HUBUNGAN ANTARA IDENTITAS ETNIS BATAK DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA ETNIS BATAK DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
OLEH EBEN EZER BUTARBUTAR 802007802
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
2
3
4
5
HUBUNGAN ANTARA IDENTITAS ETNIS BATAK DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA ETNIS BATAK DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Eben Ezer Butarbutar Jusuf Tj. Purnomo
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
6
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan positif signifikan antara identitas etnis Batak dengan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Batak di Universitas Kristen Satya Wacana. Subjek penelitian terdiri dari 60 mahasiswa etnis Batak berjenis kelamin laki-laki dan perempuan di Universitas Kristen Satya Wacana. Untuk mengukur identitas etnis digunakan aspek dari Phinney (1992). Sedangkan untuk mengukur perilaku prososial digunakan aspek dari Carlo dan Randall (2002). Teknik sampling yang dipergunakan menggunakan teknik purposive sampling. Hipotesisnya adalah ada hubungan positif yang signifikan antara identitas etnis Batak dengan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Batak di UKSW. Analisis data menggunakan korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Hasil penelitian ini diperoleh korelasi, r = 0,407 dengan signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara identitas etnis Batak dengan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Batak di UKSW. Kata kunci: Perilaku Prososial, Identitas Etnis, Kebudayaan, Etnis Batak
7
ABSTRACT
The purpose of this study is to find a positive relationship between ethnic identity Batak with the prosocial behavior the students ethnic Batak in Satya Wacana Christian University. The subject of study are 60 ethnic students Batak of the sex male and women in Satya Wacana Christian University. For measuring ethnic identity used aspect of Phinney (1992). While for measuring prosocial behavior used aspect of Carlo and Randall (2002). Technique which used the sampling method of using a technique of sampling purposive.Hypothesis is that there is a positive relationship between a significant ethnic identity batak with the prosocial behavior the students in ethnic Batak SWCU. Data analysis employing correlation product moment of an Karl Pearson. This research result obtained correlation, r=0,407 with significance of 0,001 ( p < 0.05 ). This shows that there is a positive relationship between ethnic identity Batak with the prosocial behavior on the students in ethnic Batak SWCU. Keywords: prosocial behavior, ethnic identity, culture, ethnic Batak
8
HUBUNGAN ANTARA IDENTITAS ETNIS BATAK DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA ETNIS BATAK DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Latar Belakang Manusia
adalah
makhluk
sosial
sehingga
sebagian
besar
dari
kehidupannya melibatkan pergaulan atau berinteraksi dengan orang lain. Caracara berinteraksi dengan orang lain, mempersepsi diri sendiri maupun orang lain, dan bekerja dengan orang lain sangat dipengaruhi oleh budaya dimana seseorang hidup. Salah satunya perilaku prososial. Menurut Fiske (1991) perilaku prososial mungkin ditemukan di dalam hampir semua kebudayaan yang dipelajari para antropolog, tetapi kemungkinan ini maknanya bervariasi secara luas. Seseorang mungkin menolong orang lain di luar kewajiban terhadap suatu kelompok (jika orang lain yang akan ditolong sama kelompoknya), bahkan mungkin di luar kepatuhan atau kesopanan, atau di luar keinginan untuk memberi kesan positif dan sebagainya. Dalam satu kesempatan Baron, Byrne dan Branscombe (2006) mengatakan bahwa perilaku prososial adalah tindakan individu untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong. Banyak penelitian yang menemukan kesediaan orang untuk menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan. Penelitian yang dilakukan Berkowitz (dalam Peplau 2009) menemukan bahwa di salah satu kota besar di Amerika, lebih dari separuh wanita bersedia memberikan bantuan berupa uang kepada mahasiswa yang mengaku dompetnya “hilang”. Penelitian lain yang dilakukan
9
