Akulturasi Etnis Banggai dan Etnis Bugis Atma Sepriani, Sumarjo, dan Noval Sufriyanto Talani
AKULTURASI ETNIS BANGGAI DAN ETNIS BUGIS 1
Atma Sepriani, 2Sumarjo, 3Noval Sufriyanto Talani
1
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, 2,3Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo e-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Kontak budaya yang terjadi antara masyarakat lokal (etnis Banggai) dan masyarakat pendatang (etnis Bugis), di mana masing-masing etnis menampilkannya dalam kehidupan sehari-hari dan kontak antar etnis dapat menimbulkan akulturasi budaya dikalangan masyarakat Desa Bungin Kecamatan Bokan Kepulauan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku komunikasi antar etnis Banggai dan etnis Bugis dan proses akulturasi yang terjadi antar etnis Banggai dan Bugis di Desa Bungin Kecamatan bokan Kepulauan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Hasil penelitian ini menghasilkan bahwa: (1) perilaku komunikasi dalam dalam akulturasi etnis Banggai dan etnis Bugis di Desa Bungin Kecamatan Bokan Kepulauan berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari hubungan antara kedua etnis tersebut semakin baik dengan adanya kesadaran diantara keduanya untuk saling menerima, memahami serta menghargai satu sama lain. (2) Ditinjau dari proses akulturasi yang terjadi antar etnis Banggai dan Bugis di Desa Bungin, apabila dilihat secara keseluruhan terdapat adanya hubungan sosial yang berbeda pada tingkat yang baik. (3) Proses akulturasi ditandai dengan tiga proses mendasar yang ditinjau dari variable komunikasi yakni komunikasi antar personal, lingkungan komunikasi, dan komunikasi sosial. Kata Kunci : akulturasi, komunikasi antarbudaya, etnis Banggai, etnis Bugis
Abstract Cultural contact that occurs between local communities (Banggai ethnic) and migrant communities (Bugis ethnic), in which each ethnic displays them in everyday life and inter-ethnic contact can lead to acculturation in Bungin Village Bokan District of Island. This study aims to find out the communication behavior of inter-ethnic Banggai and Bugis and process of acculturation that occur between ethnic Banggai and Bugis in Bungin Village District of Bokan Island Regency of Banggai Islands, Province of Central Sulawesi. This study used a qualitative method with a descriptive approach. The data were collected from the observation, interviews, and document analysis. The results of this study suggest that: (1) Communication behaviour in ethnic Banggai and Bugis in Bungin Village District of Bokan Island goes well. It can be seen from the relations between two ethnic better with the awareness among both the mutual accepted, understanding and respecting each other. The length of communicated between two ethnic could bring out them towards to the mutual understanding; (2) Process of acculturation that occurred between ethnic Banggai and Bugis in Bungin Village, there is a good social relations; (3) Process of acculturation is characterized by three fundamental process in terms of communication variables, namely interpersonal communication, environment communication, and social communication. Keywords: acculturation, intercultural communication, Banggai ethnic, Bugis ethnic
18 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
Akulturasi Etnis Banggai dan Etnis Bugis Atma Sepriani, Sumarjo, dan Noval Sufriyanto Talani
