BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Masalah Simalungun adalah salah satu suku batak yang ada di Sumatera Utara. Sama seperti suku
batak yang lainnya, Simalungun mempunyai adat dalam setiap upacara salah satunya adalah dalam upacara perkawinan. Perkawinan yang sempurna menurut budaya Simalungun ialah dengan cara “dijemput dengan baik (ialop dear)”. Maka sesuai hasil permufakatan sewaktu acara persiapan telah ditentukan kapan waktunya pelaksanaan adat. Dimulai dari acara menjemput mempelai wanita (maralob). Sepanjang acara maralob hal – hal yang dilakukan adalah menyerahkan sirih adat kepada semua keluarga yang hadir, dimulai dari orangtua pengantin suami istri dan kemudian diteruskan kepada sanak saudara yang lain. Makna dari sirih adat tersebut adalah menyatakan kehadiran dari rombongan pihak laki – laki dan kesiapan mereka untuk memulai acara. Sebagai balasan pihak dari pengantin perempuan juga memberikan sirih adat kepada rombongan yang datang. Setelah acara yang pertama tadi selesai dilanjutkan dengan indahan paralop (penyerahan makanan) yaitu ayam yang dimasak “dayok binatur” kepada orangtua pengantin wanita. Acara berikutnya adalah makan bersama dan pembagian makanan (gori) kepada sanak saudara yang berhak menerima ataupun juga kepada kerabat dekat. Sesudah acara makan selesai, dilanjutkan dengan acara pembayaran mahar dan kesepakatan – kesepakatan sepanjang pesta adat yang akan dilaksanakan. Kalau upacara adat maralob sudah selesai, maka sesuai hasil kesepakatan akan berlanjut kepada pesta adat perkawinan sesuai dengan tanggal dan hari yang sudah ditentukan. Sebelum pesta adat, terlebih dahulu dilaksanakan pemberkatan pernikahan secara agama. Setelah itu barulah pelaksanaan adat dimulai dengan pertama sekali pihak dari laki – laki
Universitas Sumatera Utara
memberikan makanan kepada pengantin kemudian dilanjutkan kepada saudara dari pihak pengantin wanita dan kepada pamannya. Selanjutnya pihak dari pengantin wanita menyerahkan makanan adat kepada pengantin begitu juga kepada saudara dari pihak pengantin laki – laki dan pamannya. Setelah itu dilanjutkan dengan acara penyambutan dan penghormatan kepada pihak dari laki – laki maupun perempuan yang derajatnya tinggi dalam keluarga dengan cara menari bersama (manortor). Hal ini dilakukan secara bergantian antara pihak pengantin laki – laki dilanjutkan dengan pihak pengantin perempuan dan juga kepada kerabat pengantin. Sesudah acara ini terlaksana barulah dilanjutkan dengan acara makan bersama. Sembari acara makan berjalan, makanan penghormatan (pinggan panganan) berupa “panganan banggal” dan “panganan pinatunggung” dibagikan kepada masing – masing yang berhak menerima makanan tersebut. Setelah acara makan bersama selesai, yang pertama sekali dilakukan pihak pengantin laki – laki adalah menyerahkan sebuah demban yang biasa disebut dengan “demban salpu mangan” (tanda acara makan selesai) kepada pihak pengantin perempuan. Acara selanjutnya ialah penyerahan kain adat (hiou adat) dari pihak pengantin
perempuan kepada mempelai dan
kaum kerabat pengantin laki – laki yang berhak menerimanya. Selain dalam bentuk kain adat, ada juga pemberian dalam bentuk uang. Sebagai balasan, pihak dari pengantin laki – laki juga memberikan kain adat dan juga sejumlah uang tanda terima kasih. Acara adat ini adalah akhir dari acara adat perkawinan. Tapi sebelumnya pihak dari pengantin laki – laki dan perempuan memberikan sejumlah uang kepada teman sekampung ataupun kepada orang yang hadir di acara adat tersebut. Dalam pelaksanaan acara adat, terdapat musik untuk mengiringi perjalanan adat tersebut. Dan ensambel yang dipakai disini adalah Gonrang Bolon yang terdiri dari satu buah sarunei bolon, tujuh buah gonrang, dua buah gong yang digantung, dan sepasang sitalasayak. Ataupun
Universitas Sumatera Utara