oleh Latane dan Darley (dalam Peplau 2009) menemukan di New York City sebagian besar pejalan kaki mau membantu seseorang yang sedang melintas dan memerlukan bantuan: 85 persen bersedia meluangkan waktu, 85 persen memberi petunjuk arah, dan 73 persen mengantar. Menurut Feldman (dalam Dayakisni, 2004), Yunani adalah salah satu negara yang terkenal dalam memberi sambutan baik kepada orang-orang asing yang datang. Dalam penelitiannya, Feldman menemukan bahwa di Athena orangorang asing yang meminta pertolongan akan menerima lebih banyak bantuan daripada yang dilakukan terhadap orang-orang Yunani sendiri yang meminta pertolongan yang sama dan di tempat yang sama. Kenyataan sebaliknya terjadi di Paris dan Boston (Amerika). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Trommsdorff, dkk (2007) pada anak-anak dari dua budaya Barat, Jerman dan Israel, dan dua budaya Asia Tenggara, Indonesia dan Malaysia, menyatakan bahwa anak-anak dari dua budaya Asia Tenggara, dibandingkan dengan anak-anak dari dua budaya Barat, ditampilkan lebih berfokus pada diri sendiri dan kurang memiliki perilaku prososial. Sementara penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Rizal (dalam Sarwono, 2009) menemukan bahwa etnis melayu mempunyai kecenderungan untuk menolong moderat dan tinggi dibandingkan dengan etnis Cina. Salah satu etnis yang ada di Indonesia yang masih memegang kebudayaannya yaitu suku bangsa atau etnis Batak. Suku Batak sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Melihat letak geografisnya, suku bangsa Batak berasal dari rumpun Melayu yang membuat suku bangsa Batak termasuk salah satu suku
10
bangsa tertua yang ada di Indonesia. Suku bangsa Batak memiliki sejarah yang cukup panjang dalam kebudayaan yang dimiliki Indonesia sehingga suku bangsa Batak memiliki arti penting dalam ranah kebudayaan di Indonesia. Suku bangsa Batak secara umum diketahui berasal dari Sianjur Mula-Mula yang terletak di gunung Pusuk Buhit dan dari sanalah keturunan-keturunan si Raja Batak menyebar ke penjuru negeri (Harbangan, 1999). Salah satu kebudayaan suku bangsa Batak yang masih dijunjung tinggi adalah sistem kekerabatan yang disusun dalam kebudayaan Dalihan Na Tolu (Simorangkir, 2006). Lebih lanjut Simanjuntak (2000), menyatakan bahwa ajaran Dalihan Na Tolu merupakan sistem yang mendukung terciptanya persatuan, solidaritas dan persamaan dalam kehidupan suku bangsa Batak, komunikasi yang harmonis serta rasa hormat terhadap orang lain. Fungsi lain dari adat Dalihan Na Tolu adalah pengenalan garis keturunan hingga jauh ke atas yang disebut tarombo (silsilah). Marga bagi orang Batak biasanya adalah identitas yang menunjukkan silsilah dari nenek moyang asalnya. Sebagaimana diketahui marga bagi orang Batak diturunkan secara patrinial artinya menurut garis ayah. Sebutan berdasarkan satu kakek dalam marga yang sama markahanggi (semarga). Orang Batak yang semarga merasa bersaudara kandung sekalipun mereka tidak seibu-sebapak. Mereka saling menjaga, saling melindungi, dan saling tolong-menolong (Barani, 1977). Sistem nilai ini akan memengaruhi individu etnis Batak untuk merantau. Ritonga (2003) menjelaskan secara psikologis, nilai adat Batak akan mendorong orang-orang di dalamnya
11
untuk merantau, oleh karena itu orang Batak termasuk etnis yang paling tinggi mobilitasnya daripada etnis lainnya. Pada etnis Batak marga merupakan identitas kelompok asal-usul puluhan jumlah kelompok marga yang ada. Marga juga menjadi pengikat sekaligus identitas serta sebagai alat penentu hubungan kekerabatan (Sirait, 1995). Sementara menurut Daulay (1996) marga bukan sekedar nama keluarga atau nama kedua, tetapi marga merupakan identitas diri sebagai orang Batak yang mengandung kewajiban-kewajiban sosial yang dilandasi adat. Menurut Marbun (1987) fungsi sosial dari marga tersebut menjadi landasan pokok dalam mengatur tata tertib sosial, khususnya mengenai kekerabatan dan hubungan masyarakat, antara pribadi dan pribadi, antar pribadi dan golongan serta antara golongan dengan golongan lain. Etnis atau ras yang melekat dapat menjadi identitas seseorang kepada satu kelompoknya. Sejalan dengan hal ini, Minderovic (1998) menyatakan bahwa identitas seseorang terdapat aspek yang menyusunnya, salah satunya identitas etnis. Gormly dan Brodzinsky (1993) menyatakan identitas etnis atau ras adalah sebuah perasaan keanggotaan dari sebuah kelompok etnis atau ras. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Spencer dan Dornbusch (1990) yaitu identitas etnis merupakan identifikasi erat dengan kelompok keagamaan atau etnis tertentu. Hal ini juga dijelaskan Isajiw (1999) yaitu identitas etnis adalah pemahaman individu akan siapa dirinya, adanya ikatan antara individu dan kelompok yang bersifat emosional, kepercayaan saat berada dalam kelompok dan komitmen yang kuat terhadap kelompok serta bersama-sama melakukan adat
12
