HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
Oleh Arifzal Isaac Kehi 802009121
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi : S1 Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2013
1
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Arifzal Isaac Kehi NIM : 802009121 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul : “HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA” Yang dibimbing oleh : 1. S.A. Kristianingsih, M.Si., Psi. 2. Jusuf Tj. Purnomo, MA., Psi. Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya. Salatiga, 27 Agustus 2013
Yang memberi pernyataan, Arifzal Isaac Kehi 2
3
4
Hubungan antara Tingkat Spiritualitas dengan Perilaku Prososial Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Arifzal Isaac Kehi S.A. Kristianingsih, Jusuf Tj. Purnomo. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, 2013 ABSTRAKSI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara tingkat spiritualitas dengan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif signifikan antara tingkat spiritualitas dengan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang aktif berkuliah di Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 120 orang dan diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Variabel tingkat spiritualitas diukur dengan menggunakan skala spiritualitas yang terdiri dari 30 item dan variabel perilaku prososial diukur dengan skala prosocial tendencies meansure yang terdiri dari 30 item. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisa korelasi Product Moment Pearson. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,401 dengan nilai signifikansi 0,000 sehingga dapat disimpulkan dari hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan antara tingkat spiritualitas dengan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Kata kunci : Tingkat Spiritualitas, Perilaku Prososial, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Saya Wacana.
5
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SPIRITUALITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA PENGANTAR Latar Belakang Mahasiswa adalah kaum intelektual terdidik, kaum muda dengan segala potensi yang memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam lingkungan akademis yang disebut kampus. Mahasiswa menghubungkan dimensi ketuhanan (maha) dan kemahklukkan (siswa). Kata “maha” identik dengan makna kemutlakan,
kebenaran
absolut.
Sedangkan
kata
“siswa”
merupakan sosok pembelajar yang senantiasa bergerak/dinamis karena memang mahasiswa sebagai manusia merupakan mahkluk material yang akan terus bergerak untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Hal ini sejalan dengan PP Republik Indonesia Nomer 38 Tahun 1982 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta Pasal 12, yang menyatakan fungsi dan peran dari mahasiswa itu sendiri yakni dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mampu mengembangkan potensi dalam dirinya sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan kata lain adanya Tri Darma Perguruan Tinggi tersebut mahasiswa dituntut untuk lebih proaktif dan lebih peka terhadap fenomena sosial yang ada di sekitarnya, tidak hanya dalam bidang akademik seperti penelitian dan pengajaran
6
melainkan dalam bidang humanis yakni pelayanan kepada masyarakat. Dari keseluruhan predikat yang diterima oleh mahasiswa tersebut semestinya tidak hanya sekedar kebanggaan diri saja, namun hal itu seharusnya dapat terimplementasikan di dalam kehidupan bermahasiswa. Perilaku prososial yang tinggi sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia khususnya mahasiswa psikologi yang bergerak di bidang pelayanan sosial, hal ini bertujuan agar seseorang dapat mengurangi afek negatif, artinya bahwa kadangkadang seseorang menolong ketika mereka berada pada suasana hati yang jelek dan ingin membuat diri mereka sendiri merasa lebih baik, dengan kata lain perilaku prososial dapat berperan sebagai self-help untuk mengurangi perasaan negatif diri sendiri (Cialdini, et al., dalam Baron & Byrne, 2005). Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku prososial dapat membuat perasaan menjadi enak jika orang yang menolong mengetahui bahwa ia telah mencapai sesuatu. Dari pandangan ini, penolong berespon pada kebutuhan korban karena dia ingin merasa enak kerena berhasil mencapai sesuatu dan istilah ini dikenal sebagai hipotesis kesenangan empatik (Smith, at al., dalam Baron & Byrne, 2005). Jacobi (2004) menunjukkan bahwa individu yang memiliki spiritualitas tinggi merasa mempunyai keterampilan sosial yang lebih baik di mana mungkin berkontribusi pada perilaku prososial. Selain itu spiritualitas dapat berfungsi sebagai faktor pelindung seseorang untuk melakukan perilaku antisosial dan membuat individu condong berprasangka ke perilaku prososial.
