PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL WARGA DEWASA ANTARA ETNIS MADURA DENGAN ETNIS JAWA DI BONDOWOSO
Priscila Yeni Pratiwi Jusuf Tjahjo Purnomo Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan perilaku prososial antara etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 warga dewasa yang ada di Bondowoso. Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti. Pengumpulan data dalam bentuk angket (kuesioner) dengan menggunakan metode skala. Untuk analisis data yang digunakan adalah analisis data komparasi, yang disebut dengan uji “t” (T-test). Hasil menunjukkan dari Independent Sample T untuk perilaku prososial adalah 0,974 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa.
Kata kunci : perilaku prososial, etnis Madura, etnis Jawa.
ABSTRACT
This study aims to find whether there is prosocial behavior difference between Madurese and Javanese ethnicities in Bondowoso, East Java. The participants of this study are 60 adults who domicile in Bondowoso. The data collection procedure of this study is purposive sampling technique, in which the sampling process is done by selecting the subjects according to specific criteria that have been determined by the researcher. The data collection instrument is questionnaire with using scaling method. The data analysis process is data comparison, which also called ‘T-test’. The result of Independent Sample T shows that for prosocial behavior is 0,974 (p > 0,05). This finding proves that there is no prosocial behavior difference between Madurese and Javanese ethnicities in Bondowoso.
Keywords: prosocial behavior, Madurese, Javanese.
1
PENDAHULUAN Batson (dalam Peplau dkk, 2009) menyebutkan bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang lebih luas daripada altruisme. Ia mencakup setiap tindakan yang membantu atau dirancang untuk membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong. Banyak tindakan prososial bukan tindakan altruisme. Misalnya, jika seseorang menjadi relawan untuk kerja amal guna menarik perhatian teman atau untuk menambah pengalaman guna mencari kerja, maka seseorang tersebut tidak bertindak altruistik dalam pengertian istilah itu.perilaku prososial bisa dimulai dengan tindakan altrisme tanpa pamrih sampai tindakan yang dimotivasi pamrih atau kepentingan pribadi. Banyak studi telah mendokumentasikan kesediaan orang untuk membantu orang asing yang membutuhkan pertolongan. Berkowitz (dalam Peplau dkk, 2009) menyebutkan bahwa di kota-kota Amerika Serikat, lebih dari separuh pembeli wanita yang naik bis bersedia memberi uang kepada kepada mahasiswa yng mengaku kecopetan. Menurut Latane dan Darley (dalam Peplau dkk, 2009) di New York City, sebagian besar pejalan kaki mau membantu seseorang yang sedang melintas dan memerlukan bantuan: 85 persen bersedia meluangkan waktu, 85 persen memberi petunjuk arah, dan 73 persen mengantar. Perilaku prososial bahkan terjadi di subway perkotaan. Ketika seorang penumpang (yang sebenarnya periset) terjatuh dan tampak cedera lututnya, 83 persen orang yang ada di sana menawarkan bantuan kepadanya. Menurut Feldman (dalam Dayakisni, 2004), Yunani adalah salah satu negara yang terkenal dalam memberi sambutan baik kepada orang-orang asing yang datang. Dalam penelitiannya, Feldman menemukan bahwa di Athena orang-orang asing yang meminta pertolongan akan menerima lebih banyak bantuan daripada yang dilakukan
2
terhadap orang-orang Yunani sendiri yang meminta pertolongan yang sama dan di tempat yang sama. Kenyataan sebaliknya terjadi di Paris dan Boston (Amerika). Dengan prosedur yang sama, Collect dan Omshea (dalam Dayakisni, 2004) menemukan bahwa orang-orang dari negara lain (orang asing) yang bertanya mengenai arah pada dua tempat yang tidak ada, dan juga dua tempat yang ada. Di Teheran dan Isfahan (Iran), orang-orang asing sering diberi petunjuk baik pada pertanyaan tentang tempat yang ada maupun tidak ada. Hal ini tidak terjadi di London. Dengan demikian, memberi pertolongan tetap dipertahankan oleh orang-orang Iran, walaupun tentunya adalah tidak menolong ketika pemberian petunjuk diberikan secara fiktif. Oleh karena itu, di beberapa kebudayaan kolektif, nampaknya orang-orang asing atau di luar kelompoknya tidak diperlakukan dalam cara-cara yang sama sebagaimana dengan orang-orang setempat. Sebaliknya mereka diperlakukan dalam cara-cara yang lebih dihormati atau dianggap sebagai lebih penting. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Trommsdorff, dkk (2007) pada anakanak dari dua budaya Barat, Jerman dan Israel, dan dua budaya Asia Tenggara, Indonesia dan Malaysia, menyatakan bahwa anak-anak dari dua budaya Asia Tenggara, dibandingkan dengan anak-anak dari dua budaya Barat, ditampilkan lebih berfokus pada diri sendiri dan kurang memiliki perilaku prososial. Hal ini terjadi karena kurangnya kemampuan dan pengalaman tentang perilaku menolong atau membantu, serta kurangnya keyakinan diri ketika melakukan kebiasaan tolong-menolong. Selain itu, kurangnya perilaku prososial tersebut disebabkan oleh rasa malu atau canggung yang dipunyai oleh anak-anak dari dua budaya Asia Tenggara, sehingga anak-anak dari dua budaya Asia Tenggara cenderung sulit untuk memulai perilaku prososial. Sedangkan dalam budaya Barat, Jerman dan Israel, anak-anak sudah mulai dilatih untuk memiliki
3
kepekaan dalam menolong, tanpa mengenal atau akrab dengan orang yang akan ditolong terlebih dahulu. Sehingga saat dewasa, yang ada dalam pikiran mereka adalah mereka melakukan perilaku prososial ketika mereka melihat orang lain yang membutuhkan tanpa harus akrab dengan orang yang ditolong dan tanpa melihat status otang yang ditolong. Di Indonesia, terdapat berbagai macam etnis, dan tentunya masing-masing etnis mempunyai norma, nilai, serta kebudayaan yang berbeda-beda, misalnya etnis Jawa dan etnis Madura. Selama ini, masyarakat pada umumnya mengenal etnis Jawa sebagai etnis yang menjunjung tinggi kekeluargaan dan kebersamaan, serta gotong-royong. Wijayanti (2010) dalam penelitiannya tentang suku Jawa menyebutkan bahwa berdasarkan kekuatan karakter dan keutamaan yang menonjol pada suku Jawa dapat dikatakan bahwa suku Jawa ialah suku yang senang berkumpul dan hidup bermasyarakat dengan didasarkan pada sikap adil, gotong royong, dan saling berbagi. Selain itu dalam kehidupannya, suku Jawa banyak bersyukur atas apa yang telah diberi oleh Tuhan Yang Maha Esa dan percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah menjadi takdir dariNya. Namun, belum tentu orang yang berasal dari etnis Jawa selalu menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan gotong-royong. Dalam situs resmi etnis Madura yang disebut Lontar Madura (2012) menyebutkan bahwa etnis Madura selama ini terkenal sebagai etnis yang keras. Hal ini disebabkan oleh letak geografis dan topografis masyarakat Madura yang terletak di pesisir pantai, sehingga selain memiliki sifat yang keras, etnis Madura juga mempunyai sifat egaliter dan terbuka, berbeda dengan orang Jawa yang mempunyai sifat “ewuh pakewuh”. Ekspresivitas, spontanitas, dan keterbukaan orang Madura, senantiasa termanifestasikan ketika harus merespon segala sesuatu yang dihadapi, khususnya
4
terhadap perlakuan orang lain atas dirinya. Misalnya, jika perlakuan itu membuat hati senang, maka secara terus terang tanpa basa-basi, mereka akan mengungkapkan rasa terima kasihnya seketika itu juga. Tetapi sebaliknya, mereka akan spontan bereaksi keras bila perlakuan terhadap dirinya dianggap tidak adil dan menyakitkan hati. Dalam situs lain, yang dinamakan Kebudayaan Indonesia (situs yang dibuat oleh Direktorat Jendral Kebudayaan Republik Indonesia, 2014) menyebutkan bahwa orang Madura terkenal dengan gaya bicara yang blak-blakan dan logat yang kental, memiliki sifat temperamental dan mudah tersinggung, dan juga memiliki jiwa perantau. Orangorang Madura pada umumnya dalam pengungkapan perasaan dan pola pikir mereka akan suatu hal cenderung tidak menggunakan basa-basi, langsung pada pembicaraan utama. Apabila mereka tidak setuju dan tidak menyukai sesuatu mereka akan langsung mengungkapkan rasa ketidaksukaan tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika ada sesuatu yang mereka sukai, mereka pun akan mengatakan bahwa mereka menyukai hal tersebut. Demikian pula jika ada orang yang berbuat baik dengan orang Madura, mereka akan membalasnya dengan hal yang serupa, namun jika mereka disakiti, mereka akan membalas dengan hal yang serupa atau bahkan lebih kejam. Oleh sebab itu, penulis ingin meneliti, “apakah ada perbedaan perilaku prososial antara kedua etnis tersebut?”. Karena penelitian ini belum banyak dilakukan oleh peneliti yang lain. Dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat perilaku prososial antara warga etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso. Dalam penelitian kali ini, penulis lebih berfokus pada tahap perkembangan perilaku prososial pada masa dewasa. Menurut Erik Erikson (dalam Haditono dkk, 2002), perilaku prososial pada masa dewasa semakin matang. Tahap ini ditandai dengan munculnya kepedulian yang tulus terhadap sesama. Tahap ini terjadi saat seseorang telah memasuki usia dewasa