istiadat atau kebiasaan yang sama. Tidak jauh berbeda diungkapkan Phinney (dalam Tarakanita 2001) menyatakan bahwa identitas etnis merupakan suatu konsep yang kompleks meliputi sebuah komitmen dan perasaan memiliki terhadap suatu kelompok, penilaian positif atas sebuah kelompok ketertarikan dan pengetahuan tentang kelompok serta keterlibatan individu degan kegiatan sosial yang ada dalam kelompok tersebut. Menurut Ashmore, Deaux dan Volpe (2004),salah satu kelebihan dari kepemilikan identitas etnis adalah bahwa seseorang dapat mengidentifikasikan diri dengan kelompok, merasa bangga menjadi bagian sebuah kelompok, merasa memiliki hubungan yang mendalam dengan kelompok tersebut, serta berperilaku sesuai aturan, nilai-nilai dan norma-norma kelompok. Penelitian Schwartz (2007) tentang identitas etnis dan akulturasi pada remaja Hispanik dengan hubungannya terhadap nilai akademis dan perilaku prososial, menemukan hasil bahwa hubungan identitas etnis dan orientasi akulturasi serta gejala eksternalisasi yang dimediasi harga diri
memiliki
hubungan langsung dengan nilai akademis dan perilaku prososial.Hasil penelitian hampir serupa yang dilakukan oleh Smith, dkk (1999) juga menemukan bahwa identitas etnis pada individu merupakan penghubung yang dapat membuat seseorang untuk melakukan perilaku prososial.Hasil penelitian lain yang dilakukan pada etnis Batak di Salatiga oleh Sibarani (2008) menemukan bahwa subyek dari penelitiannya lebih memberikan bantuan kepada teman atau orang lain yang memiliki etnis yang sama dengan mereka daripada dengan etnis lain.
13
Dari beberapa penelitian yang mendukung adanya hubungan antara identitas etnis dengan perilaku prososial,terdapat feneomena yang bertolak belakang dengan hal itu, yaitu adanya konflik di antara sesama etnis, seperti konflik pertentangan mengenai identitas Batak pada etnis Batak Mandailing yang tidak ingin disebut sebagai bagian dari etnis Batak serta konflik pembentukan propinsi Tapanuli pada tahun 2009 (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak). Konflik yang terjadi pada antara jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) resort Bandung Riau dengan jemaat gereja HKBP resort Bandung dalam kasus pemakaian gedung gereja HKBP untuk beribadah pada tahun 2007 (detikcom - Gereja Dikunci, Ratusan Jemaat HKBP Bandung Riau Terlantar). Konflik yang terjadi dalam tubuh gereja HKBP juga terjadi pada tahun 1988 yang mengakibatkan adanya perpecahan dan menimbulkan 2 kelompok besar pada tubuh gereja HKBP itu sendiri, konflik ini terjadi karena adanya isu ketidakjujuran salah satu kelompok dengan menyuap peserta ketika akan memilih pimpinan tertinggi gereja HKBP (Simanjuntak, 2009). Mahasiswa etnis Batak yang berasal dari berbagai kota dan daerah bertemu dalam satu tempat diharapkan mampu untuk mengimplementasikan perilaku saling menjaga dan tolong menolong terhadap kelompoknya. Berdasarkan hasil pengamatan serta wawancara mulai Oktober 2011 sampai pada penulisan penelitian ini yang dilakukan dengan mahasiswa-mahasiswa etnis Batak di UKSW menunjukkan bahwa etnis Batak mampu untuk saling bekerja sama dengan anggota kelompoknya maupun orang lain. Perilaku menolong juga ditunjukkan oleh mahasiswa ini antara lain membantu pencarian dana dengan
14
caramengamen untuk korban letusan gunung Sinabung yang menimpa masyarakat di Tanah Karo, gunung merapi di Yogyakarta dan korban gempa di Pahae, penyelesaian konflik yang terjadi antara salah satu mahasiswa Etnis Batak dengan Etnis Halmahera melalui jalan musyawarah serta bersama-sama mencari dana untuk biaya Rumah Sakit salah satu mahasiswa Batak yang mengalami kecelakaan. Melakukan perkumpulan marga atau perkumpulan rumpun etnisnya dengan tujuan sama-sama melestarikan ajaran adatnya antara lain melakukan kegiatan manortor (menari). Mahasiswa etnis Batak akan lebih terbuka untuk menolong orang lain yang dianggap sama dan memiliki kedekatan dengan individu
tersebut
dikarenakan
adanya
kesamaan
pada
budaya
mereka
dibandingkan dengan orang yang dianggap bukan satu kelompok dengan individu tersebut, sehingga mereka akan lebih suka menolong orang-orang yang dalam satu kelompoknya dalam segala situasi, hal ini disebabkan adat istiadat yang sama. Pengumpulan uang untuk biaya kuliah mahasiswa Batak yang mengalami kesulitan dana serta pengurusan biaya kepulangan jenazah salah satu mahasiswa Batak yang meninggal dunia. Kajian dan penelitian yang telah dipaparkan mendukung adanya hubungan identitas etnis dengan perilaku prososial, namun penelitian tersebut dilakukan pada budaya berbeda serta fenomena yang ada tidak sama di satu tempat. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk mengkaji hubungan identitas etnis Batak dengan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Batak di UKSW.
