalam satu pernyataan individu
Bentuk bukti
: Naskah dalam satu pernyataan individu
Kejelasan
: Naskah dalam satu pernyataan individu
Sikap kritis
: Naskah dalam satu pernyataan individu
Cara penyampaian
: Naskah dalam satu pernyataan individu
Setelah dilakukan ujicoba kategori, unit analisis tidak fungsional dalam menganalisis naskah. Misalnya dalam muatan kepentingan, kesesuaian tema, orientasi, jenis alasan, bentuk bukti, dapat termuat dalam setiap paragraph. Oleh karena itu unit analisis penelitian ini disesuaikan menjadi: Muatan kepentingan
: Paragraf dalam pernyataan individu
Kesesuaian tema
: Paragraf dalam pernyataan individu
Orientasi
: Paragraf dalam pernyataan individu
Jenis alasan
: Paragraf dalam pernyataan individu
Bentuk bukti
: Paragraf dalam pernyataan individu
Sikap kritis
: Paragraf dalam pernyataan individu
Kejelasan
: Kalimat dalam pernyataan individu
Bentuk penyampaian
: Kalimat dalam pernyataan individu Validitas dan Reliabilitasi Kategori Validitias Kategori
Kualitas penelitian ditentukan oleh kualitas instrument atau kategori yang digunakan. Definisi kategori analisis isi harus memenuhi validitas dan reliabilitas. Validitas adalah “ suatu alat ukur yang di anggap valid jika definisi operasional
60 benar-benar mengukur atau sesuai dengan definisi konseptual” (Ritonga 2004; Neumann 2000; Emmert & Barker 1989; Denzen 1994; Stempel III, Weaver and Wilhoit 2003). Validitas penelitian analisis isi terdapat pada rumusan kategori. Definisi kategori dikatakan valid bila dirumuskan dengan tahap penelurusan kosep melalui pustaka secara seksama, melakukan operasionalisasi, dan mendiskusikan dengan ahli. (Stempel III, Weaver and Wilhoit 2003) Sehubungan dengan itu, dalam memenuhi unsur validitas kategori, penelitian
ini
dilakukan
penelusuran
konsep
dari
literatur,
kemudian
mengoperasionalisasikan dan mendiskusikan dengan para ahli. Reliabilitas Kategori Menurut Singarimbun dan Efendi (2000) “reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat di percaya atau dapat di andalkan.” Reliabilitas menunjukan stabilitas, konsistensi dan dependabilitas alat ukur (Rubin, Palmgreen, Syper 2004; Emmert & Barker 1989 ). Uji reliabilitas kategori penelitian analisis isi dapat dilakukan dengan cara pengujian dengan menggunakan juri. Juri dalam penelitian analisis isi adalah ahli yang memiliki kompetensi dalam substansi permasalahan yang dikaji. (Rakhmat 1984; Wimmer & Dominick 2000; Kippendorf 1993; Stempel III, Weaver and Wilhoit 2003). Bulan April 2011 kepada para juri diberikan definisi yang sudah dirumuskan untuk ditinjau. Selanjutnya definisi tersebut coba diterapkan pada bahan komunikasi dalam jumlah terbatas. Penelitian ini menggunakan juri sebanyak 5 orang ahli komunikasi dan telah berpengalaman dalam melakukan penelitian analisis isi. Juri dalam penelitian ini adalah: 1. Juri pertama, sorang staf ahli anggota DPR-RI sejak tahun 2004 – sekarang
yang
memiliki
latar
belakang
pendidikan
magister
komunikasi, penulis buku riset, kolumnis di berbagai media massa, dan konsultan komunikasi. 2. Juri kedua, seorang mantan Direktur Komunikasi Kelembagaan Pemerintah di Kementerian Komunikasi, memiliki latar belakang pendidikan magister komunikasi dan doktor bidang teknologi
61 komunikasi pendidikan, sekarang staf ahli salah satu Direktur Jenderal di Kementerian Komunikasi.. 3. Juri ketiga, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta yang memiliki latar belakang pendidikan magister komunikasi dan sering melakukan penelitian. 4. Juri keempat, wartawan senior berkedudukan sebagai produser eksekutif di salah satu televisu swasta di Jakarta sekaligus dosen, memiliki latar belakang pendidikan magister komunikasi dan penulis buku komunikasi jurnalistik televisi. 5. Juri kelima, wakil dekan bidang akademik fakultas ilmu komunikasi salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta yang memiliki latar belakang pendidikan magister komunikasi dan peneliti media. Hasil pengujian para juri selanjutnya akan dihitung koefisien reliabilitas dengan menggunakan rumus Holsti :
. Koefisien reliabilitas yang
dapat diterima menurut Holsti r = > 0,7. (Rakhmat 1984; Emmert & Barker 1989; Wimmer & Dominick 2000; Kippendorf 1993; Stempel III et. al 2003). Tahap pertama pengujian kategori memperoleh hasil kurang memuaskan, yaitu berada di bawah pada 0,7. Kemudian dicoba dilihat kesesuaian antara 5 koder yang ada, hasilnya tetap kurang memuaskan, seperti: Muatan kepentingan
: r = 0,67
Kesesuaian tema
: r = 0,73
Orientasi
: r = 0,60
Jenis alasan
: r = 0,17
Bentuk bukti
: r = 0,53
Tingkat kritis
: r = 0,87
Kejelasan
: r = 0,87
Cara penyampaian
: r = 0,20
Hasil yang tidak reliabel ini mengharuskan definisi kategori direvisi kembali. Perbaikan definisi kategori secara menyeluruh dilakukan. Pada bulan Juni 2011 kembali melakukan uji kategori tahap kedua. Para juri atau coder diundang untuk mendiskusikan kategori yang telah dirumuskan. Sebanyak 3 coder menghadiri undangan, sementara dua coder lainnya
62 berhalangan karena pekerjaan. Jumlah juri 3 orang masih memenuhi syarat untuk meninjau dan melakukan pengujian kategori. Pada diskusi antara tiga coder yang hadir masih terdapat perbedaan pendapat tentang definisi kategori. Perbaikan dilakukan dan melalui diskusi yang cukup serius, akhirnya diperoleh kesepakatan tentang rumusan definisi kategori sebagaimana dijelaskan di atas. Selanjutnya dilakukan uji coba kategori oleh ketiga coder dan hasilnya adalah: Muatan kepentingan
: r = 0,87
Kesesuaian tema
: r = 1,00
Orientasi
: r = 0,87
Jenis alasan
: r = 0,80
Bentuk bukti
: r = 0,80
Tingkat kritis
: r = 1,00
Kejelasan
: r = 1,00
Cara penyampaian
: r = 1,00
Hasil di atas menunjukkan kategori reliabel, dengan demikian dapat digunakan dalam menganalisis isi pesan dalam dokumen rapat dengar pendapat antara Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Pengolahan dan Analisis data Data yang dikumpulkan diolah melalui langkah-langkah: a.
Pertama dilakukan koding, yaitu memberi tanda pada masing-masing naskah sesuai katergori.
b.
Memasukkan data ke dalam tabel sehingga memudahkan diolah dengan menggunakan statistis melalui software komputer.
c.
Mengolah dengan statistik deskriptif untuk melihat kecenderungan data berdasarkan masing-masing kategori.
d.
Mengolah data dengan statistik korelasi non parametric untuk melihat keterkaitan antara variabel menggunakan rumus Kendall Thau.
e.
Menjawab masalah penelitian perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Pertanian selama tahun 2010.
GAMBARAN UMUM DPR-RI Indonesia salah satu negara demokrasi yang memposisikan DPR-RI sebagai lembaga perwakilan untuk menampung dan menyuarakan aspirasi dan harapan masyarakat. Sebagai perwakilan rakyat, Anggota DPR-RI kekuasaan sangat strategis dan memiliki hak-hak yang cukup istimewa. Banyak angota masyarakat yang berkeinginan menjadi anggota DPR-RI. Hal ini terbukti dari beberapa kali pelaksanaan pemilihan anggota legislatif yang dilakukan, banyak peserta dan sangat bersaing. Calon Anggota DPR-RI dihadapkan pada tanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat sehingga mampu menyatakan pendapat, memilih wakilnya, berani menyampaikan aspirasi, serta turut dalam pengawasan pemerintahan. Sehubungan dengan itu, anggota DPR-RI dituntut melakukan pendekatan-pendekatan komunikasi politik kepada masyarakat sehingga aspirasi masyarakat dan konstituen dapat terserap dan menjadi masukan dalam pelaksanaan fungsi DPR-RI. Dewan Perwakilan Rakyat adalah representasi masyarakat dalam sistem pemerintahan demokrasi. Dewan Perwakilan Rakyat menjadi penyambung lidah masyarakat agar kebijakan yang dirumuskan pemerintah berpihak kepada kepentingan rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia pada tahun 20092014 telah terpilih melalui pemilihan legisltif sebanyak 560 orang (Kompas 2010:ix) . Mereka inilah yang menjadi perwakilan dari sekitar 237 juta jiwa penduduk Indonesia. Mereka inilah yang akan menyuarakan kepentingan rakyat Indonesia sehingga arah kebijakan pemerintahan memperhatikan kepentingan masyarakat. Anggota DPR-RI priode 2009-2014 adalah hasil pemilihan dari 11.219 calon legislatif dan 77 daerah pemilihan. Bila dibandingkan penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,641,326 dengan jumlah anggota DPR-RI 2009-2014 sebanyak 560 orang, maka setiap anggota DPR-RI mewakili sekitar 424.360 penduduk, (BPS 2011) Distribusi anggota DPR-RI terpilih berdasarkan fraksi atau partai dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
64 Tabel 2 Sebaran anggota DPR-RI 2009-2014 berdasarkan fraksi (dalam persen) Fraksi
Jumlah
Fraksi Partai Demokrat
26,40
Fraksi Partai Golkar
18,92
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
16,78
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
10,17
Fraksi Partai Amanat Nasional
8,21
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
6,78
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
5,00
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya
4,64
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat
3,04
N=560 Sebagai representasi rakyat, kewajiban anggota DPR-RI adalah menyerap aspirasi masyarakat yang dijadikan masukan dalam menjalankan tugas sebagai pengawas pemerintah. Penyerapan aspirasi masyarakat dapat dilakukan dengan berkunjung ke daerah pemilihan atau menunggu pengaduan masyarakat yang datang ke DPR Senayan. Atas dasar aspirasi tersebut, dapat dijadikan bahan dalam melaksaakan tugas dan fungsi DPR-RI. Tugas dan wewenang anggota DPR-RI terdiri dari tiga, yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan. Sebagai mana ditetapkan dalam Tata Tertib, DPR-RI mempunyai tugas dan wewenang: a. b.
c.
d.
e.
Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama; Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang; Menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; Membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam huruf c bersama Presiden dan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden; Membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;
65 f.
g.
h. i.
j.
k. l. m. n. o. p. q. r.
s. t.
Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden; Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan APBN; Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang; Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi; Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain; Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD; Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK; Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial; Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden; Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara; Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam undang-undang. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR-RI mengawasi eksekutif
dalam menjalankan atau melaksanakan UU dan
APBN serta pengawasan
terhadap kebijakan Pemerintah. Pelaksanaan fungsi pengawasan dilakukan melalui rapat kerja dan RDP komisi dengan mitra kerja masing-masing atau rapat gabungan komisi, kunjungan kerja, dan membentuk kepanitiaan, seperti
66 Panitia Khusus dan Panitia Kerja untuk menanggapi permasalahan yang berkembang di masyarakat. Kunjungan kerja dilakukan untuk melihat pelaksanaan pembangunan dan menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan anggota. Kunjungan kerja dilakukan ke daerah pemilihan paling sedikit satu kali setiap dua bulan atau enam kali dalam satu tahun, dengan waktu paling lama lima hari, yang dilaksanakan di luar masa reses dan di luar sidang-sidang DPR-RI. Hasil kunjungan kerja dapat dijadikan bahan dalam rapat kerja, RDP, RDP umum. Selain itu anggota dalam satu daerah pemilihan dapat membentuk rumah aspirasi. Rumah aspirasi berfungsi untuk menerima dan menghimpun aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat menjadi bahan untuk melaksanakan fungsi DPR-RI. DPR-RI RI juga membuka kesempatan luas bagi publik untuk menyampaikan informasi. Masyarakat
dapat menyampaikan aspirasi dan
pengaduan baik secara langsung maupun pengaduan secara tertulis. Delegasi masyarakat yang langsung datang ke DPR-RI dan diterima Pimpinan Dewan untuk menyampaikan aspirasinya selama periode 2004-2009 terbagi atas beberapa bidang dan asal delegasi.
Masyarakat juga dapat menyampaikan
pengaduan atau aspirasi melalui surat, faksimili, atau e-mail yang ditujukan kepada pimpinan DPR-RI atau pimpinan komisi yang terkait. Ketiga fungsi DPR-RI, legislasi, anggaran dan pengawasan bagian dari satu kesatuan tugas yang tidak dipisahkan. Karena antara fungsi tersebut dapat berlangsung secara bersamaan. Namun fungsi DPR-RI yang lebih dekat dengan penelitian ini adalah fungsi pengawasan. Karena dalam RDP antara komisi DPRRI dengan pemerintah bahan yang sering dibahas adalah hasil temuan DPR-RI yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Fungsi legislasi dapat juga dilakukan komisi DPR-RI dalam menyusun draft Undang-Undang dengan mengundang pemerintah atau kementerian terkait. Sedangkan fungsi anggaran dapat dilakukan oleh komisi DPR-RI dengan mengundang pemerintah atau kementerian terkait. Agar kedudukan Anggota DPR-RI kuat sebagai representasi masyarakat DPR-RI diberikan hak-hak istimewa seperti. hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendakat serta hak-hak lainnya yang diatur oleh undang-undang.
67
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundangundangan.Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas: (a) Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional (b) Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket (c) Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Hak istimewa yang diberikan kepada anggota DPR agar dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tidak terkendala oleh birokrasi dan hukum. Profil Anggota DPR-RI 2009-2014 Sebagai representasi masyarakat, banyak masyarakat menggantungkan harapan kepada DPR-RI. Sebagai wakil yang dipilih oleh rakyat, Anggota DPRRI membawa kepentingan rakyat untuk dijadikan masukan dalam merumuskan kebijakan pemerintahan. Karena itu, pemerintahan dan pembangunan Indonesia berpihak kepada masyarakat tergantung kepada kinerja anggota DPR-RI yang berpihak kepada rakyat. Kinerja diharapkan lebih baik karena Anggota DPR sekarang menunjukkan karakteristik yang lebih baik. Sebagai gambaran umum misalnya tingkat pendidikan meningkat dari priode sebelumnya. Tingkat pendidikan Anggota DPR-RI 2009-2014 adalah sebagai berikut:
68 Tabel 3 Sebaran Anggota DPR-RI 2009-2014 berdasarkan tingkat pendidikan (dalam persen) Tingkat Pendidikan Jumlah SMA dan sederajat Diploma Sarjana (S1) Magister (S2) Doktor (S3) Tidak menyebutkan N=560
5.89 2.32 47.32 34.64 7.68 2.15 Sumber : Diolah dari Renstra DPR-RI 2009-2014
Dengan, komposisi tingkat pendidikan Anggota Dewan periode 2009-2014 yang didominasi sarjana pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan semakin bekualitas. Dalam fungsi legislasi, Anggota Dewan akan membuat Undang-undang yang memiliki jauh ke depan dan berpihak kepada rakyat. Menyusun anggaran yang akan lebih memperhatikan prioritas dan perimbangan. Dalam melakukan pengawasan yang lebih kritis dan komprehensif. Representasi Perempuan Representasi perempuan Anggota Dewan DPR-RI periode 2009-2014 terdapat 98 orang atau sekitar 17,7%. Hal tersebut diharapkan dapat mengaktualisasikan permasalahan kaum perempuan. Walaupun representasi yang diharapkan sekitar 30 % belum terpenuhi, keadaan ini telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada kaum perempuan untuk menyuarakan kepentingan mereka dalam pemerintahan.
Namun jika dibandingkan dengan
proporsi penduduk Indonesia secara umum, maka representasi perempuan pada lembaga perwakilan perlu ditingkatkan. Pekerjaan Awal Sebagaimana data yang diperoleh DPR-RI dari KPU, Anggota Dewan pada periode ini yang berasal dari DPR-RI periode sebelumnya sekitar 165 orang atau 29,7%. Sedangkan sisanya, sekitar 70% adalah anggota baru. Di antara anggota baru tersebut, 183 atau 33% menyatakan pekerjaan awalnya sebagai pegawai swasta, 13% adalah wirausahawan, dan 8% merupakan PNS. Kelompok lain sebanyak 52 orang berprofesi sebagai dokter, pimpinan pesantren, dan profesi
69 lainnya. Anggota baru ini diharapkan dapat membawa suara realitas masyarakat dan memberi warna baru dalam pelaksanaan fungsi DPR-RI. Umur Profil Anggota DPR-RI dari komposisi kelompok umur sebagian besar atau 41% berusia 41-50 tahun. Jika diasumsikan bahwa Anggota Dewan menjalani karir politiknya sejak bergelar sarjana, maka sebagian besar merupakan politisi kelompok usia menengah. Sedang 38% Anggota lainnya berusia lebih dari 50 tahun. Dengan demikian Anggota DPR-RI didominasi oleh politisi usia menengah dan dewasa yang sudah dapat mengontrol perilaku komunikasinya. Citra Sesaat menerima tanggunggjawab sebagai Anggota Dewan priode 20092014, citra negatif telah menjadi beban yang perlu dikikis habis. Perilaku kurang terpuji Anggota DPR-RI terdahulu tidak akan terulang pada anggota baru. Perilaku negatif Anggota DPR-RI terdahulu umumnya tidak dapat diterima oleh masyarakat umum. Menurut hasil penelitian barometer Korupsi Global 2009 sebagaimana dikutip oleh Rencana Strategis DPR-RI 2009-2014, citra buruk DPR-RI yang diberitakan oleh media massa adalah: a. Anggota DPR-RI acapkali tidak hadir dalam rapat Dewan, kurang disiplin terhadap jadwal rapat, dan bahkan tertidur pada saat rapat dan persidangan berlangsung. b. Kualitas pertanyaan dan pernyataan Anggota Dewan tidak tajam dan tidak fokus. c. Anggota Dewan mudah tersinggung, tidak dapat menahan emosi, beradu mulut, dan mengeluarkan kata-kata yang tidak layak menurut ukuran etika umum. d. Kunjungan Anggota Dewan ke luar negeri dinilai kurang efektif. Perilaku Anggota Dewan priode 2009-2014 masih ada yang seperti diberitakan. Hasil penelitian Lembaga LSI (Lingkaran Survei Indonesia) bulan September 2011 menunjukkan sebagian besar (76,6%) masyarakat tidak percaya pada politisi, (Suara Anda Metro TV 3 Oktober 2011 pukul 19.00). Walaupun masih ditermukan kinerja anggota DPR-RI yang kurang sesuai terpuji, harapan masyarakat kepada DPR-RI tetap digantungkan. Karena lembaga DPR-RI sebagai perwakilan rakyat tempat masyarakat menggantungkan harapan.
70 Bila lembaga ini tidak lagi amanah pada tugas dan fungsinya, dapat diduga program dan kebijakan pembangunan pemerintah tidak mensejahterakan rakyatnya. Sebagaimana fungsinya Anggota DPR-RI penyalur aspirasi rakyat, akan membawa pemerintahan ke arah kepentingan rakyat. Badan Kelengkapan Berkaitan dengan penguatan dan pengefektifan kelembagaan DPR-RI RI dalam menjalankan fungsinya, DPR membentuk alat kelengkapan. Pembentukan alat kelengkapan DPR-RI agar dapat menampung semua persoalan kenegaraan. Alat kelengkapan DPR-RI adalah; Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Urusan Rumah Tangga, Badan Kerja Sama Antar Parlemen, Badan Kehormatan, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, Panitia Khusus, dan Komisi. (Tata Tertib DPR-RI 2009-2014) Pimpinan Pimpinan DPR-RI adalah alat kelengkapan DPR-RI dan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR-RI. Masa jabatan pimpinan DPR-RI sama dengan masa keanggotaan DPR-RI. Pimpinan DPR-RI bertugas: 1. Memimpin sidang DPR-RI dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan; 2. Menyusun rencana kerja pimpinan; 3. Melakukan koordinasi dalam upaya mensinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR-RI; 4. Menjadi juru bicara DPR-RI; 5. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR-RI; 6. Mewakili DPR-RI dalam berhubungan dengan lembaga negara lainnya; 7. Mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR-RI; 8. Mewakili DPR-RI di pengadilan; 9. Melaksanakan keputusan DPR-RI berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 10. Menyusun rencana anggaran DPR-RI bersama Badan Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan 11. Menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR-RI yang khusus diadakan untuk itu.
71 Selanjutnya
dalam
melaksanakan
tugasnya,
Pimpinan
DPR-RI
bertanggung jawab kepada Rapat Paripurna DPR-RI. Badan Musyawarah Badan Musyawarah dibentuk oleh DPR-RI dan merupakan alat kelengkapan DPR-RI yang bersifat tetap. DPR-RI menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR-RI dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah anggota berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna. Ketua dan/atau sekretaris fraksi karena jabatannya menjadi anggota Badan Musyawarah. Pimpinan DPR-RI karena jabatannya juga sebagai pimpinan Badan Musyawarah dan dalam hal ini Pimpinan DPR-RI tidak merangkap sebagai anggota dan tidak mewakili fraksi. Badan Musyawarah bertugas: 1. Menetapkan agenda DPR-RI untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya; 2. Memberikan pendapat kepada pimpinan DPR-RI dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPR-RI; 3. Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPR-RI yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing; 4. Mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal undang-undang mengharuskan Pemerintah atau pihak lainnya melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPR-RI; 5. Menentukan penanganan suatu rancangan undang-undang atau pelaksanaan tugas DPR-RI lainnya oleh alat kelengkapan DPR-RI; 6. Mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi yang telah dibahas dalam konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR-RI; dan 7. Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada Badan Musyawarah. Badan Legislasi Badan Legislasi dibentuk oleh DPR-RI dan merupakan alat kelengkapan DPR-RI yang bersifat tetap. DPR-RI menetapkan susunan dan keanggotaan
72 Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR-RI dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR-RI dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Badan Legislasi bertugas: 1. Menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR-RI dengan mempertimbangkan masukan dari DPD; 2. Mengkoordinasikan penyusunan program legislasi nasional antara DPR-RI dan Pemerintah; 3. Menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR-RI berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; 4. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR-RI; 5. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional; 6. Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah; 7. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus; 8. Memberikan masukan kepada pimpinan DPR-RI atas rancangan undangundang usul DPD yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan 9. Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundangundangan pada akhir masa keanggotaan DPR-RI untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya. Badan Anggaran Badan Anggaran dibentuk oleh DPR-RI dan merupakan alat kelengkapan DPR-RI yang bersifat tetap. DPR-RI menetapkan susunan dan
73 keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR-RI dan pada permulaan tahun sidang. Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi. Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Badan Anggaran bertugas: 1. Membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam menyusun usulan anggaran; 2. Menetapkan pendapatan negara bersama Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi terkait; 3. Membahas rancangan undang-undang tentang APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh menteri dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan Pemerintah mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga; 4. Melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga; 5. Membahas laporan realisasi dan prognosis yang berkaitan dengan APBN; dan 6. Membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan oleh komisi. Anggota komisi dalam Badan Anggaran harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugas kepada komisi. Badan Urusan Rumah Tangga Badan Urusan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat BURT, dibentuk oleh DPR-RI dan merupakan alat kelengkapan DPR-RI yang bersifat tetap. DPR-RI menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BURT ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang dijabat oleh
74 ketua DPR-RI dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. BURT bertugas: 1. Menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR; 2. Melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR; 3. Melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah; 4. Menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan Badan Urusan Rumah Tangga kepada setiap anggota; dan 5. Menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu. Badan Kerjasama Antara Parlemen Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR-RI dan merupakan alat kelengkapan DPR-RI yang bersifat tetap. DPR-RI menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR-RI dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR-RI dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. BKSAP bertugas: 1. Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR-RI dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain;
75 2. Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPRRI; 3. Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR-RI ke luar negeri; dan 4. Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR-RI tentang masalah kerja sama antarparlemen. Badan Kehormatan Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR-RI dan merupakan alat kelengkapan DPR-RI yang bersifat tetap. DPR-RI menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR-RI dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 11 (sebelas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR-RI dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Tata cara pelaksanaan tugas Badan Kehormatan diatur dengan peraturan DPR-RI tentang tata beracara Badan Kehormatan. Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Akuntabilitas Keuangan Negara sebagai alat bersifat
tetap,
yang
berfungsi
untuk
kelengkapan
menindaklanjuti
yang
laporan
hasil
pemeriksaan BPK RI dalam hal pengawasan penggunaan keuangan Negara Sehingga diharapkan keberadaan BAKN ini berkontribusi positif dalam pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas penggunaan keuangan negara. Dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugas serta wewenang BAKN sebagai lembaga yang baru dibentuk, maka harus dapat menjaga kredibilitas atau
kepercayaan
pengawasan Dewan.
publik/masyarakat
dalam
melaksanakan
fungsi
76 Didalam Tata Tertib DPR-RI BAKN bertugas : Melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR-RI; b. Menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi; c. Menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; d. Dan memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan. e. Mengadakan rapat untuk melakukan penelaahan atas laporan hasil pemeriksaan BPK; f. Menyampaikan hasil telaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi berupa ringkasan temuan beserta analisis kebijakan berdasarkan hasil pemeriksaan semester BPK dan hasil temuan pemeriksaan dengan tujuan tertentu setelah BPK menyerahkan hasil temuan kepada DPR-RI; g. Dapat menyampaikan hasil telaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada alat kelengkapan selain komisi; h. Mengadakan pemantauan atas tindak lanjut hasil telaahan yang disampaikan kepada komisi; dan/atau i. Membuat evaluasi dan inventarisasi atas tindak lanjut yang dilaksanakan oleh komisi. j. Dapat mengadakan koordinasi dengan unsur pimpinan komisi untuk membicarakan hasil pembahasan komisi atas hasil temuan pemeriksaan BPK; k. Dapat mengadakan rapat dengan komisi yang meminta penelaahan lanjutan atas hasil temuan pemeriksaan BPK; l. Dapat meminta penjelasan kepada BPK untuk menindaklanjuti penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;dan/atau m. Menyampaikan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c kepada pimpinan DPR-RI dalam rapat paripurna setelah terlebih dahulu dibicarakan dengan komisi.
a.
Panitia Khusus Panitia khusus dibentuk oleh DPR-RI dan merupakan alat kelengkapan DPR-RI yang bersifat sementara. DPR-RI menetapkan susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna paling banyak 30 (tiga puluh) orang. Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
77 Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Fraksi
yang mendapatkan komposisi pimpinan panitia khusus
mengajukan satu nama calon pimpinan panitia khusus kepada pimpinan DPRRI untuk dipilih dalam rapat panitia khusus. Pemilihan pimpinan panitia khusus dilakukan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR-RI setelah penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus. Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna dan dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah apabila panitia khusus belum dapat menyelesaikan tugasnya. Panitia khusus dibubarkan oleh DPR-RI setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. Komisi Menurut KBBI Online (2011) ko·mi·si (n) sekelompok orang yg ditunjuk (diberi wewenang) oleh pemerintah, rapat, dsb untuk menjalankan fungsi (tugas) tertentu: ia menjadi anggota -- khusus untuk menyelidiki kecelakaan kapal terbang tsb; Komisi di DPR-RI adalah kelompok kerja Anggota Dewan yang khusus menjalankan tugas DPR-RI dalam bidang tertentu. Jumlah Komisi, Pasangan Kerja Komisi dan Ruang Lingkup Tugas Komisi diatur lebih lanjut dengan Keputusan DPR-RI yang didasarkan pada institusi pemerintah, baik lembaga kementerian negara maupun lembaga non-kementerian, dan sekretariat lembaga negara, dengan mempertimbangkan keefektifan tugas DPR-RI. Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan oleh DPR-RI dalam Rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR-RI dan pada permulaan Tahun
78 Sidang. Setiap Anggota, kecuali Pimpinan MPR dan DPR-RI, harus menjadi anggota salah satu komisi. Tugas Komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan Rancangan UndangUndang yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya. Tugas Komisi di bidang anggaran lain: 1. Mengadakan Pembicaraan Pendahuluan mengenai penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah; dan 2. Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan pemerintah. Tugas komisi di bidang pengawasan antara lain: 1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya; 2. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya; 3. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; serta 4. Membahas dan menindklanjuti usulan DPD. Komisi dalam melaksanakan tugasnya dapat: mengadakan Rapat kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan RDP dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan RDP Umum, mengadakan kunjungan kerja dalam Masa Reses. Komisi melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerinah yang dapat diaktualisasikan dengan RDP, RDP Umum, Rapat Kerja. Dalam RDP, komisi mengudang pemerintah datang ke kantor DPR-RI untuk memberikan penjelasan tentang masalah yang ditemukan oleh anggota komisi selama mengadakan kunjungan kerja atau reses ke daerah. Berikut adalah gambaran jumlah komisi DPR-RI 2009-2014, bidang kerja dan lembaga mitra kerjanya.
