PERBEDAAN ASERTIVITAS ANTARA MAHASISWA ETNIS MINANG DAN ETNIS BATAK Friska Tri Andayani, Mardianto Program Studi Psikologi, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang e-mail:
[email protected]
Abstrack: Differences between students of ethnic assertiveness Minang and Batak ethnic students. This is a comparative quantitative research. Subjects in this research are 50 Minang ethnic students and 50 Batak ethnic students with purposive sampling as sampling technique. With Assertive Scale. Data and t-test. Results from this research obtained that assertivity mean for Minang ethnic students: 12.8 and for Batak ethnic students: 20.8. Result of different test obtained t: -5.498 with two side significance of 0.002 which is significant at level < 0.01. The working hypothesis is accepted and assertiveness are significant differences between the student Minang ethnic and Batak ethnic.
Keywords: assertive, Minang ethnic students, Batak ethnic students Abstrak:Perbedaan asertivitas antara mahasiswa etnis Minang dan mahasiswa etnis Batak. Ini adalah penelitian kuantitatif komparatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 50 mahasiswa etnik Minang dan 50 mahasiswa etnis Batak dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Menggunakan skala Asertivitas dan ttest. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mean asertivitas untuk mahasiswa etnis Minang yaitu 12.8 dan untuk mahasiswa etnis Batak yaitu 20.8. Hasil analisis uji beda didapat nilai t sebesar -5.498 dengan signifikansi dua sisi 0.002 yang signifikan pada taraf <0.01. Hipotesis kerja diterima dan terdapat perbedaan asertivitas yang signifikan antara mahasiswa etnis Minang dan mahasiswa etnis Batak.
Kata Kunci: asertivitas, etnis minang, etnis batak
PENDAHULUAN Peristiwa atau kejadian yang dialami
Hubungan tersebut dilakukan tidak lain
manusia, tidak akan terlepas dari hubungan
adalah
antar pribadi dengan orang lain, baik dengan
pemenuhan kebutuhan.
orang-orang keluarganya,
yang
berada
tetangga,
dilingkungan
mencapai
tujuan
dan
Pada saat berinteraksi dengan orang
dan
lain, seseorang mungkin akan merasa bahwa
masyarakat. Hampir sebagian besar waktu
cara pandangnya tidak dapat dipahami oleh
dalam
digunakan
orang lain, mendapat reaksi yang kurang
untuk berhubungan dengan orang lain.
menyenangkan, merasa hak-haknya tidak
kehidupan
teman,
untuk
seseorang
33
34 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 1, Mei 2015, hlm. 33-44
terpenuhi, atau gagal untuk mengatakan
asertif yang dikarenakan takut tidak disukai
dengan
atau menyakiti oranglain.
jelas
apa
yang
sebenarnya
diinginkan. Hal-hal tersebut tentunya akan
Menurut Llyod (1991) salah satu hal
menimbulkan tekanan pada diri seseorang,
yang wajar dalam berinteraksi dengan orang
mengakibatkan invidu tersebut menghindari
lain adalah sikap langsung, dan penuh
relasi
respek atau disebut dengan perilaku asertif.
sosial
tertentu
sehingga
dapat
menimbulkan konflik yang pada akhirnya
Perilaku
akan menghasilkan masalah dalam perilaku
keterampilan sosial yang dapat menunjang
sosialnya. Tanpa adanya kemampuan untuk
dalam mengatasi hambatan berinteraksi dan
berkomunikasi dengan baik dan efektif serta
berkomunikasi dengan oranglain. Sehingga
penyesuaian
akan
dengan asertif mahasiswa dapat membangun
menimbulkan kesulitan dalam membina
komunikasi yang baik, dapat memberikan
hubungan dengan orang lain secara efektif
pendapat, sanggahan atau kritikan jika
dan efisien.