5
(awal usia dewasa). Dengan harapan, ketika individu berada pada masa dewasa, individu tersebut mampu menjalin relasi sosial yang baik dengan lingkungannya, semakin peduli terhadap orang lain, dan semakin tulus dalam menolong orang lain. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada perbedaan perilaku prososial antara etnis Madura dan etnis Jawa pada warga dewasa di Bondowoso.” METODE Partisipan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu teknik purposive sampling, berdasarkan karakteristik tertentu, yaitu: berusia 30-60 tahun, bertempat tinggal di Bondowoso, berasal dari etnis Madura, dan berasal dari etnis Jawa. Sampel berjumlah 60 orang. Pengambilan sampel dilakukan di Bondowoso. Instrumen Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala untuk mengungkap atribut psikologis yang dijadikan variabel dalam penelitian ini, yaitu skala prososial yang dibuat oleh Carlo dan Randall (2002) yang bernama skala Prosocial Tendencies Measure (PTM) yang nantinya skala ini akan dimodifikasi oleh peneliti. Enam aspek tersebut, yaitu altruistic (contoh aitem : Saya dapat membantu orang lain dengan lebih baik ketika ada orang yang memperhatikan/mengamati saya), compliant (contoh aitem : Akan lebih mudah bagi saya untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan saat ada orang lain di sekitar saya), emotional (contoh aitem : Saya dapat membantu orang lain dengan lebih baik ketika berada dalam situasi yang sangat genting), public (contoh aitem : Situasi yang mengharukan membuat saya ingin membantu orang lain yang membutuhkan), anonymous (contoh aitem : Saya lebih suka menyumbangkan uang secara anonim/tanpa menyebutkan nama), dan dire (contoh aitem : Saya cenderung
6
untuk menolong orang yang terluka parah). Setelah aitem pertanyaan tersusun, maka kemudian diperlukan penilaian (skoring). Pernyataan yang mendukung (favorable) menggunakan urutan penelitian jawaban SS (sangat sesuai) diberi skor 4, S (sesuai) diberi skor 3, TS (tidak sesuai) diberi skor 2, dan STS (sangat tidak sesuai). Sebaliknya, untuk pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) memiliki pilihan jawaban SS, S, TS, dan STS. Keempat pilihan jawaban tersebut menggunakan kriteria penilaian untuk pilihan jawaban SS (sangat sesuai) diberi skor 1, S (sesuai) diberi skor 2, TS (tidak sesuai) diberi skor 3, STS (sangat tidak sesuai) diberi skor 4. Desain Penelitian Penelitian ini akan dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dalam bentuk angket (kuesioner) dengan menggunakan metode skala. Untuk analisis data yang digunakan adalah analisis data komparasi, yaitu uji “t” (t-test). Analisis ini digunakan dengan alasan bahwa analisis ini dapat mewujudkan kesimpulan penelitian dalam mengungkap ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan dari dua buah sampel (dalam hal ini etnis Madura dan etnis Jawa). Sedangkan untuk prosedur penelitian, peneliti akan menyebarkan angket (kuesioner) kepada masing-masing subjek, yaitu 30 orang dari etnis Madura dan 30 orang dari etnis Jawa. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014 dengan cara membagi angket pada subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu, warga dewasa berusia 30-60 tahun, bertempat tinggal di Bondowoso, warga berasal dari etnis Madura, dan warga yang berasal dari etnis Jawa. Jumlah subjek secara keseluruhan adalah 60 orang, yang terdiri dari 30 orang dari etnis Madura dan 30 orang dari etnis Jawa. Pembagian angket dilakukan peneliti dibantu dengan beberapa orang rekan dari
7