15
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Prososial Baron, Byrne dan Brascombe (2006) menjelaskan perilaku prososial merupakan tindakan menolong yang cenderung menguntungkan orang lain, namun tidak menghasilkan keuntungan yang jelas bagi orang yang menolong dan kadang justru menimbulkan resiko bagi orang yang melakukannya. Selanjutnya, William (dalam, Dayakisni dan Hudaniah, 2003) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologi penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Hay (1994) menjelaskan perilaku prososial adalah sebagai suatu tindakan atau aksi, sebagaimana hal itu terjadi, berguna untuk memberi sesuatu bagi orang lain, atau menguatkan keharmonisan relasi dengan sesama, jika di sana tidak ada pengorbanan pada pihak pelaku dan bahkan jika disana ada keuntungan bagi pelaku. Sementara iu Jackson dan Tisak (2001) mengatakan perilaku prososial mengarah pada interaksi positif dengan orang lain, termasuk menolong, berbagi, kerjasama dan menyenangkan seseorang. Carlo dan Randall (2002) menjelaskan bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang dilakukan untuk kepentingan orang lain baik diminta ataupun tidak untuk memenuhi kesejahteraan orang tersebut. Aspek-Aspek Perilaku Prososial Menurut Carlo dan Randall (2002) mengemukakan beberapa aspek perilaku prososial, yaitu:
16
1.
Altruistic prosocial behavior Altruistic prosocial behavior, merupakan perilaku membantu orang lain terutama yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan orang lain, seringkali disebabkan oleh respon-respon simpati dan diinternalisasikan ke dalam norma-norma atau prinsip-prinsip yang tetap dengan membantu orang lain.
2.
Compliant Prosocial Behavior Altruistic prosocial behavior, merupakan perilaku membantu orang lain karena dimintai pertolongan baik verbal maupun norverbal.
3.
Emotional prosocial behavior Emotional prosocial behavior, merupakan perilaku membantu orang lain karena disebabkan perasaan emosi berdasarkan situasi yang terjadi
4.
Public prosocial behavior Public prosocial behavior, merupakan perilaku membantu orang lain yang dilakukan di depan orang-orang setidaknya dengan suatu tujuan untuk memperoleh pengakuan dan rasa hormat dari orang lain (orang tua, teman sebaya) dan meningkatkan harga diri.
5.
Anonymous prosocial behavior Anonymous prosocial behavior, merupakan perilaku membantu orang lain yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang lain yang ditolong.
6.
Dire prosocial behavior Dire prosocial behavior, merupakan perilaku membantu orang lain yang sedang dalam keadaan krisis atau darurat.
17
Berdasarkan pada paparan di atas, aspek-aspek perilaku prososial yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan yang dikemukakan oleh Carlo dan Randall (2002), karena pada aspek-aspek tersebut telah mencakup pengertian dan menggambarkan perilau prososial serta alasan seseorang dalam melakukan perilaku prososial. Identitas Etnis Menurut Gormly dan Brodzinsky (1993) identitas etnis adalah sebuah perasaan keanggotaan dari sebuah kelompok etnis. Perasaan tersebut menyangkut satu pemikiran, perasaan dan kebiasaan dengan kelompok etnis tempat individu bergabung menjadi anggotanya. Selanjutnya Weinreich (1985) menjelaskan identitas etnis merupakan penggabungan ide-ide, perilaku, sikap dan simbolsimbol bahasa yang ditransfer dari generasi ke generasi melalui sosialisasi. Roberts et al, (1999) menyatakan bahwa identitas etnis menunjukkan kepada pengalaman subjektif tentang warisan budaya. Identitas etnis menurut Tajfel (dalam Hjort dan Frissen 2004) didefinisikan sebagai bagian dari konsep diri individu yang berasal dari pengetahuan individu atau keanggotaan dirinyadi kelompok sosial yang dikombinasikan dengan nilai-nilai dan rasa emosi yang dibubuhkan pada keanggotaan tersebut. Phinney (dalam Tarakanita, 2001) menyatakan bahwa identitas etnis merupakan suatu konsep yang kompleks meliputi sebuah komitmen dan perasaan memiliki terhadap suatu kelompok, penilaian positif atas sebuah kelompok, ketertarikan dan pengetahuan tentang kelompok, serta keterlibatan individu dengan kegiatan sosial yang ada dalam kelompok tersebut.