79 Tabel 4 Bidang kerja komisi DPR-RI 2009-2014 dan lembaga mitra kerjanya Komisi I
II
III
Bidang Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri Komunikasi dan Informatika
Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Kepemiluan Pertanahan dan Reforma Agraria
Hukum HAM Keamanan
Mitra Kerja Kementerian Pertahanan Kementerian Luar Negeri Panglima TNI dan Mabes TNI AD, AL dan AU Kementerian Komunikasi dan Informatika Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Badan Intelijen Negara (BIN) Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) LPP Televisi Republik Indonesia (TVRI) LPP Radio Republik Indonesia (RRI) Dewan Pers Perum LKBN ANTARA Komisi Informasi Kementerian Dalam Negeri Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Menteri Sekretaris Negara Sekretaris Kabinet Lembaga Administrasi Negara (LAN) Badan Kepegawaian Negara (BKN) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Arsip Nasional RI (ANRI) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Ombudsman Republik Indonesia Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Kejaksaan Agung Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisi Hukum Nasional Komisi Nasional HAM (KOMNAS HAM) Setjen Mahkamah Agung Setjen Mahkamah Konstitusi Setjen MPR Setjen DPD Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Komisi Yudisial Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Badan Narkotika Nasional (BNN)
80 Komisi IV
V
VI
VII
Bidang Pertanian Perkebunan Kehutanan Kelautan Perikanan Pangan Perhubungan Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Perdagangan Perindustrian Investasi Koperasi, UKM dan BUMN Standarisasi Nasional
Energi Sumber Daya Mineral Riset dan Teknologi Lingkungan Hidup
Mitra Kerja (lanjutan Tabel 4) Kementerian Pertanian Kementerian Kehutanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Badan Urusan Logistik Dewan Maritim Nasional Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Perhubungan Kementerian Perumahan Rakyat Kementerian Pembangunan Daerah Teringgal Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Badan SAR Nasional Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo (BPLS)
Kementerian Perindustrian Kementerian Perdagangan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Menteri Negara BUMN Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Badan Standarisasi Nasional (BSN) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Menteri Negara Lingkungan Hidup Menteri Negara Riset dan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dewan Riset Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Badan Tenaga Nuklir (BATAN) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETAN) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Hulu Migas PP IPTEK Lembaga EIKJMEN
81 Komisi VIII
Bidang Agama Sosial Pemberdayaan Perempuan
IX
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kependudukan Kesehatan
X
Pendidikan Pemusa Olahraga Pariwisata Kesenian Kebudayaan Keuangan Perencanaan Pembangunan Nasional Perbankan Lembaga Keuangan Bukan Bank
XI
Mitra Kerja (lanjutan Tabel 4) Kementerian Agama RI Kementerian Sosial Rl Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kementerian Kesehatan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi badan Kkoordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Badan Pengawas Obat dan Makanan BNP2TKI PT Askes ( Persero) PT. Jamsostek( Persero) Kementerian Pendidikan Nasional Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Perpustakaan Nasional
Kementerian Keuangan RI Menteri Perencanaan dan Pembangunan/Kepala BAPPENAS Bank Indonesia Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Badan Pusat Statistik (BPS) Setjen BPK RI Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP)
Komisi DPR-RI mengadakan Rapat Dengan Pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili instanstinya untuk meninjdaklanjuti hasil pengawasan. Dalam RDP anggota komisi membawa bahan yang diperoleh dari lapangan seperti hasil reses dan kunjungan kerja. Anggota DPR-RI menyampaikan permsalahan masyarakat kepada pemerintah agar mendapat perhatian dan segera mendapat jalan keluar. Dalam RDP diperlukan keahlian berkomunikasi agar permasalahan yang disampaikan menjadi penting dan segera diselesaikan.
82 Komisi IV DPR-RI Komisi IV DPR-RI selama tahun 2010 telah mengadakan RDP dengan Kementerian Pertanian sebanyak tujuh kali. Penelitian ini akan mendeskripsikan perilaku komunikasi antara Anggota komisi IV DPR-RI dengan Kementerian Pertanian. Perilaku komunikasi yang dimaksud adalah bagaimana muatan pesan yang dikandung, orientasi, kesauaian, bentuk argumenasi, sikap kritis, dan kejelasan pesan yang disampaikan. Karakteristik Anggota DPR-RI Komisi IV Sebelum
mendeskripsikan
perilaku
komunikasi,
terlabih
dahulu
digambarkan karakteristik Anggota DPR-RI Komisi IV yang beranggotakan 53 orang. Jenis kelamin Tabel 5 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan jenis kelamin (dalam persen) Jenis kelamin Jumlah Laki-laki 88.7 Perempuan 11.3 N=53 Dari Tabel 5 dapat diketahui anggota DPR-RI komisi IV lebih banyak laki-laki yaitu sebanyak 88,7% Keterwakilan perempuan di komisi IV DPR-RI sebanyak 11,3 %. Data ini menunjukkan bahwa perempuan kurang tertarik komisi IV yang membidangi pertanian. Data ini sekaligus mengindikasikan bahwa perempuan kurang tertarik pada politik, karena tidak banyak yang mencalonkan diri dan terpilih sewaktu pemilihan umum tahun 2009. Sebagaimana hasil penelitian Diekman & Schneider (2010) menunjukkan masih kuatnya pengaruh social role theory di masyarakat. Dalam teori peran social antara laki-laki dan perempuan sering dibedakan. Perempuan berperan mengurus rumah dan tinggal di rumah sedankan laki-laki berperan sebagai pencari nafkah bekerja di luar rumah. Politik adalah dunia laki-laki sedangkan masakan adalah dunianya perempuan (Krolekke & Sorensen 2006). Hasil penelitian Barton dan Bucy terhadap artikel publikasi dari tahun 1993 – 2006 (2008) terdapat perbedaan yang lemah antara laki-laki dan perempuan. Perempuan lebih sedikit
83 (23,7%) yang tertarik menulis masalah politik sedangkan laki-laki 76,3%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketertarikan perempuan dalam komunikasi politik cenderung lebih rendah daripada laki-laki. Bila jumlah dan ketertarikan perempuan dalam legislatif rendah, maka kepentingan
perempuan
kurang
teraktualisasikan.
Karena
suara
yang
memperjuangkan kepentingan mereka akan kecil. Hanya perempuan yang mengetahui secara persis kepentingan perempuan. Walaupun laki-laki bersedia memperjuangkan kepentingan perempuan, namun laki-laki tidak mengerti sepenuhnya apa yang diinginkan oleh perempuan, (Kramatae dalam Griffin 2006). Diharapkan tumbuhnya kesadaran dan ketertarikan perempuan dalam bidang politik sehingga kepentingan perempuan dapat diperjuangkan dalam setiap kebijakan politik yang dihasilkan. (Soetjipto 2000). Umur Anggota DPR-RI Komisi IV memiliki rentang umur termuda 33 tahun dan tertua berumur 68 tahun. Karena jarak umur dari yang termuda sampai tertua cukup jauh, maka dijadikan beberapa kelompok. Kelompok umur dibuat rentang 10 tahun menjadi empat level interval, yaitu kurang dari 41 tahun, 41 – 50 tahun, 51 – 60 tahun dan di atas 60 tahun. Berikut ini gambaran kelompok umur Anggota DPR-RI komisi IV: Tabel 6 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan kelompok umur (dalam persen) Kelompok umur Jumlah ≤ 40 tahun 11.3 41-50 tahun 35.8 51-60 tahun 37.8 > 60 tahun 15.1 N=53 Dari Tabel 6 dapat diketahui umur anggota DPR-RI komisi IV lebih banyak (37,7 %) berada pada kelompok 51-60 tahun. Urutan kedua adalah kelompok umur 41- 50 tahun sebanyak 35,8 %. Kelompok umur lebihd ari 60 tahun sebanyak 15,1% dan umur dibawah 41 tahun sebanyak 11,3%. Data tersebut menunjukkan bahwa umur anggota DPR-RI komisi IV dominan pada umur di atas 40 tahun. Umur di atas 40 tahun menunjukkan
84 kedewasaan dan kamatangan psikologis. Umur yang semakin tua semakin banyak pengalaman hidup yang dilalui sehingga sudah mempunyai cara atau kiat untuk menghadapi berbagai masalah kemasyarakatan. Agama Tabel 7 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan agama (dalam persen) Agama Jumlah Islam 77.3 Protestan 13.2 Hindu 5.7 Budha 1.9 Katholik 1.9 N=53
Dari Tabel 7 dapat diketahui anggota DPR-RI komisi IV lebih banyak (77,3%) yang memeluk agama Islam, disusul Protestan 13,2%, Hindu 5,7%, Budha 1,9%, dan Katholik 1,9%. Gambaran ini menunjukkan kondisi agama yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Agama Islam lebih banyak sebagaimana mayoritas masyarakat beragama Islam. Anggota Komisi IV DPR-RI dilihat dari agama, mewakili semua agama yang ada di Indonesia. Jumlah anggota setiap agama cukup proporsional sesuai dengan kondisi penganut agama masyarakat di Indonesia. Tingkat Pendidikan Tabel 8 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan tingkat pendidikan (dalam persen) Tingkat Pendidikan Jumlah SMU/sederajat 11.3 S1 41.5 S2 37.8 S3 9.4 N=53 Dari Tabel 8 dapat diketahui tingkat pendidikan anggota DPR-RI komisi IV paling banyak (41,5%) adalah Sarjana strata satu disusul Sarjana strata dua 37,8%. Anggota komisi IV yang berpendidikan Sarjana Strata tiga sebanyak 9,4 %. Sedangkan tingkat pendidikan SMU atau sederajat sebanyak 11,3 %.
85 Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dominan sarjana akan menunjukkan kualitas berpikir dan daya analitis yang sangat baik. Pendidikan
yang
tinggi
dapat
mengarahkan
seseorang
untuk
lebih
mengedepankan rasionalitas dalam menghadapi masalah. Sedangkan pendidikan yang kurang sering mengedepankan emosional dalam menghadapi masalah. Dengan demikian pendidikan anggota komisi IV yang tinggi merupakan modal yang sangat baik dalam pembahasan agenda rapat. Mereka dalam membahas persoalan mengutamakan pendekatan rasional, kritis, tidak emosional, pandangan luas, dan tidak cepat puas. Pada gilirannya hasil pembahasan agenda rapat akan lebih bermutu dan komprehensif. Sebagaimana dikemukakan oleh Ruben (1992) Anderson & Martin (1995) Delia (dalam Griffin 2006) pendidikan yang baik akan meningkatkan kemampuan untuk menganalisis permasalahan secara komprehensif sehingga solusi yang diambil lebih baik daripada yang kurang berpendidikan. Tingginya tingkat pendidikan anggota DPR-RI komisi IV akan menjadikan pembahasan agenda rapat lebih seksama dan komprehensif sehingga menemukan solusi yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat. Fraksi Anggota DPR-RI komisi IV terdiri dari 53 orang yang diwakili oleh 9 fraksi. Proporsi anggota DPR-RI komisi IV setiap fraksi dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 9 Sebaran anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan fraksi (dalam persen) Jumlah Fraksi Demokrat 22.6 Golkar 18.9 PDIP 18.9 PKS 11.3 PAN 7.5 PPP 7.5 PKB 5.7 Gerindra 3.8 Hanura 3.8 N=53
86 Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa Anggota DPR-RI komisi IV dari Fraksi Demokrat sebanyak 22,6 % yang disusul oleh Fraksi Golongan Karya sebanyak 18,9%, Fraksi PDIP sebanyak 18,9 %. Fraksi PKS sebanyak 11,3 %, Fraksi PAN sebanyak 7,5 % dan Fraksi PPP sebanyak 7,5 %, Fraksi PKB sebanyak 5,7 %, Fraksi Gerindra sebanyak 3,8%, dan Fraksi Hanura masingsebanyak 3,8%. Jumlah wakil masing-masing fraksi di komisi IV sesuai dengan banyaknya anggota fraksi di DPR-RI hasil pemilihan umum. Anggota fraksi disebar secara berimbang ke semua komisi agar ada wakil fraksi di masing-masing komisi. Jumlah anggota masing-masing fraksi proporsional dengan hasil pemilihan umum sebagaimana digambarkan di Tabel 2 di atas. Jumlah anggota yang besar dapat menguntungkan bagi Fraksi, karena dalam RDP akan terjadi saling dukung antara sesama anggota fraksi. Sebaliknya jumlah anggota yang kecil, akan sedikit pula memperoleh dukungan sesama anggota fraksi. Fraksi Partai Demokrat adalah partai pemerintah yang berkuasa. Fraksi dari partai pemerintah berkuasa cenderung mendukung dan membela kebijakan pemerintah dalam rapat. Karena fraksi Demokrat adalah bagian dari pemerintah yang berkuasa. Enam fraksi terbesar DPR-RI adalah tergabung dalam partai politik koalisi pemerintah. Enam fraksi yang dimaksud adalah (Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PKB, dan PPP). Dapat diduga anggota partai koalisi akan mendukung kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan tujuan pembentukan koalisi. Jenis Pekerjaan Awal Tabel 10 Jumlah anggota DPR-RI komisi IV berdasarkan jenis pekerjaan awal (dalam persen) Jenis pekerjaan awal Jumlah Pengusaha 34.0 Aktivis 26.4 Kader partai 26.4 Dosen 5.6 PNS 3.8 TNI/Polri 3.8 N=53
87 Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa pekerjaan Anggota DPR-RI komisi IV sebelum terpilih menjadi anggota legislatif lebih banyak sebagai pengusaha 34%. Bekerja sebagai aktivis sebanyak 26,4 %, sebagai kader partai sebanyak 26,4%, sebagai dosen sebanyak 5,6 %, sebagai PNS 3,8% dan sebagai TNI/Polri 3,8%. Namun bila kader partai dan aktivis dipandang sebagai sama-sama ranah politik, maka proporsi bidang pekerjaan anggota DPR-RI komisi IV sebelum menjadi anggota legislatif didominasi oleh bidang politik (26,4% + 26,8% = 52,8%). Hal ini memberi arti bahwa pekerjaan komunikasi politik sudah terbiasa dilakukan oleh anggota DPR-RI komisi IV sebelum mereka terpilih menjadi anggota legislatif. Karena sebagai aktivis dan kader partai, komunikasi politik sudah biasa digeluti. Lebih lanjut bidang kehidupan yang berhubungan dengan usaha memperoleh dan berbagi kekuasaan serta komunikasi politik untuk mempengaruhi orang lain atau usaha memperoleh dan berbagi kekuasaan sering dilakukan. Masa bakti Masa bakti yang dimaksud adalah waktu yang dilalui menjadi anggota legislatif atau DPR-RI. Masa bakti dapat juga dikatakan pengalaman, yaitu priode yang sudah ditempuh menjadi anggota legislatif atau DPR-RI. Sementara priode adalah masa jabatan yang dilalui sebagai anggota DPR-RI sudah ditetapkan 5 tahun. Priode pertama artinya baru tahun 2009-2014 menjadi anggota DPR-RI. Berikut ini data pengalaman atau masa bakti anggota DPR-RI komisi IV: Tabel 11 Sebaran DPR-RI komisi IV berdasarkan masa bakti (dalam persen) Masa bakti Jumlah Priode pertama 56.6 Priode kedua 22.6 Priode ketiga 15.1 Priode keempat 1.9 Priode keenam 3.8 N=53 Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa lebih banyak (56,6%) anggota komisi IV memiliki basa bakti priode pertama menjadi anggota DPR-RI. Sebagian kecil yang sudah memiliki masa bakti lebih dari dua priode. Anggota DPR-RI
88 komisi IV yang memiliki pengamalan satu priode baru beranjak 2 tahun (20092010) menjadi anggota legislative pada waktu penelitian ini dilakukan. Pengalaman baru dapat menjadi faktor kurang memahami mekanisme dan persoalan yang dihadapi. Pengalaman yang kurang dapat menjadi bersifat pasif dan cenderung menjajaki situasi. Pengalaman baru sebagai anggota legislatif dapat pula menjadi penyebab perilaku lebih antusias dan bersemangat untuk menunjukkan eksistensi.
Semangat dan antusias dalam prakteknya banyak
berkiprah dalam RDP yang ditandai sering mengemukakan pendapat. Bila ditinjau lebih lanjut, anggota komisi IV yang berpengalaman priode pertama berasal dari fraksi Demokrat, Gerindra, dan Hanura. Partai Demokrat, Hanura, dan Gerindra adalah partai yang baru berdiri dan mengikuti dua masa pemilihan umum 2004-2009 dan 2009-2014. Partai ini relatif masih dianggap baru dalam dunia politik. Sedangkan anggota yang berpengalaman lebih dari tiga priode berasal dari partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ketiga partai ini sudah berdiri sejak pemerintahan orde baru. Pengalaman anggota partai ini dalam dunia politik dan anggota legislatif relatif sudah sangat banyak. Menurut pengamatan beberapa kali melalui media televisi, kemampuan komunikasi politik kader-kader dari partai-partai lama lebih baik daripada kemampuan kader-kader partai baru. Pernyataan-pernyataan politik yang disampaikan oleh kader partai Golkar, PDI Perjuangan dan PPP lebih strategis dan taktis. Sedangkan pernyataan-pernyataan politik dari kader partai yang baru cenderung emosional dan kadangkala mengundang polemik. Perbedaan kemampuan komunikasi politik yang ditampilkan melalui televisi merupakan gambaran dari perbedaan pengalaman politik yang mereka lewati.
PERILAKU KOMUNIKASI Agenda Rapat Selama tahun 2010, DPR-RI komisi IV telah mengadakan RDP dengan Kementerian Pertanian sebanyak tujuh kali rapat. Berikut ini adalah permasalah agenda yang dibahas dalam rapat selama tahun 2010. 1. 2. 3. 4. 5.
Masalah Beras Miskin (Raskin). Permalasahan Swasembada Daging 2014. Program Swasembada Daging 2014. Realisasi Anggaran Tahun 2009 dan Rencana Anggaran Tahun 2010. Swasembada Daging (Regulasi Impor Sapi dan Daging serta Regulasi KUPS). 6. Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian. 7. Tindak Lanjut Kunjungan Kerja ke Tj. Priuk dan Audiensi Komisi IV dengan Himpunan Pedagang Unggas Jakarta. Untuk menyederhanakan penulisan, jenis agenda tersebut selanjutnya
dituliskan dengan agenda dan nomornya. Agenda 1 = Masalah Beras Miskin (Raskin). Agenda 2 = Perrmasalahan Swasembada Daging 2014. Agenda 3 = Program Swasembada Daging 2014. Agenda 4 = Realisasi Anggaran Tahun 2009 dan Rencana Anggaran Tahun 2010. Agenda 5 = Swasembada Daging (Regulasi Impor Sapi dan Daging, Regulasi KUPS). Agenda 6 = Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian. Agenda 7 = Tindak Lanjut Kunjungan Kerja ke Tj. Priuk dan Audiensi Komisi IV dengan Himpunan Pedagang Unggas Jakarta. Dari tujuh jenis agenda yang dibahas selama tahun 2010, ada dua (28,57 %) masalah yang berhubungan langsung dengan petani dan masyarakat bawah, yaitu Agenda 2 (Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk ) dan Agenda 4 (Beras Untuk Masyarakat Miskin). Sementara (71,43%) agenda lainnya berhubungan tidak langsung dengan kepentingan petani. Keberpihakan kepada petani tampak lemah dalam memilih agenda RDP selama tahun 2010. Anggota DPR-RI komisi IV lebih tertarik membahas agenda yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah daripada yang berhubungan dengan kebutuhan langsung petani. Data ini dapat memberi arti bahwa anggota DPR-RI komisi IV belum memperhatikan kepentingan masyarakat petani, tetapi lebih mementingkan kebutuhan pemerintah. Ketertarikan pada program pemerintah semakin tampak
90 pada seringnya mereka membahas Swasembada Daging 2014. Swasembada Daging 2014 dibahas sebanyak tiga kali kesempatan (42,86 %) dari agenda rapat lainnya. Timbul pertanyaan, mengapa komisi IV DPR- RI lebih banyak membahas program pemerintah daripada kebutuhan petani langsung? Faktanya, menurut anggota komisi IV swasembada daging lebih penting daripada subsidi pupuk untuk pertanian. Dalam teori pertukaran sosial yang dikemukakan oleh B.F. Skinner (1937) dijelaskan bahwa manusia lebih tertarik pada sesuatu hubungan yang memberikan ganjaran keuntungan (reward) daripada yang merugikan. Bila hubungan tersebut menimbulkan keuntungan akan cenderung diulangi. Bila hubungan tersebut merugikan, akan dihindari, http://www3. uakron.edu/witt/fc/ fcnote5b.htm. Bila dikaitkan pendapat Skinner dengan data di atas, dapat dikatakan bahwa komisi IV DPR-RI merasa lebih menguntungkan membahas program pemerintah daripada kebutuhan petani langsung. Keuntungan yang diperoleh anggota komisi IV dalam membahas swasembada daging 2014 dapat berupa ekonomis dan non ekonomis. Faktor lain dalam pemilihan agenda RDP sering dilakukan berdasarkan persoalan yang mencuat ke permukaan. Bila terjadi kasus yang menarik perhatian banyak pihak maka komisi yang mengurusi bidang itu langsung mengadakan RDP. Misalnya ada keluhan masyarakat tentang pupuk, maka komisi IV mengadakan RDP tentang pupuk dengan Kementerian Pertanian. Terjadi kasus pencurian pulsa oleh beberapa pihak dikeluhkan masyarakat. Komisi I DPR-RI memanggil Kementerian Komunikasi dan Informatika serta pihak terkait untuk menyelesaikan masalah tersebut. Penyusunan agenda seperti di atas terkesan AD HOC, bersifat jangka pendek, hanya menyelesaikan persoalan yang muncul secara kebetulan. Penyusunan agenda yang bersifat AD HOC mengindikasikan kurangnya visi ke depan dan penyusunan program kerja yang terencana dengan sistematis. Agenda DPR dalam RPD kurang tersusun dan kurang terencara dengan baik, sehingga dapat dikatakan tidak memiliki program kerja dan arah kebijakan. Di sisi lain penyusunan agenda rapat yang kasuistis biasanya ditentukan dari hasil
91 pemantauan media massa. Di mana kita tahu liputan media massa sering sekali kurang menggambarkan realitas masyarakat. Liputan media massa sering mengedepankan agenda kepentingan elit dan agenda media daripada agenda publik (Severin & Thankar 2005; McQuail 2005; Lievrouw & Livistone 2006). Langkah penyusunan agenda berdasarkan kasus yang mencuat ke permukaan tetap dapat dilakukan bila memang sangat urgen dan realitas yang diberitakan media massa adalah realitas masyarakat. Barangkali cukup ideal bila dalam penyusunan agenda RDP dari akumulasi hasil reses dan kunjungan kerja yang dilakukan masing-masing anggota DPR. Hasil reses dan kunjungan kerja ditinjau secara seksama lalu disusun skala prioritas. Dengan demikian tersusun agenda rapat dan program pengasawan yang berkelanjutan terhadap program pemerintah. Perilaku komunikasi Dalam setiap RDP terjadi penyampaian pesan atau pendapat dari anggota DPR-RI komisi IV kepada pihak Kementerian
Pertanian. Sekali kesempatan
penyampaian pesan diartikan sebagai satu perilaku komunikasi. Setiap perilaku komunikasi terdapat sejumlah paragraph dan kalimat. Selama tahun 2010 terdapat 219 perilaku komunikasi, 633 paragraf, 4065 kalimat. Berikut ini akan digambarkan perilaku komunikasi, paragraf
dan
kalimat dalam setiap RDP
antara komisi IV DPR-RI dengan Kementerian Pertanian tahun 2010.
92 Tabel 12 Sebaran perilaku komunikasi, jumlah paragraf, dan jumlah kalimat yang dihasilkan berdasarkan agenda rapat (dalam persen) Agenda Perilaku Paragraf Kalimat komunikasi 15,07 20,38 10,04 Agenda 1 2,74 3,79 16,01 Agenda 2 6,39 8,53 11,00 Agenda 3 36,07 27,80 8,95 Agenda 4 10,96 10,43 17,47 Agenda 5 12,79 16,43 3,67 Agenda 6 15,98 12,64 32,87 Agenda 7 keterangan : perilaku komunikasi (N= 219), paragraf (N=633), kalimat (N= 4065)
Dari Tabel 12 dapat diketahui, berdasarkan jenis agenda perilaku komunikasi lebih banyak (36,07 %) terjadi
sewaktu membahas agenda 4
(Realisasi Anggaran tahun 2009 dan Rencana Anggaran tahun 2010). Paling sedikit perilaku komunikasi terjadi sewaktu membahas agenda 2 (Permasalahan Swasembada Daging 2014) Artinya, sewaktu membahas masalah anggaran semakin banyak anggota komisi IV yang ikut berbicara. Ketika membahas Permasalahan Swasembada Daging 2014 sedikit anggota komisi IV yang ikut berbicara. Hal ini menunjukkan masalah anggaran lebih menarik untuk didiskusikan bagi anggota komisi IV DPR-RI daripada masalah lainnya. Ada keuntungan tersediri bagi anggota komisi IV membahas realisasi anggaran 2009 dan rencana anggaran 2010 daripada membahas permasalahan swasembada daging 2014. Dilihat dari paragraf yang dihasilkan,
ketika membahas Agenda 4
(Realisasi Anggaran Tahun 2009 dan Rencana Anggaran Tahun 2010) paling banyak paragraf yaitu 27,80% yang dihasilkan. Membahas realisasi anggaran tahun 2009 dan rencana anggaran tahun 2010, banyak dan panjang pendapat yang disampaikan. Ketika membahas Agenda 2 (Permasalahan Swasembada Daging 2014) lebih sedikit paragraf yang dihasilkan. Membahas permasalahan swasembada daging 2014 sedikit dan pendek pendapat yang disampaikan. Artinya masalah anggaran lebih menarik untuk didiskusikan bagi anggota komisi IV DPRRI daripada permasalahan swasembada daging 2014. Berdasarkan jumlah kalimat, ketika membahas Agenda 7 (Tindak lanjut kunker Tj. Priuk dan Audiensi Himpunan Pedagang Unggas Jakarta) paling
93 banyak kalimat yang dilontarkan yaitu 32,87%.