Pendahuluan Fenomena yang sering muncul, yang terkait dengan komunikasi antarbudaya adalah sebuah aktivitas yang tak lepas dari perilaku komunikasi yang terjadi antara transmigran dengan masyarakat lokal dalam kehidupan kesehariannya yang sering kali terjadi. Komunikasi dapat terjadi di dalam rumah, di luar rumah. Misalnya antara anak dan orang tua, guru dengan murid, atasan dengan bawahan, dan lain sebagainya. Hal seperti inipula yang terjadi di Desa Bungin. Masyarakat lokal (etnis Banggai) di Bokan Kepulauan khususnya Desa Bungin yang kental dengan budayanya kini mulai terjadi perubahan yang dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan lain (etnis Bugis) sehingga terjadi akulturasi budaya terhadap masyarakat lokal (etnis Banggai). Dalam artian yang lebih lugas, bahwa akulturasi merupakan proses yang dilakukan oleh masyarakat pendatang untuk menyesuaikan diri dengan memperoleh kebudayaan masyarakat setempat. Namun demikian, identitas atau jati diri dari masing-masing suku yaitu Bugis dan Banggai tetap bertahan. Lingkungan di dalam setiap budaya, ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya yang ada, misalnya tradisi melamar. Masing-masing budaya memiliki tradisi berbeda dalam hal melamar. Hal ini menunjukkan telah terjadi interaksi yang dibentuk oleh suatu budaya. Budaya mempengaruhi banyak hal, budayalah yang menentukan waktu dan jadwal-jadwal peristiwa-peristiwa antar pribadi, tempattempat untuk membicarakan topik tertentu jarak fisik yang memisahkan antara seorang pembicara dengan orang lain, nada suara yang sesuai untuk membicarakan hal tertentu. Salah satu contoh akulturasi budaya yang terjadi di Desa Bungin yang diakibatkan masuknya budaya Bugis terlihat pada penggunaan selingan bahasa Bugis dalam percakapan antar suku dan juga kadar emosi dari orang Banggai bisa
dikatakan kasar, mungkin hal ini adalah adaptasi dari akulturasi yang terjadi. Tak jarang komunikasi yang terjadi dengan latar belakang budaya yang berbeda, dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam proses komunikasinya. Demikian juga dengan kehidupan masyarakat Desa Bungin dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perubahan kehidupan. Kehidupan masyarakat etnis Bugis lebih baik dibandingkan dengan masyarakat lokal (etnis Banggai), hal ini karena etnis Bugis sudah menguasai sebagian besar perekonomian di Kecamatan Bokan Kepulauan khususnya Desa Bungin, hal ini tentunya membawa budaya baru, dalam kurun waktu yang tidak disadari telah terjadi kontak budaya (akulturasi), sehingga sebagai pendatang (etnis Bugis) mempunyai andil yang cukup besar dalam kontak budaya ini. Kontak budaya yang terjadi antara masyarakat lokal (etnis Banggai) dan masyarakat pendatang (etnis Bugis) membuat peneliti tertarik untuk menelusuri perilaku komunikasi dalam akulturasi antar etnis di Desa Bungin. Di mana masingmasing etnis menampilkannya dalam kehidupan sehari-hari dan kontak antar etnis dapat menimbulkan akulturasi budaya dikalangan masyarakat Desa Bungin Kecamatan Bokan Kepulauan. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang perilaku komunikasi antar etnis Banggai dan etnis Bugis di Desa Bungin, serta menemukan proses akulturasi yang terjadi antar etnis tersebut. Sesuai dengan penelitian kualitatif maka pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dipilih secara sengaja (purposive sampling), yaitu, orang yang dianggap dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Tetapi kenyataan dilapangan, seseorang yang semula dianggap sebagai informan kunci saat
18 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ARTIKEL ILMIAH Vol. 1, No. 1, Januari 2015 www.kimkomunikasi.ung.ac.id
diwawancarai ternyata tidak dapat banyak mengetahui informasi yang dibutuhkan, untuk itu informan menunjuk informan lain yang dianggap lebih mengetahui informasi yang dibutuhkan. Sehingganya jumlah informan akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan dan terpenuhinya informasi (snow ball sampling), yaitu dari subjek yang sedikit, semakin lama berkembang menjadi banyak.