peneliti dengan cara mendatangi masing-masing subjek, baik di rumah maupun di tempat kerja. Try out yang digunakan oleh peneliti adalah try out terpakai. HASIL a. Uji Validitas Berdasarkan pengujian yang dilakukan sebanyak empat kali, didapatkan koefisien seleksi item yaitu yang bergerak antara 0,286 sampai dengan 0,540. Dalam penelitian ini ada 12 item yang gugur, namun tidak ada aspek yang gugur, dan diperoleh jumlah 13 item yang dapat digunakan dalam pengukuran prososial pada penelitian ini. b. Uji Reliabilitas Berdasarkan hasil dari uji reliabilitas setelah 12 item yang gugur dihilangkan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil koefisien α = 0,779, maka dapat disimpulkan bahwa skala yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .779
13
c. Uji Normalitas Dalam pengujian ini, apabila angka signifikansi p < 0,05 maka distribusi datanya adalah tidak normal, dan sebaliknya apabila angka signifkasi p > 0,05 maka distribusinya adalah normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut :
8
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Madura N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
30 75.1333 6.58490 .181 .181 -.108 .991 .279
Jawa 30 76.5000 4.71790 .130 .104 -.130 .712 .692
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh angka koefisien pada Etnis Madura sebesar 0,991 dan probabilitas sebesar 0,279 (p > 0,05). Sedangkan angka koefisien pada Etnis Jawa sebesar 0,712 dan probabilitas sebesar 0,692 (p > 0,05). Hal ini dapat dikatakan bahwa distribusi dalam penelitian ini normal. d. Uji Homogenitas Berdasarkan hasil uji homogenitas menggunakan SPSS 16 For Windows diperoleh angka koefisien sebesar 2,569 dengan signifikansi sebesar 0,114. Hal ini dapat dikatakan bahwa data tersebut homogen, karena nilai koefisien lebih dari 0,05 (p > 0,05). Analisis Data Berdasarkan perhitungan data penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil analisis deskriptif sebagai berikut :
9
Tabel 1.1 Kategorisasi Skor Prososial No.
Interval
1.
44,2 ≤ x < 52
2.
36,4 ≤ x < 44,2 28,6 ≤ x < 36,4 20,8 ≤ x < 28,6 13 ≤ x < 20,8
3. 4. 5.
Kategori Frekuensi Persentase Sangat Tinggi Tinggi
13
21,67%
45
75%
Sedang
2
3,33%
Rendah
0
0%
Sangat Rendah
0
0%
Mean
Standar Deviasi
41,88
3,949
Dari data diatas menunjukkan perilaku prososial yang ada pada subjek berbedabeda, mulai dari ketegori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Keterangan jumlah subjek yang berada pada kategori kemandirian sangat rendah sebesar 0%, rendah 0%, sedang 3,33%, tinggi 75%, dan sangat tinggi sebesar 21,6%. Data tersebut juga menunjukan bahwa sebagian besar subjek (warga dewasa di Bondowoso) berada pada kategori tinggi. Hasil analisis perbedaan perilaku prosososial warga dewasa antara Etnis Jawa dan Etnis Madura di Bondowoso menunjukkan data pada tabel berikut ini:
Tabel 1.2 Kategori Skor Prososial Etnis Jawa dan Etnis Madura
20
Frekuensi Etnis Madura 7
23,3
24
80
21
70
Sedang
0
0
2
6,7
Rendah
0
0
0
0
Sangat Rendah
0
0
0
0
No.
Interval
Kategori
1.
44,2 ≤ x ≤ 52 36,4 ≤ x < 44,2 28,6 ≤ x < 36,4 20,8 ≤ x < 28,6 13 ≤ x < 20,8
Sangat Tinggi Tinggi
2. 3. 4. 5.
Frekuensi Etnis Jawa 6
%
Mean
41.87
STD
3.329
%
Mean
STD
41.90
4.544
10
Data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 24 (80%) subjek dari etnis Jawa di Bondowoso tergolong dalam kategori prososial tinggi, 6 (20%) subjek dari etnis Jawa di Bondowoso tergolong dalam kategori prososial sangat tinggi, dan pada kategori sedang, rendah dan sangat rendah masing-masing memiliki presentase 0% (tidak ada subjek dari etnis Jawa di Bondowoso yang tergolong dalam kategori tersebut). Sedangkan 2 (6,7%) subjek dari etnis Madura di Bondowoso tergolong dalam kategori sedang, 21 (70%) subjek dari etnis Madura di Bondowoso tergolong pada kategori tinggi, 7 (23,3%) subjek dari etnis Madura di Bondowoso tergolong pada kategori sangat tinggi, dan pada kategori rendah dan sangat rendah memiliki presntase 0% (tidak ada subjek dari etnis Madura di Bondowoso yang tergolong dalam kategori tersebut). e. Uji Beda (T-test) Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah menggunakan uji-T. Uji ini digunakan untuk melihat apakah rata-rata satu sampel berbeda dengan sampel lainnya. Jika p < 0,05 maka dapat dikatakan ada perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan warga dewasa etnis Jawa di Bondowoso, namun jika p > 0,05 maka tidak ada perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan warga dewasa etnis Jawa di Bondowoso.
Pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan skala untuk mengukur perilaku prososial pada warga dewasa yang berasal dari etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso yang dilakukan pada bulan Oktober 2014. Setelah dilakukan analisis data mengenai perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan warga dewasa etnis Jawa di Bondowoso, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
11 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Prososial Equal variances assumed Equal variances not assumed
2.569
Sig. .114
t-test for Equality of Means
t .032
Df
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
58
.974
-.03333
1.02843 -2.09195
2.02529
53.173 .032
.974
-.03333
1.02843 -2.09594
2.02927
Hasil perhitungan perilaku prososial yaitu 0,974 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial antara Etnis Madura dan Etnis Jawa. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso, didapatkan hasil perhitungan Independent Sample Test sebesar 0,974 dengan signifikansi 0,114 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso. Jika dilihat dari penggolongan kategori prososial etnis Madura dan etnis Jawa, keduanya sama-sama memiliki frekuensi terbanyak pada kategori prososial tinggi, walaupun memiliki persentase prososial yang berbeda-beda, etnis Jawa dengan persentase 80% dan etnis Madura dengan persentase 70%. Kategori prososial keseluruhan yang terbanyak berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 75%. Menurut Widhiarso (2011) ada beberapa penyebab mengapa hasil uji statistik tidak signifikan, seperti adanya outliers, yaitu data yang aneh, bisa jadi keanehan ini karena salah dalam
12
mengentri data, bisa jadi karena individu yang memang unik, berbeda dengan kebanyakan. Akibat dari outlier ini eror standar akan meningkat. Signifikansi berbanding terbalik dengan eror standar, jadi semakin besar eror standar semakin kecil peluang untuk mendapatkan hasil yang signifikan. Penyebab yang kedua yaitu model tidak sesuai, model yang tidak sesuai dengan data akan mengakibatkan hubungan antar dua variabel tidak signifikan. Berikutnya adalah ukuran sampel kecil. Misalnya korelasi variabel yang kita teliti adalah 0.50. Kalau ukuran sampel kita hanya 10 orang, maka hasil uji statistik tidak menemukan hubungan yang signifikan. Kalau ukuran sampel kita 15 orang maka hasil analisis menemukan hubungan yang signifikan. Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran sampel yang dipakai semakin kecil nilai kritis yang dipakai acuan. Penyebab lainnya adalah pengaruh variabel intervening, prasyarat analisis yang tidak dipatuhi, perbedaan konteks, alat ukur yang kurang valid dan reliabel, dan penyebab lainnya seperti masalah data, sampel, desain penelitian dan lainlain. Peneliti mencoba menjelaskan kemungkinan adanya penyebab mengapa hasil uji statistik penelitian ini tidak terbukti. Ukuran sampel yang kecil menjadi penyebab mengapa hasil uji statistik penelitian ini tidak terbukti. Jika dalam penelitian ini sampel yang diambil lebih banyak dari jumlah sampel yang diambil pada penelitian kali ini, maka hasilnya akan berbeda. Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran sampel yang dipakai semakin kecil nilai kritis yang dipakai acuan (Widhiarso, 2011). Tidak adanya perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa bisa disebabkan karena ada faktor lain yang memengaruhi perilaku prososial, seperti seperti mood (suasana hati), karakteristik personal, waktu, kemampuan, agama, kondisi lingkungan, bystander (kehadiran orang lain), penampilan,
13
