BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Batak Toba adalah salah satu etnis yang terdapat di Sumatera Utara. Etnis Batak Toba termasuk dalam Sub Etnis Batak, yang diantaranya adalah, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, Angkola 1. Etnis Batak Toba memiliki budaya yang diwariskan dari leluhurnya secara turun-temurun. Salah satu bentuk dari kebudayaan itu adalah kesenian. Kesenian pada Etnis Batak Toba sangat banyak, diantaranya adalah seni tekstil, seni tari, seni ukir, seni patung dan juga seni musik. Dalam tulisan ini, penulis lebih berfokus untuk mengkaji aspek musik dari etnis Batak Toba saja. Bagi etnis Batak Toba, musik menjadi sebuah kebutuhan yang banyak digunakan untuk tujuan hiburan, ritual, upacara adat, dan juga upacara keagamaan, maka terdapatlah dua buah ensambel 2 musik pada Etnis Batak Toba, yang mendukung untuk kebutuhan tersebut, ensambel tersebut antara lain , ensambel Gondang Sabangunan 3, dan Gondang Hasapi 4, (Rithaony Hutajulu, Irwansyah Harahap, 2005 : 21) yang pada perkembangannya setelah adanya Opera Batak oleh
1
Payung Bangun 1980 : 95-142 Ensambel/Ansambel (Kamus Musik M. Soeharto, 1992 : 4) dalam bahasa prancis adalah kelompok kegiatan seni musik, dengan jenis kegiatan seperti tercantum dalam sebutannya. Biasanya tampil sebagai kerjasama pesertanya dibawah pimpinan seorang pelatih 3 Lihat BAB II Halaman 39 4 Lihat BAB II Halaman 38 2
Universitas Sumatera Utara
Tilhang Gultom pada tahun 1982 5, ansambel gondang hasapi juga biasa disebut dengan Uning-uningan. Pada ensambel gondang hasapi terdapat beberapa instrumen musik yang terdiri dari, sarune etek, hasapi doal, hasapi ende, garantung, dan hesek. Pada perkembangannya terdapat pula penambahan instrumen musik lain berupa sulim, dan odap. Yang merupakan salah satu versi lain yang biasa disebut dengan Uninguningan.6 Garantung adalah sebuah instrumen 7 musik yang tergolong dalam klasifikasi alat musik idiofon,8 adalah sebuah instrumen melodik yang terbuat dari kayu, terdiri dari bilah-bilah kayu yang ditala sesuai tangga nada diatonis, 9 yang termasuk dalam xilofon10.
Pada awalnya garantung hanya terdiri dari lima bilah saja dengan
penalaan lima nada, yang dahulunya biasa disebut dengan istilah nang, ning, nung, neng, nong, 11 kemudian berkembang menjadi delapan bilah sesuai dengan tangga nada diatonis. Bilah-bilah kayu tersebut dikaitkan dengan tali, kemudian digantungkan pada kayu penyangga di kedua ujungnya. Kayu penyangga ini diberi kotak persegi empat di bawahnya yang berfungsi sebagai kotak resonator. Bilah-
5
Lihat Rhitaony Hutajulu (1988 : 24) Salah satu versi hasil wawancara dengan Bapak Marsius Sitohang, Dosen praktek musik tradisional Batak Toba, di Departemen Etnomusikologi USU, Medan. Tanggal 4 september 2009. 7 Instrument (Kamus Musik M. Soeharto, 1992 : 54) dalam bahasa inggris, yaitu alat musik yang digolongkan berdasarkan cara memakainya. 8 Idiophone adalah jenis alat musik yang menghasilkan bunyi dengan cara menggetarkan alat tersebut. (http://www.indonesiaseoul.org/indonesia/pictures/banner_ind.jpg) 9 Konsep diatonis yang terdapat dalam hal ini adalah merupakan konsep yang Aproksimatif, atau diperkirakan sama dengan konsep diatonis. 10 Xilo (kayu) fone (suara/bunyi) yang artinya adalah kayu atau bilah kayu yang bersuara, ( www.wilkipedia.com) 11 Hasil wawancara dengan Bapak Guntur Sitohang. Tanggal 24 januari 2010. 6
Universitas Sumatera Utara
bilah tersebut disusun dari nada yang paling rendah di sebelah kanan sampai nada paling tinggi di sebelah kiri secara berurutan. Instrumen musik ini biasanya dimainkan oleh pemainnya dengan posisi duduk dengan menggunakan dua buah stick pemukul (palu-palu) dan dipukulkan pada bilah-bilah tersebut untuk menghasilkan nada-nada yang sesuai dengan nada yang dibutuhkan, namun pada perkembangannya ada juga yang dimainkan dengan posisi pemain berdiri dengan mengaitkan garantung di tubuh pemainnya, tepatnya di pundak pemainnya, seperti layaknya pemain marching band yang memangku drumnya. Fungsi garantung cukup beragam, sebagai instrumen tunggal, dahulunya garantung sering dimainkan oleh seorang ibu hamil, agar kelak anaknya lahir dalam