Hasil Dan Pembahasan Perilaku komunikasi etnis Banggai dan etnis Bugis Perilaku komunikasi antara etnis Banggai dan etnis Bugis di desa Bungin berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan suatu keadaan dimana keduanya dapat membina hubungan pertemanan hingga relasi kerja. Perilaku komunikasi yang baik ini dipengaruhi oleh penerimaan serta pemanfaatan bahasa yang digunakan kedua etnis tersebut. Menurut Ohoiwutun (dalam Liliweri, 2013:94), dalam komunikasi antarbudaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: kapan orang berbicara, apa yang dikatakan, hal memperhatikan, intonasi, gaya kaku dan puitis, dan bahasa tidak langsung. Masyarakat lokal Banggai dengan etnis Bugis merupakan dua etnis yang berbeda, itu berarti mempertemukan dua budaya yang berbeda pula. Tapi hal itu tidak menghalangi mereka dalam melakukan proses komunikasi. Dari penjelasan Bapak Superman diatas, etnis Bugis lebih dikenal melalui dialeknya. Hal itu diperkuat lagi dengan penjelasan dari Bapak Jus, etnis Bugis susah meninggalkan kebiasaannya seperti cara berbicara dan kebiasaan bergaul hanya sesama etnis saja. Perilaku komunikasi yang terjadi antara masyarakat lokal dan pendatang etnis Bugis merupakan komunikasi verbal dan nonverbal yang biasa dilakukan oleh kedua etnis sehari-hari. Selain itu, perilaku komunikasi antara masyarakat lokal dan etnis Bugis terdapat hubungan sosial. Hubungan sosial serta perilaku komunikasi antara masyarakat lokal dan etnis Bugis terlihat dalam hal melakukan kerja bakti,
dan kegiatan lainnya yang dilakukan bersama-sama yang bertujuan untuk kepentingan umum, serta partisipasi antara kedua belah pihak terjadi sangat baik. Perilaku komunikasi yang baik antara etnis Banggai dan etnis Bugis di desa Bungin kecamatan Bokan Kepulauan dikarenakan adanya kesadaran dari kedua etnis tersebut atas pencapaian hasil yang baik dari sebuah proses komunikasi jika keduanya saling memahami budaya masing-masing. Cara memahami budaya masing-masing adalah dengan melihat dan memahami bagaimana mereka berkomunikasi. Masyarakat lokal Banggai harus mampu memahami proses komunikasi para pendatang etnis Bugis, tentunya pendatang pun harus mampu memahami proses komunikasi masyarakat lokal. Semakin cakap seseorang berkomunikasi, maka semakin lancar proses komunikasi yang akan dilaluinya nanti. Sejauh ini, sebagian masyarakat lokal mulai memahami bahasa yang digunakan oleh pendatang etnis Bugis. Hal ini dapat mendukung proses komunikasi yang terjalin antara keduanya, sehingga dapat memperkcil kesalahpahaman yang terjadi ketika berkomunikasi. Saat ini, perilaku komunikasi pendantang Bugis semakin baik ketika berhadapan dengan masyarakat lokal. Hal ini dibuktikan dengan keadaan komunikasi diantara keduanya. Etnis Bugis sudah tidak terlalu mengalami kesulitan dalam memahami bahasa yang digunakan oleh penduduk setempat/lokal. Di perkantoran, hingga pasar sekalipun menjadi tempat bagi para pendatang (etnis Bugis) untuk berbaur dan mengadakan kontak dengan masyarakat lokal (etnis Banggai) yang mengarah pada akulturasi. Perilaku komunikasi yang semakin membaik ini antara etnis Bugis dengan masyarakat lokal (etnis Banggai) ini dapat dijelaskan dalam teori konvergensi. Teori konvergensi budaya sering disebut sebagai model konvergensi atau model interaktif. Model komunikasi menurut pendekatan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo | 19
Akulturasi Etnis Banggai dan Etnis Bugis Atma Sepriani, Sumarjo, dan Noval Sufriyanto Talani
konvergensi, menetapkan satu fokus utama yakni hubungan timbal balik antara partisipan komunikasi karena mereka saling membutuhkan. Komunikasi disini dilihat tidak sebagai komunikasi yang berlangsung secara linear dari sumber kepada penerima, melainkan sebagai sirkum atau melingkar, yaitu proses dimana sumber dan penerima berganti-ganti peran sampai akhirnya mencapai tujuan, kepentingan, dan pembauran. Ada empat kemungkinan hasil komunikasi konvergensi, yaitu, (1) dua
menyatakan setuju; (2) dua pihak saling memahami makna dan menyatakan tidak setuju; (3) dua pihak tidak memahami informasi namun menyatakan setuju; dan (4) dua pihak tidak memahami makna informasi dan menyatakan tidak setuju.