ataupun gender. Beberapa penelitian membuktikan bahwa orang bersedia menolong apabila mereka sedang dalam kondisi baik (mood atau suasana hati yang baik), lebih mudah memberikan pertolongan kepada orang lain (Pines dan Maslach, dalam Setiadi, 2011). Pada studi yang dilakukan oleh Satow (dalam Peplau dkk, 2009) menemukan bahwa orang dewasa dengan kebutuhan tinggi untuk mendapat persetujuan sosial lebih mungkin untuk menyumbangkan uang daripada individu dengan kebutuhan persetujuan sosial yang rendah.tetapi mereka ini menyumbang hanya jika ada orang lain yang melihatnya. Orang yang berkebutuhan tinggi untuk mendapat persetujuan sosial mungkin termotivasi oleh keinginan mendapat pujian dari orang lain dan karenanya bertindak prososial hanya ketika tindakan baik itu dilihat orang lain. Ini menunjukkan bahwa karakter personal berpengaruh pada perilaku prososial. Darley dan Batson (dalam Yosnivia, 2010) menyimpulkan bahwa orang yang mempunyai waktu luang lebih cenderung untuk bisa memberikan pertolongan daripada orang yang sibuk dan tergesa-gesa. Akan tetapi, ini terutama berlaku untuk subjek yang menganggap partisipasinya sangat penting. Ketika subjek mengira periset tidak menganggap partisipasi mereka sangat penting, mereka terburu-buru (70 persen) dan yang tidak terburu-buru (80 persen) sama-sama mungkin memberikan bantuan. Menurut Peplau et.al, (2004), kondisi lingkungan seperti cuaca, ukuran kota, dan derajat kebisingan juga memengaruhi perilaku prososial. Orang cenderung melakukan perilaku prososial saat hari cerah dan suhu udara cukup menyenangkan, selain itu orang yang berada di kota kecil cenderung akan melakukan perilaku prososial dengan prosentase yang lebih besar daripada orang yang berada di kota kecil. Selain kondisi lingkungan, kehadiran orang dalam situasi tersebut (bystander) memengaruhi seseorang untuk menolong. Menurut Baron dan Byrne (2005) semakin banyak bystander di lokasi,
14
maka tanggung jawab untuk menolong semakin berkurang, karena terjadi penyebaran tanggung jawab. Di sisi lain, faktor penampilan juga dapat memengaruhi perilaku prososial. Menurut Sarwono (2011), faktor penampilan pada diri calon penerima pertolongan memengaruhi orang yang memberikan pertolongan. Semakin menarik semakin besar pula peluang pertolongan tersebut. Demikian pula dengan gender. Gender juga dapat memengaruhi perilaku prososial. Sebuah penelitian kepada lebih dari 6.300 pejalan kaki di Boston, Amerika menghasilkan bahwa ternyata 1,6% yang menyumbang kepada peminta-minta jalanan, penyumbang laki-laki lebih banyak daripada wanita (Goldberg dalam Setiadi, 2011). Tidak adanya perbedaan perilaku prososial sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Collect dan Omshea (dalam Dayakisni, 2004) menemukan bahwa orangorang dari negara lain (orang asing) yang bertanya mengenai arah pada dua tempat yang tidak ada, dan juga dua tempat yang ada. Di Teheran dan Isfahan (Iran), orang-orang asing sering diberi petunjuk baik pada pertanyaan tentang tempat yang ada maupun tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun di dua negara yang berbeda dengan kebudayaan atau etnis yang berbeda, namun perilaku prososialnya tergolong sama, yaitu berada dalam kategori baik. Banyak studi telah mendokumentasikan kesediaan orang untuk membantu orang asing yang membutuhkan pertolongan tanpa mengenal dan membedakan etnis, suku, atau ras. Berkowitz (dalam Peplau dkk, 2009) menyebutkan bahwa di kota-kota Amerika Serikat, lebih dari separuh pembeli wanita yang naik bis bersedia memberi uang kepada kepada mahasiswa yang mengaku kecopetan. Menurut Latane dan Darley (dalam Peplau dkk, 2009) di New York City, sebagian besar pejalan kaki mau membantu seseorang yang sedang melintas dan memerlukan bantuan: 85 persen bersedia meluangkan waktu, 85 persen memberi
15