keadaan sehat.12 Sebagai instrumen melodik,
garantung memainkan melodi yang sama
(heterofoni) dengan instrumen melodik lainnya seperti sulim, sarune etek, dan hasapi ende, dalam salah satu versi uning-uningan Batak Toba, namun masingmasing alat dapat mengembangkan pola dasar garis melodi dengan variasi dan ornamentasi nada yang lebih bebas berdasarkan ekspresi dan karakter masingmasing instrumen dan pemainnya. (Rithaony Hutajulu, Irwansyah Harahap 2005 : 69). Repertoar yang dimainkan sangat beragam mulai dari repertoar gondang Batak seperti Gondang 13 sihutur sanggul, sulaiman barat, si utte manis, dan lainlain. Yang sering juga digunakan dalam upacara-upacara adat, dan upacara ritual 12 13
Abraham Sitompul (Harian Global) www. Silaban brotherhood.com Gondang dalam hal ini adalah, nama atau judul repertoar musik Batak Toba
Universitas Sumatera Utara
lainnya, dan juga sering dipertunjukkan pada acara hiburan masyarakat. Dan pada tradisi kesenian opera Batak, garantung juga berfungsi mengiringi nyanyiannyanyian yang dibawakan dalam pertunjukan opera Batak tersebut, seperti lagu supir motor, piknik-piknik celana jengki, habang birrit-birrit. Pada perkembangannya dimasa sekarang ini garantung sering juga digabungkan dengan instrumen musik modern seperti gitar elektrik, gitar bass, keyboard, drum set, trompet, saxophone, trombone atau disebut juga ensambel Musik Tiup, 14 yang sering dimainkan dalam pertunjukan yang bersifat hiburan, juga dalam upacara adat seperti upacara pernikahan, dan upacara meninggal dunia (ulaon saur matua) 15. Bapak Junihar Sitohang merupakan seorang pembuat instrumen musik garantung yang juga piawai dalam memainkan instrumen-instrumen musik Batak Toba lainnya. Sebagai seorang pembuat garantung, beliau termasuk seorang pembuat garantung yang memiliki kreativitas tinggi, dapat kita ketahui dari garantung buatannya yang memiliki modifikasi yang baru jika dibandingkan dengan garantung yang terdahulu. 16 Garantung buatan beliau terdiri dari sebelas bilah dan menggunakan sistem penalaan diatonis, pada ujung sebelah kanan adalah nada paling rendah yaitu nada sol (5,) 17 dilanjutkan secara berurutan sampai ujung sebelah kiri yang adalah nada paling tinggi yaitu nada do (1’) oktafnya, dan sesuai dengan penalaan tangga nada F 14
Penulis adalah seorang personil (pemain musik) dari sebuah grup musik tiup di kota Medan. Lihat BAB III hal 43 16 Garantung dengan 5 bilah dan 8 bilah dan dimainkan dalam posisi duduk. 17 Bukan nada G, melainkan nada sol yang terdapat pada setiap tangga nada yang terdapat pada garantung buatan Junihar Sitohang. 15
Universitas Sumatera Utara
Mayor, E Mayor, Es Mayor, D Mayor, G Mayor, A Mayor, 18 yang memungkinkan garantung tersebut dapat dimainkan dengan instrumen musik lainnya dengan beragam variasi tangga nada. Salah satu hal yang menjadi ciri dan keistimewaan dari garantung buatan bapak Junihar ini adalah, dimana sistem penalaan bilah-bilahnya sudah sesuai dengan sistem diatonis musik barat karena sistem pelarasannya yang sudah disesuaikan dengan instrumen musik barat seperti piano, saxophone juga dengan garpu tala. Hal ini membuat garantung buatan bapak Junihar tersebut sering dan mampu dimainkan bersama dengan beberapa instrumen musik barat, seperti, guitar, keyboard, guitar bass, dan beberapa instrumen musik tradisional (di luar instrumen musik Batak Toba) lain nya. Beliau adalah orang pertama di kota Medan yang membuat garantung dengan bentuk demikian yang dimulai pembuatannya sekitar tahun 1994 19. Dengan susunan sebelas bilah ini, semakin memungkinkan untuk memainkan repertoar-repertoar musik Batak Toba dengan mudah, dikarenakan jangkauan (range) nada tersebutlah yang sering digunakan dalam setiap garapan repertoar musik Batak Toba, dan juga memudahkan dalam memainkan repertoar musik Pop Batak dan juga lagu rohani Kristen Batak seperti lagu dekke jurung-jurung, anak tading maetek, marsulu-sulu bintang, tumba goreng, dan beberapa lagu lainnya, dan lagu arbab, tole endehon, nang humuntal pe robean, marolop-olop tondikki, dan beberapa lagu lainnya untuk jenis lagu Rohani Kristen Batak. 20
18
