1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki beragam kebudayaan beserta suku bangsanya, salah satunya adalah suku Jawa. Kebudayaan yang tercipta meliputi tradisi tulis dan tradisi lisan. Kebudayaan tersebut terbentuk dari hasil sintesa pengalaman-pengalaman masa lalu, sehingga untuk memahami kebudayaan suatu masyarakat diperlukan adanya informasi dari masa lalu yang dapat diperoleh melalui beberapa hal yang masih tersisa dari masa lalu seperti cerita lisan, benda artefak, dan tulisan. (Bani Sudardi, 2003:1) Tradisi tulis yang dihasilkan dari kebudayaan masa lalu adalah suatu jembatan menuju suatu pemahaman atas suatu kebudayaan yang ada pada masa itu. Pengetahuan ini perlu dipahami untuk menilik kembali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya tulis tersebut. Meskipun jaman telah berubah dan pola pikir masyarakat sedikit banyak juga telah mengalami perubahan, namun nilai dari kebudayaan tersebut perlu diketahui agar terungkap identitas dari suatu bangsa yang tercermin dari warisan budaya itu sendiri. Kekhawatiran hilangnya nilai-nilai luhur dari kebudayaan yang ada menjadikan masyarakat harus menggali kembali warisan budaya yang sudah mulai tersisih, namun keterbatasan pengetahuan dan waktu semakin mempertajam jarak antara masyarakat dan budaya tulis yang ada. Salah satu peran Ilmu Filologi adalah membantu masyarakat untuk memahami kembali nilai yang terkandung commit to user dalam budaya tulis suatu masyarakat. Seperti yang diungkapkan Edwar Djamaris
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
(2002:7) bahwa ilmu filologi tidak hanya sibuk dengan kritik teks serta komentar penjelasannya saja, tetapi juga ilmu yang menyelidiki kebudayaan suatu bangsa. Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang mengedepankan rasa, sehingga dalam kehidupan mereka akan menyampaikan sesuatu dengan halus. Begitu pula dengan cara menyampaikan suatu ilmu atau nasihat kepada anaknya. Nasihat yang ingin disampaikan dapat menggunakan media tembang atau cerita. Hal ini begitu melekat pada kehidupan masyarakat di Jawa pada masanya. Ajaran yang disampaikan begitu beragam, mulai dari ajaran kepemimpinan hingga ajaran berumah tangga. Cara yang digunakan pun tidak hanya disampaikan secara langsung atau dari mulut ke mulut, namun juga sering dituangkan kedalam bentuk tulisan tangan atau naskah yang dapat diwariskan secara turun temurun, namun adanya kekhawatiran jika terjadi sesuatu dengan naskah asli misalnya hilang, terbakar atau rusak dimakan zaman atau karena orang ingin memiliki sendiri naskah itu dengan berbagai tujuan. Hal tersebut menjadi latar belakang terjadi penyalinan naskah yang berulang-ulang. Kegiatan penyalinan tersebut tidak menutup kemungkinan timbul berbagai kesalahan atau perubahan pada naskah salinan. Berbagai perbedaan yang timbul karena mungkin si penyalin kurang memahami bahasa atau pokok persoalan naskah yang disalin, mungkin pula karena tulisan tidak terang, salah baca, atau karena kurang ketelitian dari penyalin sehingga timbul berbagai perbedaan pada naskah salinan. (Siti baroroh,dkk. 1994:60) Keadaan karya tulis dengan kondisi seperti di atas menuntut pendekatan yang lebih memadai. Untuk membaca karya tersebut perlu disiplin ilmu yang mampu menyiangi kesulitan akibat kondisi sebagai produk masa lampau. Dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
hal inilah ilmu filologi diperlukan untuk dapat menggali kembali nilai-nilai peninggalan tulisan masa lampau. (Siti baroroh,dkk. 1994:2) Menurut Gerardet-Sutanto (1983: v–vi), naskah dikelompokkan atas lima jenis, yaitu: a. Kronik, Legenda dan Mite. Di dalamnya termasuk naskah-naskah babad, pakem, wayang purwa, panji, pustaka raja dan silsilah. b. Agama, Filsafat dan Etika. Di dalamnya termasuk naskah-naskah yang mengandung unsur-unsur: Hinduisme, Budhisme, Islam, mistik Jawa, Kristen, magis dan ramalan, sastra wulang. c. Peristiwa kraton, hukum, peraturan-peraturan. d. Buku teks dan penuntun, kamus ensiklopedi tentang linguistik, obatobatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak-memasak dan sebagainya. e. Seni dan pertunjukan seni. Di dalamnya termasuk tari Jawa, gamelan, tembang Jawa, buku seni, cerita, fabel dan legenda, ikhtisar, periodisasi, bunga rampai. Dalam penelitian ini telah diputuskan untuk mengambil objek dari jenis sastra wulang. Sastra wulang atau jenis karya sastra yang berisi tentang ajaran sendiri masih terbagi lagi menjadi ajaran untuk para raja, ajaran untuk kaum wanita, ajaran untuk menjadi prajurit yang baik, serta ajaran moral.