petunjuk arah, dan 73 persen mengantar. Perilaku prososial bahkan terjadi di subway perkotaan. Ketika seorang penumpang (yang sebenarnya periset) terjatuh dan tampak cedera lututnya, 83 persen orang yang ada di sana menawarkan bantuan kepadanya. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa perilaku prososial antara warga dewasa yang berasal dari etnis Madura dan etnis Jawa berada dalam kategori tinggi, walaupun dengan persentase yang berbeda, yaitu 70% untuk etnis Madura dan 80% untuk etnis Jawa. Ini menunjukkan bahwa warga dewasa di Bondowoso mampu untuk saling tolong-menolong dengan sesamanya. Karena tolong-menolong adalah salah satu ciri budaya di Indonesia. Dan tentu saja hal ini juga masih melekat pada masyarakat hingga saat ini. Menurut Widiarto (2009), hubungan antar penduduk erat sekali, sampai-sampai desa yang masih murni sifat-sifatnya, sungguh-sungguh dirasakan sebagai satu keuarga yang besar dan bersatu. Hal ini nyata dengan adanya adat kebiasaan dan rasa tolongmenolong, baik mengenai perseorangan maupun umum. Perilaku prososial atau tolong-menolong bukanlah hal yang asing dalam budaya Indonesia, karena hal tersebut merupakan hal yang sering dilakukan dan terus dijunjung tinggi oleh masyarakat, meskipun kini sudah mulai memudar. Menurut Widiarto (2009), sebagaimana dipahami bahwa masyarakat Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa, dimana masing-masing yang suku tadi memiliki kebiasaan, tata cara, tradisi, kesenian, nilai-nilai dan bahasa masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap suku bangsa telah memiliki dan mengembangkan kebudayaan sendiri yang disebut kebudayaan daerah. Etnis Jawa dan etnis Madura juga mempunyai kebudayaan daerah yang berbedabeda, ciri khas daerah yang berbeda, kebiasaaan yang berbeda pula. Hal ini memengaruhi bagaimana mereka berperilaku dan bagaimana cara mereka bersosialisasi
16
dengan sesama mereka. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa perilaku prososial etnis Jawa dan etnis Madura masuk dalam kategori tinggi, yang berarti bahwa warga dewasa di Bondowoso mampu untuk saling tolong-menolong dengan sesamanya, meskipun di antara kedua etnis tersebut memiliki kebiasaan dan kebudayaan yang berbeda. Namun penelitian ini juga memiliki keterbatasan. Karena penelitian tentang perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa masih belum banyak diteliti, jadi belum banyak referensi tentang penelitian ini. Keterbatasan yang ada penelitian ini juga terletak pada ukuran sampel. Ukuran sampel yang kecil menjadi penyebab mengapa hasil uji statistik penelitian ini tidak terbukti. Jika dalam penelitian ini sampel yang diambil lebih banyak dari jumlah sampel yang diambil pada penelitian kali ini, maka hasilnya akan berbeda. Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran sampel yang dipakai semakin kecil nilai kritis yang dipakai acuan (Widhiarso, 2011) KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas tentang perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso, maka dapat disimpulkan : 1. Bahwa tidak ada perbedaan perilaku prososial antara warga dewasa etnis Madura dan etnis Jawa di Bondowoso. 2. Sebagian warga dewasa yang berasal dari etnis Madura dan etnis Jawa tergolong dalam kategori prososial yang tinggi dengan persentase 75%. Dari 30 warga dewasa yang berasal dari etnis Madura tergolong dalam kategori tinggi dan persentasenya
17
sebesar 70% dan dari 30 warga dewasa yang berasal dari etnis Jawa yang tergolong dalam kategori tinggi dan persentasenya sebesar 80%. 3. Perbedaan budaya bukan merupakan satu-satunya faktor yang memengaruhi perilaku prososial. Masih ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi terjadinya perilaku prososial yang berbeda-beda pada setiap individu. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, dan mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: a. Saran bagi Peneliti Selanjutnya : Mengingat masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti selanjutnya disarankan untuk : 1. Peneliti selanjutnya dapat meneliti atau menyertakan variabel lain yang memengaruhi perilaku prososial selain budaya, seperti mood (suasana hati), karakteristik personal, waktu, kemampuan, agama, kondisi lingkungan, bystander (kehadiran orang lain), penampilan, dan gender. 2. Peneliti selanjutnya dapat meneliti dengan topik yang sama, namun dengan ukuran sampel yang lebih besar daripada ukuran sampel yang dipakai dalam penelitian ini, karena semakin besar ukuran sampel yang dipakai semakin kecil nilai kritis yang dipakai acuan.