juga ensambel gonrang sidua-dua yang terdiri dari satu buah sarunei bolon, dua buah gonrang, dua buah gong yang digantung, dan dua buah mongmongan. Arlin dalam bukunya Gonrang Simalungun menyatakan bahwa upacara ataupun perayaan ini dapat dikatakan tidak sah atau bahkan tidak mungkin dilakukan tanpa diiringi oleh ensambel musik tersebut. Karena perannya sebagai musik pengiring perayaan pada berbagai upacara salah satunya upacara perkawinan. Maka ensambel Gonrang Bolon dahulunya menduduki posisi penting dan sentral. Oleh karena itu, sebelum digunakan biasanya ensambel ini dibuat tata cara adat tertentu yaitu dengan cara pembersihan dari ensambel dan juga para pemain ensambel (2003 : 133) Pemakaian ensambel tidak dipakai secara terus – menerus. Penggunaan Ensambel pertama sekali dipakai pada saat acara menari bersama (manortor) dan dalam hal ini pemakaian ensambel sah dipakai. Perkembangan tekhnologi pada saat ini banyak memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Tekhnologi menjadi salah satu unsur yang berkembang dan bertahan sampai sekarang ini, karena perkembangan tekhnologi ini bisa dimanfaatkan oleh manusia. Dan hal ini juga mampu merubah pola kehidupan masyarakat tertentu dan juga mampu mempengaruhi perkembangan unsur kebudayaan yang lain. Dan hal yang berkaitan dengan tulisan ini adalah dalam bidang instrumen musik. Sekitar tahun 1998 mulai terjadi penambahan pada ensambel dalam mengiringi acara adat perkawinan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada ensambel tersebut. Perubahan ensambel tersebut muncul dikarenakan bertambah dan berkurangnya alat musik lain. Pertambahan alat musik lain seperti dua buah gendang kecil (remo), simbal, hotung bahkan alat musik keyboard. Instrumen tambahan ini digunakan sebagai pengiring dari instrumen yang sudah
Universitas Sumatera Utara
ada sebelumnya Dengan terjadinya perubahan ini, pemakaian Gonrang Bolon sudah jarang ditemukan. Melalui pengamatan dan hasil wawancara dengan beberapa pengiring musik yang terlibat dalam upacara pernikahan tersebut, menyatakan bahwa pemakaian sudah jarang dikarenakan oleh biaya yang jauh lebih mahal kalau menggunakan instrumen tradisi dan juga bahwa sudah kuno memakai ensambel yang lama karena ketika dimainkan bentuk dari musiknya biasa – biasa saja tidak ada modifikasi yang membuat musik itu menjadi lebih kaya dalam hal permainannya. Selain itu juga dengan penambahan alat musik seperti keyboard yang selain mampu menambah variasi dalam permainan musiknya, tapi juga sudah umum dikenal orang banyak dan penggunaannya yang relatif lebih mudah karena sudah diatur oleh program yang ada didalam keyboard tersebut. Dari perubahan ensambel ini juga akhirnya banyak terjadi perubahan dalam musiknya. Salah satunya seperti dalam lagu-lagunya, misalnya lagu – lagu yang dinyanyikan
sering
diambil dari daerah lain ataupun juga lagu – lagu pop yang sedang populer seperti lagu selayang pandang, anak medan. Dalam hal tempo juga seringkali berubah bahkan juga dari segi ritmenya. Misalnya dalam hal reportoar yang seharusnya mempunyai tempo lambat terkadang berubah menjadi tempo cepat atau sebaliknya. Hal ini juga terjadi karena faktor permintaan dari yang mempunyai acara. Mereka terkadang meminta lagu – lagu dari luar ataupun juga sering meminta lagu – lagu yang seharusnya mempunyai tempo yang lamban tapi mereka minta tempo yang lebih riang lagi karena menginginkan suasana yang lebih ”hidup”. Dari hal ini juga mempengaruhi dalam hal manortor (menari). Dalam hal manortor ada saat – saat tertentu tidak memiliki gerakan yang membuat badan terlalu lincah dalam manortorkannya tapi seharusnya dengan gerakan tubuh yang tunduk dan hormat yang memperlihatkan kehikmatan dan keagungan dari tor – tor tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dari perubahan yang terjadi, ada juga hal – hal yang masih berlanjut atau dipertahankan. Misalnya saja seperti adat yang dijalankan masih banyak dipertahankan kemurniannya dan tata cara pemakaiannya, lagu-lagunya masih tetap ada memakai lagu Simalungun. Masyarakat disekitar menyadari akan perubahan yang terjadi. Hanya saja mereka mengganggap sudah tidak mungkin lagi mengembalikan musik asli yang terdahulu karena musik yang sekarang ini sudah sangat akrab ditelinga mereka dan mereka merasa nyaman dengan musik itu1. Melihat keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai perubahan yang terjadi khususnya dalam musiknya serta bermaksud untuk mengangkat topik ini menjadi sebuah tulisan. Dengan demikian penulis memberi judul “KELANJUTAN DAN PERUBAHAN MUSIK DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT SIMALUNGUN DI DESA SONDI RAYA KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN”
1.2.