Dalam
penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti naskah yang berisi ajaran untuk kaum wanita. Beberapa naskah yang berisi tentang ajaran untuk wanita atau wulang èstri yang disampaikan dengan menggunakan media tembang seperti : Sêrat Candra Rini, Sêrat Darmalaksita, Sêrat Darmarini, Sêrat Wulangreh Putri, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Sêrat Sandi Wanita, Sêrat Wulang Putri dan Sêrat Darma Duhita. Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan untuk meneliti Sêrat Darma Duhita. Keunikan baik dari segi filologi maupun isi dari naskah ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti naskah ini. Dalam Poerwadarminta (1939:64) darma berarti keutamaan, atau kewajiban serta melakukan sesuatu hanya karena memenuhi kewajibannya dan duhita berarti putri, juwita, baik sekali, sehingga dapat diartikan Darma Duhita mengandung makna kewajiban yang sebaiknya dijalankan seorang putri. Teks ini bercerita tentang seorang ayah yang memberi wejangan atau nasihat kepada putrinya tentang bagaimana cara menjadi seorang istri yang baik. Selain itu juga diceritakan pula tentang ajaran yang pernah disampaikan oleh leluhur tentang makna dari kelima jari manusia. Dalam masyarakat Jawa ajaran kehidupan rumah tangga begitu penting, sehingga pendidikan seorang anak perempuan merupakan suatu hal yang sangat berharga. Hal ini dikarenakan wanita memegang peranan terpenting dalam berumah tangga. Keberlangsungan rumah tangga sangat tergantung dari cara seorang wanita atau istri membawa diri dalam keluarga yang dibinanya, oleh karena itu gadis Jawa sejak dini sudah diberi bekal untuk menjadi seorang wanita dan istri yang baik. Anggapan bahwa dalam hidup berkeluarga, kebahagiaan suami adalah yang paling utama membuat seorang wanita Jawa akan melakukan apapun demi mewujudkan kebahagiaan suami dan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga. Hal itu menyebabkan berkembangnya tradisi tulis maupun lisan masyarakat Jawa yang berisi dan mencerminkan bahwa bagaimanapun seorang wanita harus menghormati dan mematuhi suaminya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
Teks Sêrat Darma Duhita meskipun hanya terdiri dari satu pupuh tembang Kinanthi namun memiliki keunikan dalam segi penyampaiannya. Penyalin menyampaikan ajaran atau nasihat secara langsung. Pada bagian awal teks Sêrat Darma Duhita disebutkan bahwa terhadap suami, seorang istri harus berbakti, bisa mengatur kehidupan rumah tangga dengan baik, dan patuh pada suaminya, namun terdapat pula pengungkapan makna dari kelima jari manusia yang diharapkan menjadi pegangan dari seorang istri dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Sêrat Darma Duhita berisi ajaran yang mendalam dalam segi feminis serta perkembangannya pada masa sekarang. Mengingat wanita sekarang berbeda pandangan dengan wanita jaman dahulu, meskipun dari dulu hingga sekarang tujuan daripada kehidupan tetap masih sama yaitu mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Selain itu ditinjau dari segi historis sistem kekeluargaan Jawa yang notabene menggunakan garis patrilinial, dan mengingat bahwa naskah-naskah Jawa merupakan arsip sejarah perkembangan kebudayaan di Indonesia, maka naskah ini juga dipandang penting dalam sejarah perkembangan kebudayaan karena isinya berbeda dengan keadaan yang terjadi jaman sekarang. Perlu disampaikan pula sedikit informasi sebagai pembanding. Perbedaan isi dari Sêrat Candra Rini, Sêrat Darmalaksita, Sêrat Darmarini, Sêrat Wulangreh Putri, Sêrat Sandi Wanita, Sêrat Wulang Putri. Sêrat Candra Rini merupakan ajaran dari seorang raja kepada para wanita atau isteri, untuk dapat setia kepada suami agar mencontoh sifat 9 orang tokoh wanita istri Arjuna dalam pewayangan (Dewi Wara Sumbadra, Manohara, Dewi Ulupi, Retna Gandawati, Wara Srikandi, Dewi Manikarja, Dyah Maheswara, Retna Rarasati, dan Dewi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Sulastri). Kesembilan sifat tersebut adalah setia pada lelaki, rela dimadu, mencintai sesama, terampil pada pekerjaan wanita, pandai berdandan dan merawat diri, sederhana, pandai melayani kehendak suami, menaruh perhatian pada mertua, dan gemar membaca buku yang berisi nasihat (Murniati, 2000:24) Melalui website Yayasan Sastra Lestari diperoleh informasi mengenai isi dari Sêrat Darmalaksita dan Sêrat Darmarini. Sêrat Darmalaksita berisi ajaran untuk pemuda agar mengetahui kewajiban hidup, menjauhkan diri dari perbuatan tercela, dan ajaran untuk membina kehidupan berumah tangga. Keinginan manusia akan tercapai apabila didasarkan pada delapan hal (astagina) yaitu pandai, trampil, hemat, cermat, tahu perhitungan, suka bertanya, tidak boros, dan bersungguh-sungguh, sedangkan Sêrat Darmarini berisi ajaran untuk istri agar mengetahui sembilan perkara, antara lain: memiliki hati mantap, bersungguhsungguh, mau menerima (narima), sabar, bakti, penuh perhatian (gumati), menurut (mituhu), menjaga (rumêksa) rahasia suami, dan kuat serta sentosa pada suami. Sêrat Wulang Putri mencerminkan bagaimana kehidupan kaum putri di dalam tembok kerajaan. Kaum putri kerajaan memegang teguh adat yang harus ditaati, sehingga dapat dicontoh oleh kaum putri di luar tembok kerajaan dalam arti masyarakat umum. Sêrat ini juga mengandung amanat-amanat tertentu yaitu nasihat bagi wanita menjelang perkawinan, kewajiban serta larangan bagi kaum wanita, serta masalah poligami (Hartini, 2013:53), selain itu juga terdapat Sêrat Sandi Wanita yang bercerita tentang kehidupan generasi Raden Mas Panji dimana wanita merasa dirinya pria, tidak menghormati suami dan berani menjawab apa yang dikatakan oleh suami, termasuk menentang bila dinasehati. Wanita yang commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