Ada tiga model yang termasuk dalam teori konvergensi budaya, yaitu (1) lingkaran-lingkaran yang tumpang tindih; (2) sebuah heliks; (3) sebuah zigzag. Perilaku komunikasi yang terjadi antara etnis Bugis dan etnis Banggai dapat dijelaskan dalam lingkaran-lingkaran yang tumpang tindih berikut ini:
pihak saling memahami makna informasi dan
A
AB
B
Gambar 1 Model Konvergensi Budaya Etnis Bugis dan Etnis Banggai Sudah Mencapai Tahap Pengertian dan Pemahaman Bersama Sumber: hasil pengolahan dan data analisis penelitian
Gambar di atas merupakan keadaan komunikasi antara etnis Bugis dengan etnis Banggai di Desa Bungin Kecamatan Bokan Kepulauan. Awalnya ruang tumpang tindih itu kecil saat pertemuan pertama antara pendatang dengan masyarakat lokal. namun seiring berjalannya waktu, ruang tumpang tindih itu semakin besar. Ruang tumpang tindih yang makin besar menandakan banyaknya pengalaman yang sama diantara keduanya dan komunikasi berjalan semakin efektif. Hal ini ditandai dengan hubungan keduanya, para pendatang Bugis dan masyarakat lokal Banggai yang saling memahami cara berkomunikasi masingmasing sehingga tercipta rasa saling menghargai dan menghormati antar sesama. Lingkaran-lingkaran yang tumpang tindih ini menjelaskan bahwa baik ruang A maupun ruang B, masing-masing memiliki makna mereka sendiri untuk simbol-simbol yang mereka pergunakan bersama. Ruang AB, dimana kedua lingkaran bertumpukan,
merupakan makna yang sama antara kedua pelaku komunikasi tersebut untuk simbolsimbol yang dipergunakan bersama. Model ini menekankan pada komunikasi sebagai suatu proses penciptaan dan pembagian bersama informasi untuk tujuan mencapai saling pengertian bersama antara para pelakunya. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi bergantiganti peran sebagai sumber ataupun penerima, yang diistilahkan sebagai transceivers, sampai akhirnya mencapai tujuan, kepentingan ataupun pengertian bersama. Hal ini dapat dilihat dari budaya tabe atau pun kata iye yang diadopsi oleh masyarakat lokal dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Tak hanya itu juga etnis Bugis mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Banggai begitupun sebaliknya, etnis Banggai bisa berbahasa Bugis. Lamanya waktu berkomunikasi diantara etnis Bugis
20 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ARTIKEL ILMIAH Vol. 1, No. 1, Januari 2015 www.kimkomunikasi.ung.ac.id
dengan masyarakat lokal dapat membawa mereka menuju pengertian bersama. Mencapai pengertian bersama merupakan proses yang rumit dan berbelitbelit. banyak sekali yang dapat keliru dalam proses ini. Semakin lancar kemampuan kedua pelaku komunikasi tersebut dalam proses saling berkomunikasi, maka semakin bertambah pula kemungkinan yang ada untuk saling memahami makna masingmasing. Konkretnya, seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan keberhasilan pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yaitu sejauh mana para partisipan memberikan makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. proses komunikasi seperti inilah yang dapat dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif. Proses akulturasi antar etnis Banggai dan etnis Bugis Sejauh ini, etnis pendatang Bugis mampu melakukan percakapan dengan penduduk lokal (etnis Banggai) dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penduduk lokal pun mampu memberikan umpan balik terhadap komunikasi yang dilakukannya dengan etnis pendatang Bugis. Sebagian besar penduduk lokal dan juga pendatang menguasai bahasa Banggai, dan bahasa Bugis, serta bahasa Indonesia. Kemampuan penduduk lokal dalam memahami bahasa yang digunakan oleh etnis pendatang Bugis ini didukung oleh seringnya mereka menggunakan bahasa Bugis disetiap proses komunikasi dengan sesamanya. Ada pula saat-saat dimana mereka tanpa sadar menggunakan bahasanya ketika berada disekeliling penduduk lokal. Media menjadi saluran yang dapat digunakan untuk menambah informasi tentang suatu budaya. Keadaan ini mampu mendukung interaksi keduanya, sehingga proses akulturasi dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Selain itu, proses akulturasi yang terjadi antara etnis Banggai dan etnis Bugis di desa Bungin ditandai dengan tiga proses yang mendasar yang ditinjau dari variabel-