7
Terkait dengan perilaku manusia itu sendiri tentunya setiap agama mengajarkan kebaikan bagi setiap pemeluknya, maka seseorang yang mempunyai nilai-nilai spritualitas yang tinggi akan selalu berusaha berbuat baik dengan menolong sesamanya dan berperilaku prososial (Bonner, 2003). Elkins, at al. (dalam Emmons, 2000) menyatakan bahwa spiritualitas adalah jalan untuk menjadi dan mengalami kesadaran spiritual yang diperoleh melalui kesadaran dimensi transendental yang ditandai oleh nilainilai yang mampu diidentifikasikan dan diinternalisasi baik yang datang dari diri sendiri, orang lain, alam, dan kehidupan. Tischler (2002) mendefinisikan spiritualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Clinebell (dalam Hawari, 2002) menjelaskan ada beberapa kebutuhan dasar spiritualitas manusia untuk melakukan perilaku prososial seperti kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia. Untuk menjaga interaksi yang baik dengan sesama manusia, manusia itu juga akan melakukan perilaku prososial namun tidak mendapatkan keuntungan langsung dari orang orang yang ditolong namun orang tersebut percaya bahwa dengan ia menolong sesamanya maka ia akan mendapatkan pahala dari Yang Maha Kuasa. Dari
beberapa
penelitian
yang
mendukung
adanya
hubungan positif antara spiritualitas dengan prososial di atas terdapat juga hasil- hasil penelitian yang kontradiktif dengan itu. Penelitian yang dilakukan Darley dan Batson (dalam Baron &
8
Byrne, 2005) menyatakan bahwa tidak terjadinya perilaku prososial pada mahasiswa-mahasiswa seminari, di mana individuindividu tersebut seharusnya memiliki kecenderungan untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Hal tersebut terjadi karena
ketika
seseorang
dipenuhi
oleh
kekhawatiran-
kekhawatiran pribadi, tingkah laku prososial tidak terjadi. Orang yang terlalu sibuk memperhatikan lingkungan sekitarnya gagal untuk menyadari situasi darurat yang nyata-nyata terjadi. Pertolongan tidak diberikan karena tidak adanya kesadaran bahwa keadaan gawat darurat itu terjadi, meskipun mahasiswa seminari itu dikenal sebagai seorang mahasiswa yang tentunya diajarkan mengenai pengamalan akan nilai-nilai spiritualitas yang baik. Sementara itu menurut Saputro (2008) dalam hasil penelitiannya mengenai tingkat religiusitas dengan perilaku prososial pada mahasiswa yang beragama Islam, menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan dari kedua variabel tersebut. Hal itu terjadi karena dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel di luar tingkat religiusitas yang turut memengaruhi tindakan prososial. Variabel tersebut antara lain keterlibatan sosial dari si penolong atau pengaruh lingkungan sekitar
terhadap
perilaku
menolong
(bystander
effect);
penguasaan keterampilan si penolong dalam memberikan pertolongan, misalnya ketika si penolong ingin memberikan pertolongan kepada orang yang hampir tenggelam namun si penolong itu sendiri tidak memiliki kemampuan untuk berenang dengan otomatis ia tidak akan memberikan pertolongan.