mereka merasa tidak setuju dengan pendapat
diri
yang
memadai
Menurut Lazarus (dalam Fensterhein & Buer, 1995) perilaku asertif adalah
asertif
merupakan
salah
satu
oranglain. Menurut Rathus & Nevid (1980)
perilaku yang penuh ketegasan yang timbul
salah satu
faktor
karena adanya kebebasan emosi dari setiap
seseorang
berperilaku
usaha untuk membela hak-haknya serta
kebudayaan. Kebudayaan yang terdapat
adanya keadaan efektif yang mendukung
pada suatu lingkungan bisa menjadi salah
meliputi: 1) mengetahui hak pribadi, 2)
satu faktor yang dapat mempengaruhi
berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak-hak
seseorang
tersebut dan melakukan hal itu sebagai
asertivitasnya.
usaha untuk mencapai kebebasan emosi.
yang mempengaruhi asertif
dalam
Menurut
adalah
memunculkan
Gudykunst
(Morissan,
Ditambahkan lagi bahwa dalam berperilaku
2010) ketidakpastian dalam komunikasi
untuk
sesuai
akan memunculkan kecemasan dalam situasi
dengan adat sosial yang berlaku, tanpa
budaya yang berbeda. Ia menemukan bahwa
menunjukkan kekerasan terhadap orang
setiap orang yang menjadi anggota suatu
yang dihadapi. Bersikap asertif juga berarti
kebudayaan
mengomunikasikan apa yang kita inginkan,
mengurangi ketidakpastian pada tahap awal
baik itu ungkapan perasaan, pendapat, dan
hubungan
kebutuhan kita secara jujur dan jelas.
melakukannya dengan cara yang berbeda-
Namun kita seringkali melihat, banyak
beda berdasarkan latar belakang budayanya.
sekali seseorang yang tidak mau bersifat
Perbedaan ini dapat dijelaskan dengan cara
mendapatkan
hak-haknya
tertentu
mereka,
akan
namun
berupaya
mereka
Andayani & Mardianto, Perbedaan Asertivitas Antara Mahasiswa…| 35
melihat apakah seorang itu berasal dari
mereka untuk tidak merasa dirinya lebih
budaya konteks tinggi atau budaya konteks
rendah dari oranglain.
rendah.
Penelitian lain oleh Hastiarni & Penelitian
di
yang
Bonang (2004) yang juga ingin melihat
dilakukan oleh Sue, et al (dalam Riyanti,
perbedaan perilaku asertif antara budaya
1987)
Jawa dan budaya Batak. pengambilan
tentang
Amerika
perbedaan
asertivitas
mahasiswa Amerika keturunan Eropa dan
sampel
mahasiswa
Amerika
Asia,
dilakukan didaerah masing-masing suku
menyatakan
bahwa
perbedaan
budaya yaitu Solo dan Batak. Hasil yang
Amerika
diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa
keturunan Eropa dan mahasiswa Amerika
ada perbedaan tingkah laku asertif antara
keturunan
kelompok budaya Jawa dan kelompok
asertivitas
antara
Asia,
keturunan terdapat
mahasiswa
dimana
mahasiswa
dilakukan
di
Jabotabek
dan
keturunan Eropa lebih asertif daripada
budaya
mahasiswa keturunan Asia. Hal ini karena
perhitungannya dibandingkan dengan jenis
mahasiswa keturunan Eropa pada umumnya
kelamin yang sama pada masing-masing
lebih
kelompok budaya, hasilnya bahwa ada
ekstrovert
daripada
mahasiswa
keturunan Asia yang lebih introvert.
Batak. Sebagai analisa tambahan
perbedaan
dalam
tingkah
laku
asertif
Berdasarkan hasil penelitian yang
kelompok pria Jawa dengan kelompok pria
pernah dilakukan Riyanti (1987) telah
Batak, begitu juga jika dibandingkan dengan
membuktikan
belakang
kelompok wanita Jawa dan kelompok
budaya terhadap perilaku asertif seseorang.