Penulis telah menyesuaikan sendiri dengan garpu tala, dan juga hasil wawancara dengan Bapak Junihar Sitohang. Pada tanggal 14 september 2009. 19 Wawancara tanggal 14 september 2009 20 Wawancara dengan Hardoni Sitohang Spd. tanggal 14 September 2009. di Medan
Universitas Sumatera Utara
Jika dikaji dari segi teknik permainan, terdapat 3 jenis teknik permainan yang terdapat pada garantung, mangarapat dan manganak-anaki dan sejak kemunculan garantung buatan Junihar ini maka muncullah sebuah teknik permainan baru dalam bermain garantung yang disebut denga teknik polyphonic, merupakan sebuah teknik permainan yeng memainkan pola accord pada garantung. Biasanya teknik ini dimainkan bersama-sama oleh lebih dari satu buah garantung, dimana tangan kanan dan kiri memukul bilah dengan serentak dan dengan pola ritem yang sama. Selain itu beliau juga membuat sebuah stand (kaki penyangga) yang sangat memungkinkan untuk garantung bisa dimainkan dalam posisi berdiri, stand tersebut juga dapat dilepaskan dari badan garantungnya, sehingga sangat efisien untuk memindah-mindahkan atau menaruh garantung pada posisi yang kita inginkan pada saat memainkan atau saat menyimpannya. Ornamentasi garantung buatan bapak Junihar Sitohang ini mengambil motif gorga yaitu salah satu bentuk seni ukir atau seni lukis yang terdapat pada etnis Batak Toba, ornamentasi tersebut diukir (di lottik) sedemikian rupa pada kotak resonator garantung tersebut, dan diberi warna merah, hitam, dan putih, yang dipercayai memiliki pemaknaan khusus bagi masyarakat Batak Toba, pemaknaan tersebut adalah, merah yang melambangkan keberanian, hitam yang melambangkan kepolosan, dan putih yang melambangkan kesucian. Ketiga warna ini juga merupakan perlambangan dari debata natolu dan dalihan natolu 21,dan pada stand (kaki penyangga) garantung tersebut juga menggunakan motif gorga. Dalam proses pembuatannya, bapak Junihar Sitohang masih tetap menggunakan alat-alat yang masih tergolong sederhana, yakni berupa martil (palu), 21
Wawancara tgl 10 september 2009
Universitas Sumatera Utara
kapak, gergaji, pahat, ketam, kuas, parang, belati, paku, dan bahan-bahan yang juga sederhana yaitu, papan, kayu, tali, cat minyak (pewarna) dan lem kayu. Proses pembuatannya tergolong sederhana, karena hanya menggunakan tenaga manusia, tanpa bantuan mesin. Garantung buatan beliau juga sudah sangat banyak diproduksi, selain tersebar di kota Medan, terdapat juga dibeberapa daerah di Sumatera Utara seperti: Kapubaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir dan Kabupaten Toba Samosir, bahkan keluar provinsi Sumatra Utara, seperti Jakarta, Bandung, Makasar, Pekan Baru, Batam dan Jambi, dan bahkan juga sampai ke luar negeri seperti Australia, Belanda dan Malaysia 22 Garantung buatan bapak Junihar Sitohang ini pun telah banyak digunakan oleh beberapa grup musik maupun kelompok kesenian dan beberapa gereja yang terdepat di kota Medan, beberapa diantaranya adalah, Sumatera Indental Etnik, Neo Tradisional Art, Etno Voice Star, Artdo Music, Tapitola Grup. Dan beberapa gereja di kota Medan antara lain, GKPI Sriwijaya Medan, HKBP Cinta Damai Medan, dan beberapa gereja lainnya. 23 Selain itu garantung buatan beliau juga banyak terdapat dibeberapa lembaga pendidikan musik di kota Medan seperti di jurusan Seni Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, SMK 11 (SMM) Medan, dan Jurusan Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nomensen Medan, juga dibeberapa lembaga dan sanggar kesenian lainnya seperi: Taman Budaya Sumatera Utara, Cindai sebuah sanggar kesenian yang terdapat di gubernuran Sumatera Utara, sanggar musik dan tari Sumatera Etnik pimpinan Erwan.
22 23
Wawancara tgl 10 september 2009 Wawancara tgl 11 september 2009
Universitas Sumatera Utara
Terdapat banyak upacara maupun kegiatan adat masyarakat Batak di kota Medan yang selalu melibatkan musik tradisional dalam pelaksanaanya seperti upacara pernikahan dan upacara meninggal dunia (ulaon na monding saur matua). Sehingga membuat keberadaan musik tradisional di kota Medan tetap bertahan dan dilestariakan begitu juga dengan garantung yang kerap digunakan dalam setiap penyajian musik tradisional Batak Toba di kota Medan. Sampai sekarang garantung masih dipergunakan sebagai instrumen musik dalam kegiatan yang berhubungan dengan musik pada masyarakat Batak Toba, khususnya di kota Medan. Tidak hanya dalam hal penggunaan, pembuatan garantung oleh bapak Junihar Sitohang pun masih berlangsung sampai saat ini di kota Medan. Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji, serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul:
“Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia Kota Medan”
1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah : 1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan garantung oleh bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana teknik permainan garantung sebelas bilah buatan bapak Junihar Sitohang sebagai instrumen pembawa melodi. 3. Bagaimana keberadaan (eksistensi) dan fungsi garantung buatan bapak Junihar Sitohang pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terhadap garantung Batak Toba adalah: 1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan garantung di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Kota Medan. 2. Untuk menganalisa organologi serta teknik permainan garantung buatan bapak Junihar Sitohang sebagai instrumen pembawa melodi. 3. Untuk mengetahui keberadaan (eksistensi) dan fungsi garantung Batak Toba buatan bapak Junihar Sitohang pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai garantung di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatra Utara. 2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian yang berkaitan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama perkuliahan di Departemen Etnomusikologi. 4. Sebagai suatu upaya untuk memelihara dan melestarikan musik tradisional daerah sebagai bagian dari budaya Nasional. 5. Untuk memenuhi syarat ujian untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra USU. 1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan 1.4.1 Konsep yang Digunakan Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 431) Kajian merupakan kata jadian dari kata ”kaji” yang berarti mengkaji, mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami. Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa pengertian kata ”kajian” dalam hal ini adalah suatu penelitian atas pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti. (Badudu. 1982 : 132). Sedangkan organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik (alat musik) yang seharusnya tidak hanya mencakup sejarah dan deskripsi instrumen saja, tetapi juga sama pentingnya, walaupun sebagai aspek yang terabaikan dalam ”ilmu” instrumen musik, seperi teknik-teknik tertentu dalam memainkan, fungsi secara musik, hiasan (yang dibedakan dari konstruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya. (Hood, 1982 : 124) Dari kedua konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis garantung buatan bapak Junihar Sitohang, di Kelurahan Helvetia timur, Kecamatan
Universitas Sumatera Utara
Helvetia, Kota Medan, adalah penelitian secara mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknik-teknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari instrumen garantung buatan bapak Junihar Sitohang tersebut. Garantung adalah instrumen yang dalam ansambel gondang hasapi berperan sebagai pembawa melodi atau dapat juga berperan sebagai pembawa ritme (ostinato konstan atau variatif)24 , mengawali tempo lagu, mengikuti secara pararel atau hanya memberikan aksentuasi ritmis dari permainan sarune etek. (Rythaoni Hutajulu, Irwansyah Harahap, 2005 : 48) Garantung merupakan instrumen musik Batak Toba, yang memiliki banyak perubahan dalam bentuk instrumen dan jumlah bilah, dan juga posisi permainan, yang dahulunya adalah lima bilah saja, dan sejak adanya opera Batak menjadi delapan bilah, juga biasanya dimainkan pada posisi duduk, namun ada juga yang dimainkan pada posisi berdiri, dan juga yang dahulunya hanya berupa bilah-bilah kayu yang digantungkan pada kaki penyangga, namun sekarang telah ada yang digantungkan pada penyangga yang berupa kotak resonator. 25 Bapak Junihar Sitohang adalah seorang pembuat alat musik Batak Toba, yang sangat giat dalam proses kreativitasnya sebagai pembuat alat musik, khususnya alat musik garantung, selain membuat alat musik beliau juga mahir dalam bermain musik khusunya memainkan instrumen musik Batak Toba. Garantung buatan beliau memiliki ciri khusus dimana sudah terdapat modifikasi dari bentuk garantung yang sebelumnya antara lain, bilah-bilah dari garantung buatan beliau terdiri dari sebelas bilah, yang memiliki penalaan diatonis, 24