demikian tidak dapat diajak bermusyawarah. Meskipun tidak semua demikian namun perlu diberitahukan supaya seorang wanita tidak terlanjur memiliki watak yang demikian (Hartini, 2013:34). Peneliti menemukan Sêrat Darma Duhita atau SDD setelah membaca sembilan katalog, yaitu : 1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Sutanto, 1983) 2. Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level I , II and III (Nancy K. Florida, 1996) 3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sanabudaya Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990) 4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3B (Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998) 5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994) 6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta 7. Daftar Naskah Perpustakaan Museum Radyapustaka Surakarta dan Katalog Naskah Lokal Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta 8. Katalog Yayasan Sastra Lestari Surakarta 9. Katalog lokal Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan, ditemukan naskah dengan judul Sêrat Darma Duhita (SDD) dengan jumlah empat naskah : 1. Sêrat Darma Duhita yang terdapat dalam bendel Kêmpalan Sêrat WarniWarni koleksi Museum Sanabudaya, tercatat dalam katalog Behrend dengan nomor P28 SK20. Teks ini terdiri dari 32 bait tembang Kinanthi yang selanjutnya disebut SDD1. 2. Sêrat Darma Duhita yang terdapat dalam bendel Kidung Sêsingir koleksi Museum Sanabudaya tercatat dalam katalog Behrend dengan nomor P203 SK172. Teks ini terdiri dari 32 bait tembang Kinanthi yang selanjutnya disebut SDD2. 3. Sêrat Darma Duhita yang terdapat dalam bendhel Piwulang Yasan Dalêm Ingkang Sinuhun koleksi Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegara tercatat dalam katalog lokal dengan nomor katalog A52, dalam katalog Nancy K. Florida nomor MN390.6. Teks ini terdiri dari 32 bait tembang Kinanthi yang selanjutnya disebut SDD3. 4. Sêrat Darma Duhita dalam bendel Sêrat Wulang Warni- warni koleksi Sasana Pustaka, tercatat dalam katalog Nancy K.Florida dengan nomor katalog KS 338.4 241Ca. Teks ini terdiri dari 42 bait tembang Kinanthi. Tambahan yang terdapat dalam 10 bait terakhir merupakan suatu penegasan dari 32 bait diatasnya. Perbedaan jumlah bait yang terdapat dalam teks ini merupakan suatu varian, sehingga teks dalam naskah ini dianggap berbeda versi dan tidak dapat digunakan sebagai data dalam penelitian ini meskipun jenis tembang yang digunakan sama. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sêrat Darma Duhita juga terdapat pada koleksi Yayasan Sastra Lestari dengan nomor katalog 1346, juga termasuk naskah bendhel yaitu terdapat dalam bendhel Sêrat Wira iswara nomor katalog 57, namun teks SDD yang terdapat di koleksi Yayasan ini menggunakan aksara Jawa cetak, sehingga hanya akan digunakan sebagai data sekunder dalam penelitian ini. Ajaran wanita yang sama dengan ajaran yang terkandung dalam Sêrat Darma Duhita juga ditemukan pada Sêrat Centhini jilid pertama pupuh 81 yang menggunakan tembang Pangkur. Setelah melalui proses pencarian melalui website Yayasan Sastra Lestari diperoleh informasi bahwa ajaran Darma Duhita yang terdapat dalam Sêrat Centhini ini dikemas dalam suatu kisah. Diceritakan di Banyuwangi terdapat Candi Sela Candhani yang menurut dongeng merupakan tempat untuk menyepi Prabu Menakjingga di Blambangan, dahulu bernama Candi Macan-Putih. Kemudian di rumah Ki Menak Luhung yang merupakan juru kunci candi tersebut, bertemulah Ki Hartati seorang juragan dari Pêkalongan yang baru saja datang dari Bali dengan R. Jayèngsari dan Nikèn Rancangkapti. Ki Hartati tidak mempunyai anak, maka dari itu R. Jayèngsari dan Nikèn Rancangkapti kemudian diangkat menjadi anak dan dibawa ke Pekalongan. Kedua anak tersebut diterima Nyi Hartati dengan gembira dan diajarkannya pelbagai ilmu, seperti bab perhitungan slametan orang meninggal dunia dan makna dari kelima jari manusia. Kemudian Nyi Hartati meninggal dunia dan setelah seribu hari disusul Ki Hartati, cerita selesai. Sêrat Darma Duhita merupakan bagian dari naskah bèndhêl. Penyajian antara satu dan yang lain pun memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut adalah:
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Perbedaan letak penunjuk judul/ cover. Pada SDD1 disebutkan dengan jelas Sêrat Darma Duhita, namun pada SDD2 hanya Darma Duhita, kemudian dalam SDD3 tidak terdapat judul dalam awal teks, namun langsung masuk pada teks. Keterangan bahwa terdapat Sêrat Darma Duhita pada koleksi Reksapustaka hanya didapat dari katalog. Berikut ini judul yang terdapat dalam teks SDD1, SDD2, dan SDD3. Gambar 1 Judul dalam pada SDD1
Naskah koleksi Sanabudaya dengan nomor katalog SK20 yang berbunyi “ Sêrat Darma Duhita/ Kasambêtakên dados wulang putri”. Dengan terjemahan: “Sêrat Darma Duhita, diteruskan menjadi wulang putri”
Gambar 2 Judul dalam SDD2
Naskah koleksi Sanabudaya dengan nomor katalog P203 yang berbunyi “Darma Duhita. Kasambêtakên dados wulang putri”. Dengan terjemahan: “Sêrat Darma Duhita, diteruskan menjadi wulang putri” commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3 Judul dalam SDD3
Naskah koleksi Pura Mangkunegaran dengan nomor katalog A52. Tidak terdapat judul dalam awal teks, namun langsung masuk pada teks. Berbunyi “dene ta pitutur ingsun marang putraningsun èstri”. Terjemahan: “Inilah nasehatku terhadap anakku perempuan”
2. Terdapat keunikan pada SDD1 yang tidak terdapat pada naskah lain yaitu penggunaan kertas yang bagian bawahnya terdapat tulisan cetak yang menunjukan pemilik naskah. Gambar 4 aksara cetak yang terdapat dalam SDD1
Pada Sêrat Darma Duhita dengan nomor katalog SK20 terdapat aksara cetak pada setiap halaman dibagian bawah pada naskah tersebut yang berbunyi “Radèn Tumenggung Sasradipura”.
3. Penggunaan dirga mendhut atau suku mendhut dan dirga mêlik yang hanya terdapat pada SDD1. commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gaya penulisan yang terdapat dalam SK20 atau SDD1 ini berbeda dengan naskah yang lain. Pada naskah ini digunakan style dirga mendhut atau suku mendhut dan dirga mêlik sebagai variasi penanda sebagai penanda ganti gatra tidak hanya menggunakan pada lingsa namun juga kata yang berakhiran suku kata “i” menggunakan dirga mêlik dan suku kata “u” menggunakan dirga mêndut atau suku mendut. Gambar 5 contoh dirga mêlik dalam SDD1
Pada Sêrat Darma Duhita koleksi Sanabudaya SK20 sebagai tanda berakhirnya baris tidak hanya menggunakan pada lingsa namun juga kata yang berakhiran suku kata “i” menggunakan dirga mêlik sebagai penanda ganti gatra. Gambar 6 contoh suku mendut dalam SDD1
Pada Sêrat Darma Duhita koleksi Sanabudaya SK20 sebagai tanda berakhirnya baris tidak hanya menggunakan pada lingsa namun juga kata yang berakhiran suku kata “u” menggunakan dirga mêndut atau suku mendut sebagai penanda commit to user ganti gatra.