Artinya dalam pembahasan
Tindak lanjut Kunker Tj. Priuk dan Audiensi Himpunan Pedagang Unggas Jakarta intensitas komunikasi lebih tinggi dan kalimat yang dihasilkan lebih banyak disertai tanya jawab yang serius. Ketika membahas Agenda 6 (Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian) paling sedikit (3,67%) kalimat yang disampaikan. Artinya, sewaktu membahas Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian kurang menarik bagi anggota komisi IV DPR-RI. Setiap pembahasan agenda memerlukan waktu yang bervariasi. Dalam setiap pembahasan terjadi perilaku komunikasi. Rataan waktu yang dihabiskan dalam setiap setiap perilaku komunikasi masing-masing agenda sebagai berikut: Tabel 13 Rataan waktu setiap perilaku komunikasi berdasarkan agenda rapat (dalam menit) Agenda Waktu Rataan 210 Agenda 1 6,22 75 Agenda 2 12,30 150 Agenda 3 10,43 435 Agenda 4 5,31 235 Agenda 5 9,47 195 Agenda 6 6,58 320 Agenda 7 9,80 235 8,43 rataan Dari Tabel 13 dapat diketahui jumlah waktu yang dihabiskan, ketika membahas Realiasasi Anggaran 2009 dan Rencana Anggaran 2010 paling banyak waktu dibutuhkan yaitu 435 menit. Dalam membahas Permasalahan Swasembada Daging 2014 paling sedikit waktu yang dihabiskan yaitu 75 menit. Artinya rapat Realisasi anggaran 2009 dan rencana anggaran 2010 lebih alot daripada masalah lainnya. Setiap perilaku komunikasi memiliki rataan waktu dalam setiap agenda RDP. Rataan tertinggi ketika membahas agenda 2. Sedangkan rataan waktu terendah dalam setiap perilaku komunikasi ketika membahas agenda 4. Bila dihitung waktu setiap agenda rapat, diperoleh rataan 235 menit. Artinya setiap RDP menghabiskan waktu rataan 235 menit. Bila dihitung waktu setiap perilaku komunikasi diperoleh rataan 8,34 menit. Artinya setiap kesempatan seorang anggota komisi IV berbicara menghabiskan waktu rataan 8,34 menit.
94 Data pada Tabel 12 dan 13 menunjukkan gejala menarik. Khususnya untuk pembahasan agenda Realisasi Anggaran tahun 2009 dan Rencana Anggaran Tahun 2010, banyak perilaku komunikasi, namun rataan waktu setiap perilaku komunikasi paling singkat (5,31 menit). Masalah anggaran (uang) sensitif dan menarik banyak orang untuk ikut berbicara. Rataan waktu setiap perilaku komunikasi paling tinggi tedapat pada saat membahas Permasalahan Swasembada Daging 2014 yaitu 12,30 menit, Artinya setiap pelaku perilaku komunikasi membutuhkan waktu rataan 12,30 menit dalam menyampaikan pendapatnya, Sementara rataan waktu paling singkat dalam setiap perilaku komunikasi ditemukan ketika membahas Realisasi anggaran 2009 dan Rencana Anggaran 2010, yaitu 5,31 menit. Dalam rapat setiap pembicara menghabiskan waktu 8,43 menit adalah waktu yang cukup lama. Data ini memberi gambarkan bahwa terlalu lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap orang untuk mengutarakan buah pikirannya. Waktu sepanjang itu dalam menyampaikan pendapat dapat diduga banyak memuat kalimat yang bertele-tele dan kurang fokus. Dari notulensi rapat memang dapat ditemukan, pada umumnya setiap anggota DPR-RI komisi IV mendapat kesempatan berbicara, cenderung didahului dengan kalimat terimakasih dan penghormatan kepada pihak lain. Berikut itu ini salah satu contoh kesempatan berbicara dalam RDP. Terimakasih Ibu Anna. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Sebelumnya saya mohon maaf kepada rekan-rekan dari anggota komisi IV kalau saya minta nomor satu. Karena pukul 11.30 WIB saya harus meninggalkan ruangan untuk menghadiri rapat dengan pimpinan. Pimpinan yang terhormat, Pertama-tama kami ucapkan terimakasih atas penjelasan yang disampaikan oleh Saudara Dirjen Bulog dan Saudara Tjuk selaku wakil dari Kepala Badan Ketahanan Pangan. Ucapan terimakasih dan penghormatan memang sadah menjadi budaya bangsa Indonesia. Sudah menjadi kebiasaan hampir setiap orang dalam pembukaan pembicaraan menyampaikan terimakasih dan rasa hormat kepada pihak lain. Bila tidak dilakukan, orang lain menilai pembicara terlalu sombong dan kurang etis. Gejala seperti ini yang banyak membuat rapat kurang dapat
95 dipastikan berapa lama. Sering sekali rapat yang direncanakan 2 jam molor menjadi 2,5 jam bahkan hingga 3 jam. Tingkat Kehadiran dan Partisipasi Uraian berikutnya mengenai tingkat kehadiran dan tingkat partisipasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP tahun 2010. Tingkat kehadiran yang dimaksud adalah jumlah anggota yang hadir dalam setiap RDP. Sedangkan tingkat partisipasi adalah keaktifan dalam setiap RDP. Berpartisipasi aktif apabila anggota komisi IV menyampaikan pendapat atau bertanya selama rapat. Tidak berpartisipasi aktif apabila anggota komisi IV tidak menyampaikan pendapat atau bertanya selama rapat. Tabel 14 Sebaran tingkat kehadiran dan tingkat partisipasi anggota komisi IV DPR-RI dalam RDP (dalam persen) Agenda Kehadiran Partisipasi Agenda 1 72,00 61,11 Agenda 2 64,00 25,00 Agenda 3 52,00 53,85 Agenda 4 81,13 60,47 Agenda 5 80,00 50,00 Agenda 6 83,02 36,36 Agenda 7 56,60 30,00 Rataan 69,82 45,26 Dari Tabel 14 dapat diketahui, tingkat kehadiran paling rendah (52,00 %) terjadi sewaktu RDP membahas agenda 3 Program Swasembada Daging 2014). Tingkat kehadiran paling tinggi (83,02 %) terjadi sewaktu membahas agenda 6 (Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian). Dapat juga dikatakan, membahas Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian lebih menarik bagi anggoa komisi IV daripada Program Swasembada Daging 2014. Rataan kehadiran dalam RPD menunjukkan 69,82 %. Kehadiran dalam RDP merupakan indikator keseriusan anggota komisi IV DPR-RI menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Secara umum dapat dikatakan, kehadiran yang tinggi pertanda serius menjalankan tugas. Kehadiran yang rendah pertanda kurang serius menjalankan tugas.
96 Namun bila ditinjau dari tingkat parsitipasi yang hadir dalam RDP, cukup memprihatinkan. Tingkat partisipasi yang paling tinggi hanya 61,11 %. Ini memberi gambaran minat anggota komisi IV untuk turut membahas agenda rapat cukup rendah. Tingkat partisipasinya paling tinggi 61,11 % terjadi sewaktu membahas agenda 1 (Beras Untuk Rakyat Miskin). Artinya masalah beras untuk rakyat miskin lebih menarik bagi anggota komisi IV DPR-RI untuk berpartisipasi membahasnya. Sedangkan yang paling rendah (25,00 %) tingkat partisipasinya sewaktu membahas agenda 2 (Permasalahan Swasembada Daging 2014). Artinya permasalahan swasembada daging 2014 tidak menarik perhatian anggota komisi IV DPR-RI untuk turut serta membahasnya. Rataan tingkat partisipasi dalam setiap RDP menunjukkan 45,26 %. Data ini menunjukkan bahwa sangat rendah keikutsertaan anggota komisi IV berbicara dan membahas agenda rapat. Walaupun banyak yang hadir, namun tidak ikut berbicara dan tidak ikut membahas. Beberapa anggota komisi IV yang hadir dalam RDP hanya melepaskan kewajiban, tetapi tidak fungsional. Perilaku Komunikasi berdasarkan Jenis Kelamin Perilaku komunikasi antara laki-laki dan perempuan dalam setiap RDP berbeda dalam jumlah. Berikut ini perilaku komunikasi yang dilakukan oleh anggota komisi IV dalam RDP dengan kementerian pertanian selama tahun 2010 yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Tabel 15 Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap agenda RDP yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin (dalam persen) Agenda Agenda 1 Agenda 2 Agenda 3 Agenda 4 Agenda 5 Agenda 6 Agenda 7
Laki-laki 93,90 100,00 100,00 97,50 100,00 92,90 100,00
Perempuan 6,10 0,00 0,00 2,50 0,00 7,10 0.00
N=219 Berdasarkan Tabel 15 di atas dapat diketahui laki-laki lebih sering melakukan perilaku komunikasi dari perempuan. Bahkan beberapa kali RDP (agenda 2, agenda 3, agenda 5, dan agenda7 perempuan tidak melakukan perilaku
97 komunikasi. Dapat disimpulkan anggota DPR-RI komisi IV yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak melakukan perilaku komunikasi sewaktu RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Bila dilihat per agenda, perempuan hanya memilih melakukan komunikasi pada agenda 1, agenda 4, dan agenda 6. Artinya perempuaan lebih tertarik berbicara pada masalah Beras Miskin, masalah Realisasi Anggaran tahun 2009 dan Rencana Anggaran tahun 2010, dan masalah Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian. Dua dari tiga agenda yang dipilih perempuan untuk berpartisipasi melakukan komunikasi, berhubungan langsung dengan masalah petani. Dapat dikatakan, perempuan lebih perduli masalah petani daripada laki-laki. Tingginya frekuensi perilaku komunikasi laki-laki daripada perempuan disebabkan oleh jumlah laki-laki jauh lebih banyak daripada perempuan. Data tentang jumlah anggota komisi IV DPR-RI berdasarkan jenis kelamin telah digambarkan sebelumnya (Tabel 5). Jumlah anggota komisi IV DPR-RI laki-laki 47 orang (88,7%) dan perempuan 6 orang (11,3%). Perilaku Komunikasi berdasarkan Kelompok Umur Perilaku komunikasi angggota DPR-RI komisi IV dalam setiap RDP dibedakan berdasarkan umur. Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam setiap RDP yang dibedakan berdasarkan kelompok umur disajikan dalam Tabel berikut ini. Tabel 16 Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP yang dibedakan berdasarkan kelompok umur (dalam persen) Agenda Agenda 1 Agenda 2 Agenda 3 Agenda 4 Agenda 5 Agenda 6 Agenda 7
< 41 tahun
41-50 tahun
51- 60 tahun
30,30 0,00 0,00 10,10 0,00 3,60 0,00
21,20 33,30 35,70 48,10 58,30 57,10 60,00
30,30 50,00 50,00 39,20 33,30 39,30 40,00
> 60 tahun 18,20 16,70 14,30 2,50 8,30 0,00 0,00
N=219 Dari Tabel 16 dapat diketahui secara umum perilaku komunikasi paling sering dilakukan oleh kelompok umur 41 – 50 tahun dan paling jarang dilakukan
98 oleh kelompok umur di atas 60 tahun. Artinya kelompok umur 41 – 50 tahun lebih sering menyampaikan pendapat dalam RDP. Berdasarkan agenda, kelompok umur kurang dari 41 tahun melakukan komunikasi pada tiga agenda, yaitu agenda 1, agenda 4, dan agenda 6. Kelompok umur 41 – 50 tahun melakukan komunikasi pada semua agenda. Kelompok umur 51 – 60 tahun melakukan komunikasi pada semua agenda. Kelompok umur di atas 60 tahun melakukan komunikasi pada lima agenda. Pada RDP agenda 1 perilaku komunikasi didominasi kelompok umur < 41 tahun dan kelompok umur 51 – 60 tahun. Agenda 2 perilaku komunikasi didominasi oleh kelompok umur 51 – 60 tahun. Agenda 3 perilaku komunikasi didominasi oleh kelompok umur 51 – 60 tahun. Agenda 4, 5, 6, dan 7 perilaku komunikasi didominasi oleh kelompok umur 41 – 50 tahun. Data pada Tabel 16 memberi arti, kelompok umur < 41 tahun tertarik pada masalah Beras Miskin, Realisasi Anggaran Tahun 2009 dan Rencana Anggaran Tahun 2010, dan Public Service Obligation dan subsidi Pupuk Sektor Pertanian. Masalah yang diminati lebih dekat dengan kebutuhan petani. Perbedaan perilaku komunikasi anggota DPR RI komisi IV bila ditinjau berdasarkan kelompok umur disebabkan oleh jumlah peserta (Tabel 6). Semakin sedikit jumlah anggota kelompok umur, semakin jarang melakukan komunikasi. Perilaku Komunikasi berdasarkan Agama Selanjutnya perilaku komunikasi angggota DPR-RI komisi IV dalam setiap RDP dibedakan berdasarkan agama. Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam setiap RDP yang dibedakan berdasarkan agama disajikan dalam Tabel berikut ini. Tabel 17 Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP yang dibedakan berdasarkan agama (dalam persen) Agenda Islam Protestan Katholik Hindu Budha Agenda 1 9,60 0,00 4,10 1,40 0,00 Agenda 2 2,30 0,50 0,00 0,00 0,00 Agenda 3 2,70 3,70 0,00 0,00 0,00 Agenda 4 21,00 12,30 0,50 1,80 0,50 Agenda 5 2,30 7,80 0,00 0,90 0,00 Agenda 6 5,50 6,40 0,00 0,50 0,50 Agenda 7 6,80 6,80 0,00 0,90 1,40 N= 219
99 Dari Tabel 17 dapat diketahui secara umum perilaku komunikasi paling sering dilakukan anggota DPR-RI komisi IV yang agama Islam. Perilaku komunikasi paling jarang dilakukan anggota DPR-RI komisi IV yang agama Budha. Perbedaan perilaku komunikasi anggota DPR RI komisi IV bila ditinjau berdasarkan agama disebabkan oleh jumlah peserta (Tabel 7). Semakin sedikit jumlah anggota berdasarkan agama, semakin jarang melakukan komunikasi. Perilaku Komunikasi berdasarkan Tingkat Pendidikan Frekuensi perilaku komunikasi anggota komisi IV selama RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 yang dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 18 Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan (dalam persen) Agenda SMU/sederajat S1 S2 S3 Agenda 1 0,00 81,80 15,20 3,00 Agenda 2 0,00 66,70 33,30 0,00 Agenda 3 0,00 35,70 42,90 21,40 Agenda 4 1,30 34,20 49,40 15,20 Agenda 5 0,00 45,80 54,20 0,00 Agenda 6 3,60 46,40 32,10 17,90 Agenda 7 8,60 28,60 34,30 28,60 N=219 Dari Tabel 18 dapat diketahui perilaku komunikasi paling sering (44,3%) dilakukan oleh anggota yang berpendidikan Strata 1. Perilaku komunikasi paling sedikit (2,3%) dilakukan oleh anggota yang berpendidikan SMU/sederajat. Anggota DPR-RI komisi IV yang berpendidikan SMU/sederajat melakukan komunikasi pada waktu membahas agenda 4, agenda 6, dan agenda 7. Anggota DPR-RI komisi IV yang berpendidikan S3 melakukan komunikasi pada setiap agenda rapat kecuali waktu membahas agenda 5. Anggota DPR-RI komisi IV yang berpendidikan S1 dan S2 melakukan komunikasi pada setiap agenda. Membahas agenda 1, 2, 5, dan 6 perilaku komunikasi paling sering dilakukan oleh anggota DPR-RI komisi IV yang berpendidikan S1. Membahas agenda 4 dan 5
100 perilaku komunikasi paling sering dilakukan oleh anggota DPR-RI komisi IV yang berpendidikan S2. Dari Tabel 18 dapat disimpulkan anggota DPR-RI komisi IV yang pendidikannya S1 dan S2 lebih sering menyampaikan pendapat dan pertanyaan dalam rapat. Perbedaan frekuensi melakukan komunikasi disebabkan oleh jumlah yang berbeda (Tabel 8). Semakin sedikit jumlah anggota yang semakin jarang melakukan komunikasi. Masalah Beras Miskin, Realisasi Anggaran Tahun 2009 dan Rencana Anggaran Tahun 2010, serta Public Service Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian menarik perhatian anggota DPR-RI komisi IV yang berpendidikan SMU/sederajat. Masalah ini lebih dekat dengan kebutuhan petani. Sedangkan anggota DPR-RI komisi IV yang berpendidikan S3 tidak tertarik membicarakan masalah Regulasi Swasembada Daging 2014. Perbedaan perilaku komunikasi ini, disebabkan oleh jumlah anggota komisi IV (Tabel 8) lebih dominan pada pendidikan S1 dan S2. Perilaku Komunikasi berdasarkan Fraksi Frekuensi perilaku komunikasi anggota komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 dibedakan berdasarkan fraksi dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 19 Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP dibedakan menurut fraksi (dalam persen) Agenda
Agenda 1 Agenda 2 Agenda 3 Agenda 4 Agenda 5 Agenda 6 Agenda 7
Demokrat 18,20 0,00 0,00 25,30 16,70 14,30 0,00
Golkar 18,20 33,30 50,00 31,60 33,30 35,70 48,60
PDIP 0,00 0,00 0,00 7,60 0,00 3,60 2,90
PKS 33,30 16,70 14,30 13,90 29,20 21,40 8,60
PAN 6,10 0,00 0,00 15,20 8,30 14,30 8,60
PPP 15,20 33,30 0,00 1,30 8,30 0,00 0,00
PKB 3,00 0,00 14,30 2,50 4,20 0,00 25,70
Gerindra 3,00 16,70 14,30 1,30 0,00 3,60 0,00
Hanura 3,00 0,00 7,10 1,30 0,00 7,10 5,70
N=219 Dari Tabel 19 dapat diketahui fraksi Golkar lebih banyak sering melakukan komunikasi selama RDP.
Perilaku komunikasi kedua terbanyak
dilakukan oleh fraksi PKS. Ketiga terbanyak dilakukan oleh fraksi Demokrat. Keempat terbanyak dilakukan oleh fraksi PAN. Kelima terbanyak dilakukan oleh fraksi PKB. Keenam terbanyak dilakukan oleh fraksi PPP. Ketujuh terbanyak
101 dilakukan fraksi PDIP. Kedelapan terbanyak dilakukan oleh
fraksi Hanura.
Sedangkan yang paling jarang melakukan komunikasi adalah fraksi Gerindra. Hal ini berarti yang paling banyak mengemukakan pendapat adalah fraksi Golkar, PKS dan Demokrat. Data ini dapat diartikan bahwa fraksi Golkar lebih perduli dan perhatian terhadap masalah pertanian dari fraksi lainnya. Lebih banyak melakukan komunikasi dapat pula berarti tanggungjawabnya menjalankan kewajiban sebagai wakil rakyat lebih tinggi. Golkar dapat dikatakan lebih perhatian pada pertanian, karena dalam setiap agenda RDP, fraksi Golkar banyak melakukan komunikasi. Fraksi yang banyak memperhatikan pertanian dapat diartikan dalam dua kemungkinan. Pertama fraksi tersebut berkeinginan kuat untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam bidang pertanian. Kedua fraksi tersebut ingin menyudutkan pemerintah dalam bidang tersebut. Dalam kasus ini, yang paling mendekati adalah kemungkinan pertama, karena fraksi Golkar cenderung memberikan masukan kepada pemerintah agar bidang pertanian lebih maju. Fraksi Golkar berasal dari partai koalisi pemerintah. Gejala yang sama ditampilkan oleh fraksi PKS dan Demokrat. Khusus untuk fraksi PKS, mereka melakukan komunikasi lebih sering untuk turut mendukung Menteri Pertanian tahun 2010 berasal dari partai PKS. Karena menteri berasal dari PKS, maka anggota DPR-RI komisi IV yang berasal dari fraksi PKS memberikan perhatian dan dukungan yang besar terhadap program pertanian. Setiap agenda RDP, selalu mendapat perhatain dari fraksi PKS. Fraksi Demokrat lebih sedikit melakukan komunikasi atau menyampaikan pendapat dari pada Golkar dan PKS. Data ini kurang sesuai harapan. Karena Demokrat partai pendukung pemerinah yang berkuasa, selayaknya Demokrat banyak memberi masukan kepada pemerintah seperti yang dilakukan oleh Golkar dan PKS. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Martin & Vanberg (2008) di Eropa partai politik pendukung pemerinah lebih banyak melakukan tindak komunikasasi daripada partai oposisi dalam debat terbuka untuk menunjukkan dukungannya. Ditambah lagi, jumlah anggota komisi IV yang berasal dari Demokrat jauh lebih banyak dari [artai lainnya. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah perilaku komunikasi Fraksi PDIP yang sedikit menyampaikan pendapat. Fraksi PDIP berasal dari partai yang
102 menyatakan diri sebagai oposisi pemerintah. Fraksi PDIP juga dikenal dengan partai wong cilik seperti petani dan nelayan.
Namun PDIP tidak banyak
melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah di bidang pertanian. Mungkin program pemerintah dibidang pertanian sudah sangat baik dalam penilaian fraksi
PDIP. Atau menurut penilaian Praksi PDIP, program
Kementerian Pertanian tahun 2010 sudah mengakomodir kepentingan wong cilik. Karena itu tidak perlu kritik. Bila sudah baik, selayaknya fraksi PDIP memberi dukungan dengan melakukan komunikasi. Kemungkinan kedua, anggota fraksi PDIP tidak menguasai bidang pertanian, sehingga sedikit yang melakukan kritik. Namun kemungkinan ini sangat kecil. Sebab anggota DPR-RI adalah orang pintar-pintar dan terpilih sehingga mereka dapat duduk menjadi anggota legislatif. Kemungkinan ketiga fraksi PDIP tidak tertarik pada bidang pertanian tetapi lebih tertarik pada bidang anggaran, Terbukti dari tujuh permasalah yang dibahas, sewaktu membahas anggaran anggota dari fraksi PDIP banyak mengemukakan pendapat. Sewaktu membahas masalah beras untuk rakyat miskin dan swasembada daging anggota fraksi PDIP tidak menyampaikan pendapat. Dilihat dari jumlah anggota fraksi di komisi IV, fraksi PDIP adalah terbanyak ketiga setelah Demokrat dan Golkar. Antara Golkar dan PDIP memiliki jumlah anggota yang sama sebanyak 10 orang (Tabel 9). Fraksi yang jarang melakukan komunikasi seperti Gerindra dan Hanura disebabkan oleh jumlah anggota yang sedikit. Martin & Vandenbergen (2008) mengatakan bahwa partai oposisi sedikit melakukan komunikasi dalam debat terbuka karena mereka lebih memperhatikan masalah-masalah yang spesifik yang mampu menunjukkan mereka sebagai partai oposisi dan memperjuangkan kepentingan konstituennya.
Masalah pertanian
adalah masalah rakyat Indonesia yang paling dominan, karena penduduk Indonesia lebih banyak menjadi petani. Petani pada umumnya adalah masyarakat yang dekat dengan kriteria wong cilik, Karena itu sangat wajar bila PDIP banyak menaruh perhatian pada masalah petani. Dari gambaran di atas, fraksi yang banyak melakukan komunikasi adalah yang memperhatikan kepentingan rakyat petani. Karena merekalah yang terbukti memperhatikan masalah yang menyangkut hajat banyak penduduk Indonesia.
103 Fraksi-fraksi tersebut telah memperjuangkan kepentingan petani melalui perilaku komunikasi mereka sewaktu rapat di komisi IV dengan Kementerian Pertanian. Dapat pula dikatakan, fraksi-fraksi yang banyak mengemukakan pendapat dalam RDP merupakan fraksi yang menyuarakan kepentingan rakyat petani. Perilaku Komunikasi berdasarkan Jenis Pekerjaan Awal Frekuensi perilaku komunikasi anggota komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 yang dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan awal dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 20 Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan awal (dalam persen) Agenda Pengusaha Aktivis Kader Dosen PNS TNI/ partai POLRI Agenda 1 51,50 48,50 0,00 0,00 0,00 0,00 Agenda 2 50,00 50,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Agenda 3 50,00 28,60 21,40 0,00 0,00 0,00 Agenda 4 58,20 17,70 17,70 3,80 1,30 1,30 Agenda 5 29,20 16,70 41,70 4,20 0,00 8,30 Agenda 6 64,30 10,70 25,00 0,00 0,00 0,00 Agenda 7 45,70 25,70 20,00 8,60 0,00 0,00 N=219 Dari Tabel 20 dapat diketahui perilaku komunikasi paling sering dilakukan oleh anggota komisi IV yang jenis pekerjaan awal adalah pengusaha. Terbanyak kedua dilakukan oleh pekerjaan sebagai aktivis. Terbanyak ketiga dilakukan pekerjaan sebagai kader partai. Terbanyak keempat dilakukan pekerjaan sebagai dosen. Terbanyak kelima dilakukan oleh pekerjaan sebagai TNI/Polri. Sedangkan yang paling jarang melakukan komunikasi adalah anggota yang memiliki pekerjaan awal sebagai PNS. Artinya anggota komisi IV yang memiliki jenis pekerjaan awal sebagai pengusaha lebih sering mengemukakan pendapat atau bertanya dalam RDP. Pekerjaan anggota komisi IV yang berasal dari pengusaha lebih perhatian pada masalah pertanian daripada anggota yang berasal dari jenis pekerjaan lainnya. Perbedaan jumlah perilaku komunikasi tersebut disebabkan oleh jumlah anggota yang berasal dari jenis pekerjaan tersebut lebih banyak. Semakin banyak
104 jumlah anggota dari pengusaha maka semakin sering melakukan komunikasi (Tabel 10). Anggota komisi IV yang berasal dari pengusaha lebih banyak melakukan komunikasi dalam RDP dengan Kementerian Pertanian sangat menarik untuk dikaji. Biasanya pengusaha memiliki pola pikir bagaimana menciptakan keuntungan dalam usahanya. Sedangkan yang dibicarakan adalah masalah pertanian. Ada kemungkinan pengusaha yang ada di komisi IV adalah pengusaha dalam bidang pertanian, sehingga menarik bagi mereka untuk terlihat dalam membicarakan kehijakan dalam bidang pertanian. Yang menarik berikutnya adalah perbedaan perilaku komunikasi antara aktivis dan kader partai, walaupun jumlahnya sama, tetapi frekuensi perilaku komuniasi lebih sering dilakukan aktivis daripada kader partai. Aktivis dikenal sebagai anggota masyarakat yang perduli pada bidang tertentu sehingga ia aktif menggeluti bidang tersebut. Pekerjaan sebagai aktivis inilah menjadikan yang bersangkutan lebih sering melakukan komunikasi daripada kader partai. Kader
partai,
biasanya
kepentingan masyarakat
menjadikan
banyak sebagai
persoalan
yang
menyangkut
komoditas komunikasi
dengan
konstituennya. Sewaktu kampanye para calon legislatif selalu memilih topik pembicaraan
mengenai
persoalan-persoalan
yang
berhubungan
dengan
masyarakat banyak seperti pertanian, kesehatan, dan pendidikan. Namun setelah terpilih dan duduk di DPR-RI, membahas bidang pertanian kurang manarik bagi mereka. Terjadi perubahan perhatian dalam memilih bahan komunikasi. Perilaku Komunikasi berdasarkan Masa Bakti Frekuensi perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 dibedakan berdasarkan masa bakti atau pengalaman dapat dilihat pada Tabel berikut ini,
105 Tabel 21 Sebaran perilaku komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dalam setiap jenis agenda RDP dibedakan berdasarkan masa bakti (dalam persen) Agenda Priode Agenda 1 Agenda 2 Agenda 3 Agenda 4 Agenda 5 Agenda 6 Agenda 7
Pertama
Kedua
Ketiga
Keenam
51,50 50,00 50,00 58,20 29,20 64,30 45,70
48,50 50,00 28,60 17,70 16,70 10,70 25,70
0,00 0,00 21,40 17,70 41,70 25,00 20,00
0,00 0,00 0,00 3,80 4,20 0,00 8,60
N=219 Dari Tabel 21 diketahui yang paling sering melakukan komunikasi adalah anggota komisi IV yang memiliki masa bakti satu priode. Perilaku komunikasi kedua terbanyak dilakukan oleh anggota yang memiliki masa bakti dua priode. Perilaku komunikasi ketiga terbanyak dilakukan oleh anggota yang memiliki masa bakti tiga priode. Perilaku komunikasi keempat terbanyak dilakukan oleh anggota yang memiliki masa bakti enam priode. Sedangkan anggota komisi IV yang memiliki masa bakti empat priode dan lima priode tidak melakukan perilaku komunikasi. Artinya, semakin sedikit masa bakti (pengalaman) semakin sering melakukan komunikasi. Sebaliknya semakin lama masa bakti (pengalaman) semakin jarang melakukan perilaku komunikasi. Data pada Tabel 21 memberi arti bahwa anggota komisi IV yang baru memasuki priode pertama jadi anggota legislatif merasakan hal baru. Karena pengalaman baru menjadikannya berperilaku lebih reaktif daripada yang sudah beberapa priode. Sebagaimana dikatakan banyak orang karena terlalu lama menjalankan peran tertentu akan menurunkan sensitivitas seseorang. Semakin baru menjalan peran tertentu akan semakin perhatian pada peran tersebut. Bagi anggota komisi IV yang baru satu priode menjadi anggota legislatif dapat juga mengalami Hawthorne effect, Dalam teori Hawthorne effect dijelaskan bahwa seseorang yang menyadari diri sedang diberi peran dan diperhatikan oleh banyak orang akan menata perilakunya agar ideal sesuai dengan harapan yang memberi peran, Sama halnya yang dialami oleh anggota komisi IV yang baru memasuki satu priode merasa dia menjalankan peran istimewa dan menjadi sorotan
106 masyarakat, maka perilakunya diatur sedemikian rupa sehingga mendekati perilaku ideal, Sedangkan anggota yang banyak pengalaman memandang perannya semakin tidak menarik dan perilaku yang ditampilkan seadanya sekedar memenuhi standar minimal yang diharapkan. Selama tahun 2010, Swasembada daging banyak menyita perhatian anggota komisi IV DPR-RI dengan meng-agenda-kan 3 pertemuan. Tingginya perhatian anggota DPR-RI komisi IV terhadap swasembada daging
dapat
dikatakan sebagai indikasi bahwa DPR lebih mengutamakan kepentingan pemerintah dari pada masyarakat. Swasembada daging memang memuat kepentingan masyarakat secara umum, khusus untuk konsumsi daging yang semakin meningkat di dalan negeri. Menurut Rencana Strategis Kementerian Pertanian, perumusan program prioritas tahun 2010 – 2015 adalah swasembada daging dan swasembada gula. Kedua swasembada ini dipilih karena bahan kebutuhan pokok lain seperti beras, jagung dan kedelai sudah swasembada. Program swasembada daging tahun 2014 dijadikan pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian sebagai program unggulan cukup beralasan. Karena pertumbuhan sektor peternakan sejak tahun 1999-2003 cukup baik dibandingkan dengan sector pertanian lainnya. Di sisi lain jumlah petani yang terlibat dalam sektor peternakan semakin meningkat 5,62 juta pada tahun 1999 menjadi 6,51 juta pada tahun 2003 (Ilham 2010). Program Swasembada Daging memang telah tiga masa pemerintahan dijadikan prioritas pambangunan pertanian, yaitu tahun 2005, 2010, dan 2014. Dua priode rencana pembangunan sebelumnya selalu gagal. Mempelajari kegagalan pada tahun 2005 dan 2010 menjadi modal bagi Kementerian Pertanian agar swasembada daging 2014 sangat mungkin tercapai. Beberapa kali kegagalan program ini pula yang menjadikan perhatian anggota komisi IV DPR-RI tinggi pada program swasembada daging 2014. Komisi IV DPR-RI menjadikan swasembada daging 2014 sebagai agenda serius dan jangan sampai gagal. Keseriusan komisi IV terhadap program swasembada daging 2014 ditandai dengan pembentukan Panitia Kerja. Panita Kerja ini bertugas untuk mengawal program swasembada daging 2014 tidak gagal lagi.