variabel komunikasi dalam akulturasi yang bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang transmigran dari perspektif komunikasi yang dikemukakan oleh Mulyana (2005:140-144), yaitu, komunikasi personal, lingkungan komunikasi, dan komunikasi sosial. Komunikasi personal etni Banggai dan etnis Bugis Komunikasi personal merupakan komunikasi yang terjadi dari dalam diri masing-masing individu dari etnis Banggai dan etnis Bugis. Komunikasi persona mengacu pada proses mental dari dalam diri etnis pendatang Bugis untuk menyesuaikan diri dan mengatur lingkungannya, mendengar setiap pembicaraan penduduk lokal, serta memahami dan merespons keadaan yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya. Seiring berjalangnya waktu, mereka sadar bahwa hal tersebut kebutuhan yang wajib dipenuhi. Keadaan inilah yang kemudian memaksa mereka untuk berusaha memahami apa yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Kedua etnis tersebut sudah saling melakukan pendekatan satu sama lain agar tercipta hubungan psikologis diantara mereka, sehingga dalam benak mereka tidak muncul berbagai macam pertanyaan-pertanyaan. Hubungan yang dilalui kedua etnis tersebut baik secara psikologis maupun emosional merupakan salah satu indikator yang mempererat akulturasi, dimana hal itu membantu memudahkan etnis Bugis dan penduduk lokal memasuki tahap yang pribadi sehingga dalam benak mereka tidak ada rasa saling curiga. Lingkungan komunikasi antara etnis Banggai dan etnis Bugis Lingkungan komunikasi etnis Banggai dan etnis Bugis berjalan dengan baik. Pergaulan atau interaksi itu dimulai dari lingkungan pertentanggan, lingkungan kerja, serta dalam lingkungan rumah tangga itu sendiri. Lingkungan inilah yang membawa mereka bertemu dan berkumpul saling
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo | 21
Akulturasi Etnis Banggai dan Etnis Bugis Atma Sepriani, Sumarjo, dan Noval Sufriyanto Talani
berkomunikasi baik secara individu maupun kelompok. Adapun cara-cara yang dilakukan etnis Banggai dan etnis Bugis agar dapat dikenal dan saling mengenal dalam lingkungannya adalah saling mengundang apabila ada yang mengadakan pesta pernikahan atau acara syukuran, mereka saling membantu mendirikan tenda. Dengan adanya kegiatan tersebut yang melibatkan etnis pendatang Bugis dan masyarakat lokal dalam lingkungan mereka dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi diantara kedua etnis tersebut yang terlibat dalam hal ini. Lingkungan komunikasi turut memberi andil dalam mempercepat proses akulturasi antara etnis Banggai dan etnis Bugis dimana mereka bergaul dan berkomunikasi. Komunikasi sosial di Desa Bungin Komunikasi sosial terkait dengan komunikasi personal, di mana melibatkan dua orang atau lebih yang berbeda budaya saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dalam hubungan ini terjadi proses saling mempengaruhi, proses saling mempengaruhi dalam kegiatan pergaulan antar individu ini disebut komunikasi. Setiap harinya etnis pendatang Bugis dan masyarakat lokal melakukan interaksi dan komunikasi antar pribadi berdasarkan kebutuhan atas informasi, pengetahuan yang dimilikinya, pengalaman-pengalaman pribadinya, menyangkut kehidupan seharihari dimasyarakat, partisipasi dan persetujuan dalam bidang tertentu, misalnya perdagangan, dan pertanian. Seperti yang dikatakan beberapa informan bahwa mereka setiap harinya melakukan komunikasi sosial dan juga komunikasi antar pribadi. Dengan melakukan komunikasi antar pribadi (antar personal) diharapkan saling mengisi kekurangan dan kelebihan masingmasing. Hubungan komunikasi antar etnis pendatang Bugis dan masyarakat lokal berlangsung diberbagai tempat dimana saja ketika mereka bertemu. Hubungan komunikasi antar pribadi diantara mereka terjalin akrab bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Begitupula dengan hubungan sosial