9
Dari beberapa pembahasan dan penelitian di atas, bisa dikatakan bahwa dengan tingkat spritualitas yang tinggi dapat membantu seseorang untuk dapat berperilaku prososial, jika dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat spiritualitas yang rendah. Namun, di sisi lain terdapat penelitian yang sifatnya kontradiksi dengan hal tersebut, Baron & Byrne (2005) menyatakan bahwa tidak terjadi perilaku prososial pada mahasiswa seminari yang di mana seharusnya memiliki spiritualitas yang baik. Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian ini pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW, selain dirasa akan pentingnya mengembangkan kepekaan dan sikap empati mahasiswa psikologi yang pada dasarnya fokus bergerak di bidang pelayanan masyarakat, di sisi lain penelitian ini perlu untuk dilakukan karena sebagai salah satu bentuk pengamalan terhadap visi dan misi dari Fakultas Psikologi UKSW itu sendiri yakni menciptakan profil lulusan yang mampu mengintegrasikan tubuh (body), jiwa (mind) dan spiritual secara teoritis
maupun
praktis
(http://www.uksw.edu/id.php/akademik/programstudi/title/psikolo gi). Pemahaman akan visi dan misi ini jelas dapat di pahami dalam ranah kognitif maupun tindakan sehari-hari bahwa mahasiswa tidak hanya mampu dalam hal teoritis seperti pembelajaran di kelas-kelas saja namun hal ini juga mampu terimplementasikan ke dalam tatanan praktis yakni mampu memberikan dampak yang positif bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini mengenai hubungan antara tingkat spiritualitas dengan
10
perilaku
prososial
pada
mahasiswa.
Penelitian
mengenai
hubungan spiritualitas dengan perilaku prososial ini bermaksud membahas permasalahan sejauhmana spiritualitas berhubungan dengan perilaku prososial pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan positif signifikan antara tingkat spiritualitas dengan tingkat perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. TINJAUAN PUSTAKA Prososial Sears, Freedman, dan Peplau (1991) menjelaskan perilaku prososial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif si penolong. Rushton (dalam Sears, 1991) mengemukakan perilaku prososial berkisar dari tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan sendiri. William (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) membatasi perilaku prososial lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan psikis atau fisik penerima sedemikian rupa, sehingga penolong akan merasa bahwa si penerima menjadi lebih sejahtera atau puas secara material ataupun psikologis. Carlo & Randal (2002) menambahkan perilaku prososial adalah perilaku yang dilakukan untuk
11
kepentingan orang lain baik diminta ataupun tidak untuk memenuhi kesejahteraan orang tersebut. Aspek-aspek Perilaku Prososial Menurut dari Carlo & Randall (2002), aspek-aspek perilaku prososial, yaitu: Altruistic, Compliant, Emotional, Public, Anonymous dan dire. Bentuk-bentuk Perilaku Prososial Bringham (1991) menyebutkan bentuk-bentuk perilaku prososial, yaitu: Altruisme, Murah hati, Persahabatan, Kerjasama, Menolong, Penyelamatan, Pengorbanan, dan Berbagi. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Perilaku Prososial Beberapa hal yang dapat memengaruhi orang lain untuk menolong antara lain: Mood, Faktor Kepribadian, Waktu, Spiritualitas, Kondisi lingkungan, Bystander, dan Gender. Spiritualitas Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2001) menyatakan bahwa spiritual adalah kejiwaan, rohani, batin, mental atau moral. Dalam konteks universal, terlepas dari tradisi agama tertentu, spiritualitas diartikan Beazley (dalam Strack, et al., 2002) sebagai sebuah kepercayaan terhadap sosok transenden, yang berpusat pada nilai serta loyalitas masing-masing individu sehingga dalam bertindak individu mampu menyelaraskan dirinya agar dapat hidup di dunia yang tidak pasti. Malinski (dalam Smith, 1994) mengaitkan spiritualitas sebagai eksistensi diri dan pengalaman dari kesatuan yang diwujudkan dalam bentuk kesadaran yang
12
meningkat
tentang keterkatian antara
masyarakat
dengan
lingkungan. Spiritualitas menurut Elkins (dalam Wahyuningsih, 2009) adalah cara individu memahami keberadaan maupun pengalaman yang terjadi pada dirinya. Di sisi lain seseorang yang dikatakan cerdas secara spiritual adalah seseorang
yang
memiliki
kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai-nilai hidup. Bukan hanya dalam teoritisspekulatif, melainkan dalam tataran perilaku konkrit, yaitu dalam hamparan tantangan nyata hidup sehari-hari. Menurut Delaney (2005), spiritualitas adalah fenomena multidimensional yang secara universal dialami oleh individu sebagai konstruksi sosial dan terus dikembangkan individu selama rentang kehidupannya. Fenomena multidimensional yang dimaksudkan adalah gejala sosial yang terjadi dan dialami oleh masyarakat yang dapat diterangkan serta dinilai dari berbagai dimensi secara ilmiah. Aspek-aspek Spritualitas Delaney (2005) mengemukakan ada tiga aspek dalam spiritualitas, yaitu : Self-discovery, Relationships, dan Ecoawareness. METODE PENELITIAN Populasi dari penelitan ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Selanjutnya total sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 120 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Cara atau prosedur yang digunakan untuk menentukan