107 Pemerintahan Indonesia tahun 2009-2014 dijalankan oleh Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang dikenal dengan pemerintahan koalisi. Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II didukung oleh enam partai koalisi yaitu Partai Demokrat (PD), Partai Golkar (PG), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sedangkan tiga partai lainnya PDIP, Gerindra dan Hanura tidak menjadi anggota koalisi. Pembentukan koalisi bertujuan agar pemerintahan mendapat dukungan penuh dari partai atau fraksi yang ada. Sewaktu membuat dan mengeluarkan kebijakan, tidak banyak fraksi yang menolak. Pemerintahan eksekutif koalisi diikuti juga oleh anggola legislatif yang berkoalisi,
Menjadi wajar bila program eksekutif didukung oleh anggota
legislatifnya. Kementerian Pertanian mengusulkan program swasembada daging 2014 maka anggota DPR-RI mendukungnya dan menjadikannya sebagai agenda RDP. Kurang etis bila anggota legislatif mengkritis atau menolak program pemerintah eksekutif. Dari uraian di atas, dapat ditemukan suatu kecenderungan perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP ditentukan oleh persepsi terhadap isu yang dibahas, hubungan anggota dengan pemerintah, dan kekuasaan yang dimiliki. Dalam bidang isu yang dibahas, tidak semua anggota terlibat membahas. Anggota DPR-RI komisi IV memilih isu yang menurut penilaiannnya penting dan menarik. Dalam unsur hubungan anggota dengan kementerian yang hadir di RDP. Hubungan yang harmonis dan saling percaya akan melahirkan komunikasi yang mendukung. Berbeda dengan anggota DPR yang memiliki hubungan kuranng baik dengan kementerian akan cenderung pesan komunikasi bersifat menyudutkan atau penyangkalan. Pesan dari partai/fraksi koalisi akan sedikit berbeda dengan pesan dari partai/fraksi oposisi. Persepsi terhadap hak yang dimiliki anggota. Bila anggota mempersepsi bawha dirinya lebih memiliki hak daripada kewajiban, pejabat yang mengawasi pemerintah, terdapat kecenderung untuk melakukan komunikasi lebih intens daripada yang mempersepsi dirinya mitra sejajar.
108 Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP tampak berbeda pada waktu menjalankan peran. Peran anggota DPR terhadap pemerintah adalah sebagai pengawas, legislasi dan penganggaran. menampilkan
perilaku
komunikasi
lebih
sering
Peran pengawas
daripada
legislasi
dan
pengganggaran. Perilaku komunikasi yang berbeda juga ditampilkan anggota DPR-RI komisi IV atas perbedaan partai atau fraksinya. Isi Pesan Komunikasi Muatan Kepentingan Muatan kepentingan pesan adalah pesan mengandung kepentingan siapa, Apakah kepentingan masyarakat dan konstituen, kepentingan pemerintah atau kepentingan pribadi politisi. Tabel 22. Sebaran pesan berdasarkan muatan kepentingan (dalam persen) Muatan Kepentingan Jumlah Masyarakat 66,10 Pemerintah 10,70 Pribadi 23,20 N=633 Dari Tabel 22 dapat diketahui isi pesan komunikasi dalam RDP lebih banyak (66,10 %) memuat kepentingan masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah sebagian besar penduduk Indonesia di luar pemerintah dan kader partai. Sebanyak 23,2% isi pesan komunikasi dalam RDP memuat kepentingan pribadi politisi dan sebanyak 10,7% memuat kepentingan pemerintah. Data tersebut memberikan arti bahwa anggota komisi IV DPR-RI lebih banyak menyampaikan pesan komunikasi yang mengandung kepentingan masyarakat atau konstituen. Anggota komisi IV lebih banyak membawa dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Rendahnya muatan pesan yang mengandung kepentingan pemerintah adalah suatu gambaran bahwa anggota komisi IV telah menunjukkan aspek pengawasan yang lebih baik. Artinya anggota DPR-RI komisi IV bekerja lebih banyak untuk menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat. Muatan kepentingan pesan komunikasi yang disampaikan oleh anggota komisi IV DPR RI dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 lebih
109 dominan (66,1) mengandung kepentingan masyarakat atau konstituen. Hal ini sesuai
dengan
memperjuangkan
fungsi
DPR
kepentingan
sebagai
penyambung
masyarakat.
Anggota
lidah komisi
rakyat
dan
IV
telah
menyampaikan informasi kepada Kementerian Pertanian yang mengandung kepentingan masyarakat. Pendapat yang disampaikan baik berupa pertanyaan, usul, teguran, dan minta penjelasan adalah untuk mewujudkan kepentingan masyarakat. Besarnya muatan kepentingan msyarakat dalam pesan komunikasi anggota komisi IV DPR-RI dapat dijelaskan dengan teori peran yang dikemukakan oleh George Herbert Mead. Menurut Mead setiap orang memiliki peran dimana peran tersebut menuntut orang yang bersangkutan untuk berperilaku sesuai harapan orang lain. Peran yang dimaksud bagaimana harus berbicara sebagaimana yang dipahami dan diharapkan orang lain, (http://edu,learnsoc,org/); (Litllejohn & Foss 2008; Stacks et,al 1991). Hal yang sama disampaikan oleh Burke (dalam Griffin 2006) yang mengatakan, hidup ini adalah drama. Masyarakat menuntut kita menjalankan peran sebagaimana yang telah dirumuskan oleh budaya tertentu. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Brooker (1998) kita dituntut untuk berperilaku sebagaimana orang lain inginkan, yang dijelaskan dengan istilah „Doing as one Likes’. Bila tidak, kita dipandang telah melakukan pelanggaran atas peran yang diharapkan. Pada umumnya kita tidak suka melanggar atau keluar dari norma yang telah digariskan oleh masyarakat. Seseorang melakukan tindakan seperti menjalankan peran dalam sandirwara kehidupan. Seseorang tidak ingin peran yang dia lakukan dinilai buruk oleh penonton sandiwara. Dalam interaksi dengan manusia lain, seseorang akan berperilaku sesuai dengan tuntutan peran yang diemban. Anggota DPR RI komisi IV menyuarakan kepentingan rakyat karena mereka menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat atas peran yang mereka emban. Peran seorang anggota DPR-RI yang diharapkan masyarakat adalah untuk memperjuangkan kepentingan rakyat sehingga pemerintah menyusun program pembangunan yang berpihak rakyat. Atas dasar itu, muatan pesan komunikasi anggota DPR RI komisi IV yang dalam RDP
110 dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 lebih banyak mengandung kepentingan masyarakat atau konstituen. Kesesuaian Tema Kesesuaian pesan yang disampaikan dalam RDP dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu substantif, prosedural, dan tidak relevan atau berupa gangguan. Sesuai secara substantif bila pesan yang disampaikan sesuai dengan agenda rapat. Pesan prosedural bila pesan yang disampaikan mengenai teknis dan prosedur rapat yang efektif. Sedangkan pesan gangguan atau tidak relevan bila pesan yang disampaikan tidak termasuk substantif dan prosedural misalnya berbicara saat orang lain berbicara atau memotong pembicaraan yang sedang berlangsung. Berikut ini gambaran kesesuaian tema dalam RDP antara komisi IV dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Tabel 23 Sebaran isi pesan berdasarkan kesesuaian tema (dalam persen) Kesesuaian Tema Substantif Prosedural Tidak relevan/gangguan N=633
Jumlah 80,10 17,10 2,80
Dari tabl 23 dapat diektahui, kategori substantif lebih banyak (80,10%) prosedural 17,10% dan gangguan hanya 2,80%. Data ini memberi arti bahwa selama RDP anggota DPR-RI komisi IV membicarakan hal-hal yang substantif, sesuai dengan agenda rapat. Dapat disimpulkan bahwa anggota komisi IV menyampaikan pesan-pesan yang substantif dalam RDP. Komunikasi dalam rapat fokus pada persoalan yang sedang dibahas. Walaupun anggota komisi IV telah sering melakukan RDP, ternyata masih terdapat 17,10%
yang membicarakan prosedural atau mekanisme rapat.
Umumnya yang dibicarakan dalam prosedural adalah bagaimana supaya rapat efisien dalam penggunaan waktu. Anggota jangan berpanjang-panjang kalimat dalam menyampaikan pendapat. Besarnya jumlah pesan yang sesuai dengan tema atau agenda rapat sejalan dengan penjelasan activity theory (Kaptelinin & Nardi 1997). Menurut penjelasan teori tersebut, bila seseorang dihadapkan pada suatu persoalan, sesorang akan
111 mencari solusi untuk mengatasi masalah yang ada. Perilaku seseorang didorong oleh motif untuk mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Tindakan tersebut dilakukan secara sadar dengan memanfaatkan alat yang tersedia dan bekerjasama dengan orang lain. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan aturan dan konteks. Struktur tindakan yang diambil terdiri dari norma, pembagian kerja dan konteks. Rapat dengar pendapat komisi IV DPR-RI dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 sudah direncanakan dan dijadwalkan. Artinya masalah yang akan dibahas sudah diagendakan sebelumnya. Agenda rapat tersebut diberitahukan kepada peserta tentang tema yang akan dibahas. Sesuai activity theory, agenda ini menjadi masalah bagi anggota komisi IV DPR-RI yang perlu dicari jalan keluar. Bersama-sama dengan anggota lain mereka membahas setiap agenda agar diperoleh jalan keluar yang terbaik. Dalam Tatatertib DPR-RI telah diberikan mekanisme rapat sebagai aturan. Secara bersama-sama mereka mencari solusi yang terbaik. Solusi yang diambil perlu mencapai kesepakatan untuk dijakdikan kesimpulan. Kesimpulan rapat sangat tergantung pada konteks (waktu dan situasi) rapat. Tema atau agenda rapat yang diberitahukan sebelumnya merupakan masalah bersama yang akan dicari solusi oleh anggota komisi IV DPR-RI. Sewaktu hadir dalam rapat dengar pendapat, para anggota sudah menyadari permasalahan yang akan dibahas dan sudah memikirkan solusinya. Atas permasalahan inilah para anggota komisi IV DPR-RI dalam rapat dengar pendapat, pesan-pesan komunikasi yang disampaikan tidak keluar dari agenda yang telah ditetapkan. Orientasi Orientasi anggota DPR-RI komisi IV dalam menyampaikan pendapat dalam rapat terdiri atas pemecahan masalah, eksistensi diri dan menyudutkan pihak lain. Pemecahan masalah adalah keinginan untuk mencari solusi atas permasalahan. Eksistensi diri adalah berbicara dalam rapat sedekar menunjukkan kekuasaan atau keahlian yang dimiliki sekaligus keberadaannya. Sedangkan menyudutkan pihak lain, adalah berbicara dalam rapat dengan menyudutkan atau menyalahkan pihak lain. Berikut ini gambaran orientasi pesan dalam RDP antara komisi IV dengan Kementerian Pertanian 2010.
112 Tabel 24 Sebaran isi pesan berdasarkan orientasi (dalam persen) Orientasi pesan Pemecahan masalah Eksistensi diri Menyudutkan pihak lain N=633
Jumlah 42,20 25,10 32,70
Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar (42,10%) orientasi pesan dalam rapat adalah untuk memecahkan masalah. Orientasi pesan peringkat kedua adalah menyudutkan pihak lain sebanyak 32,70%. Sedangkan orientasi paling sedikit (25,10%) adalah eksistensi diri. Artinya anggota komisi IV lebih banyak pesan yang disampaikan dalam RDP untuk memecahkan masalah yang sedang dibahas. Dalam memecahkan masalah anggota komisi IV juga banyak (32,70%) menyudutkan pihak lain. Hal ini sejalan dengan fungsi pengawasan. Dalam rapat anggota komisi IV sering mengemukakan fakta yang ditemui di lapangan yang menunjukkan pihak pemerintah yang kurang menjalankan program pemerintahan yang baik. Anggota komisi IV telah menerima pengaduan dan data dari masyarakat bahwa program pertanian kurang berpihak kepada masyarakat banyak. Hasil penelitian ini menunjukkan para anggota komisi IV DPR-RI dalam rapat sering sekali mengulang pendapat yang sudah disampaikan oleh peserta lain. Dalam pesan yang disampaikan tampak sekedar menunjukkan eksistensi kehadiran dan hak yang dimiliki sebagai anggota. Pedapat yang disampaikan dalam eksisensi diri hanya berupa penegesan atas pendapat sebelumnya. Dalam pendapat yang disampaikan tidak terdapat solusi baru yang ditawarkan, hanya sekedar menyetujui pendapat sebelumnya. Menurut penelitian ini, pesan yang mendukung, substansinya sama dengan
yang dikemukakan orang lain
dikategorikan menjadi orientasi eksistensi diri. Karena pesan yang orientasinya eksistensi diri hanya sekedar memberitahu orang lain bahwa dirinya hadir dan memiliki hak untuk berbicara dan didengarkan. Tingginya pesan yang berorientasi menyudutkan pihak lain cukup menarik perhatian. Hal ini dapat dijelaskan bahwa anggota DPR adalah berperan sebagai pengawas pemerintah. Dalam konteks pengawasan, pengawas menempati posisi sedikit lebih tingga dari yang diawasi. Karena posisi sebagai pengawas lebih tinggi, cara yang lumrah dilakukan adalah menyudutkan pihak yang diawasi.
113 Faktor lain yang turut mendukung kecenderungan perilaku menyudutkan pihak lain adalah pengalaman baru. Pengalaman baru membuat seseorang menjadi lebih perhatian dan lebih perduli. Kita lihat bahwa banyak anggota DPR-RI komisi IV yang baru memiliki pengalaman dalam priode pertama. Menurut novelty theory, sesuatu yang baru akan lebih menarik perhatian (Coates & Humphreys 2003). Karena menemui sesuatu yang baru kita akan lebih menaruh banyak perhatian. Akibat kebaruan itu cenderung untuk diaktualisasikan dalam kehidupan. Seseorang yang baru memiliki kekuasaan sebagai pengawas, pengawasan yang dilakukan akan lebih intensif. Sebagaimana halnya seseorang yang sudah sering lama mengerjakan sesuatu secara runtin akan menimbulkan kebosanan. Hal yang sama juga dikemukakan dalam Hawthorne effect, di mana perilaku seseorang yang sedang diperhatikan akan memberikan reaksi yang lebih positif daripada yang tidak sadar diperhatikan, (Roethlisberger 1966). Bila orientasi eksistensi diri digabungkan dengan orientasi menyudutkan pihak lain persennya cukup besar (32,30 + 25,10 = 57,40). Artinya kedua kelompok ini termasuk pihak yang tidak berorientasi memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Karena dalam pendapat mereka tidak ada ide baru yang mencari solusi atas permasalahan yang sedang dibahas. Dalam merumuskan kebijakan politik, pendapat yang netral tidak diperlukan dan tidak cukup berguna. Karena pendapat yang netral hampir sama dengan tidak berpendapat. Pendapat yang netral tidak memberikan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi, (Blevins and Anton, 2008) Artinya, bila pendapat yang dikemukakan sekedar mendukung pendapat terdahulu berarti tidak menunjukkan adanya solusi yang baru dan hanya menunjukkan posisi pendapat pada salah satu pihak. Pendapat seperti ini lebih condong pada sekedar menunjukkan eksistensi dan posisi politik. Orientasi memecahkan masalah dari pendapat yang mendukung atau netral kurang kuat menunjukkan usaha mencari jalan terbaik dalam menghadapi masalah. Jenis Alasan Dalam menyampaikan pendapat diperlukan argumenasi berupa alasan yang mendasari atau mendukung pesan tersebut. Jenis alasan terdiri dari sebaakibat, gejala, kriteria, perbandingan, logika. Berikut ini gambaran jenis alasan
114 yang digunakan anggota komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian 2010. Tabel 25 Sebaran isi pesan berdasarkan jenis alasan (dalam persen) Jenis Alasan Gejala Kriteria Logika Sebab akibat Perbandingan Tidak ada alas an N=633
Jumlah 62,20 10,10 9,80 5,80 4,70 7,30
Dari Tabel 25 dapat diketahui bahwa jenis alasan yang banyak (62,20%) digunakan anggota komisi IV dalam mendukung pendapatnya adalah gejala. Gejala yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa yang ditemui di lapangan yang diserap selama masa reses atau pengaduan masyarakat. Artinya anggota komisi IV dalam menyampaikan pendapat dalam rapat cenderung didukung oleh argumenasi berupa fakta dan data. Hal ini dapat diterima, karena anggota komisi IV telah melakukan kunjungan kerja dan pengawasan di lapangan. Jenis alasan kedua yang banyak (10,10%) diggunakan adalah kriteria, yaitu patokan tertentu dalam membahas persoalan. Hanya 7,30%
anggota komisi IV yang menyampaikan
pendapat tanpa argumenasi. Jenis alas an logika digunakan sebanyak 9,80%, sebab akibat sebanyak 5,80%, dan paling sedikit (4,70%) digunakan adalah jenis alasan perbandingan. Jenis alasan yang banyak digunakan oleh anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian adalah gejala berupa fakta-fakta yang ditemukan di lapangan sewaktu mengadakan kunjungan kerja atau reses. Alasan dengan menunjukkan gejala-gejala empiris akan sulit untuk dibantah. Jenis alasan gejala adalah sesuatu yang faktual dan cukup kuat
untuk mendukung suatu
pernyataan. Dalam rapat dengar pendapat anggota DPR-RI komisi IV sedikit menggunakan jenis alasan logika, sebab-akibat dan perbandingan. Karena ketiga jeniss alasan ini sering tidak didukung data yang memadai. Jenis alasan logika, sebab-akibat dan perbandingan lebih tepat digunakan dalam persidangan ilmiah.
115 Ketiga jenis alasan ini juga mudah dijawab dengan logika, sebab-akibat dan perbandingan pula. Pemilihan jenis alasan dalam mendukung pesan pendapat dapat disebabkan oleh pola pikir. Menurut Senge (1966) pola pikir dalam melihat persoalan ada dua macam, yaitu pola linier dan pola system. Pola pikir linier hanya melihat persoalan yang disebab oleh satu faktor. Pola pikir linier ini sering juga disebutkan sebagai pola pragmatis yang cenderung mencari penyelesaian cepat berdasarkan manfaat langsung, tanpa tinjauan komprehensif. Sedangkan pola pikir system melihat persoalan secara komprehensif. Pola pikir system banyak dimiliki oleh pada akademisi yang cenderung analitis dan komprehensif. Anggota DPR-RI komisi IV dan Kementerian Pertanian belum semua memiliki pola pikir ilmiah dan beberapa orang masih bersifat pragmatis. Dalam pandangan pragmatis, yang perlu dikedepankan adalah sejauhmana dapat berfungsi dan bermanfaat untuk kehidupan praktis. Hal ini sejalan dengan fungsi pengawasan DPR-RI, harus dapat menunjukkan alasan-alasan kuat sebagai petunjuk bahwa mereka sudah menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang. Jenis alasan kedua banyak dipakai oleh anggota komisi IV DPR-RI adalah kriteria. Hal ini cukup masuk akal, karena anggota DPR-RI menempatkan diri mereka sebagai pengawas sedikit lebih tinggi dari kementerian. Dalam posisi lebih tinggi ada kecenderungan untuk mengajari atau memberi petunjuk pada yang lebih rendah. Dalam memberi petunjuk atau mengajari tersebut diperlukan suatu kriteria pekerjaan yang baik dan benar. Demikian juga sewaktu menilai suatu pekerjaan pihak lain, diperlukan kriteria untuk menunjukkan keberhasilan pekerjaan tersebut. Karena dengan kriteria itulah alat untuk melakukan evaluasi keberhasilan. Bentuk Bukti Bentuk bukti yang disertakan dalam penyampaian pendapat terdiri dari pengalamn
langsung,
naratif,
testimony,
anekdot
dan
demontrasi,
dan
rasionalisasi, Berikut ini gambaran bentuk bukti yang digunakan anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian 2010.
116 Tabel 26 Sebaran isi pesan berdasarkan bentuk bukti (dalam persen) Bentuk bukti Naratif Rasional Pengalaman langsung Testimoni Anekdot Demonstrasi Tidak ada pembuktian N=633
Persen 45,50 21,50 17,10 6,80 1,90 0,00 7,30
Dari Tabel 26 dapat diketahui, bentuk bukti yang paling banyak (45,50%) digunakan oleh anggota DPR-RI komisi IV menyampaikan pendapat dalam rapat adalah naratif. Urutan kedua dan ketiga bentuk bukti yang banyak digunakan adalah rasional 21,50% dan pengalaman langsung 17,10%. Sedangkan bentuk bukti yang paling sedikit (1,90%) digunakan adalah anekdot. Bentuk bukti demonstrasi tidak terdeteksi dalam penelitian ini. Karena yang dianalisis adalah naskah tulis yang tidak memuat tindakan (demonstrasi). Bentuk bukti naratif adalah bukti yang berusaha menjelaskan suatu persoalan sehingga dapat dipahami dan dianggap penting. Dalam bahasa promosi, naratif adalah usaha mendramatisasi fakta sehingga menjadi penting (Shimp 2007). Secara sederhana narasi dikenal sebagai cerita tentang peristiwa yang dirangkai oleh penutur dengan kronologi waktu agar menjadi perhatian pendengarnya. Bukti-bukti yang diperoleh di lapangan dirangkai dalam suatu narasi yang sistematis sehingga menjadi sulit untuk dibantahkan. Bentuk bukti yang juga banyak digunakan adalah rasional dan pengalaman langsung. Bentuk bukti rasional atau logis akan sulit dibantah karena dapat diterima dengan akal sehat. Sedangkan bentuk bukti pengalaman langsung merupakan fakta di lapangan yang benar terjadi. Bentuk bukti pengalaman langsung merupakan indikasi orang yang bersangkutan telah melaksankan pekerjaan sebagai mitra dan pengawas pemerintah. Anggota DPR-RI komisi IV yang tidak menyertakan bukti dalam menyampaikan pendapat ditemukan sebanyak 7,30%. Artinya pendapat yang tidak disertai bukti dihindari oleh anggota DPR-RI komisi IV. Hal ini dapat dipahami, karena pendapat tanpa dukungan bukti akan terkesan subyektif.
117 Menyampaikan
pendapat
tanpa
dukungan
bukti
akan
menunjukkan
kekurangtahuan seseorang. Pendapat tanpa bukti juga akan mudah ditolak atau diabaikan oleh pihak lain. Agar pendapat kita tidak dapat dibantah, sebaiknya sertakan bukti yang kuat. Bukti dengan menggunakan testimony atau merujuk pendapat orang lain jarang digunakan. Pemilihan jenis bukti testimony dihindari dalam bidang politik. Bila bukti ini yang disampaikan dengan mengutip pendapat orang lain, hal ini menunjukkan pengekor orang yang dikutip. Pelaku tidak memiliki ide dan eksistensinya sebagai politisi kurang baik. Politisi ulung biasanya banyak ide, berani berbicara, dan bukan pengekor. Bukti testimony sangat disukai oleh para akademisi, karena dengan mengutip pendapat pihak lain menunjukkan dukungan dari orang lain, obyektivitas dan menjunjung tinggi kejujuran ilmiah. Pemikiran, ide, pedapat, dan hasil penelitian orang lain sering dipakai sebagai rujukan untuk menunjukkan obyektivitas ilmiah. Ilmu banyak berkembang dari hasil elaborasi temuan orang lain, (Slater & Gleason 2011). Cara Penyajian Kejelasan Kalimat Menyampaikan pendapat dalam rapat diperlukan penggunaan kalimat yang jelas sehingga orang lain dapat mengerti apa maksud dari pendapat tersebut, Salah satu cara penggunaan kalimat yang jelas adalah menghidari istilah asing dan menggunakan bahasa baku, Bahasa Indonesia. Berikut ini penggunaan kalimat yang jelas dalam RDP Anggota DPR-RI komisi IV dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Tabel 27 Sebaran cara penyajian dibedakan berdasarkan kejelasan kalimat (dalam persen) Kejelasan Kalimat Jumlah Kalimat jelas 89,91 Kalimat tidak jelas 10,09 N=4065 Dari Tabel 27 dapat diketahui sebagian besar cara penyajiaan pesan menggunakan kalimat yang jelas. Data tersebut memberikan arti bahwa komunikasi yang dilakukan oleh anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan
118 Kementerian Pertanian menggunakan kalimat yang jelas. Dapat disimpulkan anggota DPR-RI komisi IV jarang menggunakan kata atau istilah asing dalam penyampaian pendapat. Cara berbahasa anggota DPR-RI komisi IV baik dan benar. Anggota DPR-RI komisi IV telah turut menjaga dan mengedepankan penggunaan bahasa Indonesia. Penggunaan istilah atau bahasa asing dalam rapat dihidnari oleh mereka. Gambaran ini merupakan hal pertanda positif. Anggota DPR-RI komisi IV mengutamakan Bahasa Indonesia dan menggunakannya dalam rapat. Menurut (Gamble & Gamble 2005) kejelasan bahasa adalah menunjukkan cara berpikir. Bila bahasa yang digunakan jelas, maka cara berpikir yang bersangkutan adalah sistematis atau sebaliknya. Dari sudut pandang ini, anggota DRP-RI komisi IV memiliki cara berpikir yang sistematis. Sikap Kritis Sikap kritis yang dimaksud adalah kesiapan seseorang menerima sanggahan pihak lain atas pendapat yang telah disampaikannya. Kritis adalah sikap tidak langsung menerima sanggahan atau jawaban yang diberikan oleh pihak lain. Tidak kritis adalah sikap menerima langsung sanggahan atau jawaban yang disampaikan pihak lain sehubungan dengan pendapatnya. Sikap kritis akan terlihat bersikeras untuk memaksakan pendapatnya kepada pihak lain dengan mengulang-ulang pendapat yang disampaikan. Berikut ini gambaran sikap kritis anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian 2010. Tabel 28 Sebaran cara penyajian berdasarkan sikap kritis (dalam persen) Sikap kritis Tidak kritis Kritis N=633
Jumlah 65,10 34,90
Dari Tabel 28 dapat diketahui sebagian besar anggota DPR-RI komisi IV dalam rapat bersikap tidak kritis. Setelah pendapat mereka dijawab oleh pihak Kementerian Pertanian anggota komisi IV cenderung menerima jawaban tersebut. Hanya sebagian kecial yang besifat kritis.