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Bagian awal dari Sêrat Darma Duhita disebutkan pula bahwa naskah ini merupakan awal dari Sêrat Wulang Putri. Keterangan ini menjadi suatu alasan tersendiri bagi peneliti untuk mencari informasi mengenai isi dari Sêrat Wulang Putri. Gambar 7 Judul dalam pada SDD1
Naskah koleksi Sanabudaya dengan nomor katalog SK20 yang berbunyi “ Sêrat Darma Duhita/ Kasambêtakên dados wulang putri”. Dengan terjemahan: “Sêrat Darma Duhita, diteruskan menjadi wulang putri” Gambar 8 Judul dalam pada SDD2
Naskah koleksi Sanabudaya dengan nomor katalog P203 yang berbunyi “Darma Duhita. Kasambêtakên dados wulang putri”. Dengan terjemahan: “Sêrat Darma Duhita, diteruskan menjadi wulang putri”
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan melalui beberapa katalog serta buku didapatkan informasi bahwa Sêrat Wulang Putri yang terdapat pada commit to user koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka memiliki teks yang sama dengan Sêrat
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Darma Duhita. Serta mengingat keterangan dalam Sêrat Darma Duhita koleksi Museum Sanabudaya dengan nomor katalog SK20 dan SK172 bahwa teks ini akan menjadi awal dari teks Wulang Putri, kemudian dilakukan pengecekan pada Sêrat Wulang Putri serta Sêrat Wulang Éstri koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka dan dilanjutkan pada koleksi Perpustakaan Reksa Pustaka, Museum Radya Pustaka, Yayasan Sastra Lestari, Museum Sanabudaya, Perpustakaan Pura Pakualaman, Perpustakaan Keraton Yogyakarta, PNRI, serta koleksi FSUI. Pencarian pertama Sêrat Wulang Putri pada koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka menemukan dua teks yang tersimpan dengan nomor katalog 256ca dan 396ha. Sêrat Wulang Putri dengan nomor catalog 369ha merupakan naskah bendhel dengan judul Sêrat Wulang Sunu sarta Wulang Putri punapa dene Suluk Warni- warni. Naskah ini dilengkapi dengan daftar isi yang menunjukan bahwa Sêrat Wulang Putri merupakan bagian dari naskah itu, meskipun tersurat dengan judul Sêrat Wulang Putra Putri. Teks Wulang Putri dalam naskah ini terdiri dari tiga pupuh yaitu pupuh Kinanthi, Pangkur, dan Dhandhanggula. Setelah dilakukan peninjauan serta perbandingan antar kedua teks yang terkemas dalam judul yang berbeda tersebut diketahui memiliki kemiripan. Sêrat Wulang Putri yang tersimpan dengan nomor katalog 256ca yang terdapat dalam koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta juga merupakan bagian dari naskah bendhel yang berjudul Wulang Dalêm Warniwarni. Dalam naskah ini juga terdapat daftar isi yang menunjukan bahwa teks Sêrat Wulang Putri merupakan bagian dari naskah dan menjadi satu rangkaian dalam Sêrat Wulang Rèh dan teks Sêrat Wulang Putri pada koleksi ini juga sama dengan teks Sêrat Darma Duhita. Berikut merupakan cuplikan bait pertama Sêrat commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wulang Putri koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka dan Sêrat Wulang Putri koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka. Gambar 9 Sêrat Wulang Putri bait 1
Naskah koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka nomor katalog 256ca yang berbunyi “ dene ta pituturingsun/ marang putraningsun èstri/ dèn eling ing aranira/ sira pan ingaran putri/ puniku putri kang nyata/”. Dengan terjemahan: “inilah nasihatku/ pada anakku perempuan/ supaya diingat/ kamu disebut perempuan/ yaitu perempuan yang sejati/”. Gambar 10 Sêrat Wulang Putri bait 1
Naskah koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka nomor katalog 369ha yang berbunyi “ wulang putri/ pupuh Kinanthi// dene ta pituturingsun/ marang putraningsun
èstri/ dèn eling ing aranira/ sira pan ingaran putri/ puniku putri kang nyata/ tri têtiga têgêsnèki// yakti nastiti mring kakung/ kaping têlune awêdi/ lair batin aja commit to user êsak”. Dengan terjemahan: “Wulang Putri/ Pupuh Kinanthi// inilah nasihatku/
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
pada anakku perempuan/ supaya diingat/ kamu disebut perempuan/ yaitu perempuan yang sejati/ ketiga-tiganya begini maknanya/ berbakti dan setiti pada suami/ ketiga jangan berani/ lahir batin jangan benci“.
Setelah mengetahui bahwa teks Sêrat Darma Duhita juga terdapat dalam Sêrat Wulang Putri yang telah ditemukan terdapat kesamaan isi, maka diputuskan untuk dilakukan pencarian terhadap Sêrat Wulang Putri dan Sêrat Wulang Èstri yang sejenis dengan yang telah ditemukan. Ditemukan 8 Sêrat Wulang Putri dan 8 Sêrat Wulang Èstri sehingga berjumlah enambelas teks yang tersebar di pelbagai tempat penyimpanan naskah, yaitu: 1. Koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta dengan nomor katalog KS 386.2 dan katalog lokal 396Ha dalam bendhel naskah Sêrat Wulang Sunu sarta Wulang Putri punapa dene Suluk Warni- warni dengan judul Sêrat Wulang Putri. 2. Koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta dengan nomor katalog KS 336.10 dan katalog lokal 256Ca dalam bendhel Sêrat Warniwarni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. 3. Koleksi Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran dengan nomor katalog MN 605.3 dan katalog lokal K13 dalam bendhel Sêrat Anggerangger dengan judul Sêrat Wulang Putri. 4. Koleksi Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran dengan nomor katalog MN 605.6 dan katalog lokal K13 dalam bendhel Sêrat Anggerangger dengan judul Sêrat Wulang Èstri. 5. Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta dengan nomor katalog RP102.8 commit to user dengan judul naskah Sêrat Wulang Èstri.
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Koleksi Yayasan Sastra Lestari dalam bendhel Sêrat Wira Iswara judul Sêrat Wulang Putri dengan nomor katalog 216. 7. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P27 atau PB.A 59 dalam bendhel Sêrat Piwulang Warni- warni dengan judul Sêrat Wulang Putri. 8. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P28 atau SK20 dalam bendhel Kêmpalan Sêrat Warni- warni dengan judul Sêrat Wulang Putri. 9. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P152 atau PB.A 68 dalam bendhel Sêrat Piwulang Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. 10. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P203 atau SK172 dalam bendhel Sêrat Kidung Sêsingir dengan judul Sêrat Wulang Putri. 11. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog L189 atau PB.D 8 dalam bendhel Sêrat Kramaleya tuwin Sêrat Piwulang dengan judul Sêrat Wulang Èstri. 12. Koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta dengan nomor katalog Pi.8 dalam bendhel Kempalan Sêrat Piwulang dengan judul Sêrat Wulang Èstri. 13. Koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta dengan nomor katalog Pi.25 dalam bendhel Piwulang Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
14. Koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan nomor katalog Pw54, Rol. 218.04 dalam bendhel Piwulang Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. 15. Koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan nomor katalog Pw112, Rol. 205.11 dalam bendhel Suluk Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. 16. Koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan nomor katalog Pw112, Rol. 205.11 dalam bendhel Suluk Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Putri. Setelah melalui proses observasi dan pendeskripsian naskah didapatkan keterangan bahwa tidak semua Sêrat Wulang Putri ataupun Sêrat Wulang Èstri sama dengan Sêrat Darma Duhita, di antara keenambelas judul teks yang ditemukan sebelas di antaranya berbeda atau tidak dapat digunakan sebagai data dalam penelitian ini karena memuat teks yang berbeda serta beberapa di antaranya dinyatakan tidak diketahui keberadaannya atau hilang. 1. Koleksi Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran dengan nomor katalog MN 605.6 dan katalog lokal K13 dalam bendhel Sêrat Anggerangger dengan judul Sêrat Wulang Èstri. Dalam Sêrat Angger-angger terdapat satu teks Sêrat Wulang Putri dan satu teks Sêrat Wulang Èstri. Sêrat Wulang Putri yang terdapat pada urutan awal naskah masih dalam keadaan baik dan dapat dibaca meskipun sudah terdapat sedikit lubang pada kertas, namun pada lembar berikutnya lubang semakin banyak sehingga membuat kertas menjadi semakin rapuh commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan sulit untuk dibaca. Keadaan tersebut membuat teks Sêrat Wulang Èstri yang terdapat dalam naskah ini tidak dapat diteliti lebih lanjut. 2. Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta dengan nomor katalog RP102.8 dengan judul naskah Sêrat Wulang Èstri. Setelah dilakukan observasi ke tempat penyimpanan naskah, hanya didapatkan keterangan bahwa Sêrat Wulang Èstri yang terdapat dalam koleksi Museum Radya Pustaka dinyatakan hilang atau tidak diketahui keberadaannya. 3. Koleksi Yayasan Sastra Lestari dalam bendhel Sêrat Wira Iswara judul Sêrat Wulang Putri dengan nomor katalog 216. Sêrat Wulang Putri koleksi Yayasan Sastra Lestari merupakan buku dengan aksara jawa cetak yang terdiri dari tiga pupuh yang terdiri dari tembang Kinanthi, Maskumambang, dan Sinom, meskipun pada awal teks juga menggunakan tembang Kinanthi namun isi dari teks tersebut berbeda dengan Sêrat Darma Duhita. 4. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P27 atau PB.A 59 dalam bendhel Sêrat Piwulang Warni- warni dengan judul Sêrat Wulang Putri. Teks Wulang Putri pada naskah ini hanya terdiri dari satu pupuh tembang Dhandhanggula. Dilihat dari penggunaan jenis tembang macapat yang berbeda maka sudah pasti bahwa teks Sêrat Wulang Putri dalam naskah ini merupakan beda versi dengan Sêrat Darma Duhita maupun Sêrat Wulang Putri yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 11 Sêrat Wulang Putri pupuh Dhandhanggula
Koleksi Museum Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P27 PB.A 59 yang berbunyi “murwéng karsa Srinata sung wangsit/ mring sagunging wanita kang samya/ winêngku marang priyane/ kudu manut sakayun/ ngayam-ayam karsaning laki/ lalejêm amrih rêna/ karanane iku/ dadi jalaraning trêsna/ ning wong priya yayah suna lawan dhêsthi/ pasthine mung elingan//. Dengan terjemahan: “memulai kehendak hati sang raja memberi petunjuk/ terhadap semua wanita/
dikuasai
oleh suaminya/
harus menuruti
semua keinginannya/
mengharapkan keinginan suami/ supaya kamu mengerti pertandanya/ kesenangan hatinya itu/ menjadikan alasannya kasih sayang/ pada suami anak bapak dan piala/ yang pasti hanya ingatan//”
5. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P28 atau SK20 dalam bendhel Kêmpalan Sêrat Warni- warni dengan judul Sêrat Wulang Putri. Sêrat Wulang Putri ini terdiri dari tiga pupuh yaitu tembang Kinanthi, Maskumambang, dan Sinom, meskipun sama-sama memiliki pupuh Kinanthi namun isi serta pemilihan kata yang digunakan berbeda dengan commit to user teks Sêrat Wulang Putri serta Sêrat Darma Duhita yang menjadi data
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam penelitian ini. Setelah dilakukan pengamatan serta perbandingan terhadap isi teks koleksi Yayasan Sastra Lestari dan koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P28 atau SK20 terdapat kesamaan. Gambar 12 Sêrat Wulang Putri pupuh Kinanthi
Naskah koleksi Museum Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P28 SK20 yang berbunyi “dhuh gèr putri putraningsun/ nadyan wus kanthi pinasthi/ marang hyang kang murbèng titah/ graitaning para putri/ sapraasthaning pra putra/ tarantananing pamikir//”. Terjemahan: “Wahai anak perempuanku/ walaupun sudah menjadi suratan takdir/ terhadap yang maha kuasa/ pemahaman dari anak wanita/ satu perdelapan para lelaki/ diantara pemikiran//”
6. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P152 atau PB.A 68 dalam bendhel Sêrat Piwulang Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. Sêrat Wulang Èstri koleksi Museum Sanabudaya dengan nomor katalog P152 tersebut naskah dalam keadaan sudah rusak dan tidak dapat dibaca lagi, terdapat banyak lubang dan kertas sangat lapuk sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan commitpenelitian to user lebih lanjut.
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P203 atau SK172 dalam bendhel Sêrat Kidung Sêsingir dengan judul Sêrat Wulang Putri. Sêrat Wulang Putri ini terdiri dari tiga pupuh yaitu tembang Kinanthi, Maskumambang, dan
Sinom, meskipun sama-sama memiliki pupuh
Kinanthi namun isi serta pemilihan kata yang digunakan berbeda dengan teks Sêrat Wulang Putri serta Sêrat Darma Duhita yang menjadi data dalam penelitian ini.Dilihat dari awal bait telah dapat dilihat bahwa teks ini seversi dengan P28 SK20 dan koleksi Yayasan Sastra Lestari. Gambar 13 Sêrat Wulang Putri pupuh Kinanthi
Naskah koleksi Museum Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog P203 SK172 yang berbunyi “dhuh gèr putri putraningsun/ nadyan wus kanthi pinasthi/ marang hyang kang murbèng titah/ graitaning para putri/ sapraasthaning pra putra/ karan-tananing pamikir//”. Terjemahan: “Wahai anak perempuanku/ walaupun sudah menjadi suratan takdir/ terhadap yang maha kuasa/ pemahaman dari anak wanita / satu perdelapan dari anak lelaki/ diantara pikiran//”
8. Koleksi Perpustakaan Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog L189 atau PB.D 8 dalam bendhel Sêrat Kramaleya tuwin Sêrat Piwulang commit to user dengan judul Sêrat Wulang Èstri.
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Teks ini terdiri dari 15 bait tembang Kinanthi kemudian dilanjutkan dengan tembang Sinom. Berikut merupakan gambar bait pertama tembang Kinanthi dalam teks Wulang Èstri dalam bendhel Sêrat Kramaleya tuwin Sêrat Piwulang : Gambar 14 Sêrat Wulang Putri pupuh Kinanthi
Naskah koleksi Museum Sanabudaya Yogyakarta dengan nomor katalog L189 PB.D 8 yang berbunyi “kinanthi lir pitutur/ kêmbang rambat mêgar putih/ wawasan dipun prayitna/ noliha wirange wuri/ sacangkrok wohing kang lama/ papathokan ing aurip// dhandhang- ”. Terjemahan: “disampaikan dengan tembang Kinanthi/ bunga jalar merekah putih/ diketahui agar berhati-hati/ ingatlah malu pada akhirnya/ sekumpul akibat dari masa lalu/ pegangan dikehidupan/ “
9. Koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan nomor katalog Pw 54, Rol. 218.04 dalam bendhel Piwulang Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. Sêrat Sêrat Wulang Èstri koleksi FSUI ini hanya terdiri dari satu pupuh tembang Dhandhanggula. Berikut merupakan gambar bait pertama tembang Dhandhanggula dalam teks Wulang Èstri koleksi FSUI: commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 15 Sêrat Wulang Èstri pupuh Dhandhanggula
Naskah koleksi FSUI nomor katalog PW.54 yang berbunyi “sinên ikang bayunipun sami/ kadununga-“.
10. Koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan nomor katalog Pw112, Rol. 205.11 dalam bendhel Suluk Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Putri. Dalam teks Sêrat Wulang Putri dalam bendhel Suluk Warni-warni ini terdapat lima pupuh yang terdiri dari tembang Mijil 10 bait, Asmaradana 18 bait, Dhandhanggula 19 bait, Sinom 30 bait, dan Pangkur 10 bait. Berikut merupakan gambar bait pertama tembang Mijil dalam teks Wulang Èstri dalam bendhel Suluk Warni-warni koleksi FSUI: Gambar 16 Sêrat Wulang Putri pupuh Mijil
Naskah koleksi FSUI nomor katalog PW.112 hlmn.51 yang berbunyi “Mijil/ ingsun nulis ing layang puniki/ têmbange pan mi-“. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11. Koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan nomor katalog Pw112, Rol. 205.11 dalam bendhel Suluk Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. Dalam teks Sêrat Wulang Èstri dalam bendhel Suluk Warni-warni ini terdapat empat pupuh yang terdiri dari Sinom 35 bait, Maskumambang 27 bait, Durma 11 bait, dan Dhandhanggula 28 bait. Berikut merupakan gambar bait pertama tembang Sinom dalam teks Wulang Èstri pada bendhel Suluk Warni-warni koleksi FSUI: Gambar 17 Sêrat Wulang Èstri tembang Sinom
Naskah koleksi FSUI nomor katalog PW.112 hlmn.90 yang berbunyi “onênging tyas sakèng sabda/ wedhare dadya palu- “.
Sêrat Wulang Putri yang memiliki teks yang hampir sama dengan Sêrat Darma Duhita berjumlah lima naskah, namun tidak semua data dalam teks yang memiliki kesamaan tersebut digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Berikut kelima teks tersebut: 1. Koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta dengan nomor katalog KS386.2 dan katalog lokal 396ha dalam bendhel naskah Sêrat Wulang Sunu sarta Wulang Putri Punapa Dene Suluk Warni- warni dengan judul Sêrat Wulang Putri. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Naskah ini dilengkapi dengan daftar isi yang menunjukan bahwa Sêrat Wulang Putri merupakan bagian dari naskah itu, meskipun tersurat dengan judul Sêrat Wulang Putra Putri. Teks SDD dalam naskah ini terdiri dari tiga pupuh yaitu pupuh Kinanthi, Pangkur, dan Dhandhanggula. Pupuh Kinanthi dalam naskah ini terdiri dari 39 bait. Tiga puluh bait pertama merupakan sama dengan teks SDD, namun 9 bait selanjutnya berbeda dengan teks SDD yang menjadi data dalam penelitian ini. Sehingga teks Sêrat Wulang Putra Putri ini tidak menjadi data karena berbeda versi dengan data yang digunakan. 2. Koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta dengan nomor katalog KS 336.10 dan katalog lokal 256ca dalam bendhel Sêrat Warniwarni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. Teks ini merupakan salah satu bagian dari teks Wulang Reh yang terdapat dalam bendhel Sêrat Warni-warni. Teks Wulang Reh yang terdapat dalam naskah ini terdiri dari tujuh pupuh yaitu Dhandhanggula, Kinanthi, Gambuh, Pangkur, Maskumambang, Duduk wuluh, dan Durma. Pupuh Kinanthi dalam teks ini memiliki jumlah bait sama dengan teks SDD yaitu terdiri dari 32 bait. Sehingga teks ini juga digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Teks Sêrat Wulang Èstri pupuh Kinanthi ini selanjutnya disebut SDD4. 3. Koleksi Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran dengan nomor katalog MN 605.3 dan katalog lokal K13 dalam bendhel Sêrat Anggêranggêr dengan judul Sêrat Wulang Èstri. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Teks ini terdiri dari empat pupuh yaitu Mijil, Asmaradana, Dhandhanggula, dan Kinanthi. Pupuh Kinanthi dalam teks ini memiliki jumlah bait sama dengan teks SDD yaitu terdiri dari 32 bait. Sehingga teks ini juga digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Teks Sêrat Wulang
Èstri pupuh Kinanthi ini selanjutnya akan disebut SDD5. 4. Koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta dengan nomor katalog Pi.8 dalam bendhel Kempalan Sêrat Piwulang dengan judul Sêrat Wulang Èstri. Teks ini terdiri dari empat pupuh yaitu Mijil, Asmaradana, Dhandhanggula, dan Kinanthi. Pupuh Kinanthi dalam teks ini berjumlah sama dengan teks SDD yaitu terdiri dari 32 bait. Sehingga teks ini juga digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Teks Sêrat Wulang Èstri pupuh Kinanthi ini selanjutnya akan disebut SDD6. 5. Koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta dengan nomor katalog Pi.25 dalam bendhel Piwulang Warni-warni dengan judul Sêrat Wulang Èstri. Teks ini terdiri dari empat pupuh yaitu Mijil, Asmaradana, Dhandhanggula, dan Kinanthi. Pupuh Kinanthi dalam naskah ini terdiri dari 34 bait. Tiga puluh satu bait pertama merupakan sama dengan teks SDD, namun 3 bait selanjutnya berbeda dengan teks SDD yang menjadi data dalam penelitian ini, sehingga teks Sêrat Wulang Putra Putri ini tidak menjadi data karena berbeda versi dengan data yang digunakan.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah dilakukan observasi pendahuluan diketahui perbedaan mengenai teks yang akan dijadikan data dalam penelitian ini. Meskipun judul, penggunaan pupuh serta beberapa bagian sama, namun tidak semua data dapat dibandingkan dalam penelitian ini. Perbedaan jumlah bait yang terdapat dalam beberapa teks yang serupa membuat SDD terpecah ke dalam versi yang berbeda, sehingga diputuskan untuk menggunakan teks SDD yang menggunakan tembang Kinanthi yang terdiri dari 32 bait. Setelah dicermati ulang maka terdapat 6 teks yang sama yakni SDD1, SDD2, SDD3, SDD4, SDD5¸ dan SDD6. Berikut merupakan table yang menunjukan perbedaan jumlah bait diantara teks SDD yang ditemukan. Tabel 1 Perbandingan jumlah bait antar teks SDD Teks
Jumlah
SDD1
SDD2 SDD3
Sk20
Sk172
A52
32
32
32
SDD4 SDD5 SDD6 214ca 396ha 256ca 42
39
32
K.13
Pi.8
Pi.25
32
32
34
bait