wanita Batak. Jika dibandingkan dengan
Penelitian tersebut dilakukan untuk melihat
jenis kelamin yang berbeda pada masing-
perbedaan
antara
masing budaya, hasilnya bahwa tidak ada
mahasiswa Batak dan Jawa. Hasil penelitian
perbedaan perilaku asertif antara kelompok
menunjukkan adanya perbedaan tingkat
pria Jawa dengan kelompok wanita Jawa,
asertivitas mahasiswa Batak dan Jawa,
begitu juga dengan kelompok pria Batak dan
dimana mahasiswa Batak lebih asertif
kelompok
daripada mahasiswa Jawa. Hal ini karena
demikian, nilai rata-rata kelompok pria jawa
budaya jawa lebih mengutamakan prinsip
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-
kerukunan, penghormatan pada orang lain
rata wanita Jawa sedangkan nilai rata-rata
dan tidak menonjolkan diri, sehingga orang
kelompok
Jawa
dibandingkan nilai rata-rata kelompok pria
pengaruh
tingkat
menjadi
latar
asertivitas
kurang
spontan
dalam
mengekspresikan diri. Sebaliknya dengan orang Batak, budaya Batak mengajarkan
Batak.
wanita
wanita
Batak.
Batak
Meskipun
lebih
tinggi
36 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 1, Mei 2015, hlm. 33-44
Fenomena yang sering terlihat di lingkungan
kampus
adalah
ketika
berusaha menghargai hak pribadi dan orang lain.
mahasiswa menanggapi pernyataan dosen
Ketika masalah timbul, mahasiswa
yang tidak disetujui atau ada pernyataan
yang berperilaku asertif akan menghadapi
yang
masalah
ingin
mereka
sanggah,
terlihat
yang
timbul
perbedaan dalam penyampaian pendapat
mengatasinya. Cara
antara
secara
mahasiswa
suku
Minang
dan
asertif
dan
berusaha
mengatasi
dilakukan
masalah
dengan
cara
mahasiswa suku Batak. Mahasiswa Minang
pengungkapan yang jujur, langsung, tidak
dalam memberikan pendapat cenderung
berusaha menjauhi, dan tetap menghargai
menggunakan kata-kata, „sepertinya‟, atau
hak pribadi maupun diri sendiri. Perilaku ini
„saya rasa‟, sedangkan mahasiswa suku
menghasilkan suatu evaluasi terhadap diri
Batak
secara
sendiri yang menyenangkan yang dapat
setuju‟.
mendorong terjadinya persetujuan terhadap
mereka
mengungkapkan
langsung,
seperti
„saya
Begitupun
ketika
di
tidak
luar
perkuliahan
diri
sendiri
yang
bisa
jadi
dapat
mahasiswa yang beretnis Minang dan Batak
meningkatkan rasa percaya diri. Oleh karena
mempunyai
itu
ciri
menyampaikan baik
dari
khas
tertentu
dalam
keinginan-keinginannya,
cara
mengiyakan
ataupun
peneliti
ingin
menguji
perbedaan
asertivitas antara mahasiswa etnis Minang dan mahasiswa etnis Batak.
memberikan penolakan terhadap ajakan temannya. Beberapa mahasiswa Minang tidak mampu menolak ajakan temannya, sehingga seringkali mereka mengorbankan kepentingan mereka sendiri. Saat mendapat masalah dengan temannya pun, mahasiswa Minang
tidak
menghindar masalahnya
jarang
yang
daripada sendiri.
memilih
menyelesaikan Meskipun
cara
penyampaian tersebut berbeda namun tetap saja mempunyai tujuan yang sama yaitu menyampaikan apa yang dipikirkan dan dirasakan. asertif,
Jika
mahasiswa
berperilaku
mereka
bisa
menyatakan
kebutuhannya secara jujur, langsung, dan
METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian ini akan melihat ada atau tidaknya perbedaan asertivitas antara mahasiswa etnis Minang dan etnis Batak. Populasi
dalam
penelitian
ini
adalah
mahasiswa etnis Minang yang tinggal di kota Bukittinggi dan mahasiswa etnis Batak yang tinggal di kota Medan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 50 mahasiswa etnis Minang dan 50 mahasiswa etnis Batak.