119 Data di atas mengindikasikan anggota DPR-RI komisi IV kurang serius mengikuti rapat. Anggota DPR-RI komisi IV jarang yang bersikeras (ngotot ) dalam menyampaikan pendapat kepada Kementerian Pertanian. Ketika mereka menyampaikan pendapat lalu dijawab oleh pihak Kementerian Pertanian, jarang yang membantah atau meminta penjelasan lebih lanjut. Jawaban yang diberikan oleh Kementerian Pertanian cenderung diterima. Gejala kurang serius sering ditampilan televisi yang melaporkan rapat di DPR. Setelah seseorang menyampaikan pendapat
atau bertanya,
yang
bersangkutan sibuk dengan kegiatannya sendiri, bahkan ada yang pergi meninggalkan ruang siding. Jawaban yang diberikan oleh pihak lain tidak menjadi perhatiannya. Ditinjau dari sudut ilmu komunikasi, paparan yang tidak menimbulkan sanggahan adalah indikasi komunikasi yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan, pihak Kementerian Pertanian memiliki kemampuan komunikasi yang baik, dapat dengan mudah membuat anggota komisi IV menerima jawaban. Anggota komisi IV cepat puas dengan jawaban yang diberikan oleh Kementerian Pertanian. Sikap kurang kritis yang ditunjukkan oleh anggota DPR-RI komisi IV sedikit banyak ada kaitannya dengan koalisi di pemerintahan. Karena banyaknya anggota DPR-RI komisi IV yang berasal dari partai koalisi, enggan mengkritisi pemerintah. Bentuk Penyampaian Agar pendapat yang disampaikan dalam rapat mendapat tanggapan sesuai dengan harapan, pemilik pendapat memilih bentuk penyampaian. Bentuk penyampaian pesan atau bentuk ujaran yang diggunakan terdiri dari asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif. Berikut ini bentuk penyampaian pesan yang digunakan oleh anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010.
120 Tabel 29 Sebaran cara penyajian berdasarkan bentuk penyampaian (dalam persen) Bentuk penyampaian Persen Asertif 61,60 Direktif 26,86 Komisif 7,90 Deklaratif 3,64 Ekspresif 0,00 N=4065 Tabel 29 menunjukkan bahwa sebagian besar (61,60%) strategi penyampaian yang digunakan adalah asertif. Strategi penyampaian pesan yang kedua banyak digunakan adalah direktif
26,86%. Sedangkan strategi
penyampaian pesan yang paling jarang (3,64%) digunakan adalah deklaratif. Penggunaan asertif dapat dimaklumi, karena setiap berbicara anggota DPR-RI komisi IV selalu didahului kalimat asertif atau penghormatan terhadap orang lain yang ada dalam rapat. Budaya menghormati banyak diterapkan dalam RDP antara anggota anggota DPR-RI komisi IV RI dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Di sisi lain, Bangsa Indonesia pada umumnya tidak menyukai komunikasi yang menelanjangi pribadi orang di depan umum seperti dalam rapat. Bangsa Indonesia masih syarat dengan sopan santun. Hal ini sejalan dengan pendapat Edward T. Hall (dalam Griffin 2006) masyarakat memiliki dua karakter budaya komunikasi yaitu high-context culture (collectivistic) dan low-context culture (individualistic). Dalam masyarakat yang memiliki budaya komunikasi konteks rendah, pesan komunikasi mudah dipahami karena diutarakan secara eksplisit. Sedangkan masyarakat yang memiliki budaya konteks tinggi, pesan komunikasi sulit ditafsirkan maksudnya karena implisit. Budaya komunikasi konteks tinggi termasuk bangsa di Asia dan budaya komunikasi konteks rendah adalah bangsa Eropa dan Amerika. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Gamble & Gamble (2005);
(Philipsen dalam Griffin 2006; Carte & Fox 2006) bahwa cara
komunikasi
dipengaruhi
oleh
budaya.
Setiap
budaya
memiliki
gaya
berkomunikasi, (Suwarsih 2002). Sehubungan dengan hasil penelitian di atas, bentuk komunikasi yang banyak digunakan oleh anggota DPR-RI komisi IV dalam rapat pendapat dengan Kementerian Pertanian dipengaruhi oleh budaya timur yang selalu menghormati
121 lawan komunikasinya. Penghormatan kepada lawan bicara sebagaimana dikemukakan Rahyono et.al (2005) merupakan suatu kearifan komunikasi dan penting di dalam budaya komunikasi. Sedangkan cara direktif adalah memberikan perintah atau pengarahan kepada pihak lain. Cara direktif kedua terbanyak yang digunakan karena anggota DPR-RI komisi IV merasa wakil rakyat yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Dalam menjalankan fungsi pengawasan inilah anggota DPR-RI komisi IV menggunakan kalimat-kalimat ujaran perintah. Hal ini dapat terlihat ketika pendapat-pendapat sudah beberapa kali disampaikan, tetapi pihak Kementerian Pertanian belum melaksanakan, maka anggota DPR-RI komisi IV memerintahkan. Peran sebagai pengawas pemerintah, tindakan menggunakan kalimat perintah sangat wajar digunakan. Cara penyampaian pesan menggunakan komisif, ekspresif, dan deklaratif sedikit digunakan. Bentuk kalimat komisif merupakan bentuk penolakan atau persetujuan atas persoalan yang sedang dibahas dalam rapat. Persetujuan atas program pemerintah akan datang dari anggota fraksi yang berasal dari partai pemerintah atau anggota koalisi. Sedangkan penolakan atas program pemerintah akan datang dari fraksi yang berasal dari partai oposisi atau bukan koalisi. Dalam rapat yang terjadi, cara penyampaian dengan menggunakan bentuk komisif sedikit digunakan disebabkan dalam pembahasan masalah bukan bentuk dukungan atau penolakan yang diharapkan tetapi jalan keluar atas permasalahan yang ada. Cara penyampaian bentuk komisif idealnya digunakan dalam rapat voting pendapat. Bentuk eksperesif memang kurang terdeteksi, karena yang dianalisis adalah dokumen risalah RDP. Dalam risalah tersebut hanya memuat lambang komunikasi verbal sedangkan lambang komunikasi non verbal tidak terekam. Ini merupakan salah satu kelemahan penelitian ini. Cara penyampaian pesan dengan bentuk deklaratif paling sedikit digunakan. Dalam cara penyampaian deklaratif terkandung suatu tindakan yang akan dilakukan. Cara penyampain ini paling sedikit disebabkan para anggota DPR-RI komisi IV menyadari bahwa mereka berkomunikasi dengan pemerintah yang menguasai permasalahan.
122 Kementerian pertanian banyak didukung oleh pegawai yang sudah memiliki pendidikan tinggi, bergelar doktor di bidang pertanian. Pegawai Kementerian Pertanian cukup menguasai permasalahan pertanian baik teoritis maupun praktis di lapangan. Dalam salah satu risalah rapat tentang Realisasi Anggaran 2009 dan Rencana Anggaran 2010, anggota DPR-RI komisi IV muncul anekdot, “kalau kita senggolan dengan 5 orang di lift Kementerian Pertanian salah satu dari 5 orang tadi adalah doktor.”
Kementerian Pertanian tahun 2010
memiliki pegawai bergelar doktor sebanyak 52 orang. Dalam komunikasi bila seseorang mengetahui lawan bicaranya adalah ahli di bidangnya maka cara penyampaian pesan akan berbeda dengan lawan bicara yang bukan ahli. Hal ini sesuai dengan pendapat Atkin & Salomon ( dalam Berger et.al. 2010) yang mengemukakan bahwa dalam komunikasi, isi pesan, bentuk, dan gaya komunikasi ditentukan oleh siapa lawan bicaranya. Hubungan Karakteristik dengan Perilaku Komunikasi Sebagaimana dikemukakan di kerangka pemikiran, perilaku komunikasi yang dibagi menjadi dua dimensi isi dan cara penyajian. Sehubungan dengan itu, maka dirumuskan dua hipotesis. H1: Terdapat perbedaan Isi pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Perbedaan isi pesan komunikasi disebabkan oleh karakteristik yang berbeda. H2: Terdapat perbedaan cara penyajian pesan komunikasi anggota DPR-RI Komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Perbedaan cara penyajian pesan komunikasi disebabkan oleh karakteristik yang berbeda. Untuk menguji hipotesis tersebut, pada bagian ini akan digambarkan bagaiman hubungan masing-masing variabel. Uji hubungan variabel digunakan statistik korelasi non parametrik Kendall Thau. Hasil perhitungan uji hubungan adalah sebagai berikut:
123 Tabel 30 Keeratan hubungan antara karakteristik dengan perilaku komunikasi Karakteristik Jenis kelamin
Umur
Perilaku komunikasi Isi Pesan Kepentingan 0,113 -0,059 Kesesuaian tema -0,071 -0,112 Orientasi -0,284 0,143 Jenis alasan -0,084 0,031 Bentuk bukti -0,146 0,062 Cara penyajian Kejelasan 0,000 0,000 Sikap kritis 0,193 -0,042 Bentuk penyampaian 0,129 -0,137 N=37 Keterangan : * signifikan pada 0,05 ** signifikan pada 0,01
Agama
Pendidikan
Fraksi
Pekerjaan awal
Masa bakti
0,016 -0,145 0,250 -0,008 0,200
0,057 -0,190 -0,119 0,286 -0,113
0,036 0,231 0,188 -0,270 -0,044
0,200 -0,023 -0,014 0,020 0,036
-0,203 0,012 0,000 -0,247 -0,112
0,000 -0,250 0,044
0,000 0,041 -0,282
0,000 -0,049 -0,006
0,000 0,111 -0,017
0,000 -0,105 0,022
Dari Tabel 30 dapat diketahui tidak ada hubungan antara karakteristik anggota DPR-RI komisi IV dengan isi pesan dalam RDP. Dengan demikian hipotesis pertama tidak dapat diterima. Maka dapat disimpulkan, tidak terbukti perbedaan isi pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 disebabkan oleh karakteristik yang berbeda. Tidak terdapat hubungan karakteristik anggota DPR-RI komisi IV dengan cara penyajian pesan komunikasi dalam RDP. Hipotesis kedua penelitian tidak terbukti. Dengan demikian dapat disimpulkan, tidak terbukti perbedaan cara penyajian pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 disebabkan oleh karakteristik yang berbeda. Hasil penelitian Kim (2004) menunjukkan perilaku komunikasi politik seseorang disebabkan oleh pengetahuan dan kesadaran politik. Bukan karakteristik yang menyebabkan seseorang melakukan komunikasi politik tetapi pengetahuan politik dan kesadaran politik. Anggota komisi IV DPR-RI adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan politik dan kesadaran politik yang sangat baik. Faktor inilah yang mendorong mereka melakukan komunikasi di dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Pertanian. Sebagaimana banyak dipahami, legislatif adalah lembaga politik yang di dalamnya terdapat orang-orang memiliki pengetahuan dan kesadaran politik yang tinggi. Anggota DPR-RI komisi IV memiliki kesadaran dan pengetahuan politik
124 yang sangat baik, sehingga dapat menggunakan hak-hak politiknya secara maksimal. Retorika Rapat Dengar Pendapat Rapat politik adalah komunikasi tawar menawar (bargaining) untuk memperoleh dan menyelaraskan kepentingan. Seorang peserta rapat politik perlu menguasai strategi komunikasi baik retorika maupun speech act agar tujuan bargaining politik yang dilakukan membawa hasil. Penguasaan retorika dan speech act akan memuluskan pencapaian komunikasi. Strategi komunikasi dalam rapat dengar pendapat yang bernuansa politik antara legislatif dengan pemerintah banyak menggunakan teknik-teknik retorika. Keahlian retotis meliputi ethos, pathos dan logos. Ethos dalam retorika merupakan kemampuan seseorang berkomunikasi yang didasari oleh pengetahuan yang luas dan status sosial yang terhormat. Pathos, keahlian dalam menyajikan pesan yang dapat menyentuh perasaan khalayak sehingga terdorong emosinya untuk bertindak. Logos, kemampuan meyakinkan khalayak dengan mengajukan alasan dan bukti melalui pesan komunikasi yang logis. (Stacks et. al 1991). Dalam rapat, para peserta dapat mengaplikasikan teori retorika untuk mempengaruhi lawan bicara sehingga ide yang disampaikan diterima. Faktor ethos dalam implementasi tergambar dari kemampuan peserta rapat menguasai permasalahan yang disampaikan dan status sosial yang dimilikinya. Dalam konteks RDP, anggota DPR adalah lembaga yang terhormat yang kedudukannya sebagai lembaga tinggi negara. Anggota DPR setara dengan Presiden dalam komunikasi dapat memanggil presiden sebagai „saudara presiden‟. Sedangkan kementerian adalah bawahan dari presiden. Posisi tawar anggota DPR lebih tinggi dan terhormat dari kementerian. Pihak kementerian memanggil anggota DPR-RI dalam RDP menggunakan kata „terhormat‟. Sedangkan pengetahuan yang luas anggota
DPR-RI
dipandang
cukup
mengetahui
berbagai
permasalahan
kenegeraan. Setiap anggota DPR didampingi oleh 2 orang tenaga ahli untuk membantu mereka menguasai permasalahan kenegaraan. Khusus permasalahan yang dikelola oleh kementerian teknis seperti pertanian, perindustrian, perkebunan, pekerjaan umum penguasaan permasalahan lebih dikuasasi oleh kementerian daripada anggota DPR. Pegawai kementerian
125 pada umumnya memiliki pendidikan yang baik dan pengalaman yang cukup dalam bidang masing-masing. Seperti diketahui, pegawai kementerian pertanian tahun 2010 telah memiliki 52 orang yang berpendidikan strata tiga (S3). Dapat diduga penguasaan masalah pertanian lebih dikuasai oleh Kementerian Pertanian daripada anggota komisi IV. Faktor pathos
dalam
implementasi
merupakan kemampuan untuk
menyampaikan pesan yang dapat menggugah perasaan. Pathos merupakan seni berbicara, sopan santun, penggunaan intonasi, dialek, dan unsur emosi lainnya sehingga lawan bicara terperdaya dan mengikuti apa yang dianjurkan. Kemampuan pathos anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dapat tergambar dari kemampuan menggunakan sopan santun, kalimat yang jelas, gaya bicara, bentuk penyampaian dan penekanan-penekanan intonasi suara yang digunakan. Hasil dari penggunaan kemampuan pathos kurang dapat tergambar dalam penelitian ini. Karena penelitian ini hanya menganalisis dokumen tertulis yang tidak memuat unsur-unsur tersebut. Faktor logos dalam implementasi merupakan kemampuan untuk memilih argumentasi, berupa alasan dan bukti yang menguatkan pesan. Kemampuan logos anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dapat tergambar dari kemampuan mereka memilih alasan dan penyertaan bukti pendukung, dan susunan kalimat setiap pesan yang disampaikan. Keahlian anggota DPR-RI komisi IV dalam menerapkan logos sudah cukup baik, karena sebagian besar pesan dalam RDP disertai alasan dan bukti yang sulit terbantahkan. Keahlian retoris yang ditampilkan sebagian besar telah mengarah pada upaya untuk menciptakan efek komunikasi politik yang baik. Anggota DPR-RI komisi IV dalam implementasi retorika dapat ditemukan mulai dari cara mereka memilih pokok pembicaraan, muatan kepentingan yang dibawa, orientasi dalam rapat, pemilihan argumentasi, bukti pendukung, cara penyajian, sikap kritis dan bentuk penyampaian. Dengan demikian keahlian komunikasi retoris cukup baik dalam mewujudkan kepentingan komunikasi politik yang mereka inginkan. Gambaran lebih dalam dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
126 Secara faktual, perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP telah menunjukkan muatan pesan lebih dominan mengandung kepentingan masyarakat, orientasi pesan rapat dominan memecahkan masalah, pesan sesuai dengan tema secara substantif, memilih jenis alasan gejala faktual, bentuk bukti naratif, menggunakan kalimat yang jelas, dan bentuk penyampaian asertif. Perilaku komunikasi politik yang ditampilkan oleh anggota DPR-RI komisi IV merupakan repleksi keahlian retoris dalam usaha mempengaruhi pemerintah agar menyusun program dan kebijakan pembangunan pertanian berpihak kepada kepentingan masyarakat. Anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP lebih banyak menyampaikan pesan yang mengandung kepentingan masyarakat. Pesan yang mengandung kepentingan masyarakat adalah pesan yang bila terwujud akan memberi implikasi pada terpenuhinya kepentingan masyarakat konstituen politik Indonesia. Masyarakat konstituen mengandung pengertian yang sangat luas terdiri atas berbagai sektor kebidupan seperti petani, pedagang, pegawai negeri, pegawai swasta, pelajar dan sebagainya. Bahkan beberapa pemikiran kritis memasukkan anggota DPR sendiri sebagai bagian dari masyarakat. Namun dalam kesempatan ini, muatan kepentingan
telah
dipisahkan
menjadi
muatan
kepentingan
masyarakat,
pemerintah, dan pribadi anggota DPR. Jadi, kepentingan yang telah disuarakan oleh anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 telah mewakili pengertian masyarakat konstituen secara luas. Anggota DPRRI komisi IV telah menjalankan peran menyuarakan kepentingan masyarakat secara umum. Secara politis perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian sudah sesuai dengan tuntutan masyarakat. Anggota DPR-RI komisi IV sudah mempraktekkan retorika politik yang menunjukkan mereka adalah wakil rakyat yang membawa kepentingan masyarakat. Tidak ada bukti dan alasan yang dapat menuduh anggotga DPR-RI komisi IV tidak menyuarakan
kepentingan
masyarakat.
Gambaran
besarnya
kepentingan
masyarakat yang dibawa oleh pesan-pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP semakin meningkatkan keyakinan bahwa program-program pembangunan pertanian yang dirumuskan berpihak kepada kepentingan
127 masyarakat. Karena program pembangunan pertanian yang dirumuskan oleh pemerintah merupakan persetujuan dari wakil rakyat, yaitu anggota DPR-RI komisi IV. Pihak Kementerian Pertanian tidak punya alasan untuk mengabaikan pesan-pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV, karena memuat kepentingan masyarakat. Pada gilirannya pembangunan pertanian membawa kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sisi lain dari isi pesan anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP sedikit yang menyimpang dari tema rapat atau yang mengganggu. Perilaku komunikasi politik yang ditampilkan berusaha untuk memecahkan persoalan yang diagendakan dalam rapat. Walaupun masih terdapat pesan yang berindikasi eksistensi diri dan gangguan namun jumlahnya sedikit. Anggota DPR-RI komisi IV menunjukkan keseriusan dalam RDP. Gejala ini semakin menguatkan penilaian bahwa anggota DPR-RI komisi IV adalah representasi dari rakyat yang berusaha agar program dan kebijakan pertanian mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemilihan jenis alasan dan bentuk bukti yang menguatkan pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP adalah langkah strategis yang ditampilkan. Umumnya anggota komisi IV memilih jenis alasan gejala faktual. Di mana dalam jenis alasan gejala faktual mengandung data-data lapangan yang sulit terbantahkan. Sementara bentuk bukti yang disertakan lebih banyak disampaikan dengan naratif. Bentuk bukti naratif memuat uraian rinci atas persoalan yang disampaikan sehingga menguatkan daya pengaruh pesan yang disampaikan. Strategi pemilihan jenis alasan dan bentuk bukti oleh anggota DPR-RI komisi IV akan meningkatkan daya persuasi pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV. Pendapat yang disampaikan merupakan kandungan fakta dan uraian rinci yang utuh sehingga sulit untuk dibantah. Di sisi lain, fakta dan naratif yang disampaikan oleh anggota DPR-RI komisi IV melemahkan daya sanggah komunikasi pihak Kementerian Pertanian. Sementara cara penyampaian pesan komunikasi oleh anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP menggunakan bentuk asertif dan kalimat jelas. Bentuk asertif yang ditandai bentuk penegasan dan penghormatan pada lawan bicara. Kalimat yang jelas, tegas, dan penuh rasa hormat merupakan perilaku komunikasi yang sangat berbudaya Indonesia. Pesan komunikasi yang disampaikan dengan
128 jelas, tegas, dan penuh rasa hormat semakin menguatkan daya pengaruh komunikasi. Ketegasan menguatkan pengaruh, kejelasan kalimat menguatkan maksud komunikasi dan tidak terjadi multi tafsir, penuh rasa hormat menguatkan penghukuman (punishment) atau desakan pada lawan bicara secara elegan. Penghormatan lawan bicara menjadi penting dalam berbagai budaya (Rahyono, et.al. 2005) Memberikan penghormatan berupa asertif kepada lawan bicara dapat meningkatkan efektifitas komunikasi. Lawan bicara merasa diberikan penghargaan dan bahkan dapat tersanjung sehingga menerima saran yang disampaikan. Penghormatan dalam komunikasi juga merupakan kearifan dan kesantunan yang dapat membuat lawan bicara menerima saran yang disampaikan. Sebaliknya, komunikasi yang arogan dan merendahkan lawan bicara sering menjadi penghambat tercapainya tujuan komunikasi. Keahlian komunikasi retoris yang ditampilkan oleh anggota DPR-Ri komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 sudah menjadikan posisi tawar bergaining komunikasi semakin meningkat. Artinya keahlian retoris yang dipertunjukkan menjadikan mereka memiliki pengaruh yang kuat terhadap Kementerian Pertanian. Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP telah menunjukkan penerapan teori retorika dan speech act yang baik dan dapat diduga efektivitasnya akan sesuai dengan harapan. Drama Komunikasi Politik Siaran Pers Polda Metro Jaya 30 Desember 2011 mengemukakan, jumlah demontrasi tahun 2011 meningkat dari tahun 2010. (Tribunnews.com). Tempat demontrasi yang paling sering dijumpai adalah di depan gedung DPR, Bundaran Hotel Indonesia, Instana Negara dan kantor kementerian. Demontrasi adalah bentuk komunikasi politik. Bila masyarakat merasa aspirasi mereka kurang mendapat tempat dalam kebijakan yang dikeluarkan pemerintah atau DPR-RI, rakyat memilih saluran komunikasi politik seperti demonstrasi atau unjuk rasa, (Puriantha 2008). Hasil penelitian Emrus (2009), hasil jejak pendapat Barometer Kompas 2010, dan Zulkili (2011) menunjukkan bahwa rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap DPR. DPR dipandang tidak menyuarakan kepentingan rakyat, tetapi
129 menyuarakan kepentingan pribadi atau partai. Informasi tersebut menunjukan perbedaan yang nyata dengan hasil penelitian ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pesan yang disampaikan oleh anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 memuat kepentingan masyarakat. Dalam dunia politik perilaku komunikasi para aktor politik sulit ditebak arah dan maksud khususnya bagi orang awan. Perilaku komunikasi yang mereka pertontonkan sulit menjadi acuan bagi masyarakat. Sifat konstitutif politik dan retorika politik
adalah sulit
untuk
ditafsirkan
dan
kadang
bersifat
kontroversial. Jarang komunikasi politik bersifat linier yang pengertiannya mudah ditafsirkan. Kondisi itulah yang membuat mereka disebut orang politik, (Blevins et.al, 2008). Di dalam komunikasi politik sering terjadi antara ucapan dan maksud sering tidak sejalan. Orang politik berbicara selalu syarat kepentingan. Dalam politik sering muncul perebutan kekuasaan atau kepentingan. Untuk mencapai kekuasaan atau kepentingan tadi, tidak jarang menghalalkan segala cara (homo homini lupus). Tidak ada teman abadi dalam poltik, yang abadi adalah kepentingan. Menurut Erving Goffman (dalam Ritzer 2003) interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan drama yang ditampilkan di atas pentas. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, aktor juga harus mempersiapkan
kelengkapan
pertunjukan.
Kelengkapan
ini
antara
lain
memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain. Hal ini dilakukan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage terdiri dari dua bagian yaitu setting dan front personal. Setting mengacu pada pemandangan fisik yang harus
130 ada jika harus menjalankan peran. Sedangkan front personal terdiri dari berbacai macam perlengkapan yang bersifat menyatakan perasaan. Sedangkan back stage adalah keadaan di mana sesorang berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga dia dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus dibawakan. Dengan konsep dramaturgi dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Dalam kaitan dengan RDP antara anggota komisi IV dengan Kementerian pertanian, masing-masing pihak dalam rapat telah memainkan drama komunikasi politik. Panggung depan bagi anggota komisi IV berbicara menyuarakan sesuatu seperti mengatasnamakan kepentingan rakyat dengan retorika sedemikian rupa sehingga perserta lain memandangnya telah menjalankan peran yang seharusnya. Konteks RDP telah membawa perilaku mereka pada peran seorang wakil rakyat. Sementara di panggung belakang anggota komisi IV adalah anggota masyarakat yang berperilaku mewujudkan kepentingan pribadi atau kelompok masingmasing. Dalam kasus RDP antara komisi IV DPR-RI dengan Kementerian Pertanian tahun 2010, front stage menunjukkan bahwa mereka telah mengedepankan kepentingan masyarakat lebih besar daripada kepentingan pribadi atau pemerintah. Namun di back stage, sulit untuk diketahui kepentingan mana yang lebih berperan. Salah satu contoh pada agenda RDP selama tahun 2010, sedikit sekali agenda yang membahas kepentingan petani langsung. Hal ini mengindikasikan adanya kepentingan lain daripada kepentingan masyarakat petani. Di balik pesan-pesan tersurat terdapat pesan-pesan tersirat. Pengamatan beberapa kali mengikuti RDP di DRP, praktek komunikasi politik yang syarat dengan dramturgi mudah ditemui. Dalam RDP dapat ditemui ada anggota DPR-RI yang secara sengaja sangat kritis dalam menyikapi permasalahan yang sedang dibahas. Anggota DPR tersebut memilih alasan yang sangat rasional, menunjukkan bukti yang cukup dan orasi yang memukau. Berbagai penjelasan yang disampaikan kementerian tidak ada yang dapat diterimanya. Kementerian dalam posisi salah dan harus melakukan sesuatu yang
131 besar, ideal untuk rakyat, mahal dan berat untuk dilaksanakan. Orang lain yang menyaksikan debat RDP tersebut, mungkin berdecak kagum karena ada anggota DPR yang gigih mengkitisi kebijakan pemerintah dan menyuarakan kepentingan rakyat banyak. Sikap kritis yang ditunjukkan anggota DPR tersebut harus dapat diterjemahkan oleh pihak kementerian. Berkomunikasi dalam ranah politik tidak selalu linier. Pihak kementerian harus melakukan pendekatan personal kepada anggota DPR tersebut, mungkin ada kepentingan lain di luar ruang sidang yang sedang mengganggu anggota DPR tersebut. Benar saja, setelah mengadakan pertemuan khusus dan tertutup, sikap anggota DPR tadi melunak dan mendukung kebijakan pemerintah. Oleh kalangan komunikasi politik menyebut drama komunikasi seperti ini adalah „komunikasi injak kali muncrat’. Drama komunikasi politik seperti ini terjadi bila ada anggota DPR merasa kurang mendapat perhatian dari kementerian. Sikap kritis merupakan kode anggota DPR untuk mengundang kementerian menemuinya dalam waktu terpisah. Dalam pertemuan tersebut dapat ditemukan kesepakatan-kesepakatan lain. Drama komunikasi politik yang hampir sama dapat ditemui dalam RDP atau pembahasan RUU. Anggota DPR menjalankan peran sebagaimana idealnya. Mengkritisi permasalahan yang diagendakan dalam rapat. Bahkan menolak pasalpasal RUU yang dipandang kurang sesuai. Beberapa kali rapat sikap ini konsisten kritis. Namun menjelang pengambilan keputusan, sikap kritisnya hilang dan tidak ada rasa sungkan mendukung semua pasal yang ada. Gejala seperti ini oleh kalangan komunikasi politik dinamakan „kasusnya sudah masuk angin‟. Hubungan antara wakil rakyat dengan rakyat dan pemerintah (huruf miring dari penulis) bukan terjadi ruang hampa, secara otomatis wakil rakyat memperjuangkan kepentingan rakyat atau mendukung kebijakan pemerintah. Hubungan antara rakyat dan wakilnya atau pemerintah terjadi dalam dinamika tarik menarik kepentingan. Posisi rakyat dalam konteks hubungan ini tergantung tingkat melek politik (political literacy) rakyat. Rakyat bisa berpengaruh signifikan dalam politik bila rakyat dapat memposisikan wakil rakyat secara fungsional sebagai pejuang kepentingan rakyat. Bila hubungan rakyat dan
132 wakilnya masih bersifat „parton-klien‟ maka rakyat selalu menjadi legitimatot kepentingan politisi saja, (Zulkifli S. 2011). Belakangan ini timbul gejala baru di kalangan anggota DPR. Anggota anggota DPR-RI diduga dikendalikan oleh pihak-pihak tertentu, seperti pengusaha atau kelompok kepentingan lainnya. Anggota DPR telah dititipkan kepentingan tertentu yang harus diperjuangkan dalam rapat. Sewaktu ada rapat yang tujuannya merumuskan
kebijakan
seperti
undang-undang,
anggota
DPR
harus
memperhatikan titipan tadi. Kelompok kepentingan ini sering duduk di balkon sewaktu ada rapat. Komisi balkon ini secara seksana memantau hasil pembahasan rapat. Setelah rapat selesai, komisi balkon melakukan pendekatan atau langkahlangkah yang dapat mempengaruhi kebijakan yang sedang dirumuskan. Hubungan Legislatif dengan Eksekutif Setiap perilaku komunikasi mengandung konteks isi dan hubungan (Mulyana, 2007). Artinya setiap perilaku komunikasi akan tergambar bentuk hubungan antara pelaku. Hubungan antara pelaku komunikasi juga dapat terlihat dari isi pesan yang disampaikan. Misalnya, berbicara dengan atasan berbeda dengan berbicara dengan teman akrab. Kepada atasan kata dipilih yang sopan dan kalimat yang jelas. Kepada teman akrab kata yang digunakan adalah kata yang lazim dalam pergaulan sehari-hari. Keanggotaan dalam suatu fraksi membawa konsekuensi bagi anggota legislatif. Anggota fraksi partai politik pemerintah dan fraksi partai koaliasi sudah seharusnya berpihak dan mendukung semua kebijakan pemerintah.