13
sampel adalah dengan membagikan angket kepada Mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW yang diharapkan dapat memenuhi jumlah sampel yang telah ditentukan, yaitu 120 jumlah angket. Untuk memperoleh data dari penelitian ini, peneliti menggunakan
skala
penilaian
guna
spiritualitas dan perilaku prososial. Skala
mengukur Spiritualitas
tingkat yang
dibuat oleh Delaney (2005). Skala spiritualitas tersebut meliputi tiga aspek spiritualitas. Tiga aspek tersebut yaitu self-discovery, relationships, dan eco-awareness. Dari aspek-aspek tersebut kemudian disusun pernyataan-pernyataan yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable) Sebaliknya untuk mengukur perilaku prososial, peneliti menggunakan skala prososial yang dibuat oleh Carlo & Randal (2002) yang bernama skala Prosocial Tendencies Measure (PTM). Enam aspek tersebut yaitu altruistic, compliant, emotional, public, dan Anonymous, dan dire. Setelah item pertanyaan tersusun, maka kemudian diperlukan teknik penilaian (skoring) untuk mengukur tinggi rendahnya spiritualitas yang muncul. Pernyataan yang mendukung (favorable) menggunakan urutan penelitian jawaban SS (sangat sesuai) diberi skor 4, S (sesuai) diberi skor 3, TS (tidak sesuai) diberi skor 2, dan STS (sangat tidak sesuai) diberi skor 1. Sebaliknya untuk pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) memiliki pilihan jawaban SS, S, TS, dan STS. Keempat pilihan jawaban tersebut menggunakan kriteria penilaian untuk pilihan jawaban SS (sangat
14
sesuai) diberi skor 1, S (sesuai) diberi skor 2, TS (tidak sesuai) diberi skor 3, dan STS (sangat tidak sesuai) diberi skor 4. HASIL PENELITIAN Pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan teknik korelasi Product Moment yang di uji dengan menggunakan program SPSS for windows versi 16.0. Pada skala spiritualitas, diperoleh bahwa dari 30 item yang diuji terdapat 5 item yang gugur. Nilai validitas yang digunakan bergerak dari angka 0,300 sampai dengan 0,539 dengan reliabilitas sebesar α = 0,866. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan uji validitas pada skala perilaku prososial, diperoleh bahwa dari 30 item yang diuji terdapat 7 item yang gugur. Nilai validitas yang digunakan bergerak dari angka 0,300 sampai dengan 0,631 dengan reliabilitas sebesar α = 0,886. Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data penelitian pada masing-masing
variabel penelitian.
Uji
normalitas dalam
penelitian ini dihitung dengan rumus one sample KolmogorovSmirnov test yaitu untuk menguji kesesuaian distribusi data yang didapat dengan distribusi tertentu dalam hal ini adalah distribusi normal. Berdasarkan hasil pengujian normalitas, kedua variabel memiliki signifikansi lebih besar dari 0,05 (>0,05). Variabel spiritualitas memiliki koefisien sebesar 0,776 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,584 (p < 0,05). Variabel perilaku prososial memiliki koefisien sebesar 1.285 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,073 (p < 0,05). Dengan demikian
15
kedua variabel memiliki distribusi data yang normal yaitu p > 0,05. Hasil uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan analisis hasil uji linearitas yang menggunakan Tabel Anova nilai deviation from linearity maka dapat diketahui bahwa kedua variabel tersebut memiliki nilai Fbeda sebesar 1,454 dengan signifikansi p = 0,095 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara variabel spiritualitas dengan perilaku prososial adalah linear. Dari 120 mahasiswa yang dijadikan sampel penelitian diperoleh hasil bahwa 36,6 % atau 44 mahasiswa memiliki tingkat spiritualitas pada kategori sangat tinggi, 60,8 % atau 73 mahasiswa memiliki tingkat spiritualitas pada kategori tinggi, dan 2,5 % atau 3 mahasiswa memiliki tingkat pada kategori sedang. Sedangkan untuk perilaku prososial dari 120 mahasiswa yang dijadikan sampel terdapat 13,3 % atau 16 mahasiswa pada kategori skor sangat tinggi, 65 % atau 78 mahasiswa pada kategori tinggi, 20,8 % atau 25 mahasiswa pada kategori sedang, dan 0,9 % atau 1 mahasiswa pada kategori rendah. Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi Product Moment oleh Karl Pearson antara variabel spiritualitas dengan variabel perilaku prososial, menunjukkan koefisien korelasi r = 0,401 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan positif signifikan antara spiritualitas dan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga.