Andayani & Mardianto, Perbedaan Asertivitas Antara Mahasiswa…| 37
Dalam penelitian ini, pengukuran
perempuan sebanyak 35 orang dan subjek
asertivitas menggunakan skala model Intensi
laki-laki 15 orang. Untuk mahasiswa etnis
Prososial berdasarkan 3 aspek yaitu; (a)
Batak subjek perempuannya sebanyak 40
mengungkapkan
(d)
orang dan subjek laki-laki 10 orang.
afirmasi diri; (c) mengungkapkan perasaan
Berdasarkan usia, subjek dalam penelitian
negatif dengan item sebanyak 29 butir.
ini usianya berkisar antara 17-24 tahun.
Dalam
perasaan
penelitian
positif;
ini
subjek
berjumlah 100 orang mahasiswa yang terdiri
HASIL DAN PEMBAHASAN
dari 50 orang mahasiswa etnis Minang dan 50 orang etnis Batak. Untuk mahasiswa etnis
Minang
yang
berjenis
Hasil Berikut akan disajikan hasil
kelamin
penelitian berupa tabel:
Tabel 1: Rerata Empiris dan Rerata Hipotetik Asertivitas Variabel Asertivitas
Skor Hipotetik
Skor Empiris
Mahasiswa Minang
Min 0
Max 29
Mean 14.5
SD 4.8
Min 2
Max 23
Mean 12.8
SD 8.06
Mahasiswa Batak
0
29
14.5
4.8
10
29
20.8
6.55
Data
dari
atas
mahasiswa etnis Minang. Secara teoritis,
menunjukkan bahwa secara umum skor
skor penilaian skala asertivitas adalah 1 dan
rerata Empiris mahasiswa etnis Batak lebih
2, karena jumlah item sebanyak 29 butir,
besar
hipotetik,
maka skor total bergerak dari 0 (29 x 0)
sedangkan rerata skor empiris mahasiswa
sampai dengan 29 (29 x 1); sehingga luas
etnis Minang secara umum lebih kecil
sebarannya yaitu 29 – 0 = 29. Dengan
daripada skor rerata hipotetik. Skor rerata
demikian setiap satuan deviasi standarnya
empiris mahasiswa etnis Batak juga lebih
bernilai σ = 29/6 = 4.8 dan mean
besar
hipotetiknya (μ) 14.5.
daripada
daripada
tabel
rerata
skor
1
skor
di
rerata
empiris
Tabel 2: Kategori Asertivitas Mahasiswa Etnis Minang dan Mahasiswa Etnis Batak
Skor
Kategori
X < 9.7
Rendah
Minang F 20
% 40 %
Batak F 0
% 0 %
38 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 1, Mei 2015, hlm. 33-44
9.7 ≤ X < 19.3 19.3 ≤ X
Sedang Tinggi
15 15 50
Total Berdasarkan
kategori
yang
30 % 30 % 100%
19 31 50
38 % 62 % 100%
Uji Homogenitas
ditetapkan, maka mahasiswa etnis Minang
Uji homogenitas ini menggunakan
yang memiliki tingkat asertivitas yang
Test Of Homogeneity Of Variance dengan
tinggi sebanyak 15 orang (30%) yang sama
Based on Median and With Adjusted df
banyaknya dengan tingkat asertivitas yang
diperoleh signifikan 0.061<1.602 sehingga
sedang dan tingkat asertivitas yang rendah
memenuhi syarat bersifat homogen karena
sebanyak 20 orang (30%).
Fhitung
Begitu juga dengan mahasiswa etnis
Uji Hipotesis
Batak yang memiliki tingkat asertivitas
Uji hipotesis ini menggunakan teknik
tinggi sebanyak 31 orang (62%) dan
t-test dengan Independent Sample Test
tingkat sedang sebanyak 19 orang (38%).
yang dianalisis menggunakan program
Pada kedua kategori skor tabel 6 dan 7,
perangkat lunak statistik.
dapat disimpulkan bahwa skor rendah
Hasil diperoleh nilai t sebesar -
hanya ditemukan pada mahasiswa etnis
5.498 dan signifikansi dua sisi (2 tailed)
Minang saja dan persentase asertivitas
0.002<0.01 yang berarti hipotesis kerja
yang
(Ha) diterima dimana terdapat perbedaan
tinggi
mahasiswa
lebih etnis
banyak Batak
diperoleh
dibandingkan
asertivitas
yang
signifikan
antara
Minang
dengan
mahasiswa etnis Minang.
mahasiswa
Hasil Pengujian Hipotesis
mahasiswa etnis Batak.