Anggota
fraksi dari partai oposisi selayaknya melakukan kritik atas kebijakan pemerintah. Pertarungan komunikasi antara oposisi dan koalisi sering dipertunjukkan di media massa. Pertarungan komunikasi selalu mengusung pesan komunikasi bahwa mereka, koalisi dan oposisi, memperjuangkankan kepentingan rakyat banyak. Oposisi cenderung menilai kebijakan pemerintah kurang tepat dan tidak membawa pemerintahan kepada kesejahteraaan rakyat. Sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya oleh Martin & Vanberg, bahwa partai koalisi lebih banyak melakukan komunikasi daripada partai oposisi dalam debat terbuka.
133 Partai koalisi memilih debat terbuka, karena mereka didukung oleh jumlah yang banyak serta bukti program yang sedang berjalan. Partai oposisi memilih sedikit berbicara pada debat terbuka dan lebih memilih komunikasi interpersonal. Melalui komunikasi interpersonal dari mulut ke mulut, partai oposisi dapat meyakinkan masyarakat, menggalang opini dan menanamkan pengaruhnya. Namun sangat menarik temuan Emrus (2008) di mana anggota DPR-RI RI sangat tunduk dan patuh pada ketua fraksi. Karena ketua fraksi mempunyai kekuasaan untuk menempatkan bahkan me-recall anggotanya. Sedangkan ketua fraksi adalah orang kepercayaan atau perpanjangan tangan partai yang duduk di legislatif. Kepentingan partai tergambar pada ketua fraksi. Situasi ini mempengaruhi perilaku komunikasi anggota DPR-RI. Biasanya anggota DPR-RIRI akan membawa aspirasi dari partai yang dititipkan melalui ketua fraksi. Sudah menjadi jadwal tetap, sekali dalam seminggu, biasanya hari Jum‟at adalah rapat fraksi di DPR-RI. Dalam rapat yang bertujuan konsolidasi fraksi inilah para anggota dibekali dengan pesan-pesan partai. Posisi ketua fraksi dalam DPR sangat strategi. Anggota fraksi tunduk kepada ketua fraksi, karena ketua fraksi mempunyai hak untuk mengawasi anggotanya dan mengusulkan tindakan atas pelanggaran anggotanya. Dalam bargaining politic dengan anggota DPR sesungguhnya lebih taktis dan strategis bila dilakukan lewat ketua fraksi. Kementerian atau pihak lain yang bertujuan membuat kesepatakan (deal) dengan DPR cukup mengadakan pendekatan dengan ketua fraksi. Bila dapat menguasai ketua fraksi dapat menggambarkan sudah menguasai anggotanya. Contoh lain, kasus fit and proper test terhadap calon pejabat publik banyak dilakukan di DPR. Bila ingin mendapat dukungan dari DPR, calon pejabat perlu melakukan pendekatan terhadap anggota DPR atau fraksi. Pendekatan yang dilakukan misalnya membuat kesepakatan-kesepakatan tertentu yang bernilai politik dan ekonomis. Bila tidak melakukan pendekatan, calon pejabat tadi dapat dinilai tidak layak dan tidak terpilih. Temuan lain dari Emrus (2008) adalah bahwa sedikit sekali anggota DPRRI yang memperhatikan aspirasi konstituen, karena mereka lebih mengutamakan aspirasi dari partainya. Dengan demikian RDP yang berlangsung banyak
134 mengemban aspirasi partai bukan aspirasi konstituen. Namun seolah-oleh mereka telah menjalankan peran sebagai pembawa suara rakyat. Terjadilah dramaturgi. Bahkan Zulkifli (2011) mensinyalir, para anggota DPR-RI pasca reformasi sering mengatasnamakan kepentingan rakyat dalam ucapannya padahal demi kepentingan pribadi. Gejala seperti ini muncul pada anggota legislatif yang memiliki bidang usaha atau telah dikendalikan oleh pemain bisnis. Dalam rapat anggota DPR ini berusaha memperjuangkan kepentingan pribadi, partai, atau pihak tertentu sehingga tercipta suatu kebijakan. Kebijakan yang dihasilkan akan memberikan keuntungan ekonomis atau politik kepada kelompok pemesan. Efektivitas Kebijakan Idealnya kebijakan hasil RDP mampu menyelesaikaan permasalah yang ada dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Bentuk kebijakan dari RDP tercipta berupa peraturan perundang-undangan terkait masalah tersebut yang bersifat regulasi dan tidak diskriminatif. Dengan demikian kepentingan semua pihak terakomodir dalam kebijakan yang dihasilkan. RDP antara DPR-RI komisi IV dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 sudah berlangsung beberapa kali. Kebijakan berupa perundang-undang yang berkaitan dengan pertanian sejak tahun 2009 – 2012 hanya satu yang dihasilkan yaitu UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Undang-undang ini bukan produk DPR-RI priode 2009 – 2014 tetap produk dari DPR-RI priode 2004-2009. Kebijakan yang dirumuskan dalam bidang pertanian dari tahun 2009 – 2012 ada berupa Peraturan Menteri Pertanian. Sejak tahun 2009 – 2012 sudah banyak yang dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan). Jumlah Permentan berdasarkan tahun adalah sebagai berikut: Tabel 31 Sebaran jumlah Peraturan Menteri Pertanian yang dikeluarkan berdasarkan tahun Tahun 2012 2011 2010 2009
Jumlah 14 13 5 0
135 Dari table 31 dapat diketahui terdapat 32 peraturan menteri pertanian yang dikeluarkan sejak tahun 2009-2012. Tahun 2009 tidak ada peraturan menteri pertanian yang dikeluarkan. Ketidadaan peraturan menteri ini mungkin disebabkan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II baru terbentuk dan menteri baru ditetapkan presiden. Peraturan menteri pertanian dari tahun 2010 – 2012 berjumlah 32 buah (lampiran 2) sebagian besar tidak berkaitan dengan isi agenda RDP tahun 2010. Isi peraturan menteri pertanian tahun 2009-2012 yang relevan dengan isi agenda RDP tahun 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 32 Peraturan Menteri Pertanian tahun 2009 -2012 yang berkaitan dengan isi agenda RDP tahun 2010 Nomor Tentang Nomor : 12/Permentan/PD.400/3/2012 Nomor : 01/Permentan/SR.130/1/2012
Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Nomor : 35/Permentan/OT.140/7/2011 Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif Nomor : 12/Permentan/SR.130/3/2011 Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Nomor : 06/Permentan/SR.130/2/2011 Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011 Diolah dari data Kementerian Pertanian. Sumber: Kementerian Pertanain http://perundangan.deptan.go.id/, diakses 29 Juni 2012
Peraturan Menteri Pertanian No. 35 tahun 2011 dan No. 12 Tahun 2012 berkaitan dengan isi agenda rapat Swasembada daging dan Tindak Lanjut Kunker ke Tj. Priuk. Sedangkan Permentan No. 06 Tahun 2011, No. 12 Tahun 2011 dan No. 01 Tahun 2012 berkaitan dengan isi agenda rapat Public Sercive Obligation dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian. Dari data tersebut menunjukkan bahwa RDP tahun 2010 telah menghasilkan kebijakan di bidang pertanian. Kebijakan tersebut akan mengatur dan memberikan jalan keluar atas permasalahan bidang pertanian seperti program swasembada daging, import daging, dan subsidi pupuk. Namun bentuk kebijakan Peraturan Menteri tidak dapat lagi dijadikan landasan hukum dalam pemerintahan Indonesia. Belakangan ini muncul persoalan baru dalam hirarki perundang-udnangan. Peraturan menteri saat ini tidak lagi masuk dalam hirarki perundang-undangan. Sebagaimana di atur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan pasal 7 ayat (1) disebutkan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar Negara
136 Republik
Indonesia
Tahun
1945;
Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah
Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; serta Peraturan Daerah. Bila ada Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri dikeluarkan, Peraturan Menteri itu hanya berlaku di lingkungan kementerian, tidak mengikat ke luar. Peraturan Menteri dapat dijadikan dasar hukum apabila Peraturan Menteri merupakan perintah dari undang-undang yang lebih tinggi. Oleh beberapa pihak menafsirkan Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri tidak memiliki kekuatan hukum untuk mengatur lembagai diluar kementeriannya, pemerintah daerah atau masyarakat
umum.
Atas
dasar
itu,
tidak
menjadi
kewajiban
untuk
melaksanakannya. Peraturan Menteri mengalami kemandulan dalam sistem hukum di Indonesia. Sistem pemerintahan di Indoesia berubah sejak reformasi tahun 1998. Pemerintahan yang dahulu bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Perubahan tersebut ditandai dengan munculnya UU N. 22 Tahun 1999 tentang Pemeritahan Daerah. Kewenangan pemerintahan sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah untuk mengurusnya, seperti pertanian, pendidikan, perhubungan, dan komunikasi. Hanya beberapa persoalan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat, seperti politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter, kehakiman, dan agama. Dalam merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan tanggunjawab daerah, pemerintah pusat hanya bersifat regulator. Artinya pemerintah pusat bersama DPR berperan merumuskan regulasi atau kebijakan berupa perundangundangan. Pemerintah daerah yang menjalankannya. Regulasi atau kebijakan yang dirumuskan pemerintah bersama DPR idealnya bersifat (makro) umum. Hal ini dilakukan untuk memberi peluang kepada pemerintah daerah dan DPRD membuat peraturan daerah untuk mengimplementasikan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi daerah masing-masing. Selain itu, pemerintah daerah dituntut untuk kreatif dalam menjalankan kebijakan sesuai wilayah masing-masing. Namun dalam prakteknya beberapa regulasi yang dirumuskan pemerintah pusat bersama DPR mengalami kemandegan. Pemerintah daerah sering tidak
137 menjalankan kebijakan karena kurang rincinya regulasi. Pemerintah daerah mengharapkan kebijakan yang rinci disertai petunjuk teknis. Contoh yang sering terjadi, setiap keluar Undang Undang, pemerintah daerah belum dapat menlaksanakan karena menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang menjabarkan undang-udnang. Setelah keluar PP oleh pemerintah, masih memerlukan petunjuk teknis untuk mengatur detil pelaksanaan. Kalau semua diatur oleh regulasi dari pemerintah pusat, peran otonomi daerah itu apa? Sistem informasi dan komunikasi kebijakan kurang lancar. Sistem komunikasi politik seperti ini menjadi penyimpangan dari sistem desentralisasi. Banyak pejabat baik di pusat maupun di daerah yang masih memiliki pandangan sentralistik.
Idealnya antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah terjadi komunikasi dan berbagi tanggungjawab. Antara DPR dan DPRD berlangsung komunikasi dan berbagi tanggunjawab. Sistem pemilihan kepala daerah yang saat ini berlaku juga turut menciptakan kurang efektifnya sistem pemerintahan. Kepala daerah yang merasa dipilih langsung oleh rakyat merasa memiliki kekuasaan penuh. Kepala daerah tidak dapat diberhentikan oleh pemerintah di atasnya. Dengan alasan itu, beberapa kepala daerah merasa tidak perlu tunduk pada pemerintah di atasnya. Sudah pernah terjadi Bupati tidak tunduk kepada Gubernur.
Walikota menentang
Gubernur tentang pembanguan wilayahnya. Kepala Daerah Kabupaten Bupati dan Kotamadya bukan lagi berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bukan lagi hubungan vertikal. Hal yang sama terjadi, DPRD bukan bagian dari DPR. Implikasi Hasil Penelitian Hasil peneltian ini dapat memberikan gambaran tentang penerapan teori retorika dan teori speech act dalam rapat dengar pendapat. Teori retorika klasik memaparkan bahwa dalam penyampaian pesan di depan publik membutuhkan keahlian yang meliputi ethos, pathos, dan logos. Keahliah berkomunikasi dalam retorika dimulai dari pemilihan topik, penguasaan masalah, pemilihan alasan dan penyertaan bukti yang disampaikan. Penguasaan retorika ini akan membuat khalayak pendengar terpesona dan mempercayai orator yang berbicara.
138 Penelitian-penelitian efektivitas retorika yang berlangsung pada lokus komunikasi langsung di depan publik sudah banyak dilakukan dan telah banyak terbukti. Hasil penelitian ini mencoba mengkaji penerapan teori retorika dalam bentuk rekaman naskah pembicaraan selama RDP antara anggota DPR dengan Pemerintah. Ternyata penerapan teori retorika tersebut dapat dipelajari dan diuji melalui lokus komunikasi tertulis berupa risalah rapat. Hal ini memberikan nuansa baru penerapan teori retorika politik yang selama ini belum banyak dikaji. Komunikasi dalam RDP antara DPR dengan pemerintah bernuansa politik. Penerapan teori retorika dapat ditemukan melalui risalah rapat terutama strategi aktor
politik dalam memilih pokok pembicaraan, penyusunan
argumentasi, cara penyajian, sikap kritis dan bentuk penyampaian pendapat. Dengan demikian masing-masing peserta RDP menerapkan strategi retorika dalam menyampaikan pendapatnya. Sementara teori speech act menjelaskan bentuk penyampaian pesan. Teori ini cenderung digunakan untuk menemukan maksud pembicara dilihat dari bentuk ujaran yang digunakan. Motif komunikasi sering ditemukan bukan dari apa yang disampaikan tetapi dari cara menyampaiknnya. Bentuk-bentuk penyampaian komunikasi akan membawa dampak pada efek komunikasi. Pilihan bentuk asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif akan membawa konsekuensi dan efek pada pendengar tentang maksud dari pembicara. Konsekuensi dan efek yang dimaksud adalah, pendengar akan mempersiapkan umpan balik apa yang akan disampaikan kepada pembicara. Umpan balik disesuaikan dengan bentuk komunikasi yang pembicara. Misalnya bila pembicara menggunakan bentuk penyampaian asertif yang penuh dengan penghormatan, pihak lawan bicara akan memberikan penghormatan pula dalam menjawab. Penelitian
ini
menjelaskan
bahwa
speech
act
teori
membantu
mendeskripsikan cara anggota DPR-RI komisi IV menyampaikan pernyataan atau pertanyaan dalam RDP dengan Kementerian Pertanian. Cara penyampaian tersebut mengindikasikan maksud pembicara dan kedudukan pembicara dengan lawan bicaranya. Teori speech act mampu menunjukkan bagaimana para aktor politik memilih bentuk penyampaian pendapat dalam rapat. Bentuk penyampaian
139 pendapat yang paling banyak digunakan sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang penuh dengan bahasa penghormatan kepada lawan bicara. Rapat adalah komunikasi politik yang didalamnya terjadi proses tawar menawar (bargaining) untuk memperoleh dan menyelaraskan kepentingan. Seorang peserta rapat politik perlu menguasai strategi komunikasi baik retorika maupun speech act agar tujuan bargaining politik yang dilakukan membawa hasil. Penguasaan retorika dan speech act akan memuluskan pencapaian komunikasi. Para anggota DPR komisi IV mengungkapkan pendapat mereka menggunakan teori retorika dan speech act. Dengan demikian penelitian ini melakukan verifikasi atas teori retorika dan speech act tetap relevan dalam mengkaji komunikasi politik dalam rapat. Teori reorika dan speech act dapat dikembangkan untuk mengkaji pesan secara faktual dan tersurat dalam naskah pesan komunikasi. Kedua teori ini tidak hanya terbatas pada bentuk komunikasi lisan. Tetapi perlu diingat, tidak semua teori retorika dan speech act dapat dianalisis melalui pesan tertulis. Beberapa faktor seperti jenis alasan demonstrasi perlu menyediakan naskah audio visual. Sedangkan pada teori speech act, untuk melihat cara penyampaian ekspresif diperlukan naskah audio visual. Penerapan teori retorika dan speech act dalam mengkaji perilaku komunikasi dalam RDP di DPR telah dapat menunjukkan strategi anggota komisi IV DPR dalam memilih isi pesan dan bentuk penyampaiannya. Melalui risalah RDP dapat diketahui bentuk retorika dan speech act yang digunakan oleh anggota komisi IV DPR. Dari penerapan retorika dan specch act selanjutnya dapat diketahui muatan kepentingan, orientasi, kesesuaian tema, jenis alasan, bentuk bukti, kejelasan kalimat, sikap kritis, dan bentuk penyampaian
pesan yang
digunakan oleh anggota komisi IV DPR-RI dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Secara faktual, hasil penelitian menunjukan bahwa pesanpesan dalam RDP telah menggambarkan bahwa anggota komisi IV DPR-RI melaksanakan fungsi sebagai wakil rakyat yang membawa kepentingan rakyat dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Secara teoritis karakteristik individu seperti, jenis kelamin, umur, agama, tingkat pendidikan, asal fraksi, jenis pekerjaan, dan pengalaman aktor diduga
140 berpengaruh pada penerapan retorika dan speech act. Keahlian retorika dan speech act akan berdampak pada efektivitas komunikasi. Dalam penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda. Karakteristik individu tidak berhubungan dengan retorika dan speech act yang digunakan. Tidak ditemukan perbedaan bahwa karakteristik individu mempengaruhi cara aktor memilih isi pesan, penyusunan dan cara penyampaiannya dalam RDP. Perilaku komunikasi politik tidak dipengaruhi oleh karakteistik individu tetapi dipengaruhi oleh kesadaran dan pengetahuan politik. Anggota DPR adalah actor politik yang sudah memiliki pengetahuan dan kesadaran politik yang sangat baik. Karena pengetahuan dan kesadaran yang hampir merata antara semua anggota DPR, perilaku komunikasi politik mereka dalam rapat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Faktor jenis kelamin, umur, agama, tingkat pendidikan, asal fraksi, jenis pekerjaan awal, dan pengalaman tidak menunjukkan perbedaan dalam cara mereka memilih isi pesan, menyusun dan cara penyampaiannya di dalam RDP. Teori retorika dan speech act dalam penelitian ini digunakan untuk melihat pesan yang tersurat, sesuai dengan paradigma teori positivisme. Sehingga hasil penelitian hanya mampu menggambarkan pesan dalam RDP secara obyektif dan sistematis. Pengkajian aplikasi retorika dan speech act menggunakan analisis isi ditinjau dari fakta-fakta yang terdapat dalam pesan tersurat dan eksplisit. Pesanpesan tersirat atau implisit tidak dapat dikaji melalui analisis isi kuantitatif. Pengkajian pesan implisit atau tersirat dapat digunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk mengukur efektivitas RDP dalam mengjhasilkan kebijakan. Sebagaimana digambarkan pada (table 31 dan 32) dapat diketahui belum ada kebijakan Kementerian Pertanian yang dirumuskan dari RDP selama tahun 2010 selama penelitian dilaksanakan. Dengan demikian implikasi penelitian ini dapat menjadi salah satu indikator efektivitas RDP antara pemerintah dengan DPR. Menurut kesan banyak pihak, bidang politik praktis penuh dengan intrik atau sandiwara. Komunikasi merupakan panggung dan alat para aktor politik bermain sandiwara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Komunikasi politik penuh dengan dramatisasi, antara pesan faktual dan motif yang dikandungnya
141 tidak selalu sejalan (linier). Bagi orang awam, isi pesan komunikasi politik yang sesungguhnya sulit ditafsirkan. Isi pesan dalam komunikasi politik tidak selamanya dapat ditafsirkan berdasarkan yang tersurat. Di balik pesan tersurat terkandung maksud pesan (tersirat) yang lebih penting. Dramaturgi dalam komunikasi politik memiliki dua panggung, yaitu panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan komunikasi politik adalah komunikasi faktual yang dilakukan aktor politik yang mengandung pesan semu. Pesan semu artinya, kandungan isi pesan panggung depan hanya alat untuk mewujudkan isi pesan tersirat. Panggung belakang komunikasi politik mengandung pesan tersirat berupa motif yang hendak disampaikan. Ketika aktor politik melakukan komunikasi, maksud sesungguhnya jarang ditemukan pesan faktual yang disampaikan. Pesan sesungguhnya terdapat pada akibat lebih lanjut dari pesan faktual tersebut. Perilaku komunikasi politik panggung depan dapat diamati dan dikaji dengan obyektif melalui analisis isi kuantitatif melalui pesan tersurat yang dihasilkan. Sedangkan
perilaku komunikasi politik panggung belakang dapat
dikaji untuk mengetahui pesan tersirat dan motif komunikasi. Mengkaji pesan tersirat yang dilakukan pada panggung belakang dapat digunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini fokus pada pesan tersurat dan faktual yang disampaikan pada panggung depan komunikasi politik anggota komisi IV DPR dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 yang terdapat dalam risalah rapat. Analisis isi pesan tersurat dan faktual dilakukan dengan pendekatan kuantitatif untuk melihat penerapan teori retorika dan speech act. Analisis isi penerapan teori retorika dan speech act pada pesan tersurat telah disampaikan di awal. Sementara pesan tersirat dari komunikasi politik sulit diungkap oleh teori retorika dan speech act. Untuk mengkaji isi pesan tersirat dan motif komunikasi politik pada panggung belakang lebih tepat digunakan analisis wacana kritis. Dengan analisis wacana kritis dapat diungkap maksud-maksud pesan komunikasi yang tersirat. Melihat sifatnya yang penuh dramatisasi, komunikasi politik lebih banyak mengandung pesan-pesan implisit atau motif-motif tersembunyi. penelitian labih baik menggunakan analisis wacana ktitis.
Karena
142
Strategi Komunikasi RDP Penelitian tentang perilaku komunikasi dengan menggunakan dokumen RDP ditambah pengamatan beberapa kesempatan RDP dan rapat lain antara DPR dengan pemerintah, terdapat suatu pola-pola yang mengarah pada suatu model komunikasi RDP. Pihak anggota DPR mempertunjukkan pola komunikasi mulai dari kecenderungan berpartisipasi, strategi komunikasi dan bentuk retorika yang digunakan selama RDP. Sintesa penelitian ini ditambah dengan pengamatan, menemukan suatu pola atau gambaran perilaku komunikasi antara anggota DPRRI dengan Kementerian. Berikut ini pola atau model komunikasi antara DPR-RI dengan kementerian dalam RDP. KEMENTERIAN
DPR-RI Kepercayaan Diri
Kepercayaan Diri
Kepentingan
Orientasi Efesiensi Argumen Sikap Kritis
Terima Cara penyampaian
Retorika
Retorika
Beladiri
Strategi Komunikasi
Prioritas
Isi pesan
Partai/Fraksi
Isi pesan
Peran
Strategi Pesan
Persepsi diri
Keberpihakan
Substansi
Kredibilitas
Pengalaman
Penguasaan
Pasrah
Gambar 3. Model komunikasi RDP komisi DPR-RI dengan Kementerian
DPR-RI Anggota
DPR-RI dalam
RDP
memiliki
kecenderungan
perilaku
komunikasi. Perilaku komunikasi yang ditampilkan dipengaruhi oleh modal komunikasi seperti peran, fraksi dan karakteristik individual. Modal komunikasi yang dimiliki menjadi pendorong penyusunan stategi komunikasi dan pada
143 gilirannya strategi yang dibangun meliputi pemilihan isi pesan dan cara penyajiannya. Dalam mengemukakan pendapat di depan rapat para anggota DPRRI menyusun pesan komunikasi yang memuat kepentingan tertentu, pemilihan argumen dan bukti pendukung serta cara penyajian tertentu. Kepercayaan Diri Percaya diri yang dimaksud adalah persepsi seseorang tentang kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya untuk melakukan komunikasi. Bila seseorang memiliki percaya diri yang kuat, ada kecendungan meningkatnya aktivitas komunikasi atau sebaliknya. Semakin rendah percaya diri akan semakin jarang melakukan komunikasi. Percaya diri termasuk persepsi diri, persepsi atas peran yang diemban, dan persepsi kekuatan partai/fraksi. Persepsi diri Persepsi diri yang dimaksud adalah penilaian atas dirinya dalam hal penguasaan isu atau permasalahan, kualitas hubungan dan kekuasaan. Bila seseorang merasa dirinya tahu dan ahli di bidang itu, terdapat kecenderung untuk berpartisipasi dalam komunikasi. Tujuan komunikasi adalah untuk menyelarahkan persepsi dan meluruskan informasi. Orang yang merasa dirinya tidak mengetahui persoalan cenderung untuk mendengar dan menghindari komunikasi aktif. Bila terdesak melakukan komunikasi, tujuannya adalah untuk menggali informasi dan memuaskan rasa ingin tahu. Kualitas hubungan adalah persepsi yang dimiliki seseorang tentang baik buruknya hubungan dengan orang lain. Hubungan yang kurang baik cenderung melahirkan perilaku komunikasi yang menyerang dan menyudutkan. Hubungan yang baik dan harmonis cenderung melahirkan perilaku komunikasi yang saling melindungi dan mendukung. Sedangkan kekuasaan merupakan perbadingan antara hak dan kewajiban yang dimiliki dan kecenderungan penggunaanya (pengarusutamaan). Bila seseorang merasa haknya lebih besar dan lebih penting untuk diaktualisasikan, maka komunikasi akan lebih sering dilakukan. Bila kewajiban yang lebih diutamakan, kecenderungan banyak menerima komunikasi.