18
Aspek-Aspek Identitas Etnis Phinney (1992) menjelaskan bahwa identitas etnis memiliki beberapa aspek, yaitu: 1.
Identifikasi etnis diri yaitu label yang digunakan untuk kelompok sendiri. Pengakuan individu terhadap etnis yang melekat pada diri individu.
2.
Perasaan memiliki dan komitmen di dalam etnis. Individu memilih atau mengenali kelompok etnis dan individu memiliki komitmen terhadap kelompok etnisnya.
3.
Sikap terhadap etnis yaitu perasaan tentang kelompok etnis sendiri dengan kelompok etnis lain. Individu menunjukkan penilaian positif atau negative terhadap kelompok etnisnya.
4.
Perilaku dalam etnis yaitu pola perilaku khusus yang ditunjukkan individu dengan kelompok etnisnya. Perilaku etnis ini merujuk pada keterlibatan individu dalam budaya etnis juga yang ditunjukkan seperti bahasa, pastisipasi atau kebiasaan dalam budaya etnis, persahabatan atau hubungan dengan orang-orang dalam kelompok etnisnya. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menggunakan aspek-aspek identitas
etnis yang dijelaskan oleh Phinney (1992) karena sudah mencakup karakteristik dari identitas etnis.
19
METODE Partisipan Partisipan berjumlah 60 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Ciri-ciri sampel dalam penelitian ini, yaitu: a. Mahasiswa UKSW etnis Batak baik laki-laki maupun perempuan. b. Berusia 18-23 tahun Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket (Questionnaire). Penyusunan angket ini berdasar 2 jenis item yaitu item favorable (pernyataan yang mendukung pada obyek yang diukur) dan item unfavorable (pernyataan yang tidak mendukung pada obyek yang diukur). Pernyataan mendukung (favorable) dalam penelitian ini diberi urutan penilaian yaitu Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1. Untuk pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) yaitu Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Tidak Sesuai (TS) diberi skor 3 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 4. Untuk memperoleh data dari penelitian ini, peneliti menggunakan skala penilaian guna mengukur tingkat identitas etnis dan perilaku prososial. Skala Identitas Etnis yang digunakan pengukuran identitas etnis yang digunakan oleh Phinney (1992) sebagai berikut: Identifikasi etnis diri (Item: saya sangat memahami dari latar belakang etnis dan apa artinya bagi saya), perasaan
20
memiliki dan komitmen di dalam etnis (Item: saya senang bahwa saya anggota/bagian kelompok etnis yang saya miliki), sikap terhadap etnis (Item: saya tidak mencoba untuk menjadi teman dengan orang-orang dari kelompok etnis lain), perilaku dalam etnis (Item: saya berpartisipasi dalam praktek-praktek budaya kelompok saya sendiri seperti makanan khas, musik, atau kebiasaan). Sebaliknya untuk mengukur perilaku prososial, peneliti menggunakan skala prososial yang dibuat oleh Carlo dan Randall (2002) yang bernama skala Prosocial Tendencies Measure (PTM). Enam aspek tersebut, yaitu altruistic prosocial behavior (Item: saya merasa salah satu hal terbaik tentang membantu orang lain adalah bahwa hal itu membuat saya jadi terlihat baik), compliant prosocial behavior (Item: saya akan membantu orang lain ketika mereka meminta bantuan saya), emotional prosocial behavior (Item: Hal ini paling memuaskan bagi saya ketika saya bisa menghibur seseorang yang sangat tertekan), public prosocial behavior (Item: saya bisa membantu orang lain dengan baik ketika orang melihat/menonton saya), anonymous (Item: saya lebih memilih untuk menyumbangkan uang secara anonim), dire prosocial behavior (Item: saya cenderung untuk membantu orang-orang yang sedang berada dalam kebutuhan atau saat darurat). HASIL a.
Uji daya beda item dan Reliabilitas Pada skala identitas etnis, diperoleh bahwa dari 40 item yang diuji terdapat
11 item yang gugur sehingga item yang valid sebanyak 29 item. Skor yang
21
digunakan bergerak dari angka 0,372 sampai dengan 0,748 dengan realibilitas sebesar α = 0,914. Identitas etnis Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .914
29
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan daya beda item pada skala perilaku prososial, diperoleh bahwa dari 30 item yang diuji terdapat 10 item yang gugur sehingga item valid yang digunakan sebanyak 20 item. Skor yang digunakan bergerak dari angka 0,307 sampai dengan 0,666 dengan realibilitas sebesar α = 0, 862. Perilaku Prososial Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .862
b.