b. Saran bagi Masyarakat/pembaca : Dengan adanya hasil dari penelitian ini, masyarakat/pembaca dapat menyadari pentingnya perilaku prososial dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat
18
diharapkan bisa mempertahankan perilaku prososial yang tinggi dalam hidup berdampingan dengan masyarakat yang berasal dari etnis, agama, dan ras lain, serta terus meningkatkan perilaku prososial dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka Baron, R & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi 10. Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Budaya madura-kebudayaan di madura. (2012). TreTrans. Diunduh pada 24 April 2013, dari http://www.tretans.com/2012/09/budaya-madura-kebudayaan-dimadura_9440.html. Carlo, G. & Randall, B. (2002). The development of a measure of prosocial behaviors for late adolescencts. Journal of Youth and Adolescence, 31 (1), 31-44. Chaplin, J.P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Dayakisni, T. & Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Malang : UMM Press. Dayakisni, T. & Yuniardi, S. (2003). Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press. Dewi, T. R. (2012). Perilaku prososial remaja ditelaah berdasarkan gender: studi komparatif pada siswa laki-laki dan perempuan di smp miftahul iman bandung. Skripsi. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. Eisenberg, N., Fabes, R. A., & Spinhard, T.L. (2006) Prosocial development. Dalam W. Damon dan R. Lerner (ed). Handbook of child psychology, 3: social, emotional, and personality development (edisi 6). New York: John Wiley & Sons, Inc. Hadi, S. (2000). Statistik jilid 2. Jogjakarta: Andi. Haditono, S. R., Monks, F. J. & Knoers, A. M. P. (2002). Psikologi Perkembangan. Cetakan 14. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
19
Harga diri dalam masyarakat konsep dan kebudayaan madura. (2012). Lontar Madura. Diunduh pada 25 April 2013, dari http://lontarmadura.com/harga-diri-dalammasyarakat-konsept-dan kebudayaan-madura/. Hartono, M. (2008). SPSS 16.0 analisis data statistika dan penelitian. Edisi 1. Cetakan 1. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Hurlock, E. B. (2004). Psikologi perkembangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Kebudayaan Indonesia-Suku Madura. (2014). Kebudayaan Indonesia. Diunduh pada 18 April 2014, dari http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1260/suku-madura. Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial-Social Psychology. Edisi 10. Buku 2. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika. Papalia, D.E., Olds, S. W., & Feldman, R. S. (2009). Perkembangan Manusia. Edisi 10. Jilid 2. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika. Pratiningtyas, R. (2012). Faktor-faktor organizational citizenship behavior: studi indigenous pada karyawan bersuku jawa. Diunduh pada 14 Juni 2014, dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sip. Rohmiati. (2011). Stereotip dan prasangka dalam komunikasi antar etnis (suatu tinjauan teoritis komunikasi antar budaya). Diunduh pada 24 April 2013, dari http://iisip.ac.id/content/stereotip-dan-prasangka-dalam-komunikasi-antar-etnissuatu-tinjauan-teoritis-komunikasi-antar-budaya. Santrock, J. W. (2002). Life span development: perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga. Sari, D. R. (2009). Pengaruh sosialisasi keluarga terhadap perilaku prososial anak kategori usia remaja awal (studi pada murid-murid SLTP negeri x di jakarta). Skripsi. Jakarta. Universitas Indonesia. Sarwono, W. S. (2011). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (2004). Psikologi Sosial. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Setiadi, T. (2011). Dinamika perilaku prososial pada pendonor darah: studi kasus pada pendonor darah yang telah mendapatkan penghargaan PMI di kota bandung. Skripsi. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. Suku Jawa. (2012). Deutro Malayan. Diunduh pada 25 April 2013, dari http://deutromalayan.blogspot.com/2012/10/suku-jawa.html. Trommsdorff, G., Friedlmeier, W., & Mayer, B. (2007). Sympathy, distress, and prosocial behavior of preschool children in four cultures. International Journal of Behavioral Development, 31 (3), 284-293. Vivier, A. N., dkk (2009). Prosocial development from childhood to adolescence: a multi-informant perspective with Canadian and Italian longitudinal studies. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 50 (5), 590-598. Widhiarso, W. (2011). Diskusi psikometri dan statistika: beberapa penyebab mengapa hasil uji statistik tidak signifikan. Diunduh pada 20 november 2014 dari http://belajar-psikometri.blogspot.com/2011/06/beberapa-penyebabmengapahasil-uji.html. Widiarto, T. (2009). Psikologi Lintas Budaya Indonesia. Cetakan 3. Salatiga : Penerbit Widya Sari Press. Wijayanti, H, & Nurwianti, F. (2010). Kekuatan karakter dan kebahagiaan suku Jawa. Diunduh pada 20 Maret 2014, dari http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/227/170.
20
Yosnivia, M. H. (2010). Hubungan antara kecerdasan emosional, internal locus of control, dan gender dengan perilaku prososial siswa sman 1 kupang. Thesis (Tidak diterbitkan). Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.