16
PEMBAHASAN Bedasarkan penelitian tentang hubungan antara tingkat spiritualitas dengan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga, didapatkan hasil perhitungan koefisien korelasi (r) sebesar 0,401 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara tingkat spiritualitas dengan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Salatiga. Dengan demikian, dinyatakan dalam penelitian ini H1 diterima dan H0 ditolak. Artinya bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW maka akan semakin tinggi pula perilaku prososial mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat spiritualitas mahasiswa Fakultas Psikologi maka semakin rendah pula perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Jadi dapat dikatakan bahwa tingkat spiritualitas berkorelasi dengan perilaku prososial. Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kerley, Mattews, & Blanchard (2005) yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara religiustas dan spiritualitas dengan perilaku prososial pada remaja. Sebaliknya, religiusitas dan spiritualitas ditemukan berkorelasi negatif dengan perilaku antisosial. Sejalan dengan Kerley, Mattews, & Blanchard, Jacobi (2004) menunjukkan bahwa individu yang memiliki spiritualitas tinggi merasa mempunyai keterampilan sosial yang lebih baik Di mana mungkin berkontribusi pada perilaku prososial. Selain itu
17
spiritualitas dapat berfungsi sebagai faktor pelindung seseorang untuk melakukan perilaku antisosial dan membuat individu condong berprasangka ke perilaku prososial. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini diperoleh data dari tingkat spiritualitas mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW berada pada kategori tinggi yakni sebesar 60,8%. Sejalan dengan hal tersebut perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW dapat dikatakan berada pada kategori tinggi yakni sebesar 65%. Artinya bahwa sebagian besar mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW memiliki tingkat spiritualitas dan perilaku prososial yang tinggi serta dari hasil analisis data menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat spiritualitas dengan perilaku prososial. Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya perilaku prososial, spiritualitas merupakan salah satu faktor pendukung dari semua faktor yang dapat memengaruhi tinggi rendahnya perilaku prososial. Jika dilihat kontribusi yang diberikan spiritualitas terhadap perilaku prososial sebesar 16,08 % dan sebanyak 83,92 % dipengaruhi oleh faktor lain diluar spiritualitas yang dapat memengaruhi perilaku prososial. Faktorfaktor tersebut seperti mood yang menyatakan seseorang yang dalam kondisi baik lebih mudah memberikan pertolongan (Pines &
Maslach,
2002),
faktor
kepribadian
seseorang
yang
menyatakan bahwa tipe kepribadian ekstrovert merupakan tipikal orang yang cendrung lebih prososial (Dinnia, 2006), faktor waktu yang menyatakan bahwa orang yang mempunyai waktu luang cendrung untuk bisa memberikan pertolongan dari pada orang
18
yang sibuk dan tergesa-gesa (Darley dan Batson dalam Taylor et al., 2009), faktor kondisi lingkungan yang menyatakan bahwa orang lebih mau membantu ketika cuaca sedang cerah dibandingkan sedang turun hujan atau cuaca yang tidak nyaman Cunningham (dalam Taylor et al, 2009), faktor bystander yang menyatakan bahwa semakin banyak kehadiran orang lain di lokasi,
maka tanggung