20
Uji Normalitas Berdasarkan
hasil
pengujian
normalitas,
kedua
variabel
memiliki
signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Variabel identitas etnis memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,128 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,157 (p> 0,05).
22
Variabel perilaku prososial memiliki nilai normalitas K-S-Z sebesar 0,727 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,665 (p >0,05). Dengan demikian kedua variabel memiliki distribusi data yang normal karena p > 0,05.
c.
Uji Linearitas Hasil uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan analisis hasil uji linearitas yang menggunakan tabel Anova nilai deviation from linearity maka dapat diketahui bahwa kedua variabel tersebut memiliki nilai Fbeda sebesar 1,496 dengan signifikansi p = 0,148 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara variabel identitas etnis dengan perilaku prososial adalah linear.
Hasil Deskripsi Penelitian Berdasarkan perhitungan kategori skor yang dilakukan, diperoleh analisis deskriptif sebagai berikut.
Interval 98,6 ≤ x ≤ 116 81,2 ≤ x < 98,6 63,8 ≤ x < 81,2 46,4 ≤ x < 63,8 29 ≤ x < 46,4
Tabel 1.1 Kategori Skor Identitas Etnis Kategori Frekuensi Persentase Mean Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
14
23%
34 12 0 0
57% 20% 0 0
90,95
Standard Deviasi
10,50
Dari 60 mahasiswa yang dijadikan sampel penelitian diperoleh hasil bahwa 57% atau 34 mahasiswa memiliki identitas etnis pada kategori tinggi.
23
Interval 68 ≤ x ≤ 80 56 ≤ x < 68 44 ≤ x < 56 32 ≤ x < 44 20 ≤ x < 32
Tabel 1.2 Kategori Skor Perilaku Prososial Kategori Frekuensi Persentase Mean Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
1
1%
21 34 4 0
35% 57% 7% 0
54,26
Standard Deviasi
7,44
Dari 60 mahasiswa yang dijadikan sampel menunjukkan hasil 57% atau 34 mahasiswa memiliki perilaku prososial pada kategori sedang.
d.
Uji Korelasi Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi menggunakan Product Moment
oleh Karl Pearson antara variabel identitas etnis dengan perilaku prososial, diperoleh hasil koefisien korelasi r = 0,407 dengan signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Hasil Uji Korelasi Antara Identitas Etnis dan Perilaku Prososial Correlations Identitas_Etnis Identitas_Etnis Pearson Correlation
Prososial
1
Sig. (2-tailed) N 60 Prososial Pearson Correlation .407** Sig. (2-tailed) .001 N 60 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.407** .001 60 1 60
24
Hasil ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara identitas etnis Batak dengan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Batak UKSW Salatiga.
PEMBAHASAN Hasil dari penelitian tentang hubungan identitas etnis Batak dengan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Batak di UKSW, menunjukkan hasil perhitungan koefisien korelasi (r) sebesar 0,407 dengan signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Data ini menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan antara identitas etnis Batak dengan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Batak di UKSW. Hal ini menunjukkan bahwa H1 pada penelitian ini diterima dan H0 ditolak. Artinya bahwa semakin tinggi identitas etnis pada mahasiswa etnis Batak di UKSW maka akan semakin tinggi pula perilaku prososial mahasiswa etnis Batak di UKSW. Jadi, dapat dikatakan bahwa identitas etnis berkorelasi dengan perilaku prososial. Hasil dari penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Schwartz (2007) tentang identitas etnis dan akulturasi pada remaja Hispanik dengan hubungannya terhadap nilai akademis dan perilaku prososial, menemukan hasil bahwa hubungan identitas etnis dan orientasi akulturasi serta gejala eksternalisasi yang dimediasi harga diri memiliki hubungan langsung dengan nilai akademis dan perilaku prososial.Hasil penelitian hampir serupa yang dilakukan oleh Smith, dkk (1999) juga menemukan bahwa identitas etnis pada individu merupakan penghubung yang dapat membuat seseorang untuk melakukan perilaku prososial. Menurut Baron dan Byrne (2007) individu akan
25