Pokok Permasalahan Berdasarkan pada latarbelakang masalah di atas, adapun yang menjadi pokok
permasalahan dalam tulisan ini adalah : 1. Apa fungsi dan penggunaan musik dalam adat perkawinan Simalungun di Desa Sondi Raya. 2. Bagaimana kelanjutan dan perubahan musik dalam adat perkawinan Simalungun ke depannya. 3. Bagaimana perubahan alat musik pada ensambel Gonrang Bolon dan penyajiannya dalam upacara adat perkawinan Simalungun di Desa Sondi Raya.
1.
Hasil wawancara dengan Bpk Kapimanson Saragih
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui fungsi dan penggunaan musik dalam adat perkawinan Simalungun di Desa Sondi Raya. 2. Untuk mengetahui kelanjutan dan perubahan musik dalam adat perkawinan Simalungun ke depannya. 3. Untuk mengetahui perubahan alat musik pada ensambel Gonrang Bolon dan penyajiannya dalam upacara adat perkawinan Simalungun di Desa Sondi Raya
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah : 1. Mengenal secara jelas sudah sejauh mana pemakaian musik dalam adat perkawinan Simalungun. 2. Dapat mengetahui kelanjutan dan perubahan musik Simalungun dalam adat perkawinan Simalungun.
1.4.
Konsep dan Teori
1.4.1.
Konsep Konsep ialah pengertian abstrak didasarkan atas pandangan yang berbeda – beda atas
satu hal tetapi memiliki persamaan dalam istilah. Konsep membatasi dan mengarahkan perhatian seorang penulis pada satu topik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga Kelanjutan adalah sesuatu yang berlangsung secara berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
perkembangan (2005 : 2100). Perubahan ialah suatu proses dimana sesuatu keadaan yang berubah dan bisa juga dikatakan dengan peralihan dari suatu masa (ibid : 305). Upacara yaitu rangkaian tindakan/perbuatan yang terikat dengan aturan adat ataupun perayaan yang dilakukan sehubungan dengan peristiwa penting. Kenan Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Istiadat Simalungun menyatakan bahwa Perkawinan menurut budaya Simalungun adalah bukan hanya menyangkut ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan maksud membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan sejahtera, tetapi menyangkut hubungan antara keluarga dari keduabelah pihak, serta membawa dampak yang luas dalam tata pergaulan dan adat istiadat ditengah – tengah keluarga dan masyarakat (1997 : 54) Penulis memakai konsep – konsep pendukung upacara seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Koenjaraningrat mengatakan bahwa upacara keagamaan terbagi atas empat komponen yaitu : 1.
Tempat
2.
Saat upacara
3.
Benda – benda dan alat upacara
4.
Pemimpin dan peserta upacara Adapun konsep penulis terhadap judul skripsi ini adalah berkembangnya zaman yang
semakin modern telah menjadikan adanya perubahan pada komunitas masyarakat, tidak terkecuali pada masyarakat Simalungun. Perubahan yang terjadi di sekitar telah membuat perubahan musik asli Simalungun. Salah satu perubahan yang terjadi disekitar adalah pada musik yang mengiringi perjalanan pesta adat perkawinan. Baik perubahan pada ensambel bahkan juga akhirnya pada musik yang mengiringi perjalanan upacara adat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2.