Keenam naskah Sêrat Darma Duhita, semua memiliki kolofon di dalamnya. Naskah SDD1, SDD2 dan SDD6 bait terakhir terdapat sengkalan yang berbunyi “obah guna swarèng jagad”. Menurut Bratakesawa (1980: 242-245) obah= 6, guna= 3, swara= 7, jagad= 1, sehingga dapat dibaca tahun 1736 atau dalam kalender Masehi menjadi 1809 karena terdapat selisih angka tahun sebanyak 73 tahun maka 1736+73. Selain itu pada naskah SDD2 juga terdapat keterangan angka tahun yang menggunakan angka Arab “1736”, keterangan ini mendukung keterangan yang terdapat dalam buku Keterangan Candrasengkala. Sengkalan pada SDD3 dan SDD5 yang berbunyi “têrus mantri gora raja” dapat dibaca commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
têrus= 9, mantri= 3, gora= 7, raja= 1 sehingga diperoleh angka tahun 1739 yang dalam kalender Masehi menjadi 1812. Dalam SDD4 berbunyi “ngrasa guna swarèng nata”, dapat dibaca ngrasa= 6, guna= 3, swareng= 7, nata= 1, sehingga diperoleh angka tahun 1736. Tabel 2 Keterangan usia teks dalam kalender Masehi Naskah
SDD1
SDD2
SDD3
SDD4
SDD5
SDD6
Tahun
1809
1809
1812
1809
1812
1809
Peneliti memilih SDD dijadikan objek penelitian disebabkan dua alasan. Pertama adalah dari segi filologis dan yang kedua adalah dari segi isi. Dari segi filologis SDD perlu diteliti supaya naskah tersebut dapat terbaca dan dipahami oleh masyarakat. Selain itu ditemukan varian-varian yang banyak pada teks. Varian yang ditemukan, yaitu: 1. Kesalahan Metrum Dalam teks Sêrat Darma Duhita atau SDD ditemukan beberapa kelalaian penulisan yang dilakukan oleh penyalin sehingga terjadi suatu varian. Dari keenam teks SDD ditemukan dua lakuna yang terdapat pada SDD3 dan SDD5. Berikut kedua varian jenis lakuna yang ditemukan: a. Bait 5 baris 1 SDD5 Pada bait 5 baris 1 ini seharusnya terdiri dari 8 suku kata, namun pada teks ini hanya terdiri dari 7 suku kata. Berikut merupakan lakuna pada SDD5 bait 5 baris 1:
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 18 Lakuna pada SDD5 bait 5 baris 1
Naskah SDD5 bait 5 baris 1 yang berbunyi //iku wong wadon kaung/ bingung binglêng kêna pêning/ tan wurung dadi ranjapan/ ing dunya tuwin ing akhir/ dadi intiping nêraka/ kêlabang lan kalajêngking//. Terjemahan: //itu wanita sesat/ bingung tak tahu apa yang harus dilakukan/ dan akhirnya jadi omongan/ di dunia hingga akhir/ jadi kerak di neraka/ kelabang dan kalajengking// b. Bait 13 baris 4 SDD3 Pada bait 13 baris 4 ini seharusnya terdiri dari 8 suku kata, namun pada teks ini hanya terdiri dari 7 suku kata. Berikut merupakan lakuna pada SDD3 bait 13 baris 4: Gambar 19 Lakuna pada SDD3 bait 13 baris 4
Teks SDD3 bait 13 baris 4 yang berbunyi //kawruhana karsanipun/ mungguh sêmune Hyang Widi/ wong wadon wus ginawanan/ dalil panggoning èstri/ iku commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wajip kinawruhan/ karêpe sawiji-wiji//. Terjemahan: //ketahuilah keinginannya/ menemukan perintah Tuhan/ wanita sudah dibekali/ ayat letak kehidupan wanita/ itu wajib diketahui/ maknanya satu persatu//
c. Akhir bait 13 dan awal bait 14 SDD4 Dalam penulisan SDD4 bait 13 baris 3-6 penulisan terpotong dan selanjutnya langsung masuk pada bait 14 baris 1-2. Hal ini tidak akan terlihat bila tidak dilakukan perbandingan secara mendetail. Dalam pandangan awal hal ini hanya akan terlihat karena perbedaan jumlah bait, namun ketika ditelusur kembali urutan dari tiap bait maka baru terlihat adanya celah satu bait yang terpotong dari pertengahan bait 13 hingga awal bait 14. Berikut merupakan bait yang terpotong pada SDD4: Gambar 20 Lakuna Kelompok Kata pada SDD4
Teks SDD4 bait 13 dan 14 yang berbunyi //kawruhana karsanipun/ mungguh pasmoning Hyang Widi/ den kaya pol manahira/ yen ana karsaning laki/ têgêse pol kang dèn gampang/ sabarang karsaning laki//. Terjemahan: //ketahuilah keinginannya/ menemukan perintah Tuhan/ supaya maksimal hatinya/ jika ada keinginan suami/ artinya maksimal dan dipermudah/ semua keinginan suami// commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Transposisi : terjadi pertukaran letak suku kata atau kata. Pada bait pertama baris keempat terjadi transposisi atau pertukaran letak suku kata. SDD1, SDD2, dan SDD4 menyebutkan “sira pan” namun pada SDD3 dan SDD5 menggunakan “pan sira”. Berbeda lagi dengan SDD6 yang menggunakan “sira ingaranan”. Kemudian pada bait keempat baris keenam SDD1, SDD2, SDD5, dan SDD6 menggunakan “puniku pan”, namun pada SDD3 menggunakan “pan puniku”. Berbeda lagi dengan SDD4 yang menggunakan “puniku watak”. Tabel 3 Perbandingan antar kata dengan temuan varian transposisi Naskah
Bait 1 baris 4
Bait 4 baris 6
“sira pan”
“puniku pan”
“sira pan”
“puniku pan”
“pan sira”
“pan puniku”
“sira pan”
“puniku watak”
“pan sira”
“puniku pan”
SDD1
SDD2
SDD3
SDD4
SDD5
SDD6 commit to user “sira ingaranan”
“puniku pan”
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Hipercorect: perubahan ejaan karena pergeseran lafal. Teks Sêrat Darma Duhita pada keempat naskah yang telah ditemukan memiliki banyak hipercorect misal pada bait kedua baris ketiga SDD1, SDD2, SDD3, SDD5 dan SDD6 menggunakan “êsak” namun pada SDD4 menggunakan “êsah”. Bait ketiga baris pertama
SDD1, SDD2, SDD4, SDD5 dan SDD6
menggunakan “wajib” namun pada SDD3 “wajip”. Bait keempat baris keempat SDD1, SDD2 dan SDD6 menggunakan “rumongsa” sedangkan SDD3 “rumasa” dan SDD4 “rumaos”. Tabel 4 Perbandingan suku kata varian hipercorect Naskah
Bait 2 baris 3
Bait 3 baris 1
Bait 4 baris 4
“êsak”
“wajib”
“rumangsa”
“êsak”
“wajib”
“rumangsa”
“êsak”
“wajip”
“rumasa”
“êsah”
“wajib”
“rumangsa”
”êsak”
”wajib”
”nedya”
”wajib”
SDD1
SDD2
SDD3
SDD4
SDD5 -
SDD6
commit to user
”rumangsa”