cenderung untuk menolong orang lain saat memiliki kesamaan dengan dirinya seperti kesamaan asal dan juga kesamaan etnis. Hal ini juga menjadi salah satu faktor individu untuk menolong orang lain yaitu adanya pertalian keluarga, kesamaan latar belakang ras tau etnis (Brigham dalam Hudaniah & Dayakisni, 2003). Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini diperoleh data dari tingkat identitas etnis, mahasiswa etnis Batak memiliki identitas etnis rata-rata sebesar 90,95 yang berada pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 57%. Dengan perincian 23% atau 14 mahasiswa memiliki identitas etnis pada kategori sangat tinggi, 20% atau 12 siswa memiliki identitas etnis kategori sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa mahasiswa etnis Batak memiliki identitas etnis yang tinggi. Di sisi lain, berdasarkan jawaban yang diberikan subyek atas item pertanyaan dalam angket menunjukkan bahwa kecenderungan dari mereka masih menghargai keberadaan etnis lain tanpa mengingkari identitas etnisnya sendiri, hal ini menyebabkan terdapat variasi pada kategori identitas etnis pada subyek dipengaruhi oleh adanya pencampuran budaya asli individu dengan budaya lain melalui proses akulturasi ditempat individu tinggal. Menurut Wade & Travis (2007) menyatakan orang-orang yang melakukan asimilasi memiliki hubungan yang relatif lemah dengan etnis asalnya, namun memiliki hubungan yang kuat dalam proses akulturasinya. Pada analisis deskriptif untuk data skala perilaku prososial, mahasiswa etnis Batak memiliki perilaku prososial rata-rata sebesar 54,26 yang berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 57%. Dengan perincian terdapat 1%
26
atau 1 mahasiswa memiliki perilaku prososial pada kategori sangat tinggi, 35% atau 21 mahasiswa memiliki perilaku prososial pada kategori tinggi, 7% atau 4 mahasiswa memiliki perilaku prososial pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa etnis Batak memiliki perilaku prososial yang tergolong sedang. Adanya variasi kategori perilaku prososial pada subyek dipengaruhi oleh perbedaan gender juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan melakukan perilaku prososial. Batson & Thompson (2001) menyatakan perbedaan persepsi dan motivasi serta moralitas individu dapat memengaruhi dalam melakukan perilaku prososial terhadap orang lain Hasil analisis menunjukkan sumbangan efektif dari identitas etnis terhadap perilaku prososial sebesar 16,5% dan sisanya sebesar 83,5%, hal ini menunjukkan bahwa identitas etnis merupakan salah satu faktor pendukung dari semua faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya perilaku prososial pada individu. Faktor itu antara lain faktor kepribadian yang menyatakan perasaan yang mendalam tentang adanya
pengendalian
dalam
hidup
dapat
membuat
seseorang
untuk
berperilakuprososial (Davidoff, 2003). Faktor suasana hati memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial seseorang (Berkowitz dalam Hudaniah, 2006). Faktor kondisi lingkungan juga memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang. Saat cuaca yang cerah membuat seseorang menunjukkan perilaku prososial (Sears dan Peplau, 2004). Menurut Sarwono (2002), faktor Bystander atau kehadiran orang lain memengaruhi orang untuk menolong sebab semkain banyak orang lain akan terjadi penyebaran tanggung jawab. Faktor lain yang juga dapat berpengaruh pada perilaku prososial individu yaitu gender. Latane & Dabbs; Piliavin & Unger,
27
dalam Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa pria memiliki kecenderungan untuk menolong dibandingkan dengan wanita.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara identitas etnis Batak dengan perilaku prososial pada mahasiswa etnis Batak di UKSW. Dalam hal ini semakin tinggi identitas etnis mahasiswa etnis Batak semakin tinggi perilaku prososial mahasiswa etnis Batak tersebut. Identitas etnis tergolong rendah dan perilaku prososial tergolong sedang. Sumbangan efektif dari identitas etnis terhadap perilaku prososial sebesar 16,5% dan sisanya sebesar 83,5% menunjukkan bahwa banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku prososial.
SARAN Adapun saran yang diberikan peneliti sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, antara lain: 1.
Mahasiswa etnis Batak Para mahasiswa yang telah memiliki identitas etnis sebaiknya tetap mempertahankan identitas etnis yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari ataupun memperdalam kebudayaan etnisnya sehingga pemahaman tersebut dapat menumbuhkan dan semakin memperkuat identitas etnis yang ada dalam diri sehingga mahasiswa dapat meningkatkan dan menunjukkan perilaku prososial dalam kehidupannya sehari-hari.
28
2.
Masyarakat etnis Batak Dari hasil penelitian ini diharapkan bahwa masyarakat sebagai suatu komunitas serta lingkungan awal dari pemahaman individu tentang identitas etnis seseorang dapat membantu memberikan pemahaman serta pengetahuan supaya membantu individu mengenali identitas etnisnya. Hal ini juga untuk meningkatkan perilaku prososial yang ada di dalam diri individu.
3.