jawab untuk menolong semakin
berkurang, karena terjadi penyebaran tanggung jawab (Baron dan Byrne, 2005), dan faktor yang terakhir adalah faktor gender yang menyatakan
bahwa
wanita
lebih
cenderung
menerima
pertolongan dari pada pria atau pasangan pria-wanita, dan pria lebih cenderung memberi pertolongan dari pada wanita (Latane & Dabbs; Piliavin & Unger, dalam Baron & Byrne, 2005). KESIMPULAN Terdapat hubungan positif singnifikan antara tingkat spiritualitas dengan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas maka semakin tinggi perilaku prososial mahasiswa. Demikian pula semakin rendah tingkat spiritualitas maka semakin rendah perilaku prososial mahasiswa. Besarnya kontribusi efektif tingkat spiritualitas terhadap perilaku prososial sebesar 16,08 %. Hal ini menunjukan bahwa ada faktor-faktor lain diluar tingkat spiritualitas
yang
dapat
memengaruhi
perilaku
prososial
mahasiswa, seperti : faktor mood, kepribadian, waktu, kondisi lingkungan, bystander, dan gender. Ketiga aspek spiritualitas memiliki hubungan dengan perilaku prososial. Ketiga aspek tersebut masuk dalam kategori rendah. Dalam perhitungan 19
prosentase diperoleh hasil bahwa salah satu dari ketiga aspek spiritualitas yaitu aspek Relationship memiliki prosentase lebih tinggi yaitu sebesar 13,10 %. Tingkat spiritualitas sebagian besar subjek berada pada kategori tinggi yakni sebesar 62,5 % dan tingkat perilaku prososial sebagian besar subjek berada pada kategori tinggi yakni sebesar 70 %. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu : 1.
Mahasiswa Sebagi
kaum
intelektual
muda
yang
terdidik,
mahasiswa diharapkan mampu memberikan kontribusi real di tengah-tengah perubahan jaman saat ini. Predikat yang diterima sebagai seorang mahasiswa tidak menjadikan itu sebagai kebanggaan diri saja melainkan mahasiswa dituntut untuk dapat melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, tidak hanya di ranah akademik saja melainkan mahasiswa dapat
melaksanakan
masyarakat
yakni
tugasnya terlibat
di
bidang
dalam
pengabdian
aktivitas-aktivitas
kemanusiaan seperti ikut serta dalam menolong korban bencana alam, melaksanakan posko pengaduan dan advokasi terhadap
masyarakat
yang
diperlakukan
tidak
adil,
melakukan transfer of knowladge kepada masyarakat sehingga masyarakat juga mendapatkan informasi mengenai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
20
2.
Mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kontribusi masing-masing aspek dari Delaney (2005) menghasilkan skor presentase yang lebih besar pada aspek relationship, yaitu 13,10 %. Adanya hasil tersebut diharapkan bagi mahasiswa
Fakultas
Psikologi
UKSW
agar
mampu
mengembangkan maupun meningkatkan hubungan integral dengan orang lain berdasarkan rasa hormat dan saling menghargai dengan tujuan terciptanya perilaku prososial yang lebih baik lagi di Fakultas Psikologi UKSW. 3.
Lembaga Pendidikan Tinggi Lembaga pendidikan tinggi yang mempunyai peran sangat besar sebagai salah satu lembaga sosialisasi dan penunjang aktivitas mahasiswa dalam meningkatkan perilaku prososial melalui pendidikan. Hal yang dapat dilakukan seperti menempatkan kurikulum yang berhubungan dengan perilaku prososial secara proporsional sehingga dapat terciptanya nilai- nilai moral yang berdampak pada budaya akademis yang menjunjung tinggi kepedulian terhadap lingkungan contohnya magang atau pelatihan, dan KKN (Kuliah Kerja Nyata).
4.