Teori Sebagai landasan cara berfikir dalam membahas permasalahan penelitian ini, diperlukan
teori – teori yang relevan dengan disiplin ilmu Etnomusikologi. Teori yang digunakan bermanfaat bagi penelitian untuk menunjang data – data atau informasi yang diharapkan. Disamping itu teori merupakan suatu hal yang penting dalam mengkaji permasalahan penulisan yang ada sehingga hasil penelitian memperoleh suatu solusi. Berkaitan dengan perubahannya, teori yang digunakan adalah menurut dari teori yang dikemukakan oleh Bruno Nettl, yakni 4(four) kinds of history. Nettl menyatakan ada empat tipe yang berlangsung : 1. Menyatakan bahwa musik/nyanyian yang diwariskan, tidak mengalami perubahan sama sekali. Dengan kata lain, lagu tersebut dinyanyikan sama persis, baik sebelum ataupun sesudah diwariskan. 2. Menyatakan bahwa musik/nyanyian yang diwariskan, mengalami perubahan, tetapi hanya dalam versi yang tunggal atau satu petunjuk, sehingga hasil dari warisan itu berbeda dari aslinya tetapi tanpa proliferasi dari elemen – elemennya. 3. Menyatakan bahwa musik yang diwariskan menghasilkan banyak variasi atau perubahan, bahkan beberapa dari musik itu ditinggalkan dan dilupakan; dengan kata lain sebagian ide tetap stabil, sedangkan selebihnya mengalami perubahan. 4. Menyatakan perubahan yang benar – benar total dari musik yang asli, sebagian besar ide musik/lagu itu dirubah sama sekali, bahkan ada yang cenderung menyimpang dari pengembangan ide aslinya. Teori yang lain yang berhubungan dengan perubahan ini di lihat juga dari pernyataan yang dikemukakan Bruno Nettl dalam tulisannya mengenai musik dan dinamika budaya. Dalam
Universitas Sumatera Utara
tulisan ini dia mengemukakan bahwa terjadinya perubahan budaya tanpa disadari diikuti oleh perubahan musik yang terkandung didalamnya. Perubahan ini dapat terjadi oleh karena dua faktor yaitu perubahan yang terjadi oleh karena pemikiran dari orang – orang yang memiliki budaya dan musik tersebut dan juga faktor dari luar yang membawa pengaruh kedalam budaya tersebut. Merriam (1964 : 172) mengemukakan bahwa perubahan bisa berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga bisa berasal dari luar kebudayaan atau secara eksternal. Perubahan secara internal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku – pelaku kebudayaan itu sendiri, dan disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang – orang yang diluar lingkup kebudyaan tersebut. Merriam menambahkan bahwa kelanjutan dan perubahan merupakan suatu tema yang digunakan untuk memahami sifat stabil dan dinamis yang melekat dalam setiap kebudayaan. Berkaitan dengan fenomena ini, teori kebudayaan secara umum mengasumsikan bahwa setiap kebudayaan beroperasi dalam kerangka waktu yang terus mengalami kelajutan, dimana variasi – variasi dan perubahan yang terjadi adalah hal yang tidak dapat dielakkan (1964 : 305). Menurut Shin Nakagawa dalam bukunya yang berjudul musik dan kosmos menyatakan bahwa musik seringkali tidak lagi sesuai dengan konsep dasarnya karena sudah terpengaruhi oleh masuknya musik dari budaya luar dan biasanya pengaruh dari luar sangat luas sehingga model musiknya bisa berubah. Teori lain yang digunakan adalah teori yang mendukung tradisi oral yaitu teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs (Sachs 1948 : 378) dan Bruno Nettl (Nettl 1973 : 3). Inti dari
Universitas Sumatera Utara
tradisi oral ini menyatakan bahwa kebudayaan yang merupakan tradisi lisan, diwariskan dengan cara lisan dari mulut ke mulut. Misalnya : nyanyian atau kebudayaan musik dipelajari dengan cara mendengarkan lalu meniru apa yang didengar. Demikian seterusnya dari satu orang ke orang lain atau sekelompok orang dari satu generasi ke generasi lain. Berkaitan dengan penggunaan dan fungsinya, Merriam mengemukakan bahwa penggunaan suatu musik tergantung pada kebiasaan sekelompok masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Fungsi musik tersebut ada sepuluh, namun yang akan dibahas hanyalah sebagian saja yaitu : 1. The Function of Communication (fungsi komunikasi) 2. The Function of Emotional (fungsi emosional) 3. The function of physical response (fungsi reaksi jasmani) 4. The function of contribution to the continuity and stability of culture (fungsi kesinambungan kebudayaan).