Adalah sebuah motif atau frase yang dipertahankan dan terus-menerus diulang dalam suara musik yang sama (Kamus musik. M Soeharto, 1992 : 92 dan 93) 25 Wawancara dengan Bapak Marsius Sitohang, tanggal 4 September 2009.
Universitas Sumatera Utara
posisi memainkanpun bisa dilakukan dalam posisi berdiri maupun posisi duduk, hal ini didukung dengan dibuatnya semacam stand (kaki penyangga) pada garantung buatannya yang bisa dilepas dan dipasang sesuai keinginan penggunanya, hal ini belum pernah ditemukan pada garantung sebelumnya, dan banyak ciri lain yang berupa bentuk resonator, motif dan ornamentasi, juga pewarnaan, dan tetap mempertahankan mempergunakan alat-alat dan bahan-bahan yang sederhana. 26 Berdasarkan konsep-konsep di atas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji mengenai proses pembuatan instrumen garantung Batak Toba, termasuk juga teknik pembuatan, proses pembuatannya, oleh bapak Junihar Sitohang, di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Kota Medan, juga mengenai teknik-teknik dalam memainkan, fungsi musik, ornamentasi (hiasan yang dibedakan dengan konstruksi), dan beberapa pendekatan sosial budayanya.
1.4.2 Teori yang Digunakan Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041). Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan (relevan) dengan tulisan ini. Berdasarkan Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 253, ”Eksistensi artinya keberadaan”. Hal ini berkaitan juga dengan eksistensi (keberadaan) garantung pada etnis Batak Toba dalam hal ini yang berada di kota Medan. Teori ini digunakan untuk membahas mengenai keberadaan dan eksistensi garantung yang terdapat di kota Medan. 26
Wawancara tanggal 10 september 2009
Universitas Sumatera Utara
Dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang pendeskripsian alat musik garantung, maka dalam hal ini penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima (1978 : 74), yaitu: ” Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu; aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Dan secara fungsional, yaitu : fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, ( dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara” Teori ini digunakan untuk membahas mengenani kajian struktural dan kajian fungsional dari garantung Batak Toba buatan Junihar Sitohang. Untuk mengetahui sistem permainan atau teknik permainan garantung oleh bapak Junihar maka penulis menggunakan dua pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1963 : 98) yaitu: ” Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat” Selanjutnya Charles Seeger juga mengemukakan dalam Nettl (1964 : 100) yaitu : ” Ada dua tujuan musikal yaitu secara perspektif dan deskriptif . Secara ringkas diterangkan bahwa perspektif dapat disebut sebagai notasi yang tidak lebih dari untuk membantu pemain mengingat terhadap musik pada saat pertunjukan. Sedangkan deskriptif adalah notasi yang menuliskan semua karakter musikal secara rinci dari suatu komposisi musik yang diperdengarkan.” Teori ini digunakan untuk membahas tenik permainan yang terdapat pada garantung Batak Toba. Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai. Mengacu pada teori tersebut, maka garantung Batak Toba adalah instrumen musik idiofon yang terdiri dari bilah-bilah kayu yang dibunyikan dengan dipukul dengan stick pemukul (palu-palu) sebagai sumber bunyinya. Dalam tulisan ini juga dibahas mengenai perubahan atau modifikasi garantung buatan bapak Junihar Sitohang yang memiliki jumlah bilah dan bentuk juga yang berbeda dengan garantung sebelumnya dikarenakan jenis repertoar yang dibawakan, yang adalah pengaruh dari musik pop Batak Toba, dan musik rohani Batak Toba, maka penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1967 : 247), yaitu : ”Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.” Teori ini digunakan untuk membahas mengenai perubahan bentuk garantung baik dari segi jumlah bilah, posisi memainkan dan bentuk-bentuk lainnya. Proses penyebaran manusia yang membawa unsur kebudayaan, dalam hal ini berkaitan dengan pengaruh musik rohani Kristen yang terjadi pada masyarakat Batak Toba. Yang juga mempengaruhi aspek seni musik pada masyarakat Batak Toba, khususnya pada garantung buatan bapak Junihar Sitohang adalah merupakan proses