Peneliti selanjutnya Meskipun hasil dari penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang positif antara tingkat spiritualitas dan perilaku prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW, namun peneliti mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut dengan mengembangkan variabel-variabel yang
21
digunakan seperti mood, kepribadian, waktu, kondisi lingkungan,
bystander,
dan
gender
sehingga
dapat
menambah pemahaman masyarakat dan juga sebagai sumbangsih besar bagi ilmu psikologi khususnya psikologi sosial. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilengkapi dengan wawancara yang mendalam sehingga dengan demikian informasi yang didapatkan menjadi lebih komprehensif.
22
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2003). Prosedur penelitian, suatu praktek. Jakarta: Bina Aksara. Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas, Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Baron, R. A & Donn, B. (2005). Psikologi sosial. Edisi:10. Jilid:2.Terj: Djuwita. Jakarta: Erlangga. Bonner, K., Koven, L. P., & Patrick, J. H. (2003). Effect of religiosity and spirituality on depressive symptoms and prosocial behaviors. Journal of Religious Gerontology, Vol 14 No 2/3, hlm 189 -205. Bringham, J.C. (1991). Social psychology. New York: Harpercollins Publisher. Carlo, G. & Randall, B. (2002). The development of a measure of prosocial behaviors for late adolescencts. Journal of Youth and Adolescence.Vol. 31, No.1, hlm 31-44. Carlo, G. & Randall, B. (2002). The development of a measure of prosocial behaviors for late adolescencts. Journal of Youth and Adolescence.Vol. 31, No.1, hlm 31-44. Dayakisni, T & Hudaniah. (2003). Psikologi sosial. Cet:2. Malang: UMM Press. Delaney, C. (2005). The spirituality scale development and psychometric testing of holistic instrument to assess the human spiritual dimension. Journal of Holistic Nursing, Vol. 23 No 2, hlm 146-167. Dinnia, L. (2006). Hubungan antara tipe kepribadian introvert ekstrovert dengan kecenderungan perilaku prososial pada santri kelas 3 Mu’alimien Pesantren Persatuan Islam 1 Bandung. Skripsi tidak diterbitkan. Unisba Bandung.
23
Emmons, R. A. (2000). Is spirituality an intelligence? motivation, cognition, and the psychology of ultimate concern. International Journal for The Psychology, Vol.10, No.1, hlm 3-26. Hawari, D. (2002). Dimensi religi dalam praktek psikiatri dan psikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Jacobi, L. J. (2004). Psychological protective factors and social skills : an examination of spirituality and prosocial behavior. National Communication Association. English: University of Minnesota. Pines, A. M. & Maslach, C. (2002). Experiencing social psychology. reading and projects. California : The McGraw-Hill companies Inc. Saputro, D. (2008). Hubungan Antara Tingkat Religiusitas dengan Tingkah laku Altruis Pada Mahasiswa yang Beragama Islam. http://library.gunadarma.ac.id/10501064 skripsi_fpsi. Diakses tanggal 16 Agustus 2012. Sears, D. O., Fredman, J. L., & Peplau, L. A. (1991). Psikologi sosial. Jilid 2 (Terjemahan). Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Smith, D. W. (1994). Theory of spirituality. university of southern maine school of nursing. Journal of Holisting Nursing, 9, hlm 1-18. Strack, G., & Fottler, M. D. (2002). Spirituality and effective leadership in healthcare: is there a connection? Frontiers of health services management (ABI/INFORM Research from Proquest). Vol 18(4), hlm 3-18. Taylor, Shelley E., Peplau, L.A., & Sears, D.A. (2009). Psikologi sosial edisi kedua belas. Alih bahasa oleh Tri Wibowo B.S. Jakarta : Kencana.
24
Tischler, L., Biberman, J., & McKeage, R. (2002). Linking emotional intelligence, spirituality and workplace performance: definitions, models and ideas for research. Journal of Managerial Psychology. Vol 17, No 3, hlm 203218. Wahyuningsih, H. (2009). Validasi konstruksi alat ukur spirituality orientation inventory (SOI). Jurnal Psikologi, Vol 36, No.2, hlm. 116-129. www.uksw.edu/id.php/akademik/programstudi/title/psikologi. Diakses pada tanggal 16 Agustus 2012. www.KamusBahasaIndonesia.org. Diakses pada tanggal 16 Agustus 2012.
25