Uji Normalitas Uji normalitas ini menggunakan
etnis
Berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan
yang
signifikan
asertivitas
metode nonparametrik tes yaitu One
mahasiswa perempuan etnis Minang dan
Sample Test dari Kolmogrov Smirnov yang
etnis Batak dengan nilai p= 0.011 (p<0.01).
dianalisis menggunakan program perangkat
Begitu
lunak statistik.
berdasarkan usia subjek, usia 17-20 tahun
juga
jika
kita
bandingkan
Hasil uji normalitas diperoleh K-SZ
terdapat perbedaan yang signifikan antara
untuk skor asertivitas adalah 1.206 dengan
mahasiswa etnis Minang dan mahasiswa
p= 0.109>0.05 termasuk kategori normal.
Andayani & Mardianto, Perbedaan Asertivitas Antara Mahasiswa…| 39
etnis Batak dengan signifikansi p= 0.001
(dalam Fauziyah, 2009), salah satu faktor
(p<0.01).
yang mempengaruhi asertivitas adalah standar budaya dan keyakinan pribadi. Kelompok budaya yang berbeda mengajari
Pembahasan Penelitian ini dilakukan terhadap 50
anggotanya cara berperilaku yang berbeda
mahasiswa etnis Minang tinggal di kota
pula. Dalam interaksi sosial, keyakinan
Bukittinggi dan 50 mahasiswa etnis Batak
pribadi seorang juga mempengaruhi cara
yang tinggal di kota Medan, hal ini
orang tersebut untuk berperilaku dalam
dimaksudkan agar nilai subjektif asertivitas
interaksi – interaksi sosial. Keyakinan ini
mahasiswa yang diperoleh benar-benar
meliputi keyakinan akan hak setiap orang
datang dari mahasiswa yang mempunyai
dalam hubungannya dengan orang lain.
latar belakang atau etnis itu sendiri.
Dalam
Rathus & Nevid (1980) mengartikan
penelitian
membandingkan
ini,
asertivitas
selain
mahasiswa
bahwa perilaku asertif sebagai kemampuan
etnis Minang dan mahasiswa etnis Batak
seseorang untuk bertahan pada hak-hak
berdasarkan etnis atau kebudayaannya,
pribadi
pikiran-
peneliti juga menambahkan pembahasan
pikiran, perasaan-perasaan dan keyakinan
mengenai asertivitas ditinjau dari jenis
secara jujur, langsung dan tepat tanpa
kelamin dan usia subjek. Karena selain
menimbulkan
rasa
kebudayaan ada banyak hal yang dapat
cemas. Rathus (Amirullah, 2009) memberi
mempengaruhi perilaku asertif, diantaranya
batasan asertivitas sebagai kemampuan
adalah jenis kelamin dan usia juga dapat
mengekspresikan perasaan, membela hak
mempengaruhi
secara sah dan menolak permintaan yang
asertif.
dan
mengekspresikan
pertengkaran
dan
dianggap tidak layak serta tidak menghina atau meremehkan oranglain. Adapun
aspek
perkembangan
perilaku
Hasil dari ketiga aspek asertivitas, terlihat perbedaan rata-rata skor antara
yang
mencakup
mahasiswa etnis Minang dan mahasiswa
asertivitas yaitu mengungkapkan perasaan
etnis
positif, afirmasi diri dan mengungkapkan
mencolok diperoleh para mahasiswa etnis
perasaan negatif. Namun, asertivitas itu
Batak dengan skor rata-rata
juga
tinggi dibandingkan skor para mahasiswa
dapat
dipengaruhi
oleh
budaya
individu itu sendiri. Menurut Galassi
Batak.
etnis Minang.