1.5.
Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bersifat
kualitatif, yaitu suatu penelitian yang memaparkan atau menggambarkan dengan kata – kata secara detail, dan perolehan kata yang bersumber dari ungkapan, catatan, atau tingkah laku masyarakat yang diteliti. Didalam juga akan membahas beberapa pendukung dari jalannya upacara tersebut yang mendukung penulisan skripsi ini, antara lain pemimpin yang memimpin selama upacara berlangsung, para pemain yang memainkan ensambel, dan setiap orang yang datang dalam upacara tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendukung kepada pengumpulan data dalam menjawab segala permasalahan yang ada serta untuk mengaplikasikan metode penelitian yang bersifat kualitatif, penulis akan berpedoman pada disiplin Etnomusikologi seperti yang dikemukakan oleh Nettl, bahwa ada dua kerangka kerja Etnomusikologi yaitu kerja lapangan dan kerja laboratorium. Dan data yang diperoleh berdasarkan dari sumber data yang tepat melalui kata – kata dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen ataupun bahan yang lainnya, sumber data tertulis, foto, dan rekaman.
1.5.1. Pemilihan Lokasi Penelitian Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih di Desa Sondi Raya, karena berdasarkan dari segi wilayah, pada saat ini merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya adalah suku Simalungun yang selalu menggunakan adat perkawinan Simalungun secara baik. Alasan lain juga adalah dari segi tempat, Desa Sondi Raya terlalu jauh dan tidak sulit untuk dijangkau. Untuk sampai ke lokasi penelitian, dibutuhkan waktu 3-4 jam perjalanan melalui kendaraan umum.
1.5.2. Studi Kepustakaan Untuk mendukung tentang penulisan mengenai perubahan penggunaan pada musik pernikahan, penulis juga mencari buku – buku yang relevan terhadap masalah yang dibahas. Walaupun juga sepanjang yang penulis ketahui, buku – buku yang menjelaskan secara terperinci mengenai musik pernikahan Simalungun belum dapat ditemukan. Buku yang mendukung hanyalah memberikan gambaran secara umum tentang kesenian,musik, dan juga adatnya saja.
1.5.3. Penelitian Lapangan
Universitas Sumatera Utara
Penulis melakukan penelitian mulai bulan Maret 2009, di Desa Sondi Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Yang menjadi informan pangkal adalah Pdt. Jumahar Harianja, S.th dan yang menjadi informan pokok adalah Bpk Kapimanson Saragih. Untuk memperoleh data penulis melakukan observasi (pengamatan) secara langsung beberapa upacara perkawinan. Penulis mengumpulkan keterangan – keterangan misalnya jalannya upacara, pelaku, dan masalah – masalah yang relevan dengan pokok permasalahan. Dan data – data yang dibutuhkan dicatat penulis sewktu penulis berada dalam lapangan. Setelah dari pengamatan, penulis melakukan wawancara dengan sebagian orang yang terlibat dalam upacara, pemusik yang mengiringi perjalanan upacara, dan juga kepada informan penulis sendiri Ada tiga cara yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat tapi hanya dua yang diterapkan oleh penulis, yaitu : 1. wawancara berfokus (focus interview) 2. wawancara bebas (free interview) Dalam wawancara berfokus, pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan. Dan untuk menghindari informan jenuh dalam wawancara tersebut maka penulis juga melakukan wawancara bebas yaitu tidak berpusat pada suatu pokok permasalahan saja tetapi pertanyaan dapat beralih ke suatu hal lain. Untuk merekam permainan musik dalam mengiringi salah satu pernikahan, penulis menggunakan kamera digital dan disamping itu penulis juga menggunakan catatan untuk mencatat hal – hal yang bersangkutan dengan musik dan juga adatnya.
Universitas Sumatera Utara
1.5.4. Kerja Laboratorium Semua data yang diperoleh dilapangan diolah dalam kerja laboratorium, dengan pendekatan Etnomusikologi. Dan jika data yang dirasa masih kurang lengkap maka penulis melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini dilakukan berulang – ulang. Dan dalam pengolahan datanya penulis melakukan proses menjaring data, menyeleksi data, menambah data yang kurang.
Universitas Sumatera Utara