Implikasi penelitian selanjutnya Meskipun penelitian ini memberikan hasil positif dalam hubungan antara identitas etnis dengan perilaku prososial mahasiswa etnis Batak, namun peneliti mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang faktorfaktor lain seperti gender, kondisi lingkungan, motivasi serta faktor kepribadian penolong (seperti latar belakang tempat tinggal penolong) yang mungkin menjadi faktor paling dominan dalam mendorong seseorang melakukan perilaku prososial sehingga pemahaman terhadap perilaku prososial akan lebih luas dan dapat bermanfaat bagi masyarakat. Dalam penelitian selanjutnya dapat dilengkapi dengan observasi dan wawancara yang lebih lengkap sehingga informasi yang didapatkan menjadi lebih akurat dan lengkap.
29
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas, Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R. A & Donn, B. (2005). Psikologi Sosial. Edisi: 10. Jilid:2. Terj: Djuwita. Jakarta: Erlangga. . (2007). Mastering social psychology. USA: Person International Edition. Batson, C. D., & Thompson, E. R. (2001). Why don’t moral people act morally? Motivational considerations. Current Directions in Psychological science, 10, 54-57 Brigham, J.C. (1991). Social psychology. New York: Harpercollins Publisher. Carlo, G. & Randall, B. (2002). The development of a measure of prosocial behaviors for late adolescents. Journal of Youth and Adolescence, 31, 3144. Dayakisni, T & Hudaniah. (2003). Psikologi sosial. Cet:2. Malang: UMM Press. Dayakisni, T & Yuniardia. (2004). Psikologi lintas budaya. Ed: 1. Cet: 1. Malang: UMM Press. Eisenberg, N., Fabes, R. A., & Spinhard, T.L. (2006). Prosocial development. Dalam W. Damon dan R Lerner (ed). Handbook of child psychology, 3: social, emotional, and personality development (edisi 6). New York: John Wiley & Sons, Inc. Gormly, A.V., & Brozinsky, D.M. (1993). Lifespan human development fifth edition. Orlando Florida: Holt, Rinehart and Winston, inc Harbangan, P. S. (1999). Migrasi di kalangan suku batak. Salatiga: Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Press. Hay, D. (1994). Prosocial development. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 35, 29-71.
30
Isajiw, W. (1999). Definition and Dimensions of Ethnicity. Toronto: University of Toronto Press. Ma, H. (2005). The relation of gender-role classifications to the prosocial and antisocial behavior of Chinese adolescents. The Journal of Genetic Psychology, 166, 189-201. Ritonga, J. T. (2003). Prospek ekonomi pasca pemekaran. Waspada. Online – www.waspada.co.id. Sarwono, W. S. (2011). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Schwartz, S. J., & Zamboanga, B.L. (2007). Ethnic Identity and Acculturation in Hispanic Early Adolescents:Mediated Relationships to Academic Grades, Prosocial Behaviors, and Externalizing Symptoms. Cultural diversity and ethnic minority psychology, 13, 364-373. Sears, D. O., Fredman, J. L., & Peplau, L. A. (1991). Psikologi sosial. Jilid 2 (Terjemahan). Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Sibarani, C. V. R. (2008). Perilaku prososial individu etnis batak perantauan yang tinggal di salatiga. Skripsi (Tidak diterbitkan). Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Simanjuntak, B. A. (2006). Struktur sosial dan sitem politik batak toba hingga 1945 (Suatu pendekatan sejarah, antropologi budaya politik). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Simanjuntak, R. (2006). DALIHAN NA TOLU: Studi terhadap nilai budaya DNT ditengah perubahan sosial dan implementasinya bagi kerukunan umat dalam masyarakat batak toba. Thesis (Tidak Diterbitkan). Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana. Simorangkir, O. P. (2006). Berhala, adat istiadat dan agama (kajian batak kristen). Jakarta Selatan: Yayasan Lobu Hambir. Smith, E. P., Walker, K., Fields, L., Brookins, C. C., Seay, R. C. (1999). Ethnic identity and its relationship to self-esteem, perceivedefficacy and prosocial attitudes in early adolescence. Journal of Adolescence,22, 867–880.
31
Tambunan, E. H. (1982). Sekelumit mengenai masyarakat batak toba dan kebudayaannya, sebagai sarana pembangunan. Bandung: Penerbit Tarsito. Tarakanita, I. (2001). Hubungan antara status identitas etnis dengan konsep diri mahasiswa (Studi pada kelompok remaja akhir etnik Sunda & etnik Cina di Universitas Kristen Maranatha Bandung). Jurnal Psikologi, 7, 1-16. Taylor, Shelley E., Peplau, L.A., & Sears, D.A. (2009). Psikologi sosial edisi kedua belas. Alih bahasa oleh Tri Wibowo B.S. Jakarta: Kencana. Trommsdorff, G., Friedlmeier, W., & Mayer, B. (2007). Sympathy, distress, and prosocial behavior of preschool children in four cultures. International Journal of Behavioral Development, 31, 284-293.