Perbedaan
yang
terlihat
yang lebih
40 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 1, Mei 2015, hlm. 33-44
Meskipun rerata mahasiswa etnis
timbulnya perselisihan dalam pergaulan.
Batak lebih tinggi daripada mahasiswa
Sehingga
etnis Minang, namun setelah dilakukan uji
pendapatnya atau bahkan
beda ternyata tidak memiliki perbedaan
menolak permintaan orang lain lebih sering
yang signifikan dalam aspek mengungkap-
terjadi,
kan perasaan positif. Hal ini sesuai dengan
dirinya pada orang lain tersebut, karena
kebudayaan mereka, bahwa keterbukaan
menurut orang Minang dengan cara inilah
orang
mereka
konflik batin dapat dihindari (Effendi,
mudah
2013).
Batak
membuat
atas
orang
perasaan
Batak
lebih
mengungkapkan perasaan positif mereka
rasa
karena
segan
mengungkapkan
mereka
tidak mampu
memposisikan
Pada aspek mengungkapkan perasaan
begitupun orang Minang yang diajarkan
negatif
“Baso jo Basi, Malu jo Sopan” dalam
memperoleh skor rerata yang lebih tinggi.
kehidupan
(Zamzami,
Hal ini karena dalam adat Minangkabau
2005), sehingga pada aspek ini etnis
mempunyai pola dan tujuan hidup, salah
Minang dan etnis Batak tidak memiliki
satunya yaitu rendah hati. Merupakan
perbedaan dalam mengungkapkan perasaan
tindakan
positif.
menyombongkan diri tapi justru merendah,
sehari-harinya
Pada aspek afirmasi diri bahwa
dan
mahasiswa
tidak
etnis
berkata-kata
menuntut
Batak
yang
berlebihan
juga
tidak
tapi
mahasiswa etnis Batak memiliki skor yang
menerima sesuai kondisi adanya. Adat
lebih tinggi dalam hal afirmasi diri mereka
Minangkabau juga mengajarkan masya-
dibandingkan mahasiswa etnis Minang.
rakatnya mengenai “Raso jo Pareso”, yang
Etnis Batak dengan watak dan karakter
mempunyai makna diantaranya yaitu rasa
keras
mampu
saling segan menyegani, malu berbuat
pribadinya
tidak sopan, malu jika hati orang lain
meskipun bertentangan dengan pendapat
terluka dan malu jika terambil hak orang
oranglain atau berpotensi menimbulkan
lain. “Raso” inilah sebagai perekat dan
perselisihan pendapat dengan orang lain.
mengikat dengan erat ditengah kehidupan
dan konsisten tersebut
mengungkapkan
pendapat
Misalnya, mengungkapkan ketidak-
masyarakatnya (Zamzami, 2005). Sedang-
sepahaman dengan orang lain (Yunita,
kan budaya Batak dikenal dengan straight
2012). Sedangkan orang Minang meng-
to the point, jujur terus terang, terbuka dan
upayakan
tidak
menghindari
kemungkinan
bertele-tele
serta
berbelit-belit
Andayani & Mardianto, Perbedaan Asertivitas Antara Mahasiswa…| 41
sebagai sisi positif orang Batak (Simbolon,
asertif selanjutnya adalah usia, karena
2012).
berkembangnya
perilaku
dipengaruhi
faktor-faktor
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin
oleh
dialami
dan
(dalam
sepanjang hidup. Dari hasil penelitian juga
Fensterheim dan Baer, 1995) mengemuka-
didapatkan bahwa secara umum skor rata-
kan
yang
rata mahasiswa etnis Batak lebih tinggi
mempengaruhi perilaku asertif adalah jenis
dibandingkan mahasiswa etnis Minang
kelamin. Pada penelitian ini, ditemukan
meski ditinjau dari usia mereka.