Universitas Sumatera Utara
difusi. Penulis mengacu pada teori difusi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1967:244), yaitu: ”Difusi adalah penyebaran dan migrasi kelompok manusia di muka Bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia”. Teori ini digunakan untuk membahas masalah pengaruh masuknay pengaruh agama kristen protestan juga masuknya pengaruh musik pop barat yang turut mempengaruhi perubahan yang terjadi pada garantung.
1.5 Metode Penelitian Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat 1997 : 16). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam pembuatan garantung oleh bapak Junihar Sitohang. Penulis juga menerapkan penelitian kualitatif, yaitu : Tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan), Tahap kerja lapangan, Analisis data, Penulisan laporan. (Maleong, 2002 : 109). Di samping itu, untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh Moleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu: disiplin lapangan (field) dan disiplin laboratorium (laboratory discipline). Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study), (Meriam, 1964 : 37). Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan Metode Pengumpulan Data, umumnya ada dua macam, yakni: Menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires), Menggunakan wawancara (interview).
Universitas Sumatera Utara
Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar pertanyaan maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan (Observation) dan penggunaan catatan harian, ( Djarwanto, 1984 : 25 ). 1.5.1 Studi Kepustakaan Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari bukubuku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatkan konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
1.5.2 Kerja Lapangan Menurut Harja W. Bachtiar (1985 : 108), bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan teknik observasi untuk melihat, mengamati objek penelitian dengan tujuan mendapatkan informasiinformasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini, penulis juga langsung melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yang telah diketahui sebelumnya, dan langsung melakukan wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan 27, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan penelitian terdapat juga hal-hal baru, yang menjadi bahan pertanyaan yang dirasa mendukung dalam proses penelitian ini, semua ini dilakukan untuk tetap 27
Informan : Pihak pemberi informasi
Universitas Sumatera Utara
memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan data yang benar, untuk mendukung proses penelitian.
1.5.2.1 Wawancara Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985 : 139), yaitu: Wawancara berfokus (Focused interview), Wawancara bebas (Free interview), Wawancara sambil lalu (Casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian. Menurut Harja W. Bachtiar (1985 : 155), wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dan tape recorder bermerk Sony microcassette-Corder M-55. Sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital bermerk Canon x-3s , di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan oleh informan.
1.5.3 Kerja Laboratorium Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan
Universitas Sumatera Utara
sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi. (Meriam 1995 : 85) 1.5.4 Lokasi Penelitian Adapun lokasi yang penulis pilih adalah di lokasi yang merupakan tempat tinggal narasumber yaitu bapak Junihar Sitohang, yang bertempat tinggal di jalan Setia Budi, gang Tape, nomor 5b, Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Kota Medan, yang juga merupakan lokasi bengkel instrumen beliau.
Universitas Sumatera Utara