diantara mereka antar satu dengan yang lainnya saling mengenal dengan baik. Komunikasi sosial dan komunikasi antar pribadi etnis Banggai dan Bugis berjalan efektif karena pihak-pihak yang berkomunikasi sudah saling mengenal dan mempunyai persamaan kultur. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Perilaku komunikasi dalam akulturasi etnis Banggai dan etnis Bugis di Desa Bungin Kecamatan Bokan Kepulauan berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari hubungan antara kedua etnis tersebut semakin baik dengan adanya kesadaran diantara keduanya untuk saling menerima, memahami serta menghargai satu sama lain. Perilaku komunikasi yang terjadi antara etnis Banggai dan etnis Bugis dijelaskan dalam teori konvergensi budaya yang digambarkan dalam lingkaran-lingkaran yang tumpang tindih. Dalam teori konvergensi, etnis Banggai dan etnis Bugis bertemu pada suatu titik dalam hal ini lingkungan sebagai bentuk hubungan sosial yang bergerak kearah satu titik temu (convergence). Lamanya waktu berkomunikasi diantara etnis Banggai dan etnis Bugis dapat membawa mereka menuju pengertian bersama. Proses akulturasi yang terjadi antar etnis di Desa Bungin Kecamatan Bokan Kepulauan, apabila dilihat secara keseluruhan terdapat adanya hubungan sosial yang baik. Hubungan sosial yang baik antara kedua etnis tersebut dapat dilihat dari cara penyelesaian konflik dengan cara duduk bersama dan bicara baik-baik. Proses Akulturasi ditandai dengan tiga proses yang mendasar yang ditinjau dari variable komunikasi yakni proses yang pertama yaitu komunikasi personal yang mengacu pada proses mental dari dalam diri etnis pendatang Bugis untuk menyesuaikan diri dan mengatur lingkungannya, mendengar stiap pembicaraan penduduk lokal, serta memahami dan merespons keadaan yang
22 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ARTIKEL ILMIAH Vol. 1, No. 1, Januari 2015 www.kimkomunikasi.ung.ac.id
terjadi dalam lingkungan sekitar; yang kedua yaitu lingkungan komunikasi ditandai dengan pergaulan atau interaksi antar etnis Banggai dan etnis Bugis, yang dimulai dari lingkungan bertetangga, lingkungan kerja, serta dalam lingkungan rumah tangga itu sendiri; sedangkan proses yang ketiga adalah komunikasi sosial berkaitan dengan komunikasi personal, dimana melibatkan dua orang atau lebih yang berbeda budaya saling berhubungan satu dengan lainnya. Hubungan komunikasi antar etnis Banggai dan etnis Bugis berlangsung di berbagai tempat yang didasarkan pada kebutuhan atas informasi, pengalaman-pengalaman pribadinya, menyangkut kehidupan sehari-hari dimasyarakat, partisipasi dan persetujuan dalam bidang tertentu misalnya dalam bidang perdagangan dan pertanian.
Saran Saran peneliti yaitu: (1) Dapat meningkatkan kerukunan antar etnis, serta mencegah konflik yang terjadi antar etnis di Desa Bungin Kecamatan Bokan Kepulauan Kabupaten Banggai Laut; (2) Dalam akulturasi diharapkan etnis-etnis yang terlibat didalamnya tidak meninggalkan adat-istiadat yang telah ada sebelumnya agar para generasi muda dapat melestarikan budaya lokal yang ada; (3) Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih sangat sederhana dan jauh dari kata kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan ini bisa menjadi referensi awal bagi siapa pun yang mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian berkaitan dengan perilaku komunikasi antaretnik, antar ras atau pun antarbudaya.
Daftar Pustaka Liliweri, A. 2011. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________, 2013. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Matthew, B.M. dan A.M. Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI-Press. Moleong, L.J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. 2011. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, D. dan R. Jalaludin, 1998. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi Dengan OrangOrang Berbeda Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, D. 2005. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi Dengan OrangOrang Berbeda Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo | 23