Batak.
bahwa
salah
Rathus
satu
faktor
hasil bahwa skor rata-rata mahasiswa perempuan
Batak
Dari penjelasan diatas, maka teoriteori yang telah diungkapkan oleh para ahli
dibandingkan mahasiswa etnis Minang.
yang berkaitan dengan hasil penelitian
Hal
yang
dikarenakan
lebih
lingkungan
tinggi
ini
etnis
dalam
yang
juga terdapat perbedaan pada etnis Minang etnis
individu
asertif
dalam
budaya
diteliti
oleh
peneliti
Minangkabau seorang perempuan selain
kebudayaan
memiliki sifat mulia juga harus menjauhi
asertif.
“sumbang dua belas”, yang dimaksudkan
bahwa secara umum asertivitas mereka
agar mawas diri dengan berbagai sangkaan
berbeda, mahasiswa etnis Batak lebih
negatif, tudingan buruk, persepsi salah dan
asertif dibandingkan dengan mahasiswa
sejenisnya.
etnis Minang. Padahal fenomena yang
Dalam budayanya
etnis adalah
Batak patriarki
mempengaruhi
bahwa
Hasil
penelitian
perilaku
membuktikan
meskipun
telah dipaparkan bahwa mahasiswa etnis
namun
Minang dan etnis Batak sama-sama asertif
perempuan sangatlah dihargai. Sehingga perempuan di Batak diberi kebebasan
meskipun dengan cara yang berbeda. Hal
ini
dapat
karena
yang
kurang
untuk melakukan kegiatan apapun. Bahkan
pengambilan
tidak ada sanksi sosial bagi perempuan
representatif karena pengambilan subjek
yang
kegiatan-kegiatan
yang penting mahasiswa tersebut memiliki
tersebut. Justru pendapat perempuan harus
latar belakang etnis Minang dan etnis
disampaikan dan didengarkan agar Batak
Batak. Misalnya kekurangan dari penelitian
menjadi maju (Monika, 2012).
ini adalah peneliti tidak menyebarkan
melakukan
subjek
terjadi
Menurut Galassi (dalam Fauziyah,
angket asertivitas untuk mahasiswa etnis
2009) faktor yang mempengaruhi perilaku
Batak secara langsung di Kota Medan.
42 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 1, Mei 2015, hlm. 33-44
Sehingga
peneliti
tidak
mengetahui
berikut; 1) Secara umum mahasiswa etnis
bagaimana proses penyebaran angket di
Minang berada pada kategori rendah (40%)
Kota tersebut. Kemudian pada angket
2) Secara umum mahasiswa etnis Batak
penelitian
memberikan
berada pada kategori tinggi (62%) 3)
identitas lebih detail mengenai marga
Terdapat perbedaan asertivitas yang sangat
Batak dan Minang itu sendiri, padahal jika
signifikan antara mahasiswa etnis Minang
ada
dengan mahasiswa etnis Batak dengan
peneliti
peneliti
tidak
dapat
membandingkan
asertivitas antar marga Minang dan Batak
koefisien
sehingga hasil penelitian akan menjadi
Berdasarkan
lebih kaya. Selain budaya, jenis kelamin
kelamin dan usia, mahasiswa etnis Batak
dan usia, ada beberapa faktor yang juga
secara
mempengaruhi asertivitas yaitu, pola asuh
dibandingkan mahasiswa etnis Minang.
orangtua, kepribadian dan intelegensi. Namun
peneliti
tidak
antar etnis Minang dan etnis Batak.
penelitian
diatas,
juga
analisis
umum
(p<0.01).
tambahan
juga
lebih
jenis
asertif
Asertivitas memberikan dampak positif untuk kehidupan sehari-hari yaitu, memberikan evaluasi terhadap diri sendiri
Berdasarkan kekurangan-kekurangan
p=0.001
Saran
menambahkan
faktor-faktor tersebut sebagai pembanding
korelasi
dan
seseorang dapat
mempertahankan
terdapat
haknya tanpa menyakiti dan merugikan
kelebihan dalam penelitian ini yaitu selain
orang lain. Oleh karena itu sangat penting
budaya, peneliti juga menambahkan jenis
perilaku asertif dimiliki individu agar
kelamin dan usia sebagai pembanding
mendapat kebebasan serta bertanggung-
asertivitas mahasiswa etnis Minang dan
jawab dengan cara yang terhormat.
mahasiswa etnis Batak.