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Substitusi: terjadi perubahan pemilihan kata yang berbeda namun makna sama. Teks Sêrat Darma Duhita pada keempat naskah yang telah ditemukan juga memiliki banyak substitusi misal pada bait ketiga baris keempat SDD1, SDD2, SDD4 dan SDD6 menggunakan “Atmajèng”, namun pada SDD3 dan SDD5 menggunakan “putrining”. Atmajèng dan putrining memiliki makna atau arti yang sama yaitu anak, meskipun demikian putrining memiliki makna lebih spesifik yaitu anak perempuan dari raja. Bait kesembilan baris pertama SDD1, SDD2 dan SDD6 menggunakan “putraningsun”namun pada SDD3, SDD4 dan SDD5 menggunakan “anak ingsun”. Putraningsun dan anak ingsun memiliki makna atau arti yang sama yaitu anakku, meskipun demikian putraningsun memiliki makna ragam bahasa yang berbeda yaitu krama inggil sedang anak ingsun krama ngoko. Bait kelimabelas baris ketiga SDD1, SDD2 dan SDD4 menggunakan “nikêlkên”sedangkan SDD3 dan SDD5 “nyalèwèng”. Tabel 5 Perbandingan suku kata varian substitusi Naskah
Bait 3 baris 4
Bait 9 baris 1
Bait 15 baris 3
“Atmajèng”
“putraningsun”
“nikêlkên”
“Atmajèng”
“putraningsun”
“nikêlkên”
SDD1
SDD2
SDD3 “putrining”
“anakingsun” commit to user
“nyalèwèng”
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SDD4 “Atmajèng”
“anakingsun”
“anikêl”
“putrining”
“anakingsun”
“nyalèwèng”
“Atmajèng”
“putraningsun”
-
SDD5
SDD6
Alasan dari segi isi yang melatarbelakangi SDD dijadikan objek penelitian adalah SDD mempunyai isi yang sangat menarik untuk dicermati kembali. Sêrat Darma Duhita berisi tentang ajaran seorang ayah kepada anak perempuannya mengenai berumah tangga yang baik, serta disampaikan pula ajaran dari leluhur untuk para wanita mengenai makna dari simbol kelima jari manusia. Ajaran yang paling ditekankan adalah agar seorang wanita berbakti pada suaminya, bisa mengatur kehidupan rumah tangga dengan baik, dan tidak boleh berani kepada suaminya (bait 2). Seorang wanita harus setia kepada suaminya hingga tua dan menghabiskan sisa hidupnya untuk merawat anak dan cucu dengan tulus (bait 910). Pada bait ke 20 dijelaskan bahwa seorang wanita dalam melayani suaminya harus cepat namun berhati- hati, serta tentunya harus ikhlas dalam memenuhi keinginan suami. Seorang istri yang mampu melayani dan memenuhi keinginan suaminya akan lebih disayang oleh suami, dalam hal apapun termasuk jika suami menginginkan untuk memiliki istri lagi, maka harus rela untuk dimadu (bait 2325). Sêrat Darma Duhita memuat banyak ajaran untuk para istri, meskipun disampaikan secara singkat namun isi yang terkandung di dalamnya begitu padat, commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga hampir semua bait dalam pupuh tersebut memiliki makna yang berbeda meskipun masih berkesinambungan. Selain itu juga disampaikan makna dari kelima jari manusia yang terdapat dalam bait ke 12 hingga 19. Ibu jari “Jempol” melambangkan bahwa seorang istri harus selalu memberikan yang terbaik untuk suami. Jari telunjuk “panuduh” bahwa seorang wanita harus patuh dan tidak boleh berani pada perintah serta keinginan suami. Jari tengah “panunggul” melambangkan bahwa seorang wanita harus selalu mengunggulkan suaminya. Jari manis melambangkan bahwa dalam melayani suami seorang istri harus selalu bersikap manis baik dalam tingkah laku maupun raut wajahnya. Terakhir adalah jari kelingking “jejenthik” dengan makna agar seorang istri selalu “athak athikan” atau terampil dalam kehidupan berumah tangganya. Ajaran yang terkandung dalam naskah ini dirasa begitu penting mengingat kehidupan jaman sekarang yang sering terjadi perselisihan dalam rumah tangga karena istri kurang hormat terhadap suami sehingga menyebabkan banyak terjadi perceraian.
B. Batasan Masalah Isi yang terkandung pada naskah ini begitu mendalam, sehingga sangat menarik untuk dikaji baik ditinjau dari segi historis sistem kekeluargaan Jawa yang notabene menggunkan garis patrilinial, maupun dalam segi feminis serta perkembangannya pada masa sekarang. Untuk menghindari pelebaran dari pembahasan maka dalam penelitian ini akan dibatasi sebatas kajian filologis dan kajian isi yang mencakup kewajiban seorang istri terhadap suami dalam SDD. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian teks SDD adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana suntingan teks SDD yang dipandang paling unggul? 2. Bagaimana kewajiban seorang istri terhadap suami dalam SDD?
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mendapat suntingan teks SDD yang dipandang paling unggul serta usulan pembenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 2. Mengetahui kewajiban seorang istri terhadap suami dalam sudut pandang SDD. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni manfaat praktis dan teoretis, sebagai berikut :
1. Manfaat Praktis a. Menyelamatkan data dalam naskah SDD dari kerusakan dan hilangnya data dalam naskah tersebut. b. Mempermudah pemahaman isi teks, sekaligus memberikan informasi tentang ajaran kewajiban seorang istri terhadap suami yang terdapat dalam SDD agar dapat digunakan masyarakat khususnya istri dalam menjalankan tugasnya. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Teoretis a. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti lain yang relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah SDD khususnya dan naskah Jawa pada umumnya. b. Memperkaya wawasan tentang teks Jawa dan penggarapannya secara filologis.
F. Sistematika Penulisan I.
Pendahuluan
Bab ini merupakan uraian tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. II.
Kajian Teori
Bab ini menguraikan pengertian filologi, objek penelitian filologi dan cara kerja filologi. III.
Metode Penelitian
Bab ini menguraikan bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. IV.
Pembahasan
Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi kemudian dilanjutkan pembahasan kajian isi. V.
Penutup
Berisi kesimpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar istilah dalam naskah. commit to user