144 Peran Peran Anggota DPR-RI dalam pemerintahan adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Anggota DPR lebih dominan menjalankan peran sebagai pengawas sewaktu berhadapan dengan pemerintah. Sewaktu mengadakan RDP kecenderungan DPR adalah menilai kebijakan yang telah dirumuskan. Hal ini terbukti dari pesan-pesan yang disampaikan memuat hasil pemantauan pelaksanaan kebijakan pemerintah di bidang pertanian. Hal ini terlihat dalam agenda rapat seperti besarnya anggaran dalam setiap program, kebijakan swasembada daging, kebijakan impor sapi dan daging, subsidi pupuk, program beras miskin, dan public service obligation. Dalam menjalankan peran pengawas, kedudukan komunikasi anggota DPR-RI lebih tinggi daripada kementerian. Bila peran pengawasan dipandang penting oleh anggoa DPR-RI, ada kecenderungan meningkatnya aktivitas menyampaikan pendapat dalam rapat. Peran pengawas erat kaitannya dengan hak atau kekuasaan yang dimiliki. Anggota DPR-RI yang merasa peran dah haknya besar, kecenderungan melakukan komunikasi dalam rapat semikin meningkat. Partai/Fraksi Anggota fraksi tertentu di DPR menjadi modal dalam RPD. Fraksi adalah bentuk lain dari partai politik di DPR-RI. Partai politik di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu partai pendukung pemerintah yang berkuasa dan partai, partai independen, dan partai oposisi. Partai pendukung pemerintah yang berkuasa termasuk di dalamnya partai koalisi. Partai koalisi terdiri dari Partai Demokrat, Partai Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Pesan komunikasi yang disampaikan oleh anggota fraksi dari partai koalisi cenderung memberikan dukungan terhadap kabijakan pemerintah. Kalau pun ada kritik, sifatnya memberi jalan keluar dari permasalah yang ditemukan. Partai oposisi adalah partai yang berseberangan dengan pemerintah. Partai oposisi di DPR terdapat pada fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Partai
oposisi
dalam
pesan-pesan
komunikasinya
cenderung
ketidakmampuan pemerintah merumuskan kebijakan yang tepat.
melihat
145 Partai independen adalat partai yang netral, tidak berpihak kepada pemerintah dan tidak pula lawan pemerintah. Partai independen ada dua yaitu Partai Gerindra (Grakan Indonesia Raya) dan Partai Hatinurani Rakyat (Hanura). Pesan komunikasi dari partai independen cenderung mengandung idealisme dan nasionalisme. Artinya pesan komunikasinya memuat kepentingan bangsa dan negara. Strategi Komunikasi Muatan Pesan Pesan dalam rapat yang disampaikan oleh anggota DPR-RI merupakan evaluasi atas kebijakan-kebijakan pemerintah. Terdapat kecederungan muatan kepentingan pesan anggota DPR-RI adalah kepentingan masyarakat, karena mengevaluasi kebijakan pemerintah. Sementara substansi pesan RDP yang disampaikan anggota DPR-RI cenderung substantif, prosedural dan gangguan yang muncul bersumber dari anggota yang baru. Sedangkan orientasi pesan yang muncul cenderung menyelesaikan masalah. Orientasi eksisisten diri atau menyudutkan pihak lain muncul dari anggota yang berpengalaman masih rendah. Retorika Anggota DPR RI dalam menyampaikan pendapat di RDP retoris yang digunakan adalah jenis alasan cenderung gejala dan bentuk bukti cendeung naratif. Retorika seperti ini membuat posisi tawar komunikasi anggota DPR-RI sulit untuk dibantah atau ditolak. Bila dibantah atau ditolak, anggota DPR-RI meneruskan strategi lainnya yaitu sikap kritis terhadap argumentasi lawan bicara. Bila hal itu penting dan urgen anggota DPR-RI kemungkinan tidak menerima argumentasi yang disampaikan pihak Kementerian Pertanian. Sikap kritis ini akan cepat muncul apabila kementerian menyangkal pendapat anggota DPR-RI. Sebagai wakil rakyat yang terhormat. anggota DPR-RI cenderung tidak senang dibantah. Bila dibantah, perilaku komunikasi akan semakin sering dan berusaha menunjukkan power yang dimiliki.
146 Selanjutnya bentuk retoris lain yang digunakan adalah bahasa yang jelas dengan bentuk ujaran yang santun sesuai dengan budaya komunikasi bangsa Indonesia. Kementerian Di pihak lain,
kementerian dalam
menghadapi
RDP,
memiliki
kecenderung perilaku komunikasi. Tahap pertama RDP, pihak DPR-RI memberikan waktu kepada kementerian untuk menyampaikan paparan bahan rapat sesuai agenda. Bahan rapat sebelumnya sudah disampaikan beberapa hari sebelumnya dalam bentuk tertulis. Paparan yang disampaikan adalah kebijakan atau laporan kegiatan kementerian. Dalam RDP, kementerian terdapat kecenderungan perilaku komunikasi sebagai berikut: Kepercayaan Diri Kementerian mendeskripsikan bahan rapat sesuai permasalahan yang dibahas. Deskripsi bahan dilakukan penekanan pada hal-hal yang penting menurut kementerian. Proses deskripsi bahan rapat semakin baik apabila pihak kementerian merasa memiliki kredibilitas, berpengalaman, dan menguasai permasalahan yang dibahas. Kredibilitas Kredibilitas adalah kewenangan yang dimiliki oleh pejabat untuk menjelaskan permasalahan. Kewenangan yang dimiliki pejabat harus sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan oleh pemerintah terhadap dirinya. Pejabat yang mewakili sering ditolak oleh anggota dewan, karena dipandang tidak kredibel dan tidak relevan. Siapa pejabat resmi yang bertanggungjawab atas persoalan yang sedang dibahas, itulah yang dipandang kredibel. Pengalaman Pengalaman yang dimaksud adalah berapa sering pejabat kementerian mengikuti RDP. Pengenalan medan, dapat juga disejajarkan dengan pengalaman. Semakin banyak pengalaman berhadapan dengan anggota dewan cenderung akan semakin baik dalam memaparkan persoalan yang dibahas.
147 Penguasaan Penguasaan yang dimaksud adalah kemampuan pihak kementerian memahami persoalan yang sedang dibahas. Pejabat yang mewakili perlu mempelajari secara seksama bahan paparan yang akan disampaikan. Semakin menguasai permasalahan, akan semakin baik dalam penyajian dan menjawab pertanyaan anggota dewan. Strategi Komunikasi Langkah selanjutnya adalah menyusun strategi komunikasi dalam RDP. Strategi ini merupakan kiat yang dilaksanakan sewaktu terjadi debat dengan anggota dewan. Strategi yang dimaksud meliputi dua bagian, yaitu isi paparan dan retorika pendukung. Muatan Pesan Dalam paparan kementerian, penekanan isi kebijakan harus menonjolkan keberpihakan, skala prioritas, dan efisiensi. Sebagaimana dianamatkan dalam program pemerintah dalam mencapai Millenium Development Goals (MDGs). Program pemrintah harus pro poor, harus mengutamakan kepentingan rakyat, prioritas pengentasan kemiskinan, kesetaraan gender, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Program pemerintah harus transparan sehingga tidak terjadi manupulasi dan pemborosan uang Negara. Keberpihakan Kebijakan yang diambil merupakan dari gambaran keberpihakan kepada kepentingan rakyat banyak, yang bertujuan untuk mensejahteraan masyarakat. Hal ini penting, karena dalam RDP yang dihadapi adalah wakil rakyat yang mewakili kepentingan rakyat atau konstituen masing-masing. Bila dalam kebijakan yang dirumuskan, keberpihakan kepada rakyat kurang tergambar, anggota dewan cenderung akan melakukan kritik atau akan ditolak. Kebijakan yang tidak menunjukkan ketidakberpihakan kepada rakyat juga menyalahi program MDGs.
148 Prioritas Faktor kedua yang sering dilakukan adalah menunjukkan pilihan program berdasarkan skala prioritas. Banyak permasalahan yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Kementerian perlu menggambarkan kebijakan yang diambil lebih tepat menyelesaikan permasalahan aktual dari program yang lain. Penjonjolan azas manfaat lebih dikedepankan. Untuk penggambaran skala prioritas, kementerian menyertakan data pendukung. Bila tidak demikian, kemungkinan anggota dewan akan menyarankan program atau kebijakan lain yang lebih relevan untuk saat itu. Efisiensi Dalam pesan komunikasi kementerian tergambar adanya faktor efisiensi pembiayaan. Kebijakan yang dibuat telah diperhitungkan faktor efisiensi penganggaran namun dampaknya tetap maksimal. Hal ini menjadi argumentasi bahwa penggunaan anggaran telah dijalankan secara efektif dan efisien. Anggota dewan konsen pada penggunaan anggaran yang efisien. Anggota DPR selalu dikritik tidak menggunakan anggaran dengan efisien, salah satu adalah penggunaan anggaran kunjungan ke luar negeri dan pembangunan gedung baru DPR. Kritikan tersebut telah menanamkan sikap kritis anggaran pada anggota DPR.
Retorika Pihak
kementerian
juga
menyusun
retorika
komunikasi
berupa
argumentasi dan cara penyampaian. Retorika yang dimaksud terdiri dari 3 langkah, yaitu deskripsi, terima, dan pasrah. Deskripsi Ketika muncul kritik dari anggota dewan terhadap kebijakan atau fakta di lapangan, kementerian berusaha untuk memberikan agumentasi yang menjadi dasar kebijakan seperti program dengan keberpihakan pada kepentingan masyarakat umum, skala prioritas, efektivitas, dan efisiensi. Dengan berbagai deskripsi data, bukti, dan rasionalitas pihak kementerian berusaha membela diri atas kebijakannya.
149 Terima Namun bila strategi ini kurang berhasil, dan kritik terus belanjut. Kementerian
memilih
memperbaiki
kebijakan
langkah atau
menerima
masukan
menyelesaikan
dengan
permasalahan
di
kesediaan lapangan.
Kementerian akan melakukan perbaikan kebijakan dan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Pasrah Terakhir adalah pasrah menerima kritik dengan berdiam diri atau mengiyakan saran-saran yang disampaikan anggota dewan. Tidak ada lagi usaha untuk memberi informasi tambahan, karena dianggap pemberitan informasi tamabah ini penjelasan tidak membantu menyelesaikan persoalan bahkan menimbulkan emosi pihak DPR. Terdapat kecenderungan anggota DPR yang merasa pendapatnya faktual dan benar akan emosional bila dibantah oleh mitra kerja dari pemerinah. Ego Kelembagaan Setelah mengikuti RDP, terlihat adanya ego kelembagaan. Tetapi menarik. Anggota dewan memiliki ego, bahwa mereka adalah wakil rakyat diberi wewenang untuk mengawasi pemerintah. Pemerintah harus menuruti kehendak anggota dewan, karena merupakan perwujudan dari kehendak rakyat. Sedangkan ego kementerian adalah RDP adalah mekanisme kerja biasa yang tidak perlu serius dalam tindak lanjut. Saran dan kritik anggota dewan cenderung bernuansa kepentingan politik. Anggota dewan kurang mengetahui substansi bidang dan persoalan yang dibahas, karena mereka orang baru di DPR. Orang-orang kementerian yang paling tahu permasalahan, karena sudah berpengalaman bertahun-tahun menangani masalah yang sama dan didukung oleh tenaga ahli. Kementerian berusaha akomodatif atas saran atau kritik anggota dewan. Namun bila tidak mampu dilakukan, kementerian membiarkan saja program tetap berjalan sebagaimana yang telah direncakan. Kritik dan saran anggota dewan sedikit diabaikan. Kementerian menyadari anggota dewan tidak dapat sanksi tegas pihak kementerian, di luar angaran tahun berikutnya. Anggota dewan juga tidak dapat memberhentikan Menteri, Dirjen, Direktur atau pejabat lain di kementerian. Anggota DPR-RI dapat melayangkan surat protes kepada presiden tentang kasus
150 menterinya. Presiden lah yang dapat memberhentikan menteri. Kasus presiden memberhentikan presiden pada masa reformasi sudah menjadi sulit dilakukan. Karena anggota kabinet adalah kolaborasi dari partai pemenang pemilu yang sudah sama-sama memiliki „kartu As”. Dengan demikian kementerian dapat mengadakan RDP dengan DPR-RI hanya sebagai mekanisme tuntutan kerja.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Setelah memperhatikan hasil penelitian dan meninjau berbagai hal yang berhubungan dengan hasil penelitian maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan: 1.
Isi agenda Rapat Dengar Pendapat antara anggota Komisi IV DPR-RI dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 sedikit membahas masalah yang berhubungan dengan kepentingan petani langsung. Angota DPR-RI komisi IV lebih tertarik membicarakan persoalan yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah di tingkat pusat.Aspirasi yang memuat kepentingan petani langsung masih kurang mendapat tempat dalam pembahasan RDP antara komisi IV DPR-RI dengan Kementerian Pertanian tahun 2010.
2.
Muatan kepentingan yang paling banyak disampaikan oleh anggota DPR-RI komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementeraian Pertanian tahun 2010 adalah kepentingan masyarakat secara umum. Artinya anggota DPR-RI Komisi IV telah menjalankan amanah rakyat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat secara umum. Pada gilirannya kebijakan pemerintah dalam pembangunan pertanian diharapkan berpihak kepada kepentingan masyarakat secara umum dalam bidang pertanian.
3.
Dalam menyampaikan pendapat anggota DPRI-RI komisi IV menerapkan strategi komunikasi yang bersifat retoris. Hal ini tergambar dari cara memilih argumentasi berupa jenis alasan dan bukti yang sulit dibantah kebenarannya. Penggunaan kalimat yang jelas ditambah bentuk penghormatan semakin menguatkan strategi penyampaian komunikasi anggota DPTR-RI komisi IV dalam rapat dengar pendapat.
4.
Dalam pembahasan masalah selama rapat dengar pendapat, anggota DPR-RI komisi IV menunjukkan keseriusan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya anggota DPR-RI komisi IV yang memiliki orientasi memecahkan masalah yang sedang dibahas dalam rapat. Keseriusan tersebut tergambar pula pada dominannya topik diskusi yang bersfat substantif. Jarang pembicaraan anggota
152
DPR-RI komisi IV dalam rapat yang membicarakan mekanisme rapat atau menghalangi rapat dalam mencapai tujuannya. 5.
Perilaku komunikasi dalam memilih isi dan strategi penyajian pesan anggota DPR-RI Komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat tidak dipengaruhi karakteristik anggota. Tidak terbukti perbedaan perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian yang disebabkan karakteristik personal. Perbedaan perilaku komunikasi yang meliputi isi pesan dan cara penyajian pesan komunikasi dalam RDP disebabkan oleh faktor lain. Perbedaan dalam muatan kepentingan, kesesuaian tema, orientasi, jenis alasan, bentuk bukti, kejelasan kalimat, sikap kritis, dan bentuk penyampaian komunikasi bukan karena perbedaan karakteristik anggota DPR-RI komisi IV. Ada faktor lain yang mempengaruhi perilaku komunikasi yang tidak ditemukan dalam penelitian ini.
6.
Dalam rapat dengar pendapat antara anggota DPR-RI Komisi IV dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 masih banyak ditemukan sikap kurang kritis dan sedikit ego personal dalam menanggapi informasi yang disampaikan. Sikap cepat puas atas keterangan mitra kerja banyak ditunjukkan oleh anggota DPR-RI komisi IV, khususnya anggota yang bernaung di bawah bendera koalisi . Di sisi lain, pesan-pesan komunikasi yang bernuasa menunjukkan eksisitensi diri dan menyudutkan orang lain masih tetap ada. Eksistensi diri dan ego personal yang masih muncul adalah penggunaan hak bicara dan waktu bicara kurang efektif.
7.
Penerapan teori retorika dan speech act dalam mengkaji secaya obyektif perilaku komunikasi anggota DPR dalam RDP dengan Kementerian masih tetap relevan untuk mengetahui isi pesan, penyusunan, dan penyampiannnya secara tersurat dan faktual. Dengan penelitian ini merupakan alat verifikasi atas teori retorika dan speech act yang masih tetap berlaku dan berguna dalam mengkaji pesanpesan tersurat dalam bidang komunikasi.
8.
Perilaku komunikasi dalam RDP antara DPR dengan Kementerian masuk kajian komunikasi politik. Dalam komunikasi politik banyak mengandung unsur sandiwara. Sandiwara komunikasi politik terdiri dari panggung depan dan panggung belakang. Komunikasi pada panggung depan berupa perilaku yang
153
tampak dan ditampilkan dalam RDP. Komunikasi pada panggung belakang adalah motif atau maksud tersembunyi dari perilaku komunikasi yang ditampilkan. 9.
Panggung depan komunikasi politik mempertunjukkan pesan tersurat yang digunakan sebagai alat komunikasi dan mengandung pesan semu. Sedangkan panggung belakang komunikasi politik tidak dipertunjukkan namun merupakan pesan tersirat yang lebih penting untuk dimengerti maksudnya.
10. Metode analisis isi kuantitatif dapat menjelaskan isi pesan komunikasi politik tersurat secara obyektif yang telah ditampilkan oleh anggota DPR pada panggung panggung depan dalam RDP tetapi tidak dapat menjelaskan isi pesan tersirat.
Saran Setelah memperhatikan hasil penelitian dan meninjau berbagai hal yang berhubungan dengan hasil penelitian maka dapat disampaikan beberapa saran: 1. Isi agenda rapat dengar pendapat antara anggota DPR-RI komisi IV dengan Kementerian
Pertanian agar memberi porsi lebih besar kepada kepentingan
langsung petani di pedesaan bukan kepentingan masyarakat umum dalam bidang pertanian. Pemberian porsi pembahasan masalaha petani sebagai indikasi keberpihakan kepada petani. 2. Muatan pesan dan cara penyajian komunikasi yang bertendensi kepentingan pribadi dan eksistensi diri hendaklah diminimalkan. Karena anggota DPR adalah wakil rakyat yang memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. 3. Dalam rapat, anggota DPR-RI komisi IV sikap cepat puas dan kurang kritis dalam membahas setiap agenda rapat perlu ditingkatkan agar ditemukan solusi yang terbaik bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 4. Kemampuan komunikasi retoris, memilih topik pembicaraan, memilih alasan, penyertaan bukti, cara penyampaian tetap penting bagi anggota DPR-RI komisi IV dalam meningkatkan kualitas rapat dengar pendapat.
154
5. Drama komunikasi politik yang memuat perbedaan antara panggung depan dan panggung belakang hendaklah diminimalkan karena anggota DPR adalah wakil yang membawa amanah dan kepentingan rakyat. 6. Menghormati lawan bicara dalam rapat tetap diperlukan, namun jangan berlebihan agar tidak menghabiskan waktu rapat. 7. Rasio keterwakilan perempuan di DPR-RI tetap menjadi penting untuk lebih banyak menyuarakan kepentingan kelompok perempuan. 8. Perilaku komunikasi politik jangan hanya ditafsirkan dari pesan komunikasi tersurat saja tetapi harus menafsirkan maksud pesan tersirat. Karena pesan tersirat dalam komunikasi politik sering lebih penting daripada pesan tersurat. 9. Dalam mengkaji komunikasi politik yang ingin mengungkap motif tersembunyi atau pesan tersirat sebaiknya tidak menggunakan metode analisis isi kuantitatif tetapi menggunakan analisis wacana kritis.
DAFTAR PUSTAKA Agne, Robert R. & Tracy, Karen 2009. Coversation, Dialogue, and Discourse. Di dalam: Eadie, William F. (editor) 21st Communication of Reference Handbook Vol 1 & 2, , California: Sage Publication. Apriyantono, Anton, 2006. Konsep Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia. [terhubung berkala] http://www.deptan.go.id/ renbangtan/ Rencana_Pembangunan_Pertanian_%202005-2009.pdf. diakses 15 April 2009. Anderson, Carolyn M. and Martin, Matthew M. 1995. The Effects of Communication Motives, Interaction Involvement, and Loneliness on Satisfaction : A Model of Small Groups. Small Group Research 1995 26: 118. (DOI: 10.1177/1046496495261007. [terbuhung berkala] sagepub.online http://sgr.sagepub.com/ content/26/1/118. diakses 24 Oktober 2010. Bandura, Albert 1997. Social Learning Theory, [terbuhung berkala] http://www.learning-theories.com/ social-learning-theory-bandura. diakses 6 April 2012. Baran, Stenley J. & Davis, Dennis K., 1995. Mass Communication Theory, Foundations, Fement, and Future, Belmont California: Wadsworth Publishing Company. Barton, Heather and Bucy, Erik P. 2008. The Representation of Women in Publication: A Content Analysis of the Journals Political Communication and Press/Politics, Presented at the Midwest Political Science Association Panel on Women, Gender, and the Media [terbuhung berkala] http://convention3. allacademic.com/one/ prol/prol01/ index.php?click_key=4 diakses 1 Desember 2011. Beck, Dieter and Fisch, Rudolf 2000. Argumentation and Emotional Processes in Group Decision-Making: Illustration of a Multilevel Interaction Process Analysis Approach. Group Processes Intergroup Relations 2000 3: 183, DOI: 10.1177/1368430200003002005, [terbuhung berkala] Sagepub online http:// gpi.sagepub.com/content/3/2/183 diakses 24 Oktober 2010. Belch, George E. & Belch Michael A. 2007 Advertsing and Promotion: A Integrated Marketing Communication Perpective, Seventh edition Internasional Edition, Boston: Mc Graw-Hill-Irwin. Berger, Arthur Asa 2000. Media Analysis Techniques, Second Edition, Setio Budi HH. penerjemah. Yogyakarta: Universitas Atmajaya. Berger, Charles R. & Chaffe, Steven H. editors. 1989, Handbook of Communication Science, California: Sage Publication.
156 Berger, Charles R.; Roloff, Michael E, and Roskos-Ewoldsen, David R. editors. 2010. Handbook of Communication Science, Second edition, California: Sage Publication. Berlo, David K. 1960 The Process of Communication an Introduction to Theory and Practice, New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Biro Pusat Statistik, 2009 Data Tenaga Kerja Indonesia 2009. [terbuhung berkala] http://www.bps.or.id. diakses 25 Juli 2010 ---------------- 2011 Penduduk Indonesia 2010. [terbuhung berkala] http://www.bps.go.id/ aboutus.php?sp=0 diakses 29 September 2011. Blevins, Jeffrey Layne and Anton, 2008. Fernando, Muted voices in the legislative process: the role of scholarship in US Congressional efforts to protect children from internet pornography, New Media Society 2008 10: 115, DOI: 10.1177/1461444807085324 [terbuhung berkala] Sagepub online http:// nms.sagepub.com/content/3/10/115 diakses 28 November 2011. Bracht, Neil. 2001. Community Partnership Strategies in Health Campaign. Di dalam: Ronald E. Rice & Charles K. Atkin. editors. Public Communication Campaign, Third edition, London: Sage Publication. Brignall, Mery J. 1999. Distinguishing Between the Content Message and the Relational Message. [terbuhung berkala] http://www.wisc-online.com/objects/ ViewObject.aspx? ID= OIC2601 diakses 24 April 2012. Brookers, Wills. 1998. Cultural Studies, London: Hodder Headline Plc.. Burgoon, Judee K. 1994. Nonverbal Signal. Di dalam: Mark L. Knapp & Gerald R. Miller. editors. Handbook of Interpersonal Communication, Second edition, London: Sage Publications. Burgoon, Michael, 1974. Approaching Speech Communication, New York: Holt Rinehart and Winston. Burstein, Bonnie and Goodman, Gerald, 1988, Analyzing Communication Acts in Small Groups With the Response Mode Model : A Training Guide. Small Group Research 1988 19: 495, DOI: 10.1177/104649648801900406, [terbuhung berkala] sagepub.online http://sgr.sagepub.com/content/19/4/495. diakses 24 Oktober 2010. Burton, Philip Ward, 1990. Advertising Copywriting, Lincolnwood, Illinois: NTC Business Books. Carte, Penny and Fox, Chris. 2006. Bridging the Culture Gap: A Practical Guide to International Business Communication. Anggraeni. penerjemah. Jakarta: PT.Indeks.
157
Cipto, Bambang 1995. Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Era Pemerintahan Modern Industrial. Jakarta: Rajawali Press. Centro Internacional Agricultura Tropica (CIAT) 1974. Communication Strategies for Rural Development; proceeding of Cornell-CIAT International Symposium March 17 – 22, 1974, Colombia, CIAT. Coates, Dennis and Humphreys, Brad R. 2003. Novelty Effects of New Facilities on Attandace at Professional Sporting Events, UMBC Economics Department Working Paper 03-101, [terbuhung berkala] http://www.umbc. edu/economics/ wpapers/ wp_03_101.pdf, diakses 12 Desember 2011. Darmadi, Durianto, dkk., 2003. Invasi Pasar Dengan Iklan yang Efektif, Jakarta: Pustaka Gramedia Utama. De Landtsheer, Christ’l, 2006. Book Review: The Microanalysis of Political Communication. Claptrap and Ambiguity, Journal of Language and Social Psychology; 2006:25; 326, DOI: 10.1177/0261927X06289699, [terbuhung berkala] http:// jls.sagepub.com. diakses 17 Oktober 2009. DeFleur, Melvin L., and Rokeach, Sandra J. Ball. 1989. Theories of Mass Communication, Fifth edition, London: Longman. Delia, Jesse. 2006. Constructivism. Di dalam: Griffin, EM. editor. A First Look At Communication Theory. Sixth edition. America, New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Denzen, Norman K. & Lincoln, Yvonna S.1994. Handbook of Qualitative Research, Second Edition, California: Sage Publication. Diekman, Amanda B. and Schneider, Monica C. 2010. A Social Role Theory Perspective on Gender Gaps in Political Attitudes, Psychology of Women Quarterly 2010 34: 486. DOI: 10.1111/j.1471-6402.2010.01598.x [terbuhung berkala] http:// pwq.sagepub.com. diakses 28 November 2011 Dilla, S. (2007) Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Bandung: Simbiosa. Dillard, James Price. 2010. Persuasion. Di dalam: Berger, Charles R.; Roloff, Michael E, and Roskos-Ewoldsen, David R. editors. Handbook of Communication Science. Second edition. California: Sage Publication. Direktorat Jnderal Peternakan Kementerian Pertanian. 2010. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014 [erhubung bekala] http://www. ditjennak. go. id/ regulasi\blueprint.pdf, diakses 28 November 2011. DPR-RI. 2011. Komisi IV DPR-RI [terhubung berkala] http://www.dpr.go.id/id/ Komisi/Komisi-IV diakses April 2011
158
DPR-RI. 2011. Rencana Strategis Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2010 – 2014, [terhubung berkala] http://www.dpr.go.id/ diakses April 2011 Eadie, William F. editor. 2009. 21st Communication of Reference Handbook Vol 1 & 2, California: Sage Publication. Effendy, Onong Uchjana. 2005. Komunikasi dalam Teori dan Praktek, Bandung: Remadja RosdaKarya. Emmert, Philip & Barker, Larry L. 1989. Measurement of Communication Behavior, New York: Longman. Emrus. 2009. Subjektivitas Aktor Politik Mengkonstruksi Makna pada Perilaku Komunikasi Politik Anggota DPR. [Disertasi] Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Encyclopedia Britannica. 2011. [terhubung berkala] http://www.britannica.com/ EBchecked/ topic/ 219641/ frequency- meter. diakses 4 Januari 2011 Erb & Bohner, 2007. Social Influence and Persuasion Recent Theoritical Developments and Integrative Attempts. Di dalam: Klaus Fiedler. editor Social Communication, New York: Psychology Press. Esser, Frank & Pfetsch, Barbara. 2004. Meeting the Challenges of Global Communication and Political Integration. Di dalam: Esser, Frank & Pfetsch, Barbara. editors. Comparing Political Communication Theories, Cases and Challenges, New York: Cambridge University Press. Farlex. 2012. The Free Dictionary [terhubung berkala] http:// www. thefreedictionary.com/message. diakses 24 April 2012. Feng, Bo & Burleson, Brant R. 2008. The Effects of Argument Explicitness on Responses to Advice in Supportive Interactions, Communication Research 2008:35:849. DOI:10.1177/0093650208324274, [terhubung berkala] http:// crx.sagepub.com/content/35/6/849. diakses 17 Januari 2011. Fetzer, Anita 2008. And I Think That Is a Very Straightforward Way of Dealing With It” The Communicative Function of Cognitive Verbs in Political Discourse. Journal of Language and Social Psychology Volume 27 Number 4 December 2008 384-396, Sage Publications, 10.1177/0261927X08322481, [terhubung berkala] http://jls.sagepub.com hosted at diakses 10 Januari 2011. Fiedler, Klaus. Editor. 2007 Social Communication, New York: Psychology Press. Fisher, B. Aubrey, 1986. Teori-Teori Komunikasi, Jalaluddin Rakhmat. penyunting. Bandung: Remadja Karya.