Bagi mahasiswa etnis Minang agar lebih
SIMPULAN DAN SARAN
ditingkatkan
lagi
asertivitasnya
sehingga terbentuk hubungan yang lebih Simpulan
baik lagi antar mahasiswa dan tidak hanya
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis mengenai ada atau tidaknya
perbedaan
asertivitas
antara
mahasiswa etnis Minang dan mahasiswa etnis Batak dapat disimpulkan sebagai
pasif menerima apa yang terjadi dan meminimalisir yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Untuk
penelitian
selanjutnya,
hendaknya peneliti dapat membagikan
Andayani & Mardianto, Perbedaan Asertivitas Antara Mahasiswa…| 43
angket secara langsung kepada subjek
usia yaitu, pola asuh orangtua, kepribadian
untuk meminimalisir terjadinya subyek
dan intelegensi. Untuk itu, faktor tersebut
error. Selain itu untuk memperkaya hasil
juga dapat digunakan dalam penelitian
penelitian, sebaiknya peneliti selanjutnya
selanjutnya
juga menambahkan marga/klan sebagai
antara
pembanding asertivitas antar etnis, baik itu
mahasiswa etnis Batak tidak hanya dilihat
etnis Minang maupun etnis Batak.
dari budaya, jenis kelamin atau usianya
Asertivitas juga dipengaruhi banyak
agar
mahasiswa
perbedaan etnis
asertivitas
Minang
dan
saja.
faktor selain budaya, jenis kelamin dan
DAFTAR RUJUKAN
Amirullah. (2009). Pengertian Perilaku Asertif. http://Blog.DuniaPsikologi.wo rdpress.com/ . diunduh tanggal 28/05/2009. Effendi,
M. (2013). Falsafah adat Minangkabau. http://Blog.makmureffendi.wor dpress.com/, diunduh tanggal 13/01/2013.
Fauziyah, F. (2009). Perbedaan Tingkat Asertivitas Siswa Kelas Akselerasi dengan Siswa Reguler. Program SI UIN Malang. Fensterheim, H. J. (1995). Jangan Bilang Ya Bila Akan Mengatakan Tidak (Terjemahan). Jakarta: Gunung Jati. Hastiarni, H. & Bonang, E. T. (2004). Perbedaan Tingkah Laku Asertif antara Budaya Jawa dan Budaya Batak. Unika
Atma Jaya: ThesesUndergraduete Theses. Llyod. (1991). Mengembangkan Perilaku Asertif yang Positif (terjemahan). Jakarta: Bina Rupa Aksara. Monika, E. (2012). Budaya Patriarki Batak Toba dan Perilaku Politik Perempuan. Vol. 1 No. 3 Sumatra Utara: USU press. Morrisan. (2010). Psikologi Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Rathus, S. A. & Nevid, J. S. (1980). “Behaviour Theraphy of Solving Problem in Living”. The New American Library, Inc, New York. Riyanti. (1987). Perbedaan Asertvitas antara Budaya Jawadan Budaya Batak. UII. Simbolon, R. (2012). Masalah Plus Minus Suku Batak.
44 | Jurnal RAP UNP, Vol. 6, No. 1, Mei 2015, hlm. 33-44
http://www.horas.web.id/2012/ 06/masalah-plus-minus-sukubatak.html, diunduh tanggal 8 Juni 2013.
/01/mengapa-orang-bataktemperamental/, diunduh tanggal 8 juni 2013. Zamzami,
Yunita, Diana Sari. (2002). Mengapa Orang Batak Tempramental. http://www.silaban.net/2002/08
A. (2005). Historiografi Balairung Sari Tabek. Batu Sangkar: Yayasan Balairung Panjang.