159 Gamble, Teri Kwal and Gamble, Michael, 2005. Communication Work, eight edition, Boston: McGraw Hill. Giles, Howard & Street Jr., Richard L. 1994. Communicator Characteristics and Behavior. Di dalam: Mark L. Knapp & Gerald, R. Miller. editors. Handbook of Interpersonal Communication, Second edition, London: Sage Publications. Goldberg, Alvin A. & Larson, Carl E. 1985 Komunikasi Kelompok, Proses-proses diskusi dan penerapnnya, Koesdarini Sumuati dan Gary R. Jusuf. penerjemah. Jakarta. UI-Press. Griffin, EM. editor. 2006 A First Look At Communication Theory. Sixth edition. America. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Gudykunst, William B. editor. 2003 Cross-Cultural Communication, London: Sage Publication.
and Intercultural
Gunadjar. 2009. Potret Komunikasi Politik Partai Politik dengan Konstituen dan Legislatif, http://www.manikayakauci.org/2009/07. diakses 2 Agustus 2010. Hanida, Rozidateno P. 2007. Bentuk Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Konstituen di Daerah Pemilihannya Studi Deskriptif Kegiatan Masa Reses I dan II Tahun 2005 Anggota DPRD Kota Padang Propinsi Sumatera Barat Periode 2004-2005. [terhubung berkala] http://repository.unand.ac.id/3751/3/laporan_rozidetano.pdf diakses 30 September 2010. Harnish, Robert M. 2009. Internalism and Externalism in Speech Act Theory, Lodz Papers in Pragmatics 5.1 (2009) / Special Issue on Speech Actions: 9-31 DOI 10.2478/v10016-009-0001-2. [terhubung berkala] http:// www. u.arizona.edu/ ~harnish/ papers/ published/ 2009_ Internalism_Externalism.pdf diakses 16 Januari 2011. Hasibuan, Malayu S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. Ilham, Nyak, 2010 Analisis Sosial Ekonomi dan Strategi Pencapaian Swasembada Daging 2010. [terhubung berkala] http:// pse.litbang. deptan. go. id/ ind/pdffiles/ ART4-2b diakses 28 November 2011. Jauhari, Asep. 2004. Peranan Komunikasi Politik Dalam Proses Lesgislasi (Kasus pada pembahasan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Tanaman di Komisi III DPR-RI). [tesis] Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Jeong, Allan C. 2003. The Sequential Analysis of Group Interaction and Critical Thinking in Online Threaded Discussions, The American Journal of Distance Education. 17(1). 25–43 [terhubung berkala] http://bbproject.tripod.com/ diakses 10 Oktober 2010.
160
Johnson, Doyle Paul. 1990 Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid 2. Robert M.Z. Lawang. penerjemah. Jakarta: Gramedia. Kaptelinin, Victor & Nardi, Bonnie A. 1997. Activity Theory: Basic Concepts and Applications. [terhubung berkala] http://www.sigchi.org/chi97/ proceedings/tutorial/bn.htm#U6 diakses 30 November 2011. Kashima, Yoshi; Klein, Olivier; Clark, Anna E. 2007. Grounding:Sharing Information in Social Interaction. Di dalam: Klaus Fiedler. Editor. Social Communication, New York: Psychology Press. Kearsley, Greg. 2010 Explorations in Learning and Instruction :The Theory Into Practice Database, [terhubung berkala] http://tip.psychology.org Diakses 26 Juli 2010. Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, [terhubung berkala] http://pusatbahasa. kemdiknas.go.id/ kbbi/index.php. Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 – 2015 [terhubung berkala] http://www.deptan.go.id diakses 30 Juni 2012. Kim, Eunseong. 2004. Knowledge about Politics, Communication Behavior, and the Two Dimensions of Political Efficacy: An Analysis of the 2000 National Election Study. Paper presented at the annual meeting of the International Communication Association, New Orleans Sheraton, New Orleans, LA, May 27, 2004 [terhubung berkala] Online http://www.allacademic.com/ meta/ p113006_index.html diakses 10 Juli 2012. Kippendorf, Klaus. 1993. Analisis Isi: Pengatar ke Metodologi, Farid Waliji. penterjemah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Klopf, Donald W. 1987 Intercultural Encounters: The Fundamentals of Intercultural Communication, Englewood Colorado: Morton Publishing Company. Kompas Cyber Media. 2017 Indonesia Terancam Krisis Pangan, Kompas Cyber Media 11 Desember 2007. diakses 22 Juli 2010. Koswara, E. 1989 Motivasi Teori dan Penelitiannya, Bandung: Angkasa. Kotler, Philip & Amstrong, Gary. 1991. Principle of Marketing, Fifth edition, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Kotler, Philip & Neil Kotler. 1999 Political Marketing: Generating Effective Candidate, Campaigns, and Causes. Di dalam: Newman, Bruce I. editor. Handbook of Political Marketing, London: Sage Publication.
161 Kotler, Philip & Roberto, Eduardo L. 1989. Social Marketing, Strategies for Changing Public Behavior, London: The Free Press, Collier Macmillan Publication. Kramarae, Cheris. 2006 Muted Group Theory. Di dalam: Griffin, EM. Editor. A First Look At Communication Theory. Sixth edition. America, New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Krolokke, Charlote and Sorense, Anne Scott. 2006. Gender Communication Theoris and Analyses From Science To Performance, London: Sage Publications. Kusumastuti, Frida. 2004. Penerapan Etika Organisasi dan Komunikasi Etis di Organisasi DPRP (Kasus Sidang/Rapat DPRD Kota NK Jawa Timur. [tesis] Bogor: Program Pascasrjana. Institut Pertanian Bogor. Luknanto, Djoko & la Motta, Jack. 2003. Proposal Preparation High Education Project. [terhubung berkala] http://luk.staff.ugm.ac.id/phk/BigPicture.pdf, diakses 24 April 2012. Larson, Charles U. 2004. Persuasion: Reception and Responsibility, Tenth edition, Belmont, California: Thomson Warsworth,. Ledwith, Margareth. 2007. Community Development: A Critical Approach, UK: The Policy Press University of Bristol. Lewin, Kurt. 1947. Gatekeeping, [terhubung berkala] http://www .utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/ Media,%20Culture% 20and%20Society/gatekeeping.doc. diakses 30 September 2010. Lievrouw, Leah A. & Livistone, Sonia. 2006. The Handbook of New Media, London: Sage Publication. Lionberger, Herbert F. 1974. Organizational Issues in Agricultural Communication. Di dalam: Centro International de Agricultura Tropical (CIAT), Communication Strategies for Rural Development (Proceeding), Colombia: CIAT. Lionberger, H. F. And Gwin, Paul H. 1982. Communication Strategies: A Guide for Agricultural Change Agents. Denville, Illinois. The Interstate Printers and Publishers, Inc. 1982. Littlejohn, Stephen W. & Foss, Karen A. 2004. Theories of Human Communication, Eight Edition, Belmont:Thomson Wadsworth. ------------------., 2008 Theories of Human Communication, Ninth Edition, Belmont: Thomson Wadsworth.
162 Lowery, Shearon A. & DeFleur, Melvin L. 1995. Milestones in Mass Communication Research: Media Effects, Third edition, New York: Longman. Malik, Deddy Jamaluddin & Iriantara, Yosal. 1994. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Komunikasi Persuasi,
Marie-Anne dan Vendenbergen, Simon. 2008. 'Those Are Only Slogans'' : A Linguistic Analysis of Argumentation in Debates With Extremist Political Speakers. Journal of Language and Social Psychology 2008 27: 345 originally published online 17 September 2008, DOI: 10.1177/0261927X08322476, [berhubung berkala] http://jls.sagepub.com/ content/27/4/345 diakses 19 November 2010. Martin, Lanny W. & Vanberg, Georg. 2008. Coalition Government and Political Communication, Political Research Quarterly Volume 61 Number 3 September 2008, [terhubung berkala] http://online.sagepub.com diakses 21 November 2011. Masaki, Yoshitake. 2004. Critique of J. L. Austin’s Speech Act Theory: Decentralization of the Speaker-Centered Meaning in Communication, Kyushu Communication Studies. 2004. 2:27-43. [terhubung berkala] http://www.caj1971. com/~kyushu/ KCS_02_Yoshitake.pdf, diakses 16 Januari 2011. McMillin, Divya Carolyn. 2007. International Media Studies, Oxford, UK: Blackwell Publishing. McQuail, Denis. 2005. McQuail’s Mass Communication Theory, Fifth edition, London: Sage Publication. McQuail, Denis & Windahl, Sven . 1985. Model-Model Komunikasi. Putu Laxman Pendit. penerjemah. Jakarta: Uni Primas. Michael, Hazen. 2004. "A Theory of Messages" Paper presented at the annual meeting of the International Communication Association, New Orleans Sheraton, New Orleans, LA, May 27, 2004 Online, [terhubung berkala] http:// www.allacademic.com/meta/p113301_index.html, diakses 20 Januari 2011. Mulyana, Deddy. 2007. Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya,. Murni, Sri Minda, 2009 Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, [Disertasi] Medan: Program Pascasarajana, Universitas Sumatera Utara [terhubung berkala] http://repository. usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/7391/1/09E01449.pdf, diakses 30 September 2010.
163 Neumann, W. Lawrence, 2000. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Fourth Edition, Boston: Allyn and Bacon. Newsom, Doug & Carrell, Bob. 2001. Public Relations Writing: Form and Style, Sixth edition, Belmont California: Warsworth Thomson Learning. Nimmo, Dan. 2004. Komunikasi Politik (komunikator, pesan, dan media), Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Norris, Pippa 2004. Global Political Communication, Good Governance, Human Development and Mass Communication. Di dalam: Esser, Frank & Pfetsch, Barbara. editors. Comparing Political Communication Theories, Cases and Challenges, New York: Cambridge University Press. Norton, Roger D. 2004. Agricultural Development Policy, Concept and Experiences, Chichester : John Wiley & Sons Ltd. Norton, George W.; Alwang, Jeffrey & Masters, William A. 2006. Economic of Agricultural Development, New York: Routledge. Oishi, Etsuko, 2006. Austin’s Speech Act Theory and the Speech Situation, Esercizi Filosofici 1, 2006, pp. 1-14 ISSN 1970-0164 [terhubung berkala] http:// www.univ.trieste.it/ ~eserfilo/art106/ oishi106.pdf, diakses 16 Januari 2011. Pace, R. Wayne, Don F. Faules. 2006. Komunikasi Organisasi, Deddy Mulyana (Ed), Bandung: PT Rosdakarya. Petty, Richard E. & Cacioppo, John T. 1981. Attitudes and Persuasion:Classic and Contemporary Approach, Dubuque, Iowa: Wm.C. Brown Company Publishers. Philipsen, Gerry. 2006. Speech Codes Theory Di dalam: Griffin, EM. editor. A First Look At Communication Theory, Sixth edition. America, New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Poythress, Vern Sheridan. 2008. Canon and Speech Act: Limitations in SpeechAct Theory, with Implications for a Putative Theory of Canonical Speech Acts, Westminster Theological Journal 70 (2008): 337-354. [terhubung berkala] http://www.frame-poythress.org/poythress_articles/2008Canon.pdf. diakses 16 Januari 2011. Puriartha, I Gusti Ketut. 2008. Hubungan Wakil Rakyat dengan Konstituen, [terhubung berkala] http://guskrobo.blogspot.com/2008/11/hubungan-wakilrakyat-dan-konstituen.html diakses 14 Juli 2010
164 Raharyono, FX; Irzanti Sutanto, Ratnawati Rachmat, dan Dwi Puspitorini, Kearifan Dalam Bahasa Sebuah Tinjauan Pragmatis Terhadap Profil Kebahasaan Media Massa Pada Masa Pascaorde Baru, Makara, Sosial Humaniora, Vol. 9, No. 2, Desember 2005: 46-56, [terhubung berkala ] https:// journal.ui.ac.id/humanities/article/view/118/114 diakses 6 Agustus 2012 Rakhmat, Jalaluddin, 1984. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remadja Roskakarya. --------------, 2001. Psikologi Komunikasi. edisi revisi. Bandung: PT. Remadja Roskakarya.
Rauf, Maswadi. 1994. Indonesia Dan Komunikasi Politik, Mappa Nasrul (Ed), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Reardon, Kathleen K. 1987. Interpersonal Communication Where Minds Meet, Belmont California: Wadswort Publishing Company. Ritonga, M. Jamiludin, 2004. Riset Kehumasan, Jakarta: PT.Grasindo. Ritzer, George & Goodman, Douglas J. 2005. Teori Sosiologi Modern, edisi keenam, Alimandan. penerjemah. Jakarta: Prenada Media. Robbins, Stephen P. 2002. Essentials of Organizational Behavior. edisi kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga. Robbins, Stephen P. & Coulter, Mary, 2007. Management. ninth edition. New Jersey: Pearson Education Inc., Upper Saddle River. Roethlisberger, 1966. The Hawthorne Effects, Historian Collection #9, Baker Library, Harvard Business School. [terhubung berkala] http://www.library. hbs.edu/ hc/hawthorne/ 09.html#nine, diakses 12 Desember 2011. Rogers, Everett M. 1974. Social Structure and Communication Strategies in Rural Development: The Communication Effect Gap and the Second Dimension of Development. Di dalam: Communication Strategies for Rural Development, Proceedings, New York: CIAT. Rossenberg, Jerry M. 1992. Dictionary of Marketing and Advertising, Canada: Published John Willy & Sons Inc. Ruben, Brent D. 1992. Communication and Human Behavior. third edition. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs. Rubin, Rebecca B.; Palmgreen, Philip; Sypher, Howard E., 2004. Communication Research Measures A Sourcebook. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher.
165
Rusfian, Effy Zalfiana, 2010. Pengaruh Varianel Variabel Sosial Budaya, Variabel Kepribadian dan Variabel Situasional Terhadap Perilaku Komunikasi Anggota DPR RI dalam Situasi Konflik. [disertasi] Jakarta: Program Pascasarana Universitas Indonesia. diakses 15 Mei 2010. Rush, Michael & Althoff, Phillip, 2002. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Press. Sarvaes, Jan, 2005. Mapping The New Field of Communication for Development and Socia Changes. paper presented to the Social Change in the 21st Century Conference, Centre for Social Change Research Queensland University of Technology 28 Oktober 2005. Sastroadmodjo, Sudijono 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press. Schroder, Peter, 2008. Strategi Politik Edisi Revisi untuk pemilu 2009. Danise Joyce Matindas dan Irina Dayasih. penerjemah. Jakarta: Friedrich-NaumanStiftung fur Die Freihit. Scudder, Joseph, 2004 Social Scientific Approaches to Persuasion. Di dalam: Charles U. Larson editor. Persuasion: Reception and Responsibility. tenth edition, Totonto, Canada: Thomson Wadswort. Seibold, David R; Meyers, Renee A. and Shoham, Mirit Devorah. 2010. Social Influence in Group and Organizations. Di dalam: Berger, Charles R.; Roloff, Michael E, and Roskos-Ewoldsen, David R. editors. Handbook of Communication Science, Second edition, California: Sage Publication. Senge, Peter M. 1996. Disiplin Kelima Seni dan Praktek dari Organisasi Pembelajar. Nunuk Adiarni, dkk. penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Severin, Werner J. & Tankard, James W. 2005. Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. Sugeng Hariyanto. penerjemah. Jakarta: Prenada Media. Shimp, Terence A. 2007. Integrated Marketing Communication in Advertising and Promotion. Cina: Thomson South-Western. Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2000. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Skinner, B.F. 2012 Social Exchange Theory [terhubung berkala] http://www3. uakron.edu/ witt/fc/fcnote5b.htm diakses 20 Juni 2012.
166 Slater, Michael. and Gleason, Laurel. 2010. Theory Development Strategies in Communication Science. Paper presented at the annual meeting of the International Communication Association, Suntec Singapore International Convention & Exhibition Centre, Suntec City, Singapore, Jun 22, 2010 [terhubungg berkala] http://www.allacademic.com/meta/p397399_ index.html Smith, P.R; Chris Berry; and Alan Pulford. 1999. Strategic Marketing Communications, new ways to build and integrate communications. London: Kogan Page. Soetjipto, Ani W. 2000. Hak-Hak Politik Wanita Indonesia: Refleksi dan Perjuangan di Era Reformasi. Di dalam: Tapi Omas Ihromi, dkk. editors. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Bandung: Alumni. Soliz, Jordan & Giles Howard, 2010 Language and Communication. Di dalam: Berger, Charles R.; Roloff, Michael E, and Roskos-Ewoldsen, David R. editors. Handbook of Communication Science. Second edition. California: Sage Publication. Stacks, Don; Hickson III, Mark & Hill Jr, Sidney, 1991. Introduction to Communication Theory. Chicago: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Stempel III, Guido H.; Weaver, David H; Wilhoit, G. Cleveland. editor. 2003. Mass Communication Research and Theory. New York: Pearson Edudation. Suara Pembaruan, Kinerja DPR: Banyak Reses, Hasil Nihil, Suara Pembaruan, 29 Juli 2010 hal 1 diakses 29 Juli 2010. Subejo. 2005. Globalisasi Dan Isu-Isu Strategis Dalam Pembangunan Pertanian Di Indonesia. [terhubung berkala] www.ut.ac.id/html/ suplemen/ luht4210/ globalisasipertanian.pdf. diakses 10 September 2008. Sulkin, Tracy; Moriarty, Cortney M. and Hefner, Veronica, 2007. Congressional Candidates’ Issue Agendas On- and Off-line, The Harvard International Journal of Press/Politics DOI: 10.1177/1081180X07299802, [terhubungg berrkala] http://hij. sagepub.com/ content/12/2/63. diakses 13 September 2010. Susanti, Bivitri, dkk. 2005. Struktur DPR Yang Merespon Peran dan Fungsi Lembaga Perwakilan. [terhubung berkala] ebookbrowse.com/bivitri-susantipdf-d14437527 diakses 20 Juli 2010. Swanson, David L. 2004. Transnational Trends in Political Communication Conventional Views and New Realities. Di dalam: Esser, Frank & Pfetsch, Barbara. editors. Comparing Political Communication Theories, Cases and Challenges. New York: Cambridge University Press. Tan, Alexis S. 1981. Mass Communication Theories and Research, Ohio, Columbus: Grid Publishing Inc.
167
Tannen, Deborah. 2006. Genderlect Style. Di dalam: Griffin, EM. editor. A First Look At Communication Theory. Sixth edition. America, New York: McGrawHill Companies, Inc. Tribunnews.com, Jumlah Unjuk Rasa di 2011 Meningkat, [terhubung berkala] http://www.tribunnews.com/2011/12/30/jumlah-unjuk-rasa-di-2011-meningkat diakses 20 Agustus 2012. Van Mierlo, Heleen and Ad Kleingeld, 2010. Goals, Strategies, and Group Performance: Some Limits of Goal Setting in Groups. Small Group Research 2010 41: 524 originally published online 18 August 2010, DOI: 10.1177/1046496410373628, [terhubung berkala] http://sgr.sagepub.com/ content/41/5/524, diakses 24 Oktober 2010. Wells, William; John Burnett & Sandra Mortiarty. 1989. Advertising Principles and Practice. Englewood Cliff, New Jersey: Printice Hall Inc. Wimmer, Roger D. and Dominick, Joseph R. 2000. Mass Media Research An Introduction. Englewood Cliff: Wadsworth Publishing Company. Windahl, Sven; Signitzer, Benno H.; and Oslon, Jean T. 1992. Using Communication Theory An Introduction to Planned Communication. London: Sage Publicatios. Yu, Chong Ho, 2002. Applications of John Austin’s Speech-Act Theory to Chinese and American Contexts. [terhubung berkala] http://www. pdfchaser. com/Applications-of-John-Austin's-Speech-Act-Theory-to-Chinese-and....html diakses 16 Januari 2011 Zulkifli S., Pieter C. 2011. Etika Negara Demokrasi: Membangun Politik, Hukum, dan Ekonomi yang Bermartabat. Jakarta: Parrhesia Instituts.
168
Lampiran 1 Tabel kerja Ujicoba Kategori
Tabel Kategori
Kejela san Pesan Sikap Kritis Bentuk Penyampaian
Strategi Penyajian
1 2 3 4 5
Unit Analisis : Kalimat No. Jelas Tidak Jelas Tidak Kritis Kritis Asertif Direktif Komisif Ekspresif Deklaratif
Jenis alasan (Reasoning) Bentuk bukti (Evidence)
Muatan Pesan
Orientasi
Kesesuai Muatan an Tema Pesan
Uji Kategori April 2011 Unit Analisis Paragrap No. Masyarakat Pemerintah Pribadi Substansi Prosedural Tidak Relevan Pemecahan Masalah Eksistensi diri Menyudutkan Sebab Akibat Gejala Kriteria Perbandingan Logika Tidak ada alasan Pengalaman Langsung Naratif Testimoni Anekdot Demonstrasi Rasionalisasi Tidak ada pembuktian
Koder,
Nama dan Tandatangan
1
2
3
4
5
170
Orientasi Jenis alasan (Reasoning) Kejela san Pesan Bentuk Sikap Penyampaian Kritis
Strategi Penyajian
Bentuk bukti (Evidence)
Muatan Pesan
Kesesuai Muatan an Tema Pesan
Tabel Kategori
No. Masyarakat Pemerintah Pribadi Substansi Prosedural Tidak Relevan Pemecahan Masalah Eksistensi diri Tidak ada orientasi Sebab Akibat Gejala Kriteria Perbandingan Logika Tidak ada alasan Pengalaman Langsung Naratif Testimoni Anekdot Demonstrasi Rasionalisasi Tidak ada pembuktian Jelas Tidak Jelas Tidak Kritis Kritis Asertif Direktif Komisif Ekspresif Deklaratif
M. Jamiluddin (A) 1 2 3 4 5 v v v v v
1 v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
v
v v
v
v
v
v v v
v
v v
v
v v
v
v v
v
Subagio (B) 2 3 4 5 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
Hasyim Purnama © 1 2 3 4 5 v v v v v
Abdulrahman (D) 1 2 3 4 5 v v v v v
Arifin Saleh (E) 1 2 3 4 5 v v v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v
v v
v
v
v
v
v
v
v
Kesesuai an antar koder AB:4 AC:3 BC:3 AB:5 AC:4 BC:4 AB:2 AC:5 BC:2 AB:2 AC:1 BC:0
v v
v
v
v
v v
v v
v v
67
73
60
17
v v
v
v
v
v
v
Persen
v
AB:2 AC:3 BC:3 53
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v v
v v
v
v v
V
v v
v
v
v
AB:4 AC:5 AB:4 AC:5 AB:0 AC:0 BC:3
87 87
20
171
Orientasi
Jenis alasan (Reasoning)
Hasyim Purnama (B) 1 2 3 4 5 v v v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v
Kesesuaian antar koder AB:4 AC:4 BC:5 AB:5 AC:5 BC:5 AB:4 AC:5 BC:4 AB;5 AC:3 BC:3
v
Persentase
87%
100%
87%
73
v v
v
v
v
v v
v
AB:4 AC:4 BC:4 80
v
v
Kejela san Pesan
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Bentuk Sikap Penyampaian Kritis
Strategi Penyajian
v
Abdulrahman ( C ) 1 2 3 4 5 v v v v v
v
Bentuk bukti (Evidence)
Muatan Pesan
Kesesuai Muatan an Tema Pesan
Tabel Kategori Uji Kategori Tahap II, 25 Juni 2011 M. Jamiluddin (A) No. 1 2 3 4 5 Masyarakat v v v v Pemerintah v Pribadi Substansi v v v v v Prosedural Tidak Relevan Pemecahan Masalah v v v v v Eksistensi diri Tidak ada orientasi Sebab Akibat Gejala v v v Kriteria Perbandingan v Logika v Tidak ada alasan Pengalaman Langsung v v v Naratif v Testimoni Anekdot Demonstrasi Rasionalisasi v Tidak ada pembuktian Jelas v v v v v Tidak Jelas Tidak Kritis v v v v v Kritis Asertif v v Direktif Komisif v Ekspresif Deklaratif v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v v
v
AB:5 AC:5 BC:5 AB:5 AC:5 BC:5 AB:5 AC:5 BC:5
100 100
100
172
173
Lampiran 2 Tabel Peraturan Menteri Pertanian tahun 2010 – 2012 Nomor Nomor : 28/Permentan/OT.140/4/2012 Nomor : 26/Permentan/OT.140/4/2012 Nomor : 23/Permentan/OT.140/4/2012 Nomor : 19/Permentan/OT.140/3/2012 Nomor : 16/Permentan/OT.140/3/2012
Nomor : 15/Permentan/OT.140/3/2012
Nomor : 14/Permentan/OT.140/3/2012
Nomor : 12/Permentan/PD.400/3/2012 Nomor : 07/Permentan/OT.140/2/2012 Nomor : 06/Permentan/OT.140/2/2012 Nomor : 05/Permentan/OT.140/2/2012 Nomor : 04/Permentan/OT.140/2/2012 Nomor : 03/Permentan/OT.140/1/2012 Nomor : 01/Permentan/SR.130/1/2012 Nomor : 70/Permentan/SR.140/10/2011 Nomor : 43/Permentan/SR.140/8/2011 Nomor : 35/Permentan/OT.140/7/2011
Isi Tentang Pedoman Penilaian Balai Penyuluhan Kecamatan Berprestasi Pedoman Pengelolaan Balai Penyuluhan Pedoman Penilaian Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian Teladan Persyaratan Mutu Benih, Bibit Ternak, dan Sumber Daya Genetik Hewan Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 90/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/2/2008 Tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT.140/12/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 Tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-Buahan dan/atau Sayuran Buah Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2012 Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi Pedoman Teknis dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan Pedoman Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pemasukan dan Pengeluaran Benih Hortikultura Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-Organik Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif
Nomor : 34/Permentan/OT.140/6/2011 Nomor : 32/Permentan/OT.140/5/2011 Nomor : 24/Permentan/SR.140/4/2011
Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Bagi Pejabat Fungsional Rumpun Ilmu Hayat Lingkup Pertanian Pengolaan dan Pelayanan Informasi Publik Di Lindungan Kementerian Pertanian Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida
Nomor : 20/Permentan/OT.140/3/2011
Pengawasan Keamanan Pangan Segar Asal Hewan dan/atau Pangan Segar Asal Tumbuhan Dari Negara Jepang Terhadap Kontaminasi Zat Radioaktif
174
Nomor
Isi Tentang Nomor : Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 19/Permentan/OT.140/3/2011 Indonesia Nomor : Pelayanan Dokumen Karantina Pertanian Dalam 18/Permentan/OT.140/3/2011 Sistem Elektronik Nomor : Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi 12/Permentan/SR.130/3/2011 Untuk Sektor Pertanian Nomor : Penghentian Pemasukan Unggas dan Produk Unggas 07/Permentan/OT.140/2/2011 dari Negara Jepang dan Korea Selatan ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia Nomor : Penugasan Kepada Bupati/Walikota Dalam 97/Permentan/OT.140/12/2011 Pengelolaan Kegiatan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012 Nomor : Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk 06/Permentan/SR.130/2/2011 Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011 Nomor : Pelimpahan Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan 71/Permentan/OT.140/12/2010 Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Dekonsentrasi Provinsi Tahun Anggaran 2011 Nomor : Penugasan Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan 70/Permentan/OT.140/12/2010 Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Provinsi Tahun Anggaran 2011 Nomor : Penugasan Kepada Bupati/Walikota Dalam 68/Permentan/OT.140/12/2010 Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011 Nomor : Petunjuk Teknis Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus 67/Permentan/OT.140/12/2010 Bidang Pertanian Tahun Anggaran 2011 Nomor : Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Untuk 66/Permentan/OT.140/12/2010 Pertanian Tahun Anggaran 2011 Diolah dari data Kementerian Pertanian. Sumber: Kementerian Pertanain http://perundangan.deptan.go.id/, diakses 29 Juni 2012